Anda di halaman 1dari 50

MODUL 1 (SKENARIO 1)

BENGKAK PADA MUKA DAN NYERI PERUT


Blok Uronefrologi

Tutor : dr. zulfahmidah


DISUSUN OLEH : Kelompok 3
1. Ismi Rachman 11020160025
2. Rushian Malumsuka Latuconsina 11020160053
3. Andi khalishah Hidayanti 11020160071
4. Mutmainna 11020160076
5. Moudyana Lukman 11020160077
6. Muhammad Al-Qidham Aqifari Musda 11020160087
7. Andi Muh Riflan Astar 11020160089
8. Selviani 11020160100
9. Aulia Syafitri Awaluddin 11020160126
10. Ema Magfirah 11020160156
11. Novyanti Dwiyani Tawanella 11020160169

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya
sehingga laporan hasil Tutorial dari kelompok 1 ini dapat terselesaikan dengan baik.
Tak lupa kami kirimkan salam dan shalawat kepada junjungan kita yakni Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam yang penuh kebodohan
menuju ke alam yang penuh dengan ilmu.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada setiap pihak yang telah
membantu dalam pembuatan laporan ini dan khususnya kepada dr.Sri Julyani,
M.Kes, Sp.PK yang telah banyak membantu selama proses Tutorial. Dan kami juga
mengucapkan permohonan maaf kepada setiap pihak jika dalam proses Tutorial
kami telah berbuat salah,baik disengaja maupun tidak disengaja.

Semoga laporan hasil PBL ini dapat bermanfaat bagi setiap pihak yang telah
membaca laporan ini dan khusunya bagi tim penyusun sendiri. Diharapkan setelah
membaca laporan ini dapat memperluas pengetahuan pembaca mengenai
Uronefrologi.

Makassar, 15 Desember 2018

Kelompok 3
A. PENGENALAN SKENARIO
Seorang anak perempuan berusia 5 tahun dibawa oleh ibunya ke Puskesmas
dengan keluhan pembengkakan hanya pada daerah sekitar mata terutama pada
pagi hari saat bangun tidur. Dari pemeriksaan darah didapatkan albumin
1,5gr/dL, kolesterol 450mg/dL, dari urinalisis didapatkan protein +3, nitrit +3,
dan sedimen urin eritrosit 1-2, leukosit 20-30.

B. KLARIFIKASI KATA SULIT DAN KATA KUNCI

Kata Kunci

1. Seorang anak perempuan berusia 5 tahun

2. Bengkak hanya pada daerah sekitar mata terutama pada pagi hari saat
bangun tidur

3. Pemeriksaan darah didapatkan albumin 1,5gr/dL, kolesterol 450mg/dL

4. Dari urinalisis didapatkan protein +3, nitrit +3

5. Sedimen urin eritrosit 1-2, leukosit 20-30.

C. IDENTIFIKASI MASALAH

Pertanyaan Penting

1. Bagaimana struktur Anatomi, Fisiologi, Histologi, dan Biokimia pada ginjal


?
2. Penyakit apa saja yang menyebabkan mata bengkak ?
3. Bagaimana Patomekanisme bengkak pada anak ini ?
4. Bagaimana nilai normal dari hasil pemeriksaan pada skenario ?
5. Bagaimana patomekanisme sehingga terjadinya kelainan pemerksaan Lab
pada skenario ?
6. Bagaimana langkah-langkah diagnosisnya?
7. Bagaimana penatalaksaan awal pada skenario ?
8. Apa saja Differential Diagnosis dari skenario tersebut ?
9. Apa perspektif islam yang sesuai dengan scenario ?
D. PEMBAHASAN

ANATOMI GINJAL

Ternasuk sistema excretorius yang memproduksi urin, dan mangalirkan keluar


tubuh. Urin merupakan hasil filtrasi darah yang berlangsung terus menerus.1
Terdiri dari :

a. Ren
Ada dua buah, bentuk seperti kacang merah dengan ukuran 11 cm,
lebar 6 cm dan tebal 3 cm Lokalisasi di dalam cavum abdominis,
berada di sebelah kiri dan kanan columna vertebralis. Ujung cranial
disebut polus superior (=polus cranialis) dan ujung caudal disebut
polus inferior (=polus caudalis), membentuk fasies anterior dan
facies posterior. Kedua permukaan membentuk margo lateralis dan
margo medialis Pada margo medialis terdapat hilum renale, yang
merupakan tempat keluar masuk arteri renalis vena, renalis, ureter
dan serabut-serabut saraf. Pada polus superior tedapat glandula
suprarenalis1
b. Ureter
Ureter adalah saluran yang dibentuk oleh jaringan otot polos dengan
ukuran 25 30 cm, menghubungkan ren dengan vesica urinaria.
Sebagian berada di dalam cavum abdominis disebut pars
abdominalis, dan sebagian lagi berada di dalam cavum pelvicum
disebut pars pelvina. Pangkal ureter merupakan kelanjutan dari
pelvis renis, lepas dari ren melalui hilus renale, berada di sebelah
dorsal vasa renalis.1
Kedua ureter bermuara ke dalam vesica urinaria dengan jarak 5 cm
satu sama lain. Berjalan obliq sepanjang 2 cm di dalam dinding
vesica urinaria sebelum bermuara ke dalam vesica uinaria, disebut
ostum ureteris terdapat 3 tempat penyempitan ureter, yaitu pada
peralihan pelvis renis menjadi ureter, (2) kompilasi menyilang
ailliaca communis, (3) bercampur dalam vesica urinana.1
c. Vesica urinaria
Sebuah kantong yang digunakan oleh jaringan ikat dan otot polos,
berfungsi sebagai tempat penyimpanan urin. Volume 2000 3000 cc.
Morfologi sangat bervariasi, ditentukan oleh waktu, jenis kelamin
darn volume. 1
d. Urethra
Suatu saluran fibromuscular, dilalui oleh urin dari vesica urinaria.
Saluran ini menutup pada saat kosong. Pada pria juga dilalui oleh air
mani (spermatozoa) Ada beberapoa antara urethra feminina dan
urethra masculina. Urethra pada wanita disebut Urethra Feminina
sedangkan pada laki-laki disebut urethra Masculina.1

Gambar organ-organ system urinaria2

Vaskularisasi

Arteri renalis dipercabangkan oleh aorta abdominalis, Arteri renalis dexter berjalan
disebelah dorsal vena cava inferior .Arteri vesicalis superior dan arteri vesicalis
inferior dipercabangkan oleh arteri iliaca interna. Memberi vascularisasi pada
vesika urinaria, ureter dan urethra pars prostatica. Vena renalis bermuara pada vena
cava inferior.1

Innervasi

Ren mendapat innervasi dari plexus renalis yang dibentuk oleh percabangan dari
plexux coelicalicu. Ureter menerima innervasi dari n.thoracalis 10-12, n.lumbalis
1- sacralis 4. Vesica urinaria diinervasi oleh plexus vesicalis yang berasal dari
n.sacralis 2-4.1
FISIOLOGI GINJAL (PEMBENTUKAN URIN)

FUNGSI GINJAL :

Ginjal merupakan salah satu organ yang berfungsi untuk


mempertahankan homeostasis. Dalam mempertahankan homeostasis ginjal
melakukan berbagai macam fungsi, antara lain:3

1. sebagai organ eksresi


2. sebagai organ endokrin
3. pengatur tekanan arteri
4. pengaturan keseirnbangan air dan elektrolit
5. pengaturan keseimbangan asam basa
6. metabolisme vitamin D
7. metabolisme glukosa

GINJAL SEBAGAI ORGAN EKSKRESI

Ginjal adalah organ utama untuk menghilangkan hasil metabolisme


yang tidak lagi dibutuhkan oleh tubuh. Produk ini meliputi urea (dari
metabolisme asam amino), kreatinin (dan kreatinin otot), urat asam (dan asam
nukleat), bilirubin (produk akhir dan pemecehan) hemoglobin. Hasil
metabolism ini harus dikeluarkan dari tubuh secepat produksinya. Ginjal juga
menghilangkan sebagian racun dan zat asing lainnya yang diproduksi oleh
tubuh atau tertelan, seperti pestisida, obat-obatan terlarang, dan aditif makanan.
Pengeluaran hasil-hasil metabolisme ini dilakukan ginjal dengan melalui
produksi urin.3

Produksi urin pada ginjal dilakukan oleh nefron. Nefron merupakan satuan
terkecil yang memproduksi urin. Terdapat satu juta nefron tiap ginjal.3
Berdasarkan letaknya, terdapat dua mcam nefron, yaitu nefron kortikal dan nefron
jukstamedula. Perbedaan kedua nefron ini adalah letak glomerulus, panjang adari
ansa henle dan kapiler peritubulusnya. Pada nefron kortikal, glomerulus berada di
korteks ginjal bagian luar, ansa Henle-nya pendek, serta seluruh sistem tubulus
dikelilingi jaringan kapiler peritubuler yang luas. Sedangkan pada nefron
jukstamedula, glomerulus berada di korteks ginjal bagian dalam, dekat dengan
medulla, ansa Henle-nya panjang, dan terdapat vasa rekta yang mengelilingi
tubulus.3

Produksi urin oleh nefron mengalami tiga proses, yaitu filtrasi, reabsorpsi dan
sekresi. Filtrasi merupakan proses penyaringan yang terjadi di glomerulus
sedangkan reabsorpsi dan sekresi terjadi di sepanjang tubulus. Kecepatan dari
proses filtrasi, reabsorpsi dan sekresi akan berefek pada kecepatan ekskresi urin.
Dapat disimpulkan bahwa kecepatan eksresi urin merupakan kecepatan filtrasi
dikurangi kecepatan reabsorpsi dan kecepatan sekresi.4
Filtrasi Glomerulus
Proses filtrasi diambil alih oleh glomerulus. Kapiler pada glomerulus relatif
impermeabel terhadap protein, dimana hasil filtrasi akan bebas protein dan tidak
mengandung elemen selular, termasuk sel darah merah. Struktur membran
glomerulus mengambil peran dalam hasil filtrasi.2

