Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ATRESIA ANI

1. Definisi Atresia Ani


Atresia ani berasal dari dari bahasa Yunani, artinya tidak ada, atresia artinya
nutrisi atau makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan
tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal atau organ tubuler secara
kongenital disebut juga clausura. Dengan kata lain, tidak adanya lubang di tempat
yang seharusnya atau buntunya saluran atau rongga tubuh. Hal ini bisa terjadi
karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian karena proses penyakit yang
mengenai saluran itu.
Atresia ani yaitu tidak berlubangnya anus. Atresia ani adalah tidak
lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus secara
abnormal. Atresia ani adalah kondisi dimana rektal terjadi gangguan pemisahan
kloaka selama pertumbuhan dalam kandungan.

2. Klasifikasi Atresia Ani


a. Secara Fungsional
 Tanpa anus tetapi dengan dekompresi adekuat traktus gastrointestinalis
dicapai melalui saluran fistula eksterna. Kelompok ini terutama melibatkan
bayi perempuan dengan fistula recto-vagina atau recto-fourchette yang
relatif besar, dimana fistula ini sering dengan bantuan dilatasi, maka bisa
didapatkan dekompresi usus yang adekuat sementara waktu.
 Tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adekuat untuk jalan keluar
tinja. Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan
dekompresi spontan kolon, memerlukan beberapa bentuk intervensi bedah
segera.
b. Berdasarkan Letak
 Anomali rendah
Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot
puborektalis, terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik
dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran
genitourinarius.
 Anomali intermediet
Rektum berada pada atau di bawah tingkat otot puborektalis; lesung
anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
 Anomali tinggi
Ujung rektum di atas otot puborektalis dan sfingter internal tidak
ada. Hal ini biasanya berhubungan dengan fistuls genitourinarius-
retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu
rektum sampai kulit perineum lebih dari 1 cm.
3. Etiologi Atresia Ani
a. Faktor penyebab
- Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi
lahir tanpa lubang dubur.
- Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau
3 bulan.
- Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik di daerah
usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara
minggu ke-4 hingga ke-6 usia kehamilan.
- Berkaitan dengan Sindrom Down
- Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan
- Kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan
pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik
b. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya atresia ani dapat disebabkan oleh kelainan
kongenital saat lahir seperti:
- Sindrom vactrel (sindrom dimana terjadi abnormalitas pada vertebral, anal,
jantung, trachea, esofagus, ginjal, dan kelenjar limfe).
- Kelainan sistem pencernaan.
- Kelainan sistem pekemihan.
- Kelainan tulang belakang.
4. Patofisiologi Atresia Ani
Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada
kehidupan embrional. Anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian
belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang
merupakan bakal genitourinarius dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal
karena adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia ani karena tidak
ada kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur kolon antara minggu ke-7 dan
ke-10 dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga dapat terjadi karena
kegagalan dalam agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak
adanya pembukaan usus besar yang keluar anus menyebabkan feses tidak dapat
dikeluarkan sehingga intestinal mengalami obstruksi.
Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula.
Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan
segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin
akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperkloremia, sebaliknya feses yang
mengalir ke arah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini
biasanya akan terbentuk fistula antara rektum dengan organ sekitarnya. Pada wanita
90% kasus atresia ani dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum
(rektovestibuler). Pada laki-laki biasanya letak tinggi, umumnya fistula menuju ke
vesika urinaria atau ke prostat (rektovesika). Pada letak rendah, fistula menuju ke
uretra (rektouretralis).

