Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

* Pendidikan Profesi Dokter / G1A216100 / Agustus 2018


** Preseptor

SKABIES
*Ririn Octarina, S.Ked, **dr. Nuriyah, M.Biomed

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PUSKESMAS TAHTUL YAMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018

1
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS

SKABIES

Oleh:
Ririn Octarina, S.Ked
G1A216108

Sebagai salah satu tugas program pendidikan profesi dokter


Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Jambi
2018

Jambi, Agustus 2018


Preseptor,

dr. Nuriyah, M.Biomed

2
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
kasus yang berjudul “Skabies” sebagai kelengkapan persyaratan dalam mengikuti
Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Nuriyah, M.Biomed yang telah
meluangkan waktu dan pikirannya sebagai pembimbing sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan. Selanjutnya,
penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat dan menambah ilmu bagi para
pembaca.

Jambi, Agustus 2018

Penulis

3
BAB I
STATUS PASIEN

1.1 Identitas Pasien


a. Nama : An. R
b. Jenis kelamin : Perempuan
c. Umur : 10 tahun
d. Pekerjaan : Pelajar
e. Pendidikan : SD
f. Alamat : RT. 05 Tahtul Yaman

1.2 Latar belakang sosio-ekonomi-demografi-lingkungan-keluarga


a. Status Perkawinan : Belum Menikah
b. Jumlah anak/saudara : Anak keempat dari 4 bersaudara
c. Status ekonomi keluarga : Mampu
d. Kondisi Rumah :
Pasien tinggal dirumah panggung, lantai kayu, dinding kayu, atap
genteng. Rumah pasien terdiri dari 1 ruang tamu, 2 ruang tidur. Dapur
dan kamar mandi di bagian belakang. Sumber air bersih berasal dari
PDAM dan sumber penerangan berasal dari PLN.
e. Kondisi Lingkungan di Sekitar rumah :
Lingkungan sekitar rumah tidak begitu padat, pasien memiliki
pekarangan rumah yang luas

1.3 Aspek Perilaku dan Psikologis dalam Keluarga


Pasien belum menikah. Pasien juga tinggal bersama orangtua
pasien.Keharmonisan keluarga pasien biasa-biasa saja. Tidak ada
masalah dalam hubungan satu sama lain

1.4 Keluhan Utama : Pasien datang dengan keluhan bintil-bintil kemerahan di


sela-sela jari tangan, punggung tangan dan pergelangan tangan kanan dan
kiri dan sela-sela jari kaki kanan sejak + 1 minggu yang lalu.

4
1.5 Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak ± 1 minggu yang lalu, pasien mengeluh timbul bintil-bintil
kemerahan di sela-sela jari tangan yang disertai rasa gatal. Rasa gatal
terasa lebih berat di malam hari. Pasien sering menggaruk karena gatal.
Awalnya bintil berjumlah sedikit namun semakin lama semakin banyak.
Bintil kemerahan kemudian menyebar ke punggung dan pergelangan
tangan kanan dan kiri, dan sela-sela jari kaki kanan.
Menurut pasien, pertama kali penyakit ini diderita oleh sepupu
pasien yang bersekolah di pesantren dan sedang bermain ke rumah pasien.
Beberapa hari kemudian timbul bintil-bintil kemerahan di sela-sel jari
tangan kanan dan kiri pasien yang terasa gatal. Bintik kemudian juga
timbul di punggung dan pergelangan tangan kanan dan kiri pasien dan di
sela kaki kanan pasien.

1.6 Riwayat Penyakit Dahulu


 Pasien belum pernah menderita keluhan yang sama seperti ini
sebelumnya
 Pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat-obatan, benda asing
maupun makanan
 Riwayat terpajan dengan bahan alergen sebelumnya (-)
 Riwayat mengganti sabun mandi (-)

1.7 Riwayat Penyakit Keluarga


 Keluhan yang sama dengan pasien di keluarga(+), yaitu sepupu dan
ibu pasien.
 Tidak ada riwayat alergi dalam keluarga.

1.8 Riwayat Alergi


Riwayat alergi disangkal.

5
1.9 Pemeriksaan Fisik
Status Generalisata
1. Keadaan Umum : tampak sakit ringan
2. Kesadaran : compos mentis
3. Nadi : 84 x/i, isi dan tegangan cukup
4. Pernafasan : 20 x/menit
5. Suhu : 37°C
6. Berat Badan : 25 kg
7. Tinggi Badan : 118 cm
8. Status Gizi : Baik

Pemeriksaan Generalisata
 Kepala : Normochepal
 Mata : CA -/-, SI -/-, pupil isokor, reflek cahaya +/+, eksoftalmus
(-/-)
 Telinga : Sekret (-), serumen (-)
 Hidung : perdarahan (-), deviasi septum (-)
 Mulut Palatum : deviasi (-)
Gusi : warna merah muda, perdarahan (-)
Lidah : lidah kotor (-), ulkus (-), stomatitis
(-)
Tonsil : T1-T1, hiperemis (-),
 Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran tiriod (-), JVP 5-2 cmH2O

 Thoraks :
Cor (Jantung)
Inspeksi Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra
Perkusi Batas jantung atas: ICS II linea parasternalis sinistra
Batas jantung kanan: ICS IV line parasternalis dextra
Batas jantung kiri: ICS V linea midclavicularis sinistra
Auskultasi BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)