Membran glomerulus terdiri dari tiga lapis, dari dalam kcluar dimulai
dari laplsan endotcl kapilcr, mernbran basal glomerulus dan lapisan epithelial.
Lapisan endotel kapiler terdapat fenestra merupakan pori-pori, berfungsi
menyaring zat dengan molekul besar. Pada lapisan kedua terdapat membrane
basal, yang rnerupakan jaringan serat kolagen dan proteoglikan, yang selektif
terhadap molekul-molekul kecil. Membran basal ini terdiri dari tiga lapis,
dari luar ke dalam, lamina rara eksterna, lamina densa dan lamina rara interna.
Zat kecil yang dapat melewati kapiler, bila mengandung molekul yang kecil,
tidak akan melewati membran basal. Setelah melewati membrane basal zat akan
melewati lapisan epithelial. Pada lapisan ini terdapat tonjolan-tonjolan panjang
yang disebut dengan podosit, Pada tonjolan podosit ini terdapat struktur protein
yang menyebabkan celah filtrasi yang ada diantara podosit bersifat polar,
yang apabila ada zat yang rnengandung protein akan terjadi proses tolak
rnenolak sehingga protein tidak dapat melewati celah filtrasi. Pada celah
filtrasi terdapat diafragma tempat lewatnya basil dan filtrasi.3
Hasil dari filtrasi disebut dengan cairan filtrat glomerulus.
Banyaknya cairan filtrat glomerulus dipengaruhi oleh tekanan filtrasi neto.
Tekanan filtrasi neto merupakan tekanan yang dihasilkan oleh perbedaan
tekanan hidrostatik dan tekanan onkotik yang ada di glomerulus dan kapsula
bowman. Tekanan hidrostatik pada glomerulus ditentukan salah satunya
oleh tekanan arteri dimana makin tinggi tekanan arteri, rnakin besar
pula tckanan hidrostatik gromerulus. Tekanan hidrostatik pada kapsula
bowman akan meningkat pada obstruksi traktus urinarius. Tekanan onkotik
glomerulus merupakan tekanan yang melawan kerja tekanan hidrostatik,
ditentukan oleh banyaknya molekul terutama protein yang yang terdapat pada
plasma. Peningkatan protein plasma akan menyebabkan peningkatan tekanan
onkotik glomerulus.3
Pada keadaan normal, tekanan hidrostarik glomerulus sebesar 60 mmHg
sedangkan tekanan hidrostatik kapsula bowman sebesar 18 mmHg. Hal ini
menyebabkan tekanan dari glomerulus lebih besar sehingga memungkinkan
terjadinya filtrasi. Tekanan onkotik pada glomerulus menahan laju filtrasi
sedangkan tekanan onkotik kapsula bowman menambah laju filtrasi. Namun,
karena tekanan onkotik kapsula bowman sangat sedikit hingga dapat dikatakan
tidak ada. Jadi tekanan onkotik glomerulus yang pada keadaan normal sebesar
32 mmHg akan menahan laju filtrasi glomerulus. Jika dapat disirnpulkan bahwa
tekanan f iltrasi neto merupakan tekanan hidrostatik glomerulus dikurang tekanan
hidrostatik kapsula bowman dikurangi tekanan onkotik glomerulus.3
Tekanan filtrasi neto sangat mempengaruhi Laju Filtrasi Glomerulus
(LFG). Selain tekanan filtrasi, LFG juga dipengaruhi oleh keadaan lapisan
glomerulus. Keadaan ini disebut dengan Koefisien filtrasi. Koefisien filtrasi
sangat dipengaruhi oleh keadaan ginjal itu sendiri. Misalnya pada keadaan
hipertensi kronik atau diabetes mellitus menyebabkan penurunun dari koefisien
filtrasi sehingga menyebabkan LFG juga menurun. Pada kasus obstruksi
saluran, urinarius, rnenyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik kapsula bowman
sehingga LFG akan menurun. Jika volume darah menurun sehingga aliran darah ke
ginjal menurun akan menyebabkan tekanan onkotik kapsula bowman akan
rneningkat, sehingga LFG akan menurun.3

Selain tekanan filtrasi neto, LFG juga dipengaruhi oleh koefisienn filtrasi.
Selama bertahun- tahun koefisien filtrasi dianggap sebagai suatu konstanta,
kecuali pada keadaan penyakit ketika membran glomerulus menjadi lebih bocor
daripada biasa. Riset-riset baru menunjukkan bahwa koefisien filtrasi dapat
mengalami perubahan di bawah kontrol fisiologik. Dua faktor yang
mempengaruhi koefisien filtrasi, yaitu luas permukaan dan permeabilitas
membran glomerulus dapat dimodifikasi oleh aktivitas kontraktil di dalam
membrane.4

Luas permukaan yang tersedia untuk filtrasi di dalam glomerulus


diwakili oleh permukaan dalam kapiler glomerulus yang berkontak
dengan darah, Setiap kuntum kapiler glomerulus disatukan seI
mesangium. SeI ini mengandung elemen kontraktil (yuitu filament mirip
aktin). Kontraksi sel-sel mesangiurn ini menutup sehagian kapiler filtrasi
mengurangi luas permukaan yang tersedia untuk filtrasi di dalam
glomerulus. Ketika tekanan filtrasi neto tidak berubah, penurunan koefisien
filtrasi ini menurunkan LFG. Stimulasi simpatis menyebabkan sel mesangium
berkontraksi dan merupaknn mekanisme kedua yang digunakan oleh system
saraf simpatis untuk mcnurunkan LFG. Podosit juga memiliki filament
kontraktil mirip aktin, yang kontraksi atau relakasinya masing-masing dapat
menurunkan atau meningkatkan jumlah celah filtrasi yang terbuka di
membrane dalarn kapsula bowman dengan mengubah bentuk dan jarak
prosesus kakiknya. Jumlah celah adalah penentu perrneabilitas, semakin
banyak celah yang terbuka, semakin besar permeabilitas. Aktivitas kontraktil
podosit, yang mempengaruhi permeabilitas kontraktilitas dan koefisien filtrasi,
berada di bawah kontrol fisiologik yang mekanismenya belum sepenuhnya
diketahui.4

Reabsorpsi Tubulus

Reabsorpsi tubulus adalah suatu proses yang sangat selektif. Semua zat
terlarut protein plasma memiliki konsentrasi yang sama pada filtrate glomerulus
di plasma. Pada sebagian besar kasus, jumlah setiap bahan yang diabsorpsi
adalah jumlnh yang diperlukan untuk mempertahankan komposisi dan volume
lingkungan cairan internal yang sesuai. Secara umum, tubulus memiliki
kapasitas reabsorpsi yang besar untuk bahan-bahan yang dibutuhkan oleh tubuh
dan kecil atau tidak ada untuk bahan-bahan yang tidak bermanfaat. 3

Untuk dapat direabsorpsi, suatu bahan harus melewati lima sawar


terpisah, yaitu :3
1. Bahan harus meninggalkan cairan tubuh dengan melewati membrane
luminal sel tubulus.
2. Bahan harus melewati sitosol dari suatu sisi sel tubulus ke sisi lainnya
3. Bahan harus melewati membran basolateral sel tubulus untuk masuk
ke cairan intersisium.
4. Bahan harus berdifusi melalui cairan intersisium.
5. Bahan harus menembus dinding kapiler untuk masuk ke dalam
pembuluh darah.
Sekresi Tubulus
Seperti reabsorpsi tubulus, sekresi tubulus melibatkan transport
transepitel, tetapi kini langkah-langkahnya dibalik. Dengan menyediakan rute
pemasukan kedua ke dalam tubulus untuk bahan-bahanvtertentu, sekresi
tubulus, pemindahan terpisah bahan dari kapiler perirubulus ke dalam lumen
tubulus, menjadi mekanisme pelengkap yang meningkatkan eliminasi. Setiap
bahan yang masuk ke tubulus, baik melalui filtrasi glomerulus maupun
sekresi tubulus, dan tidak direabsorpsi akan dieliminasi dalam urin. Bahan
yang terpenting disekresikan oleh tubulus adalah ion hidrogen, ion kalium, serta
anion kation organik yang banyak diantaranya adalah senyawa asing bagi
tubuh.4
Sekresi ion hidrogen pada ginjal sangat penting dalam mengatur
kescimbangan 3S8IJI basa di tubuh. Ion hidrogen yang disekresikan ke dalam
cairan tubulus dieliminasi dari tubuh melalui urine. Ion hidrogen dapat
disekresikan oleh tubulus proksirnal, distal atau koligentes, tingkat sekresi
ion hidrogen bergantung pada keasaman cairan tubuh. Ketika cairan tubuh
lerlalu asam, sekresi ion hidrogen meningkat.4