5. Manifestasi Klinik Atresia Ani


- Mekonium tidak keluar dalam 24-48 jam pertama setelah kelahiran.
- Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi.
- Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya (vagina
atau uretra)
- Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula).
- Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
- Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal.
- Perut kembung.
- Tidak bisa buang air besar
- Tidak adanya anus, dengan ada/tidak adanya fistula
- Pada atresia ani letak rendah  distensi perut, muntah, gangguan cairan
elektrolit dan asam basa.
6. Studi Diagnostik Spesifik Atresia Ani
a. Pemeriksaan fisik rektum
Pemeriksaan colok dubur dan inspeksi visual adalah pemeriksaan
diagnostik yang umum dilakukan pada gangguan ini. Kepatenan rektal dapat
dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari.
b. Pemeriksaan radiologi
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk
mengetahui jarak pemanjangan kantung rektum dari sfingternya. Pemeriksaan
sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice) dapat menunjukkan adanya
kumpulan udara dalam ujung rektum yang buntu. Juga bisa digunakan untuk
mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan traktus urinarius. Pada
pemeriksaan radiologis dapat ditemukan:
- Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan obstruksi di daerah
tersebut.
- Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bayi baru lahir dan
gambaran ini harus dipikirkan kemungkinan atresia ani / anus imperforata.
Udara berhenti tiba-tiba di daerah sigmoid, kolon / rektum.
- Dibuat foto anter-posterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat dengan kepala
dibawah dan kaki diatas pada anus benda bang radio-opak, sehingga pada foto
daerah antara benda radio-opak dengan bayangan udara tertinggi dapat diukur.
c. USG abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam system
pencernaan dan mencari adanya faktor reversibel seperti obstruksi oleh karena
massa tumor. USG dapat digunakan untuk menentukan letak kantong rektal.
d. CT scan, Digunakan untuk menentukan lesi.
e. Aspirasi jarum
Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rektal dengan menusukan jarum
tersebut sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat jarum
sudah masuk 1,5 cm, defek tersebut dianggap defek tingkat tinggi.
f. Pieolgrafi intravena, Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
g. Pemeriksaan urine, Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya
sel-sel epitel mekonium.

7. Penatalaksanaan Atresia Ani


a. Penanganan secara preventif
- Ibu hamil hingga usia usia gestasi tiga bulan dianjurkan untuk berhati-hati
terhadap obat-obatan, makanan awetan, dan alkohol yang dapat
menyebabkan atresia ani.
- Memeriksa lubang dubur bayi saat baru lahir karena jiwanya terancam jika
sampai tiga hari tidak diketahui mengidap atresia ani karena hal ini dapat
berdampak feses atau tinja akan tertimbun hingga mendesak paru-parunya.
- Pengaturan diet yang baik dan pemberian laktulosa untuk menghindari
konstipasi.
b. Rehabilitasi dan pengobatan
- Melakukan pemeriksaan colok dubur.
- Melakukan pemeriksaan radiologik.
Pemeriksaan foto rontgen bermanfaat dalam usaha menentukan letak
ujung rektum yang buntu setelah berumur 24 jam, bayi harus diletakkan
dalam keadaan posisi terbalik selama tiga menit, sendi panggul dalam
keadaan sedikit ekstensi lalu dibuat foto pandangan antero-posterior dan
lateral setelah petanda diletakkan pada daerah lekukan anus.
- Melakukan tindakan kolostomi neonatus, tindakan ini harus segera diambil
jika tidak ada evakuasi mekonium.
- Pada stenosis yang berat perlu dilakukan dilatasi setiap hari dengan kateter
uretra, dilatasi hegar, atau spekulum hidung berukuran kecil selanjutnya
orang tua dapat melakukan dilatasi sendiri di rumah dengan jari tangan yang
dilakukan selama 6 bulan sampai daerah stenosis melunak dan fungsi
defekasi mencapai keadaan normal.
- Melakukan operasi anapelasti perineum yang kemudian dilanjutkan dengan
dilatasi pada anus yang baru pada kelainan adanya membran tipis yang
menutupi anus.
- Pada kelainan anus tidak terbentuk dan rektum berakhir sebagai suatu suatu
kantung yang buntu dilakukan pembedahan rekonstruktif melalui ano-
proktoplasti pada masa neonatus.
- Melakukan pembedahan rekonstruktif antara lain:
 Operasi abdominoperineum pada usia (1 tahun).
 Operasi anorektoplasti sagital posterior pada usia (8-12 bulan)
 Pendekatan sakrum setelah bayi berumur (6-9 bulan)
- Penanganan pada saluran anus dan rektum bagian bawah yang membentuk
suatu kantung buntu yang terpisah dilakukan dengan kolostomi, kemudian
dilanjutkan dengan operasi "abdominalpull-through". Manfaat kolostomi
antara lain :
 Mengatasi obstruksi usus.
 Memungkinkan pembedahan rekonstruktif untuk dikerjakan dengan
lapangan operasi yang bersih.
 Memberi kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan pemeriksaan
lengkap dalam usaha menentukan letak ujung rektum yang buntu
serta menemukan kelainan bawaan yang lain.

