FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya
sehingga laporan hasil Tutorial dari kelompok 1 ini dapat terselesaikan dengan baik.
Tak lupa kami kirimkan salam dan shalawat kepada junjungan kita yakni Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam yang penuh kebodohan
menuju ke alam yang penuh dengan ilmu.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada setiap pihak yang telah
membantu dalam pembuatan laporan ini dan khususnya kepada dr.Sri Julyani,
M.Kes, Sp.PK yang telah banyak membantu selama proses Tutorial. Dan kami juga
mengucapkan permohonan maaf kepada setiap pihak jika dalam proses Tutorial
kami telah berbuat salah,baik disengaja maupun tidak disengaja.
Semoga laporan hasil PBL ini dapat bermanfaat bagi setiap pihak yang telah
membaca laporan ini dan khusunya bagi tim penyusun sendiri. Diharapkan setelah
membaca laporan ini dapat memperluas pengetahuan pembaca mengenai
Uronefrologi.
Kelompok 3
A. PENGENALAN SKENARIO
Seorang anak perempuan berusia 5 tahun dibawa oleh ibunya ke Puskesmas
dengan keluhan pembengkakan hanya pada daerah sekitar mata terutama pada
pagi hari saat bangun tidur. Dari pemeriksaan darah didapatkan albumin
1,5gr/dL, kolesterol 450mg/dL, dari urinalisis didapatkan protein +3, nitrit +3,
dan sedimen urin eritrosit 1-2, leukosit 20-30.
Kata Kunci
2. Bengkak hanya pada daerah sekitar mata terutama pada pagi hari saat
bangun tidur
C. IDENTIFIKASI MASALAH
Pertanyaan Penting
ANATOMI GINJAL
a. Ren
Ada dua buah, bentuk seperti kacang merah dengan ukuran 11 cm,
lebar 6 cm dan tebal 3 cm Lokalisasi di dalam cavum abdominis,
berada di sebelah kiri dan kanan columna vertebralis. Ujung cranial
disebut polus superior (=polus cranialis) dan ujung caudal disebut
polus inferior (=polus caudalis), membentuk fasies anterior dan
facies posterior. Kedua permukaan membentuk margo lateralis dan
margo medialis Pada margo medialis terdapat hilum renale, yang
merupakan tempat keluar masuk arteri renalis vena, renalis, ureter
dan serabut-serabut saraf. Pada polus superior tedapat glandula
suprarenalis1
b. Ureter
Ureter adalah saluran yang dibentuk oleh jaringan otot polos dengan
ukuran 25 30 cm, menghubungkan ren dengan vesica urinaria.
Sebagian berada di dalam cavum abdominis disebut pars
abdominalis, dan sebagian lagi berada di dalam cavum pelvicum
disebut pars pelvina. Pangkal ureter merupakan kelanjutan dari
pelvis renis, lepas dari ren melalui hilus renale, berada di sebelah
dorsal vasa renalis.1
Kedua ureter bermuara ke dalam vesica urinaria dengan jarak 5 cm
satu sama lain. Berjalan obliq sepanjang 2 cm di dalam dinding
vesica urinaria sebelum bermuara ke dalam vesica uinaria, disebut
ostum ureteris terdapat 3 tempat penyempitan ureter, yaitu pada
peralihan pelvis renis menjadi ureter, (2) kompilasi menyilang
ailliaca communis, (3) bercampur dalam vesica urinana.1
c. Vesica urinaria
Sebuah kantong yang digunakan oleh jaringan ikat dan otot polos,
berfungsi sebagai tempat penyimpanan urin. Volume 2000 3000 cc.
Morfologi sangat bervariasi, ditentukan oleh waktu, jenis kelamin
darn volume. 1
d. Urethra
Suatu saluran fibromuscular, dilalui oleh urin dari vesica urinaria.
Saluran ini menutup pada saat kosong. Pada pria juga dilalui oleh air
mani (spermatozoa) Ada beberapoa antara urethra feminina dan
urethra masculina. Urethra pada wanita disebut Urethra Feminina
sedangkan pada laki-laki disebut urethra Masculina.1
Vaskularisasi
Arteri renalis dipercabangkan oleh aorta abdominalis, Arteri renalis dexter berjalan
disebelah dorsal vena cava inferior .Arteri vesicalis superior dan arteri vesicalis
inferior dipercabangkan oleh arteri iliaca interna. Memberi vascularisasi pada
vesika urinaria, ureter dan urethra pars prostatica. Vena renalis bermuara pada vena
cava inferior.1
Innervasi
Ren mendapat innervasi dari plexus renalis yang dibentuk oleh percabangan dari
plexux coelicalicu. Ureter menerima innervasi dari n.thoracalis 10-12, n.lumbalis
1- sacralis 4. Vesica urinaria diinervasi oleh plexus vesicalis yang berasal dari
n.sacralis 2-4.1
FISIOLOGI GINJAL (PEMBENTUKAN URIN)
FUNGSI GINJAL :
Produksi urin pada ginjal dilakukan oleh nefron. Nefron merupakan satuan
terkecil yang memproduksi urin. Terdapat satu juta nefron tiap ginjal.3
Berdasarkan letaknya, terdapat dua mcam nefron, yaitu nefron kortikal dan nefron
jukstamedula. Perbedaan kedua nefron ini adalah letak glomerulus, panjang adari
ansa henle dan kapiler peritubulusnya. Pada nefron kortikal, glomerulus berada di
korteks ginjal bagian luar, ansa Henle-nya pendek, serta seluruh sistem tubulus
dikelilingi jaringan kapiler peritubuler yang luas. Sedangkan pada nefron
jukstamedula, glomerulus berada di korteks ginjal bagian dalam, dekat dengan
medulla, ansa Henle-nya panjang, dan terdapat vasa rekta yang mengelilingi
tubulus.3
Produksi urin oleh nefron mengalami tiga proses, yaitu filtrasi, reabsorpsi dan
sekresi. Filtrasi merupakan proses penyaringan yang terjadi di glomerulus
sedangkan reabsorpsi dan sekresi terjadi di sepanjang tubulus. Kecepatan dari
proses filtrasi, reabsorpsi dan sekresi akan berefek pada kecepatan ekskresi urin.