HISTOLOGI GINJAL
Unit kerja fungsional ginjal disebut sebagai nefron. Dalam setiap ginjal
terdapat sekitar 1 juta nefron yang pada dasarnya mempunyai struktur dan
fungsi yang sama. Dengan demikian, kerja ginjal dapat dianggap sebagai
jumlah total dari fungsi semua nefron tersebut. Setiap nefron terdiri atas bagian
yang melebar yakni korpuskel renalis, tubulus kontortus proksimal, segmen
tipis, dan tebal ansa henle, tubulus kontortus distal, dan duktus koligentes.5
Darah yang membawa sisa-sisa hasil metabolisme tubuh difiltrasi di dalam
glomeruli kemudian di tublus ginjal, beberapa zat masih diperlukan tubuh untuk
mengalami reabsorbsi dan zat-zat hasil sisa metabolism mengalami sekresi
bersama air membentuk urin. Setiap hari tidak kurang 180 liter cairan tubuh
difiltrasi di glomerulus dan menghaslkan urin 1- 2 liter. Urin yang terbentuk di
dalam nefron disalurkan melalui piramida ke sistem pelvikalis ginjal untuk
kemudian disalurkan ke dalam ureter.5
1.
Korpuskel Renalis
Setiap korpuskel renalis terdiri atas seberkas kapiler, yaitu
glomerulus yang dikelilingi oleh kapsul epitel berdinding ganda
yang disebut kapsula bowman. Lapisan dalam kapsul ini (lapisan
visceral) menyelubungi kapiler glomerulus. Lapisan luar
membentuk batas luar korpuskel renalis dan disebut lapisan parietal
kapsula bowman. Lapisan parietal kapsula bowman terdiri atas
epitel selapis gepeng yang ditunjang lamina basalis dan selapis tipis
serat retikulin. Sel viseral membentuk tonjolan-tonjolan atau kaki-
kaki yang dikenal sebagai podosit, yang bersinggungan dengan
membrane basalis pada jarak-jarak tertentu sehingga terdapat
daerah-daerah yang bebas dari kontak antar sel epitel.5
Sel endotel kapiler glomerulus merupakan jenis kapiler
bertingkap namun tidak dilengkapi diafragma tipis yang terdapat
pada kapiler bertingkap lain. Komponen penting lainnya dari
glomerulus adalah mesangium, yang terdiri dari sel mesangial dan
matriks mesangial. Sel mesangial aktivitas fagositik dan menyekresi
prostatglandin. Sel mesangial bersifat kontraktil dan memiliki
reseptor untuk angiotensin II. Bila reseptor ini teraktifkan, aliran
glomerulus akan berkurang. Sel mesangial juga memiliki beberapa
fungsi lain, sel tersebut memberi tunjangan struktural pada
glomerulus, menyintesis matriks ekstrasel, mengendositosis dan
membuang molekul normal dan patologis yang terperangkap di
membran basalis glomerulus, serta menghasilkan mediator kimiawi
seperti sitokin dan prostaglandin5
2. Tubulus Kontortus Proksimal
Pada kutub urinarius di korpuskel renalis, epitel gepeng di
lapisan parietal kapsula bowman berhubungan langsung dengan
epitel tubulus kontortus proksimal yang berbentuk kuboid atau
silindris rendah. Filtrat glomerulus yang terbentuk di dalam
korpuskel renalis, masuk ke dalam tubulus kontortus proksimal yang
merupakan tempat dimulainya proses absorbs dan ekskresi. Selain
aktivitas tersebut, tubulus kontortus proksimal mensekresikan
kreatinin dan subsatansi asing bagi organisme, seperti asam para
aminohippurat dan penisilin, dari plasma interstitial ke dalam
filtrate5
3. Ansa Henle
Ansa henle adalah struktur berbentuk huruf U yang terdiri
atas segmen tebal desenden, segmen tipis desenden, segmen tipis
asenden dan segmen tebal asenden. Ansa henle terlibat dalam retensi
air, hanya hewan dengan ansa demikian dalam ginjalnya yang
mampu menghasilkan urin hipertonik sehingga cairan tubuh dapat
dipertahankan.5
4. Tubulus Kontortus Distal
Segmen tebal asenden ansa henle menerobos korteks, setelah
menempuh jarak tertentu, segmen ini menjadi berkelak-kelok dan
disebut tubulus kontortus distal. Sel-sel tubulus kontortus distal
memiliki banyak invaginasi membrane basal dan mitokondria
terkait yang menunujukkan fungsi transporionnya.5
5. Tubulus Duktus Koligentes
Tubulus koligentes yang lebih kecil dilapisi oleh epitel
kuboid. Di sepanjang perjalanannya, tubulus dan duktus koligentes
terdiri atas sel-sel yang tampak pucat dengan pulasan biasa. Epitel
duktus koligentes responsive terhadap vasopressin arginin atau
hormone antidiuretik yang disekresi hipofisis posterior. Jika
masukan air terbatas, hormone antidiuretic disekresikan dan epitel
duktus koligentes mudah dilalui air yang diabsorbsi dari filtrate
glomerulus.5
6. Aparatus Jukstaglomerulus
Aparatus jukstaglomerulus (JGA) terdiri dari sekelompok sel
khusus yang letaknya dekat dengan kutub vaskular masing-masing
glomerulus yang berperan penting dalam mengatur pelepasan renin
dan mengontrol volume cairan ekstraseluler dan tekanan darah. JGA
terdiri dari tiga macam sel yaitu:5
a. Jukstagomerulus atau sel glanular
b. Makula densa tubulus distal
c. Mesangial ekstraglomerular atau sel lacis

Sel jukstaglomerulus menghasilkan enzim renin, yang


bekerja pada suatu protein plasma angiotensinogen menghasilkan
suatu dekapeptida non aktif yakni angiotensin I. Sebagai hasil kerja
enzim pengkonversi yang terdapat dalam jumlah besar di dalam sel-
sel endotel paru, zat tersebut kehilangan dua asam aminonya dan
menjadi oktapeptida dengan aktvitas vasopresornya, yakni
angiotensin II.5

BIOKIMIA GINJAL

Zat-zat yang normal pada urin:6

a. Komponen organik : Urea, asam urat, kreatinin, derivat asam amino, konjugat
dengan asam belerang asam glukuronat, glisin. Metabolit dari banyak hormon,
koriogonadotropin, dan urokrom.6
b. Komponen anorganik : didalam urin terdapat kation Na+, K+, Ca2+, Mg2+, dan
NH4+, demikian juga anion Cl, SO42-, dan HPO42-. Zat – zat patologik yang
terdapat dalam urin glukosa, zat- zat keton, protein, darah, bilirubin. 6
Kompensasi ginjal :
1. sekresi ion hidrogen
2. reabsorpsi ion bikarbonat
3. produksi ion bikarbonat baru

Asidosis Metabolik 6 : Ekskresi ion hidrogen,


Cairan bikarbonat ekstraseluler
Alkalosis Metabolik 6: Sekresi ion hidrogen di tubulus,
Cairan bikarbonat ekstraseluler

PENYAKIT YANG MENYEBABKAN EDEMA

1. Gagal Jantung
Edema tungkai terjadi dari gagal jantung kanan dan selalu disertai
peningkatan tekanan vena jugularis (JVP). Sering ditemukan hepatomegali
sebagai tanda kelainan jantung yang mendasarinya. Jika edema nampak
sedikit di tungkai, dan berat di abdomen, harus dipertimbangkan adanya
konstriksi perikardial.7
2. Gagal Hati
Edema tungkai disebabkan oleh rendahnya kadar albumin serum (biasanya
< 20 g/dL ). Bisa ditemukan tanda penyakit hati kronis, seperti spider nevi,
leukonika (liver nail), ginekomastia, dilatasi vena abdomen yang
menunjukkan adanya hipertensi portal, dan memar (kerusakan fungsi
sintesis hati). JVP tidak meningkat. Pada penyakit hati kronis berat
(misalnya sirosis), pemeriksaan enzim hati mungkin hanya sedikit
terganggu, walaupun rasio normalisasi internasional (INR) sering
memanjang (> 20 dtk). Pada gagal hati akut, pasien biasanya sakit berat,
terdapat gejala gangguan otak yang menonjol dan tes fungsi hati biasanya
abnormal. 7
3. Gagal Ginjal
Edema disebabkan oleh rendahnya kadar albumin serum (sindrom nefrotik,
di mana urin berbusa dan mengandung 3-4 + protein pada tes dipstick)
atau ketidakmampuan mengeksresikan cairan (sindrom nefritik,
berhubungan dengan hipertensi dan rendahnya output urin). Tes yang
perlu dilakukan untuk konfirmasi adalah pengukuran kadar albumin
serum (biasanya < 30g/dL), protein urin (biasanya > 4 g/24 jam), dan
kreatinin serta ureum serum. 7
4. Imobilitas Umum
Pasien biasanya berusia tua dan jelas imobil karena lemah atau penyakit
serebrovaskular. JVP menurun, dan tidak ada tanda penyakit hati ataupun
ginjal. 7
5. Malnutrisi
Penyakit kronis bisa berhubungan dengan keadaan katabolik dan derajat
malnutrisi yang bisa cukup berat untuk menurunkan kadar albumin
serum dan menyebabkan edema tungkai.Walaupun jarang, edema tungkai
bilateral juga bisa disebabkan oleh penekanan vena kava inferior(IVC).
Diagnosis ini bisa ditegakkan dengan ultrasonografi abdomen,
menggunakan Doppler berwarna untuk menentukan aliran darah dan
CT. Biasanya itu terjadi : 7
1. Pada obesitas berat
2. Pada asites berat (tegang) apapun penyebabnya
3. Dengan trombosis vena luas di IVC, seperti pada keganasan, atau
komplikasi sindrom nefrotik.
6. Trombosis vena dalam (deep venous thrombosis [DVT])
Trombosis vena dalam pada tungkai menyebabkan nyeri tungkai unilateral
dengan onset lambat (berjam-jam), bengkak dengan kulit yang hangat, dan
mungkin nyeri lokal di betis dan sepanjang vena, khususnya vena
safena magna. Karena gejala/tanda tidak bisa dijadikan patokan dalam
menegakkan diagnosis, semua pasien dengan dugaan DVT harus menjalani
pemeriksaan penunjang(ultrasonografi vena atau venografi) dan diperiksa
untuk menyingkirkan kemungkinan komplikasi emboli paru (pulmonary
embolism [PE]). 7
7. Rupturnya kista Baker
Kista Baker adalah bursa sendi lutut yang menonjol ke fosa popliteadan
biasanya terjadi pada artritis reumatoid. Kista ini bisa ruptur dan
menyebabkan nyeri tungkai dan pembengkakan betis dengan onset
mendadak. Ultrasonografi bisa membantu menegakkan diagnosis. 7

8. Selulitis
Terdiri dari eritema yang menyebar, kadang-kadang berbatas tegas,
biasanya mengikutin garis limfatik. Seringkali terasa sangat nyeri dan
berhubungan dengan suh, dan kenaikan laju endap darah (LED), protein
reaktif-C (C-creative protein [CRP]) dan hitung jenis leukosit.
Organisme penyebab biasanya salah satu jenis stafilokokus atau
streptokokus, dan biasanya tumbuh pada kultur darah, walaupun jarang
didapatkan dari apusan kulit. 7
9. Obstruksi Limfatik
Obstruksi limfatik menyebabkan bentuk edema unilateral ‘kaki kayu’,
kadang-kadang disebut edema ‘non pitting’. Sangat jarang dijumpai di
Barat, dan bila ada biasanya disebabkan oleh invasi karsinoma dan
hilangnya nodus limfatik sebagai saluran pembuangan, misalnya pada
metastasis melanoma. Di Afrika obstruksi limfatik sering dijumpai,
sering terjadi bilateral, dan disebabkan oleh infestasi filaria. 7
10. Tumor Pelvis
Tumor pelvis bisa menekan vena unilateral, menyebabkan edema
unilateral.7
11. Imobilitas Lokal
Imobilitas lokal bisa menyebabkan edema tungkai unilateral, misalnya pada
hemiparesis yang berlangsung lama. 7