6
Pulmo (Paru)
Pemeriksaan Kanan Kiri
Inspeksi Gerakan dinding dada Gerakan dinding dada
simetris, retraksi (-) simetris, retraksi (-)
Palpasi Masa (-), krepitasi (-) Masa (-), krepitasi (-)
Perkusi Sonor Sonor
Auskultasi Vesikuler(+), Wheezing (-), Vesikuler(+), Wheezing (-),
ronkhi (-) rhonki (-)

 Abdomen
Inspeksi Datar, sikatriks (-)
Palpasi Soepel, nyeri tekan(-), hati, lien dan ginjal tidak
teraba, massa (-), turgor cepat kembali
Perkusi Timpani
Auskultasi Bising usus (+) normal

 Ekstremitas Atas : akral hangat, edema (-/-), CRT< 2 detik


Ekstremitas bawah : akral hangat, edema (-/-), CRT< 2 detik
Status Dermatologis

Regio : Interdigiti manus dextra et sinistra, dorsum manus dextra et

sinistra, interdigiti pedis dextra

Efloresensi : Vesikel, bulat, multipel, sirkumskrip, regional.

7
1.9 Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan

1.10 Pemeriksaan Penunjang Anjuran


 Kerokan kulit KOH 10%
 Tes tinta Burrowi (Burrow ink test)

1.11 Diagnosa Kerja


Skabies (B86)

1.12 Diagnosis banding


1. Dermatitis atopik (L20.9)
2. Dermatitis kontak alergi (L23)

1.13 Manajemen
1. Promotif :
a. Menjelaskan pada orang tua pasien dan pasien mengenai penyakit
pasien mulai dari penyebab, faktor risiko, perjalanan penyakit,
pengobatan, pencegahan dari penyakit ini.
b. Menjelaskan bahwa penyakit ini dapat menular melalui kontak
langsung maupun tidak langsung
c. Menjelaskan bahwa penyakit ini harus diobati secara serentak jika
terkena dalam satu keluarga
d. Menjaga kebersihan diri
e. Menjaga kebersihan rumah dan lingkungan sekitar rumah

2. Preventif :
a. Hindari kontak langsung dengan orang yang memiliki
keluhan/penyakit yang serupa
b. Hindari menggunakan handuk atau pakaian yang sama dengan yang
digunakan oleh anggota keluarga lainnya

8
3. Kuratif :
Non farmakologi :
a. Mencuci semua handuk, pakaian, sprei, dengan air panas dan gunakan
setrika panas untuk membunuh semua telur Sarcoptes scabiei
b. Menjemur bantal, kasur, karpet di bawah sinar matahari langsung
c. Mengobati pasien skabies lain (sepupu dan ibu pasien) agar tidak terjadi
penularan yang berulang
d. Diet makanan yang bergizi

Farmakologi :
a. Topikal
Permetrin 5% krim dioleskan ke seluruh tubuh pada malam hari selama 10
jam, satu kali sehari dalam seminggu.
b. Sistemik
Anti histamin: Cetirizine Tab 10 mg, 1x/hari

Obat tradisional
Bahan : Morinda citrifolia ( Mengkudu)
Cara : Haluskan buah mengkudu dan saring, kemudian ampasnya di
oleskan di seluruh kulit yang terdapat lesi
Aturan : Pakai 1x sehari

4. Rehabilitatif

 Memantau penyembuhan penyakit pasien secara rutin. Hal ini


dilakukan dengan kerja sama dari pasien tersebut dengan mengikuti
saran dokter untuk datang secara berkala untuk pengobatan secara
tuntas
 Jika keluhan dirasakan kembali segera berobat ke pelayanan medis
terdekat

9
RESEP PUSKESMAS RESEP ILMIAH 1
Dinas Kesehatan Kota Jambi
Dinas Kesehatan Kota Jambi
Puskesmas Tahtul Yaman
Puskesmas Tahtul Yaman
Pelayangan, Seberang, Jambi
Pelayangan, Seberang, Jambi
dr. Ririn Octarina
dr. Ririn Octarina
SIP. 1234567
SIP. 1234567
STR. 987654
STR. 987654
Tanggal:
Tanggal:

Pro :
Pro :
Umur :
Umur :
Alamat :
Alamat :

RESEP ILMIAH 2 RESEP ILMIAH 3


Dinas Kesehatan Kota Jambi Dinas Kesehatan Kota Jambi
Puskesmas Tahtul Yaman Puskesmas Tahtul Yaman
Pelayangan, Seberang, Jambi Pelayangan, Seberang, Jambi
dr. Ririn Octarina dr. Ririn Octarina
SIP. 1234567 SIP. 1234567
STR. 987654 STR. 987654
Tanggal: Tanggal:

Pro : Pro :
Umur : Umur :
Alamat : Alamat :

