Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Katarak adalah setiap kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi (penambahan cairan) atau denaturasi protein atau terjadi akibat kedua-
duanya.Penuaan merupakan penyebab terbanyak tetapi banyak juga factor lain
yang mungkin terlibat misalnya trauma, toksin, penyakit sistemik dan
merokok(Vaughan, 2012). Katarak dapat menyebabkan berbagai komplikasi
bahkan sampai menyebabkan kebutaan. Prevalensi kebutaan di dunia sebesar
0,7% dengan penyebab katarak 39%, kelainan refraksi 18% dan glaukoma 10%
(WHO, 2007). Prevalensi kebutaan di Indonesia lebih tinggi mencapai 0,9%
(Depkes RI, 2007). Penyebab utama kebutaan adalah katarak (0,78%), glaukoma
(0,20%), kelainan refraksi (0,14%), dan penyakit-penyakit lain yang berhubungan
dengan lanjut usia (0,38%) (Depkes RI, 2003).
Jenis katarak yang paling sering terjadi adalah katarak senilis. Katarak
senilis adalah kekeruhan lensa yang terjadi karena proses degenerasi dan biasanya
mulai timbul pada usia di atas 50 tahun (Ilyas, 2005). Prevalensi nasional katarak
pada penduduk usia 45-54 tahun adalah sebesar 1,4%, usia 55-64 tahun sebesar
3,2%, usia 65-74 tahun sebesar 5,5% dan usia 75 tahun keatas sebesar 7,6%
(Depkes RI, 2007). Pada usia lanjut banyak terjadi perubahan pada lensa mata,
antara lain peningkatan massa dan ketebalan lensa serta penurunan daya
akomodasi. Hal tersebut yang mengakibatkan semakin tingginya kejadian katarak
pada usia lanjut (American Academy of Opthamology, 2013).
Terapi definitif katarak pada dasarnya adalah melalui tindakan
pembedahan yang bertujuan untuk memperbaiki tajam penglihatan pasien. Teknik
pembedahan katarak antara lain ekstraksi katarak intra kapsuler (EKIK), ekstraksi
katarak ekstra kapsuler (EKEK). Namun, dalam pelaksanaannya perlu
memperhatikan faktor- faktor yang dapat mempersulit tindakan, mempengaruhi
hasil operasi maupun faktor yang dapat meningkatkan risiko timbulnya
komplikasi. Salah satu faktor yang perlu diperhatikan adalah adanya kelainan
refraksi, yaitu miopia (American Academy of Opthamology, 2013). Tingginya
angka kejadian katarak serta besarnya dampak yang dapat terjadi akibat penyakit

1
katarak membuat penulis mengangkat tema katarak dalam laporan kasus kali ini
dengan tujuan untuk dipelajari lebih lanjut.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Lensa


2.1.1 Anatomi Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular tak berwarna dan
transparan yang tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm, dan berfungsi
memfokuskan gambar pada retina pada kondisi normalnya. Mata dapat mengubaf
fokusnya dari objek jarak jauh ke jarak dekat karena kemampuan lensa untuk
mengubah bentuknya, suatu fenomena yang disebut akomodasi. Lensa terletak
dibelakang iris dan digantung oleh zonula yang menghubungkannya dengan
korpus siliar. Pada sisi anterior lensa terdapat humor aquaeus dan pada sisi
posterior terdapat humor vitreus. Kapsul lensa adalah suatu membran
semipermeabel yang dapat dilewati air dan elektrolit dan terdapat selapis epitel
subkapsular pada bagian depan. Sel-sel epitel dekat ekuator lensa membelah
sepanjang hidup dan terus berdiferensiasi membentuk serat-serat lensa baru
sehingga serat lensa yang lama dimampatkan ke nukleus, sehingga nukleus lensa
menjadi lebih keras daripada korteksnya. Akibatnya, lama-kelamaan lensa
menjadi kurang elastik seiring dengan bertambahnya usia (Khurana, 2007;
Vaughan dkk., 2012).
Lensa terdiri dari 65% air, 35% protein, dan sedikit sekali mineral yang
biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa
daripada di kebanyakan jaringan lain (Vaughan, 2012). Lensa tidak memiliki
serabut saraf, pembuluh darah, dan jaringan ikat. Lensa dipertahankan di
tempatnya oleh serat zonula yang berada di antara lensa dan badan siliar. Serat
zonula ini, yang bersal dari ephitel siliar, adalah serat kaya fibrilin yang
mengelilingi lensa secara sirkular (Khurana, 2003).

3
Gambar 2.1 Anatomi Lensa (Ocampo, 2017)

2.1.2 Fisiologi Lensa


Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Lensa
mata mampu mengubah fokusnya dari jarak jauh ke dekat karena memiliki
kemampuan mengubah bentuknya, atau yang dikenal dengan akomodasi.
Elastisitas lensa bergantung pada tegangan zonula yang memegang lensa.
Tegangan zonula dikendalikan oleh aktivitas otot siliaris, yang apabila
berkontraksi akan mengendurkan tegangan zonula. Dengan demikian, lensa
menjadi lebih bulat dan mampu memfokuskan obyek-obyek yang lebih dekat.
Relaksasi otot siliaris akan menghasilkan kebalikannya, yakni mebuat lensa
mendatar dan mampu memfokuskan obyek-obyek yang jauh. Dengan
bertambahnya usia, daya akomodasi akan berkurang seiring dengan penurunan
elastisitas lensa (Vaughan, 2012).