8. Komplikasi Pasien dengan Atresia Ani


a. Asidosis hiperkioremia.
b. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.
c. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
d. Komplikasi jangka panjang.
- Eversi mukosa anal
- Stenosis (akibat konstriksi jaringan perut di-anastomosis)
e. Masalah atau keterlambatan yang berhubungan dengan toilet training.
f. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi).
g. Prolaps mukosa anorektal.
h. Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi)
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Persepsi kesehatan: pola manajemen kesehatan
Mengkaji kemampuan pasien dan keluarga untuk melanjutkan perawatan di
rumah.
b. Pola nutrisi: metabolik
Anoreksia, penurunan BB dan malnutrisi umum terjadi pada pasien dengan
atresia ani post-kolostomi. Keinginan pasien untuk makan mungkin terganggu oleh
mual dan muntah sebagai dampak dari anestesi.
c. Pola eliminasi
Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan paru maka
tubuh dibersihkan dari bahan-bahan yang melebihi kebutuhan dan dari produk
buangan. Pada atresia ani tidak terdapat lubang pada anus sehingga pasien akan
mengalami kesulitan dalam defekasi.
d. Pola aktivitas dan latihan
Pola latihan dan aktivitas dipertahankan untuk menghindari adanya
kelemahan otot.
e. Pola persepsi kognitif
Menjelaskan tentang fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman, daya
ingatan masa lalu dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.
f. Pola tidur dan istirahat
Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena nyeri pada
luka inisisi.
g. Konsep diri dan persepsi diri
Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri misalnya body image, body
comfort. Terjadi perilaku distraksi, gelisah, penolakan karena dampak luka jahitan
operasi.
h. Peran dan pola hubungan
Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan sesudah sakit.
Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab atau perubahan kapasitas fisik untuk
melaksanakan peran.
i. Pola pertahanan diri, stress dan toleransi
Adanya faktor stress lama, efek hospitalisasi, masalah keuangan, rumah.
j. Pola keyakinan dan nilai
Untuk menerangkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang
dipeluk dan konsekuensinya dalam keseharian. Dengan ini diharapkan perawat
dalam memberikan motivasi dan pendekatan terhadap klien dalam upaya
pelaksanaan ibadah.
k. Pemeriksaan fisik
Hasil pemeriksaan yang didapatkan: anus tampak merah, usus melebar,
kadang-kadang tampak ileus obstruksi, termometer yang dimasukkan melalui anus
tertahan oleh jaringan, pada auskultasi terdengar hiperperistaltik, tanpa mekonium
dalam 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urin dan vagina.

2. Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi
1. Inkontinensia alvi berhubungan dengan tidak lengkapnya pembentukan anus.
2. Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan trauma saraf jaringan,
distensi abdomen.
3. Perubahan nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, muntah.
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan, aliran feses
ke traktus urinarius.
5. Pola pernapasan tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
(distensi abdomen).
6. Ketidakseimbangan asam-basa berhubungan dengan perubahan aliran urine ke
rektum.
7. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi.
8. Kecemasan keluarga berhungan dengan prosedur pembedahan dan kondisi bayi.
9. Kurangnya pengetahuan keluarga berhungan dengan kebutuhan perawatan di
rumah.
Post Operasi
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terdapat stoma sekunder dari
kolostomi.
2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.
3. Rencana Intervensi Keperawatan
Pre Operasi
Dx. Inkontinensia alvi b.d tidak lengkapnya pembentukan anus.
Tujuan:
- Terjadi peningkatan fungsi usus
Kriteria hasil:
- Pasien menunjukkan konsistensi tinja lembek, terbentuknya tinja, tidak ada
nyeri saat defekasi, tidak terjadi perdarahan.
Intervensi – Mandiri:
- Dilatasikan anal sesuai program.
Rasional: Mencapai ukuran anus yang sesuai dengan usia anak.
- Pertahankan puasa dan berikan terapi hidrasi IV sampai fungsi usus normal.
Rasional: Menurunkan resiko iritasi mukosa.
- Lakukan enema atau irigasi rektal sesuai order
Rasional: Evaluasi bowel meningkatkan kenyamanan pada anak.
- Kaji bising usus dan abdomen setiap 4 jam.
Rasional: Meyakinkan berfungsinya usus.
- Ukur lingkar abdomen
Rasional: Pengukuran lingkar abdomen membantu mendeteksi terjadinya
distensi

