Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Glaukoma merupakan suatu neuropati optik kronis dan progresif, terkait


dengan kematian sel ganglion retina yang menghasilkan karakteristik
pencekungan (cupping) atau degenerasi saraf pangkal optik, penyempitan lapang
pandang dan biasanya disertai dengan peningkatan tekanan intraokular (TIO). 1
Mekanisme peningkatan tekanan intraokular pada glaukoma membagi penyakit
ini menjadi, gangguan aliran keluar aqueous humor akibat kelainan sistem
drainase sudut bilik mata depan (glaukoma sudut terbuka) atau gangguan akses
aqueous humor ke sistem drainase (glaukoma sudut tertutup) sehingga berdampak
pada penurunan tajam pengelihatan dan luas lapang pandang akibat apoptosis sel
ganglion sel retina.2 Glaukoma sudut terbuka primer atau primary open angle
glaucoma (POAG) adalah salah satu jenis glaukoma yang paling umum dan
secara klinis ditandai oleh sudut bilik iridokorneal anterior yang terbuka dan
normal. Glaukoma sudut terbuka primer dapat terjadi dengan tekanan intraokular
yang meningkat atau tekanan intraokular normal yang disebut dengan normal
tension glaucoma (NTG).1
Penelitian di Amerika menyebutkan glaukoma (baik sudut terbuka maupun
sudut tertutup) menjadi penyebab utama kebutaan di dunia setelah katarak, dengan
sekitar 8,4 juta orang buta akibat glaukoma.3 Berbeda dengan katarak, kebutaan
yang diakibatkan glaukoma bersifat permanen atau tidak dapat diperbaiki
(irreversible). World Health Organization (WHO) menyatakan prevalensi secara
global gangguan penglihatan adalah 285 juta orang, 39 juta mengalami kebutaan,
246 juta mengalami penurunan tajam pengelihatan. Jumlah penyakit glaukoma di
dunia diperkirakan 60,7 juta orang di tahun 2010, akan menjadi 79,4 juta di
tahun 2020.4 Glaukoma sudut terbuka primer menyumbang sekitar 74% dari
semua kasus glaukoma. Meta-analisis terbaru memperkirakan jumlah kasus
glaukoma sudut terbuka primer pada tahun 2015 sebesar 57,5 juta, meningkat
menjadi 65,5 juta pada tahun 2020. Hampir sebesar 47% adalah keturunan Asia,
sementara 24% merupakan orang Eropa. Hal ini terkait dengan faktor perbedaan
fisiologis atau anatomis pada optic disc atau kornea, faktor lingkungan, etnisitas,

1
perbedaan sosial atau genetika. Faktor risiko lain yang terkait dengan glaukoma
sudut terbuka primer meliputi peningkatan tekanan intraokular, usia, jenis
kelamin, dan miopia.1
Penderita glaukoma akan mengeluhkan penurunan tajam penglihatan, dan
luas lapang pandang. Pada pemeriksaan fisik juga ditemukan penurunan tajam
penglihatan, peningkatan tekanan intraokular, dan peningkatan rasio cup to disc.
Terapi ditunjukan untuk menurunkan tekanan intraokular dan memperbaiki sebab
yang mendasari apabila ada. Tekanan intraokular diturunkan dengan cara
mengurangi produksi aqueous humor atau dengan meningkatkan aliran keluarnya
menggunakan obat, laser atau pembedahan.4

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Glaukoma merupakan keadaan neuropati optik kronis yang di tandai dengan
penurunan lapang pandang akibat kerusakan papil nervus optikus, pengelihatan
kabur dan biasanya disertai dengan peningkatan tekanan intraokular (TIO).

2.2 Klasifikasi
Berdasarkan gangguan saluran aqueous humor, glaukoma dapat dibedakan
menjadi :
1. Glaukoma sudut terbuka : glaukoma kronis primer dengan sudut pada
kamera okuli anterior yang terbuka dan disertai dengan peningkatan
TIO
2. Glaukoma sudut tertutup : glaukoma yang dicirikan dengan obstruksi
mekanik dari trabecular meshwork, dengan sudut pada kamera okuli
anterior yang tertutup dan tekanan intraocular yang meningkat.

2.3 Epidemiologi
World Health Organization (WHO) menyatakan prevalensi secara global
gangguan pengelihatan adalah 285 juta orang, 39 juta mengalami kebutaan, 246
juta mengalami penurunan tajam pengelihatan. Jumlah penyakit glaukoma di
dunia oleh World Health Organization (WHO) diperkirakan 60,7 juta orang di
tahun 2010, akan menjadi 79,4 juta di tahun 2020. Penelitian yang dilakukan di
Amerika sekitar 8,4 juta orang di seluruh dunia buta secara bilateral akibat
glaukoma (4.472,083 glaukoma sudut terbuka dan 3.936.241 glaukoma sudut
tertutup. Glaukoma menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama, karena
menyebabkan gangguan penglihatan ireversibel yang menghambat pekerjaan
sehari-hari. Glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua di seluruh dunia,
dengan morbiditas yang tidak proporsional di antara wanita dan orang Asia.
Berbeda dengan katarak, kebutaan yang diakibatkan glaukoma bersifat permanen
atau tidak dapat diperbaiki (irreversible).5
2.4 Patofisiologi
Secara umum, tekanan intraokular normal berkisar 10-21 mmHg. TIO dapat
meningkat akibat gangguan sistem drainase (glaukoma sudut terbuka).
Patogenesis glaukoma tidak sepenuhnya dipahami, tingkat tekanan intraokular