2.2 Definisi dan Epidemiologi Katarak


Katarak adalah setiap kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi (penambahan cairan) atau denaturasi protein atau terjadi akibat kedua-
duanya. Kekeruhan dapat mengenai salah satu atau kedua mata dan berjalan
secara progresif ataupun stagnan dalam jangka waktu yang lama. Pasien dengan
katarak akan mengeluh penglihatan berasap dan penurunan visus secara progresif.
Penuaan merupakan penyebab katarak yang terbanyak, walau mungkin ada faktor
lain yang terlibat seperti trauma, toksin, penyakit sistemik, merokok, dan herediter
Patogenesis katarak belum sepenuhnya dimengerti. Pada lensa yang mengalami
katarak, terdapat agregat-agregat protein yang menghamburkan berkas cahaya dan
mengurangi transparansinya. Sebagian besar katarak tidak terlihat pada

4
pengamatan sepintas sampai akhirnya lensanya menjadi keruh. Pemeriksaan
funduskopi disarankan untuk melihat refleks fundus dan mengetahui kekeruhan
lensa (Vaughan, 2012).
Prevalensi katarak terutama ditemukan pada orang tua. Di Inggris, katarak
oleh karena penuaan diperkirakan diderita oleh hampir setengah populasi individu
dengan usia lebih dari 65 tahun, dan angka kejadiannya cenderung meningkat
hingga 70% pada usia lebih dari 85 tahun. Di Perancis, kejadian katarak
ditemukan sekitar 20% pada individu yang berusia 65 tahun ke atas, dan
meningkat hingga 60% pada individu 85 tahun ke atas. Pada penelitian yang
dilakukan di Australia, prevalensi katarak lebih banyak terjadi pada usia 40 tahun
dan usia 90 tahun ke atas. Penelitian terbaru memperkirakan saat ini katarak
menyerang sekitar 22 juta orang yang berusia diatas 40 tahun dan pada tahun
2020 jumlah tersebut diperkirakan meningkat dua kali lipat (Robertson, 2015).
Katarak juga merupakan penyebab utama berkurangnya penglihatan di
Indonesia. Perkiraan insiden katarak sekitar 0,1% per tahun. Hasil survei Indera
Penglihatan dan Pendengaran menunjukkan penyebab utama kebutaan di
Indonesia adalah katarak sebesar 0,78% dari total angka kebutaan sebesar 1,5%.
Propinsi dengan prevalensi katarak tertinggi di Indonesia yaitu Sulawesi Utara
(3,7%), Jambi (2,8%), Aceh (2,8%), Bali (2,7%), dan Sulawesi Selatan (2,5%)
(Kemenkes, 2015).

2.3 Patofisiologi dan Etiologi Katarak Senilis Imatur


Patogenesis katarak senilis bersifat multifaktorial dan berhubungan dengan
proses degenerasi, akan tetapi belum dimengerti sepenuhnya. Agregasi protein,
kerusakan pada serat sel membran, defisiensi glutation, kerusakan oksidatif,
peningkatan kalsium, migrasi sel epitelium lensa yang abnormal ditemukan
sebagai mekanisme spesifik yang berpengaruh terhadap terjadinya mekanisme
katarak (Gupta dkk, 2014). Semakin bertambahnya usia, terjadi akumulasi
berbagai macam faktor yang dapat mempermudah pembentukan katarak. Stres
oksidatif juga terjadi dan memberikan radikal bebas dan merusak komponen sel
termasuk protein, lipid, dan DNA. Stres oksidatif ini meningkatkan jumlah protein
kristalin pada lensa yang jernih. Hal ini mengarah kepada agregasi protein yang
akan merusak serat sel membran. Perubahan kimiawi protein lensa menyebabkan

5
agregasi protein dan menghasilkan pigmen warna kuning kecoklatan yang
berlebihan. Selain itu seiring dengan bertambahnya usia, lensa menjadi lebih tebal
dan berat. Produksi serabut lensa yang terus menerus akan menyebabkan
kompresi dan pengerasan nukleus (sklerosis nukleus). Proses ini dapat
menyebabkan penurunan kejernihan lensa, penurunan kekuatan akomodasi,
perubahan indeks bias dan penyebaran sinar yang masuk ke mata. Peningkatan
cairan yang masuk akibat perubahan tekanan osmotik juga dapat menyebabkan
terjadinya katarak (Nartey, 2017).