MEKANISME EDEMA

Terdapat beberapa teori yang menjelaskan tentang timbulnya edema


pada sindrom nefrotik. Underfilled theory merupakan teori klasik tentang
pembentukan edema. Teori ini berisi bahwa adanya edema disebabkan oleh
menurunnya tekanan onkotik intravaskuler dan menyebabkan cairan
merembes ke ruang interstisial.8
Adanya peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus
menyebabkan albumin keluar sehingga terjadi albuminuria dan
hipoalbuminemia. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu fungsi vital dari
albumin adalah sebagai penentu tekanan onkotik. Maka kondisi
hipoalbuminemia ini menyebabkan tekanan onkotik koloid plasma
intravaskular menurun. Sebagai akibatnya, cairan transudat melewati
dinding kapiler dari ruang intravaskular ke ruang interstisial kemudian
timbul edema. 8

Menurut teori lain yaitu teori overfilled, retensi natrium renal dan air
tidak bergantung pada stimulasi sistemik perifer tetapi pada mekanisme
intrarenal primer. Retensi natrium renal primer mengakibatkan ekspansi
volume plasma dan cairan ekstraseluler. Overfilling cairan ke dalam ruang
interstisial menyebabkan terbentuknya edema.8

.
Edema mula-mula nampak pada kelopak mata terutama waktu
bangun tidur. Edema yang hebat/anasarca sering disertai edema genitalia
eksterna. Edema anasarca terjadi bila kadar albumin darah < 2 gr/ 100 ml.
Selain itu, edema anasarca ini dapat menimbulkan diare dan hilangnya nafsu
makan karena edema mukosa usus.8

NIlAI NORMAL [EMERIKSAAN LAB

Nilai normal pemeriksaan darah16 :


- Albumin : Dewasa : 3,8 – 5,1 gr % SI : 35 – 50 g/L
Anak : 4,0 – 5,8 gr/dl
Bayi : 4,4 – 5,4 gr/dl
Bayi baru lahir : 2,9 – 5,4 gr/dl

- Kolesterol :
Ukuran Satuan Nilai rujukan
Kolesterol total mg/dL 150 - 200
HDL mg/dL 45 – 65 (P)
LDL mg/dL 35 – 55 (L)
<100 (Direk)
Trigliserid mg/dL 120 - 190

Nilai normal pemeriksaan urinalisis :


- Protein
Diukur dalam urin yang dikumpulkan 24 jam.
Metode dipstik :
+1 = 100 mg/dL
+2 = 300 mg/dL
+3 = >300 mg/dL , proteinuria
+4 = 1000 mg/dL
- Nitrit
Negatif : < 0,1 mg/dL atau < 100.000 mikroorganisme/mL
- Eritrosit
Nilai normal : 0-3 sel per lapang pandang
- Leukosit
Nilai normal : 2-4 sel per lapang pandang

PATOMEKANISME TERJADINYA KELAINAN PADA PEMERIKSAAN


LAB

 Patomekanisme terjadinya proteinuria


 Perubahan permeabilitas membrane glomerulus Penyakit
ginjal tergantung penambahan permeabilitas pada membrane
glomerulus, sehingga terjadi penambahan protein yang
dikeluarkan9
 Perubahan muatan listrik pada molekul Albumin adalah
molekul bermuatan negative ini sangat sedikit difiltrasi,
tetapi dextran yang mempunyai berat molekul sama dengan
albumin tetapi mempunyai muatan netral dapat difiltrasi dua
puluh kali banyak dari albumin. Efek hambat dari muatan
ini, mungkin akibat dari penolakan efek elektrostatik dari
protein yang bermuatan negative yang terdapat pada dinding
kapiler, ini disebut polyanion. Dikatakan bahwa
penambahan filtrasi dari albumin pada penyakit-penyakit
glomerulus terutama disebabkan karena hilangnya polyanion
ini disamping juga terdapat penambahan kenaikan besar
pori-pori pada membrane glomerulus. 9
 Perubahan Hemodinamik Ginjal dibuat iskemik dengan
menginfuskan norepinefrin atau angiotensin II makan akan
terjadi kenaikan filtrasi dari protein, hal ini terutama akibat
dari terjadinya perubahan hemodinamika. Dengan demikian
terjadi kenaikan fraksi filtrasi, maka mengakibatkan
terjadinya kenaikan dari kadar protein di dalam glomerulus,
dengan demikian akan menambah filtrasi protein secara
pasif dengan terdapatnya kenaikan konsentrasi gradient. 9

Dinding pembuluh darah dan struktur jaringan yang ada disekitarnya


berperan penting sebagai barrier terhadap melintasnya makromolekuler
seperti globulin dan albumin. Hal ini terjadi karena peran sel endotel pada
kapiler, membran berasal dari glomerulus dan epitel visceral.
Makromolekuler yang melintasi dinding kapiler berbanding terbalik dengan
ukurannya. Hal ini akibat heparin sulfat proteoglikans yang terdapat pada
dinding kapiler glomerulus menyebabkan pengaruh hambatan negative
pada makromolekuler seperti albumin. Adanya proses peradangan pada
glomerulus berakibat perubahan ukuran barrier dan hilangnya hambatan
anionic sehingga terjadilah protein urine. Mikroglobulin, α mikroglobulin,
vasopressin, insulin dan hormon peratiroid secara bebas melalui filter
glomerulus dan selanjutnya diabsorbsi serta dikatabolisme pada tubulus
kontortus proksimalis. Kerusakan pada epitel tubulus proksimalis
menyebabkan kegagalan untuk merabsorbsi protein dengan berat molekul
rendah yang selanjutnya keluar melalui urine. 9
 Penurunan albumin dalam serum
Albumin merupakan protein plasma yang paling banyak dalam
tubuh manusia, yaitu sekitar 55-60% dan total kadar protein serum normal
adalah 3,8-5,0 g/dl. Albumin terdiri dari rantai tunggal polipeptida dengan
berat molekul 66,4 kDa dan terdiri dari 585 asam amino. Kadar albumin
serum ditentukan oleh fungsi laju sintesis, laju degradasi, dan distribusi
antara kompartemen intravaskular dan ekstravaskular. albumin dipecah di
otot dan kulit sebesar 40-60%, di hati 15%, ginjal sekitar 10%, dan 10%
sisanya merembes ke dalam saluran cerna melalui dinding lambung. Pada
orang sehat kehilangan albumin adalah melalui urin dan biasanya minimal
tidak melebihi dari 10-20 mg/hari karena hampir semua yang melewati
membran glomerolus akan diserap kembali. Penyakit ginjal dapat
mempengaruhi degradasi dan sintesis. Hipoalbuminemia dapat terjadi
akibat produksi albumin yang tidak adekuat (malnutrisi, luka bakar, infeksi
dan pada bedah mayor), katabolisme yang berlebihan (luka bakar, bedah
mayor, dan pankreatitis), kehilangan albumin dari tubuh, hemoragik, eksresi
ginjal yang berlebihan, redistribusi dalam tubuh (bedah mayor dan kondisi
inflamasi). Apabila terjadi kerusakan pada glomerulus akan mengakibatkan
kebocoran pada protein di ginjal sehingga terjadi penurunan kadar albumin
di dalam darah. 9

 Patomekanisme nitrit didalam urin


Didalam urin yang normal terdapat nitrat sebagai hasil metabolism
protein, yang kemudian jika terdapat bakteri dalam jumlah yang signifikan
dalam urin (Escherchia Coli, Enterobacter, dll) yang mengandung enzim
reduktase, akan mereduksi nitrat menjadi nitrit. Jadi adanya nitrit dalam urin
secara tidak langsung menunjukkan kemungkinan adanya bakteri dalam
urin dalam jumlah yang bermakna. Pada keadaan tertentu, enzim bakteri
telah mereduksi nitrat menjadi nitrit, namun kemudian nitrit berubah
menjadi nitrogen. Sedangkan sedimen urin yang terdapat leukosit yang utuh
maupun lisis oleh karena adanya inflamasi di saluran kemih. Ekstrak dari
granula primer azurifilik dari netrofil manusia berisi berbagai jenis protein.
Protein-protein ini memperlihatkan aktivitas esterolitik dan esterase yang
dapat digunakan sebagai penanda keberadaan leukosit neutrophil. 9

 Hyperlipidemia
Pada sebagian pasien sindrom nefrotik ditemukan kenaikan kadar
total kolesterol, trigliserida, dan fosfolipid. Kenaikan kadar kolesterol
disebabkan karena penurunan albumin seum dan tekanan onkotik
merangsang sel hati untuk membentuk lipoprotein lipid atau lipogenesis.
Pada penelitian lainnya menyebutkan bahwa penurunan viskositas plasma
pada sindrom nefrotik merupakan factor utama yang merangsang sintesis
dan sekresi lipid, sehingga dapat menyebabkan peningkatan kolesterol di
9
dalam darah.

LANGKAH-LANGKAH DIANGNOSTIK

Untuk menegakkan diagnosis kelainan-kelainan urologi, seorang dokter


dituntut untuk dapat melakukan pemeriksaan-pemeriksaan dasar urologi dengan
seksama dan secara sistematik mulai dari: 10

1. Pemeriksaan subyektif yaitu mencermati keluhan yang disampaikan oleh pasien


yang digali melalui anamnesis yang sistematik.

2. Pemeriksaan obyektif yaitu melakukan pemeriksaan fisis terhadap pasien untuk


mencari data-data yang objektif mengenai keadaan pasien.

3. Pemeriksaan penunjang yaitu melakukan pemeriksaan-pemeriksaan


laboratorium, radiologi atau imaging (pencitraan), uroflometri atau

urodinamika, elektromiografi, endourologi, dan laparoskopi. 



