SILAHKAN MENGAMBIL TEMPAT YANG SUDAH DISEDIAKAN, DAN NIKMATI MENU YANG KAMI SAJIKAN
>Lupakan sejenak MISTERI ANAK-ANAK PAK JAWI, karena cerita kali ini akan sedikit
berbeda.
>Open Minded! Tidak ada niatan Saya untuk menyinggung agama dan suku tertentu
>Berbeda dengan thread sebelumnya, kali ini mungkin Saya tidak bisa update tiap hari,
>Mohon tidak menanggapi komentar yang bersifat ngerusuh, komentar negatif, kritik
membangun dan kritik pedas, karena itu ditujukan buat saya. Cukup saya saja yang
menerima
Akhirnya kesampaian juga buat nulis di Kaskus lagi, semoga tulisan Saya tidak membuat
agan dan sista bosan.
Beberapa yang perlu diperhatikan sebelum membaca
Q: Kok cara nulisnya aneh, mirip penulis misteri anak -anak pak jawi, agan siapa nya?
A: Ane pak jawi nya gan
Q: Kentang gan
A: Enak gan
>Saya bukan penulis, jadi tidak paham aturan penulisan yang baik. Jika ada cacat pada
>Bagus tidaknya tulisan ini sangat dipengaruhi oleh selera agan, tidak suka tema atau
genre, tidak suka teknik atau gaya penulisan saya, bahkan tidak suka sama saya itu
>Kisah Nyata atau Fiksi????? Saya sarankan agan menganggapnya Fiksi, dengan begitu
agan tidak merasa dibohongi, saya pun tidak merasa berdosa.
Terakhir... silahkan tinggalkan komentar yang baik ya gan, saya lebih suka baca
komentar pembaca daripada dapat cendol. Dan Saya Daniel Ahmad mengucapkan, selamat
membaca.
JANUARI 20XX
"SIAAAAAAAL"
Ini sudah tengah malam, tapi mulut ini tidak bisa diam. Meluapkan
amarah dengan kata-kata kasar, meskipun Saya tahu tidak akan ada yang
mendengar. Umpatan demi umpatan mengiringi setiap barang yang saya
kemas ke dalam tas hitam besar. Percayalah.... packing tidak pernah se
horror ini.
"DIAAAAAAAM!!!"
Ada alasan kenapa kamar ini berantakan, dan alasannya ada di balik
pintu itu. Siapa pun dia, yang dari tadi mengetuk pintu kamar dengan
sangat pelan tapi memaksa saya untuk bertindak sangat cepat.
"Tai! Ini semua salah Gue! Kalau saja gue gak pergi dari rumah, kalau
saja Gue dengerin nasehat mereka, kalau saja....."
"ANJ***********************NG!!!!"
Tangan ini masih sibuk mengemasi pakaian, buku, dan barang-barang yang
akan Saya bawa pulang. Biasanya kemanapun Saya akan pergi, packing
tidak pernah selama ini. Tapi kali ini Saya harus memastikan tidak ada
satupun yang ketinggalan, karena Saya tidak akan pernah kembali ke
tempat ini lagi
TIDAK AKAN
KREEEEEEEEK
Suara pintu terbuka pelan, degup jantung yang beradu cepat, membuat
saya sejenak menahan nafas, dan saat pintu kamar terbuka lebar......
Ini adalah kesempatan Saya.... segera Saya berlari menuruni tangga dan
bergegas mengeluarkan motor yang ada di ruang tamu. Rasa takut
bercampur lega karena akhirnya saya akan pergi dari tempat terkutuk
ini, layaknya terusir dari rumah sendiri.
Motor saya sudah di teras rumah, sebelum menutup pintu kontrakan saya
sempatkan melihat untuk terakhir kalinya, ruangan dapur yang gelap....
dan Handy cam Saya yang tergeletak di lantai... tidak sedikitpun ada
niatan untuk mengambilnya, karena saya sama sekali tidak ingin tahu
apa isinya.
KREK
Dengan ditutupnya pintu kontrakan ini, maka secara resmi saya bukan
penghuninya lagi. Saya letakkan kunci kontrakan di atas pintu, dan
segera pergi.
Tempat terkutuk dimana Saat ini saya menaruh semua rasa benci, dan
bersumpah tidak akan pernah menginjakkan kaki di sana lagi.
30 Desember 20XX
23.00 WIB
"Terima Kasih"
Ucap SPG mini market yang tersenyum dengan make up tebal di wajahnya.
Heran, untuk membeli rokok saja saya harus dicerca banyak sekali
pertanyaan. Inovasi marketing, malah jadi Annoying.
"Termasuk saya"
Satu blok sudah Saya lewati. Tinggal satu tikungan lagi saya sampai di
Jalan Kertajaya dimana kontrakan Saya berada. Ini adalah hari kedua
Saya menempati kontrakan kecil di ujung pertigaan itu, Sebuah rumah
lantai dua dengan dua kamar tidur, satu kamar mandi, lengkap dengan
dapur. Semua itu sudah cukup untuk hunian seorang mahasiswa bujang
seperti saya.
Harga yang terjangkau dan lokasi yang strategis adalah alasan utama
saya memilih kontrakan tersebut. Memang Kontrakan saya jauh dari
kampus dan pusat keramaian, yang mana adalah tempat yang pas untuk
bersantai. Selain itu kontrakan kecil ini juga bersebelahan dengan
sebuah restoran, bangunan klasik dengan cat merah dan tulisan hitam
berbunyi....
BATAVIA RESTAURANT
KRING....
"Selamat datang"
Seorang Waitress cantik berambut coklat yang masih belia menyapa Saya,
dia berbaik hati mengantarkan saya ke meja kosong di dekat jendela.
Senang rasanya karena masih ada meja yang kosong, meskipun gadis ini
kurang ramah dalam melayani. Bahasa nya sih sopan, tapi diucapkan
tanpa senyuman bahkan tanpa ekspresi.
Itu yang ada di pikiran Saya melihat wajahnya yang pucat. Waitress itu
mempersilahkan Saya duduk dan memberikan sebuah Daftar Menu. Saya
berikan sebuah senyuman kecil sebagai tanda terimakasih. Perut lapar
ini setuju untuk tidak pilih-pilih makanan, jadi apapun menu nya tidak
akan jadi masalah, yang penting kenyang. Akhirnya Saya pun memesan....
Waitress itu mencatat semua pesanan Saya, segera setelah saya berikan
daftar menunya kembali, dia pun pergi. Sembari menunggu pesanan
datang, saya mengecek kelengkapan barang barang yang saya beli
barusan. Saya tidak mau berjalan dua blok lagi hanya karena ada
sesuatu yang ketinggalan.
Iseng tapi niat, saya mencoba merekam untuk pertama kalinya, tidak
peduli saran di buku petunjuk yang mewajibkan mengisi penuh baterai
terlebih dahulu. Cukup dengan power bank, masalah teratasi. Tapi
sekarang muncullah masalah baru. Kemanapun saya arahkan lensa kamera
ini, tidak ada gambar apapun yang muncul di layar, hanya tulisan merah
berbunyi "REC" pertanda Handy cam ini mulai merekam. Tapi itu tidak
lama, karena sekarang Handy cam ini mati total.
"Hati-hati mbak"
Seru Saya yang tidak sedikitpun direspon dengan kata Maaf. Wajahnya
pun tidak menunjukkan rasa bersalah, dengan tenang dia mengelap
tumpahan kopi tersebut. Kejadian ini membuat Kesan pertama Batavia
jadi buruk di mata Saya. Tapi... luka bakar di pergelangan gadis ini
membuat Saya sedikit memakluminya. Luka bakar yang kelihatannya masih
baru itu, tertutupi oleh seragam waitress lengan panjangnya yang
berwarna merah.
"Mungkin luka nya masih terasa sakit hingga kesulitan membawa nampan"
Nasi Goreng Sambal Ijo. Tidak seperti namanya, warna Nasi goreng ini
masih sama dengan nasi goreng lainnya. Hanya saja rasanya......
"Eh??"
Rasanya benar-benar beda. Nasi goreng adalah menu favorit saya, tapi
dari semua yang pernah saya makan, Nasi goreng di restoran inilah yang
paling lezat. Tidak banyak toping yang merusak rasa, kokinya fokus
pada bumbu dan saus yang melebur nikmat di lidah saya. Tidak ada satu
pun cabe rawit ataupun sambal uleg, karena rasa pedasnya adalah bagian
dari bumbu, sumpah, MANTAP!
Saya tidak pernah makan selahap ini di tempat umum, apalagi kalau
sedang ramai. Tapi kali ini masa bodo! Saya bahkan ingin nambah satu
porsi lagi. Di sela-sela sibuknya mengunyah makanan, saya perhatikan
keadaan di sekitar. Bapak-bapak, Ibu-ibu, beberapa orang remaja, dan
bahkan anak-anak kecil pun terlihat asyik dan hanyut dalam topik
perbincangan masing-masing. Semuanya berpakaian rapi layaknya pegawai
kantoran, pengusaha besar dan politikus.
Pikir Saya sambil meneguk jus apel tanpa susu yang Saya pesan barusan.
Saya bisa mengerti kalau restoran ini banyak diminati, tapi yang tidak
bisa saya mengerti adalah ...... tidak satupun dari pengunjung ini
yang sedang menyantap pesanan mereka. Semuanya hanya sibuk bercakap
dan bersenda gurau satu sama lain, dan membiarkan piring serta gelas
di depannya itu diam tak tersentuh. Anak-anak kecil yang sedang
bermain kejar-kejaran itu pun tampak tidak peduli dengan permen dan
coklat yang mereka pegang.
Bukan cuma itu, Saya tidak lagi melihat ada Waitress dan pelayan lain
di restoran ini. Gadis yang tadi melayani Saya pun tidak keluar lagi
dari ruangan itu, bahkan kalau diingat-ingat dia sama sekali tidak
Tidak berapa lama kemudian selesai sudah hidangan tengah malam Saya.
Saya pun mengemasi barang belanjaan dan menuju ke meja kasir berharap
ada seseorang yang bisa saya panggil. Tapi sesampainya disana, tidak
seorang pun yang datang menjawab panggilan Saya. Padahal pintu ruangan
di samping meja kasir itu masih terbuka
Saya mulai kesal hingga terpikir untuk jadi kriminal. Tapi Saya sadar
kalau masih punya Moral. Akhirnya Saya pun tolah-toleh mencari papan
menu, agar Saya tahu berapa total harga pesanan Saya. Tapi anehnya,
papan menu yang digantung di atas tempat cuci tangan itu KOSONG! Sama
sekali tidak ada daftar makanan dan minuman di sana. Saya semakin
kesal. Segera saya keluarkan uang kertas lima puluh ribu dan Saya
letakkan di atas meja kasir dengan penuh amarah. Suara meja yang saya
pukul itu tidak begitu nyaring terdengar karena tertutupi oleh riuh
nya suara pelanggan. Tapi tiba-tiba...
TENG...................... TENG.....................
TENG.............................
Denting itu berasal dari jam tua yang berada di depan saya, tepatnya
di samping meja kasir, jam tua yang terbuat dari kayu itu, kacanya
mulai retak dan jarum panjangnya yang menunjuk ke angka dua belas pun
patah. Tapi bunyi denting ini terdengar keras sekali, cukup mengerikan
untuk suasana restoran yang sedang sepi
"Eh, sepi???"
BRAK!
UUUUUUUURRRGGGWEEEKKKHHH......
Saya tidak tahu lagi harus merasakan apa, jijik, kasihan, takut?
Melihat orang-orang ini meronta kesakitan, bahkan anak-anak mereka pun
tergeletak tak berdaya. Semua itu menyadarkan saya kalau yang pertama
kali harus saya selamatkan adalah diri Saya sendiri. Kalau ini adalah
akibat makanan yang mereka makan, maka saya pun sedang berada dalam
situasi yang sama.
"Sial!"
Tubuh ini begidik melihat wajah bapak itu. Kulitnya putih pucat,
dengan lingkaran mata merah dan bola matanya yang memutih, urat di
leher mereka terlihat jelas menonjol keluar, dan bibir biru mereka
yang melepuh itu pun perlahan terbuka........ mereka berteriak, tapi
tidak ada suara yang terdengar. Rasa khawatir dan panik Saya pun
berubah menjadi rasa takut dan ngeri, tubuh Saya rekflek menjauhi
bapak ini, tapi saat saya perhatikan sekeliling restoran barulah saya
sadari semua pelanggan di ruangan ini mengalami kondisi yang sama.
BANG!
Saya banting pintu restoran dengan keras, lalu melihat sekeliling area
parkir dengan penuh harapan ada seseorang yang bisa saya mintai
bantuan. Tapi satu-satunya orang yang bisa Saya temukan hanyalah
seorang tukang parkir. Saya berlari menghampiri bapak bertubuh tinggi
besar yang sedang sibuk membereskan barang-barangnya itu, mungkin ini
sudah waktunya untuk pulang, tapi kedatangan Saya dengan wajah panik
ini berhasil menahan langkah tukang parkir tersebut.
"Pak tunggu!!"
Bapak itu memperhatikan Saya yang datang dengan panik dan tergesa-
gesa, beliau memberi Saya waktu untuk mengatur nafas lalu menjelaskan
semuanya.
"Tolong hubungi Ambulan Pak! Di dalam restoran itu, banyak orang yang
keracunan makanan, mereka muntah darah, kondisi mereka juga......"
Bapak itu menepuk pundak Saya, wajah seriusnya sama sekali tidak
tergurat rasa panik dan khawatir atas apa yang saya ceritakan barusan,
Malah dengan tenangnya, beliau menyuruh Saya berbalik ke arah restoran
di belakang Saya itu. Sedikit jengkel memang, karena bapak ini sudah
memotong penjelasan Saya dan apa yang Saya beritakan barusan seolah
tidak digubrisnya, Bapak ini sama sekali tidak peduli dengan apa yang
terjadi di restoran itu, dan setelah Saya menoleh ke belakang barulah
Saya tahu jawabannya.
"Sssss seeeriusss???"
Entah sejak kapan semua lampu di restoran itu mati, bahkan sama sekali
tidak ada tanda-tanda sedang buka. Tulisan merah digantung di jendela
kacanya yang berbunyi
CLOSE
Nasihat bapak itu tidak Saya hiraukan, mata ini masih memandangi pintu
masuk Batavia. Pintu dimana Saya keluar dari situasi mencekam orang-
orang yang sekarat itu. Selanjutnya saya tidak tahu lagi apakah itu
nyata atau hanya halusinasi. Tapi perut ini masih lantang berbunyi,
seolah sama sekali belum terisi. Apakah hidangan yang Saya nikmati di
dalam tadi nyata? ataukah semua rentetan kejadian itu hanyalah ilusi
semata? Tukang parkir ini melambaikan tangannya di depan wajah Saya,
berusaha menyelamatkan Saya dari lamunan panjang ini.
"Saya.... Saya masih waras kan pak? Apa yang Saya lihat dan ceritakan
tadi, itu benar-benar nyata, saya tidak bohong"
"Restoran itu selalu tutup pukul sebelas malam, Saya tidak tahu
bagaimana ceritanya sampean bisa masuk kesana. Dan saya juga tidak
tahu apa yang sudah sampean lihat di dalam Sana, sekarang sebaiknya
sampean pulang, setelah apa yang sampean alami barusan, tidak baik
masih berada di sekitar restoran"
Bapak ini benar. Saya pun tidak mau lama-lama berada di dekat restoran
angker ini. Tapi rumah kecil di samping restoran itu...... rumah
lantai dua dengan cat putih itu berada tepat di sebelah Batavia. Tidak
ada pagar ataupun gang yang memisahkan, hanya sebuah dinding tipis
yang menjadi batas. Saya memandangi rumah itu tanpa bisa menutupi
wajah gugup dan ketakutan, Tukang parkir ini pun menyadarinya. Dia pun
ikut memperhatikan. Angkat tiga dan delapan terpasang tepat di samping
pintu rumah itu, pintu yang sedang terkunci karena harus ditinggal
oleh pemiliknya, dan benda logam dengan gantungan kunci hitam di
tangan saya ini adalah Kunci rumah itu...... Ya! Rumah di samping
restoran itu adalah......
KONTRAKAN SAYA
Butuh waktu agar mata yang sudah terbuka ini bisa melihat dengan
jelas. Cahaya matahari pagi membakar sisa-sisa kotoran di mata,
memaksanya berkedip berkali-kali sampai akhirnya pandangan ini menjadi
jernih. Mengangkat badan terasa sangat mudah, tapi meninggalkan
pebaringan ini..... entah kenapa jauh lebih susah.
Saya ajak mata lemah ini berkenalan dengan kamar kontrakan yang baru
dua hari saya tempati. Dinding sebelah kiri yang penuh dengan poster
Rhoma Irama dan Liverpool, jendela kamar yang lupa saya tutup, entah
sudah berapa nyamuk yang mati semalam gara-gara kekenyangan menghisap
darah bujangan. Kemudian meja kerja dengan laptop yang masih dalam
kondisi stand by, di sebelahnya ada lemari baju berisi pakaian yang
selalu saya jaga kerapiannya karena mata manusia lebih cekatan menilai
penampilan daripada hati seseorang.
Terakhir adalah cermin yang di depan Saya. Dapat Saya lihat wajah
berantakan dengan rambut yang tiap helainya berlawanan arah, plester
di dahi Saya masih belum sempat Saya buka, ini adalah kenang-kenangan
dari kecelakaan kemarin. Dan gara-gara itu motor saya harus menginap
di bengkel selama satu hari satu malam, belum lagi wajah tampan ini
sekarang menjadi ternoda, kulitnya putih pucat, bibir biru yang
melepuh, dan mata besar dengan lingkaran merah di sekelilingnya....
UWAAAAAAAAAAAAAAAAAAH
Betapa senangnya Saya karena sekarang Handy cam ini sudah normal. Ini
pelajaran bagi Saya agar lain kali mau mematuhi buku manual, syukurlah
Saya tidak harus kembali ke tokonya untuk komplain. Tanpa pikir
panjang Saya pun mencoba untuk merekam.
REC.
Ada satu kamar di ruangan ini , tepatnya di dekat pintu masuk. Kamar
ini sama luasnya dengan kamar Saya di atas, hanya saja karena tidak
ditempati, Saya gunakan sebagai gudang. Semua barang yang belum sempat
saya tata ada di kamar ini, mulai dari lemari, meja dan televisi.
Sudah lima tahun lebih Saya tidak nonton TV, karena internet
memberikan lebih banyak informasi dan hiburan, sementara Televisi
hanya memberikan anak jalanan.
Ruangan kedua adalah dapur yang ukurannya jauh lebih luas daripada
ruang tamu. Bahkan kelihatannya terlalu mewah untuk rumah sekecil ini.
Di depan Saya ada meja panjang membentuk huruf "L" yang terbuat dari
beton dan keramik , dengan dua buah tempat cuci piring di setiap
sudutnya. Di tengah meja ada sebuah kompor yang lagi-lagi terlalu
besar untuk sebuah dapur rumahan. Di ujung kanan meja ada sebuah
lemari besar yang sejak kemarin tidak bisa terbuka karena kuncinya
hilang, sedangkan di ujung kirinya adalah tempat lemari es sebelum
Saya pindahkan ke ruang tamu. Bisa dikatakan dapur ini adalah satu-
satunya ruangan termegah di rumah ini, tempat yang pas untuk Saya
Ada satu hal yang sejak tadi menjadi pusat perhatian saya, hingga
sudah lebih satu menit lensa handycam ini diarahkan ke sana. Ke
dinding diatas kompor berada. Disana ada sebuah lubang ventilasi yang
memanjang dan tidak dilapisi kaca ataupun lubang penyaring udara.
Ventilasi itu menjadi titik penghubung antara dapur ini dengan
restoran sebelah.
Gumam Saya dalam hati, mengingat betapa dekatnya dapur ini dengan
restoran Batavia.