Dx. Gangguan rasa nyaman: Nyeri b.d trauma saraf jaringan, distensi abdomen.
Tujuan:
- Pasien akan melaporkan nyeri hilang atau terkontrol, akan tampak rileks.
Kriteria hasil:
- Ekspresi wajah pasien relaks, TTV normal.
Intervensi – Mandiri:
- Kaji tingkat nyeri yang dirasakan pasien.
Rasional: Membantu evaluasi derajat ketidaknyamanan.
- Tanyakan pada pasien tentang nyeri.
Rasional: Menurunkan ansietas / takut dapat meningkatkan kenyamanan.
- Jelaskan penyebab nyeri dan awasi perubahan kejadian.
Rasional: Menurunkan ansietas / takut dapat meningkatkan kenyamanan.
- Ajarkan dan anjurkan teknik relaksasi, distraksi.
Rasional: Membantu pasien untuk istirahat lebih efektif sehingga menurunkan
nyeri dan ketidaknyamanan.
- Berikan posisi yang nyaman pada pasien.
Rasional: Menurunkan tegangan otot, meningkatkan relaksasi, dan
meningkatkan kemampuan koping.
Intervensi – Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi.
Rasional: Menurunkan nyeri, meningkatkan kenyamanan, meningkatkan
penyembuhan.
Dx. Perubahan nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, muntah.
Tujuan:
- Kebutuhan nutrisi tubuh tercukupi.
Kriteria hasil:
- Menunjukkan peningkatan BB, nilai laboratorium normal, bebas tanda
malnutrisi.
Intervensi – Mandiri:
- Pantau masukan dan pengeluaran makanan / cairan.
Rasional: Mengidentifikasi kekurangan / kebutuhan untuk membantu memilih
intervensi.
- Kaji makanan kesukaan anak.
Rasional: Meningkatkan nafsu makan dan jumlah intake makanan.
- Beri makan sedikit tapi sering.
Rasional: Mencegah muntah sehingga meningkatkan intake nutrisi.
- Pantau berat badan secara periodik.
Rasional: Mengidentifikasi status nutrisi dan memastikan kebutuhan metabolik.
- Libatkan orang tua, misal membawa makanan dari rumah, membujuk anak
untuk makan.
Rasional: Mendorong keinginan pasien untuk makan, menurunkan anoreksia.
- Beri perawatan mulut sebelum makan.
Rasional: Memperbaiki kemampuan lidah untuk merasakan makanan,
meningkatkan nafsu makan.
- Berikan isirahat yang adekuat.
Rasional: Menurunkan resiko muntah setelah makan, menurunkan kebutuhan
energi.
Intervensi – Kolaborasi:
- Pemberian nutrisi secara parenteral.
Rasional: Mempertahankan kebutuhan kalori sesuai program diet.

Dx. Resiko tinggi infeksi b.d prosedur pembedahan, aliran feses ke traktus
urinarius.
Tujuan:
- Tidak terjadi infeksi.
Kriteria hasil:
- Tidak ada tanda-tanda infeksi.
- TTV normal.
- Lekosit normal.
Intervensi – Mandiri:
- Awasi pemasukan dan pengeluaran serta karakteristik urine.
Rasional: Adanya feses pada urine menunjukkan adanya fistel urine yang dapat
menyebabkan infeksi berulang.
- Selidiki keluhan kandung kemih penuh.
Rasional: Adanya retensi urine dapat meningkatkan resiko infeksi pada traktus
urinarius.
- Pertahankan teknik septik dan aseptik secara ketat pada prosedur medis atau
perawatan.
Rasional: Menurunkan resiko infeksi silang, mempercepat proses
penyembuhan.
- Amati lokasi invasif terhadap tanda-tanda infeksi.
Rasional: Adanya tanda kemerahan, bengkak, nyeri, eksudat / pus menunjukkan
adanya infeksi.
- Pantau suhu tubuh.
Rasional: Peningkatan suhu tubuh menunjukkan adanya infeksi.
- Pantau dan batasi pengunjung, beri isolasi jika memungkinkan.
Rasional: Menurunkan resiko infeksi silang, meningkatkan istirahat pasien
sehingga daya tahan tubuh adekuat.
Intervensi – Kolaborasi:
- Awasi / observasi hasil laboratorium (sel darah putih).
Rasional: Adanya peningkatan sel darah putih menunjukkan adanya infeksi.
- Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi (misal: antibiotik).
Rasional: Mempercepat proses penyembuhan, meminimalkan resiko
komplikasi. Pemberian antibiotik dapat menghilangkan agen
penyebab infeksi.
Dx. Pola pernapasan tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru (distensi
abdomen).
Tujuan:
- Pola pernapasan efektif sesuai pola pernapasan normal.
Kriteria hasil:
- Pasien mempertahankan ventilasi adekuat.
- Tidak mengalami sianosis atau tanda hipoksia lain, dengan GDA dalam rentang
normal.
Intervensi – Mandiri:
- Awasi kecepatan / kedalaman pernapasan.
Rasional: Adanya suara stridor menandakan adanya penurunan ventilasi dan
dapat mengakibatkan hipoksia.
- Auskultasi bunyi napas.
Rasional: Adanya suara tambahan menunjukkan penurunan ventilasi paru.
- Tinggikan kepala tempat tidur 30o.
Rasional: Mendorong pengembangan diafragma atau ekspansi paru optimal,
meminimalkan tekanan isi abdomen pd rongga toraks.
- Ubah posisi secara periodik.
Rasional: Meningkatkan pengisian udara seluruh segmen paru.
- Hindari penggunaan pengikat abdomen (misal: gurita, baju ketat).
Rasional: Dapat membatasi ekspansi paru.
Intervensi – Kolaborasi:
- Berikan oksigen tambahan.
Rasional: Memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran dan penurunan
kerja napas.