ANAMNESIS

Kemampuan seorang dokter dalam melakukan wawancara dengan pasien


ataupun keluarganya diperoleh melalui anamnesis yang sistematik dan terarah. Hal
ini sangat penting untuk mendapatkan diagnosis suatu penyakit. Anamnesis yang
sistematik itu mencakup10

a. Identitas pasien: seorang anak perempuan 5 tahun


b. Keluhan Utama: Pembengkakan hanya pada daerah sekitar mata, terutama
pada pagi hari
c. Keluhan penyerta : -
d. Riwayat penyakit : -
e. Riwayat keluarga: -
f. Riwayat lingkungan: -
g. Riwayat Pengobatan sebelumnya: -

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisis pasien meliputi pemeriksaan tentang keadaan umum


pasien dan pemeriksaan urologi. Seringkali kelainan-kelainan di bidang urologi
memberikan manifestasi penyakit umum (sistemik), atau tidak jarang pasien-pasien
urologi kebetulan menderita penyakit lain. 10

1. Kesan Umum Pasien10


a. Keadaan umum: baik atau sakit
b. Berat badan: obesitas, kurus atau normal
c. Suhu kulit: hangat, dingin, lembab

2. Pemeriksaan Urologi10
a. Pemeriksaan Ginjal:
Adanya pembesaran pada daerah pinggang atau abdomen sebelah atas
harus diperhatikan pada saat melakukan inspeksi. Pembesaran mungkin
disebabkan oleh hidronefrosis atau tumor pada daerah retroperitoneum.
Pembesaran ginjal karena hidronefrosis atau tumor ginjal, mungkin teraba
pada palpasi dan terasa nyeri pada perkusi.
b. Pemeriksaan Buli-Buli:
Pada pemeriksaan buli-buli diperhatikan adanya benjolan/massa atau
jaringan parut bekas irisan/operasi di suprasimfisis. Massa di daerah
suprasimfisis mungkin merupakan tumor ganas buli-buli atau karena buli-
buli yang terisi penuh dari suatu retensi urine. Dengan palpasi dan perkusi
dapat ditentukan batas atas buli-buli.
c. Pemeriksaan Genitalia Eksterna:

Pada inspeksi genitalia eksterna diperhatikan kemungkinan adanya


kelainan pada penis/uretra antara lain: mikropenis, makropenis,
hipospadia, kordae, epispadia, stenosis pada meatus uretra eksterna,
fimosis/parafimosis, fistel uretro-kutan, dan ulkus/tumor penis. Striktura
uretra anterior yang berat menyebabkan fibrosis korpus spongiosum yang
teraba pada palpasi di sebelah ventral penis, berupa jaringan keras yang
dikenal dengan spongiofibrosis. Jaringan keras yang teraba pada korpus
kavernosum penis mungkin suatu penyakit Peyrone.

d. Pemeriksaan Skrotum dan Isinya:

Perhatikan apakah ada pembesaran pada skrotum, perasaan nyeri pada saat
diraba, atau ada hipoplasi kulit skrotum yang sering dijumpai pada
kriptorkismus. Untuk membedakan antara massa padat dan massa kistus
yang terdapat pada isi skrotum, dilakukan pemeriksaan transiluminasi
(penerawangan) pada isi skrotum. Pemeriksaan penerawangan dilakukan
pada tempat yang gelap dan menyinari skrotum dengan cahaya terang. Jika
isi skrotum tampak menerawang berarti berisi cairan kistus dan dikatakan
sebagai transiluminasi positif atau diafanoskopi positif.

e. Colok Dubur (Rectal Toucher):

Pada pemeriksaan colok dubur dinilai: (1) tonus sfingter ani dan refleks
bulbo-kavernosus (BCR), (2) mencari kemungkinan adanya massa di
dalam lumen rektum, dan (3) menilai keadaan prostat. Penilaian refleks
bulbo-kavernosus dilakukan dengan cara merasakan adanya refleks jepitan
pada sfingter ani pada jari akibat rangsangan sakit yang kita berikan pada
glans penis atau klitoris.

f. Pemeriksaan Neurologi:

Pemeriksaan neurologi ditujukan untuk mencari kemungkinan


adanya kelainan neurologik yang mengakibatkan kelainan pada sistem
urogenitalia, seperti pada lesi motor neuron atau lesi saraf perifer yang
merupakan penyebab dari buli-buli neurogen.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM10

1. Urinalisis
Pemeriksaan urinalisis merupakan pemeriksaan yang paling sering
dikerjakan pada kasus- kasus urologi. Pemeriksaan ini meliputi uji:

 Makroskopik dengan menilai warna, bau, dan berat jenis urine 


 Kimiawai meliputi pemeriksaan derajat keasaman/pH, protein,

dan gula dalam 
 urine 


 Mikroskopik mencari kemungkinan adanya sel-sel, cast

(silinder), atau bentukan 
 lain di dalam urine. 


Urine mempunyai pH yang bersifat asam, yaitu rata-rata: 5,5 - 6,5.


Jika didapatkan pH yang relatif basa kemungkinan terdapat infeksi
oleh bakteri pemecah urea, sedangkan jika pH yang terlalu asam
kemungkinan terdapat asidosis pada tubulus ginjal atau ada batu asam
urat.

Didapatkannya eritrosit di dalam darah secara bermakna (> 2 per


lapangan pandang) menunjukkan adanya cedera pada sistem saluran
kemih; dan didapatkannya leukosituri bermakna (> 5 per lapangan
pandang) atau piuria merupakan tanda dari inflamasi saluran kemih .

Dari scenario didapatkan protein +3 dan nitrit +3, eritrosit 1-2 dan
leukosit 20-30.

2. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah rutin terdiri atas pemeriksaan kadar hemoglobin,
leukosit, laju endap darah, hitung jenis leukosit, dan hitung trombosit.
Dari scenario didapatkan albumin 1,5 gr/dl, kolesterol 450 mg/dl.

3. Kultur Urine
Pemeriksaan kultur urine diperiksa jika ada dugaan infeksi saluran
kemih. Jika didapatkan kuman di dalam urine, dibiakkan di dalam
medium tertentu untuk mencari jenis kuman dan sekaligus
sensitivitas kuman terhadap antibiotika yang diujikan.

4. Patologi Anatomi
Pada pemeriksaan ini dapat ditentukan suatu jaringan normal,
mengalami proses inflamasi, pertumbuhan benigna, atau terjadi
pertumbuhan maligna. Selain itu pemeriksaan ini dapat menentukan
stadium patologik serta derajat diferensiasi suatu keganasan.

PEMERIKSAAN RADIOLOGI (PENCITRAAN)10

Foto polos abdomen

Foto polos abdomen atau KUB (Kidney Ureter Bladder) adalah foto
skrining untuk pemeriksaan kelainan-kelainan urologi. Selain itu
perlu diperhatikan adanya bayangan radio-opak yang lain, misalnya
bayangan jarum-jarum (susuk) yang terdapat disekitar paravertebra
yang sengaja dipasang untuk mengurangi rasa sakit pada pinggang
atau punggung, atau bayangan klip yang dipasang pada saat operasi
untuk menjepit pembuluh darah.

USG (Ultrasonografi)

Pemeriksaan pada ginjal dipergunakan: (1) untuk


mendeteksi keberadaan dan keadaan ginjal (hidronefosis, kista,
massa, atau pengkerutan ginjal). Pada buli-buli, USG berguna untuk
menghitung sisa urine pasca miksi dan mendeteksi adanya batu atau
tumor di buli-buli. Pada kelenjar prostat, melalui pendekatan
transrektal (TRUS) dipakai untuk mencari nodul pada keganasan
prostat dan menentukan volume/besarnya prostat. Jika didapatkan
adanya dugaan keganasan prostat, TRUS dapat dipakai sebagai
penuntun dalam melakukan biopsi kelenjar prostat. Pada testis,
berguna untuk membedakan antara tumor testis dan hidrokel testis,
serta kadang-kadang dapat mendeteksi letak testis kriptorkid yang
sulit diraba dengan palpasi Pada keganasan, selain untuk
mengetahui adanya massa padat pada organ primer, juga untuk
mendeteksi kemungkinan adanya metastasis pada hepar atau
kelenjar para aorta.

CT Scan dan MRI

Kedua pemeriksaan ini banyak dipakai dalam bidang onkologi untuk


menentukan penderajatan (staging) tumor yaitu: batas-batas tumor,
invasi ke organ di sekitar tumor, dan mencari adanya metastasis ke
kelenjar limfe serta ke organ lain

PENATALAKSAAN AWAL PADA SKENARIO11

1. Tirah baring / pembatasan aktifitas


2. Pemberian cariran (hipertonis)
3. Diet rendah garam
Bila terjadi edem hebat garam (natrium) dibatasi , umumnya 1- 2g/hari
4. Kortikosteroid
Diberikan pada saat serangan pertama 4 miggu pertama diberikan prednison
60 mg/m2/ hari (2 mg/kgbb/hari)

DIANGNOSIS BANDING

1. SINDROM NEFROTIK

Definisi

Sindrom nefrotik (SN) merupakan salah satu manifestasi klinik


glomerulonefritis (GN) ditandai dengan edema anasarka, proteinuria masif (
3,5 g/hari), hipoalbuminemia (<3,5 g/dl), hiperkolesterolemia, dan lipiduria.12

Etiologi

Berdasarkan etiologinya, sindrom nefrotik dibagi menjadi tiga, yaitu


kongenital, primer atau idiopatik, dan sekunder.12

1. Kongenital
Penyebab dari sindrom nefrotik kongenital atau genetik adalah
- Finnish type congenital nephrotic syndrome(NPHS1, nephrin)
- Denys Drash syndrome (WT1)
- Frasier syndrome (WT1)
- Diffuse mesangial sclerosis (WT1, PLCE1)
- Autosomal recessive, familial FSGS (NPHS2, podocin)
- Autosomal dominant, familial FSGS (ACTN4 , α actinin 4 ,TRPC6)
- Nail patella syndrome (LMX1B)
- Pierson syndrome (LAMB2)
- Schimke immune osseous dysplasia (SMARCAL1)
- Galloway Mowat syndrome
- Oculocerebrorenal (Lowe) syndrome.
2. Primer
Berdasarkan gambaran patologi anatomi, sindrom nefrotik primer atau
idiopatik adalah sebagai berikut :
- Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM)
- Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)
- Mesangial Proliferative Difuse (MPD)
- Glomerulonefritis Membranoproliferatif (GNMP)
- Nefropati Membranosa (GNM)
3. Sekunder
Sindrom nefrotik sekunder mengikuti penyakit sistemik, antara lain sebagai
berikut :
- Lupus erimatosus sistemik (LES)
- Keganasan, seperti limfoma dan leukemia
- Vaskulitis, seperti granulomatosis Wegener (granulomatosis
dengan poliangitis), sindrom Churg Strauss (granulomatosis
eosinofilik dengan poliangitis), poliartritis nodosa, poliangitis
mikroskopik, purpura Henoch Schonlein
- Immune complex mediated, seperti post streptococcal
(postinfectious) glomerulonephritis
Klasifikasi

Ada beberapa macam pembagian klasifikasi pada sindrom nefrotik.