3
berhubungan dengan kematian sel ganglion retina. Keseimbangan antara sekresi
aquoes humor oleh badan siliaris dan ekskresinya melalui 2 jalur independen,
jalur trabekuler dan jalur keluar uveosklera yang menentukan tekanan intra okular.
Pada pasien dengan glaukoma sudut terbuka primer, terjadi peningkatan resistansi
terhadap aliran keluar air melalui anyaman trabekular. Tekanan intraokular dapat
menyebabkan stres dan ketegangan mekanis pada struktur posterior mata,
terutama lamina kribrosa dan jaringan sekitarnya.6
Tekanan dan regangan akibat tekanan intraokular dapat menyebabkan
kompresi, deformasi, dan pemodelan ulang lamina kribrosa dengan kerusakan
mekanis aksonal dan gangguan transportasi aksonal yang mengganggu
pengiriman faktor trofik esensial ke sel ganglion retina dari target batang otak
mereka. Gangguan mikrosirkulasi, imunitas, excitotoxicity, dan stres oksidatif
juga dapat menyebabkan glaukoma. Proses patologis saraf primer dapat
menyebabkan neurodegenerasi sekunder pada neuron dan sel saraf retina lainnya
di jalur visual sentral dengan mengubah lingkungannya dan meningkatkan
kerentanan terhadap kerusakan.7
2.5 Faktor Risiko
Faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya glaukoma adalah :7
a. Usia
Usia merupakan faktor risiko utama bagi perkembangan glaukoma.
Prevalensi glaukoma adalah 4-10 kali lebih tinggi pada kelompok usia
yang lebih tua daripada orang berusia dibawah empat puluh tahun.
b. Ras
Ras merupakan faktor risiko utama glaucoma sudut terbuka. Glaucoma
ini tersering pada ras kulit hitam dan mengalami penurunan pengelihatan
yang lebih berat daripada ras kulit putih.
c. Riwayat keluarga
Etiologi glaukoma kemungkinan besar melibatkan mekanisme pewarisan
multifaktorial atau poligenik. Studi telah menyarankan bahwa 13-25
persen pasien dengan glaukoma memiliki riwayat keluarga sebelumnya.
d. Tekanan intraokular (TIO)
TIO memiliki hubungan langsung yang kuat dengan prevalensi dan risiko
jangka panjang untuk glaukoma. Untuk orang dengan TIO di atas 21
mmHg, risiko pengembangan glaukoma adalah 16 kali risiko untuk orang
dengan TIO di bawah 16 mmHg.
e. Diabetes melitus

4
Hubungan diabetes melitus dengan perkembangan kedua TIO dan
glaukoma sudut terbuka primer yang meningkat telah kontroversial.
Beberapa penelitian memberi dukungan pada prevalensi glaukoma sudut
terbuka primer yang lebih tinggi pada penderita diabetes, yang risikonya
relatif terhadap glaukoma sudut terbuka primer berkisar antara 1,6 hingga
4,7.

2.6 Manifestasi Klinis


Gejala-gejala yang dapat ditemukan pada penderita glaukoma adalah:8
a. Biasanya asimtomatik sampai kehilangan tajam pengelihatan
b. Kehilangan lapang pandang
c. Pengelihatan seperti terowongan pada tahap terminal karena penglihatan
tepi hilang
d. Biasanya bilateral, meski kehilangan penglihatan awalnya bisa
mempengaruhi satu mata saja
e. Terdapat halo
f. Glaukoma sekunder dapat menunjukkan gejala yang terkait dengan
penyebabnya
Tanda-tanda yang dapat ditemukan pada penderita glaucoma yaitu:8
a. Peningkatan TIO
b. Kornea keruh
c. Berkurangnya tajam pengelihatan
d. Kehilangan lapang pandang, biasanya hanya terdeteksi pada pengujian
perimetrik. Pola karakteristik skotoma arkuata, diikuti dengan
penglihatan terowongan pada stadium terminal
e. Peningkatan rasio cup-to-disc
f. Kelainan pupil aferen relatif (Marcus-Gunn pupil) jika neuropati optik
glaucomatous asimetris
g. Glaukoma sekunder dapat menunjukkan tanda-tanda yang terkait dengan
penyebabnya

2.7 Diagnosis
Diagnosis penyakit ini ditegakkan berdasarkan hasil yang didapat dari
anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi.9
2.7.1 Anamnesis
1. Susah karena tidak adanya gejala dari stadium akhir tidak adanya gejala
sampai stadium akhir sehingga sering menyebabkan telat diagnosis dan
penatalaksaan.

5
2. Pasien datang sewaktu pasien menyadari ada pengecilan lapangan
pandang
3. Mata tidak merah atau tidak terdapat keluhan, yang mengakibatkan
terdapat gangguan susunan anatomis dan fungsi tanpa disadari oleh
penderita.
4. Kerusakan lapangan pandang dari pinggir sampai ke tengah ke bagian
tengah (tunnel vision).
5. Riwayat keluarga menderita glaukoma
2.7.2 Pemeriksaan pada Mata
a. Tajam Penglihatan
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui fungsi penglihatan
setiap mata.
b. Tonometri
Tonometri diperlukan untuk mengukur tekanan bola mata. Tujuan
pemeriksaan dengan tonometri adalah untuk mengetahui tekanan
tekanan intra okuler. Rentang tekanan intra okuler normal adalah 10-21
mmHg. Pemeriksaan yang sering digunakan adalah tonometer aplanasi
Goldmann. Ada empat jenis tonometri atau pengukur tekanan bola mata
yaitu tonometry Schiotz, aplanasi Goldmann, digital palpasi, dan Non
Contact Tonometry (NCT).
c. Pachymetry
Tujuan dari pemeriksaan pachymetry adalah untuk melihat
ketebalan dari kornea yang merupakan faktor risiko dari glaukoma.
Pachymetry dapat juga digunakan untuk membaca tekanan intra okuler
yang tinggi. Dasar dari pemeriksaan pachymetry adalah tebal suatu
benda dapat diukur dengan melihat bayangan benda tersebut pada suatu
sistem pemisahan sinar pada kaca. Pachymetry merupakan alat
ultrasounography yang mengukur tebal kornea pada daerah tertentu.
d. Gonioskopi
Gonioskopi adalah suatu cara untuk memeriksa sudut bilik mata
depan dengan menggunakan lensa kontak khusus. Dalam hal glaukoma,
gonioskopi diperlukan untuk menilai lebar sempitnya sudut bilik mata
depan. Gonioskopi dapat membedakan sudut terbuka dan sudut
tertutup. Begitu pula dapat diperiksa apakah ada perlengketan iris di
bagian perifer dan kelainan lainnya. Dengan cara yang sederhana sekali,