Jika suatu saat nanti saya kelaparan tengah malam, Saya lebih memilih
untuk cari makan di luar daripada harus memasak di dapur ini.
Membayangkan harus menghirup udara yang sama dengan Batavia membuat
saya teringat dengan kejadian semalam, dan itu cukup untuk membuat
nafsu makan saya hilang.
STOP
KREK!
Pintu kontrakan ini sudah sangat tua, tapi entah kenapa gagang dan
lubang kuncinya masih baru. Mungkin sengaja diperbaharui karena ada
yang ingin menempati. Saya mulai penasaran siapa yang tinggal disini
sebelumnya. Mungkinkah orang itu tahu tentang restoran ini,
hingga memilih untuk pindah?
Motor CBR berwarna merah putih itu tampak sedang mejeng di depan
bengkel, Bodynya yang mulus mengkilat seolah sedang menyapa Saya dan
berkata...
“Halo Sob!”
“Halo Viki!”
Kami memulai basa basi wajib sebelum masuk ke pembahasan inti tentang
kondisi motor Saya. Jadi ceritanya, dua hari yang lalu saya dengan
sadar menabrak rombong pedagang kaki lima karena menghindari anak SD
yang tiba-tiba melintas.Hasilnya? Luka lecet di tangan, kaki, dahi dan
juga biaya ganti rugi untuk pedagang STMJ yang rombongnya saya
hancurkan. Tentu saja itu menguras isi dompet Saya, belum lagi biaya
perbaikan motor yang saya yakin tidak sedikit
“Gratis Sob"
“Eh??”
Kata-kata viki itu menyelamatkan tiga uang kertas merah yang baru saja
hendak Saya keluarkan dari dompet.
“Serius nih?”
Tawaran Saya pada Viki hanyalah sebuah umpan, dan Saya sangat berharap
Viki dapat memakannya.
“Oooooooh Elu ngontrak disitu? Deket donk dari sini! OK lah! Besok-
besok kalau sempet Gue pasti mampir kesana”
Sayangnya umpan Saya gagal!! Bukan reaksi itu yang Saya harapkan
keluar dari Viki. Sebagai salah satu pelanggan restoran itu, Viki
sepertinya tidak tahu apa-apa tentang kejadian semalam. Tas plastik
putih bertuliskan “Batavia Restaurant” itu adalah bukti kalau dia
pernah memesan makanan disana, belum lagi tempat tinggalnya yang
lumayan dekat, harusnya sedikit banyak dia tahu tentang sisi
mengerikan restoran itu.
Tapi biarlah. Mungkin untuk sementara...... semua ini hanya akan jadi
rahasia Saya. Selama Saya tidak kembali ke restoran itu, kejadian
serupa tidak akan pernah terulang.
Universitas Brajamusti
Pagi ini cuaca sedang mendung, sebagian mahasiswa dan mahasiswi berada
di kantin untuk menikmati yang hangat-hangat. Sementara Saya masih di
kursi taman menata buku yang baru saja saya pinjam dari perpustakaan.
Sebenarnya saya lebih tertarik dengan artikel dan buku digital
daripada buku-buku ini, tapi sebagian dosen melarang untuk menggunakan
E-Book sebagai refrensi.
"Aaaaah susah amat sih nyari refrensi di buku! Mesti dibuka lembar
demi lembar"
Saya menggerutu seperti anak kecil, jari ini sudah terbiasa dengan
"Ctr + F" lalu kemudian "Ctrl + C dan Ctrl + v", sampai akhirnya Saya
pun menyerah. Saya tutup buku tebal ini dan membuka layar Handy Cam.
REC.
Andai saja ada camera yang mampu melihat pikiran manusia, saya bisa
tahu apa yang ada di pikiran mahasiswa dan mahasiswi yang dari tadi
lalu lalang di depan Saya. Mereka seperti sibuk sendiri, membawa buku
kesana kemari. Sebagian terlihat berpakaian sangat rapi, dan sebagian
lagi terlihat sangat seksi. Salah satunya adalah cewe ini...
"Haaalloooooooooo"
"Lagi ada proyek sinematografi yah? Kalau Kamu butuh artis, jangan
sungkan-sungkan buat hubungin Aku yah!"
Ucap sabrina dengan nada manja ala syahrini. Dia duduk di samping
Saya, mengibaskan rambut hitam kemerah-merahannya hingga wangi sampo
mahalnya menampar hidung saya.
STOP
"Ganggu aja! lagian kalaupun beneran ada proyek, Aku gak bakal ngajak
Kamu!"
Jawab saya sinis, sambil menutup Handy Cam. Sebenarnya saya bukan
laki-laki yang suka bicara kasar sama perempuan, tapi khusus
Sabrina..... ada pengecualian. Lagipula dia tidak pernah peduli
ataupun komplain setiap kali saya bicara kasar. Sebenarnya Sabrina
adalah perempuan yang galak dan cepat tersinggung, tapi bagi dia....
Saya ada adalah pengecualian. Kami sudah berteman sejak SMA, sempat
terpikir untuk kuliah di jurusan yang sama.... tapi syukurlah itu
tidak pernah terjadi.
"Mau?"
WAITRESS BATAVIA
"Rin, pegangin!"
Saya beranjak dari bangku taman, dan memberikan Buku-buku juga tas
saya pada Sabrina.
"Mau kemana?"
Saya tidak mungkin menemui gadis itu hari ini, tidak selagi masih ada
Pria itu. Tapi setidaknya saya sudah memperpendek jarak dengannya,
hingga handy cam ini dengan jelas merekam wajahnya. Dan berkat lensa
Handy Cam yang Saya zoom berkali-kali, Saya semakin yakin bahwa gadis
itu adalah Waitress yang saat itu melayani Saya.
......................................................................
..
Saya tidak bisa menahan emosi karena Sabrina sudah melanggar privasi.
TIdak hanya dia mengikuti dan mengintip apa yang saya lakukan, dia
juga meninggalkan barang-barang Saya di kursi taman.
Tanya Sabrina seolah tidak merasa bersalah dengan apa yang sudah dia
lakukan. Saya hanya bisa menghela nafas karena memarahi sabrina,
adalah hal yang sia-sia, dan tentus saja.... menjelaskan semuanya pada
sabrina, adalah hal yang juga sia-sia.
Tidak ada rencana untuk menghabiskan malam tahun baru di luar rumah,
musim hujan adalah alasan utamanya. Gerimis malam ini mungkin akan
semakin deras, dan tengah malam nanti akan memadamkan kembang api yang
menyentuh awan-awan hitamnya, tapi Saya tidak sendirian.... ditemani
para abang tukang becak, menyambut tahun baru dengan catur dan kopi
luwak.
Berbagai topik kami lahap habis, mulai dari Pak Kusnadi, hingga sampai
pada perbincangan ini, entah siapa yang memulai... tapi tema ini jadi
semakin panas.
"Wah Saya sudah bertahun-tahun mangkal disini, tapi gak pernah tuh
mengalami apa yang sampean alami"
Ucap pak Sisjono, yang seolah dibenarkan oleh anggukan abang becak
yang lain.
"Bener Mas restoran itu sudah lama berdiri... memang sih sempat
mengalami tutup beberapa bulan dan berganti kepemilikan, tapi sejauh
ini tidak ada hal yang mencurigakan,apalagi mengerikan"
Percuma... orang-orang ini tidak tahu apa-apa, dan itu wajar. Bagi
abang-abang ini, makan di restoran adalah pilihan ke sepuluh yang
mereka ambil jika perut laparnya memanggil. Mereka juga tidak punya
waktu memperhatikan setiap pengunjung yang keluar masuk restoran,
karena lebih fokus pada penumpang yang membutuhkan jasa mereka.
Tidak masalah bagi Saya, karena tujuan utama Saya duduk di pangkalan
becak malam ini, adalah menunggu Pak Kusnadi selesai dengan
kesibukannya. Laki-laki paruh baya itu masih mengenakan seragam
Jukirnya (Juru Parkir), dan terlihat sangat sibuk mengingat lalu
lintas semakin padat karena ini malam pergantian tahun. Pengunjung
Akhirnya begitu ada kesempatan, Saya pun menghampiri Pak Kusnadi yang
terlihat sedang duduk santai karena tidak ada lagi kendaraan yang
butuh bimbingannya.
"Assalamualaikum"
"Waalaikumsalaaam"
"Saya baru satu bulan yang lalu kerja disini mas, sebelumnya Saya
adalah tukang becak sama seperti teman-teman Saya disana"
Ucap pak Kusnadi seraya menunjuk ke arah pangkalan becak tempat saya
nongkrong tadi. Pantas saja abang-abang becak itu kenal dan tahu betul
tentang pak sudarto, ternyata beliau adalah mantan tukang becak.
Setelah menghisap rokok Paku 69 nya, beliau lanjut bercerita.
Kalimat terakhir dari pak Kusnadi barusan disambut dengan reaksi heran
sekaligus lega dari saya. Heran karena kalau benar anak itu melihat
hal yang sama, itu artinya orang-orang yang sekarat itu bukanlah
korban pertama. Tapi Saya lega karena sekarang Saya tahu, Saya tidak
gila!
"Terus, setelah itu.... apa anak itu pernah kembali lagi ke sini Pak?
Apakah bapak masih ingat dengan wajahnya?"
Tanya Saya dengan antusias, sementara Pak Kusnadi pun menjawab dengan
antusias
"Tidak! Sejak saat itu, saya tidak pernah lagi melihat dia kembali.
Saya memang sudah tua, tapi ingatan Saya masih sehat. Lagipula apa
yang dialami anak itu mungkin tidak seberapa dibandingkan apa yang
dialami oleh sepasang suami istri yang datang ke sini kira-kira dua
minggu yang lalu"
"Apa? Jadi selain anak itu, masih ada satu korban lagi?"
Tanya Saya dengan suara keras yang tidak terkontrol karena terkejut.
Pak Kusnadi memberikan Isyarat agar saya memelankan suara, karena baru
saja saya menarik perhatian beberapa orang yang lewat. Melihat saya
yang mulai tenang, Pak Kusnadi melanjutkan ceritanya.
"Ya! malam itu tiba-tiba saja terdengar suara gaduh, seperti suara
jeritan seorang laki-laki, yang kemudian disusul oleh suara perempuan
yang sedang panik. Waktu itu kejadiannya sekitar pukul setengah
sepuluh malam, restoran pun masih buka. Tapi karena suara mereka cukup
nyaring, saya yang duduk di sini pun dapat mendengarnya dengan jelas.
Segera setelah itu, Saya pergi memeriksa ke arah jeritan berasal,
walaupun harus meninggalkan tugas di restoran, tapi sesampainya
disana, kedua orang itu sudah berada di dalam mobil dan dengan
terburu-buru meninggalkan area parkir."
"Bapak bilang waktu itu restoran masih buka, dan bapak pergi melihat
mereka meskipun harus meninggalkan restoran. Sebenarnya..... suami
istri itu, mereka keluar dari mana?"
Karena sebuah alasan yang tidak bisa Saya sebutkan, maka dengan
terpaksa Saya harus mengubah beberapa Konten dalam cerita ini
Selamat Membaca
31 Desember 20XX
23.30 WIB
Tiga puluh menit lagi sebelum tahun baru, sepertinya hujan ini akan
jadi yang terpanjang dalam sejarah, karena dimulai dan berakhir di
tahun yang berbeda. Hujan ini juga yang menjadi penyebab berakhirnya
obroloan Saya dengan Pak Kusnadi, meskipun masih banyak hal yang ingin
saya tanyakan, tapi sejujurnya telinga ini tidak sanggup lagi
mendengarkan. Sepasang suami istri itu, bisa jadi adalah penghuni
kontrakan ini sebelumnya, kalau yang diceritakan Pak Kusnadi itu
benar, mereka meninggalkan kontrakan ini sambil ketakutan, itu artinya
sesuatu yang buruk sudah terjadi di kontrakan ini. Dan Saya yakin
apapun itu, pasti ada sangkut pautnya dengan hanggareksa.
Siaaal! Niat saya untuk mampir ke restoran dan bertemu dengan Waitress
itu menjadi tertunda, semua karena cerita dari Pak Kusnadi membuat
saya lupa. Sekarang saya harus terjebak di kontrakan dengan perut yang
lapar, sementara hujan deras di luar sana menahan saya untuk pergi
keluar. Satu-satunya solusi adalah pergi ke dapur dan mulai membuka
kardus berisi mie instant yang sampai saat ini belum saya sentuh.
"Sepertinya emang gak ada cara lain, daripada Gue tidak bisa tidur
Saya bulatkan tekad demi perut yang lapar, memberanikan diri pergi ke
satu-satunya ruangan di kontrakan ini yang terasa paling dekat dengan
restoran. Perlahan-lahan Saya menuruni tangga keramik yang terasa
dingin walaupun Saya mengenakan sandal, sepertinya kaki saya sangat
keberatan untuk mengantarkan tubuh ini pergi ke dapur.
Lampu di ruang tamu sengaja saya biarkan menyala, disinilah motor saya
terpajang gagah, lengkap dengan jajaran sepatu dari berbagai merek dan
model, hanya sepatu kulit saya saja yang masih kotor dan berantakan,
lumpur dan tanahnya mengotori lantai ruang tamu, gara-gara jalanan di
sekitar kampus basah dan becek oleh hujan. Tapi malam ini saya tidak
ada urusan dengan kotoran di lantai, urusan saya sekarang adalah dapur
ini....
Perfect!! Lampu dapur ini mati di saat yang sangat tepat, bagaimana
mungkin saya bisa masak dengan tenang di tengah kegelapan ini?
Beruntung cahaya lampu dari ruang tamu sedikit menerangi sebagian sisi
dapur. Saya menarik kardus mie instant ke tempat yang terjamah cahaya.
Dengan kasar saya membuka dan mengeluarkan dua bungkus mie instant.
STEK
Api biru dari kompor ini menjadi sumber penerangan tambahan, saya bisa
sedikit lega seolah tidak ada lagi yang harus saya takutkan. Selagi
menunggu air mendidih Saya sibuk mengaduk bumbu, tapi kemudian barulah
Saya menyadari satu hal.
HUH?
Hampir saja saya mengeluarkan suara karena apa yang saya lihat dari
layar handy cam, cukup membuat saya kaget. Tidak percaya dengan apa
yang saya lihat dari balik layar, saya turunkan handy cam dan mulai
merekam dengan lensa alami yang saya sebut mata kepala. Dan saat kedua
mata ini sejajar dengan lubang ventilasi itu, barulah saya percaya
dengan apa yang saya lihat....
BERDOA
"Apa-apaan mereka itu? Please..... jangan bilang ini salah satu tren
merayakan tahun baru?"
Apapun yang sedang mereka lakukan itu, pemandangan ini tetap saja
mengerikan. Apalagi sekarang mereka mulai mengangguk-anggukkan kepala
dan berbicara dengan bahasa yang sama sekali tidak saya mengerti. Saya
mencoba mengganti posisi mata dengan telinga, berusaha mendengarkan
dengan seksama setiap kata yang keluar dari mulut mereka, tapi satu-
satunya suara yang telinga saya tangkap dengan jelas adalah....
Suara kembang api mulai terdengar, pertanda tahun yang baru sudah
tiba, ironisnya saya melewati pergantian tahun ini dengan mengintip
tetangga.
Saya pun kembali menggunakan mata, melihat dengan seksama sosok yang
ada di hanggareksa, tapi lubang ventilasi yang sempit, jarak yang
cukup jauh, dan penerangan yang kurang baik, membuat wajah mereka
susah untuk dikenali. Satu-satunya hal yang terpikir oleh Saya adalah,
Zoom dari Handy Cam ini. Tapi saat tangan saya mengangkat handycam ini
ke atas, tanpa sengaja kaki saya menendang panci panas itu ke bawah.
TRANG!
Seketika itu juga Saya menunduk, mengumpat dan berharap semoga orang-
orang itu tidak mendengarnya. Kaki terasa panas tersiram air mendidih,
api di kompor pun masih menyala, begitu juga dengan tekad saya. Apapun
yang terjadi, Saya harus bisa mendapatkan gambar wajah orang-orang
itu.
"Bunyi ini.......?? Ini bunyi jam tua yang ada di hanggareksa, bunyi
yang sama dengan yang saya dengar malam itu"
Denting jam tua itu terdengar sangat keras sekali dari sini, seolah-
olah jam itu berada di dapur ini, tapi Saya tidak peduli, perlahan-
lahan saya naikkan handy cam, berharap bisa melihat wajah mereka
dengan jelas. Dan saat lensa Handy cam ini berada di posisi yang
tepat, Saya terperanjat.
Dari balik layar Handy Cam, Saya melihat kelima orang itu, berjalan
sambil membawa sebuah piring berisi sesuatu seperti daging, tapi
dilumuri dengan cairan kental berwarna merah, Saus kah? atau......
Apapun itu, Saya harus segera melompat turun dari meja dapur.
Karena....
Satu januari dua ribu sekian. Tidak ada pesta bagi saya, tidak ada
perayaan bahkan ucapan selamat. Kamar ini terasa sangat tenang untuk
sebuah ruangan kecil yang berantakan. Beberapa barang yang tadinya ada
di meja, sekarang tergeletak di lantai, begitu juga dengan Handy Cam
Saya. Sedangkan mejanya...... Saya punya alasan yang kuat kenapa meja
itu sekarang berada di belakang pintu kamar yang tertutup, alasan yang
sama dengan kenapa sampai saat ini saya masih belum tidur.
Semalam...
setelah melihat mereka berjalan tepat ke arah saya, Saya pun segera
mematikan kompor dan berlari ke kamar.
Segala macam prasangka buruk memaksa saya untuk bertindak cepat, saya
melihat sekeliling ruangan berharap ada sesuatu yang bisa
menyelamatkan saya, kalau-kalau orang itu memutuskan untuk singgah ke
rumah tetangganya. Tapi... walaupun yang dari tadi ada di pikiran saya
adalah senjata, tapi yang saya temui hanyalah Handphone.
"Damn it!! Kalau tidak bisa melawan, saya harus buat perlindungan"
Saya turunkan semua barang yang ada di meja, dan menggeser mejanya ke
belakang pintu kamar. Saya tahu ini tidak cukup melindungi, tapi
setidaknya saya sudah berusaha, sisanya.... saya hanya bisa pasrah
berdoa di pojokan kamar dengan dua puluh batang rokok
Sementara tangan Saya meraih dua benda naas ini, mata saya lebih
tertarik dengan lubang ventilasi itu. Saya mencoba menenangkan diri
yang mulai ragu, berapa lama lagi bisa bertahan di Kontrakan ini. Tapi
sumber dari semua kejadian mistis ini adalah Hanggareksa, dan Saya
tidak ingin membawanya ke Kontrakan ini. Sudah saatnya untuk berhenti
penasaran, karena tidak semua misteri harus dipecahkan. Mungkin dengan
begitu, terror ini dapat berhenti, dan Saya bisa tinggal dengan damai
di kontrakan ini.
MUNGKIN
5 January 20XX
BOTANICAL GARDEN
"Bahkan Orang gila pun butuh refreshing, meskipun dia tahu dia gak
bakal jadi waras"
Entah apa maksudnya, Hanya dia yang tahu. Orang itu juga yang pertama
kali menyadari perubahan fisik dan kejiwaan Saya selama beberapa hari
ini. Sering telat kuliah, tidur di kelas, lingkaran hitam di mata, dan
respon saya yang semakin lambat, mungkin semua itu sudah membuat nya
khawatir.
Bagi Saya, perubahan ini wajar. Dan akan terjadi pada siapapun yang
tinggal di rumah yang bersebelahan dengan tempat angker. Tidak bisa
tidur nyenyak karena hampir setiap malam mendengar suara gaduh orang-
orang yang disusul dengan keras nya bunyi denting jam. Tidak bisa ke
kamar mandi karena merasa seseorang sedang mengawasinya dari lubang
ventilasi di dapurnya. Dan saat malam datang, dia selalu mencium bau
amis, busuk dan menyengat.