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Skabies adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei
varian hominis, yang penularannya terjadi secara kontak langsung maupun tidak
langsung. Nama Sarcoptes scabiei berasal dari bahasa Yunani sarx (daging) dan
korptein (untuk memukul atau memotong) dan kata Latin scabere (menggaruk).
Referensi untuk skabies yang ditemukan dalam karya Aristoteles dan Cicero
(digambarkan sebagai "kutu dalam daging").1,2
Skabies dalam bahasa Indonesia sering disebut kudis. Orang jawa
menyebutnya gudig, sedangkan orang sunda menyebutnya budug. Skabies
merupakan penyakit menular akibat mikroorganisme parasit yaitu Sarcoptes
scabei varian hominis, yang penularannya terjadi secara kontak langsung dan
tidak langsung, secara langsung misalnya bersentuhan dengan penderita atau tidak
langsung misalnya melalui handuk dan pakaian.2
Penyakit ini disebut juga the itch, paaman itch, seven year itch
(diistilahkan dengan penyakit yang terjadi tujuh tahunan), Norwegian itch, gatal
agogo, kerak, snebelza, penyakit ampera, kerompeng, dan kudis.1,2,3,4

2.2 Epidemiologi
Penyakit skabies diketahui tersebar di Asia sejak dari Daratan Cina hingga
India. Sebaran skabies pada hewan mamalia pun telah banyak diketahui sejak
dulu. Di luar Asia pada masa lampau ada bukti-bukti yang menunjukkan bahwa di
sekitar tahun 1800-an penyakit ini dikenal juga di Eropa seperti dilaporkan dari
Austria, Scotlandia, dan negara-negara Scandinavia namun jarang dilaporkan dari
benua Amerika.5
Di seluruh dunia, prevalensi skabies telah diperkirakan pada 300 juta
kasus per tahun. Di Amerika Serikat dan di daerah maju lainnya di seluruh dunia,
skabies terjadi secara epidemi di rumah-rumah jompo, rumah sakit, fasilitas rawat
inap, dan lembaga lainnya . Namun, tidak ada data baru yang melaporkan kejadian
ini di Amerika Serikat. Sebuah studi pada tahun 2009 yang dilakukan di Brasil

11
mengidentifikasi faktor risiko utama untuk skabies pada komunitas pedesaan yang
miskin. Faktor resiko tersebut adalah usia muda, keluarga dengan anak yang
banyak, buta huruf, pendapatan keluarga menurun, perumahan yang buruk,
penggunaan pakaian dan handuk bersama.6
Di masa kini, tampak adanya kecenderungan bahwa skabies yang untuk
beberapa puluh tahun telah mereda, cenderung muncul kembali termasuk di
Indonesia. Sebagian pakar menyalahkan akibat meningkatnya hubungan seksual
bebas dan berganti-ganti pasangan, sanitasi lingkungan yang buruk, malnutrisi
dan menurunnya daya tahan tubuh seperti pada penderita Human
Immunodeficiency Virus (HIV).2
Insidens di Indonesia masih cukup tinggi, terendah di Sulawesi Utara dan
tertinggi di Jawa Barat. Amiruddin dkk, dalam penelitian skabies di Rumah Sakit
Dr. Soetomo Surabaya, menemukan insidens skabies selama 1983-1984 adalah
2,7%. Abu A dalam penelitiannya di RSU Dadi Ujung Pandang mendapatkan
insidens skabies 0,67% (1987-1988). Sedangkan dari poli klinik penyakit kulit dan
kelamin RSUD Raden Mattaher Jambi didapatkan insidens sekitar 0,79%
penderita skabies mulai 25 November 2010 – 26 Februari 2011. 7,8

2.3 Etiologi
Siklus hidup tungau berlangsung selama 30 hari dan dihabiskan dalam
epidermis manusia. Tunggau ini biasanya merangkak atau crawl dengan
kecepatan 2.5cm pada permukaan kulit yang bersuhu normal. Setelah kopulasi,
tungau jantan mati dan tungau betina membentuk liang ke dalam lapisan kulit
yang dangkal dan meletakkan kira-kira 60-90 telurnya. Oval membutuhkan 10
hari untuk berkembang menjadi tahap larva dan nimfa menjadi tungau dewasa.
Kurang dari 10% dari telur berkembang menjadi tungau dewasa. Setelah
impregnasi pada permukaan kulit, tungau betina mengeluarkan substansi
keratolytic berupa protease untuk mendegradasi stratum korneum dan membentuk
terowongan ke stratum korneum, sering membentuk terowongan yang dangkal
dalam waktu 30 menit. Secara bertahap memperluas saluran ini dengan kira-kira
0,5-5 mm/24 jam sepanjang batas stratum granulosum. Dideposit 1-3 telur oval
dan banyak pelet kotoran coklat (scybala) setiap hari (Behrman, 2007). Ketika