Dapat disimpulkan bahwa kecepatan eksresi urin merupakan kecepatan filtrasi
dikurangi kecepatan reabsorpsi dan kecepatan sekresi.4
Filtrasi Glomerulus
Proses filtrasi diambil alih oleh glomerulus. Kapiler pada glomerulus relatif
impermeabel terhadap protein, dimana hasil filtrasi akan bebas protein dan tidak
mengandung elemen selular, termasuk sel darah merah. Struktur membran
glomerulus mengambil peran dalam hasil filtrasi.2
Membran glomerulus terdiri dari tiga lapis, dari dalam kcluar dimulai
dari laplsan endotcl kapilcr, mernbran basal glomerulus dan lapisan epithelial.
Lapisan endotel kapiler terdapat fenestra merupakan pori-pori, berfungsi
menyaring zat dengan molekul besar. Pada lapisan kedua terdapat membrane
basal, yang rnerupakan jaringan serat kolagen dan proteoglikan, yang selektif
terhadap molekul-molekul kecil. Membran basal ini terdiri dari tiga lapis,
dari luar ke dalam, lamina rara eksterna, lamina densa dan lamina rara interna.
Zat kecil yang dapat melewati kapiler, bila mengandung molekul yang kecil,
tidak akan melewati membran basal. Setelah melewati membrane basal zat akan
melewati lapisan epithelial. Pada lapisan ini terdapat tonjolan-tonjolan panjang
yang disebut dengan podosit, Pada tonjolan podosit ini terdapat struktur protein
yang menyebabkan celah filtrasi yang ada diantara podosit bersifat polar,
yang apabila ada zat yang rnengandung protein akan terjadi proses tolak
rnenolak sehingga protein tidak dapat melewati celah filtrasi. Pada celah
filtrasi terdapat diafragma tempat lewatnya basil dan filtrasi.3
Hasil dari filtrasi disebut dengan cairan filtrat glomerulus.
Banyaknya cairan filtrat glomerulus dipengaruhi oleh tekanan filtrasi neto.
Tekanan filtrasi neto merupakan tekanan yang dihasilkan oleh perbedaan
tekanan hidrostatik dan tekanan onkotik yang ada di glomerulus dan kapsula
bowman. Tekanan hidrostatik pada glomerulus ditentukan salah satunya
oleh tekanan arteri dimana makin tinggi tekanan arteri, rnakin besar
pula tckanan hidrostatik gromerulus. Tekanan hidrostatik pada kapsula
bowman akan meningkat pada obstruksi traktus urinarius. Tekanan onkotik
glomerulus merupakan tekanan yang melawan kerja tekanan hidrostatik,
ditentukan oleh banyaknya molekul terutama protein yang yang terdapat pada
plasma. Peningkatan protein plasma akan menyebabkan peningkatan tekanan
onkotik glomerulus.3
Pada keadaan normal, tekanan hidrostarik glomerulus sebesar 60 mmHg
sedangkan tekanan hidrostatik kapsula bowman sebesar 18 mmHg. Hal ini
menyebabkan tekanan dari glomerulus lebih besar sehingga memungkinkan
terjadinya filtrasi. Tekanan onkotik pada glomerulus menahan laju filtrasi
sedangkan tekanan onkotik kapsula bowman menambah laju filtrasi. Namun,
karena tekanan onkotik kapsula bowman sangat sedikit hingga dapat dikatakan
tidak ada. Jadi tekanan onkotik glomerulus yang pada keadaan normal sebesar
32 mmHg akan menahan laju filtrasi glomerulus. Jika dapat disirnpulkan bahwa
tekanan f iltrasi neto merupakan tekanan hidrostatik glomerulus dikurang tekanan
hidrostatik kapsula bowman dikurangi tekanan onkotik glomerulus.3
Tekanan filtrasi neto sangat mempengaruhi Laju Filtrasi Glomerulus
(LFG). Selain tekanan filtrasi, LFG juga dipengaruhi oleh keadaan lapisan
glomerulus. Keadaan ini disebut dengan Koefisien filtrasi. Koefisien filtrasi
sangat dipengaruhi oleh keadaan ginjal itu sendiri. Misalnya pada keadaan
hipertensi kronik atau diabetes mellitus menyebabkan penurunun dari koefisien
filtrasi sehingga menyebabkan LFG juga menurun. Pada kasus obstruksi
saluran, urinarius, rnenyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik kapsula bowman
sehingga LFG akan menurun. Jika volume darah menurun sehingga aliran darah ke
ginjal menurun akan menyebabkan tekanan onkotik kapsula bowman akan
rneningkat, sehingga LFG akan menurun.3
Selain tekanan filtrasi neto, LFG juga dipengaruhi oleh koefisienn filtrasi.