2.4 Klasifikasi Katarak


Katarak dapat diklasifikasikan berdasarkan waktu perkembangannya,
morfologinya, stadiumnya, serta etiologinya. Berdasarkan waktu
perkembangannya katarak diklasifikasikan menjadi katarak kongenital, katarak
juvenil dan katarak senilis. Sementara, berdasarkan morfologi, katarak dapat
diklasifikasikan menjadi katarak kapsular, katarak subkapsular, katarak kortikal,
katarak supranuklear, katarak nuklear, dan kartarak polar. Berdasarkan etiologinya
katarak juga dapat diklasifikasikan kedalam beberapa klasifikasi, salah satunya
adalah katarak traumatika (Vaughan, 2012).
2.4.1 Stadium Katarak Senilis
Katarak senilis adalah katarak yang biasa terjadi di atas usia 50 tahun.
Katarak ini biasanya mengenai kedua mata. Katarak senilis dibagi menjadi
beberapa stadium:
1. Katarak Insipien
Kekeruhan mulai muncul dari tepi ekuator menuju korteks anterior dan
posterior. Kekeruhan tahap awal ini hanya bisa dinilai apabila kita
melakukan dilatasi pupil (Khurana, 2003).

6
Gambar 1. Katarak Insipien (Vijaya, 2017)

2. Katarak Imatur
Pada stadium ini, progresifitas katarak meningkat. Lensa mulai berwarna
putih, namun bagian korteks masih bersih sehingga iris shadow positif.
Pada fase ini juga terjadi penarikan cairan (hidrasi). Akibat penarikan
cairan ini, bilik mata depan menjadi bengkak, dan sudut mata menyempit
(Khurana, 2003).

Gambar 2. Katarak Imatur (Vijaya, 2017)

3. Katarak Matur
Kekeruhan telah mengenai seluruh lensa. Kekeruhan ini terjadi akibat
deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak imatur atau intumesen
tidak dikeluarkan maka cairn lensa akan keluar, sehingga lensa akan
kembali ke ukuran yang nornal. Akan terjadi kekeruhan seluuh lensa yang
bila lama akan menyebabkan kalsifikasi lensa. Bilik mata depan akan
berukuran kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada
lensa yang keruh, sehingga uji bayangan iris negatif (Khurana, 2003).

7
Gambar 3. Katarak Matur (Denny, 2017)

4. Katarak Hipermatur
Merupakan katarak yang mengalami degenerasi lanjut. Masa lensa yang
berdegenerasi keluar dari kapsul lensa, sehingga lensa mengecil dan
kering. Pada pemeriksaan, terlihat bilik mata depan dalam. Apabila proses
ini berlanjut, maka korteks akan mencair dan membentuk kantong berisi
cairan keputihan disertai nukleus yang terbenam di dalamnya. Fase ini
disebut sebagai katarak Morgagni (Khurana, 2003).

Gambar 4. Katarak Hipermatur (Annor, 2014)

2.5 Gejala Klinis


Gambaran klinis yang dapat ditemui pada katarak antara lain :
1. Penurunan tajam penglihatan
Katarak secara klinis menyebabkan penurunan signifikan pada ketajaman
visual, baik itu dekat maupun jauh. Biasanya akan ditemui penurunan
tajam penglihatan dekat yang lebih signifikan dibanding penglihatan jauh,
mungkin disebabkan oleh miosis akomodatif. Jenis katarak yang berbeda
memiliki tajam penglihatan yang berbeda pula (Khurana, 2003).

8
2. Silau
Penderita seringkali mengeluhkan silau ketika dihadapkan dengan sinar
langsung dan terang (Khurana, 2003).
3. Obyek ganda (Monocular Diplopia)
Keluhan ini terjadi akibat refraksi ireguler karena terdapat kekeruhan
padalensa (Khurana, 2003).
4. Pergeseran miopia
Pasien katarak yang sebelumnya menggunakan kacamata jarak dekat akan
mengatakan bahwa ia sudah tidak mengalami gangguan refraksi lagi dan
tidak membutuhkan kacamatanya, sebaliknya pada pasien yang tidak
menggunakan kacamata, ia akan mengeluhkan bahwa penglihatan jauhnya
kabur sehingga ia akan meminta dibuatkan kacamata. Fenomena ini
disebut pergeseran miopia atau penglihatan sekunder, namun keadaan ini
bersifat sementara dan terkait dengan stadium katarak yang sedang
dialaminya (Ocampo, 2017).

2.6 Diagnosis
Diagnosis katarak dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan
oftalmologi. Pada anamnesis didapatkan keluhan utama penderita berupa tajam
penglihatan yang menurun disertai dengan silau jika melihat cahaya (Vaughan,
2012). Pemeriksaan segmen anterior dengan senter ataupun slit lamp akan
ditemukan kekeruhan pada lensa. Pada pemeriksaan shadow test dengan senter
membentuk sudut 450 terhadap dataran iris ditemukan bayangan iris yang jatuh
pada lensa yang menunjukkan shadow test positif, hal ini menandakan katarak
masih dalam stadium imatur. Jika pada pemeriksaan shadow test tidak ditemukan
adanya bayangan iris pada lensa atau shadow test negatif berarti katarak sudah
matur dan pupil tampak berwarna keputihan. Refleks pupil langsung maupun
tidak langsung umumnya positif. Apabila didapatkan relative afferent pupillary
defect atau RAPD positif, perlu dipkirkan adanya kelainan patologis yang
mengganggu penglihatan penderita. Katarak pada stadium paling dini dapat
diketahui melalui pemeriksaan fundus okuli dengan pupil yang berdilatasi
maksimum. Fundus okuli menjadi semakin sulit untuk dievaluasi seiring dengan

9
semakin padatnya kekeruhan lensa, hingga reaksi fundus menghilang (Vaughan
dkk, 2012).