12
selesai bertelur , dalam 4-5 minggu, tungau betina meninggal dalam liang itu.
Telur menetas dalam 3-5 hari, melepaskan larva yang pindah ke permukaan kulit
dan bertukar menjadi nimfa. Kematangan dicapai dalam waktu sekitar 2-3
minggu. 1,2,3
Setelah kopulasi terjadi, tungau betina menyerang kulit untuk melengkapi
siklus hidup. Mereka memberi makan pada jaringan terlarut tetapi tidak menelan
darah. Scybala (tinja) tertinggal karena perjalanan melalui epidermis, membentuk
lesi klinis linear diakui sebagai liang atau burrow (Cordoro, 2009). Masa inkubasi
sebelum timbulnya gejala tergantung pada apakah infestasi itu merupakan
pemaparan awal atau kekambuhan atau infeksi ulang. Setelah infestasi awal,
reaksi hipersensitivitas tipe IV berlaku terhadap kutu, telur, atau scybala yang
berkembang selama 4-6 minggu berikutnya. 1,2,3
Sarcoptes scabiei adalah parasit manusia obligat yang termasuk filum
Arthopoda, kelas Arachnida, ordo Ackarima, superfamili Sarcoptes . Bentuknya
lonjong, bagian chepal depan kecil dan bagian belakang torakoabdominal dengan
penonjolan seperti rambut yang keluar dari dasar kaki. 1,2,3
Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya
cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini transient, berwarna putih kotor,
dan tidak bermata. Tungau betina panjangnya 300-450 mikron, sedangkan tungau
jantan lebih kecil, kurang lebih setengahnya yakni 200 – 240 mikron x 150 – 200
mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki dan bergerak dengan kecepatan
2,5 cm permenit di permukaan kulit. 1,2,3
Sarcoptes scabiei betina setelah dibuahi mencari lokasi yang tepat di
permukaan kulit untuk kemudian membentuk terowongan, dengan kecepatan 0,5
mm – 5 mm per hari. Terowongan pada kulit dapat sampai ke perbatasan stratum
korneum dan stratum granulosum. Di dalam terowongan ini tungau betina akan
tinggal selama hidupnya yaitu kurang lebih 30 hari dan bertelur sebanyak 2-3
butir telur sehari. 3
Sarcoptes scabiei betina dapat hidup diluar pada suhu kamar selama lebih
kurang 7 – 14 hari. Yang diserang adalah bagian kulit yang tipis dan lembab,
contohnya lipatan kulit pada orang dewasa. Pada bayi, karena seluruh kulitnya
masih tipis, maka seluruh badan dapat terserang. 3

13
2.4 Penularan (Transmisi)
Penularan skabies biasanya oleh Sarcoptes scabiei betina yang telah
dibuahi atau kadang-kadang dalam bentuk larva. Adapun cara penularan
(transmisi) penyakit ini ada 2 yaitu: 1
a. Kontak langsung (skin-to-skin)
Kontak langsung diartikan bahwa terjadi kontak antara kulit penderita dengan
kulit orang sehat, misalnya dengan berjabat tangan, tidur bersama, dan
hubungan seksual. Pada orang dewasa, hubungan seksual merupakan penyebab
tersering, sedangkan pada anak-anak penularan didapatkan dari orang tua atau
temannya.

b. Kontak tidak langsung


Kontak tidak langsung diartikan bahwa tidak terjadi kontak antara kulit
penderita dengan orang sehat melainkan tertular dari alat atau benda yang
digunakan oleh penderita, misalnya melalui perlengkapan tidur, pakaian atau
handuk dahulu dikatakan mempunyai peran kecil pada penularan. Namun
demikian, penelitian terakhir menyebutkan bahwa hal tersebut memegang
peranan penting pada penularan skabies, dan dinyatakan bahwa sumber
penularan utama adalah selimut dan pakaian dalam. Skabies norwegia
merupakan sumber utama terjadinya wabah skabies pada rumah sakit, panti
jompo, pemondokan/asrama, dan rumah sakit jiwa karena banyak mengandung
Sarcoptes scabiei.

2.5 Bentuk-bentuk Skabies


Skabies adalah penyakit kulit yang sering menyerupai penyakit kulit
lainnya sehingga disebut sebagai the great imitator. Terdapat banyak bentuk
skabies atifik yang jarang ditemukan dan sulit dikenal, sehingga dapat
menimbulkan kesalahan diagnosis. Ada beberapa skabies dengan jenis khusus
yang berbeda dengan skabies yang umum terjadi, yaitu: 9
a. Skabies pada orang bersih (Skabies of Cultivited)

14
Bentuk ini terdapat pada orang yang tingkat kebersihannya cukup. Biasanya
sangat sukar ditemukan terowongan. Sarcoptes scabiei biasanya hilang akibat
mandi secara teratur2. Bentuk ini ditandai dengan lesi berupa papul dan
terowongan yang sedikit jumlahnya sehingga sangat sukar ditemukan. Dalam
penelitian dari 1000 orang penderita skabies ditemukan hanya 7%
terowongan.
b. Skabies usia khusus
Pada skabies infantil (SI), nodul-nodul dan lesi di daerah palmoplantar
merupakan lesi khas yang paling sering ditemukan pada bayi dan anak kecil.
Berbeda dengan skabies pada orang dewasa yang jarang menyerang wajah,
muka, dan kulit kepala bayi dapat terkena. Pada orang dewasa, wajah dapat
terserang hanya jika ia menderita gangguan sistem imun. Pada skabies
manula (SM), jarang ditemukan lesi kulit yang khas, akan tetapi rasa gatal
tampak lebih berat dikeluhkan. Kelainan kulit yang terlihat adalah ekskoriasi
yang berat, terutama pada punggung. Prevalensi skabies adalah paling tinggi
pada bayi berusia dibawah dua tahun.
c. Skabies yang ditularkan melalui hewan
Sumber utama skabies ini adalah anjing. Kelainan ini berbeda dengan skabies
manusia yaitu tidak terdapat terowongan, tidak menyerang sela jari, dan
genital eksterna. Lesi biasanya terdapat pada daerah dimana orang sering
kontak atau memeluk binatang kesayangannya yaitu paha, dada, dan lengan.
Masa inkubasi lebih pendek dan transmisi lebih mudah. Kelainan ini bersifat
sementara (4-8 minggu) dan dapat sembuh sendiri karena skabies varietas
binatang tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya pada manusia.
d. Skabies nodular
Pada bentuk ini, skabies berupa nodus coklat kemerahan yang gatal. Nodus
biasanya terdapat di daerah yang tertutup, terutama pada genitalia laki-laki,
inguinal, dan aksila. Nodus timbul akibat reaksi hipersensitivitas terhadap
Sarcoptes scabiei. Pada nodus yang berumur lebih dari satu bulan Sarcoptes
scabiei jarang ditemukan. Nodus dapat bertahan selama beberapa bulan
sampai satu tahun meskipun telah diberikan pengobatan antiskabies dan
kortikosteroid.