Selama bertahun- tahun koefisien filtrasi dianggap sebagai suatu konstanta,
kecuali pada keadaan penyakit ketika membran glomerulus menjadi lebih bocor
daripada biasa. Riset-riset baru menunjukkan bahwa koefisien filtrasi dapat
mengalami perubahan di bawah kontrol fisiologik. Dua faktor yang
mempengaruhi koefisien filtrasi, yaitu luas permukaan dan permeabilitas
membran glomerulus dapat dimodifikasi oleh aktivitas kontraktil di dalam
membrane.4
Reabsorpsi Tubulus
Reabsorpsi tubulus adalah suatu proses yang sangat selektif. Semua zat
terlarut protein plasma memiliki konsentrasi yang sama pada filtrate glomerulus
di plasma. Pada sebagian besar kasus, jumlah setiap bahan yang diabsorpsi
adalah jumlnh yang diperlukan untuk mempertahankan komposisi dan volume
lingkungan cairan internal yang sesuai. Secara umum, tubulus memiliki
kapasitas reabsorpsi yang besar untuk bahan-bahan yang dibutuhkan oleh tubuh
dan kecil atau tidak ada untuk bahan-bahan yang tidak bermanfaat. 3
HISTOLOGI GINJAL
Unit kerja fungsional ginjal disebut sebagai nefron. Dalam setiap ginjal
terdapat sekitar 1 juta nefron yang pada dasarnya mempunyai struktur dan
fungsi yang sama. Dengan demikian, kerja ginjal dapat dianggap sebagai
jumlah total dari fungsi semua nefron tersebut. Setiap nefron terdiri atas bagian
yang melebar yakni korpuskel renalis, tubulus kontortus proksimal, segmen
tipis, dan tebal ansa henle, tubulus kontortus distal, dan duktus koligentes.5
Darah yang membawa sisa-sisa hasil metabolisme tubuh difiltrasi di dalam
glomeruli kemudian di tublus ginjal, beberapa zat masih diperlukan tubuh untuk
mengalami reabsorbsi dan zat-zat hasil sisa metabolism mengalami sekresi
bersama air membentuk urin. Setiap hari tidak kurang 180 liter cairan tubuh
difiltrasi di glomerulus dan menghaslkan urin 1- 2 liter. Urin yang terbentuk di
dalam nefron disalurkan melalui piramida ke sistem pelvikalis ginjal untuk
kemudian disalurkan ke dalam ureter.5
1.
Korpuskel Renalis
Setiap korpuskel renalis terdiri atas seberkas kapiler, yaitu
glomerulus yang dikelilingi oleh kapsul epitel berdinding ganda
yang disebut kapsula bowman. Lapisan dalam kapsul ini (lapisan
visceral) menyelubungi kapiler glomerulus. Lapisan luar
membentuk batas luar korpuskel renalis dan disebut lapisan parietal
kapsula bowman. Lapisan parietal kapsula bowman terdiri atas
epitel selapis gepeng yang ditunjang lamina basalis dan selapis tipis
serat retikulin. Sel viseral membentuk tonjolan-tonjolan atau kaki-
kaki yang dikenal sebagai podosit, yang bersinggungan dengan
membrane basalis pada jarak-jarak tertentu sehingga terdapat
daerah-daerah yang bebas dari kontak antar sel epitel.5
Sel endotel kapiler glomerulus merupakan jenis kapiler
bertingkap namun tidak dilengkapi diafragma tipis yang terdapat
pada kapiler bertingkap lain. Komponen penting lainnya dari
glomerulus adalah mesangium, yang terdiri dari sel mesangial dan
matriks mesangial. Sel mesangial aktivitas fagositik dan menyekresi
prostatglandin. Sel mesangial bersifat kontraktil dan memiliki
reseptor untuk angiotensin II. Bila reseptor ini teraktifkan, aliran
glomerulus akan berkurang. Sel mesangial juga memiliki beberapa
fungsi lain, sel tersebut memberi tunjangan struktural pada
glomerulus, menyintesis matriks ekstrasel, mengendositosis dan
membuang molekul normal dan patologis yang terperangkap di
membran basalis glomerulus, serta menghasilkan mediator kimiawi
seperti sitokin dan prostaglandin5
2. Tubulus Kontortus Proksimal
Pada kutub urinarius di korpuskel renalis, epitel gepeng di
lapisan parietal kapsula bowman berhubungan langsung dengan
epitel tubulus kontortus proksimal yang berbentuk kuboid atau
silindris rendah. Filtrat glomerulus yang terbentuk di dalam
korpuskel renalis, masuk ke dalam tubulus kontortus proksimal yang
merupakan tempat dimulainya proses absorbs dan ekskresi. Selain
aktivitas tersebut, tubulus kontortus proksimal mensekresikan
kreatinin dan subsatansi asing bagi organisme, seperti asam para
aminohippurat dan penisilin, dari plasma interstitial ke dalam
filtrate5
3. Ansa Henle
Ansa henle adalah struktur berbentuk huruf U yang terdiri
atas segmen tebal desenden, segmen tipis desenden, segmen tipis
asenden dan segmen tebal asenden. Ansa henle terlibat dalam retensi
air, hanya hewan dengan ansa demikian dalam ginjalnya yang
mampu menghasilkan urin hipertonik sehingga cairan tubuh dapat
dipertahankan.5
4. Tubulus Kontortus Distal
Segmen tebal asenden ansa henle menerobos korteks, setelah
menempuh jarak tertentu, segmen ini menjadi berkelak-kelok dan
disebut tubulus kontortus distal. Sel-sel tubulus kontortus distal
memiliki banyak invaginasi membrane basal dan mitokondria
terkait yang menunujukkan fungsi transporionnya.5
5. Tubulus Duktus Koligentes
Tubulus koligentes yang lebih kecil dilapisi oleh epitel
kuboid. Di sepanjang perjalanannya, tubulus dan duktus koligentes
terdiri atas sel-sel yang tampak pucat dengan pulasan biasa. Epitel
duktus koligentes responsive terhadap vasopressin arginin atau
hormone antidiuretik yang disekresi hipofisis posterior. Jika
masukan air terbatas, hormone antidiuretic disekresikan dan epitel
duktus koligentes mudah dilalui air yang diabsorbsi dari filtrate
glomerulus.5
6. Aparatus Jukstaglomerulus
Aparatus jukstaglomerulus (JGA) terdiri dari sekelompok sel
khusus yang letaknya dekat dengan kutub vaskular masing-masing