6
seorang dokter dapat mengira-ngira tentang lebar sempitnya suatu sudut
bilik mata depan, yaitu dengan menyinari bilik mata depan dari
samping dengan sentolop. Iris yang datar akan disinari secara merata.
Ini berarti sudut bilik mata depan terbuka. Apabila iris disinari
sebagian, yaitu terang di bagian lampu senter tetapi membentuk
bayangan di bagian lain, kemungkinan sudut bilik mata depan sempit
atau tertutup.
e. Lapang Pandang
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat gangguan lapangan
pandangan pasien. Caranya dengan membandingkan lapangan
pandangan pasien dengan pemeriksa atau dengan automated perimeter.

f. Funduskopi
Pemeriksaan fundus mata, khususnya untuk memperhatikan
keadaan papil saraf optik, sangat penting dalam pengelolaan glaukoma
yang kronik. Papil saraf optik yang dinilai adalah warna papil saraf
optik dan lebarnya ekskavasi
Pada papil saraf optik dapat terlihat apakah ada papil edema,
hilangnya pulsasi vena, saraf optik, ekskavasi papil pada glaukoma dan
atrofi saraf optik. Pada retina dapat dinilai kelainan seperti perdarahan
subhialoid, perdarahan intraretina, lidah api, dots, blots, edema retina
dan edema makula. Pembuluh darah retina dapat dilihat perbandingan
atau ratio arteri vena, perdarahan arteri dan vena dan adanya
mikroaneurisma dari vena.
Pada glaukoma dapat terlihat:
- Kelainan papil saraf optik (papil glaukomatous) pembesaran cup yang
konsententrik, saraf optik pucat atau atropi, saraf optik tergaung
- Kelainan serabut retina, serat yang pucat atau atropi akan berwarna
hijau
- Tanda lainnya seperti perdarahan peripapilar
g. Tes Provokasi
Tes ini dilakukan pada suatu keadaan yang meragukan. Pada
glaukoma primer sudut terbuka dapat dilakukan beberapa tes provakasi
sebagai berikut :
1. Tes minum air (Water Drinking Test)

7
Penderita diminta untuk berpuasa paling sedikit empat jam tanpa
pengobatan selama 24 jam. Kemudian pasien diminta untuk minum satu
liter air dalam lima menit. Lalu diukur tiap 15 menit selama 1,5 jam.
Kenaikan tekanan intra okuler 8 mmHg atau lebih, dianggap mengidap
glaukoma.
2. Uji Priskol
Uji ini dilakukan dengan menyuntikan 1 ml priskol pada konjungtiva.
Lakukan pemeriksaan tekanan intra okuler sebelum mata disuntik
kemudian dilakukan pemeriksaan kembali pada menit ke 15, 30, 60, 90.
Apabila ditemukan hasil dengan kenaikan tekanan intra okuler 11-13
mmHg, kemungkinan pasien menderita glaukoma.
3. Tes Steroid
Pada mata pasien diteteskan larutan dexamethason 3-4 dd gt, selama
dua minggu. Kenaikan tekanan intra okuler sebanyak 8 mmHg
menunjukan glaukoma.

2.8. Diagnosis Banding


Glaukoma Sudut Tertutup Primer
Glaukoma sudut tertutup primer terjadi bila terbentuk iris bombe yang
menyebabkan oklusi sudut bilik mata depan iris perifer. Hal ini menghambat
aliran keluar aqueous sehingga menyebabkan tekanan intraokular meningkat
dengan cepat, menimbulkan nyeri hebat, kemerahan, dan penglihatan kabur.
Hipertensi Okuler
Hipertensi okuler adalah suatu kondisi dimana terdapat berbagai kriteria
dibawah ini:10
TIO lebih bdari 21 mmHg pada salah satu atau kedua mata yang diperiksa
menggunakan tonometri aplanasi pada 2 kali pemeriksaan atau lebih
Tidak ditemukaan defek lapangan pandang
Diskus optikus dan serat saraf tampak normal
Pada gonioskopi ditemukan sudut terbuka
Tidak ada penyakit pada mata yang mendahului peningkatan TIO
Terkadang terdapat kesulitan dalam membedakan hipertensi okular dengan
glaukoma primer sudut terbuka yang dini. Ahli mata harus mencari secara hati-
hati tanda-tanda dari kerusakan dini nervus optikus, seperti, penekanan fokal,
cupping yang tidak simetris, perdarahan splinter diskus, pendorongan nervus, atau
defek lapangan pandang.10