15
e. Skabies terbaring di tempat tidur (Bed-Ridden)
Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal di tempat
tidur dapat menderita skabies yang lesinya terbatas.
f. Skabies Krusta Norwegia-SKN (Norwegian ‘Crusted’ Skabies)
Skabies Norwegia atau skabies krustosa pertama kali dilaporkan oleh
Danielsen, seorang warga Norwegia yang menderita kusta. Jenis skabies ini
ditemukan juga di Indonesia, yaitu di rumah sakit lepra di Jakarta. SKN dapat
terjadi pada pasien dengan penyakit berat termasuk penderita AIDS, penderita
Down’s Syndrome, demensia sinilis, penderita keganasan, dan penderita
dengan defisiensi imunologis. Sesuai dengan namanya, penderita mengalami
lesi berkerompeng yang jika diperiksa, mengandung Sarcoptes scabiei dalam
jumlah besar. Sangat banyaknya Sarcoptes scabiei ini diduga akibat tidak
mampunya sistem imun penderita sehingga Sarcoptes scabiei dapat
berkembang biak dalam jumlah besar. Reaksi kulit terhadap infeksi serangan
ribuan Sarcoptes scabiei ini adalah dengan membentuk krusta atau
kerompeng dan kulit mengalami likenifikasi.
g. Skabies berat (Augmented skabies)
Dalam keadaan normal, rasa gatal akan merangsang pasien untuk menggaruk
dan garukan ini akan membunuh sebagian besar Sarcoptes scabiei. Dengan
pemakaian steroid, rasa gatal berkurang dan pasien tidak menggaruk
tubuhnya hingga Sarcoptes scabiei tidak terbunuh. Jika steroid topikal atau
steroid oral digunakan secara berlebihan maka akan memperburuk penyakit
skabies.

2.6. Patogenesis
Pada hakikatnya, kulit manusia adalah daya pertahanan alami terhadap
organ-organ tubuh di bawahnya dari gangguan luar. Sebagai parasit, skabies
menyerang kulit pada lapisan epidermal-dermal. Reaksi tubuh terhadap serangan
skabies tergantung pada status imunologis atau kekebalan. Namun pada dasarnya,
respon alergi yang terjadi adalah terhadap Sarcoptes scabiei dan terhadap kotoran
yang dikeluarkan serta terhadap Sarcoptes scabiei yang mati akibat usia maupun

16
obat-obatan. Hal ini perlu dipahami karena sering kali terlihat bahwa reaksi alergi
yang tampak tidak selalu berkaitan dengan posisi terowongan tempat skabies
ditemukan.5
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh Sarcoptes scabiei, tetapi
juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh
sensitisasi terhadap sekreta dan eksreta Sarcoptes scabiei yang memerlukan waktu
kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai
dermatitis, dengan ditemukannya papula, vesikel, urtika, dan lain-lain. Dengan
garukan, dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta, dan infeksi sekunder.1
Masa inkubasi sangat bervariasi, beberapa penderita mungkin terinfeksi
selama beberapa minggu bahkan beberapa bulan tanpa menunjukkan gejala4.
Adanya periode asimptomatis bermanfaat sekali bagi Sarcoptes scabiei ini, karena
dengan demikian mereka mempunyai waktu untuk membangun dirinya sebelum
hospes membuat respon imunitas. Setelahnya, hidup mereka menjadi penuh
bahaya karena terowongannya akan digaruk, dan Sarcoptes scabiei serta telurnya
akan hancur.8

2.7 Gambaran Klinis


Ada 4 tanda cardinal yaitu1 :
a. Pruritus nokturnal, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena
aktivitas Sarcoptes scabiei lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
b. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah
keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu juga dalam
sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang
berdekatan akan diserang oleh Sarcoptes scabiei. Dikenal keadaan
hiposensitivitas, yang seluruh anggota keluarganya terkena. Walaupun
mengalami infestasi Sarcoptes scabiei, tetapi tidak memberikan gejala.
Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carrier).
c. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna
putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang
1 cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul
infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustula, ekskoriasi, dan lain-

17
lain). Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum
korneum yang tipis, yaitu sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar,
siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mammae (wanita),
umbilicus, bokong, genitalia eksterna (pria), dan perut bagian bawah. Pada bayi
dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki.
d. Menemukan Sarcoptes scabiei, merupakan hal yang paling penting untuk
diagnostik. Dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup Sarcoptes scabiei.