glomerulus yang berperan penting dalam mengatur pelepasan renin
dan mengontrol volume cairan ekstraseluler dan tekanan darah. JGA
terdiri dari tiga macam sel yaitu:5
a. Jukstagomerulus atau sel glanular
b. Makula densa tubulus distal
c. Mesangial ekstraglomerular atau sel lacis
BIOKIMIA GINJAL
a. Komponen organik : Urea, asam urat, kreatinin, derivat asam amino, konjugat
dengan asam belerang asam glukuronat, glisin. Metabolit dari banyak hormon,
koriogonadotropin, dan urokrom.6
b. Komponen anorganik : didalam urin terdapat kation Na+, K+, Ca2+, Mg2+, dan
NH4+, demikian juga anion Cl, SO42-, dan HPO42-. Zat – zat patologik yang
terdapat dalam urin glukosa, zat- zat keton, protein, darah, bilirubin. 6
Kompensasi ginjal :
1. sekresi ion hidrogen
2. reabsorpsi ion bikarbonat
3. produksi ion bikarbonat baru
1. Gagal Jantung
Edema tungkai terjadi dari gagal jantung kanan dan selalu disertai
peningkatan tekanan vena jugularis (JVP). Sering ditemukan hepatomegali
sebagai tanda kelainan jantung yang mendasarinya. Jika edema nampak
sedikit di tungkai, dan berat di abdomen, harus dipertimbangkan adanya
konstriksi perikardial.7
2. Gagal Hati
Edema tungkai disebabkan oleh rendahnya kadar albumin serum (biasanya
< 20 g/dL ). Bisa ditemukan tanda penyakit hati kronis, seperti spider nevi,
leukonika (liver nail), ginekomastia, dilatasi vena abdomen yang
menunjukkan adanya hipertensi portal, dan memar (kerusakan fungsi
sintesis hati). JVP tidak meningkat. Pada penyakit hati kronis berat
(misalnya sirosis), pemeriksaan enzim hati mungkin hanya sedikit
terganggu, walaupun rasio normalisasi internasional (INR) sering
memanjang (> 20 dtk). Pada gagal hati akut, pasien biasanya sakit berat,
terdapat gejala gangguan otak yang menonjol dan tes fungsi hati biasanya
abnormal. 7
3. Gagal Ginjal
Edema disebabkan oleh rendahnya kadar albumin serum (sindrom nefrotik,
di mana urin berbusa dan mengandung 3-4 + protein pada tes dipstick)
atau ketidakmampuan mengeksresikan cairan (sindrom nefritik,
berhubungan dengan hipertensi dan rendahnya output urin). Tes yang
perlu dilakukan untuk konfirmasi adalah pengukuran kadar albumin
serum (biasanya < 30g/dL), protein urin (biasanya > 4 g/24 jam), dan
kreatinin serta ureum serum. 7
4. Imobilitas Umum
Pasien biasanya berusia tua dan jelas imobil karena lemah atau penyakit
serebrovaskular. JVP menurun, dan tidak ada tanda penyakit hati ataupun
ginjal. 7
5. Malnutrisi
Penyakit kronis bisa berhubungan dengan keadaan katabolik dan derajat
malnutrisi yang bisa cukup berat untuk menurunkan kadar albumin
serum dan menyebabkan edema tungkai.Walaupun jarang, edema tungkai
bilateral juga bisa disebabkan oleh penekanan vena kava inferior(IVC).
Diagnosis ini bisa ditegakkan dengan ultrasonografi abdomen,
menggunakan Doppler berwarna untuk menentukan aliran darah dan
CT. Biasanya itu terjadi : 7
1. Pada obesitas berat
2. Pada asites berat (tegang) apapun penyebabnya
3. Dengan trombosis vena luas di IVC, seperti pada keganasan, atau
komplikasi sindrom nefrotik.
6. Trombosis vena dalam (deep venous thrombosis [DVT])
Trombosis vena dalam pada tungkai menyebabkan nyeri tungkai unilateral
dengan onset lambat (berjam-jam), bengkak dengan kulit yang hangat, dan
mungkin nyeri lokal di betis dan sepanjang vena, khususnya vena
safena magna. Karena gejala/tanda tidak bisa dijadikan patokan dalam
menegakkan diagnosis, semua pasien dengan dugaan DVT harus menjalani
pemeriksaan penunjang(ultrasonografi vena atau venografi) dan diperiksa
untuk menyingkirkan kemungkinan komplikasi emboli paru (pulmonary
embolism [PE]). 7
7. Rupturnya kista Baker
Kista Baker adalah bursa sendi lutut yang menonjol ke fosa popliteadan
biasanya terjadi pada artritis reumatoid. Kista ini bisa ruptur dan
menyebabkan nyeri tungkai dan pembengkakan betis dengan onset
mendadak. Ultrasonografi bisa membantu menegakkan diagnosis. 7
8. Selulitis
Terdiri dari eritema yang menyebar, kadang-kadang berbatas tegas,
biasanya mengikutin garis limfatik. Seringkali terasa sangat nyeri dan
berhubungan dengan suh, dan kenaikan laju endap darah (LED), protein
reaktif-C (C-creative protein [CRP]) dan hitung jenis leukosit.
Organisme penyebab biasanya salah satu jenis stafilokokus atau
streptokokus, dan biasanya tumbuh pada kultur darah, walaupun jarang
didapatkan dari apusan kulit. 7
9. Obstruksi Limfatik
Obstruksi limfatik menyebabkan bentuk edema unilateral ‘kaki kayu’,
kadang-kadang disebut edema ‘non pitting’. Sangat jarang dijumpai di
Barat, dan bila ada biasanya disebabkan oleh invasi karsinoma dan
hilangnya nodus limfatik sebagai saluran pembuangan, misalnya pada
metastasis melanoma. Di Afrika obstruksi limfatik sering dijumpai,
sering terjadi bilateral, dan disebabkan oleh infestasi filaria. 7
10. Tumor Pelvis
Tumor pelvis bisa menekan vena unilateral, menyebabkan edema
unilateral.7
11. Imobilitas Lokal
Imobilitas lokal bisa menyebabkan edema tungkai unilateral, misalnya pada
hemiparesis yang berlangsung lama. 7
MEKANISME EDEMA
Menurut teori lain yaitu teori overfilled, retensi natrium renal dan air
tidak bergantung pada stimulasi sistemik perifer tetapi pada mekanisme
intrarenal primer. Retensi natrium renal primer mengakibatkan ekspansi
volume plasma dan cairan ekstraseluler. Overfilling cairan ke dalam ruang
interstisial menyebabkan terbentuknya edema.8
.