2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan utama untuk penderita katarak adalah dengan melakukan
pembedahan. Tidak ditemukan adanya manfaat dari pemberian suplementasi
nutrisi atau terapi farmakologi dalam mencegah atau memperlambat progresivitas
dari katarak. Sebelum dilakukan tindakan pembedahan sebaiknya dilakukan
pemeriksaan untuk memastikan penderita dalam keadaan yang cukup baik untuk
menjalani pembedahan dan mampu mengelola perawatan pasca operasi. Adapun
pemeriksaan yang terkait dengan hal tersebut diantaranya :
1. Evaluasi terhadap status kesehatan pasien secara umum dan dilakukan
pencatatan tanda-tanda vital untuk menyingkirkan adanya hipertensi dan
infeksi pada rongga dada, dan mencatat adanya penyakit sistemik seperti
diabetes melitus, gangguan respirasi atau gangguan pada kardiovaskular,
2. Pencatatan ketajaman penglihatan penderita untuk menetapkan batas bawah
pemeriksaan ketajaman penglihatan untuk kepentingan medis dan legal,
3. Pemeriksaan tekanan bola mata untuk menyingkirkan adanya penyakit
glaucoma dan syarat dilakukannya tindakan operasi, serta
4. Pemeriksaan biometri dan keratometri (Vaughan, 2012).
Terdapat beberapa indikasi utama untuk dapat dilakukannya pembedahan,
diantaranya yaitu:
1. Penurunan tajam penglihatan sudah tidak dapat lagi ditoleransi oleh
penderita hingga mengganggu aktivitas sehari-hari. Apabila tajam
penglihatan penderita kurang dari 3/60 maka harus dilakukan pembedahan.
2. Indikasi terapeutik, yaitu untuk mencegah munculnya komplikasi seperti
glaukoma sekunder.
3. Indikasi diagnostik, yaitu pembedahan dilakukan agar memudahkan untuk
mengevaluasi daerah dibelakang lensa misalnya pada penderita katarak
dengan riwayat diabetes melitus, katarak harus diekstraksi sehingga retina
dapat dievaluasi dengan baik.
4. Indikasi kosmetik

10
Apabila penglihatan penderita telah hilang akibat kelainan retina ataupun
nervus optikus, namun kekeruhan katarak secara kosmetik tidak dapat
diterima misalnya pada pasien muda, maka pembedahan katarak dapat
dilakukan untuk mengembalikan warna pupil menjadi hitam meskipun
penglihatan penderita tidak akan kembali (Mutiarasari, 2011).
5. Indikasi sosial, yaitu pembedahan dilakukan agar pasien dapat melakukan
aktivitas sehari-hari dengan mandiri dan menjalankan fungsi sosial dengan
baik.
Dalam beberapa keadaan pembedahan tidak dianjurkan untuk dilakukan.
Keadaan yang menjadi kontraindikasi dilakukan pembedahan diantaranya:
1. Penurunan tajam penglihatan yang masih dapat ditoleransi oleh penderita,
2. Tindakan pembedahan diperkirakan tidak akan memperbaiki tajam
penglihatan dan tidak adanya indikasi untuk dilakukan pembedahan lainnya,
3. Penderita tidak dapat menjalani bedah dengan aman karena keadaan medis
atau kelainan okular lainnya yang ada pada penderita, serta
4. Perawatan pascabedah yang sesuai tidak bisa didapatkan oleh penderita
(Vaughan, 2012).

Secara umum, ekstraksi katarak terbagi dalam dua jenis metode, diantaranya
intracapsular cataract extraction (ICCE), extracapsular cataract extraction
(ECCE).
a. Intracapsular Cataract Extraction (ICCE)
Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama
dengan kapsul anterior dan posterior. Seluruh lensa dibekukan di dalam
kaspul dengan cryophake dan dikeluarkan melalui insisi yang lebar pada
korneal superior (Titcomb dkk, 2010). Kapsula posterior juga diangkat
sehingga IOL tidak dapat diletakkan di bilik mata posterior. IOL dapat
diletakkan di bilik mata anterior dengan risiko dapat terjadi infeksi kornea.
Pengangkatan lensa secara utuh menyebabkan tidak ada lagi batasan
antara segmen anterior dan posterior yang dapat meningkatkan risiko
terjadinya komplikasi lainnya seperti vitreus loss, cystoid macular edema,
dan endophtalmitis. Teknik ini digunakan dalam kasus tertentu antara lain
apabila terjadi subluksasio lensa atau dislokasi lensa (Amindyta, 2013)