Dx. Ketidakseimbangan asam-basa b.d perubahan aliran urine ke rektum.


Tujuan:
- Keseimbangan asam-basa membaik.
- Bebas komplikasi.
Kriteria hasil:
- Nilai elektrolit dalam batas normal.
Intervensi – Mandiri:
- Kaji tingkat kesadaran dan perhatikan kemajuan perubahan pada status
neuromuskuler (misal: kekuatan, tonus, gerakan).
Rasional: Asidosis dapat menyebabkan perubahan status mental karena
penurunan pH cairan SSP.
- Pantau frekuensi / irama jantung.
Rasional: Asidemia dapat dimanifestasikan oleh perubahan pada konfigurasi
EKG dan adanya taki-disritmia atau bradi-disritmia serta
peningkatan iritabilitas ventrikel.
- Kaji suhu kulit, warna, dan pengisian kapiler.
Rasional: Mengevaluasi status sirkulasi, perfusi jaringan, efek hipotensi.
- Auskultasi bising usus, ukur lingkar abdomen sesuai indikasi.
Rasional: Menandakan adanya distress GIT.
- Tes / pantau pH urine.
Rasional: Menandakan kompensasi asidosis dengan mengekskresi kelebihan
hidrogen dalam bentuk asam lemah.
Intervensi – Kolaborasi:
- Bantu dengan identifikasi / pengobatan penyebab dasar.
Rasional: Pengobatan faktor penyebab dapat mengembalikan pH menjadi
normal.
- Ganti cairan sesuai indikasi.
Rasional: Mengurangi asidosis.
- Beri obat sesuai indikasi (misal: natrium bikarbonat, kalium klorida, fosfat,
kalsium).
Rasional: Membantu mengembalikan keseimbangan asam-basa pasien.
Dx. Gangguan integritas kulit b.d kolostomi.
Tujuan:
- Tidak terjadi kerusakan integritas kulit.
Kriteria hasil:
- Mempertahankan integritas kulit.
- Tidak terdapat tanda-tanda kerusakan integritas kulit.
- Mengindentifisikasi faktor resiko individu.
Intervensi – Mandiri:
- Lihat stoma / area kulit peristomal pada setiap penggantian kantong.
Rasional: Adanya tanda kemerahan, bengkak, nyeri, eksudat / pus menunjukkan
adanya infeksi.
- Ukur stoma secara periodik misalnya tiap perubahan kantong.
Rasional: Pelebaran stoma menunjukkan adanya gangguan / keterlambatan
penyembuhan luka.
- Berikan perlindungan efektif pada kulit.
Rasional: Mempertahankan kulit tetap bersih, meminimalkan kerusakan pada
kulit.
- Kosongkan irigasi dan bersihkan dengan rutin.
Rasional: Mencegah terjadinya komplikasi infeksi akibat adanya timbunan sisa
pencernaan.
- Awasi adanya rasa gatal disekitar stoma.
Rasional: Adanya rasa gatal merupakan gejala infeksi.
Intervensi – Kolaborasi:
- Kolaborasi dengan ahli terapi.
Rasional: Memberikan terapi yang sesuai dengan masalah kesehatan yang
sedang dihadapi.
Dx. Kecemasan keluarga b.d prosedur pembedahan dan kondisi bayi.
Tujuan:
- Memberi dukungan emosional pada keluarga.
Kriteria hasil:
- Keluarga akan mengekspresikan perasaan dan pemahaman terhadap kebutuhan
intervensi perawatan dan pengobatan.
Intervensi – Mandiri:
- Ajarkan untuk mengekspresikan perasaan.
Rasional: Mengidentifikasi rasa takut sebagai antisipasi terhadap prosedur
pembedahan.
- Ajarkan keluarga untuk berpartisipasi dalam perawatan pasien.
Rasional: Meningkatkan pemahaman terhadap kondisi anak sehingga dapat