Edema mula-mula nampak pada kelopak mata terutama waktu
bangun tidur. Edema yang hebat/anasarca sering disertai edema genitalia
eksterna. Edema anasarca terjadi bila kadar albumin darah < 2 gr/ 100 ml.
Selain itu, edema anasarca ini dapat menimbulkan diare dan hilangnya nafsu
makan karena edema mukosa usus.8
- Kolesterol :
Ukuran Satuan Nilai rujukan
Kolesterol total mg/dL 150 - 200
HDL mg/dL 45 – 65 (P)
LDL mg/dL 35 – 55 (L)
<100 (Direk)
Trigliserid mg/dL 120 - 190
Hyperlipidemia
Pada sebagian pasien sindrom nefrotik ditemukan kenaikan kadar
total kolesterol, trigliserida, dan fosfolipid. Kenaikan kadar kolesterol
disebabkan karena penurunan albumin seum dan tekanan onkotik
merangsang sel hati untuk membentuk lipoprotein lipid atau lipogenesis.
Pada penelitian lainnya menyebutkan bahwa penurunan viskositas plasma
pada sindrom nefrotik merupakan factor utama yang merangsang sintesis
dan sekresi lipid, sehingga dapat menyebabkan peningkatan kolesterol di
9
dalam darah.
LANGKAH-LANGKAH DIANGNOSTIK
PEMERIKSAAN FISIK
2. Pemeriksaan Urologi10
a. Pemeriksaan Ginjal:
Adanya pembesaran pada daerah pinggang atau abdomen sebelah atas
harus diperhatikan pada saat melakukan inspeksi. Pembesaran mungkin
disebabkan oleh hidronefrosis atau tumor pada daerah retroperitoneum.
Pembesaran ginjal karena hidronefrosis atau tumor ginjal, mungkin teraba
pada palpasi dan terasa nyeri pada perkusi.
b. Pemeriksaan Buli-Buli:
Pada pemeriksaan buli-buli diperhatikan adanya benjolan/massa atau
jaringan parut bekas irisan/operasi di suprasimfisis. Massa di daerah
suprasimfisis mungkin merupakan tumor ganas buli-buli atau karena buli-
buli yang terisi penuh dari suatu retensi urine. Dengan palpasi dan perkusi
dapat ditentukan batas atas buli-buli.
c. Pemeriksaan Genitalia Eksterna:
Perhatikan apakah ada pembesaran pada skrotum, perasaan nyeri pada saat
diraba, atau ada hipoplasi kulit skrotum yang sering dijumpai pada
kriptorkismus. Untuk membedakan antara massa padat dan massa kistus
yang terdapat pada isi skrotum, dilakukan pemeriksaan transiluminasi
(penerawangan) pada isi skrotum. Pemeriksaan penerawangan dilakukan
pada tempat yang gelap dan menyinari skrotum dengan cahaya terang. Jika
isi skrotum tampak menerawang berarti berisi cairan kistus dan dikatakan
sebagai transiluminasi positif atau diafanoskopi positif.
Pada pemeriksaan colok dubur dinilai: (1) tonus sfingter ani dan refleks
bulbo-kavernosus (BCR), (2) mencari kemungkinan adanya massa di
dalam lumen rektum, dan (3) menilai keadaan prostat. Penilaian refleks
bulbo-kavernosus dilakukan dengan cara merasakan adanya refleks jepitan
pada sfingter ani pada jari akibat rangsangan sakit yang kita berikan pada
glans penis atau klitoris.
f. Pemeriksaan Neurologi:
PEMERIKSAAN LABORATORIUM10
1. Urinalisis
Pemeriksaan urinalisis merupakan pemeriksaan yang paling sering
dikerjakan pada kasus- kasus urologi. Pemeriksaan ini meliputi uji:
Dari scenario didapatkan protein +3 dan nitrit +3, eritrosit 1-2 dan
leukosit 20-30.
2. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah rutin terdiri atas pemeriksaan kadar hemoglobin,
leukosit, laju endap darah, hitung jenis leukosit, dan hitung trombosit.
Dari scenario didapatkan albumin 1,5 gr/dl, kolesterol 450 mg/dl.
3. Kultur Urine
Pemeriksaan kultur urine diperiksa jika ada dugaan infeksi saluran
kemih. Jika didapatkan kuman di dalam urine, dibiakkan di dalam
medium tertentu untuk mencari jenis kuman dan sekaligus
sensitivitas kuman terhadap antibiotika yang diujikan.
4. Patologi Anatomi
Pada pemeriksaan ini dapat ditentukan suatu jaringan normal,
mengalami proses inflamasi, pertumbuhan benigna, atau terjadi
pertumbuhan maligna. Selain itu pemeriksaan ini dapat menentukan
stadium patologik serta derajat diferensiasi suatu keganasan.
Foto polos abdomen atau KUB (Kidney Ureter Bladder) adalah foto
skrining untuk pemeriksaan kelainan-kelainan urologi. Selain itu
perlu diperhatikan adanya bayangan radio-opak yang lain, misalnya
bayangan jarum-jarum (susuk) yang terdapat disekitar paravertebra
yang sengaja dipasang untuk mengurangi rasa sakit pada pinggang
atau punggung, atau bayangan klip yang dipasang pada saat operasi
untuk menjepit pembuluh darah.