Menurut berbagai penelitian, respon terhadap pengobatan steroid lebih sering
dipakai untuk menentukan prognosis dibandingkan gambaran patologi
anatomi.12

Berdasarkan hal tersebut, saat ini klasifikasi SN lebih sering didasarkan


pada respon klinik, yaitu :12

1. Sindrom nefrotik sensitif steroid (SNSS)


2. Sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS)

Manifestasi klinik

Kelainan pokok pada sindrom nefrotik adalah peningkatan permeabilitas


dinding kapiler glomerulus yang menyebabkan proteinuria masif dan
hipoalbuminemia. Pada biopsi, penipisan yang luas dari prosesus kaki podosit
(tanda sindrom nefrotik idiopatik) menunjukkan peran penting podosit.
Sindrom nefrotik idiopatik berkaitan pula dengan gangguan kompleks pada
sistem imun, terutama imun yang dimediasi oleh sel T. Pada focal segmental
glomerulosclerosis (FSGS), faktor plasma, diproduksi oleh bagian dari limfosit
yang teraktivasi, bertanggung jawab terhadap kenaikan permeabilitas dinding
kapiler. Selain itu, mutasi pada protein podosit (podocin, α-actinin 4) dan
MYH9 (gen podosit) dikaitkan dengan focal segmental glomerulosclerosis
(FSGS). Sindrom nefrotik resisten steroid dapat dikaitkan dengan mutasi
NPHS2 (podocin) dan gen WT1, serta komponen lain dari aparatus filtrasi
glomerulus, seperti celah pori, dan termasuk nephrin, NEPH1, dan CD-2 yang
terkait protein.12

1. Proteinuria
Protenuria merupakan kelainan utama pada sindrom nefrotik. Apabila
ekskresi protein ≥ 40 mg/jam/m2 luas permukaan badan disebut dengan
protenuria berat. Hal ini digunakan untuk membedakan dengan protenuria
pada pasien bukan sindrom nefrotik.12
2. Hipoalbuminemia
Abnormalitas sistemik yang paling berkaitan langsung dengan proteinuria
adalah hipoalbuminemia. Salah satu manifestasi pada pasien sindrom
nefrotik pada anak terjadi hipoalbuminemia apabila kadar albumin kurang
dari 2,5 g/dL. Pada keadaan normal, produksi albumin di hati adalah 12-14
g/hari (130-200 mg/kg) dan jumlah yang diproduksi sama dengan jumlah
yang dikatabolisme. Katabolisme secara dominan terjadi pada ekstrarenal,
sedangkan 10% di katabolisme pada tubulus proksimal ginjal setelah
resorpsi albumin yang telah difiltrasi. Pada pasien sindrom nefrotik,
hipoalbuminemia merupakan manifestasi dari hilangnya protein dalam urin
yang berlebihan dan peningkatan katabolisme albumin.Hilangnya albumin
melalui urin merupakan konstributor yang penting pada kejadian
hipoalbuminemia.12
3. Edema
Terdapat beberapa teori yang menjelaskan tentang timbulnya edema pada
sindrom nefrotik.Underfilled theory merupakan teori klasik tentang
pembentukan edema. Teori ini berisi bahwa adanya edema disebabkan oleh
menurunnya tekanan onkotik intravaskuler dan menyebabkan cairan
merembes ke ruang interstisial.Adanya peningkatan permeabilitas kapiler
glomerulus menyebabkan albumin keluar sehingga terjadi albuminuria dan
hipoalbuminemia. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu fungsi vital dari
albumin adalah sebagai penentu tekanan onkotik. Maka kondisi
hipoalbuminemia ini menyebabkan tekanan onkotik koloid plasma
intravaskular menurun. Sebagai akibatnya, cairan transudat melewati
dinding kapiler dari ruang intravaskular ke ruang interstisial kemudian
timbul edema.12
4. Hiperkolesterolemia
Hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserid) dan lipoprotein serum
meningkat pada sindrom nefrosis. Hal ini dapat dijelaskan dengan
penjelasan antara lain yaitu adanya kondisi hipoproteinemia yang
merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, termasuk lipoprotein.
Selain itu katabolisme lemak menurun karena terdapat penurunan kadar
lipoprotein lipase plasma, sistem enzim utama yang mengambil lemak dari
plasma.12

Diangnosis

indrom nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang ditandai dengan gejala:12

1. Proteinuria masif (> 40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio


protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik ≥ 2+)
2. Hipoalbuminemia < 2,5 g/dl
3. Edema
4. Dapat disertai hiperkolesterolemia > 200 mg/dl

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan, antara lain:12

1. Urinalisis. Biakan urin hanya dilakukan bila didapatkan gejala klinis yang
mengarah kepada infeksi saluran kemih.
2. Protein urin kuantitatif, dapat menggunakan urin 24 jam atau rasio 3
Konsensus Tata Laksana Sindrom Nefrotik Idiopatik Pada Anak – Edisi
kedua protein/kreatinin pada urin pertama pagi hari.
3. Pemeriksaan darah
- Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit,
trombosit, hematokrit, LED)
- Albumin dan kolesterol serum
- Ureum, kreatinin serta klirens kreatinin dengan cara klasik atau
dengan rumus Schwartz Kadar komplemen C3; bila dicurigai lupus
eritematosus sistemik
- Pemeriksaan ditambah dengan komplemen C4, ANA (anti nuclear
antibody), dan anti ds-DNA

Tatalaksana

Pada SN pertama kali, sebaiknya dirawat di rumah sakit dengan tujuan


untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diit, penanggulangan
edema, Memulai pengobatan steroid, dan edukasi orangtua. Sebelum pengobatan
steroid dimulai, dilakukan pemeriksaan uji Mantoux. Bila hasilnya positif diberikan
profilaksis INH bersama steroid, dan bila ditemukan tuberkulosis diberi obat anti
tuberkulosis (OAT). Perawatan pada SN relaps hanya dilakukan bila disertai edema
anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat, gagal ginjal,
atau syok. Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan aktivitas disesuaikan dengan
kemampuan pasien. Bila edema tidak berat anak boleh sekolah. 12

Diitetik

Pemberian diit tinggi protein tidak diperlukan bahkan sekarang dianggap


kontraindikasi karena akan menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa
metabolisme protein (hiperfiltrasi) dan menyebabkan terjadinya sklerosis
glomerulus. Jadi cukup diberikan diit protein normal sesuai dengan RDA (
recommended daily allowances ) yaitu 2 g/kgBB/hari. Diit rendah protein akan
menyebabkan malnutrisi energi protein (MEP) dan hambatan pertumbuhan anak.
Diit rendah garam (1-2 g/hari) hanya diperlukan selama anak menderita edema.12

Diuretik

Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. Biasanya diberikan loop
diuretic seperti furosemid 1-2 mg/kgBB/hari, bila perlu dikombinasikan dengan
spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-3 mg/kgBB/hari.
Pada pemakaian diuretik lebih lama dari 1-2 minggu perlu dilakukan pemantauan
elektrolit darah (kalium dan natrium). Bila pemberian diuretik tidak berhasil
mengurangi edema (edema refrakter), biasanya disebabkan oleh hipovolemia atau
hipoalbuminemia berat (kadar albumin ≤ 1 g/dL), dapat diberikan infus albumin
20-25% dengan dosis 1 g/kgBB selama 4 jam untuk menarik cairan dari jaringan
interstisial, dan diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2 mg/kgBB. Bila
pasien tidak mampu dari segi biaya, dapat diberikan plasma sebanyak 20
ml/kgBB/hari secara perlahan-lahan 10 tetes/menit untuk mencegah terjadinya
komplikasi dekompensasi jantung. Bila diperlukan, albumin atau plasma dapat
diberikan selang-sehari untuk memberikan kesempatan pergeseran cairan dan
mencegah overload cairan. Pemberian plasma berpotensi menyebabkan penularan
infeksi hepatitis, HIV, dan lain lain. Bila asites sedemikian berat sehingga
mengganggu pernapasan dapat dilakukan pungsi asites berulang.12

Antibiotik profilaksis

Di beberapa negara, pasien SN dengan edema dan asites diberikan antibiotic


profilaksis dengan penisilin oral 125-250 mg, 2 kali sehari, sampai edema
berkurang. Di Indonesia tidak dianjurkan pemberian antibiotik profilaksis, tetapi
perlu dipantau secara berkala, dan bila ditemukan tanda-tanda infeksi segera
diberikan antibiotik. Biasanya diberikan antibiotik jenis amoksisilin, eritromisin,
atau sefaleksin.12
Imunisasi

Pasien SN yang sedang dalam pengobatan kortikosteroid atau dalam 6 minggu


setelah steroid dihentikan, hanya boleh mendapatkan vaksin mati. Setelah lebih dari
6 minggu penghentian steroid, dapat diberikan vaksin hidup. Pemberian imunisasi
terhadap Streptococcus pneumonia pada beberapa negara dianjurkan, tetapi karena
belum ada laporan efektivitasnya yang jelas, di Indonesia belum dianjurkan. Pada
orangtua dipesankan untuk menghindari kontak dengan pasien varisela. Bila terjadi
kontak dengan penderita varisela, diberikan profilaksis dengan immunoglobulin
varicella-zoster , dalam waktu kurang dari 72 jam. Bila tidak memungkinkan dapat
diberikan suntikan dosis tunggal imunoglobulin intravena. Bila sudah terjadi infeksi
perlu diberikan obat asiklovir dan pengobatan steroid sebaiknya dihentikan
sementara.12