Gejala Klinis Skabies

2.8 Diagnosis
Diagnosis skabies dapat ditegakkan dengan menemukan 2 dari 4 tanda
kardinal, salah satunya adalah ditemukannya Sarcoptes scabiei. Cara menemukan
Sarcoptes scabiei 1:
1. Carilah mula-mula terowongan, kemudian pada ujung yang terlihat
papul atau vesikel dicongkel dengan jarum dan diletakkan di atas
sebuah kaca obyek, lalu ditutup dengan kaca penutup dan dilihat
dengan mikroskop cahaya.
2. Dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung di atas selembar
kertas putih dan dilihat dengan kaca pembesar.
3. Dengan membuat biopsi irisan. Caranya : lesi dijepit dengan 2 jari
kemudian dibuat irisan tipis dengan pisau dan diperiksa dengan
mikroskop cahaya.
4. Dengan biopsi eksisional dan diperiksa dengan pewarnaan H.E.

18
2.9 Diagnosis Banding
Ada pendapat yang mengatakan bahwa penyakit ini merupakan great
imitator karena dapat menyerupai banyak penyakit kulit dengan keluhan. Sebagai
diagnosis banding ialah prurigo, pedikulosis korporis, dermatitis, dan lain-lain.1
2.10 Pengobatan
Pengobatan :
Syarat obat yang ideal ialah : 1
1.Harus efektif terhadap semua stadium tungau
2.Harus tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksik.
3.Tidak berbau atau kotor serta tidak merusak atau mewarnai pakaian.
4.Mudah diperoleh dan hargannya murah.

Penatalaksanaan secara umum


Edukasi pada pasien skabies : 3
1. Mandi dengan air hangat dan keringkan badan.
2. Pengobatan yang diberikan dioleskan di kulit dan sebaiknya dilakukan pada
malam hari sebelum tidur.
3. Hindari menyentuh mulut dan mata dengan tangan.
4. Ganti pakaian, handuk, sprei, yang digunakan, selalu cuci dengan teratur
dan bila perlu direndam dengan air panas.
5. Jangan ulangi penggunaan skabisid yang berlebihan dalam seminggu
walaupun rasa gatal yang mungkin masih timbul selama beberapa hari.
6. Setiap anggota keluarga serumah sebaiknya mendapatkan pengobatan yang
sama dan ikut menjaga kebersihan.

Penatalaksanaan secara khusus


Pengobatan skabies harus efektif terhadap tungau dewasa, telur dan
produknya,mudah diaplikasikan, nontoksik, tidak mengiritasi, aman untuk semua
umur, dan terjangkau biayanya. 1
Pengobatan skabies yang bervariasi dapat berupa topikal maupun oral.
a) Permethrin

19
Merupakan sintesa dari pyrethroid, dan bekerja dengan cara
mengganggu polarisasi dinding sel saraf parasit yaitu melalui ikatan dengan
natrium. Hal inimemperlambat repolarisasi dinding sel dan akhirnya terjadi
paralise parasit. 1
Obat ini merupakan pilihan pertama dalam pengobatan scabies karena efek
toksisitasnya terhadap mamalia sangat rendah dan kecenderungan keracunan
akibat kesalahan dalam penggunaannya sangat kecil. 1
Hal ini disebabkan karena hanya sedikit yang terabsorpsi di kulit dan cepat
dimetabolisme yang kemudian dikeluarkan kembali melalui keringat dan sebum,
dan juga melalui urin.Belum pernah dilaporkan resistensi setelah penggunaan obat
ini. Permethrin tersedia dalam bentuk krim 5%, yang diaplikasikan selama 8-12
jamdan setelah itu dicuci bersih. 1
Apabila belum sembuh bisa dilanjutkan dengan pemberian kedua setelah 1
minggu. Permethrin jarang diberikan pada bayi-bayi yang berumur kurang dari 2
bulan,wanita hamil dan ibu menyusui. Wanita hamil dapat diberikan dengan
aplikasi yangtidak lama sekitar 2 jam. Efek samping jarang ditemukan, berupa
rasa terbakar, perih dan gatal, namun mungkin hal tersebut dikarenakan kulit yang
sebelumnya memang sensitif dan terekskoriasi. 1
b) Presipitat Sulfur 2-10%
Sulfur adalah antiskabietik tertua yang telah lama digunakan, sejak 25 M.
Preparat sulfur yang tersedia dalam bentuk salep (2% -10%) dan umumnya salep
konsentrasi 6% lebih disukai. Cara aplikasi salep sangat sederhana, yakni
mengoleskan salep setelah mandi ke seluruh kulit tubuh selama 24 jam selama
tiga hari berturut-turut. 1
Keuntungan penggunaan obat ini adalah harganya yang murahdan
mungkin merupakan satu-satunya pilihan di negara yang membutuhkan terapi
massal. Bila kontak dengan jaringan hidup, preparat ini akan membentuk
hydrogen sulfide dan pentathionic acid (CH2S5O6) yang bersifat germicid dan
fungicid. Secara umumsulfur bersifat aman bila digunakan oleh anak-anak, wanita
hamil dan menyusui sertaefektif dalam konsentrasi 2,5% pada bayi. Kerugian
pemakaian obat ini adalah bau tidak enak, mewarnai pakaian dan kadang-kadang
menimbulkan iritasi. 1