USG (Ultrasonografi)
DIANGNOSIS BANDING
1. SINDROM NEFROTIK
Definisi
Etiologi
1. Kongenital
Penyebab dari sindrom nefrotik kongenital atau genetik adalah
- Finnish type congenital nephrotic syndrome(NPHS1, nephrin)
- Denys Drash syndrome (WT1)
- Frasier syndrome (WT1)
- Diffuse mesangial sclerosis (WT1, PLCE1)
- Autosomal recessive, familial FSGS (NPHS2, podocin)
- Autosomal dominant, familial FSGS (ACTN4 , α actinin 4 ,TRPC6)
- Nail patella syndrome (LMX1B)
- Pierson syndrome (LAMB2)
- Schimke immune osseous dysplasia (SMARCAL1)
- Galloway Mowat syndrome
- Oculocerebrorenal (Lowe) syndrome.
2. Primer
Berdasarkan gambaran patologi anatomi, sindrom nefrotik primer atau
idiopatik adalah sebagai berikut :
- Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM)
- Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)
- Mesangial Proliferative Difuse (MPD)
- Glomerulonefritis Membranoproliferatif (GNMP)
- Nefropati Membranosa (GNM)
3. Sekunder
Sindrom nefrotik sekunder mengikuti penyakit sistemik, antara lain sebagai
berikut :
- Lupus erimatosus sistemik (LES)
- Keganasan, seperti limfoma dan leukemia
- Vaskulitis, seperti granulomatosis Wegener (granulomatosis
dengan poliangitis), sindrom Churg Strauss (granulomatosis
eosinofilik dengan poliangitis), poliartritis nodosa, poliangitis
mikroskopik, purpura Henoch Schonlein
- Immune complex mediated, seperti post streptococcal
(postinfectious) glomerulonephritis
Klasifikasi
Manifestasi klinik
1. Proteinuria
Protenuria merupakan kelainan utama pada sindrom nefrotik. Apabila
ekskresi protein ≥ 40 mg/jam/m2 luas permukaan badan disebut dengan
protenuria berat. Hal ini digunakan untuk membedakan dengan protenuria
pada pasien bukan sindrom nefrotik.12
2. Hipoalbuminemia
Abnormalitas sistemik yang paling berkaitan langsung dengan proteinuria
adalah hipoalbuminemia. Salah satu manifestasi pada pasien sindrom
nefrotik pada anak terjadi hipoalbuminemia apabila kadar albumin kurang
dari 2,5 g/dL. Pada keadaan normal, produksi albumin di hati adalah 12-14
g/hari (130-200 mg/kg) dan jumlah yang diproduksi sama dengan jumlah
yang dikatabolisme. Katabolisme secara dominan terjadi pada ekstrarenal,
sedangkan 10% di katabolisme pada tubulus proksimal ginjal setelah
resorpsi albumin yang telah difiltrasi. Pada pasien sindrom nefrotik,
hipoalbuminemia merupakan manifestasi dari hilangnya protein dalam urin
yang berlebihan dan peningkatan katabolisme albumin.Hilangnya albumin
melalui urin merupakan konstributor yang penting pada kejadian
hipoalbuminemia.12
3. Edema
Terdapat beberapa teori yang menjelaskan tentang timbulnya edema pada
sindrom nefrotik.Underfilled theory merupakan teori klasik tentang
pembentukan edema. Teori ini berisi bahwa adanya edema disebabkan oleh
menurunnya tekanan onkotik intravaskuler dan menyebabkan cairan
merembes ke ruang interstisial.Adanya peningkatan permeabilitas kapiler
glomerulus menyebabkan albumin keluar sehingga terjadi albuminuria dan
hipoalbuminemia. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu fungsi vital dari
albumin adalah sebagai penentu tekanan onkotik. Maka kondisi
hipoalbuminemia ini menyebabkan tekanan onkotik koloid plasma
intravaskular menurun. Sebagai akibatnya, cairan transudat melewati
dinding kapiler dari ruang intravaskular ke ruang interstisial kemudian
timbul edema.12
4. Hiperkolesterolemia
Hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserid) dan lipoprotein serum
meningkat pada sindrom nefrosis. Hal ini dapat dijelaskan dengan
penjelasan antara lain yaitu adanya kondisi hipoproteinemia yang
merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, termasuk lipoprotein.
Selain itu katabolisme lemak menurun karena terdapat penurunan kadar
lipoprotein lipase plasma, sistem enzim utama yang mengambil lemak dari
plasma.12
Diangnosis
indrom nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang ditandai dengan gejala:12
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan, antara lain:12
1. Urinalisis. Biakan urin hanya dilakukan bila didapatkan gejala klinis yang
mengarah kepada infeksi saluran kemih.
2. Protein urin kuantitatif, dapat menggunakan urin 24 jam atau rasio 3
Konsensus Tata Laksana Sindrom Nefrotik Idiopatik Pada Anak – Edisi
kedua protein/kreatinin pada urin pertama pagi hari.
3. Pemeriksaan darah
- Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit,
trombosit, hematokrit, LED)
- Albumin dan kolesterol serum
- Ureum, kreatinin serta klirens kreatinin dengan cara klasik atau
dengan rumus Schwartz Kadar komplemen C3; bila dicurigai lupus
eritematosus sistemik
- Pemeriksaan ditambah dengan komplemen C4, ANA (anti nuclear
antibody), dan anti ds-DNA
Tatalaksana
Diitetik
Diuretik
Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. Biasanya diberikan loop
diuretic seperti furosemid 1-2 mg/kgBB/hari, bila perlu dikombinasikan dengan
spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-3 mg/kgBB/hari.