8
2.9 Tatalaksana
Pada glaukoma pengobatan terutama ditujukan pada usaha menurunkan
tekanan intra okuler. Pengobatannya antara lain adalah :6,11
2.9.1 Terapi Medikamentosa
a. Golongan -adrenergik Blocker
Obat golongan ini dapat digunakan sebagai monoterapi atau
dengan kombinasi dengan obat yang lain. Contoh obat golongan -
adrenergic bloker misalnya timolol maleat 0,25% dan 0.5%, betaxolol
0,25% dan 0,5%, levobunolol dan lain-lain. Timolol maleat merupakan -
adrenergik non selektif baik 1 atau 2. Timolol tidak memiliki aktivitas
simpatomimetik, sehingga apabila diteteskan pada mata dapat mengurangi
tekanan intraokuler. Timolol dapat menurunkan tekanan intraokuler sekitar
20-30%. Reseptor - adrenergik terletak pada epitel siliaris, jika reseptornya
terangsang aktifitas sekresinya akan meningkatkan inflow humor aquos
melalui proses komplek enzim adenyl cyclase-reseptor sehingga
menurunkan produksi humor aquos. Farmakodinamik golongan -
adrenergic blocker dengan cara menekan pembentukan humor aquos
sehingga tekanan intraokuler dapat turun. Sedangkan farmakokinetiknya
sebagian besar diserap dengan baik oleh usus secara peroral sehingga
bioavaibilitas rendah dan memiliki kadar puncak dalam plasma mencapai 1
sampa 3 jam. Kebanyakan golongan -adrenergic blocker memiliki waktu
paruh antara 3 sampai 10 jam. Waktu ekskresi yang dibutuhkan ginjal untuk
mengeluarkan obat golongan ini dapat diperpanjang apabila terdapat
hambatan aliran darah yang menuju ke hati atau hambatan enzim hati.
Penggunaan obat golongan ini dalam jangka lama dapat mengakibatkan
kontraindikasi berupa obstruksi jalan napas kronik. Indikasi pemakaian
diberikan pada pasien glaukoma sudut terbuka primer sebagai terapi inisial
baik secara tunggal atau kombinasi terapi dengan miotik. Indikasi lainnya
dapat diberikan pada glaukoma inflamasi, hipertensi okuler dan glaukoma
kongenital.

9
b. Golongan 2-adrenergik Agonis
Golongan 2-adrenergik agonis obat ini dibagi menjadi 2 yaitu
selektif dan tidak selektif. Golongan 2-adrenergik agonis yang selektif
misalnya apraklonidin memiliki efek menurunkan produksi humor aquos,
meningkatkan aliran keluar humor aquos melalui trabekula meshwork
dengan menurunkan tekanan vena episklera dan dapat juga meningkatkan
aliran keluar uveosklera. Farmakokinetik dari pemberian apraklonidin 1%
dalam waktu 1 jam dapat menghasilkan penurunan tekanan intraokuler yang
cepat paling sedikit 20% dari tekanan intraokuler awal. Efek maksimal dari
apraklonidin dalam menurunkan tekanan intraokuler dapat terjadi sekitar 3-
5 jam setelah pemberian terapi. Indikasi penggunaan apraklonidin untuk
mengontrol peningkatan akut tekanan intraokuler pasca tindakan laser.
Sedangkan kontraindikasi pemakaian obat ini apabila pasien dengan mono
amin oksidase (MAO) dan trisiklik depresan karena mempengaruhi
metabolisme dan uptake katekolamin.
c. Penghambat Karbonat Anhidrase
- Asetasolamid Oral
Asetasolamid oral merupakan obat yang sering di gunakan karena
dapat menekan pembentukan humor aquos sebanyak 40-60%. Bekerja
efektif dalam menurunkan tekanan intraokuler apabila konsentrasi
obat bebas dalam plasma 2,5 M. Apabila diberikan secara oral,
konsentrasi puncak pada plasma dapat diperoleh dalam 2 jam setelah
pemberian dapat bertahan selama 4-6 jam dan menurun dengan cepat
karena ekskresi pada urin. Indikasi asetasolamid terutama untuk
menurunkan tekanan intraokuler, mencegah prolaps korpus vitreum,
dan menurunkan tekanan introkuler pada pseudo tumor serebri.
Kontraindikasi relatif untuk sirosis hati, penyakit paru obstruktif
menahun, gagal ginjal, diabetes ketoasidosis dan urolithiasis. Efek
samping yang paling sering dikeluhkan parastesi dan inisial diuresis,
sedangkan efek lain yang dapat muncul apabila digunakan dalam
jangka lama antara lain metalic taste, malaise, nausea, anoreksia,
depresi, pembentukan batu ginjal, depresi sumsum tulang, dan anemia
aplastik.