11
Teknik pembedahan ini kontraindikasi dilakukan pada penderita berusia
kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai ligamen hialoidea kapsular.
Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini seperti astigmatisme,
glukoma, uveitis, endoftalmitis, dan perdarahan (Titcomb dkk, 2010).
b. Extracapsular Cataract Extraction (ECCE)
Teknik pembedahan ini dilakukan dengan cara mengeluarkan isi lensa
dengan memecah atau merobek kapsul anterior lensa, sehingga nukleus
dan korteks lensa dapat dikeluarkan melalui robekan tersebut. Teknik ini
mengekstraksi lensa secara utuh dengan meninggalkan bagian posterior
dari kapsul lensa. Termasuk dalam golongan ini ekstraksi linear, aspirasi
dan ligasi (Mutiarasari, 2011). Pembedahan ini umumnya dilakukan pada
pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel, implantasi lensa
intraokular, pada penderita yang akan dilakukan bedah glaukoma, dan lain
sebagainya. Penyulit yang dapat timbul pada teknik pembedahan ini yaitu
risiko terjadinya katarak sekunder (Vaughan, 2012 & Titcomb dkk, 2010).
1. Small Incision Cataract Surgery (SICS)
Teknik pembedahan ini dilakukan dengan mengekstraksi lensa
melalui insisi yang kecil. Insisi dilakukan pada sklera yaitu sekitar
2 mm dari limbus sepanjang 6 mm, kemudian dibuatkan sclera
tunnel hingga di bilik mata depan. Dilakukan CCC, hidrodiseksi,
hidrideliniasi dan nukleus dikeluarkan dengan cara manual, korteks
dikeluarkan dengan aspirasi dan irigasi kemudian dapat dipasang
IOL (Mutiarasari, 2011). Pembedahan dengan teknik ini
memberikan hasil visus yang bagus dan memberikan keuntungan
berupa luka insisi yang cepat sembuh dan biaya yang tergolong
murah (Titcomb dkk, 2010).
2. Fakoemulsifikasi
Teknik fakoemulsifikasi adalah teknik yang paling mutakhir.
Teknik ini dilakukan dengan menghancurkan lensa dan
diemulsifikasi, kemudian dikeluarkan dengan bantuan probe dan
ekstraksi dikerjakan secara ekstrakapsular. Fakoemulsifikasi atau
teknik phaco berarti membongkar dan memindahkan kristal lensa.

12
Pada teknik ini dilakukan insisi yang sangat kecil (sekitar 2-3
mm) pada kornea (Vaughan, 2012 & Titcomb dkk, 2010). Getaran
ultrasonik digunakan untuk menghancurkan nukleus lensa dan
selanjutnya mesin phaco akan menghisap massa lensa yang telah
lancur sampai bersih (Mutiarasari, 2011). Lensa intraokular
dimasukkan dengan cara dilipat melalui irisan tersebut. Teknik ini
tidak memerlukan tindakan penjahitan dikarenakan insisi yang
dilakukan sangat kecil, sehingga luka akibat insisi tersebut dapat
pulih dengan sendirinya, yang memungkinkan penderita dapat
kembali melakukan aktivitas sehari-hari dengan segera. Teknik
fakoemulsifikasi bermanfaat pada beberapa jenis katarak seperti
katarak kongenital, traumatik dan pada sebagian besar kasus
katarak senilis. Disisi lain, teknik ini dirasakan kurang efektif untuk
katarak senilis padat (Titcomb dkk, 2010).

Terapi pasca operasi yang diberikan jika digunakan teknik insisi kecil akan
mengakibatkan penyembuhan pasca operasi biasanya lebih pendek. Pasien dapat
dilakukan rawat jalan pada hari itu juga, tetapi dianjurkan untuk bergerak dengan
hati-hati dan menghindari peregangan atau mengangkat benda berat selama sekitar
satu bulan, olahraga berat jangan dilakukan selama 2 bulan. Matanya dapat dibalut
selama beberapa hari pertama pasca operasi atau jika nyaman, balutan dapat
dibuang pada hari pertama pasca operasi dan matanya dilindungi pakai kacamata
atau dengan pelindung seharian. Kacamata sementara dapat digunakan beberapa
hari setelah operasi, tetapi biasanya pasien dapat melihat dengan baik melui lensa
intraokuler sambil menantikan kacamata permanen ( Biasanya 6-8 minggu setelah
operasi ) (Ilyas, 2007).
Selain itu juga akan diberikan obat untuk:
a. Mengurangi rasa sakit, karena operasi mata adalah tindakan yang
menyayat maka diperlukan obat untuk mengurangi rasa sakit yang
mungkin timbul benerapa jam setelah hilangnya kerja bius yang digunakan
saat pembedahan.

13
b. Antibiotik mencegah infeksi, pemberian antibiotik masih dianggap rutin
dan perlu diberikan atas dasar kemungkinan terjadinya infeksi karena
kebersihan yang tidak sempurna (Lang, 2000).
c. Obat tetes mata streroid. Obat yang mengandung steroid ini berguna untuk
mengurangi reaksi radang akibat tindakan bedah.
d. Obat tetes yang mengandung antibiotik untuk mencegah infeksi pasca
bedah.
Hal yang boleh dilakukan antara lain:
a. Memakai dan meneteskan obat seperti yang dianjurkan
b. Melakukan pekerjaan yang tidak berat
c. Bila memakai sepatu jangan membungkuk tetapi dengan mengangkat kaki
keatas.