Ya! Perubahan ini wajar, pada siapapun yang mengalami semua hal
tersebut, selama empat malam berturut-turut.
....................................................................
"HAHAHAHAHAHAHAHAHA"
Ejek sabrina sambil menutup mulutnya yang sepertinya sudah kaku karena
banyak tertawa.
Jauh sudah kami berjalan, akhirnya bangku panjang di bawah pohon besar
ini jadi peristirahatan. Tidak lupa kami membeli Es Oyen untuk
mengganti tenaga yang terbuang, sekaligus menutup mulut sabrina.
Saya turunkan sendok yang sejak tadi saya pegang, karena cerita
selanjutnya sedikit lebih panjang.
Sebenarnya tidak ada rasa kecewa di hati saya, karena niat untuk
pindah ke kota juga belum direstui orang tua. Orang tua Saya lebih
suka kalau saya harus bolak-balik kampung ke kota daripada harus hidup
terpisah, karena hanya saya lah yang belum berkeluarga. Tapi....
beberapa hari kemudian, ada panggilan dari nomor tidak dikenal,yang
ternyata adalah pemilik kontrakan tadi. Kali ini justru pemiliknya
yang meminta Saya untuk menempati kontrakan tersebut, dengan
syarat..... Saya harus menempatinya dalam dua minggu ini.
Tidak mudah meyakinkan kedua orang tua, tapi mereka harus sadar kalau
anaknya sudah dewasa. Berbekal restu dan semangat, Saya pun berangkat
ke kota, ke kontrakan baru yang kedepannya akan banyak mengubah hidup
Saya. Setelah seharian menata hunian yang masih asing dan pengap itu,
saya sempatkan mampir ke rumah pemilik kontrakan. Dan disanalah saya
bertemu dengan Pak Haji Asnaf.
Sayangnya Saya datang di waktu yang tidak tepat, Pak Haji sedang
teribat perseteruan dengan tamunya sendiri yang ternyata adalah calon
penghuni kontrakan itu. Dari percakapan yang saya dengar, Pak Haji
sudah setuju mengontrakkannya pada orang tersebut, tapi dua hari
sebelum proses pindahan, Pak Haji membatalkan keputusannya dan lebih
memilih mengontrakkan rumah itu pada Saya. Tentu Saja orang itu sangat
kecewa, dia pulang dengan sisa-sisa kemarahan di wajah dan kepalan
tangannya.
Adapun alasan Pak Haji memilih Saya, sampai sekarang ini Saya tidak
tahu. Hanya satu hal yang saya ingat, yaitu kata-kata dua orang
suruhan Pak Haji yang membantu saya menata barang dan memberikan kunci
kontrakan waktu itu. Mereka berkata...
TIdak ada yang aneh dari kata-kata mereka, kecuali setelah semua yang
saya alami, entah kenapa mereka secara tidak langsung menyuruh saya
untuk tidak makan di restoran sebelah kontrakan.
GITU....
Dan untuk pertama kalinya, dia menanggapi cerita Saya dengan serius.
Apa yang dikatakan Sabrina benar, Saya berencana untuk komplain, tapi
untuk itu Saya ingin membawa bukti. Komplain dengan alasan yang tidak
masuk akal, mana mungkin didengar, terlebih itu semua terjadi di
restoran sebelah, bukan di kontrakan Saya.
"Ya! Kamu benar, cepat atau lambat Aku pasti kesana. Tapi sejauh ini
Aku masih baik-baik Saja, mungkin kalau aku berhenti pergi kesana,
berhenti mengintip lewat lubang itu, semua masalah ini gak akan
terjadi"
"Yaaaah Sayang banget, baru saja Aku mau ngajak kamu ke Hanggareksa"
Ucap sabrina sambil menyantap durian yang saya berikan. Saya tidak
menyangka dia tertarik mengunjungi restoran itu terlepas dari semua
pengalaman seram saya selama tinggal di sebelahnya.
"Serius? Ngapain?"
Tanya Saya dengan nada tinggi, karena Saya sama sekali tidak setuju
dengan ide Sabrina ini.
"Enggak! Apapun yang terjadi, Aku gak mau balik ke restoran itu, Aku
juga gak mau ngelibatin orang lain dalam masalah ini, TITIK"
HANGGAREKSA RESTAURANT
Gerutu Saya dalam hati. Karena entah kenapa Saya tidak bisa menolak
ajakan Sabrina. Ramai sekali pelanggan yang datang, Saya pun sudah
menghabiskan waktu lima menit untuk sekedar memeriksa apakah pelanggan
ini manusia atau bukan, tapi tiga diantara mereka adalah orang yang
saya kenal, jadi sudah pasti mereka semua adalah manusia. Kecuali
perempuan disamping Saya ini...
"Yup!"
Jawab sabrina sambil memberikan daftar menu nya pada Saya. Saat saya
perhatikan sekilas menu yang tersedia di hanggareksa sekarang ini,
sangat berbeda dengan waktu itu. Bahkan semua menu yang ada di sini
tidak satupun tertera pada menu Hanggareksa yang saya lihat malam itu.
Dan papan menu di atas tempat cuci tangan itu, kali ini berisi daftar
lengkap makanan dan minuman sama seperti menu yang saya pegang.
Teguran sabrina membuyarkan lamunan saya. Saya pun memilih makan dan
minum seadanya, dan setelah selesai Sabrina pun memanggil Waitress.
Sembari menunggu, saya masih termenung memikirkan beberapa kejanggalan
yang saya temukan malam ini, karena meskipun Saya duduk di restoran
yang sama, di meja yang sama, tapi entah kenapa saya merasa berada di
tempat berbeda. Warna taplak meja, dekorasi, dan....
Tanya waitress yang tanpa saya sadari sudah ada di meja kami.
Waitressnya pun berbeda dengan malam itu, kali ini adalah seorang
gadis yang seumuran dengan waitress berambut coklat itu, hanya saja
gadis ini berambut hitam dengan poni lurus di dahinya, alis tipis
dengan mata yang bagaimanapun tampak kurang bersahabat, satu-satunya
persamaan yang gadis ini dan gadis berambut coklat itu miliki
hanyalah, mereka sama-sama susah tersenyum.
Sabrina memberikan isyarat bahwa hanya itu menu yang kami pesan, dan
gadis berponi itu pun pergi,,,
"Tunggu!"
Seru saya menahan kepergian waitress itu. Dia pun menoleh dan kembali
ke meja kami.
Tanya gadis berponi itu. Saya melihat ke arah sabrina, dan dia pun
mengerti maksud saya. Sabrina mengangguk sebagai isyarat bagi saya
untuk melanjutkan apapun yang jadi maksud Saya memanggil waitress ini
kembali.
"........................."
Saya rasa tidak ada yang salah dari pertanyaan saya barusan, tapi
entah kenapa ekspresi gadis ini menjadi kurang enak. Setelah diam
sejenak, dia pun menjawab...
"Apa bapak dan Ibu tidak suka Saya layani? Saya bisa panggilkan
pelayan lain yang lebih cantik dan seksi....."
GILA! Tidak bisa dipercaya kata-kata itu keluar dari seorang pelayan
restoran kepada pelanggannya. Saya bisa saja marah dan komplain pada
manajer Hanggareksa, tapi sekarang ini saya butuh Informasi, dan saya
rasa ini adalah salah satu kesempatan Saya. Lagipula di meja ini hanya
"Buu bukan begitu mbak, jangan sewot dulu donk! Saya hanya ingin tahu,
kalau mungkin ada gadis seumuran mbak, berambut coklat yang juga jadi
karyawan di sini?"
MBAK WAITRESSSS...........
Sepertinya pelanggan yang lain pun sudah tidak sabar ingin dilayani,
walaupun sebentar, Saya sudah menyita waktu kerja karyawan
hanggareksa. Gadis ini pun menoleh pada pelanggan yang memanggilnya,
dan memberikan isyarat untuk menunggu. Tapi sebelum pergi, dia
menyempatkan diri untuk menjawab pertanyaan Saya.
"Kalau yang bapak maksud adalah Nova, dia sedang tidak bertugas hari
ini karena sedang tidak enak badan"
"Setidaknya kita sudah tahu siapa namanya, itu akan mempermudah kita
mencarinya di Kampus. Lagian...... ada sesuatu yang kayanya harus kamu
lihat deh"
"Pantas saja suara denting jam itu, terdengar sangat nyaring di dapur"
KREK
Huff... Apapun yang Saya dapat malam ini, setidaknya sudah membuat
Sabrina percaya dengan cerita Saya. Berbagi beban dengan orang yang
kita percaya, ternyata benar-benar membuatnya terasa ringan. Mungkin
sudah saatnya saya berhenti menyendiri di kontrakan, karena di luar
sana banyak orang yang bisa Saya jadikan teman.
Usai meletakkan sepatu, Saya pun menaiki tangga menuju kamar di lantai
dua, tapi kaki ini harus berhenti di anak tangga ke lima, karena lampu
di dapur itu mati tiba-tiba. Saya membalikkan badan, melihat lurus ke
dapur kontrakan, dan perlahan turun dari tangga. Pegangan di tangga
ini terasa basah, karena telapak tangan saya yang berkeringat, rasa
takut ini muncul bukan karena lampu dapur yang tiba-tiba mati, tapi
karena Saya baru sadar....
"Siapa disitu?"
Tanya saya dengan bentakan yang sedikit dibumbui rasa takut, dan
"Bismillahirrahmanirrahim"
Saya tutup lemari tua berdebu ini, lemari kosong tak berisi yang
dihiasi sarang laba-laba, tapi disitulah letak kengeriannya. Pintunya
berdecit lirih, seperti mengejek jantung saya yang berdegub semakin
kencang.
KREK
Bunyi pintu lemari yang sudah tertutup sempurna itu, adalah tanda
bahwa saya tidak punya urusan lagi di dapur. Segera Saya berjalan
meninggalkan ruangan ini, walaupun benci mengakui tapi rasa takut
membuat Saya mempercepat langkah kaki. Saya sudah separuh perjalanan
menuju lantai dua, tapi tiba-tiba lampu di dapur kembali mati....
Harusnya.... Saya biarkan saja ruangan itu gelap gulita, karena dari
awal memang begitu adanya. Tapi dasar otak ini tidak sempat berpikir
jauh, rasa penasaran membuat saya menoleh tepat ke pintu dapur,
dan......
Sosok berbaju putih yang mengintip dari pintu dapur, dengan wajahnya
yang hitam legam, matanya yang merah padam, dan senyumnya yang
misterius itu... seperti senang sekali.... memiliki sahabat baru di
kontrakan ini.
Bangun pagi dengan gelisah, tidur dua jam membuat saya merasa
berhutang banyak pada tubuh ini. Mungkin dengan membuka jendela kamar,
udara segar bisa menampar wajah kusut Saya, dan menyadarkan Saya bahwa
sudah waktunya beraktivitas. Dari jendela kamar ini, dapat Saya lihat
mobil Pick up jadul berwarna coklat itu parkir di depan Hanggareksa.
Pemiliknya terlihat susah payah memindahkan barang-barang dari
mobilnya ke dalam restoran.
"Mungkin.... bapak itu yang setiap hari bertugas belanja bahan masakan
ke pasar"
Senin adalah hari yang sibuk bagi sebagian besar orang, mereka harus
melupakan indahnya akhir pekan dan kembali memikirkan pekerjaan. Tapi
tidak bagi Saya. Hari ini tidak ada perkuliahan, seharusnya Saya masih
terbaring pulas di atas kasur, tapi tempat terkutuk ini sudah menyita
banyak waktu tidur Saya. Dengan langkah gontai saya menuruni tangga,
memandangi pintu dapur yang sudah tidak lagi menyeramkan. Saya buka
lemari es dan meraih sebotol bir, meneguknya seperti orang kehausan,
berharap setiap tetesnya mampu membawa Saya kembali ke dunia nyata.
REC.
Bak bertemu dengan orang yang sudah lama dirindukan, Saya tersenyum
senang. Karena saat ini Gadis berambut coklat itu ada di sana. Saya
hanya bisa melihat dari balik layar Handy Cam, tapi Saya yakin seratus
persen kalau itu Nova.
Tidak jelas apa yang mereka berdua bicarakan, tapi tiba-tiba Nova
mengeluarkan sebuah amplop dan memberikannya pada Kasir itu. Setelah
membuka dan melihat isi amplop yang ternyata adalah sebuah kertas itu,
kasir gendut itu memeluk nova. Saya tidak bisa merekam ekspresi
wajahnya, tapi ekspresi wajah nova itu... jelas sekali kalau dia
sedang ketakutan.
Setelah Kasir itu melepaskan pelukannya, Nova pun pamit pergi dan
keluar dari restoran.
STOP.
Saya melompat dari meja dapur, meletakkan handy cam di atas kulkas dan
segera keluar dari kontrakan untuk menyusul Nova. Saya berlari menuju
tempat parkir Hanggareksa. Gadis yang sedang bersiap memasang Helm
pink nya itu adalah alasan Saya keluar dari Kontrakan tanpa pakai
sendal. Saat sedang berburu, Singa tidak pernah teriak agar mangsanya
tidak kabur, itulah yang sedang Saya lakukan sekarang. Saya adalah
singa, dan Gadis itu adalah mangsanya. Saya sengaja diam sampai
akhirnya berada di belakang Mangsa yang sudah menghidupkan motor
Scoopy nya. Singa pun berkata....
"NOVA!!!"
Gadis itu menoleh ke arah Saya, dia memperhatikan Saya dari ujung
rambut sampai ujung kaki yang tidak ber alas, lalu kemudian........
"KYAAAAAAAAAAAAAAAAAAA"
Mangsa berteriak kabur gara-gara melihat singa yang masih pakai kolor,
dan mengenggam sebotol Bir.
Singa lupa aturan berburu nya, dia berteriak sambil memegangi bagian
belakang motor mangsanya, tapi harus segera dia lepas karena sudah
mengundang perhatian orang-orang di sekitar. gadis itu memacu motor
"Eh maa maaf Pak, Bu yang barusan itu... adik saya.... hehehehe"
Tentu saja mereka tidak percaya, pada orang dengan kaos oblong, kolor,
kaki nyeker, dan botol bir di tangan. Saya juga tidak punya waktu
menjelaskan artinya "Zero Alcohol" pada mereka, lebih baik Saya
gunakan waktu yang ada, untuk kembali ke kontrakan sembari cengar-
cengir.
"What?"
"Itu Cowo yang kemarin kan? Ngapain dia ngikutin Nova terus?"
"Cemburu?"
"Nova!"
Nova menoleh ke arah Saya. Jelas sekali kalau ekspresi wajahnya sedang
terkejut, entah karena dia masih mengingat kejadian tadi pagi, atau
memang terasa aneh jika ada orang asing yang tiba-tiba memanggil
namanya. Tapi yang jelas, ekspresi Cowo ini sama sekali tidak enak
"Please.... jangan kabur dulu! Ada sesuatu yang harus kita bicarakan,
dan ini amat sangat penting"
"Jadi Elu preman yang tadi pagi gangguin Nova? Ternyata Elu mahasiswa
disini juga... besar juga Nyali Lu nyamperin Nova di depan Gue"
"Nova.... please.... ini gak akan lama, Gue cuma butuh beberapa
penjelasan dari Elo tentang........"
BRUK!
Cowo itu memandang sinis, bak seorang algojo... dia pun menurut apa
"Tunggu bentar Cewe Kampr*t!! Elo harus jelasin semua yang elo tahu
tentang restoran terkutuk itu"
Seru Saya kali ini dengan nada yang sedikit lebih tinggi. Nova tidak
bergeming sedikitpun tapi algojonya kelihatan sangat murka, dia
mendatangi saya dengan kepalan tangannya yang siap untuk dilayangkan.
BUK!
Cukup satu pukulan! Ya! Cukup satu pukulan dari Saya dan Cowo bernama
chandra ini jatuh menabrak motor yang sedang parkir. Layaknya gadis
pada umumnya, melihat cowo yang sedang bertengkar Nova dan Sabrina pun
bereaksi sesuai dengan kode etik nya masing-masing...
"Denger! Gue gak akan berhenti sampai Elo mau bicara! Ingat itu!!!"
Ucapan terakhir dari saya untuk nova, sebelum akhirnya saya pergi
menghindari kejaran satpam. Sementara Sabrina berlari menghampiri
satpam. Saya tidak perlu khawatir, karena semua satpam di kampus ini,
adalah budaknya sabrina.
"Huh?"
Ini adalah pertama kalinya Saya terbangun karena denting jam tua itu,
yang sebenarnya tidak terlalu nyaring terdengar dari kamar ini.
Mungkin karena malam ini suasana kontrakan sedang sepi. Ya! Entah
kenapa malam ini terasa sunyi sekali. Seperti biasanya... kamar ini
masih saja berantakan, bahkan saya tidur diantara tumpukan pakaian.
Ada dua panggilan tidak terjawab dan satu pesan di Handphone Saya, dan
semuanya dari orang yang sama, pesan itu berbunyi
"Assalamualaikum~ besok lusa Saya ada Diklat di Gambir, boleh gak Saya
nginep di Kontrakan Kamu selama satu minggu?"
SMS dari sahabat lama sekaligus mentor Saya, "Bang Danil Ahmad", tidak
ada alasan untuk berkata tidak, mungkin juga dengan adanya Bang Danil,
Saya tidak perlu lagi ketakutan di Kontrakan ini, Saya pun membalas
SMS nya...
Tentu saja SMS itu diketik dengan wajah datar, Saya tidak benar-benar
tertawa karena ngantuk dan sejak tadi ada perasaan yang membuat Saya
tidak tenang. Perasaan itu adalah, perasaan ingin buang air kecil, ini
semua berkat dua botol bir yang saya minum sebelum tidur. Tadinya saya
pikir, dengan begitu Saya bisa lelap sampai pagi, dan tidak ada lagi
hal mengerikan yang harus saya alami. Tapi sialnya, tengah malam
"Siaaaaaaaaal"
Takut memang... tapi Saya lebih memilih ke kamar mandi dengan mata
tertutup, daripada harus pipis di dalam botor bir. Akhirnya rasa
kantuk ini pun hilang berganti rasa takut, Saya pun turun menuju kamar
mandi. Bisa Saya lihat dari tangga ini keadaan dapur yang gelap
gulita, karena lampunya mati, anehnya itu justru membuat saya lega.
"Ugh"
Saya sudah bergetar bahkan sebelum keluar, hingga terasa susah untuk
membuatnya tepat sasaran. Sedikit belepotan, tapi biarlah yang penting
lega. Hanya laki-laki yang mengerti kata-kata Saya barusan. Selesai
menyiram, Saya siap untuk ronde selanjutnya yaitu perjalanan kembali
ke kamar. Tapi sayangnya... ini tidak semudah yang Saya bayangkan.
Saat langkah kaki pertama ini memasuki dapur, hawa panas terasa di
belakang leher Saya. Seperti hembusan angin sepoi-sepoi yang keluar
dari lubang hidung manusia. Semakin lama hawa itu semakin panas, dan
perasaan ini semakin tidak karuan saat ada suara yang terdengar. Saya
mencoba untuk tidak peduli, melangkah dengan cepat menuju ruang tamu,
tapi saat Saya akan menaiki tangga menuju kamar, suara tadi semakin
jelas terdengar, suara itu adalah...
"Tttaaaaa*****!!!!"
REC.
Merekam sosok mahluk halus dengan Handy Cam adalah ide terburuk kedua
yang pernah terpikir oleh otak ini, ide terburuk pertama nya adalah...
Judul Skripsi Saya. Tapi kalau apa yang saya lihat sesaat lagi bisa
saya abadikan, saya punya alasan yang kuat untuk hengkang dari
kontrakan ini, dan meminta agar uang saya dikembalikan.