10
- Penghambat Karbonat Anhidrase Topikal
Penghambat karbonat anhidrase topikal bersifat larut lemak
sehingga bila digunakan secara topikal daya penetrasi ke kornea relatif
rendah. Pemberian dorsolamid topikal akan terjadi penetrasi melalui
kornea dan sklera ke epitel tak berpigmen prosesus siliaris sehingga
dapat menurunkan produksi humor aqueus dan HCO3- dengan cara
menekan enzim karbonik anhidrase II. Penghambat karbonik
anhidrase topikal seperti dorsolamid bekerja efektif menurunkan
tekanan intraokuler karena konsentrasi di prosesus siliaris mencapai 2-
10M. Penghambat karbonat anhidrase topikal (dorsolamid) dapat
menurunkan tekanan intraokuler sebesar 15-20%. Indikasi pemberian
untuk mengontrol glaukoma baik jangka pendek maupun jangka
panjang, sebagai obat tunggal atau kombinasi. Indikasi lain untuk
mencegah kenaikan tekanan intraokuler pasca bedah intraokuler. Efek
samping lokal yang dijumpai seperti mata pedih, keratopati pungtata
superfisial, dan reaksi alergi. Efek samping sistemik jarang dijumpai
seperti gangguan gastrointestinal dan urtikaria.
d. Parasimpatomimetik
Golongan obat parasimpatomimetik dapat menimbulkan efek miosis
pada mata dan bersifat sekresi pada mata, sehingga menimbulkan kontraksi
muskulus ciliaris supaya iris membuka dan aliran humor aquos dapat keluar.
e. Analog prostaglandin
Analog prostaglandin merupakan obat lini pertama yang efektif
digunakan pada terapi glaukoma misalnya, latanopros. Latanopros
merupakan obat baru yang paling efektif katena dapat ditoleransi dengan
baik dan tidak menimbulkan efek samping sistemik. Farmakokinetik
latanopros mengalami hidrolisis enzim di kornea dan diaktifkan menjadi
asam latanopros. Penurunan tekanan intraokuler dapat dilihat setelah 3-4
jam setelah pemberian dan efek maksimal yang terjadi antara 8-12 jam. Cara
kerja obat ini dengan meningkatkan aliran keluarnya humor aqueus melalui
uveosklera. Obat ini diindikasikan pada glaukoma sudut terbuka primer,
hipertensi okuler yang tidak toleran dengan antiglaukoma lain.
kontrandikasi pada pasien yang sensitif dengan latanopros.
f. Penurunan Volume Vitreus

11
Obat yang digunakan dalam menurunkan volume vitreus dapat
menggunakan obat hiperosmotik dengan cara mengubah darah menjadi
hipertonik sehingga air tertarik keluar dari vitreus dan menyebabkan
pengecilan vitreus sehingga terjadi penurunan produksi humor aquos.
Penurunan volume vitreus bermanfaat dalam pengobatan glaukoma sudut
tertutup akut dan maligna yang menyebabkan pergeseran lensa kristalina ke
anterior yang menyebabkan penutupan sudut ( glaukoma sudut tertutup
sekunder ).
2.9.2 Terapi Bedah dan Laser
a. Iridektomi & Iridotomi Perifer
Sumbatan pupil paling baik diatasi dengan membentuk komunikasi
langsung antara kamera anterior dan posterior sehingga perbedaan tekanan
di antara keduanya menghilang. Hal ini dapat dicapai dengan laser
neodinium atau argon (iridotomi perifer) atau dengan tindakan bedah
iridektomi perifer. Walaupun lebih mudah dilaku-kan, terapi laser
memerlukan kornea yang relatif jernih dan dapat menyebabkan peningkatan
tekanan intraokular yang cukup besar, terutama apabila terdapat penutupan
sudut akibat sinekia luas. Iridotomi perifer secara bedah mungkin
menghasilkan keberhasilan jangka panjang yang lebih baik, tetapi juga
berpotensi menimbulkan penyulit intraoperasi dan pascaoperasi. Iridotomi
laser adalah terapi pencegahan yang digunakan pada sudut sempit sebelum
terjadi serangan pentupan sudut.
b. Trabekuloplasti Laser
Penggunaan laser (biasanya argon) untuk menimbulkan luka bakar
melalui suatu goniolensa ke jalinan trabekular dapat mempermudah aliran
keluar humor akueus karena efek luka bakar tersebut pada jalinan trabekular
dan kanalis Schlemm serta terjadinya proses-proses selular yang
meningkatkan fungsi jalinan trabekular. Teknik ini dapat diterapkan bagi
bermacam-macam bentuk glaukoma sudut terbuka primer, dan hasilnya
bervariasi bergantung pada penyebab yang mendasari. Penurunan tekanan
biasanya memungkinkan pengurangan terapi medis dan penundaan tindakan
bedah glaukoma. Pengobatan dapat diulang. Penelitian-penelitian terakhir
memperlihatkan peran trabekuloplasti laser dalam terapi awal glaukoma
sudut terbuka primer.

12
c. Bedah Drainase Glaukoma
Tindakan bedah untuk membuat jalan pintas dari mekanisme drainase
normal, sehingga terbentuk akses langsung humor akueus dari kamera
anterior ke jaringan subkonjungtiva atau orbita, dapat dibuat dengan trabe-
kulotomi atau insersi selang drainase. Trabekulotomi telah menggantikan
tindakan-tindakan drainase full-thickness (misalnya sklerotomi bibir
posterior, sklerostomi terinal, trefin). Penyulit utama trabekulotomi adalah
kegagalan bleb akibat fibrosis jaringan episklera. Hal ini lebih mudah terjadi
pada pasien berusia muda, pasien berikulit hitam, dan pasien yang pernah
menjalani bedah drainase glaukoma atau tindakan bedah lain yang
melibatkan jaringan episklera. Terapi adjuvan dengan anti-metabolit
misalnya fluorourasil dan mitomisin berguna untuk memperkecil risiko
kegagalan bleb.
Penanaman suatu selang silikon untuk membentuk saluran keluar
permanen bagi humor akueus adalah tindakan alternatif untuk mata yang
tidak membaik dengan trabekulektomi atau kecil kemungkinannya beres-
pons terhadap trabekulektomi. Pasien dari kelompok yang terakhir ini
adalah mereka yang mengidap glaukoma sekunder, terutama glaukoma
neovaskular, glaukoma yang berkaitan dengan uveitis, dan glaukoma setelah
tindakan tandur kornea.
Sklerostomi laser holmium adalah suatu tindakan baru yang
menjanjikan sebagai alternatif bagi trabekulektomi.
Goniotomi adalah suatu teknik yang bermanfaat untuk mengobati
glaukoma kongenital primer, yang tam-paknya terjadi sumbatan drainase
humor akueus di bagian dalam jalinan trabekular.
d. Tindakan Siklodestruktif
Kegagalan terapi medis dan bedah dapat menjadi alasan untuk
mempertimbangkan tindakan destruksi korpus siliaris dengan laser atau
bedah untuk mengontrol tekanan intraokular. Krioterapi, diatermi,
ultrasonografi frekuensi tinggi, dan, yang paling mutakhir, terapi laser
neodinium dapat diaplikasikan ke permukaan mata tepat di sebelah posterior
limbus untuk menimbulkan kerusakan korpus siliaris di bawahnya. Juga
sedang diciptakan energi laser argon yang diberikan secara transpupilar dan
transvitreal langsung ke prosesus siliaris. Semua tekinik siklodestruktif