Yang tidak boleh dilakukan antara lain :


a. Jangan menggosok mata
b. Jangan membungkuk terlalu dalam
c. Jangan menggendong yang berat
d. Jangan membaca yang berlebihan dari biasanya
e. Jangan mengedan keras sewaktu buang air besar
f. Jangan berbaring ke sisi mata yang baru dibedah

2.8 Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari tindakan pembedahan katarak
yaitu:
1. Intraoperatif
a. Ruptur kapsul posterior atau zonula,
b. Trauma pada corpus siliaris atau iris,
c. Masuknya materi nukleus lensa ke vitreus,
d. Dislokasi lensa intraokular posterior,
e. Perdarahan atau efusi suprakoroid,
f. Edema kornea,
g. COA dangkal, serta

14
h. Retinal light toxicity (Mutiarasari, 2011)

2. Komplikasi pasca operatif


a. Kekeruhan kapsul posterior
b. Cystoid macular edema
c. Edema kornea
d. Ruptur atau kebocoran luka
e. Ablasio retina

2.9 Pencegahan
Katarak dapat dicegah, di antaranya dengan menjaga kesehatan mata,
menjaga kadar gula darah dalam batas normal khususnya pada penderita diabetes
mellitus, mengonsumsi makanan yang dapat melindungi mata dari kelainan
degeneratif dan makanan yang mengandung antioksidan tinggi seperti buah-
buahan yang banyak mengandung vitamin C, minyak sayuran, sayuran hijau,
kacang-kacangan, kecambah, buncis, telur, hati dan susu yang merupakan
makanan dengan kandungan vitamin E, selenium, dan tembaga tinggi. Vitamin C
dan E merupakan antioksidan yang dapat meminimalisasi kerusakan oksidatif
yang terjadi pada mata, sebagai salah satu penyebab munculnya katarak
(Vaughan, 2012).

2.10 Prognosis
Prognosis sangat bergantung kepada luasnya trauma yang terjadi dan
kerusakan yang terjadi akibat trauma tersebut. Perkembangan teknik bedah yang
semakin mutakhir, menyebabkan jarangnya timbul komplikasi atau penyulit. Hasil
pembedahan yang baik dapat mencapai 95%. Hasil yang baik didapatkan jika
tidak adanya penyakit okular lain yang menyertai pada saat dilakukannya
pembedahan yang dapat mempengaruhi hasil, seperti degenerasi makula atau
atropi nervus optikus. Operasi standar yang sering dilakukan yaitu ECCE dan
fakoemulsifikasi (Mutiarasari, 2011)

15
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


No. RM : 15064697
Nama : IWG
Umur : 65 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Hindu
Status : Menikah
Pekerjaan : Pensiunan Karyawan Swasta
Alamat : Jalan Tukad Yeh Aya, Gang XIII No. 3 Renon,
Denpasar Selatan
Tanggal pemeriksaan : 22 September 2017 pukul 09.30 WITA

3.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Pandangan kabur pada kedua mata
Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke Poliklinik Mata RSUP Sanglah dengan keluhan
pandangan kabur pada kedua mata. Pandangan kabur dirasakan pasien sejak
3 bulan yang lalu. Pandangan kabur dirasakan timbul perlahan dan
memburuk seiring berjalannya waktu. Pandangan kabur dikatakan seperti
berkabut seolah-olah terdapat asap. Keluhan ini tidak terlalu mengganggu
pasien dalam beraktivitas. Keluhan lain yang dirasakan yaitu silau pada
kedua mata, terutama pada siang hari. Keluhan nyeri pada mata, pusing,
mata merah, keluar sekret atau kotoran disangkal oleh pasien. Riwayat
trauma pada mata pasien juga disangkal oleh pasien.

16
Riwayat Pengobatan

Kunjungan saat ini merupakan kunjungan kedua di Poliklinik Mata


RSUP Sanglah. Pada kunjungan pertama pasien mendapatkan obat tetes
Lyters yang digunakan sebanyak 6 kali dalam sehari dan pasien merasakan
keluhannya sedikit membaik. Riwayat pengonsumsian obat-obatan seperti
steroid dalam jangka panjang juga disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mengatakan memiliki riwayat jantung koroner yang diketahui
sekitar 2 tahun yang lalu dan sudah menjalani operasi pemasangan ring pada
bulan Agustus 2016. Pasien juga memiliki riwayat hipertensi sekitar 10
tahun yang lalu, namun saat ini pasien tidak minum obat karena tekanan
darah sudah terkontrol. Riwayat asma, diabetes melitus, ginjal, keganasan
dan penyakit sistemik lainnya disangkal oleh pasien. Riwayat penyakit mata
maupun operasi pada mata sebelumnya juga disangkal. Riwayat penggunaan
kacamata baca dan jarak jauh sejak 10 tahun yang lalu.