"...................................................."
"Hep"
"F*ck"
Kalau saya berhenti sampai disini, maka yang akan Handy Cam ini rekam
hanyalah rasa takut saya. Setelah membaca basmalah, saya pegang Handy
Cam ini dengan kedua tangan, dan mengangkatnya hingga sampai pada
posisi yang tepat. Sangat tepat untuk merekam apa yang ada di
Hanggareksa..... dan ternyata... apa yang ada di restoran sebelah
adalah....
NOVA
Sandy....
Suara degup jantung Saya semakin cepat dan keras, karena baru saja
Nova memanggil Saya. Akal sehat ini berusaha mengambil alih rasa takut
yang mulai menguasai, berkali-kali saya coba meyakinkan diri...
Sandyyyyyyyyyyyyyy.............................
Sampai disini, saya menurunkan Handy Cam. Karena Nova mulai berjalan
ke arah saya.
Saya tidak butuh Handy Cam lagi, Saya bisa tahu dari suara Nova yang
semakin nyaring terdengar, pertanda dia sudah semakin dekat dengan
SANDYYYYYYYY...........................
Saya diam, berusaha unuk tetap tenang. Tidak ada gunanya lagi merekam,
jadi Handy Cam ini saya matikan
STOP
Sandy????????
Kali ini Nova memelankan suaranya, seperti sedang berbisik, Saya dapat
mendengarnya karena jarak kami yang hanya berbatas dinding. Merasa
sudah terpojok, tidak ada gunanya lagi Saya sembunyi, Saya pun mencoba
merespon panggilan Nova....
"Woy?? Jangan diem aja! Oke Gue mau kembali ke kamar, dan Elo bisa
lanjutin apapun kegiatan Elo barusan. Daaah"
HIHIHIHIHIHIHI.....
Disini Saya mulai merasa ada yang tidak beres dengan Nova, meskipun
dari awal semua tentang dia memang tidak ada yang beres. Gadis normal
tidak akan memilih sendirian tengah malam di restoran angker.
Seberapapun galaunya mereka, rasa takut nya pasti selalu lebih besar.
Tapi tidak dengan gadis ini dia masih saja tertawa... bahkan semakin
keras...
Posisi saya sedang duduk di atas meja dapur, dan bersandar pada
dinding. Punggung ini terasa dingin setiap kali Nova memanggil,
HIHIHIHIHIHIHIHIHIHIHIHIHIHIHHII
Kesabaran Saya sudah habis, dengan segera saya bangkit dan berteriak
melalui lubang ventilasi
BZZZZ
Lampu dapur mendadak hidup, menerangi Saya yang berdiri di atas meja.
Saya palingkan wajah, memandangi seluruh ruangan, tidak ada siapapun
disana.... tapi ini adalah pertanda, bahwa Saya tidak bisa lagi
berlama-lama di sini. Persetan dengan Nova, persetan dengan
Hanggareksa, Saya berniat turun dari meja, tapi Saat saya kembalikan
pandangan ini ke hanggareksa....
SANDY?
"HUUAAAAAAAAAAAAAAAAAAA"
KRAK
Suara Handy Cam yang jatuh, sama sekali tidak saya hiraukan. Saya
melompat dan berlari secepat kilat, sangat cepat untuk jarak yang
dekat, dalam sekejap Saya sudah di kamar.
Saya meraih ransel di atas lemari, lalu mulai memasukkan pakaian dan
barang-barang yang bisa Saya bawa pergi. Pergi dari Kontrakan ini!
"DIAAAAAAAAAAAM!!!!"
"Tai! Ini semua salah Gue! Kalau saja gue gak pergi dari rumah, kalau
saja Gue dengerin nasehat mereka, kalau saja....."
"ANJ***********************NG!!!!"
Butuh waktu lama, untuk packing dibawa tekanan mental. Dan butuh
keberanian lebih, untuk keluar dari kamar ini. Suara ketukan pintu itu
sudah berhenti, tapi Saya masih merasa bahwa Nova ada di sana, di
balik pintu Kamar Saya. Saya benci menduga-duga, bengong memandangi
pintu itu juga percuma, selagi masih ada sisa keberanian di hati Saya,
Saya paksa kaki ini udah melangkah keluar kamar.
KREEEEEEEEK
Suara pintu terbuka pelan, degup jantung yang beradu cepat, membuat
saya sejenak menahan nafas, dan saat pintu kamar terbuka lebar......
120Km/H
Masih lekat diingatan ini, Wajah Nova yang jadi alasan Saya hengkang
dari Kontrakan. Barusan..... Saat saya melihat melalui lubang
ventilasi itu, Mata kami saling bertemu. Dan mata itu.....
"Apa-apaan mata cewe itu? Itu mata yang sama dengan orang-orang yang
Gue lihat pas pertama pergi ke Hanggareksa. Gak cuma itu..... pintu
kamar Gue barusan.... Apa itu juga kerjaan Nova? Kalau iya....."
SRAKKKK!!
"Aku gak punya baju Cowo disini, jadi sebelum ke Kampus kita belanja
dulu. Untuk sementara Kamu pakai almamater aja!"
Tanya saya sambil masih asyik membuka halaman demi halaman majalah
milik Sabrina.
Disebutnya nama Nova, memperburuk suasana hati saya yang sudah mulai
damai. Saya menutup majalah yang saya baca dan berbalik menghadap
Sabrina.
"Terus kamu ngelakuin itu semua tanpa diskusi dulu sama aku?
Denger.... Aku sudah keluar dari kontrakan itu, jauh dari restoran
itu, jadi Aku udah gak tertarik lagi ketemu sama Nova, lebih-lebih
setelah semua yang aku alami semalam"
Ya! benar! Setelah semua tingkah aneh Nova tadi malam, jangankan untuk
bertemu.... sampai sekarang saja Saya masih ragu... apakah Nova itu
manusia, atau bukan?
Sabrina tahu benar apa yang sedang Saya pikirkan, dan kalaupun sabrina
tidak mengajak Saya, hari ini Saya akan tetap menemui Nova. Entah itu
untuk meminta penjelasan, atau membuat perhitungan. Tapi apakah bijak
jika saya melibatkan Sabrina lebih jauh dalam masalah ini?
Dear Diary......
Surabaya dan Kota ini gak jauh beda. Banyak hal menyenangkan yang bisa
kutemui, walaupun baru satu bulan yang lalu aku pindah ke sini. Salah
satu dari hal menyenangkan itu adalah..... "Pekerjaanku". Selain
kuliah, Aku juga bekerja paruh waktu di sebuah restoran di kota ini,
gimanapun juga aku gak mau selalu bergantung sama Ibu, terlalu banyak
beban yang harus beliau pikul, dan ini adalah salah satu caraku untuk
membantu meringankannya.
Bagiku beliau adalah seorang Wonder Woman, tegar, kuat tapi juga
lembut. Beliau mengajariku bahwa wanita bukan gender kedua yang jadi
alternatif Tuhan saat menciptakan manusia. Ada banyak tujuan penting
diciptakannya Wanita, salah satunya adalah..... Menjadi pemapah bahu
pria, saat dia sedang lelah berdiri dengan kaki sendiri. terus gimana
kalau kita gak punya pria yang butuh dipapah? Ibuku bilang.....
"Maka giliran kita lah yang berdiri dengan kaki sendiri, di atas bahu
pria"
Kejamnya....
Semua itu bikin aku jadi trauma buat nikah. Tapi biarlah... aku masih
punya Ibu, Beliau adalah segalanya bagiku. Setelah kejadian itu, kami
memutuskan pindah Kota semata untuk memulai hidup yang baru....
19 Desember 20XX
Di kota ini Aku belajar untuk mandiri, untuk berdiri di Kaki sendiri
demi orang yang ku Sayangi. Dan alasan itulah yang membawaku
kesini.....
BATAVIA RESTAURANT
"Okeee~"
Koki di restoran ini ada dua orang, mereka Koki yang unik tapi kompak.
Mereka adalah si Kembar "Kak Resti" dan "Kak Ratna". Hampir gak ada
yang bisa bedain mereka kalau lagi pakai seragam kokinya. Soalnya
sekilas wajah mereka identik banget, kecuali rambutnya. Rambut Kak
Resti panjang dan Rambut Kak Ratna pendek.
Kalau cewe pendiam yang lagi maen-maenin pisau di meja itu.... namanya
"BQ" (Baca Baiq), Dia juga waitress sama sepertiku. Dia mulai kerja
disini tiga hari setelah Aku masuk Orangnya pendiem dan misterius
banget, kalau gak diajak ngomong.... ya gak mungkin ngomong. Parahnya
Dia bersikap seperti itu gak cuma sama karyawan aja, tapi sama
pelanggan juga.
Meskipun dari faktor usia, suku, dan agama kami berbeda tapi kami
selalu kompak bekerja demi "BATAVIA". Mengelola restoran dengan hanya
delapan orang tentu terasa berat, tapi kami bisa melakukannya.
seminggu sekali sebelum pulang, kami selalu melakukan evaluasi, Bak
Riska sering minta masukan dan saran dari Karyawannya untuk kesuksesan
BATAVIA kedepan. Dan hasil evaluasi minggu lalu adalah, Mbak Riska
masih berencana merekrut dua orang lagi, karena diluar dugaan kami....
Jumlah pelanggan BATAVIA meningkat drastis tiap bulannya.
PRANG!!
"Aaaaduuuh maaf, maaf, Aku gak sengaja..... biar Aku yang beresin
"Huff syukurlah"
Lega rasanya karena tidak ada satupun karyawan restoran yang marah.
Aku buang pecahan piring itu di tempat pembuangan sampah, disana sudah
ada belasan piring pecah lainnya yang juga adalah korban kecerobohanku
kemarin, kemarin lusa, tiga hari yang lalu, empat hari yang lalu,
bahkan satu minggu sebelumnya.
Miris rasanya.... pindah ke kota baru dengan niat memulai hidup baru,
tapi masih saja membawa penyakit lama. Sejak kecil aku memang selalu
ceroboh, tidak pernah melakukan sesuatu tanpa kesalahan. Tingkat
kesalahannya pun beragam, kadang secuil dan bikin orang tertawa gemes,
kadang banyak dan bikin orang bete, kadang keterlaluan dan bikin orang
benci. Tapi tidak disini.....
Seberapa banyak pun piring yang aku pecahin, seberapa seringpun baju
pelanggan yang aku tumpahin, tidak sekalipun Bak Riska atau karyawan
yang lain protes. Entah kenapa mereka semua baik banget sama aku,
bahkan mereka ngasih Aku keringanan untuk tetap fokus kuliah, aku bisa
datang ke Restoran kalau semua kegiatan di Kampus sudah selesai.
Disini Aku merasa menemukan saudara baru. Lahir sebagai anak semata
wayang, bikin aku sering ngerasa kesepian, Tapi BATAVIA bukan hanya
restoran, ini adalah rumah kedua, dan bagiku...... semua karyawannya
adalah keluarga.
Dear Diary
Sudah lebih dua minggu Aku bekerja disini, dan hubungan antar karyawan
pun semakin erat. Kecuali BQ.....
"Huaaaaaaaaaaaaaaaaaaiiiiiiiiiiii"
"Silahkan Mas"
Aku pasang senyum manis yang perlahan jadi senyum sumringah karena
kali ini aku berhasil menyajikan pesanan pelanggan tanpa ada
kesalahan. Aku menoleh ke arah teman-teman....
"Good Job"
Ucap mereka tanpa bersuara dan hanya mengangkat kedua jempolnya, aku
pun melakukan hal yang sama sambil tersenyum lebar hehehe. Tiba-
tiba.....
"Mbak, bukannya Saya pesen teh hangat ya? Kok ini cuma makanannya
aja?"
"Haduuuuuuh"
Di dapur....
Aku tuangkan air panas ke dalam panci khusus buat nyeduh teh. Di
restoran ini, teh dan kopi diracik sendiri, kami gak pernah beli teh
celup ataupun kopi instant. Butuh berminggu-minggu buat belajar cara
nyeduh teh yang bener, beruntung Oma mau ngajarin aku dengan sabar.
Mereka bilang.... sifat dan watak barista atau peraciknya sangat
mempengaruhi rasa Kopi dan Tehnya.
"Hmmmmmm aku kan ceroboh nih, apa nanti yang minum teh ini jadi
ketularan ceroboh?"
"Lhooo???"
Suara air dari kamar mandi memang sesuatu wajar, bisa jadi karena bak
mandi kepenuhan, atau kran air yang gak ketutup sempurna. Tapi......
ini bunyinya beda, seperti ada seseorang yang sedang cuci muka di
dalam....
TAPI SIAPA?
"Mbaaaaak????"
Aku coba manggil karena siapa tahu tanpa aku sadari ada salah satu
karyawan yang masuk ke toilet. Tapi percuma, sama sekali gak ada
jawaban. Sekarang suara air itu berubah seperti suara gelembung air
galon yang ada di dispenser. Aku pun tambah penasaran.....
"Mbak Riska??"
Masih belum ada jawaban, awalnya aku pikir ada kerusakan di saluran
airnya, tapi dugaan itu hilang setelah aku denger suara desahan nafas.
Aku makin yakin kalau ada orang di dalam, jadi aku ketok aja pintunya.
Dan masih aja gak ada respon. Tapi setidaknya sekarang aku jadi tahu
kalau pintunya gak dikunci. Suara nafas itu semakin jelas kedengaran,
bergantian dengan suara air tadi. Jujur sampai disini Aku mulai takut,
tapi aku harus mastiin kalau gak ada apa-apa di dalam toilet ini.
KREEEEEK...........
Aku kaget karena ternyata di dalam toilet itu.... gak ada siapa-siapa.
Fiuuuuuh lega rasanya hati ini, karena baru aja aku mikir bakal
ngelihat sesuatu yang aneh dan mengerikan. Akhirnya aku biarin pintu
toilet ini terbuka biar gak parno lagi sama bunyi airnya yang....
Ya! Sekarang sudah gak ada lagi bunyi air seperti barusan. Aku masih
belum bisa membuang pandangan dari toilet ini, kanan.... kiri......
atas..... bawah...... semua sudutnya aku perhatiin tapi memang gak ada
tanda-tanda kebocoran atau apapun yang jadi penyebab suara tadi.
Ngerasa mengkhawatirkan sesuatu yang sia-sia, aku pun balik ke kompor
buat nyelesain teh pesanan pelanggan. tapi......... pas aku lihat ke
cermin di depan kompor....
Samar-samar aku lihat ada orang berbaju putih di dalam toilet... kali
ini dengan mata terbuka lebih lebar dari sebelumnya, aku palingkan
wajahku ke toilet yang pintunya masih terbuka itu dan ternyata....
KOSONG
Suasana dapur ini mulai gak nyaman, banyak sekali hayalan seram yang
muncul serempak di kepalaku.... pengen rasanya aku teriak minta
tolong, tapi minta tolong apaan? Gak ada apa-apa di dapur ini selain
rasa takutku sendiri. Akhirnya aku putusin buat nyelesain teh ini dulu
dan cepat-cepat pergi dari dapur. Tapi.... saat aku balik badan dan
ngelihat ke cermin tadi, sosok putih itu.....
MASIH DISANA
KOSONG
Gak ada apa-apa di toilet! Beda sama yang aku lihat di cermin barusan.
Segera aku menunduk.. Nafasku mulai gak beraturan.... kali ini aku gak
berani mebalikkan badan... Aku takut ngelihat hal yang sama dengan
yang ada di cermin barusan... belum lagi suara air dan desahan nafas
itu mulai terdengar lagi!
WAJAH HITAM PEKAT DENGAN LINGKARAN MATANYA YANG MERAH BAK DAGING YANG
DIPANGGANG
"KYAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA"
Dear Diary
Aku masih Syok dengan kejadian semalam... apapun yang aku lihat itu,
pastilah makhluk yang berbeda alam. Untungnya teman-teman segera
menenangkanku yang teriak histeris di dapur. Aku gak bisa nyalahin
mereka kalau gak percaya, tapi sepertinya cuma BQ yang menganggap
serius omonganku....
Tadi pagi
09:30 WIB
"Terus?? Elo mau ganti? Yakin??? Di dalam HP itu banyak banget foto,
video ku sama temen-temen, Gue gak mau smartphone baru, soalnya Gue
tau Elo gak mungkin bisa beli, sekarang yang penting, gimana caranya
semua data Gue bisa balik, TITIK!"
Aku cuma bisa menelan ludah, karena terakhir kali aku minta maaf,
marahnya Kak Alya semakin menjadi-jadi. Cepat-cepat Aku turun ke bawah
buat mungut Smartphone Kak Alya yang berserakan, tapi sesampainya di
bawah seseorang sudah lebih dulu memungutnya.
"Chandra??"
Setelah itu, kami berdua pun pergi. Dalam perjalanan ke gedung kampus.
Tanya Chandra dengan nada sewot. Aku tahu pertanyaan itu tidak perlu
Aku jawab, jadi Aku diem aja.
"Elo udah bukan anak kecil lagi, coba deh belajar melakukan sesuatu
dengan hati-hati!"
Lagi-lagi nasehat Chandra aku diamkan, karena kalau aku jawab, pasti
bakal lebih panjang. Jadi aku putuskan buat mengalihkan pembicaraan.
"Enggak, napa?"
"Udah Gue bilang, Gue gak percaya! Tapi kalau di film-film sih, mereka
cuma pengen godain kita aja, istilahnya.... ngajak komunikasi gitu"
"Hmmmmm... terus kalau kita-nya mau diajak komunikasi sama tuh hantu,
gimana?"
"Biasanya tuh Hantu bakal nganggep Elo Tuan nya, atau sahabatnya dan
kemanapun Elo pergi, dia bakal selalu ngikutin"
Gak Lucu! Apa yang dikatakan Chandra memang tidak lucu. Tapi apa yang
aku alami semalam, juga bukanlah hal yang lucu. Aku cuma berhapa
kejadian yang sama tidka terulang lagi. Di Batavia kami semuanya
perempuan, kalau semua karyawan melihat apa yang aku lihat, gak
kebayang apa yang akan terjadi.
Dear Diary...
21 Desember 20XX
23:00 WIB
Semua Karyawan lagi ngumpul di ruang utama.... pintu dan jendela sudah
tertutup semua, tirai pun sudah turun, semua meja tertata rapi dan gak
ada pelanggan satu pun. Kami masih duduk diam menunggu mbak riska
keluar dari dapur, mata kami mulai basah karena menahan kantuk,
Kecuali BQ, dia masih bermain-main dengan pisau kecil yang selalu
dibawanya....
"Ups!"
Cepat-cepat Aku buang muka... soalnya BQ tahu kalau diam-diam aku lagi
perhatiin dia. Aku gak mau dia tersinggung, gimanapun juga... Chandra
bilang Aku harus hati-hati, cukup di kampus aja aku punya musuh,
jangan sampai di restoran ini juga,
"Hei!"
Serius? BQ manggil Aku?? Emang sih dia gak nyebut nama, tapi dia duduk
di sebelahku dan kakinya sengaja menyentuh kakiku seolah itu Isyarat
kalau Aku yang sedang dia panggil. Aku pun menoleh.... BQ mendekatkan
kepalanya seolah apa yang akan dikatakannya sebentar lagi, cuma Aku
yang boleh dengerin. Mata BQ melirik ke arah karyawan lainnya yang
sedang asyik berbincang dengan topiknya masing-masing. Dan sambil
tetap memandang mereka, BQ pun berbisik....
Kaget.... bingung...... tapi Aku tahu apa yang BQ maksud, cuma.... Aku
gak mau nginget kejadian itu lagi, jadi Aku cuma tersenyum mencoba
untuk tidak memperdulikan omongan BQ.
Ucapan BQ barusan tentu saja menarik perhatian yang baru saja aku
buang jauh-jauh dari topik menyeramkan itu. BQ tersenyum kecil seolah
puas dengan reaksi ku kali ini.