13
tersebut dapat menyebabkan ftisis dan harus dicadangkan sebagai terapi
untuk glaukoma yang sulit diatasi.

2.10 Prognosis
Setelah pengobatan awal dari glaukoma, pemantauan perkembangan pasien
dibutuhkan utntuk memonitor stabilitas dari TIO, Nervus Optikus, dan cakupan
lapangan pandang, kepuasan pasien akan terapi, efek samping dari terapi, dan
efektifitas dari konseling yang diajarkan kepada pasien. Follow Up juga
memberikan kesempatan untuk memastikan kembali diagnosis. Penatalaksanaan
dari glaukoma.12
Sebagian besar dari pasien Glaukoma Primer Sudut Terbuka akan memiliki
gangguan penglihatan di sepanjang hidup mereka. Beragam insidens kebutaan
sudah dilaporkan, diperkirakan kebutaan unilateral terjadi sebanyak 27% dan
kebutaan bilateral terjadi sebanyak 9%, 20 tahun setelah diagnosis ditegakan.
Prevalensi dari kebutaan bilateral pada orang kulit hitam di Amerika Serikat
didapatkan sebanyak 8% sementara pada orang kulit putih hanya sebanyak 4%.
Pasien yang mempunyai risiko terbesar untuk mengalami kebutaan adalah pasien
yang sewaktu terdiagnosis sebagai glaukoma telah memiliki penurunan luas
lapangan pandang.
Pengobatan dengan medikamentosa, laser, dan pembedahan untuk
menurunkan TIO sudah terbukti secara nyata memperlambat atau mungkin
menghentikan progresivitas dari perkembangan penyakit. Banyak uji klinis yang
telah membuktikan efektifitas dari berbagai cara penurunan TIO dan
membandingkan berbagai penatalaksanaan diberbagai kondisi klinis. Pada
penelitian dengan suatu manifestasi awal glukoma yang diikuti selama 6 tahun, 45
62% pasien mengalami penurunan TIO sebanyak 25% setelah diterapi. Sebuah
studi dari Collaborative Initial Glaukoma Treatment Study (CIGTS) menunjukan
hasil yang relatif sama antara terapi bedah inisial dan terapi medikasi inisial
sebagai moda penatalaksanaan dari glaukoma setelah 5 tahun, dengan perbaikan
lapangan pandang yang nyata hanya terjadi pada 10 13% objek penelitian.
Penelitian yang dilakukan Advanced Glaukoma Intervention Study (AGIS),
kelompok pasien dengan TIO yang selalu berada terjaga dibawah 18mmHg tidak
memperlihatkan adanya penurunan lapangan pandang yang progresif; pasien
dengan TIO rata-rata sekitar 14mmHg atau kurang selama 18 bulan pertama akan

14
mempunyai prognosa lebih baik daripada pasien yang memiliki TIO rata-rata
lebih besar dari 17,5 mmHg.

BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama :K
Jenis Kelamin : Laki laki
Tempat, Tanggal Lahir : Denpasar, 31 Desember 1963
Umur : 53 tahun 9 bulan 9 hari
Alamat : Jl Raya Pelabuhan Benoa No 10 Br. Pesanggaran
Agama : Islam
Kebangsaan : WNI
Pekerjaan : PNS
Pendidikan : SMA
Status Perkawinan : Menikah
No Rekam Medik : 17040943
Tanggal Pemeriksaan : 22 September 2017

15
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Penglihatan kabur
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poliklinik Mata RSUP Sanglah pada tanggal 22
September 2017, pasien datang dengan keluhan mata kiri kabur sejak sekitar 3
bulan yang lalu. Pasien merasakan penglihatan pada mata kirinya kabur baik saat
melihat jauh maupun saat melihat dekat. Keluhan penglihatan kabur tersebut
dirasakan terjadi perlahan-lahan sejak 3 bulan yang lalu, keluhan dirasakan setiap
saat dan semakin memberat. Pasien mengatakan bahwa awalnya matanya berair,
dan lama kelamaan pengelihatannya menjadi kabur. Pasien mengaku memiliki
kaca mata baca. Pasien pernah menggunakan obat Timolol selama satu bulan.
Keluhan yang dialami pasien dikatakan cukup mengganggu hingga pasien tidak
dapat melakukan aktivitas sehari-sehari sendiri maupun pekerjaan rumah. Keluhan
lain seperti nyeri pada mata dan sakit kepala disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu, Alergi, dan Pengobatan


Pasien mengatakan belum pernah mengalami keluhan penglihatan kabur
seperti saat ini sebelumnya. Riwayat penyakit lain pada mata disangkal pasien.
Riwayat menggunakan obat Timolol selama satu bulan. Pasien mengatakan tidak
memiliki riwayat penyakit hipertensi, dan riwayat penyakit lain seperti diabetes
mellitus dan jantung disangkal oleh pasien. Pasien mengatakan tidak memiliki
riwayat alergi terhadap makanan maupun obat-obatan.

Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien mengatakan dalam keluarga tidak ada yang memiliki keluhan
serupa seperti pasien maupun riwayat penyakit mata lainnya. Riwayat penyakit
seperti hipertensi, diabetes mellitus, jantung disangkal.

Riwayat Sosial
Pasien merupakan seorang PNS yang bekerja 5 hari kerja. Pasien tidak
memiliki riwayat merokok maupun meminum alkohol.

3.3 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan Fisik Umum
Status Present
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis (E4V5M6)
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 84x/menit

16
Respirasi : 16x/menit
Suhu : 36 C
VAS : 0 (tidak ada nyeri)
Status General
Mata : dijelaskan pada status ophthalmology
THT : kesan tenang
Mulut : sianosis (-)
Leher : pembesaran kelenjar (-)
Thoraks : simetris (+)

Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)


Pulmo : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : distensi (-), bising usus (+) normal
Ekstremitas :
hangat+ + edema
+ +

Pemeriksaan Fisik Khusus


Status Ophthalmology
OD OS
6/7.5 PH 6/6 Visus 3/60 PH NI
Posisi: Orthophoria
Normal Palpebra Normal
Tenang Konjungtiva Tenang
Jernih Kornea Jernih
VH3 Bilik mata depan VH3
Bulat, regular Iris Bulat, regular
RP (+) RAPD (-) Pupil RP (+) RAPD (-)
Jernih Lensa Jernih
Jernih Vitreous Jernih
Papil N II bulat, batas Papil N II bulat, batas
tegas,aa/vv :2/3 tegas,aa/vv :2/3
CDR 0,5 CDR 0,8-0,9
Cupping (+) Funduskopi Cupping (+)
Nasalisasi (+) Nasalisasi (+)
Retina: baik Retina: baik
Makula : reflex (+) Makula: reflex (+)

19 Tekanan Intraokuler 23
Baik ke segala arah Gerakan Bola Mata Baik ke segala arah

17
OD

OS

3.4 Usulan Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan karena tidak ada indikasi.

3.5 Diagnosis Kerja


ODS POAG

3.6 Penatalaksanaan
Terapi farmakologi
- Timol 0,5t% ed 2x1 ODS
- Lyteers ed 6x1 ODS

3.7 KIE
1. Memberikan pengertian pada pasien tentang penyakitnya
2. Menjelaskan prosedur terapi yang bisa dilakukan
3. Menjelaskan komplikasi yang dapat muncul
4. Menjelaskan prognosis penyakit pasien

3.8 Prognosis
Ad vitam : bonam.
Ad fungsionam : dubius ad bonam.
Ad sanationam : dubius ad bonam.

18
BAB IV
PEMBAHASAN

Penegakkan diagnosis primer berdasarkan anamnesis, gejala klinis, dan


pemeriksaan mata pasien. Berdasarkan gejala klinis glaukoma sudut terbuka
primer biasanya didapatkan asimptomatik hingga penurunan tajam penglihatan,
penurunan lapang pandang, penglihatan seperti terowongan pada tahap terminal
karena penglihatan tepi hilang. Berdasarkan anamnesis pada pasien didapatkan
keluhan pandangan kabur pada mata kiri sudah sejak 3 bulan sebelumnya yang
didahului dengan mata berair. Penurunan tajam penglihatan dirasakan perlahan
dan semakin memberat pada salah satu mata.
Faktor risiko glaukoma yang salah satunya yaitu usia, merupakan faktor
risiko utama bagi perkembangan glaukoma. Prevalensinya adalah 4-10 kali lebih
tinggi pada kelompok usia yang lebih tua daripada orang berusia di bawah empat
puluh tahun. Dari anamnesis, pasien merupakan seorang laki-laki yang berusia 53
tahun.
Berdasarkan pemeriksaan umum tidak ditemukan adanya kelainan. Pada
pemeriksaan mata, hasil yang didapatkan berupa adanya peningkatan TIO pada
mata kiri, berkurangnya tajam penglihatan pada mata kiri, kehilangan lapang
pandang dengan pengujian perimetrik, peningkatan rasio cup-to-disc (CDR).
Berdasarkan pemeriksaan mata pada pasien, ditemukan penurunan tajam