Riwayat penyakit dalam keluarga


Riwayat keluhan serupa dalam keluarga disangkal. Riwayat penyakit
mata dan sistemik dalam keluarga seperti hipertensi, diabetes melitus,
penyakit jantung, ginjal, dan keganasan juga disangkal oleh pasien.

Riwayat pribadi dan sosial


Pasien merupakan seorang pensiunan pegawai swasta di salah satu
hotel di Denpasar. Saat ini kegiatan sehari-hari pasien adalah menghabiskan
waktu di rumah sambil mengasuh cucunya. Pasien memiliki riwayat
merokok dan minum alkohol namun sudah lama berhenti.

17
3.3 Pemeriksaan Fisik

Status Present (22 September 2017):


Kesadaran : GCS E4V5M6
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 88 kali/menit, reguler, isi cukup
Respirasi : 20 kali/menit,
Suhu aksila : 36,5ºC

Pemeriksaan Umum (22 September 2017):


Mata : anemis (-/-), ikterus (-/-), reflek pupil (+/+), edema
palpebra (-/-)
THT
Telinga : sekret (-/-), bentuk normal
Hidung : sekret (-), mukosa nasalis intak/intak, bentuk normal,
Bibir : Ulkus (-)
Lidah : Sianosis (-),
Tenggorokan : Tonsil T1/T1, faring hiperemis (-),
Leher : Pembesaran kelenjar (-), kaku kuduk (-)
Thorax : Simetris (+), retraksi (-) , deformitas (-)
Cor : S1 S2 tunggal, regular, murmur (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, Ronki -/-, Wheezing -/-
Abdomen :
Inspeksi : Distensi (-), BU (+) Normal, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : Hangat +/+, edema - / - , CRT < 2 dtk

Status Oftalmologi (11 September 2017):


OD OS
6/35 PH 6/10 Visus 6/18 PH 6/12
Normal Palpebra Normal
Tenang Konjungtiva Tenang
Jernih Kornea Jernih
Dalam Bilik Mata Depan Dalam
Bulat regular Iris Bulat regular
Refleks pupil (+) Pupil Refleks pupil (+)

18
Keruh, iris shadow (+) Lensa Keruh, iris shadow (+)
Jernih Vitreous Jernih
Refleks fundus (+) Funduskopi Refleks fundus (+)
14 Tekanan Intra Okular 17

Normal Kedudukan bola mata Normal


Normal Lapang pandang Normal

Ocular Dextra Ocular Sinistra

3.4 Diagnosis Banding


ODS Katarak Senilis Imatur
ODS Katarak Senilis Matur
ODS Glaukoma Kronis

3.5 Diagnosis Kerja


ODS Katarak Senilis Imatur

3.6 Penatalaksanaan
Lyters 6 x 1 tetes ODS

3.7 KIE
1. Menjelaskan pengertian penyakit, kemungkinan penyebab dan rencana
terapi pada pasien dan keluarga pasien.
2. Menjelaskan untuk selalu menjaga kesehatan dan kebersihan mata.
3. Menjelaskan pentingnya pemakaian kacamata untuk menghindari debu,

19
asap dan cahaya matahari terutama pasca operasi.
4. Menjelaskan perlunya kontrol kembali untuk pemeriksaan.

3.8 Prognosis
Ad Vitam : Bonam
Ad Functionam : Bonam
Ad Sanationam : Bonam

BAB IV
PEMBAHASAN

20
Pasien laki-laki berusia 65 tahun dengan keluhan penglihatan kabur pada
kedua mata sejak 3 bulan yang lalu. Penglihatan kabur tersebut dirasakan pasien
secara perlahan lahan. Hal ini seperti yang tertulis di literatur, penderita katarak
pada umumnya akan mengeluh adanya penurunan penglihatan yang perlahan dan
progresif. Penglihatan kabur digambarkan seperti berkabut karena terjadinya
kekeruhan pada lensa. Keluhan pandangan kabur yang bertambah parah secara
progresif dengan penglihatan seperti tertutup kabut dan penurunan visus pada
pemeriksaan tajam penglihatan sangat khas untuk katarak. Pasien turut mengeluh
merasa silau pada kedua mata terutama pada siang hari. Sesuai teori, penderita
katarak akan mengeluh silau akibat menurunnya sensitivitas kontras pada cahaya.
Namun keluhan seperti mata merah, nyeri kepala, nyeri pada mata, adanya sekret
atau kotoran pada mata disangkal. Pasien turut menyangkal adanya riwayat
trauma maupun operasi pada kedua mata. Pasien mempunyai riwayat penggunaan
kacamata baca dan jarak jauh sejak 10 tahun yang lalu.
Berdasarkan pemeriksaan ophthalmology ditemukan pada pasien visus
mata kanan 6/35 pin hole 6/10 dan mata kiri 6/18 pin hole 6/12. Lensa mata kanan
dan kiri turut terlihat keruh dan didapati adanya iris shadow. Katarak senilis
merupakan katarak yang mengenai usia 50 tahun keatas dan biasanya mengenai
kedua mata. Katarak senilis pada stadium imatur ditandai dengan progresifitas
katarak meningkat. Lensa mulai berwarna putih, namun bagian korteks masih
bersih sehingga iris shadow positif. Tampilan klinis berupa kekeruhan pada lensa
yang berwarna putih pada sebagian atau keseluruhan lensa yang akan
menyebabkan penurunan tajam penglihatan yang semakin lama akan semakin
memberat seiring meningkatnya kekeruhan lensa.
Penatalaksanaan utama untuk penderita katarak adalah dengan melakukan
pembedahan. Terdapat beberapa indikasi untuk dilakukannya pembedahan
diantaranya indikasi optik, indikasi medis dan indikasi kosmetik. Pada pasien ini
belum direncanakan untuk dilakukan tindakan pembedahan karena fungsi
penglihatan mata kanan dan kiri masih dapat ditoleransi dan tidak terlalu
menganggu aktivitas pasien sehari-hari. Pada pasien ini hanya diberikan Lyters
yang digunakan 6 kali 1 tetes perhari pada kedua mata. Hal tersebut bertujuan
untuk menyegarkan mata.