Dia kembali ke posisi duduknya semula, dan lanjut bermain dengan pisau
kecil nya. Perlu waktu beberapa detik untuk menentukan kata yang tepat
buat ngerespon ucapan BQ barusan, dan kata itu adalah...
"Sssssssstt"
"Apa yang kamu lihat kemarin malam sama sekali bukan manusia. Aku
merasa ada yang aneh sejak pertama ke restoran ini, terutama kalau
malam hari. Seramai apa pun restoran dan suara musik di ruangan ini,
tetap saja gak bisa mencegah suasana aneh yang aku rasain itu.... dan
suasana itu adalah....."
DUKA
"Aku yakin ada sejarah kelam dibalik restoran ini, karena saat ini
pun... Aku masih bisa mendengarkan suara tangis pilu yang samar-samar
mengalun di setiap sudut restoran. Mungkin kamu menganggap Aku gila,
silahkan! Tapi Aku yakin saat kamu melihat sosok di kamar mandi itu,
Kamu dalam keadaan waras"
RESTORAN ANGKER
Semua karyawan mulai memasang wajah serius pertanda mereka siap ikut
rapat, kecuali Oma yang pulang duluan karena lagi kurang sehat.
Pembahasan dimulai dari laporan pendapatan restoran yang bulan ini
semakin bla bla bla bla bla bla
......................................................................
.............................
Suara Mbak Riska perlahan mulai gak kedengaran, bersamaan dengan otak
ku yang memulai lamunan. Aku gak bisa fokus rapat gara-gara ingat
kata-kata BQ barusan. Sebenarnya sih itu bukan hal yang perlu
dikhawatirkan, soalnya di restoran ini Aku gak sendirian. Tapi pas
Mbak Riska memulai penjelasannya barusan........ tanpa sengaja aku
melihat ke arah pintu dapur yang terbuka.... dan naasnya...
"Heh?????!!!"
"Ssssst!! Jangan dilihat! Biarkan aja dia disana, anggap aja dia gak
Saran dari BQ itu aku ikuti, aku gak mau berpikir gimana dia bisa tahu
apa yang aku lihat barusan. yang terpenting sekarang, Aku menundukkan
kepala untuk menyembunyikan wajah ketakutanku dari teman-teman. tiba-
tiba mbak riska menegurku yang dikira ngantuk dan gak memperhatikan
"Nah lhoooooooo!!! Kalau emang ngantuk, kamu boleh pulang duluan kok,
toh besok pagi kamu kuliah kan?"
Mendengar omongan mbak Riska, tentu saja aku mengangkat kepala dan
menoleh ke arahnya untuk sekedar menjawab
"KYAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA
AAAAA"
Dear Diary...
22 Desember 20XX
06:00 WIB
Pagi yang tenang, suasana hati yang riang dan perut yang kenyang
adalah kunci sukses libur akhir pekan buat orang sepertiku. Masih
tersisa satu sandwich selai kacang untuk menemaniku menikmati acara
Televisi yang ternyata....
"Boring ah!"
Saat Aku lagi asyik membolak-balik lembaran majalah yang sudah puluhan
kali kubaca, tiba-tiba TV di ruang tamu ini mati. Dan saat Aku
menurunkan majalah yang menutupi wajah ini, tampaklah seorang
perempuan berambut coklat, berkulit putih dan berkaca mata sedang
memegang remote TV.
Aku beranjak dari sofa tempat aku tiduran dan memeluk Ibu yang baru
datang dari pasar. Ibu menarik-narik hidung mancung ku seperti gemas
karena sudah Mahasiswi masih saja bertingkah seperti anak-anak. Tapi
beginilah Aku... Kalau bukan sama Ibu, sama siapa lagi Aku harus
bermanja-manja?
Tanya Ibu sambil mengelus rambutku. Aku melirik keranjang berisi bahan
masakan yang sedang ditenteng Ibu, dan menjawab...
"Oh ya?? Terus gimana ceritanya selai kacang ini bisa nyampe kesini
ya?"
Kami berdua tertawa sambil menuju dapur dan mulai memasak. Tidak
banyak yang Ibu beli karena memang di rumah ini hanya ada kami. Sambil
memasak, kami terlibat obrolan seru tentang banyak hal, mulai dari
pasar, sekolah, salon tempat ibu bekerja dan akhirnya sampailah pada
pembahasan ini....
Pertanyaan ibu menghentikan irama bunyi pisau yang sedang aku pakai
untuk memotong lobak, tapi tidak lama kemudian suara pisau itu kembali
terdengar bersamaan dengan jawabanku....
"Betah banget Bu! karyawan disana baik-baik, apalagi Mbak Riska. Kami
semua sudah seperti keluarga"
Perbincangan hangat antara Ibu dan Anak ini berlangsung lama, hingga
tanpa disadari nasi dan lauk yang kami masak sudah siap untuk
dinikmati. Berdua kami menyantap masakan yang sederhana tapi terasa
jauh lebih mewah dari yang ada di Batavia. Beginilah kiranya kegiatan
kami setiap pagi, setelah sarapan kami pun sama-sama bersiap untuk
memulai aktivitas masing-masing, Ibu bersiap pergi ke Salon dan Aku
bersiap pergi ke Kampus.
ATTENTION!
Karena sebuah alasan yang tidak bisa Saya sebutkan, maka dengan
terpaksa Saya harus mengubah beberapa Konten dalam cerita ini
Selamat Membaca
Dear Diary...
23 Desember 20XX
22:30 WIB
Aku lagi bantuin Oma cuci piring di dapur, sementara BQ yang mengurusi
pelanggan. Hari sudah semakin larut, pelanggan pun semakin sedikit
jadi satu orang waitres aja pastinya udah cukup. Kadang Aku merasa
kasihan sama Oma karena beliau sudah tua, mungkin kalau mendiang Nenek
ku masih hidup, mereka berdua pasti seumuran. Sambil bekerja Oma
menasihatiku untuk banyak-banyak berdoa sebelum dan setelah melakukan
pekerjaan apapun, agar semua yang aku kerjakan diberkahi dan
dilindungi Tuhan.
Oma juga banyak bercerita tentang masa mudanya dulu yang ternyata
penuh dengan perjuangan, tentu saja itu jadi motivasi tersendiri
Aku melihat tumpukan piring kotor di samping kiri yang ternyata jauh
lebih tinggi daripada tumpukan piring bersih di samping kanan, itu
artinya pekerjaanku masih banyak dan harus segera diselesaikan, belum
lagi sekarang BQ datang membawa tumpukan piring kotor baru yang akan
memperpanjang masa kerjaku di dapur. Dia meletakkannya begitu saja di
sampingku lalu pergi tanpa sepatah kata pun. Baguslah! Karena Aku juga
gak ada waktu buat menoleh dan menyapa BQ, Aku lebih memilih fokus
sama piring dan gelas kotor ini. Tidak ada waktu untuk mengeluh, aku
melanjutkan pekerjaan ini dengan mengurangi jumlah bilasan, berharap
dengan begitu bisa cepat terselesaikan.
"Ini sudah hampir jam sebelas malam, tapi kenapa masih banyak
pelanggan? biasanya lewat jam setengah sebelas kami tidak lagi
menerimanya. Dan tumpukan piring kotor di samping kananku ini......
"Halooo?? BQ???"
Semakin aku dekat, semakin nampak kalau orang yang sedang berdiri di
depanku ini sama sekali tidak mirip BQ, dan rasa curigaku ini semakin
kuat karena kudengar suara BQ dan karyawan lainnya sedang bercanda di
ruang makan. Tentu saja aku segera mundur dan menjauh dari sosok
bertubuh tinggi ini.
Orang itu sama sekali tidak bergeming, tidak ada respon apapun kecuali
suara berisik piring yang bergetar di atas nampan yang dibawanya. Aku
tahu ada yang gak beres disini, dan Aku gak mau kalau harus pingsan
lagi. Aku mengambil nafas panjang untuk berteriak memanggil teman-
teman... dan.....
PRANGGGGG!
"Hehehe maaf mbak, aku mecahin cangkir, tapi cuma satu kok"
Dear Diary..........
Ini sudah satu minggu sejak terakhir kali aku kerja. Sudah seminggu
juga Aku tidak pergi kuliah. Itu semua karena kesehatanku yang
menurun, bahkan aku sempat pingsan di restoran, dan terpaksa Mbak
Resti yang harus mengantarkan pulang. Akhirnya Aku diberi libur kerja
sampai kondisiku pulih. Tidak hanya itu, Karyawan Restoran bergantian
menjenguk aku, membuat aku benar-benar ngerasa jadi bagian dari
keluarga mereka.
Chandra? Tentu saja dia yang paling sering menjenguk aku, bahkan
hampir setiap hari, meskipun kadang aku bete juga sih, gara-gara dia
sering ngomel. Oh ya! Selain chandra, BQ adalah orang kedua yang
paling rajin jenguk Aku. Ini aneh, mengingat di restoran kami sama
sekali tidak akrab. Setiap kali ke rumah, BQ selalu saja menanyakan
pertanyaan yang sama
"Kamu beneran gak ingat apa yang sudah terjadi malam itu?"
Tentu saja aku tidak ingat! Aku bahkan tidak mengerti apa yang dia
bicarakan.
30 Desember 20XX
09.30 WIB
Anyway, akhirnya aku ngampus lagi, meskipun itu artinya... Aku harus
bertemu lagi dengan orang ini.
"Memory yang Elo kasih, kenapa masih kosong? Bukannya Gue udah bilang,
balikin semua data-data yang ada di HP Gue!!"
Aku tidak tahu harus jawab apa, karena selama ini Chandra yang
mengurus semua. Dia juga bilang kalau sejak awal memory itu belum ada
isinya. Itu cuma akal-akalan Alya saja buat ngerjain Aku. Tapi....
tentu saja Aku tidak bisa bilang seperti itu di depan orangnya
langsung, apa lagi kali ini Kak Alya gak sendirian, Dia bawa dua orang
temannya. Dan sepertinya.... Aku kenal dengan mereka.
Yang berambut hitam keriting gantung ini namanya Rofi, Dia Mahasiswi
Yang gemuk dan pendek ini namanya Yumna, Aku tidak banyak tahu tentang
dia, selain dia adalah orang malang yang proposal skripsinya ditolak
gara-gara terlambat mengumpulkan. Dan tentu saja penyebabnya adalah
aku. Andai saja badannya tidak se-lebar pintu perpustakaan, pasti
tidak mungkin aku tabrak dia sampai helai demi helai proposal tebalnya
yang belum dibendel itu berserakan, dan harus di tata ulang satu
persatu. Itu terjadi sekitar satu minggu yang lalu.
Intinya.... ketiga orang ini sama-sama punya dendam kesumat yang belum
hilang, dan sialnya ternyata mereka bertiga saling kenal. Aku berpikir
keras, mencari jawaban yang tepat dan cepat, yang bisa menyelamatkanku
dari mereka bertiga. Dan jawaban yang aku dapatkan adalah...
"Kak.. Aku kan udah minta maaf, Aku janji bakal ganti rugi....."
Percuma! Selain mereka tahu aku ini ceroboh, mereka juga tahu aku
adalah orang miskin. Jadi omonganku soal ganti rugi, sama sekali tidak
bisa mereka percaya. Mereka mulai bertingkah kasar, menarik paksa tas
besarku, dan menuangkan isinya ke lantai. Buku, gantungan kunci,
Handphone dan barang-barangku yang lain pun jatuh berserakan. Dan
diantara barang-barang itu, mereka memutuskan untuk mengambil salah
satu yang menarik perhatian mereka, barang itu adalah
DIARY KU
"Please Kak, jangan yang itu..... Kakak boleh ambil Handphone ku tapi
tolong kembalikan buku itu"
Tentu saja! Mereka tidak akan tertarik dengan Handphone bututku. Tidak
Mereka tertawa licik, membuka lembar demi lembar dengan ekspresi wajah
jijik. Sementara rofi menahanku dengan tubuh tambunnya. Aku masih
melawan, dan harus terus melawan, walaupun teriakan ini percuma, tapi
setidaknya dorongan tubuhku dengan semua tenaga yang aku punya ini,
bisa membuat mereka berhenti.
DUG!
KENAPA?
Kenapa dia tidak berhenti? Padahal Aku sudah tidak punya tenaga
berdiri. Masih disakiti, dihantam tanpa henti. Rambut, wajah, dan
semua yang bisa disakiti, tidak luput dari pukulan dan cakaran nya.
"Please.... Berhenti"
Aku memohon, dengan tangis yang tidak bisa ku keluarkan. Tapi dia sama
sekali tidak menghiraukan, dan terlihat semakin menikmati yang sedang
dia lakukan. Tertawa, puas dengan darah yang keluar dari mulut, dan
lebam yang mulai mewarnai wajah. Tidak ada yang bisa aku lakukan,
selain menunggu nya...
BERHENTI
Hari ini adalah hari yang sial, walaupun semua hari-hariku memang
selalu sial. Apa yang dilakukan Kak Alya dan kawan-kawannya sudah
lewat batas, tidak hanya hina, cela dan caci maki, tapi kali ini
mereka sudah berani menyerang fisik. Ah.... kepalaku masih terasa
sangat sakit, aku tidak ingat lagi apa saja yang sudah mereka lakukan
pada tubuh ini.
30 Desember 20XX
20:00 WIB
Menjelang tahun baru, pesanan untuk event dan pentas hiburan semakin
banyak. Mungkin sudah waktunya Hanggareksa mempertimbangkan perekrutan
karyawan baru. Walaupun restoran ini kecil, kami tetap sering
kewalahan melayani banyaknya pelanggan dan juga banyaknya pesanan.
Hampir setiap rapat Aku selalu mengusulkan penambahan Karyawan, tapi
Bak Riska selalu saja menjawab "Nanti kita pertimbangkan", meski
begitu sampai sekarang kami masih saja berenam. Awalnya Aku pikir,
keuangan restoran belum mencukupi untuk menggaji Karyawan baru, tapi
semakin kesini aku mulai merasa bahwa...
Kak Ratna memberikan nampan dengan Bebek bakar madu dan Twilght Soda.
Minuman yang sering Ibu pesan, bahkan hampir tiap hari ibu
mengingatkan aku...
"Nova... ntar pulangnya bawain Ibu Twilight Soda ya, bayarnya potong
gaji kamu aja"
Ah Ibu..... kalau tiap hari dipotong, bisa-bisa awal bulan gajiku cuma
tinggal lima puluh ribu. Aku bawakan pesanan ini pada pelanggan yang
duduk di meja nomor lima, meja itu berada tepat di depan meja kasir.
Aku perhatikan setiap langkah yang ku ambil, tidak ingin kecerobohanku
merusak selera makan pelanggan.
PUK
BYURR............
Bak kebakaran jenggot, bapak mesum itu berdiri dari kursinya. Wajah
dan bajunya basah oleh Twilght Soda, sementara Aku.... Aku tersenyum
sambil memegang gelas kosong bekas twilight soda..
LHO?
Terpaku oleh rasa heran, melihat gelas kosong minuman milik bapak itu,
kini sedang dalam genggamanku. Bapak itu masih saja berteriak-teriak
memanggil manager, disaksikan oleh pelanggan yang lain. Aku mulai
sadar apa yang sedang terjadi, orang yang menyiramkan minuman ke muka
bapak itu adalah Aku. Hanya saja...... kenapa Aku seolah-olah tidak
ingat apa-apa?
Seru Mbak Riska, seperti sedang berkata "Biar Aku yang urus"
Nasihat Oma sama sekali tidak membantu, karena yang sedang ada di
pikiran ini bukanlah perlakuan Bapak itu padaku, melainkan perlakuanku
padanya. Aku tersenyum, agar Oma dan yang lain tahu bahwa Aku baik-
baik saja, syukurlah mereka percaya, kecuali BQ......
Aku pergi ke tempat cuci piring, disana ada BQ yang sedang menunggu
air mendidih.
"Ummmm.... gak juga, aku memang sengaja ngelakuin itu, orang kaya gitu
emang pantas diberi pelajaran"
"Jangan bohong!"
PERGI!
Hujan deras yang luput dari ramalan cuaca mengguyur bumi Gambir,
memaksa sebagian pejalan kaki untuk berteduh dan sebagian lainnya
masih kalang kabut mencari tempat berlindung. Para Abang becak
berkumpul di pangkalan dengan becaknya yang sudah tertutup plastik,
begitu juga dengan Pak Kusnadi, tukang parkir yang sedang bernaung di
bawah atap restoran sambil sesekali menggigil kedinginan. Kak Resti
memintanya untuk masuk, tapi beliau menolak dan lebih memilih duduk di
luar, di kursi plastik yang baru saja dibawakan oleh Kak Resti.
31 Desember 20XX
22:30
"Hei!"
"Ummmm makasih, maaf Aku gak sadar kalau kamu datang, hehehe"
"Aku sudah ada di sini dari tadi, kita bahkan sudah ngobrol panjang
Benarkah? Ucapku dalam hati karena sejujurnya Aku tidak ingat apa-apa.
Aku bahkan baru sadar kalau diary ini Aku bawa ke restoran, sebelumnya
aku selalu menyimpannya di tas sekolah karena di restoran tidak ada
waktu untuk membuka nya. BQ semakin serius memandang wajahku yang
semakin bingung, sejak kejadian di dapur yang pertama BQ tampak selalu
memperhatikanku padahal sebelumnya dia adalah orang yang cuek, bahkan
sama pelanggan sekalipun.
"Apa yang Aku ceritakan ini, boleh kamu percaya, boleh juga tidak.
Sejak kecil Aku bisa melihat apa yang orang lain tidak bisa, entah ini
anugerah atau sebuah kutukan, aku tidak tahu! Yang aku tahu, semakin
bertambahnya umur, semakin aku merasa berbeda. Meskipun begitu, sampai
saat ini aku hanya bisa melihat, tanpa mampu berinteraksi dengan
mereka. Ya! Mereka adalah mahluk halus dengan beragam wujud dan
sifatnya. Mereka ada dimana pun, bahkan di tempat yang menurut kita
aman sekali pun, termasuk....."
DI RESTORAN INI
"GULP"
"Saat pertama datang kesini untuk wawancara kerja dulu, Aku sempat
berhenti di depan pintu masuk dan berpikir untuk kembali pulang,
karena setelah belasan tahun hidup berdampingan dengan mahluk halus,
baru kali itu Aku merasakan....
TAKUT
Bukan karena terancam atau terganggu dengan penunggu yang lebih dulu
menempati tempat ini, tapi saat itu rasa takut ku lebih kepada Trauma
yang sangat kuat menghantui. Tanpa harus melangkahkan kaki ke dalam
restoran ini, Aku sudah bisa dengan jelas merasakan... bahwa
TRAK!!
"Aku baru tahu kalau kamu sempat diwawancara dulu sebelum kerja
disini, setahuku.... kamu datang dan langsung bekerja deh"
Apa? Jadi waktu itu BQ ditolak bekerja disini, kenapa? Apa karena
wawancaranya tidak berjalan lancar? Banyak sekali pertanyaan yang
ingin aku ajukan pada BQ, tapi semakin lama kami di bawah sini,
semakin Mbak Riska curiga, jadi Aku hanya memilih satu pertanyaan
terakhir...
Kami berdua sudah kembali duduk di kursi, dan membereskan lilin yang
baru saja Aku jatuhkan. Masih dengan suara kecil, Aku bertanya pada BQ
"Maksud kamu?"
"Hmmmm aku denger, restoran ini dulunya milik seorang tokoh agama,
kemudian dia pindah ke luar kota dan menjualnya pada mbak Riska. Apa
mungkin rumah itu juga ya?"
Tanya Aku
Jawab BQ
"Eh kenapa?"
Hujan deras ini membuatku harus pulang kemaleman dari restoran, belum
lagi motorku jadi basah kuyup soalnya tempat parkir restoran emang gak
ada atapnya, dan gara-gara itu semua lagi-lagi Aku harus mengalami
nasib sial.