mengurangi kecemasan.
- Jelaskan dengan istilah yang dimengerti oleh orang tua tentang anatomi dan
fisiologi saluran pencernaan normal. Gunakan alat, media dan gambar.
Rasional: Agar orang tua mengerti kondisi klien.
- Beri jadwal studi diagnosa, jadwal operasi, identifikasi pasien, dan informed
consent dengan orang tua.
Rasional: Pengetahuan tersebut diharapkan dapat membantu menurunkan
kecemasan karena mengurangi rasa takut akan kesalahan prosedur.
- Beri informasi pada orang tua tentang operasi kolostomi
Rasional: Membantu mengurangi kecemasan klien
Dx. Kurangnya pengetahuan keluarga b.d kebutuhan perawatan di rumah.
Tujuan:
- Pasien dan keluarga memahami perawatan di rumah.
Kriteria hasil:
- Keluarga menunjukkan kemampuan untuk memberikan perawatan bayi di
rumah.
Intervensi – Mandiri:
- Ajarkan perawatan kolostomi dan partisipasi dalam perawatan sampai mereka
dapat melakukan perawatan.
Rasional: Meningkatkan pelaksanaan perilaku positif, menurunkan resiko
ketidaktepatan perawatan bedah atau perkembangan komplikasi.
- Ajarkan untuk mengenal tanda-tanda dan gejala yang perlu dilaporkan pada
perawat.
Rasional: Pengenalan awal dan pengobatan perkembangan komplikasi dapat
mencegah perkembangan ke arah situasi yang lebih serius
(membahayakan jiwa).
- Ajarkan bagaimana memberikan pengamanan pada bayi dan melakukan dilatasi
pada anal secara tepat.
Rasional: Membantu mencapai ukuran anus yang sesuai dengan usia anak.
- Ajarkan cara perawatan luka yang tepat.
Rasional: Meningkatkan kompetensi perawatan diri dan meningkatkan
kemandirian.
- Latih pasien untuk kebiasaan defekasi.
Rasional: Mengembalikan fungsi anus sesuai dengan kondisi normal.
- Ajarkan pasien dan keluarga untuk memodifikasi diet (misalnya serat).
Rasional: Menurunkan resiko obstruksi usus, membantu memperlancar BAB,
meningkatkan kontrol usus lebih baik.
Diagnosa Post Operasi
Dx 1 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terdapat stoma sekunder
dari kolostomi.
Tujuan : Klien tidak ditemukan tanda-tanda kerusakan kulit lebih lanjut.
Intervensi :
1. Gunakan kantong kolostomi yang baik
2. Kosongkan kantong ortomi setelah terisi ¼ atau 1/3 kantong
3. Lakukan perawatan luka sesuai order dokter
Dx 2 Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.
Tujuan : Orang tua dapat meningkatkan pengetahuannya tentang perawatan di
rumah.
Intervensi :
1. Ajarkan pada orang tua tentang pentingnya pemberian makan tinggi kalori
tinggi protein.
2. Ajarkan orang tua tentang perawatan kolostomi.

4. Evaluasi
1. Inkontinensia alvi tidak terjadi.
2. Nyeri berkurang atau hilang.
3. Nutrisi adekuat.
4. Infeksi tidak terjadi.
5. Pola pernapasan efektif.
6. Keseimbangan asam-basa adekuat.
7. Integritas kulit baik.
8. Kecemasan keluarga berkurang atau tidak ada.
9. Pengetahuan keluarga adekuat.
Buku Sumber:
Suriadi dan Yuliani, Rita. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi I.Jakarta: Fajar
Interpratama

Anda mungkin juga menyukai