Pada pemakaian diuretik lebih lama dari 1-2 minggu perlu dilakukan pemantauan
elektrolit darah (kalium dan natrium). Bila pemberian diuretik tidak berhasil
mengurangi edema (edema refrakter), biasanya disebabkan oleh hipovolemia atau
hipoalbuminemia berat (kadar albumin ≤ 1 g/dL), dapat diberikan infus albumin
20-25% dengan dosis 1 g/kgBB selama 4 jam untuk menarik cairan dari jaringan
interstisial, dan diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2 mg/kgBB. Bila
pasien tidak mampu dari segi biaya, dapat diberikan plasma sebanyak 20
ml/kgBB/hari secara perlahan-lahan 10 tetes/menit untuk mencegah terjadinya
komplikasi dekompensasi jantung. Bila diperlukan, albumin atau plasma dapat
diberikan selang-sehari untuk memberikan kesempatan pergeseran cairan dan
mencegah overload cairan. Pemberian plasma berpotensi menyebabkan penularan
infeksi hepatitis, HIV, dan lain lain. Bila asites sedemikian berat sehingga
mengganggu pernapasan dapat dilakukan pungsi asites berulang.12
Antibiotik profilaksis
a. Pengobatan inisial
Sesuai dengan anjuran ISKDC (International Study on Kidney Diseases in
Children) pengobatan inisial SN dimulai dengan pemberian prednison dosis
penuh (full dose) 60 mg/m2 LPB/hari atau 2 mg/kgBB/hari (maksimal 80
mg/hari), dibagi 3 dosis, untuk menginduksi remisi. Dosis prednison
dihitung sesuai dengan berat badan ideal (berat badan terhadap tinggi
badan). Prednison dosis penuh inisial diberikan selama 4 minggu. Setelah
pemberian steroid 2 minggu pertama, remisi telah terjadi pada 80% kasus,
dan remisi mencapai 94% setelah pengobatan steroid 4 minggu. Bila terjadi
remisi pada 4 minggu pertama, maka pemberian steroid dilanjutkan dengan
4 minggu kedua dengan dosis 40 mg/m2 LPB (2/3 dosis awal) secara
alternating (selang sehari), 1 kali sehari setelah makan pagi. Bila setelah 4
minggu pengobatan steroid dosis penuh, tidak terjadi remisi, pasien
dinyatakan sebagai resisten steroid.13
b. Pengobatan relaps
Meskipun pada pengobatan inisial terjadi remisi total pada 94% pasien,
tetapi sebagian besar akan mengalami relaps (60-70%) dan 50% di
antaranya mengalami relaps sering.Diberikan prednison dosis penuh sampai
remisi (maksimal 4 minggu) dilanjutkan dengan prednison dosis alternating
selama 4 minggu. Pada SN yang mengalami proteinuria ≥ 2+ kembali tetapi
tanpa edema, sebelum dimulai pemberian prednison, terlebih dulu dicari
pemicunya, biasanya infeksi saluran nafas atas. Bila ada infeksi diberikan
antibiotik 5-7 hari, dan bila setelah pemberian antibiotik kemudian
proteinuria menghilang tidak perlu diberikan pengobatan relaps. Bila sejak
awal ditemukan proteinuria ≥ 2+ disertai edema, maka didiagnosis sebagai
relaps dan diberikan pengobatan relaps.13
c. Pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid
Dahulu pada SN relaps sering dan dependen steroid segera diberikan
pengobatan steroid alternating bersamaan dengan pemberian siklofosfamid
(CPA), tetapi sekarang dalam literatur ada 4 opsi:
1. Dicoba pemberian steroid jangka panjang
2. Pemberian levamisol
3. Pengobatan dengan sitostatik
4. Pengobatan dengan siklosporin (opsi terakhir)
Selain itu, perlu dicari fokus infeksi, seperti tuberkulosis, infeksi di gigi,
atau kecacingan.13
BATASAN :
- Remisi. : proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2 LPB/jam) 3
hari berturut-turut dalam 1 minggu
- Relaps. : proteinuria ≥ 2+ (proteinuria >40 mg/m2 LPB/jam) 3 hari
berturut-turut dalam 1 minggu
- Relaps jarang. : relaps kurang dari 2 x dalam 6 bulan pertama setelah
respons awal atau kurang dari 4 x per tahun pengamatan
- Relaps sering. (frequent relaps): relaps ≥ 2 x dalam 6 bulan pertama setelah
respons awal atau ≥ 4 x dalam periode 1 tahun
- Dependen steroid. : relaps 2 x berurutan pada saat dosis steroid diturunkan
(alternating) atau dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan
- Resisten steroid. : tidak terjadi remisi pada pengobatan prednison dosis
penuh (full dose) 2 mg/kgbb/hari selama 4 minggu.
- Sensitif steroid. : remisi terjadi pada pemberian prednison dosis penuh
selama 4 minggu13
Komplikasi13
1. Infeksi sekunder
2. Syok
3. Thrombosis vaskuler
4. Malnutrisi atau kegagalan ginjal
5. Gangguan pertumbuhan
Prognosis
Definisi
Gross hematuria terjadi pada 30-50 % pasien yang dirawat. Variasi lain
yang tidak spesifik bisa dijumpai seperti demam, malaise, nyeri, nafsu makan
menurun, nyeri kepala, atau lesu. Pada pemeriksaan fisis dijumpai hipertensi
pada hampir semua pasien GNAPS, biasanya ringan atau sedang. Hipertensi
pada GNAPS dapat mendadak tinggi selama 3-5 hari. Setelah itu tekanan darah
menurun perlahan-lahan dalam waktu 1-2 minggu. Edema bisa berupa wajah
sembab, edem pretibial atau berupa gambaran sindrom nefrotik. Asites
dijumpai pada sekitar 35% pasien dengan edem. Bendungan sirkulasi secara
klinis bisa nyata dengan takipne dan dispne. Gejala gejala tersebut dapat
disertai oliguria sampai anuria karena penurunan laju filtrasi glomerulus
(LFG).14
Diangsosis
1. Anamnesis15
1) Riwayat infeksi saluran pernapasan 1 – 2 minggu sebelumnya atau
infeksi kulit (pioderma) 3 – 6 minggu sebelumnya
2) Hematuria makroskopis atau sembab (edema) di kedua kelopak mata
dan tungkai
3) Pada stadium lebih lanjut, dapat ditemukan komplikasi kejang,
penurunan kesadaran (ensepalopati hipertensi), gagal jantung, atau
edema paru
4) Oliguria atau anuria akibat gagal ginjal atau gagal jantung.