31 Desember 20XX
22:55 WIB
Aku masih berusaha membuat motor ini nyala, tapi mungkin memang sudah
nasib sialku, alih-alih nyala, motor ini malah mengeluarkan bunyi aneh
setiap kali distarter. Mbak Ratna menawariku tumpangan karena memang
rumah kami satu arah, tapi aku harus menolak karena tidak mau
meninggalkan motor ini di parkiran. Beruntung Pak Kusnadi yang juga
sudah bersiap untuk pulang datang menghampiri, seakan sudah pengalaman
dengan motor antik, beliau mencabut bagian motor yang entah apa
namanya itu, dan memeriksanya lalu beliau berkata...
BREMMMMMMMMMMMMMMM
Di perjalanan...
Cewe ABG jalan sendirian di tengah malam gini, di sebuah jalan yang
sudah semakin sepi, bertemu dengan orang-orang seperti ini, dan tidak
bisa lari karena satu-satunya kendaraan yang aku punya mati. Kurang
sial apa coba?
Salah satu dari empat orang itu menyenggol temannya memberikan isyarat
bahwa ada yang datang. Seketika itu juga semuanya menoleh ke arahku,
meninggalkan gapleknya dan menghampiriku. Satu diantara empat orang
itu kelihatan seperti Om-om dengan rambut tengah yang botak, kumis
tebal dan perut buncit yang hanya ditutupi kaos dalam. Sementara
sisanya adalah tipikal ABG Alay yang model rambut, muka sama bau
badannya gak matching.
"Wah wah kacian beud sih neng, tengah malam gandeng motor, mending
gandeng gue aja neng"
"KYAAAAAAAAAAAAAAAA"
PLAK!
Aku tidak bisa mengimbangi gerakan mereka yang lebih cepat dan lebih
kuat, sehingga dalam sekejam kedua tanganku sudah mereka pegang. Si Om
yang dari tadi diam memegangi pipinya sekarang mulai mendekat dan
memegangi pipiku, aku cuma bisa memohon dengan terbata-bata kala
wajahnya semakin mendekati wajahku,
BRMMMMMMMMMMMM
Beruntung motor yang lewat barusan mengagalkan apapun niat busuk yang
hampir dilakukannya padaku, mungkin karena tidak mau menarik perhatian
orang yang lewat, tapi inilah kesempatan yang tepat. Aku yang mulai
percaya diri untuk melawan, Akhirnya mengambil tindakan dengan
menghantamkan kakiku tepat di bagian lembut yang ada diantara
selangkangannya
DEB!!
"ADDDDDDDDDDDOOOOOOOOOOOOOOOOOW"
PLAK!
Lagi.... Aku harus merasa sakit lagi.... Tapi anehnya, rasa sakit itu
membuang semua rasa takutku. Dia.... mulai menghantam pipi sebelah
kiri. Keras sekali hingga terpental dan tersungkur ke aspal. Semua
terlihat panik, tapi kemudian semakin beringas. Aku tidak tahu lagi
apa yang harus aku lakukan, berteriak pun sepertinya percuma. Dia
melakukannya, satu per satu, hingga cairan merah itu terlihat.
Keributan itu menarik pengemudi motor yang lewat, dan yang terjadi
selanjutnya adalah Babak belur, lalu kemudian kabur.
Apa yang salah denganku akhir-akhir ini? Aku terlalu sering bengong
hingga sampai pada tingkatan lupa dengan apa yang terjadi di sekitar,
bahkan terkadang Aku lupa dengan apa yang baru saja Aku lakukan. Tidak
mungkin masalah ini Aku ceritakan pada Ibu, karena itu hanya akan
membuatnya khawatir. Beruntung nya Aku punya Chandra, sahabat satu-
satunya yang selalu bisa Aku andalkan.
1 Januari 20XX
09.00 WIB
Liburan pertama ku setelah sekian lama. Ibu tidak pernah punya waktu
untuk mengajakku jalan-jalan karena kesibukannya. Tapi Aku tidak
mengeluh, karena sebenarnya.... Aku lebih suka nonton TV di rumah.
Tapi Chandra..... dia mengajakku pergi ke tempat ini, salah satu
wisata di kota gambir yang punya legenda turun temurun, begitulah yang
diceritakan Chandra dari tadi, sampai telinga ini bosan sendiri.
"Aku beneran gak apa-apa kok! Aku sengaja gak ngasih tahu Kamu,
soalnya.... Aku takut kamu gegabah melabrak mereka. Gimanapun....
mereka perempuan"
Aku harus memotong perkataan Chandra, karena kalau tidak... dia akan
mulai dengan nasehat-nasehatnya yang membosankan, sama membosankannya
dengan cerita-ceritanya. Chandra sudah terbiasa aku perlakukan begitu,
tapi kali ini.... dia seperti tidak suka Aku menyela pertanyaannya.
"Emang apa yang beda sih? Salah satu temenku di Hanggareksa juga
bilang gitu. Apa mungkin kalian berdua sudah bosen temenan sama Aku?"
Tanya ku kesal. Tentu saja Aku kesal! Karena tidak hanya BQ, sekarang
Chandra pun merasa Aku berbeda. Cara mereka berkata bahwa Aku berubah,
seolah-olah mereka lebih tahu tentang ku daripada diriku sendiri.
Meskipun nyatanya... Aku memang tidak tahu apa yang sudah terjadi
padaku belakangan ini.
"Eh iya ya! Aku lupa.... mungkin ketinggalan di kamar mandi hehehe"
Tanya Chandra
"Lhooo kenapa?"
Setelah kejadian di kampus, dimana aku harus terlibat adu fisik dengan
Kak Alya dan kawan-kawan, Aku tidak pernah lagi melihat mereka. Aku
mulai khawatir, bisa jadi ini ulah Chandra. Dia adalah sahabat yang
baik, meskipun sering bertindak gegabah. Dia bahkan mendatangi preman-
preman yang malam itu mencegatku dalam perjalanan pulang, entah
darimana informasi itu di dapatnya, padahal sudah susah payah Aku
menyembunyikannya.
5 Januari 20XX
07.30 WIB
Seorang cowo bertubuh kekar keluar dari mobil merah yang tiba-tiba
berhenti di depanku. Perjalananku ke kelas pun jadi terhenti. Rambut
jabrik, kacamata hitam dan Kaos bergambar tengkorak itu adalah
definisi cowo berbahaya yang ada dalam kamusku.
"Masuk!"
Sepertinya Aku kesulitan meniru Gaya bicara Chandra, yang ada malah
terdengar seperti orang bego. Tapi ternyata.... pertanyaanku barusan
tidak butuh dijawab, aku sudah menemukan sendiri jawabannya.
Di dalam mobil merah itu, ada Kak Alya, dan itu artinya.... Cowo
jabrik ini adalah Pacarnya.
"Jangan banyak tanya! Sekarang Elo ikut Gue, ada masalah yang perlu
Pada saat cowo itu selesai dengan kalimat terakhirnya, Aku sudah lebih
dulu kabur, jauh dari jangkauan Cowo brengsek itu. Sayangnya..... Aku
lupa memperhitungkan, bahwa tenaga pria jauh lebih besar dari wanita,
hingga akhirnya Cowo itu berhasil menyusulku.
"Berhenti Jalang!!!"
Lancang sekali mulut Cowo itu, sama lancangnya dengan tangannya yang
dengan kuat mencengkram pergelangan tanganku, Aku terhenyak,
AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAHHHHH
PLAK!
"KURANG AJAR!"
Lagi....
Ini sudah ketiga kalinya.... Apa yang salah dengan diri ini? Di depan
dua orang yang kebetulan lewat ini, Dia menghantam wajah berkali-kali
seperti tidak punya belas kasih. Penonton pun mengerti, betapa tidak
adilnya perkelahian ini, Layaknya badut dan preman kampus, semua sudah
tahu siapa yang akan mampus. Darah mengalir dari kedua hidung, tapi
aku masih beruntung..... dua orang penonton itu pun datang
menghampiri, dan berhasil melerai kami.
Aku harus bolos kerja, untuk kesekian kali. Dan Ibu harus mendapat
panggilan dari Kemahasiswaan, untuk pertama kali. Ibu punya banyak
alasan untuk memarahiku, tapi Ibu memilih menangis karena sangat
mengkhawatirkanku. Kak Alya.... Preman.... dan Cowo Jabrik itu.... Aku
tidak akan bisa membalas perlakuan mereka semua, tapi Aku percaya
Tuhan maha Kasih, biarkan Karma yang menjadi Hakim.
6 Januari 20XX
06.50 WIB
Mbak Riska sedang mengelap meja, dibantu oleh Kak Resti dan Kak Ratna,
sementara Oma sedang sibuk menyiapkan bumbu. Hanggareksa di pagi hari,
jauh lebih sibuk dari yang biasa Aku lihat.
"Ummm ada sih Kak, tapi..... Aku kesini soalnya ada kepentingan sama
Tanya Mbak Riska dengan wajah yang terlalu seram untuk orang yang
sedang bertanya.
Aku tidak bisa melanjutkannya, tidak dengan situasi seperti ini. Aku
mencari-cari ke sekeliling ruangan, dan mulai bertanya-tanya...
"Kemana BQ?"
"Sebenarnya.... apa?"
Oma yang sedari tadi hanya diam, kali ini mengangguk, lalu pergi ke
dapur tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Melihat itu aku merasa lega, walaupun ada perasaan takut, karena baru
kali ini aku melihat Oma bersikap sedingin itu. Tidak hanya Oma, tapi
semua karyawan Hanggareksa, seperti mendadak membenciku. Aku tidak
peduli... segera ku keluarkan amplop berisi surat pengunduran diri,
lalu kuberikan pada Mbak Riska. Dia menerimanya, membuka lalu
membacanya.
"Nova?"
Apapun maksudnya..... yang jelas Aku senang, Aku masih bisa membuat
perpisahan manis di restoran ini, walaupun hanya dengan BQ dan Pak
Lukman. Akhirnya Aku pamit, tidak seharusnya aku berlama-lama lagi di
sini. Pak Lukman pun sepertinya masih ada urusan keuangan dengan Mbak
Riska, beliau pamit pergi ke dapur.
Anyway... Hari ini Aku sudah dibuat kesal oleh seseorang yang tiba-
tiba saja mengejarku di area parkir restoran. Dilihat dari
penampilannya, seperti gelandangan yang baru sadar dari maboknya
semalam. Orang itu tanpa alasan yang jelas menghampiriku dan memaksaku
turun dari motor. Aku berteriak lalu kabur dengan selamat. Anehnya...
orang itu tahu namaku, meskipun Aku sama sekali tidak ingat pernah
bertemu dengannya.
6 Januari 20XX
11.00 WIB
Tanya Chandra
"Jangan pura-pura gak tahu deh! Ini pasti gara-gara Kamu yang cerita
sama Ibu soal preman itu kan?"
"Terus tadi pagi.... apa preman itu juga yang gangguin Elo?"
Itulah topik perbincangan serius nan santai kami dari kelas menuju
tempat parkir. Tanpa sengaja Kami bertemu Rofi, dan dengan sengaja
Rofi menghindari kami, begitu juga dengan cewe yang sedang bersamanya.
"Nova!"
Seorang Cowo tinggi dengan jenggot tipis dan model rambut jadul ala
Charli STMJ menghampiriku. Dibelakangnya adalah seorang Cewe
cantik.... Cantik sekali dengan tubuh tinggi semampai dan seksi, yang
meskipun sekilas sudah berhasil membuatku iri. Rasa iri itu berakhir
manakala Aku ingat siapa Cowo ini sebenarnya.... Ya! Tidak salah
lagi.... ini adalah Cowo yang tadi pagi.
Aku mulai takut, karena terakhir kali Aku didatangi Cowo asing,
terjadi pertarungan yang tidak dapat Aku hindari.
"Please.... jangan kabur dulu! Ada sesuatu yang harus kita bicarakan,
dan ini sangat amat penting"
Ucap Cowo itu. Tapi belum sempat Aku menjawab, Chandra sudah lebih
dulu ambil tindakan.
"Jadi Elu preman yang tadi pagi gangguin Nova? Ternyata Elu mahasiswa
disini juga... besar juga Nyali elu berani nyamperin Nova di depan
Gue"
Baru saja Aku berniat menghentikan Chandra, tapi syukurlah Cowo itu
tidak terpancing emosinya, dia kembali bicara...
"Nova.... please.... ini gak akan lama, kami cuma butuh beberapa
penjelasan dari Kamu tentang........"
BRUK!
BUK!
"Gue gak akan tinggal diam, Gue pasti terus datangi Elo, sampai Lo mau
bicara"
Teguran dari Pak satpam tidak berarti apa-apa pada Cewe itu, dengan
lihainya dia merayu, seperti sudah saling kenal dan saling tahu, kedua
satpam itu pun tersenyum dan tersipu. Tidak butuh lama bagi Cewe itu
untuk membuat pak satpam pergi, dan memutuskan untuk melupakan
kejadian barusan.
"Nova.... maaf atas sikap temanku barusan, dia memang arogan dan susah
menjaga omongannya. Tapi saat ini dia sangat butuh bantuan, kami tidak
minta banyak dari kamu, hanya sedikit waktu agar kita bisa bertemu dan
mendiskusikan sesuatu"
"Siapa sebenarnya Cowo itu? Dan apa yang dia mau dariku?"
7 Januari 20XX
Tidak ada alarm yang berbunyi, itu artinya Aku terbangun sendiri. Aku
terbangun tanpa ingat kapan aku tidur.
"Ummm??"
Tidur dengan hanya mengenakan pakaian dalam, sejak kapan ini jadi
kebiasaan? Aku beranjak dari kasur kusut ku, dan meletakkan Diary ini
di meja. Sepertinya... lagi-lagi aku tertidur saat sedang menulis.
Seperti kebanyakan orang, hal yang wajib dilakukan setiap bangun pagi
adalah
"Memeriksa Handphone"
Ada tiga panggilan dari Chandra, dan satu pesan dari BQ yang berbunyi
Otak ini belum pemanasan, sehingga SMS BQ sama sekali tidak bisa Aku
cerna dengan baik. Melihat hari dan tanggal di Handphone,
mengingatkanku bahwa hari ini Aku punya janji bertemu dengan Sabrina
dan Cowo bernama Sandy itu. Dan Aku harus pergi ke kampus hanya untuk
berdiskusi tentang Hanggareksa? Ah! Malas sekali rasanya, tapi janji
tetaplah janji.
Aku pergi menuju kamar mandi, saat melewati cermin, barulah Aku
sadari. Kalung ini... kalung pemberian Ibu, sudah beberapa hari ini
tidak aku kenakan, tapi anehnya pagi ini melingkar indah di leherku.
Aku genggam kalung perak itu, dan berdoa sebelum memulai hari ini. Hal
yang biasa aku lakukan setiap pagi, tapi sering aku abaikan belakangan
ini.
HWAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA
"Huuuuuuuuuuuuuuuh Kamu ini!! Udah gede masih aja takut kecoa, buruan
mandi sana! Pantes saja kecoa betah di kamar ini, penghuninya aja
malas mandi"
HIHIHIHIHIHIHIHIHI
Semerbak bau tanah basah menari-nari di hidung ini, cuaca dingin nan
sendu rayuan telak untuk malas sejenak. Pepohonan malang di pinggir
jalan diguyur hujan lebat, diterpa angin kencang, rerumputan di
bawahnya yang tumbuh tanpa sengaja, tidak mampu bernaung dari derasnya
hujan. Aspal basah terbentang panjang di depan mata, sesekali
kendaraan melintas, tak hiraukan jarak pandang yang makin terpangkas,
dan setiap menitnya Kabut di jalanan Kemitir menebal dan mencuri
pandangan para pengemudi yang melintas.
Saya tahu ini belum waktunya berangkat, tidak mau ambil resiko adalah
keputusan yang tepat. Bernaung di sebuah rumah makan di pinggir jalan
masuk jalur kemitir, "Depot Gandrung" nama yang unik untuk sebuah
warung. Saya duduk dekat sekali dengan lemari kaca, dihiasi masakan
khas jawa timur dan beberapa menu import yang sebenarnya tidak cocok
dengan lidah kampungan saya. Tidak berniat makan, tapi malu rasanya
duduk hanya dengan secangkir teh hangat, akhirnya nasi pecel ini pun
habis saya lahap.
Merokok adalah kewajiban, sehabis makan pedas dan cuaca dingin karena
hujan. Peduli apa sama ibu-ibu yang mengibaskan tangannya menolak asap
rokok Saya, salah dia sendiri duduk di sebelah sopir. Depot semakin
penuh sesak dengan para pencari teduhan, sebagian besar tidak lapar,
hanya ingin menyelamakan diri dari guyuran air hujan. Beberapa orang
tampak bingung dimana harus meletakkan pesanannya, setelah lihat
kanan-kiri mencari bangku kosong, akhirnya memilih menikmatinya di
luar depot. Mungkin.... duduk bersama seorang sopir tua sangatlah
membosankan, hingga kursi kosong di depan saya ini sama sekali tidak
diinginkan. Wajar, mereka pasti ingin menghindari obrolan kuno dari
orang tua macam saya.
Kecuali orang ini... pemuda ini tidak peduli siapa yang akan satu meja
dengannya, hingga memilih duduk bersama orang tua. Kaos tangan dan
jaket tebalnya, adalah tanda bahwa dia pengendara motor. Seluruh
"Silahkan Mas....."
Tanya Saya pada pemuda yang sedang meniup kopi hitamnya ini.
Lama kiranya kami saling diam dan sibuk dengan kegiatan masing-masing.
Saya masih sibuk dengan rokok dan acara TV di warung ini, sedangkan
pemuda ini sibuk memandang keluar jendela. Ya.... Bunyi derasnya air,
cuaca yang dingin dan Aroma tanah seakan bisa menghipnotis siapapun,
merayu nya untuk termenung dan melupakan sejenak permasalahan hidup.
"Oh ya Pak, jam antik yang ada di mobil bapak itu.... mau
dikemanakan?"
Tanya pemuda ini yang membuat saya harus berhenti menonton Televisi.
Pertama.... dari mana dia tahu kalau itu mobil Saya? Kedua...... Tidak
banyak anak muda yang tertarik dengan benda-benda tua. Awalnya saya
pikir ini sekedar pertanyaan basa-basi pengusir rasa bosan, tapi
bukan! Mata anak muda ini seolah ikut menegaskan, bahwa dia serius
dengan pertanyaannya.
Terus terang Saya senang.... sepertinya pemuda ini adalah orang yang
menyenangkan. Sebagai bentuk apresiasi saya terhadap antusiasmenya
ini, Saya memilih untuk menceritakannya, tapi sebelum itu.... ada
beberapa pertanyaan yang harus dia jawab.
"Apakah kamu hanya tertarik dengan kemana benda itu akan pergi, tanpa
"Ummmm!! Tentu saja saya tertarik dengan dua-dua nya, itu pun kalau
bapak tidak keberatan menceritakannya"
Hanya saja.... kali ini restoran itu sudah berpindah kepemilikan, tapi
itu tidak mengubah kenyataan bahwa pemiliknya yang sekarang jauh lebih
baik dari pada sebelumnya. Sebutlah Oma.... tentang nama aslinya, saya
tidak pernah tahu. Tapi begitulah karyawan yang lain memanggilnya.
Sudah lebih dua tahun saya bekerja sebagai Food Supplier di Batavia
ini, dan sebagai penghargaan... Oma memberikan saya ijin untuk
mengendarai mobil milik restoran, bahkan boleh saya gunakan untuk
mengantarkan bahan makanan ke restoran lain, dengan Syarat... Batavia
tetap jadi prioritas utama.
23 November 20XX
PADA SIAPA?