20
c) Benzyl benzoate
Benzil benzoate adalah ester asam benzoat dan alkohol benzil yang
merupakan bahan sintesis balsam peru. Benzil benzoate bersifat neurotoksik pada
tungau skabies. Digunakan sebagai 25% emulsi dengan periode kontak 24 jam
dan pada usiadewasa muda atau anak-anak, dosis dapat dikurangi menjadi 12,5%.
Benzil benzoate sangat efektif bila digunakan dengan baik dan teratur dan secara
kosmetik bisaditerima. Efek samping dari benzil benzoate dapat menyebabkan
dermatitis iritan pada wajah dan skrotum, karena itu penderita harus diingatkan
untuk tidak menggunakan secara berlebihan. Penggunaan berulang dapat
menyebabkan dermatitisalergi. Terapi ini dikontraindikasikan pada wanita hamil
dan menyusui, bayi, dan anak-anak kurang dari 2 tahun. Tapi benzil benzoate
lebih efektif dalam pengelolaan resistant crusted scabies. 1

d) Gamma benzene heksaklorida (Lindane)


Lindane juga dikenal sebagai hexaklorida gamma benzena, adalah sebuah
insektisida yang bekerja pada sistem saraf pusat (SSP) tungau. Lindane diserap
masuk ke mukosa paru-paru, mukosa usus, dan selaput lendir kemudian keseluruh
bagiantubuh tungau dengan konsentrasi tinggi pada jaringan yang kaya lipid dan
kulit yangmenyebabkan eksitasi, konvulsi, dan kematian tungau.2
Lindane tersedia dalam bentuk krim, lotion, gel, tidak berbau dan tidak
berwarna.Pemakaian secara tunggal dengan mengoleskan ke seluruh tubuh dari
leher ke bawahselama 12-24 jam dalam bentuk 1% krim atau lotion. Setelah
pemakaian dicuci bersihdan dapat diaplikasikan lagi setelah 1 minggu.1,2
Hal ini untuk memusnahkan larva-larva yang menetas dan tidak musnah
oleh pengobatan sebelumnya. Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan
Lindane selama 6 jam sudah efektif. Dianjurkan untuk tidak mengulangi
pengobatan dalam 7 hari, serta tidak menggunakankonsentrasi lain selain 1%.1
Efek samping lindane antara lain menyebabkan toksisitas SSP, kejang, dan
bahkankematian pada anak atau bayi walaupun jarang terjadi. Tanda-tanda klinis
toksisitas SSP setelah keracunan lindane yaitu sakit kepala, mual, pusing, muntah,
gelisah, tremor, disorientasi, kelemahan, berkedut dari kelopak mata, kejang,
kegagalan pernapasan, koma, dan kematian. Beberapa bukti menunjukkan lindane

21
dapat mempengaruhi perjalanan fisiologis kelainan darah seperti anemia
aplastik,trombositopenia, dan pancytopenia. 1
e) Crotamiton krim (Crotonyl-N-Ethyl-O-Toluidine)
Crotamion (crotonyl-N-etil-o-toluidin) digunakan sebagai krim 10% atau
lotion.Tingkat keberhasilan bervariasi antara 50% dan 70%. Hasil terbaik telah
diperoleh bila diaplikasikan dua kali sehari selama lima hari berturut-turut setelah
mandi dan mengganti pakaian dari leher ke bawah selama 2 malam kemudian
dicuci setelahaplikasi kedua. Efek samping yang ditimbulkan berupa iritasi bila
digunakan jangka panjang. 1
Crotamiton 10% dalam krim atau losion, tidak mempunyai efek sistemik
dan aman digunakan pada wanita hamil, bayi dan anak kecil. 1
f) Ivermectin
Ivermectin adalah bahan semisintetik yang dihasilkan olehStreptomyces
avermitilis, anti parasit yang strukturnya mirip antibiotic makrolid, namun
tidak mempunyai aktifitas sebagai antibiotic, diketahui aktif melawan ekto dan
endo parasit. Digunakan secara meluas pada pengobatan hewan, pada mamalia,
pada manusia digunakan untuk pengobatan penyakit filarial terutama
oncocerciasis. 1
Diberikan secara oral, dosis tunggal, 200 ug/kgBB dan dilaporkan efektif
untuk scabies. Digunakan pada umur lebih dari 5 tahun. Juga dilaporkan secara
khusus tentang formulasi ivermectin topikal efektif untuk mengobati scabies. Efek
sampingyang sering adalah kontak dermatitis dan toxicepidermal necrolysis. 1

Pengobatan simptomatik
Obat antipruritus seperti obat anti histamin mungkin mengurangi gatal
yang secarakarakeristik menetap selama beberapa minggu setelah terapi dengan
anti skabeis yangadekuat. Pada bayi, aplikasi hidrokortison 1% pada lesi kulit
yang sangat aktif danaplikasi pelumas atau emolient pada lesi yang kurang aktif
mungkin sangat membantu,dan pada orang dewasa dapat digunakan triamsinolon
0,1%.2
Setelah pengobatan berhasil untuk membunuh tungau skabies, masih
terdapat gejala pruritus selama 6 minggu sebagai reaksi eczematous atau masa

22
penyembuhan. Pasien dapat diobati dengan Emolien dan kortikosteroid topikal,
dengan atau tanpa antibiotik topikal tergantung adanya infeksi sekunder oleh
Staphylococcus aureus. Crotamiton antipruritic topikal sering membantu pada
kulit yang gatal.2
Keluhan sering ditemukan pada pasien yaitu mengalami gejala yang
berkelanjutan selama 2-6 minggu setelah pengobatan berhasil. Hal ini karena
respon tubuh darikekebalan terhadap antigen tungau. Jika gejalanya menetap di
luar 2 minggu, itu mungkin karena diagnosis awal yang tidak sesuai, aplikasi obat
yang salah menyebabkan tungau skabies tetap ditemukan pada pasien.2