2. Pemeriksaan Fisik15
1) Sering ditemukan edema di kedua kelopak mata dan tungkai dan
hipertensi
2) Dapat ditemukan lesi bekas infeksi di kulit
3) Jika terjadi ensefalopati, pasien dapat mengalami penurunan kesadaran
dan kejang
4) Pasien dapat mengalami gejala-gejala hipervolemia seperti gagal
jantung dan edema paru.
3. Pemeriksaan Penunjang15
1) Urinalisis menunjukkan proteinuria, hematuria, dan adanya silinder
eritrosit
2) Kreatinin dan ureum darah umumnya meningkat
3) Anti Streptolisin O (ASTO) meningkat pada 75% – 80% kasus
4) Komplemen C3 menurun pada hampir semua pasien pada minggu
pertama
5) Jika terjadi komplikasi gagal ginjal akut, didapatkan hiperkalemia,
asidosis metabolik, hiperfosfatemia, dan hipokalsemia.
Gambaran Laboratorium
Penatalaksanaan
a) Medikamentosa15
Antibiotik untuk eradikasi bakteri : amoxicillin 50 mg/kgBB/hari
IV atau bila kondisi sudah baik dapat diberikan oral dibagi dalam
3 dosis selama 10 hari. Bila anak alergi dapat digunakan
eritromisin 30 mg/kgBB/hari IV atau bila kondisi sudah baik dapat
diberikan oral dibagi dalam 3 dosis.
Diuretik apabila disertain retensi cairan dan hipertensi, obat yang
digunakan adalah Furosemid 1 mg/kgBB/kali IV.
Obat hipertensi dapat dipertimbangkan bila disertai hipertensi
b) Suportif15
Tirah baring
Diet nefritik, yaitu diet rendah protein dan rendah garam apabila
terjadi penurunan fungsi ginjal dan retensi cairan. Tatalaksana
suportif lainnya disesuaikan dengan komplikasi yang ada (gagal
ginjal, ensefalopati hipertensif, gagal jantung, edema paru).
Mengatasi kelainan elektrolit dan metabolik yang terjadi.
c) Pemantauan15
Pemantauan yang dilakukan adalah pemantauan volume urine dan balance
cairan. Pemantauan pengobatan dilakukan terhadap komplikasi yang
terjadi karena dapat mengaibatkan kematian. Pada kasus yang berat,
pemantauan tanda vital berkala diperlukan untuk memantau kemajuan
pengobatan. Fungsi ginjal diharapkan akan membaik dalam 1 minggu dan
menjadi normal dala 3 – 4 minggu. Komplemen serum akan menjadi
normal dalam 6 – 8 minggu. Tetapi kelainan sedimen urine dapat terlihat
selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Selama komplemen C3 belum
pulih dan hematuria mikroskopis belum hilang, pasien harus dipantau
dengan seksama, karena masih ada kemungkinan terjadinya pembentukan
glomerulosklerosis dan gagal ginjal kronik.
Komplikasi
a. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagian
akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi
ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia.
Walau oliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun
bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan.15
b. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena
hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah
dan kejang-kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan
anoksia dan edema otak.15
c. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah,
pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja
disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh
bertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas dan terjadi gagal
jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.
d. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis
eritropoetik yang menurun.15
Prognosis
Melihat GNAPS masih sering dijumpai pada anak, maka penyakit ini
harus dicegah karena berpotensi menyebabkankerusakan ginjal. Pencegahan
dapat berupa perbaikan ekonomi dan lingkungan tempat tinggal, mengontrol
dan mengobati infeksi kulit. Pencegahan GNAPS berkontribusi menurunkan
insiden penyakit ginjal dan gagal ginjal di kemudian hari.15
Perspektif islam
1. “Sesungguhnya Allah Ta’ala itu baik (dan) menyukai kebaikan, bersih (dan)
menyukai kebersihan, mulia (dan) menyukai kemuliaan, bagus (dan) menyukai
kebagusan. Oleh sebab itu, bersihkanlah lingkunganmu”. (HR. At- Tirmidzi)
2. ”Agama Islam itu adalah agama yang bersih atau suci, maka hendaklah kamu
menjaga kebersihan. Sesungguhnya tidak akan masuk surga kecuali orang-
orang yang suci”.
(HR. Baihaqiy)
1. Bahwasanya Allah swt adalah zat yang baik, bersih, mulia, dan bagus. Karena
Allah swt menyukai hal-hal yang demikian. Sebagai umat Islam, maka kamu
harus memiliki sifat yang demikian pula terutama dalam hal kebersihan
lingkungan tempat tinggal.
2. Agama Islam adalah agama yang lurus dan bersih dari ajaran kesesatan. Dengan
demikian pemeluk agama Islam harus memiliki pola perilaku yang bersih dan
hati yang suci dari perkara hawa nafsu. Sebab seseorang yang demikian
dijanjikan oleh Allah swt akan masuk surga.
DAFTAR PUSTAKA
13. Konsensus Tatalaksana Sindrom Nefrotik Pada Anak. Edisi kedua. 2012.
Jakarta : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.
14. Wiguno .P, et al. Glomerulonefritis, Ilmu Penyakit Dalam II. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI. 2009
15. Davis ID, Avner ED. Glomerulonephritis associated with infections.
Dalam: Kliegman RM, Stanton BM, Geme J, Schor N, Behrman RE,
penyunting. Nelson’s of Pediatrics. Edisi ke-19. Philadelphia: Elsevier
Saunders. 2011.
16. Pedoman interpretasi data klinik. Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia 2011