Bukankah baru saja saya merasa ada seseorang yang lewat, tapi saat
saya menoleh.... tidak ada siapapun disana. Dan lagi pula, gudang ini
jadi terasa lebih panas dan pengap dari sebelumnya. Semakin panas
karena tanpa sengaja saya melihat karung putih di atas lemari yang
berisi bawang merah. Hanya saja...... antara sadar atau tidak, di
permukaan karung itu timbul sesuatu yang mirip dengan
WAJAH MANUSIA
"Karena yang kamu tanyakan adalah gudangnya, jadi jawabannya bisa iya
bisa tidak. Itu bukan terkahir kalinya Saya masuk ke gudang itu,
mungkin cerita selanjutnya bisa membuat kamu menyimpulkan sendiri"
Ucap saya meredam rasa penasaran pemuda ini, karena cerita saya masih
panjang.
24 November 20XX
Teriak saya memanggil Vivi dari garasi sembari memanaskan mesin mobil.
Jam sudah hampir menunjukkan pukul 06:00 WIB, terlalu pagi untuk Vivi
berangkat sekolah, tapi terlalu siang untuk Saya pergi bekerja. Tapi
memang beginilah setiap harinya, Vivi tidak pernah mengeluh dia selalu
disiplin dan patuh. Hanya saja... entah kenapa kali ini seperti ada
sesuatu yang menahannya...
"Bentar yaaaah!"
Jawab gadis kelas empat SD itu. Saya pun mencoba untuk sabar menunggu,
tapi lima menit adalah waktu yang sangat lama untuk ukuran anak SD
yang bersiap pergi ke sekolah. Saya pun mulai gelisah dan membunyikan
klakson mobil berkali-kali....
"Jadi ngapain aja selama itu? Kalau Tas nya aja belum beres?"
Tanya saya dengan nada marah. Vivi hanya tersenyum konyol, tanpa
berusaha memperbaiki kesalahannya. Dia masih saja memeluk bukunya.
Tidak ada waktu bagi Saya untuk berdebat dengan anak kecil, Saya
mengeluarkan mobil dari garasi, menutup pintu dan segera pergi.
Jarak tempuh dari kontrakan saya ke pasar lumayan dekat, tapi dari
pasar ke Batavia bisa dibilang jauh. Butuh sekitar dua puluh menit
bagi kami untuk sampai di restoran setelah mengisi mobil dengan banyak
sekali pesanan pelanggan. Akhirnya tepat pukul 06:50 WIB, Saya sudah
tiba di Batavia
"Ah enggak kok, belum juga jam tujuh.... lagian kami maklum kok Pak,
gimanapun juga jadi single parent itu gak gampang"
Jawaban Oma membuat Saya sedikit lega, tapi tentu saja ini bukan
alasan untuk mengulangi lagi kesalahan yang sama. Bagaimanapun besok
Saya tidak boleh terlambat lagi. Seperti biasa, Saya memasukkan barang
belanjaan ke dalam gudang, yang entah kenapa kali ini ada perasaan
ragu untuk membuka pintunya. Dua tahun Saya bekerja untuk restoran
ini, dan baru kali ini Saya merasa takut.
KREK
Saya membuka pintu gudang, lalu mulai meletakkan satu persatu tas
plastik berisi daging, sayuran dan bahan makanan lainnya. Saat tiba
gilirannya memasukkan buah-buahan ke dalam lemari es, tanpa sengaja
saya menjatuhkan tas plastiknya. Buah jeruk itu pun berserakan di
lantai.
Saya pun tersenyum.... lalu berdiri. Kejadian seperti ini sama sekali
tidak membuat saya takut, ada banyak yang lebih mengerikan di kampung
Saya. Dengan tidak menghiraukan jeruk di lantai itu, Saya melanjutkan
kerjaan yang tersisa dan keluar dari gudang. Sebelum menutup pintu,
Saya berkata.....
"Kalau memang niat membantu, letakkan jeruk itu di tempat yang benar"
Siapa yang saya suruh? Saya juga tidak tahu. Sampai disini Saya mulai
sadar, bahwa banyak yang berubah di Batavia, semoga tidak terjadi apa-
apa dengan karyawan-karyawan ini
KREK
HIHIHIHIHI
Saya segera berbalik menghadap pintu gudang yang baru saja saya tutup,
karena suara tertawa barusan.... berasal dari dalam gudang. Bermacam
hal mengerikan berkecamuk di pikiran ini, tapi kalau saya pergi
sebelum melihatnya.... maka saya yakin tidak akan tidur dengan tenang.
Untuk kedua kalinya Saya buka pintu gudang ini.... dan benarlah dugaan
saya....
Dari dalam restoran, saya melihat Resti dan Ratna sedang bermain
dengan Vivi di luar. Suara gaduh itu berasal dari mereka. Sudah lama
Saya tidak melihat Vivi sebahagia itu, kesibukan Saya sudah mengurangi
Waktu Saya untuk-nya, dan kalau dipikir-pikir.... Saya jadi semakin
keras terhadap Vivi.
Ucap Riska yang hampir saja saya lupakan keberadaannya. Saya pergi ke
meja kasir untuk menagih bayaran pesanan hari ini, tapi suara canda
tawa Vivi mengalihkan pikiran Saya.
"Jam ini pasti sudah tua sekali, beberapa bagian di jarumnya terlihat
berkarat, dan jarum panjangnya juga patah"
JANGAN DISENTUH......
"Tolong lanjutkan!"
"Tolong lanjutkan saja, jangan hanya karena saya bertanya, bapak jadi
tidak menceritakan beberapa kejadian lainnya. Percayalah! Saya sangat
penasaran dengan jam itu, tapi setelah cerita bapak barusan... saya
justru penasaran dengan semuanya"
"Haahahhahahah! Kamu ini orang yang unik.... Tapi baiklah... saya akan
menceritakan semuanya, Semuanya...."
25 November 20XX
Malam ini ada dua orang supir yang ikut nimbrung. Mereka adalah
Baihaki dan Zamroni. Saya tidak ingat siapa yang memulainya, tema
obrolan malam ini mendadak menjadi mistis. Baihaki dan Zamroni
bercerita pengalaman horrornya selama menjadi supir, mereka harus
Ujar Baihaki yang mengaku sudah sering melintasi jalur kemitir yang
memang area pegunungan dengan tanjakan terjal dan turunan yang
menukik.
"Kalau Saya sih sudah terbiasa melalui medan yang lebih sulit, jadi
itu sama sekali bukan tantangan. Tapi pernah suatu ketika, dari baik
kaca mobil saya melihat laki-laki betubuh sangat gemuk sedang tertawa
sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. Tentu saja saya segera menoleh,
tapi ternyata..."
"Weeess weeeesss.... jangan dilanjut dah! Bahas yang lain aja! Garai
Gak isa turu ae"
Setelah pamit, saya segera menuju mobil yang diparkir agak jauh dari
warung. saya tidak pernah khawatir mobil tua ini akan hilang dicuri
orang, karena saya yakin diskon 50% pun tidak akan ada yang mau beli.
Tidak akan ada yang tertarik dengan mobil keluaran tahun 70an ini.
Kecuali.... orang ini..
Ada seorang wanita sedang berdiri lumayan jauh di depan mobil saya.
Tidak mengganggu sih, tapi sejak saya berjalan ke tempat parkir,
sampai saat ini saya sudah menyalakan mesin, Ibu itu masih saja
Saya mengendarai mobil perlahan ke arah Wanita itu, dengan sok baik
Saya menwarinya tumpangan. Karena mungkin saja alasan dia melihat
mobil Saya, adalah karena dia sedang butuh kendaraan.
"Mau kemana Bu? Kalau ke Gambir, mari ikut! Kebetulan Saya juga mau ke
sana"
Wanita itu seperti terkejut mendengar tawaran Saya, tapi senyuman dan
gelengan kepalanya itu, menandakan bahwa dia tidak mau. Wanita itu
berbalik pergi ke arah yang berlawanan.
Kaki Saya diam seperti enggan menginjak gas mobil, ada sesuatu yang
sedang saya coba keluarkan dari ingatan ini. Wajah Ibu-ibu barusan,
wajah itu seperti sangat familiar, seolah saya sudah setiap hari saya
melihatnya, tapi dimana?
Saat saya melihat ke arah spion mobil, untuk mengobati rasa penasaran
saya, ternyata Wanita itu....
"Entah lah... saat itu, Saya tidak tahu. Saya bahkan tidak punya
prasangka buruk tentang perempuan itu, bisa saja dia hanya pejalan
kaki yang sedang menunggu Bus lewat"
Jawab Saya dengan bibir menggigit rokok, yang akan menemani cerita
saya selanjutnya.
26 November 20XX
Saya menebar senyum sapa pada semua karyawan, semangat dan keramahan
mereka patut dikagumi, Pagi ini sudah ada tiga pelanggan, tapi
Hanggareksa sudah sangat siap melayaninya. Saya melewati ruang makan
untuk menuju dapur, lalu kemudian gudang. Entah kenapa mata saya
seakan tertarik untuk melihat benda antik yang berada di samping meja
kasir itu.
Tidak mau sombong, hidup di kampung dimana hal-hal mistis lebih mudah
dipercayai daripada yang logis, membuat saya sedikit peka dengan
tempat atau pun barang keramat. Dan firasat saya kali ini berkata,
Bicara mengenai benda antik, gedung Hanggareksa ini pun bisa terbilang
antik. Terlepas dari banyak renovasi yang dilakukan, tetap tidak
menyembunyikan kesan bangunan tua yang ada pada restoran ini. Dinding
tebal, yang penuh dengan ornamen-ornamen kuno itu, banyak kita lihat
di rumah-rumah peninggalan belanda. Saya tidak mau kena marah lagi,
terakhir kali saya mendekati Jam itu, Riska ngomel-ngomel seakan-akan
dosa besar jika tangan ini menyentuh benda kesayangannya itu.
BANG!
Saya menghampiri pintu gudang, karena entah kenapa saya punya firasat
bahwa saya sedang terkunci di ruangan kecil ini, dan firasat saya
benar Sekeras apapun saya membukanya, pintu ini tetap saja tidak bisa
terbuka. "Tikus mati di lumbung padi" Mungkin itu lah pribahasa yang
tepat untuk mengambarkan situasi saya saat ini, seorang pria tua yang
merasa terancam di dalam gudang penuh dengan makanan. Ini sangat tidak
masuk akal, karena di dalam kantong celana saya ini, adalah kunci
gudang satu-satunya.
"Riska......., Resti......!!!"
"Ya ampuuun bapaaaak, kok bisa sih? Ya sudah, tunggu sebentar saya
ambil kuncinya"
Saya belum bisa lega, selama masih ada di dalam gudang ini, saya masih
berada di zona rawan. Memang nyawa saya tidak terancam, tapi tekanan
batin yang saya rasakan, rasanya bisa membuat saya gila.
"Saya buka!"
Saya keluar dari gudang, dengan dahi berkeringat. Dari jauh ratna
hanya menatap saya heran, sambil masih memegang kunci. Saya pun tidak
lupa mengucapkan terima kasih.
"Makasih ya dek, kalau barusan gak cepet sampean buka, mungkin saya
sudah mati kehabisan nafas, hahahaha"
"Syukurlah pak kalau gitu, saya sampai buru-buru pinjam kunci ke Mbak
Riska, eh gak tahu nya bapaknya sudah keluar duluan hehe"
Ucapan Ratna barusan mempersingkat durasi tawa saya. Membawa saya yang
sudah keluar dari zona berbahaya, ke dalam zona penuh tanda tanya.
"Yaaa bukan lah pak, saya baru aja datang. Saya tinggal dulu yah pak,
banyak kerjaan di dapur"
Siapa? Siapa yang baru saja membuka pintu? Bukankah saya mendengar
suara orang? Jelas sudah.... gudang ini.... tidak! Restoran ini....
bukan hanya dihuni oleh pemilik baru, tapi entah dari mana dan apa
tujuannya, ada penghuni lain yang tinggal disini. Tidak ada asap jika
tidak ada api, perubahan ini pastilah bukan kebetulan semata. Dan
sampai di sini, saya tidak tahu lagi pada siapa saya harus bercerita.
"Kepada sampean"
"Sudah.... sudah Saya coba, tapi apalah arti omongan orang tua seperti
saya pada mereka berempat, orang kota yang menganggap hantu hanyalah
dongeng pengantar tidur anak-anak di kampung. Hanya Oma, hanya beliau
yang mau mendengarkan Saya, walaupun pada intinya.... beliau juga
tidak percaya. Riska, Resti, Ratna, dan Oma.... entah kenapa saya
merasa, sikap tidak peduli mereka terhadap cerita saya bukan karena
mereka tidak percaya, tapi karena mereka sudah tahu, mereka sudah
lebih dulu tahu"
28 November 20XX
"Yaelaaaaah, itu bukan pelanggan.... gak lihat apa bapak bawa apa?"
Timpal Resti pada gadis tersebut. Gadis itu melihat barang bawaan saya
dengan wajah polosnya, barulah dia tersenyum tersipu
"Iyaa pak, Saya kerja mulai hari ini. Tapi untuk selanjutnya, Saya
cuma kerja shift malam saja, soalnya saya juga masih kuliah, jadi
mungkin bakal jarang ketemu sama bapak, bapak sendiri sudah berapa
lama kerja disini? Selain di Hanggareksa, bapak supplier dimana saja?
Gak capek ya tiap hari bolak-balik...."
Ucap resti sambil menarik gadis itu minggir. Saya pun menggangguk
tanda permisi, dan lanjut pergi ke dapur. Wajah baru di Hanggareksa,
mungkin karena restoran kecil ini semakin populer. Beberapa hari ini
saja pelanggan meningkat dengan drastis. Resti dan Ratna benar-benar
1 Desember 20XX
Pagi itu... untuk kesekian kalinya Saya keluar dari gudang dengan
wajah ketakutan, keberanian saya mulai terkikis sedikit demi sedikit
karena apa yang saya lihat pun semakin menyeramkan sedikit demi
sedikit. Kali ini saya mendengar suara seseorang berbisik di telinga
kanan saya, dan semakin kuat saya menahan diri untuk tidak menoleh,
semakin jelas juga suara itu. Suara lirih yang bergetar yang hanya
dimiliki oleh seorang nenek lanjut usia.
MINTA TOLONG
Tanya BQ yang tanpa Saya sadari berada di lorong di depan gudang, yang
memisahkan gudang ini dengan dapur.
HWWAAAAAAAAAH
"CUKUP! Saya tidak mau tahu! Jangan bicara lagi! Lagipula.... apa-
apaan kamu ini? Bagaimana mungkin kamu bisa tahu?"
"Kalau bapak tidak mau tahu lagi, untuk apa bertanya? Lagi pula di
sini hanya saya yang bisa mengerti masalah bapak, jadi kalau suatu
saat bapak berubah pikiran, bapak tahu dimana harus menemukan saya"
SIAPA BQ SEBENARNYA?
Saya setuju dengan pemuda ini, bahkan sejak kehadiran BQ, satu-persatu
misteri gudang makanan itu terungkap, walaupun tidak semuanya.
"Kalau sampean punya kemampuan yang sama dengan BQ, apa yang akan
sampean lakukan?"
Tanya Saya pada Pemuda yang sekarang sudah melepas jaket tebalnya ini.
"Hmmmmm entahlah, mungkin saya akan memberi tahu bapak mahluk apa yang
saat ini sedang duduk di samping kita dan mendengarkan semua cerita
bapak"
KUTUKAN
3 Desember 20XX
"Ada dua penghuni di gudang itu, seorang nenek dan seorang anak kecil.
Saya tidak mendeskripsikan bagaimana tampang mereka bukan karena saya
tidak mau, tapi karena saya tidak bisa. Sepertinya... mereka berdua
mati dengan cara yang mengenaskan"
"Sebenarnya bukan gudang itu yang jadi masalah, tapi..... ada sesuatu
yang menarik mahluk halus untuk datang ke restoran ini. Sesuatu yang
"Sesuatu yang menarik mahluk halus untuk datang ke sini? Apa jangan-
jangan......."
"Ya! Apa yang bapak pikirkan, sama dengan apa yang saya pikirkan. Ada
beberapa benda yang tidak seharusnya ada di restoran ini. Dan dilihat
dari seberapa ketat mereka menjaga benda tersebut, membuktikan bahwa
sebenarnya
KARYAWAN YANG LAIN SUDAH TAHU TENTANG SISI GELAP RESTORAN INI
"Jadi.... maksud kamu, Riska dan yang lain sengaja memanggil mahluk
halus untuk datang ke restoran ini ?"
Tanya Saya.
"Sengaja atau tidak, saya tidak tahu. Tapi itulah yang sudah mereka
lakukan"
Saya termenung sejenak, merasa bahwa obrolan dengan BQ hari ini sudah
cukup, semakin banyak yang saya tahu, semakin membuat pikiran saya
terganggu, dan itu akan mempengaruhi kerjaan saya disini. Saya tidak
mau berselisih dengan karyawan hanggareksa, karena bagaimanapun di
sini saya hanyalah seorang pekerja.
Akhirnya saya pamitan pada BQ, Saya berterima kasih karena dia sudah
meluangkan waktunya untuk mendengarkan keluhan saya, dan sedikit demi
sedikit mengeluarkan saya dari misteri di restoran ini. Saya pun pergi
menuju mobil untuk berangkat mengantarkan Vivi ke sekolah.
TUNGGU!
"Saya tidak tahu apa yang sudah bapak lakukan selama bekerja di
Hanggareksa, tapi apapun itu.... sebaiknya bapak berhati-hati
karena..."
"Hmmmm Saya hanya mengangguk, karena baik Saya dan BQ sadar, bahwa
topik ini tidak boleh dibawa keluar restoran. Apalagi saat itu ada
Vivi di dalam mobil, Saya tidak mau membuatnya panik, bagaimanapun
untuk ukuran anak SD, Vivi termasuk yang sangat peka. Akhirnya setelah
berpamitan, Saya pun pergi mengantarkan Vivi ke sekolah"
4 Desember 20XX
21.00 WIB
Saya masih menunggu Ko Danu memberikan sesuatu yang sudah menjadi hak
Saya setiap bulan, Ya! Gaji. Sempat terjadi perdebatan malam itu,
karena Ko Danu berniat menurunkan gaji Saya dengan alasan sekarang
Saya sudah menggunakan mobil milik Hanggareksa, jadi tidak ada lagi
tunjangan bensin. Tentu saja Saya protes! Karena Hanggareksa hanya
meminjamkan Mobil,tidak memberikan uang bensin, lagipula itu
tanggungan Ko Danu.
Sebenarnya sistem pekerjaan Saya tidak rumit. Saya hanya perlu datang
ke pasar pagi-pagi, ke toko milik Ko Danu, memberikan daftar pesanan
Hanggareksa dan pelanggan Saya lainnya, lalu mengangkutnya ke dalam
mobil. Setelah semua bahan makanan yang ada di mobil cocok dengan yang
ada di daftar, barulah Saya pergi ke masing-masing pelanggan, termasuk
Hanggareksa.
Malam ini tidak terlalu ramai, Hanya Saya dan dua orang sopir truk
yang sedang berada di warung.
Saya menyapa sopir truk yang usia nya lebih tua dari Saya
"Oooooh"
Sudah... obrolan kami cuma sampai disitu. Bapak ini bukan tipe yang
mudah akrab, saya memutuskan untuk tidak lagi mengajaknya bicara.
Mengarahkan pandangan pada jalan di depan warung, dimana mobil butut
saya berada. Setelah memastikan tidak ada orang yang akan menemani
saya nongkrong disini, Saya memutuskan untuk pulang.
BRMMMM
Kadang Saya merasa malu pada bunyi mobil ini, maklum usianya sudah
tua. Mobil-mobil seangkatannya sekarang pasti sudah tenang di alam
sana, dimana setiap bagiannya sudah dijual kiloan. Tapi apa boleh
buat, ini satu-satunya kendaraan Saya. Meskipun orang lain menganggap
kuno, tapi bagi Saya mobil ini Antik.