2.11 Komplikasi
Bila skabies tidak diobati selama beberapa minggu atau bulan, dapat
timbul dermatosis akibat garukan. Kelainan dapat berbentuk impetigo, ektima,
selulitis, limfangitis, folikulitis, dan furunkel. Infeksi bakteri pada bayi dan anak
kecil yang diserang skabies dapat menimbulkan komplikasi pada ginjal, yaitu
glomerulonefritis. 6
Komplikasi skabies yang lain adalah terjadi infeksi sekunder oleh
Staphylococci atau streptoccocus pada lesi dapat menyebabkan pielonefritis,
glomerulonefritis pasca-streptococcus, abses, pneumonia piogenik, sepsis, dan
kematian.6

23
BAB III
ANALISIS KASUS

3.1 Hubungan diagnosis dengan keadaan rumah dan lingkungan sekitar:


Pasien tinggal di rumah panggung, lantai kayu, dinding kayu, atap
genteng. Rumah pasien terdiri dari 1 ruang tamu, 1 ruang keluarga, 3 ruang
tidur, 1 ruang makan dan dapur. Terdapat WC di bagian belakang rumah.
Pencahayaan di dalam rumah baik. Sumber air berasal dari PDAM, dan
sumber listrik dari PLN. Sampah langsung dibuang ke tempat sampah di
belakang rumah. Rumah pasien berjarak cukup jauh dengan rumah lainnya.
Belakang dan samping rumah pasien merupakan kebun. Dapat disimpulkan
bahwa tidak ada hubungan antara penyakit yang diderita pasien dengan
keadaan rumah dan lingkungan sekitar.

3.2 Hubungan diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan dalam


keluarga:
Di dalam hubungan diagnosis dan aspek psikologis dikeluarga tidak ada
hubungannya dengan penyakit pasien, karena didalam keluarga pasien
hubungan pasien dengan keluarga baik. Menurut teori tidak ada menyatakan
bahwa salah satu faktor pencetus dari skabies adalah faktor stress. Sehingga
tidak ada hubungan diagnosis dengan aspek psikologis dalam keluarga.

3.3 Hubungan diagnosis dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan


lingkungan sekitar:
Di dalam keluarga, handuk sering digunakan bersama, pakaian sering
ditumpuk dan digantung, kamar tidur jarang dibersihkan, kasur jarang di
jemur. Kebiasaan ini meningkatkan resiko terjadinya panyakit skabies pada
pasien. Jadi, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara penyakit yang
diderita pasien dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan lingkungan
sekitar.

24
3.4 Analisis kemungkinan berbagai faktor risiko atau etiologi penyakit pada
pasien ini:
- Pasien bermain dengan sepupu yang mengalami keluhan serupa
- Di dalam keluarga, handuk sering digunakan bersama
- Pakaian sering ditumpuk dan digantung
- Kamar jarang dibersihkan
- Kasur jarang dijemur

3.5 Analisis untuk mengurangi paparan atau memutus rantai penularan :


- Hindari kontak langsung dengan orang yang memiliki keluhan serupa
- Hindari menggunakan handuk atau pakaian yang sama dengan yang
digunakan oleh anggota keluarga lainnya.
- Menjemur kasur, bantal dan karpet langsung dibawah sinar matahari
minimal 1 minggu sekali
- Mencuci semua handuk, pakaian, sprei, dengan air sabun hangat dan
gunakan setrika panas untuk membunuh semua telur Sarcoptes scabiei.
- Mengobati pasien skabies lain agar tidak terjadi penularan yang berulang.

3.6 Edukasi yang diberikan pada pasien atau keluarga :


- Skabies adalah penyakit kulit yang menular, sehingga hindari kontak
dengan penderita baik secara langsung maupun tidak langsung
- Menjaga kebersihan diri dan lingkungan

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin .Edisi ke-5 cetakan pertama.
Jakarta: FKUI; 2007. Hal 122-125.
2. Harahap, M. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates; 2000. Hal 109-113.
3. Armanti, F. Perilaku Mahasiswa Kesehatan Dalam Upaya Pencegahan
Penyakit Skabies Di Asrama. Karya Tulis Ilmiah.
4. Chin, J. Manual Pemberantasan Penyakt Menular. Edisi ke-17.2000.
5. Natadisastra, D; Agoes, R. Parasitologi Kedokteran Ditinjau dari Organ
Tubuh yang Diserang. Jakarta: EGC; 2009. hal 289-295.
6. McCroskey, Adam. Skabies (online). (10 Maret 2018). Diunduh dari URL:
http://emedicine.medscape.com/article/785873-overview.
7. Fabiola, G. Artikel Ivermectin sebagai Obat Oral Handal untuk Kasus akut
dari Kudis. Tersedia di http://EzineArticles.com/?expert=Groshan_Fabiola
diunduh 10 Maret 2018
8. Siregar. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC; 1996. hal
191-194.
9. Soeharsono. Zoonosis Penyakit Menular dari Hewan ke Manusia.
Yogyakarta. 2002. Hal 143-147.

26
LAMPIRAN

27

Anda mungkin juga menyukai