Pengobatan dengan kortikosteroid

Kortikosteroid merupakan pengobatan SN idiopatik pilihan pertama, kecuali bila


ada kontraindikasi. Dapat diberikan prednison atau prednisolon.13

a. Pengobatan inisial
Sesuai dengan anjuran ISKDC (International Study on Kidney Diseases in
Children) pengobatan inisial SN dimulai dengan pemberian prednison dosis
penuh (full dose) 60 mg/m2 LPB/hari atau 2 mg/kgBB/hari (maksimal 80
mg/hari), dibagi 3 dosis, untuk menginduksi remisi. Dosis prednison
dihitung sesuai dengan berat badan ideal (berat badan terhadap tinggi
badan). Prednison dosis penuh inisial diberikan selama 4 minggu. Setelah
pemberian steroid 2 minggu pertama, remisi telah terjadi pada 80% kasus,
dan remisi mencapai 94% setelah pengobatan steroid 4 minggu. Bila terjadi
remisi pada 4 minggu pertama, maka pemberian steroid dilanjutkan dengan
4 minggu kedua dengan dosis 40 mg/m2 LPB (2/3 dosis awal) secara
alternating (selang sehari), 1 kali sehari setelah makan pagi. Bila setelah 4
minggu pengobatan steroid dosis penuh, tidak terjadi remisi, pasien
dinyatakan sebagai resisten steroid.13
b. Pengobatan relaps
Meskipun pada pengobatan inisial terjadi remisi total pada 94% pasien,
tetapi sebagian besar akan mengalami relaps (60-70%) dan 50% di
antaranya mengalami relaps sering.Diberikan prednison dosis penuh sampai
remisi (maksimal 4 minggu) dilanjutkan dengan prednison dosis alternating
selama 4 minggu. Pada SN yang mengalami proteinuria ≥ 2+ kembali tetapi
tanpa edema, sebelum dimulai pemberian prednison, terlebih dulu dicari
pemicunya, biasanya infeksi saluran nafas atas. Bila ada infeksi diberikan
antibiotik 5-7 hari, dan bila setelah pemberian antibiotik kemudian
proteinuria menghilang tidak perlu diberikan pengobatan relaps. Bila sejak
awal ditemukan proteinuria ≥ 2+ disertai edema, maka didiagnosis sebagai
relaps dan diberikan pengobatan relaps.13
c. Pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid
Dahulu pada SN relaps sering dan dependen steroid segera diberikan
pengobatan steroid alternating bersamaan dengan pemberian siklofosfamid
(CPA), tetapi sekarang dalam literatur ada 4 opsi:
1. Dicoba pemberian steroid jangka panjang
2. Pemberian levamisol
3. Pengobatan dengan sitostatik
4. Pengobatan dengan siklosporin (opsi terakhir)
Selain itu, perlu dicari fokus infeksi, seperti tuberkulosis, infeksi di gigi,
atau kecacingan.13
BATASAN :
- Remisi. : proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2 LPB/jam) 3
hari berturut-turut dalam 1 minggu
- Relaps. : proteinuria ≥ 2+ (proteinuria >40 mg/m2 LPB/jam) 3 hari
berturut-turut dalam 1 minggu
- Relaps jarang. : relaps kurang dari 2 x dalam 6 bulan pertama setelah
respons awal atau kurang dari 4 x per tahun pengamatan
- Relaps sering. (frequent relaps): relaps ≥ 2 x dalam 6 bulan pertama setelah
respons awal atau ≥ 4 x dalam periode 1 tahun
- Dependen steroid. : relaps 2 x berurutan pada saat dosis steroid diturunkan
(alternating) atau dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan
- Resisten steroid. : tidak terjadi remisi pada pengobatan prednison dosis
penuh (full dose) 2 mg/kgbb/hari selama 4 minggu.
- Sensitif steroid. : remisi terjadi pada pemberian prednison dosis penuh
selama 4 minggu13

Komplikasi13

1. Infeksi sekunder
2. Syok
3. Thrombosis vaskuler
4. Malnutrisi atau kegagalan ginjal
5. Gangguan pertumbuhan

Prognosis

Prognosis SN tergantung dari kelainan histopatologiknya. Umunya SN


dengan kelainan minimal (SNKM) yang sensitive dengan kostekosteroid
mempunyai prognosis baik, sedangkan SN dengan kelainan Histopatologik
lain seperti bentuk Focal Glomerulosclerosis, Membranoproliferative
glomerulonefritis mempunyai prognosis kurang baiuk karena sering
mengalami kegagalan ginjal. 13

GNAPS (GLOMERULONEFRITIS AKUT PASCA STREPTOKOKUS)

Definisi

Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal


terhadap bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi
kuman streptococcus.Glomerulonefritis akut pasca streptokokus (GNAPS)
merupakan sindrom nefritik akut yang ditandai dengan timbulnya hematuria,
edema, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal (azotemia). Gejala tersebut
timbul setelah infeksi bakteri Streptokokus beta hemolitikus grup A di saluran
nafas bagian atas atau di kulit.14
Etiologi

Dinegara Berbagai kemungkinan penyebab GN antara lain: adanya zat yang


berasal dari luar yang bertindak sebagai antigen (Ag), rangsangan autoimun,
dan induksi pelepasan sitokin/ aktifasi komplemen lokal yang menyebabkan
kerusakan glomerular. 14

Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul


setelah infeksi saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman
Streptokokus beta hemolitikus grup A tipe 1, 3, 4, 12, 18, 25, 49. Sedang tipe
2, 49, 55, 56, 57 dan 60 menyebabkan infeksi kulit 8-14 hari setelah infeksi
streptokokus, timbul gejala-gejala klinis. Infeksi kuman streptokokus beta
hemolitikus ini mempunyai resiko terjadinya glomerulonefritis akut paska
streptokokus berkisar 10-15%.14

Ada beberapa penyebab glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering


ditemukan disebabkan karena infeksi dari streptokokus, penyebab lain
diantaranya:14

a. Bakteri : streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus Viridans,


Gonococcus, Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae, Staphylococcus albus,
Salmonella typhi dll
b. Virus : hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza,
parotitis epidemika dl
c. Parasit : malaria dan toksoplasma.
Prevalensi

GNAPS tercatat sebagai penyebab penting terjadinya gagal ginjal, yaitu


terhitung 10 – 15% dari kasus gagal ginjal di Amerika Serikat. GNAPS dapat
muncul secara sporadik maupun epidemik terutama menyerang anak-anak atau
dewasa muda pada usia sekitar 4-12 tahun dengan puncak usia 5-6 tahun. Lebih
sering pada laki-laki daripada wanita dengan rasio 1,7-2 : 1. Tidak ada
predileksi khusus pada ras ataupun golongan tertentu.14
GNAPS dapat terjadi pada semua kelompok umur, namun tersering
pada golongan umur 5-15 tahun, dan jarang terjadi pada bayi.Suku atau ras
tidak berhubungan dengan prevelansi penyakit ini, tapi kemungkinan
prevalensi meningkat pada orang yang sosial ekonominya rendah, sehingga
lingkungan tempat tinggalnya tidak sehat.14
Patofisiologi

Mekanisme yang terjadi pada GNAPS adalah suatu proses kompleks


imun dimana antibodi dari tubuh akan bereaksi dengan antigen yang beredar
dalam darah dan komplemen untuk membentuk suatu kompleks imun.
Kompleks imun yang beredar dalam darah dalam jumlah yang banyak dan
waktu yang singkat melekat pada kapiler-kapiler glomerulus dan terjadi
perusakan mekanis melalui aktivasi sistem komplemen, reaksi peradangan dan
mikrokoagulasi.14
Sebenarnya bukan sterptokokus yang menyebabkan kerusakan pada
ginjal. Diduga terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen
khusus yang merupakan unsur membran plasma streptokokal spesifik.
Terbentuk kompleks antigen-antibodi didalam darah dan bersirkulasi kedalam
glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam
membran basalis. Selanjutnya komplemen akan terfiksasi mengakibatkan lesi
dan peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit
menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak
endothel dan membran basalis glomerulus (IGBM).Sebagai respon terhadap
lesi yang terjadi, timbul proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel
mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel.Semakin meningkatnya kebocoran
kapiler gromelurus menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke
dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan
hematuria. 14
Gambaran Klinis

Lebih dari 50 % kasus GNAPS adalah asimtomatik. Kasus klasik atau


tipikal diawali dengan infeksi saluran napas atas dengan nyeri tenggorok dua
minggu mendahului timbulnya sembab. Periode laten ratarata 10 atau 21 hari
setelah infeksi tenggorok atau kulit. Hematuria dapat timbul berupa gross
hematuria14

Gross hematuria terjadi pada 30-50 % pasien yang dirawat. Variasi lain
yang tidak spesifik bisa dijumpai seperti demam, malaise, nyeri, nafsu makan
menurun, nyeri kepala, atau lesu. Pada pemeriksaan fisis dijumpai hipertensi
pada hampir semua pasien GNAPS, biasanya ringan atau sedang. Hipertensi
pada GNAPS dapat mendadak tinggi selama 3-5 hari. Setelah itu tekanan darah
menurun perlahan-lahan dalam waktu 1-2 minggu. Edema bisa berupa wajah
sembab, edem pretibial atau berupa gambaran sindrom nefrotik. Asites
dijumpai pada sekitar 35% pasien dengan edem. Bendungan sirkulasi secara
klinis bisa nyata dengan takipne dan dispne. Gejala gejala tersebut dapat
disertai oliguria sampai anuria karena penurunan laju filtrasi glomerulus
(LFG).14

Diangsosis

1. Anamnesis15
1) Riwayat infeksi saluran pernapasan 1 – 2 minggu sebelumnya atau
infeksi kulit (pioderma) 3 – 6 minggu sebelumnya
2) Hematuria makroskopis atau sembab (edema) di kedua kelopak mata
dan tungkai
3) Pada stadium lebih lanjut, dapat ditemukan komplikasi kejang,
penurunan kesadaran (ensepalopati hipertensi), gagal jantung, atau
edema paru
4) Oliguria atau anuria akibat gagal ginjal atau gagal jantung.

2. Pemeriksaan Fisik15
1) Sering ditemukan edema di kedua kelopak mata dan tungkai dan
hipertensi
2) Dapat ditemukan lesi bekas infeksi di kulit
3) Jika terjadi ensefalopati, pasien dapat mengalami penurunan kesadaran
dan kejang
4) Pasien dapat mengalami gejala-gejala hipervolemia seperti gagal
jantung dan edema paru.

3. Pemeriksaan Penunjang15
1) Urinalisis menunjukkan proteinuria, hematuria, dan adanya silinder
eritrosit
2) Kreatinin dan ureum darah umumnya meningkat
3) Anti Streptolisin O (ASTO) meningkat pada 75% – 80% kasus
4) Komplemen C3 menurun pada hampir semua pasien pada minggu
pertama
5) Jika terjadi komplikasi gagal ginjal akut, didapatkan hiperkalemia,
asidosis metabolik, hiperfosfatemia, dan hipokalsemia.