19
pengelihatan yaitu 6/7.5 pada mata kanan dan 3/60 pada mata kiri dan tidak
mengalami perbaikan dengan pin hole. Terdapat peningkatan TIO pada mata kiri
sebesar 23. Ditemukan juga adanya peningkatan CDR sebesar 0.5 pada mata
kanan dan 0,8-0,9 pada mata kiri, dimana nilai normal dari CDR adalah 0,3.
Diagnosa glaukoma sudut terbuka primer apabila ditemukan kelainan
glukomatosa pada diskus optikus dan lapangan pandang yang disertai dengan
peningkatan tekanan intraocular, sudut bilik mata depan terbuka dan tampak
normal, dan tidak terdapat penyebab lain dari peningkatan tekanan intraokular.
Sedikitnya sepertiga pasien glaucoma sudut terbuka primer memiliki tekanan
intraokular normal sewaktu pertama kali diperiksa, sehingga untuk menegakkan
diagnosis perlu dilakukan pemeriksaan tonometri berulang. Apabila terdapat
kehilangan lapang pandang, atau peningkatan tekanan intraokular, rasio cup and
disc lebih dari 0.5 atau terdapat asimetri yang bermakna antara kedua mata sangat
diindikasikan adanya atrofi glukomatosa.
Penatalaksanaan glaukoma ini dapat dilakukan dengan pemberian terapi
medikamentosa dan terapi bedah. Terapi medikamentosa dapat diberikan obat dari
golongan -adrenergik Blocker yang dapat digunakan sebagai monoterapi atau
dengan kombinasi obat yang lain, dapat diberikan juga obat dari golongan 2-
adrenergik agonis, penghambat karbonat anhydrase seperti asetolamid oral, dan
dapat diberikan analog prostaglandin. Pada pasien ini diberikan terapi
medikamentosa berupa timol 0,5% ed 2x1, dimana obat ini merupakan -
adrenergik non selektif baik 1 atau 2 dan tidak memiliki aktivitas
simpatomimetik yang dapat menurunkan tekanan intraokuler sekitar 20-30%,
serta obat ini merupakan terapi inisial baik secara tunggal atau kombinasi dengan
obat lain..
Selain pengobatan, KIE kepada pasien juga sangat penting. Penjelasan
kepada pasien dan keluarga tentang penyakitnya, penyebab, pencetus sampai
prognosisnya. Menyarankan pasien untuk melakukan pemeriksaan berkala, agar
stabilitas TIO, nervus optikus, lapang pandang, kepuasan pasien akan terapi, efek
samping dari terapi, dan efektifitas dari konseling yang diajarkan kepada pasien
dapat terpantau.

20
BAB V
SIMPULAN

Glaukoma merupakan suatu neuropati optik kronis dan progresif, terkait


dengan kematian sel ganglion retina yang menghasilkan karakteristik
pencekungan (cupping) atau degenerasi saraf pangkal optik, penyempitan lapang
pandang dan biasanya disertai dengan peningkatan tekanan intraokular (TIO).
Glaukoma sudut terbuka primer adalah salah satu jenis glaukoma yang paling
umum dan secara klinis ditandai oleh sudut bilik iridokorneal anterior yang
terbuka dan normal. Secara epidemiologi jumlah penyakit glaukoma di dunia oleh
World Health Organization (WHO) diperkirakan 60,7 juta orang di tahun 2010,
akan menjadi 79,4 juta di tahun 2020. Glaukoma sudut terbuka primer
menyumbang sekitar 74% dari semua kasus glaukoma. Pada penderita glaukoma,
TIO dapat meningkat akibat gangguan sistem drainase (glaukoma sudut terbuka).
Peningkatan TIO ini berhubungan dengan kematian sel ganglion retina.
Gejala-gejala yang dapat ditemukan pada penderita glaukoma adalah
kehilangan tajam penglihatan, kehilangan lapang pandang, biasanya bilateral,
meski kehilangan penglihatan awalnya bisa mempengaruhi satu mata saja,
terdapat halo, peningkatan TIO, peningkatan rasio cup-to-disc. Diagnosis penyakit
ini ditegakkan berdasarkan hasil yang didapat dari anamnesis dan pemeriksaan
oftalmologi. Pengobatan glaukoma terutama ditujukan untuk menurunkan TIO
melalui obat-obatan ataupun pembedahan.

DAFTAR PUSTAKA

21
1. Abu-Amero K, Kondkar A, Chalam K. An Updated Review on the
Genetics of Primary Open Angle Glaucoma. International Journal of
Molecular Sciences. 2015;16(12):28886-28911.
2. Ilyas S. Penglihatan Turun Perlahan Tanpa Mata Merah. Dalam: Ilyas S,
editor. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2011;
218-219.
3. Prum B, Rosenberg L, Gedde S, Mansberger S, Stein J, Moroi S et al.
Primary Open-Angle Glaucoma Preferred Practice Pattern Guidelines.
[Internet]. 2016 [cited 23 September 2017]. Available from:
http://www.aaojournal.org/article/S0161-6420(15)01276-2/pdf.
4. Biggerstaff K. Primary Open-Angle Glaucoma (POAG). [Internet]. 2017
[cited 23. September 2017]; Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1206147-overview.
5. Riordan-Eva P, Cunningham E. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2010; 212-223.
6. Mariotti S. Global Data On Visual Impairments 2010. World Health
Organization (WHO). 2010;:2-3.
7. Garg P, Jha M, Singh L, Kawatra I, Lal B. Study Of Ocular Risk Factors
For Primary Open-Angle Glaucoma. Journal of Evidence Based Medicine
and Healthcare. 2016;3(24):1064-1067.
8. Wesselink C, Marcus M, Jansonius N. Risk Factors for Visual Field
Progression in the Groningen Longitudinal Glaucoma Study. Journal of
Glaucoma. 2012;21(9):579-585.
9. American Academy of Ophtalmology. Basic and Clinical Science Course
Section 10: Glaucoma. 2011-2012; 85-102

10. Saxena, S. Clinical Ophthalmology Medical &surgical Approach 2nd


Edition. New delhi. Jaype-Highlights. 2011;178
11. Fingeret, Murray. Optometric Clinical Practice Guideline Care Of The
Patient With Open Angle Glaucoma. St.Louis: Lundbergh Blvd. 2010
12. Traynis I, De Moraes C, Raza A, Liebmann J, Ritch R, Hood D.
Prevalence and Nature of Early Glaucomatous Defects in the Central of
the Visual Field. JAMA Ophthalmology. 2014;132(3):291. Mancil G,

22
Fingeret M. Care of the Patient with Open Angle Glaucoma. American
Optometric Association. 2010; 3-16

23

Anda mungkin juga menyukai