21
Prognosis katarak senilis imatur umumnya baik. Perkembangan teknik
bedah yang semakin mutakhir, menyebabkan jarangnya timbul komplikasi atau
penyulit. Prognosis penglihatan untuk pasien ini baik karena tidak ditemukan
adanya kelainan okular lainnya.

BAB V
SIMPULAN

22
Katarak adalah semua kondisi kekeruhan pada lensa. Penyakit ini
merupakan penyebab utama berkurangnya pengelihatan di Indonesia. Katarak
dapat diklasifikasikan berdasarkan waktu perkembangannya, morfologi, stadium,
serta etiologinya, berdasarkan waktu perkembangannya, katarak diklasifikasikan
menjadi katarak kongenital, katarak juvenil, dan katarak senilis. Katarak senilis
adalah semua kekeruhan lensa yang terjadi pada usia lanjut (>50 tahun) yang
terjadi akibat hidrasi lensa maupun denaturasi protein lensa. Stadium katarak ini
dapat dibagi menjadi empat, yaitu insipien, imatur, matur, serta hipermatur.
Katarak imatur merupakan keadaan dimana lensa mulai berwarna putih, namun
bagian korteks masih bersih sehingga iris shadow positif, dengan keluhan berupa
penurunan tajam penglihatan dan rasa silau. Diagnosis dapat ditegakkan melalui
anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi. Penatalaksanaan utama adalah
pembedahan, dimana teknik yang tersedia berupa ICCE, ECCE, SICS, dan
fakoemulsifikasi.

DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Opthamology. 2013. Association TEMD. Basic and


Clinical Science Course: Lens andCataract.

23
Denny D. Presentasi Kasus [Online] Tersedia di
thedoctorwillseeyounow.com/content/sleep/art1950.html [Diakses tanggal
19 Juli 2017]

Depkes RI. 2003. Rencana Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan


Penglihatan & Kebutaan (PGPK) untuk mencapai vision 2020. Jakarta:
Depkes RI, Perdami.
Depkes RI. 2007. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta, Indonesia: Badan Penelitian dan
Geneva: WHO.
Galloway, N. R, et al. 2006. Common Eye Disease and Their Management. Third
Edition. London: Spinger-Verlag.
Graham, Robert H, MD. Traumatic Cataract. [Online] Tersedia di
www.emedicine.medscape.com. [diakses tanggal 21 Juli 2017].
Gupta, V. B, et al. 2014. Etiopathogenesis of Cataract: An Appraisal. Indian
Journal of Ophthalmology, 62(2), 103-110.
Ilyas S. 2005. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai penerbit FKUI. p. 212-4
Pengembangan Kesehatan Depkes RI.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Katarak sebabkan 50%
kebutaan. [Online] Tersedia di
http://www.depkes.go.id/article/view/16011100003/katarak-sebabkan-50-
kebutaan.html [diakses tanggal 22 Juli 2017].
Khurana, A.K. 2003.Ophtalmology. Edisi 3. New Age International. New Delhi:
Lang, Gerhard K. Opthalnology, A short Textbook, Penerbit Thieme Stuttgart,
New York, 2000, hal 173-185
Mutiarasari D, Handayani F. 2011. Katarak juvenil. Inspirasi, No.XIV.
Ocampo, V.V. 2017. Senile Cataract. [Online] Tersedia di
www.emedicine.medscape.com. [diakses tanggal 22 Juli 2017].
Robertson, S. 2015. Cataract Epidemiology. [Online] Tersedia di www.news-
medical.net. [diakses tanggal 21 Juli 2017].
Titcomb, Lucy C. (2010) Understanding Cataract Extraxtion, Tersedia di
www.emedicine.medscape.com. [diakses tanggal 21 Juli 2017].

24
Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva P. 2012. Oftalmologi Umum. Edisi 17.
Jakarta: Widya Medika.

Vijaya Nethralaya. Cataract Services [Online] Tersedia di


http://www.vijayanethralaya.com/cataract-serv.html [Diakses tanggal 19
Juli 2017]

WHO. 2007. Global Initiative for The Elimination of Avoidable Blindness.

25

Anda mungkin juga menyukai