Gambaran Laboratorium

Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4),


hematuria makroskopik ditemukan hampir pada 50% penderita, kelainan
sedimen urine dengan eritrosit disformik, leukosituria serta torak selulet,
granular, eritrosit (++), albumin (+), silinder lekosit (+) dan lain-lain.
Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda
gagal ginjal seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan
hipokalsemia. Kadang-kadang tampak adanya proteinuria masif dengan
gejala sindroma nefrotik. Komplomen hemolitik total serum (total
hemolytic comploment) dan C3 rendah pada hampir semua pasien dalam
minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun sedikit, sedangkan
kadar properdin menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut menunjukkan
aktivasi jalur alternatif komplomen.15
Penurunan C3 sangat mencolok pada pasien glomerulonefritis akut
pascastreptokokus dengan kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140
mg.dl). Adanya infeksi streptokokus harus dicari dengan melakukan biakan
tenggorok dan kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberi
antimikroba. Beberapa uji serologis terhadap antigen sterptokokus dapat
dipakai untuk membuktikan adanya infeksi, antara lain antisterptozim,
ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B.15
Diagnosis banding

Diagnosis banding GNAPS adalah kondisi-kondisi lain yang


menyebabkan hematuria (tabel 1). Secara umum heamturia dapat dibedakan
menjadi hematuria glomerular dan ekstra-glomerular.Pada hematuria
glomerular, urine berwarna merah, kadang kecoklatan, sering ditemukan
eritrosit dismorfik, dan sering disertai proteinuria >500 mg/hari. Sedangkan
pada hematuria ekstra-glomerular, urine berwarna merah atau merah muda,
morfologi eritrosit normal, dan silinder eritrosit tidak selalu ada. 15
Tabel 1. Diagnosis banding hematuria pada anak15
Hematuria Glomerular Hematuria ekstra-Glomerular

Isolated renal disease  Kelainan anatomis :


 Nefropati IgA hidronefrosis, penyakit ginjal
 GN pasca-infeksi (contoh : kistik, tumor
GN-pasca streptokokus)  Kristaluria : kalsium, oksalat,
 Nefropati membran basal asam urat
glomerulus tebal  Urolitiasis
 Sindrom Alport (Nefritis  Trauma
herediter)  Latihan fisik berat
 Nefropati membranosa  Tubulointerstitial ginjal :
Penyakit Multisistem pielonefritis, nefritis
interstitial, nekrosis tubular
 Nefritis purpura Henoch-
akut
Schonlein
 Inflamasi (infeksi maupun
 Sindrom uremia-hemolitik
noninfeksi) : sistitis, uretritis
 Glomerulopati sel sabit
 Nefropati HIV  Vaskular : trombosis
 Nefritis lupus eritematosis arteri/vena, malformasi
sitemik vaskular
 Granulomatosis Wegener  Hemoglobinopati
 Nodosa poliarteritis  koagulopati
 Sindrom Goodpasture

Penatalaksanaan

a) Medikamentosa15
 Antibiotik untuk eradikasi bakteri : amoxicillin 50 mg/kgBB/hari
IV atau bila kondisi sudah baik dapat diberikan oral dibagi dalam
3 dosis selama 10 hari. Bila anak alergi dapat digunakan
eritromisin 30 mg/kgBB/hari IV atau bila kondisi sudah baik dapat
diberikan oral dibagi dalam 3 dosis.
 Diuretik apabila disertain retensi cairan dan hipertensi, obat yang
digunakan adalah Furosemid 1 mg/kgBB/kali IV.
 Obat hipertensi dapat dipertimbangkan bila disertai hipertensi
b) Suportif15
 Tirah baring
 Diet nefritik, yaitu diet rendah protein dan rendah garam apabila
terjadi penurunan fungsi ginjal dan retensi cairan. Tatalaksana
suportif lainnya disesuaikan dengan komplikasi yang ada (gagal
ginjal, ensefalopati hipertensif, gagal jantung, edema paru).
 Mengatasi kelainan elektrolit dan metabolik yang terjadi.
c) Pemantauan15
Pemantauan yang dilakukan adalah pemantauan volume urine dan balance
cairan. Pemantauan pengobatan dilakukan terhadap komplikasi yang
terjadi karena dapat mengaibatkan kematian. Pada kasus yang berat,
pemantauan tanda vital berkala diperlukan untuk memantau kemajuan
pengobatan. Fungsi ginjal diharapkan akan membaik dalam 1 minggu dan
menjadi normal dala 3 – 4 minggu. Komplemen serum akan menjadi
normal dalam 6 – 8 minggu. Tetapi kelainan sedimen urine dapat terlihat
selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Selama komplemen C3 belum
pulih dan hematuria mikroskopis belum hilang, pasien harus dipantau
dengan seksama, karena masih ada kemungkinan terjadinya pembentukan
glomerulosklerosis dan gagal ginjal kronik.
Komplikasi
a. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagian
akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi
ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia.
Walau oliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun
bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan.15
b. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena
hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah
dan kejang-kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan
anoksia dan edema otak.15
c. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah,
pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja
disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh
bertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas dan terjadi gagal
jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.
d. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis
eritropoetik yang menurun.15

Prognosis

Berbagai faktor memegang peran dalam menetapkan prognosis


GNAPS antara lain umur saat serangan, derajat berat penyakit, galur
streptokukus tertentu, pola serangan sporadik atau epidemik, tingkat penurunan
fungsi ginjal dan gambaran histologis glomerulus. Anak kecil mempunyai
prognosis lebih baik dibanding anak yang lebih besar atau orang dewasa oleh
karena GNAPS pada dewasa sering disertai lesi nekrotik glomerulus.
Perbaikan klinis yang sempurna dan urin yang normal menunjukkan prognosis
yang baik. Insiden gangguan fungsi ginjal berkisar 1-30%. Kemungkinan
GNAPS menjadi kronik 5-10 %; sekitar 0,5-2% kasus menunjukkan penurunan
fungsi ginjal cepat dan progresif dan dalam beberapa minggu atau bulan jatuh
ke fase gagal ginjal terminal.18 Angka kematian pada GNAPS bervariasi
antara 0-7 %. 15

Melihat GNAPS masih sering dijumpai pada anak, maka penyakit ini
harus dicegah karena berpotensi menyebabkankerusakan ginjal. Pencegahan
dapat berupa perbaikan ekonomi dan lingkungan tempat tinggal, mengontrol
dan mengobati infeksi kulit. Pencegahan GNAPS berkontribusi menurunkan
insiden penyakit ginjal dan gagal ginjal di kemudian hari.15

Perspektif islam

Perspektif Islam berdasarkan skenario

1. “Sesungguhnya Allah Ta’ala itu baik (dan) menyukai kebaikan, bersih (dan)
menyukai kebersihan, mulia (dan) menyukai kemuliaan, bagus (dan) menyukai
kebagusan. Oleh sebab itu, bersihkanlah lingkunganmu”. (HR. At- Tirmidzi)
2. ”Agama Islam itu adalah agama yang bersih atau suci, maka hendaklah kamu
menjaga kebersihan. Sesungguhnya tidak akan masuk surga kecuali orang-
orang yang suci”.
(HR. Baihaqiy)

Isi Kandungan hadis

1. Bahwasanya Allah swt adalah zat yang baik, bersih, mulia, dan bagus. Karena
Allah swt menyukai hal-hal yang demikian. Sebagai umat Islam, maka kamu
harus memiliki sifat yang demikian pula terutama dalam hal kebersihan
lingkungan tempat tinggal.
2. Agama Islam adalah agama yang lurus dan bersih dari ajaran kesesatan. Dengan
demikian pemeluk agama Islam harus memiliki pola perilaku yang bersih dan
hati yang suci dari perkara hawa nafsu. Sebab seseorang yang demikian
dijanjikan oleh Allah swt akan masuk surga.
DAFTAR PUSTAKA

1. Bagian Anatomi.2016. Anatomi umum dan Colli Facialis.Fakultas


Kedokteran Universitas Hasanuddin
2. PaulsenF.& J. Waschke. Sobotta Atlas Anatomi Manusia: Anatomi Umum
dan Muskuloskeletal. Penerjemah : Brahm U. Penerbit. Jakarta : EGC
3. Sherwood, Lauralee. 214. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 8.
Jakarta : EGC.
4. Guyton, Hall JE. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. Jakarta
: EGC
5. Janqueira, LC, Carnerio J. 2007. Histologi Dasar. Edisi 10. Jakarta : EGC

6. Murray, RK. 2014. Biokimia Harper. Edisi 29. Jakarta: EGC


7. Modul Bengkak.Blok Mekanisme Dasar Penyakit. Universitas Haluoleo
Kendari. 2011
8. Wirya IW. Sindrom Nefrotik. In: Buku Ajar Nefrologi: Ikatan Dokter Anak
Indonesia; 2004.p. 385-9.
9. Safaei A, Maleknejad S. Spectrum of childhood nephrotic syndrome in Iran:
a single center study. Indian Journal of Nephrology. 2009; 19(3): 87-90.
10. Irawanto Eko. 2017. Buku Manual Keterampilan Klinik Topik Keterampilan
Pemeriksaan Kulit. Fakultas Kedokteran. Universitas Sebelas Maret.
Halaman 15 -3

11. anak, D. i. (2013). Standar pelayanan medik kesehatan anak. Makassar:


Fakultas kedokteran Unhas.

12. Kharisma, Yuktiana. 2017. Sindroma Nefrotik. Bandung : Fakultas


Kedokteran Universitas Muslim Bandung

13. Konsensus Tatalaksana Sindrom Nefrotik Pada Anak. Edisi kedua. 2012.
Jakarta : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.

14. Wiguno .P, et al. Glomerulonefritis, Ilmu Penyakit Dalam II. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI. 2009
15. Davis ID, Avner ED. Glomerulonephritis associated with infections.
Dalam: Kliegman RM, Stanton BM, Geme J, Schor N, Behrman RE,
penyunting. Nelson’s of Pediatrics. Edisi ke-19. Philadelphia: Elsevier
Saunders. 2011.
16. Pedoman interpretasi data klinik. Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia 2011

Anda mungkin juga menyukai