Hampir saja kaki ini menginjak pedal gas mobil, tiba-tiba tanpa saya
sadari seseorang sudah berdiri tepat di samping jendela, dimana saya
mengemudi. Orang itu tersenyum tanpa berkedip, dengan telapak
tangannya yang menyentuh kaca jendela. Sepintas terlihat mengerikan,
tapi beberapa detik saya perhatikan ternyata orang ini adalah...
Masih dengan gaun serba hitamnya, dan rambut putihnya yang terurai,
perempuan ini masih melihat ke dalam mobil dengan senyuman yang entah
apa maksudnya. Saya menurunkan kaca jendela, walaupun sebenarnya Saya
BRMMMMMM
Saya memacu mobil tua ini pergi dengan kecepatan tinggi secara tiba-
tiba. Saya bahkan tidak sempat menaikkan kaca jendela. Semua itu
karena secara tiba-tiba Saya sadar, bahwa yang sedang saya hadapi
barusan bukanlah manusia. Jendela mobil memisahkan Saya dengan
perempuan barusan, tapi saat tabir kaca itu terbuka, barulah terasa
betapa bau nya perempuan itu. Bau daging busuk, yang bahkan hanya
dengan menciumnya saja kita bisa membayangkan jutaan belatung.
TIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIN
"ASSSSSSSSS**************"
Berkendara dengan kondisi seperti ini sangat beresiko, tapi kalau Saya
berhenti, Saya punya firasat akan bertemu perempuan itu lagi. Kaca
spion berkali-kali Saya pandangi, meskipun saya tahu mustahi bagi
perempuan itu itu mengejar Saya sampai kesini.
Tapi Naas.....
Saat mata ini sibuk melihat kaca spion, cahaya terang dari arah depan
secara tiba-tiba menyilaukan pandangan Saya.
Tanya pemuda tersebut. Wajahnya secara jujur berkata bahwa dia sedang
khawatir, bukan sekedar simpati yang basa-basi.
Saya membuka topi yang sedari tadi saya kenakan, menunjukkan pada
pemuda tersebut betapa jeleknya kepala saya karena bekas jahitan.
"Hanya benturan di kepala, Saya masih bersyukur tidak ada gejala gegar
otak"
"Alhamdulillah, Tapi tetap saja itu luka yang cukup serius. Sebenarnya
apa yang bapak tabrak?"
"Truk pengangkut sapi, hehehehe. Saya tidak ingat betul kronologi nya,
karena saat Saya sadar, Saya sudah dikerumuni banyak orang. Dan
untungnya Saya bebas perkara dengan polisi, karena ternyata pengendara
truk itulah yang salah. Tapi itu bukan berita baik, karena meskipun
saya gagal masuk penjara, saya justru sukses masuk rumah sakit"
7 Desember 20XX
08:00 WIB
"Pa'ee"
"Pa'eeeeeeeeeeeee"
"Pa'eeeeeeeeeeeeeeeeee"
"Paa'eeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeee"
Seketika itu juga Vivi menutup mulutnya dengan tangan, berjalan mundur
menuju pintu ruang rawat inap, dan pergi keluar. Saya masih berusaha,
beradaptasi dengan kamar tempat Saya di rawat ini. Satu ruangan untuk
satu pasien, AC, Televisi, lemari es, semua fasilitas ini hanya ada di
Kamar VIP. Tapi siapa? Siapa yang akan membayar semuanya??
KREK
"Selamat pagi......"
Tanya Saya pada Ratna. Dia menyempatkan diri untuk menjenguk saya,
walaupun harus meninggalkan tugasnya sebagai Koki di Hanggareksa.
"Iya Pak, sebenarnya kemarin kami semua kesini menjenguk bapak, tapi
bapaknya tidur dan belum boleh dijenguk"
Jawab Ratna.
"Hmmmm sepertinya Saya tahu kenapa Saya bisa berada di ruangan VIP"
"Tapi gimanapun juga, Ruangan ini terlalu bagus untuk seorang sopir
seperti Saya"
"Hehehe tidak hanya pintar masak, ternyata sampean juga pintar bicara
yaaa"
"Ini dari Oma, beliau pesan...... cepat sembuh dan semoga bisa segera
bertugas lagi"
"Aamiin, semoga Oma juga sehat selalu. Lantas selama Saya tidak ada,
siapa yang menggantikan?"
"Tidak ada! Sebagai gantinya, Saya yang bertugas belanja setiap pagi,
kadang juga kami belanja pada tukang sayur keliling, yaaa meskipun
tidak sebagus di pasar, kualitas sayur dan daging yang mereka bawa,
masih layak untuk kelas restoran"
"Oh tidak! tidak! Sama sama sekali tidak Pak! Memang semua jauh lebih
mudah kalau ada bapak, tapi tidak satupun manusia yang menginginkan
dirinya kecelakaan, ya kan?"
Ratna sangat piawai dalam memberikan nasihat, seakan saya menjadi jauh
lebih muda darinya.
"Oh ya! Saya bisa berikan sampean nomor Ko Danu, biar dia menyuruh
TIDAK USAH
Seketika saya terdiam, cara Ratna menolak tawaran Saya, sangat berbeda
dengan cara dia bicara sebelumnya.
"Lhooo kenapa?"
Pemuda itu terkejut, karena sejak awal cerita Saya, baru kali ini ada
yang meninggal.
"Ko Danu hanyalah satu dari banyak pemilik toko besar di pasar gambir,
tidak butuh waktu lama bagi saya untuk bisa bekerja pada Bos yang
baru"
10 Desember 20XX
06:00 WIB
Tanya saya yang mulai jengkel pada Vivi. Hampir setiap pagi ada saja
yang membuat dia lama di kamar. Dan seperti biasa, dia hanya diam
dengan bibir manyunnya yang seakan-akan siap berubah menjadi tangis,
jikalau saya bentak dia sekali lagi.
"Denger Nak, Bapak sudah lama tidak masuk kerja, gaji bapak bulan ini
juga hilang gara-gara kecelakaan kemarin, belum lagi harus keluar
banyak uang untuk perbaiki mobil, jadi mulai besok.... Vivi jangan
nakal lagi ya! Janji???"
Hari ini adalah hari pertama Saya masuk kerja setelah kecelakaan
kemarin, tidak hanya itu, ini juga hari pertama Saya bekerja pada Haji
Qodir. Sebenarnya, Saya bisa saja tetap ambil barang di toko Ko Danu,
karena setelah beliau meninggal, menantunya lah yang menggantikan.
Tapi saya memilih pindah saja, karena makin lama makin merasa tidak
cocok dengan prinsip kerja nya.
06:45 WIB
"Ah anak itu, mereka sudah seperti kakak dan adik saja!"
Ucap Oma sambil tersenyum melihat Resti sedang bermain dengan Vivi di
luar.
Saya pun tidak mau euforia ini menyita waktu kerja saya, karena
setelah ini Saya masih harus mengantar Vivi dan lanjut ke pelanggan
yang lain. Akhirnya Saya permisi untuk memasukkan pesanan mereka ini
ke gudang.
GULP
"Dulu..... sampean pernah bilang kalau saya sedang diikuti oleh mahluk
halus, sepertinya sekarang saya tahu siapa yang sampean maksud"
Ucap Saya pada BQ. Dia sama sekali tidak terkejut, tapi itu wajar!
Karena BQ memang jarang sekali berganti ekspresi wajah. Itu membuat
gadis ini menjadi semakin misterius dan sulit ditebak.
"Biar Saya tebak, kecelakaan bapak itu pasti ada sangkut pautnya
dengan mahluk halus itu kan?"
"Ya! Benar.... Saya sudah menyerah untuk mencari tahu asal-usul hantu,
jin atau apapun yang sedang mengikuti Saya itu. Saya juga tidak mau
tahu kenapa gudang yang dulu aman-aman saja ini, tiba-tiba memiliki
penghuni ghaib, yang saya ingin tahu adalah.... kenapa Saya? Saya bisa
mengerti kalau penghuni gudang ini merasa terusik dengan kehadiran
Saya, tapi perempuan berambut putih itu...... apa tujuan dia sampai
harus mengikuti Saya?"
Saya berpikir sejenak, ada beberapa hal yang muncul di benak saya,
tapj semua itu tidak ada sangkut pautnya dengan perempuan berambut
putih itu. Merasa menemui titik buntu, saya pun memutuskan untuk
menjawab...
Sebenarnya masih banyak yang ingin saya diskusikan dengan gadis itu,
tapi saya sadar saya sudah menghabiskan banyak waktu di gudang ini,
dan Saya tidak ingin terlambat mengantarkan pesanan pelanggan yang
lain. Saya hanya mengangguk, mengiyakan nasihat BQ.
"Oh ya pak! Sepertinya mereka senang sekali bisa bertemu bapak lagi"
Ucap BQ
"Ah yaaaaaa, Riska, Oma, Ratna dan Resti, mereka menyambut kesembuhan
saya seperti menyambut kakek mereka yang baru pulang dari perjalanan
panjang, mungkin bagi mereka saya...."
TAPI MEREKA YANG SEDARI TADI MENGINTIP DI BALIK PINTU GUDANG, DAN
TERSENYUM PADA BAPAK
Dering Handphone menjadi jeda untuk cerita Saya, pemuda itu juga
sedang sibuk menjawab panggilan, Tidak jelas apa yang sedang
dibicarakannya, karena sepanjang percakapan, pemuda itu hanya berkata
"Iya! Ok! Ok! dan Iya!"
Ujar pemuda itu seraya mematikan Handphonenya, mungkin dia tidak ingin
ada yang mengganggunya lagi.
"Yaaa wajar.... semua orang akan khawatir jika salah satu keluarganya
bepergian di tengah cuaca seperti ini"
Sahut Saya.
"Cerai"
Jawaban yang sangat cepat dari Saya, sebagai tanda bahwa pertanyaan
itu tidak butuh jawaban yang panjang.
"Saya sudah single parent bahkan saat Vivi masih belajar merangkak.
Sekarang dia tidak lagi ingat wajah Ibunya, dan itu adalah hal yang
baik. Meskipun sampai sekarang Saya masih memikirkan sebuah jawaban,
jikalau suatu saat Vivi mempertanyakan dimana Ibunya"
Tanya Haji Qodir pada Saya, dengan menggunakan bahasa madura yang
berarti "Sampean sudah sehat kak?" . Usia Haji Qodir jauh lebih muda
dari Saya, sekitar 35 banding 45. Karena itu lah beliau memanggil Saya
dengan sebutan "Kang" yang berarti "Kakak".
06.45 WIB
Lama kiranya Saya menunggu Riska memeriksa Nota dan menghitung uang,
dan seperti biasa setiap kali saya berada di meja kasir, Saya selalu
curi-curi pandang pada jam antik di sebelahnya. Tentu saja itu tanpa
sepengetahuan Riska, Saya tidak mau dia marah-marah lagi gara-gara jam
kesayangannya saya pelototi,
Tiba-tiba....
Kaki saya berjalan pelan membawa tubuh ini menuju dinding di dekat
pintu masuk dapur. Saya harus menabrak kursi restoran karena berjalan
dengan mata yang masih tertuju ke arah dinding itu. Disana... sebuah
lukisan terpajang dengan megah, lukisan yang sudah tidak asing bagi
Saya, karena memang sudah terpajang di sini sejak Hanggareksa masih
menjadi milik Habib.
Hanya saja....
"Pantas saja saya merasa familiar dengan perempuan itu, itu semua
karena......"
"Terlalu cepat untuk mengambil kesimpulan. Tapi apa yang saya pikirkan
waktu itu, sama seperti apa yang sampean pikirkan sekarang"
Ucap Saya.
"Tapi kalau memang itu adalah hantu perempuan yang ada di lukisan,
kenapa dia mengikut bapak?"
"Itu lah yang selalu Saya tanyakan.... Saya pun tidak tahu siapa gadis
di lukisan itu, tidak pernah terpikir lukisan itu akan jadi benda yang
sangat penting, karena saat Hanggareksa masih milik Habib dulu, Saya
pikir itu hanyalah lukisan biasa yang tidak memiliki arti"
Tanya pemuda itu, berharap jawaban saya bisa sedikit menjawab rasa
penasarannya, tapi sayangnya.... Saya hanya menggeleng-gelengkan
kepala.
30 Desember 20XX
Sudah dua minggu lebih hari-hari Saya berlalu tanpa ada satupun
gangguan dari para mahluk halus itu. Gudang hanggareksa semakin lama
terlihat semakin normal, meskipun BQ berkata bahwa mahluk halus itu
masih disana, tapi bagi Saya seakan tidak ada apapun di gudang itu
kecuali sayuran, daging, rempah-rempah dan bahan masakan lainnya.
06:15 WIB
Pagi ini amarah Saya sudah tidak terbendung lagi karena uang di dompet
Saya secara tiba-tiba berkurang. Saya hanya tinggal berdua dengan
Vivi, jadi Saya tahu siapa yang harus Saya curigai.
"Viviiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii"
BANG!
Keras sekali bunyi daun pintu yang Saya pukul itu, Vivi terperanjat
bangun dan menjauh dari Saya. Ini pertama kalinya bagi Vivi melihat
Saya seperti ini.
"VIVI!!! BAPAK GAK MAU PUNYA ANAK MALING! CEPAT BALIKIN UANG BAPAK!!"
Saya menghampiri Vivi sambil membentaknya. Tentu saja anak itu lari
ketakutan, Vivi berlari menuju pintu, berpikir untuk kabur dari Saya,
sayangnya dia terlalu lama mencari sebelah sandal jepitnya, hingga
akhirnya Saya berhasil menyusul Vivi.
PRAK!
Saya kalap! Memukul betis Vivi dengan sendal jepit nya yang Saya
"Bapak nyesel ngerawat Kamu! Harusnya kamu ikut Ibumu! Kalian berdua
punya sifat yang sama, SAMA-SAMA MALING! GARA-GARA IBUMU KITA SEKARANG
HIDUP MELARAT, GARA-GARA IBUMU HUBUNGAN KITA DENGAN KAKEK KAMU DI
KAMPUNG JADI BERANTAKAN, BERANTAKAN SEMUAAAAAAAAA!"
Sekarang Vivi lah yang akan menyimpan duri itu di hatinya, kata-kata
saya barusan tidak akan pernah dia lupakan, bahkan seumur hidupnya.
Saya memutuskan untuk pergi, Saya tidak mau telat hanya karena ribut
dengna anak kecil, karena bisa-bisa Saya juga ribut dengan Bos Saya.
Akhirnya Saya tinggalkan Vivi di rumah sendiri, dan pergi tanpa
sekalipun menoleh ke arah Vivi.
"Hmmm tidak juga.... Bapak Saya pernah melakukan hal yang sama ketika
saya kecil dulu, bahkan lebih parah soalnya pakai rotan. Hanya
saja..... Bapak Saya tidak pernah sekalipun bicara sekasar itu sama
Saya"
Jawaban pemuda itu cukup membuat Saya malu. Lagi-lagi Saya harus
dinasehati oleh orang yang lebih muda.
"Hehehehe yaaaaa, Saya sedih kalau ingat kejadian itu. Hanya gara-gara
uang lima puluh ribu, Saya tega melakukan itu semua pada anak yang
belum tentu mengerti. Lebih kejamnya lagi, Saya menjadikan Vivi
sebagai pelampiasan atas hal buruk yang dilakukan oleh Ibunya"
"Vivi"
30 Desember 20XX
22:00 WIB
Saya pulang ke rumah lebih larut dari biasanya, Saya pulang pun karena
baru teringat kalau Vivi belum Saya kasih uang jajan. Anak malang itu
mungkin saja belum makan dari tadi siang.
"Viviiiiii"
Saya mencari Vivi ke kamarnya, tapi kamar sempit itu kosong, hanya
boneka Mashimaroo milik Vivi yang ada di atas ranjangnya. Rasa
khawatir mulai memenuhi kepala ini, bapak macam apa yang meninggalkan
anak sekecil itu sendirian di rumah sampai larut malam.
KLEK!
Segulung benang dan Uang kertas pecahan sepuluh ribu dan lima ribu
yang total semuanya adalah empat puluh tujuh ribu. Saya tidak mengerti
untuk apa benang ini? Kenapa Vivi sampai harus mencuri uang Saya hanya
untuk membeli segulung benang. Pertanyaan Saya tersebut langsung
terjawab mana kala Saya melihat tas sekolah vivi....
Tas itu sudah tidak lagi layak pakai, dasarnya sudah berlubang sangat
besar, Vivi menutupinya dengan kertas dan selotip.
Air mata Saya tidak terbendung lagi, tangis Saya tumpah seketika itu
juga. Betapa jahatnya Saya! Selama ini memarahi Vivi karena selalu
membuat Saya telat, tanpa tahu apa alasannya. Vivi tidak berani
meminta Tas baru, karena dia tahu Saya belum tentu mampu.
Rasanya ingin sekali Saya menampar diri sendiri, Vivi adalah alasan
Saya bekerja keras, tapi semua percuma kalau sikap Saya pada Vivi juga
keras. Tangis Saya semakin nyaring, hingga tanpa sengaja membangunkan
Vivi.
"Maafin Bapak juga yaa nak, Bapak sudah mukul Vivi, Sudah marahin
Vivi, bapak juga sudah gak perhatiin Vivi... maafin Bapak juga sudah
sering ninggalin Vivi sendirian di rumah"
VIvi masih dengan wajah polosnya, merasa heran dengan perubahan sikap
Saya. Entah dia mengerti atau tidak, tapi perlahan Vivi juga memeluk
Saya.
"Besok kita ke pasar buat beli tas, bapak juga janji mulai besok gak
mau ninggalin Vivi sendirian di rumah kalau malam"
Awalnya Saya sama sekali tidak punya pikiran negatif tentang ucapan
Vivi, kecuali setelah Vivi menggeleng-gelengkan kepalanya, karena yang
dimaksud Vivi bukanlah boneka Mashimaroo nya.
"Terus? Siapa?"
"Bu' de...."
"Bu' De yang sering nemenin Vivi di rumah setiap malam kalau Pa'e
Saya melepas pelukan pada Vivi, dengan wajah yang mulai tegang dan
panik Saya kembali bertanya....
Vivi menjawab...
"Ya! Tidak ada yang lain dipikiran Saya saat itu selain perempuan
berambut putih"
"Bukannya bapak bilang Jimat dari Bos bapak sudah berhasil mengusir
perempuan itu, bahkan sudah lama sekali bapak tidak diganggu"
30 Desember 20XX
22:00 WIB
Saya memeluk erat anak perempuan Saya, mendengar cerita nya barusan
seakan menjadi ancaman, bahwa Saya akan kehilangan Vivi. Tapi Tidak!
Saya tidak akan biarkan itu terjadi.
Tanya Saya pada Vivi, dengan nada tenang yang dipaksakan. Saya tidak
ingin anak kecil ini menjadi panik.
Tidak mungkin! Tidak pernah terpikir oleh Saya akan merasa ketakutan
oleh cerita anak kecil. Tapi Vivi tidak mungkin berbohong, semua yang
diceritakannya pasti benar. Jadi selama ini perempuan itu berhenti
mengganggu Saya bukan karena jimat dari Haji Qodir, tapi karena dia
sudah menemukan korbannya yang baru, dan sialnya korban itu adalah
VIVI
Vivi tidak lekas merespon perintah Saya, Dia sama sekali tidak
mengerti bahwa kami berdua sedang dalam bahaya, Saya pun tidak mau
membuang waktu untuk menjelaskan panjang lebar pada nya.
Kesal sekali rasanya, karena tidak satupun teman yang menjawab telepon
Saya. Untuk saat ini prioritas Saya adalah membawa Vivi keluar dari
rumah, Tentang dimana kami akan bermalam, itu urusan belakangan. Saya
mengemasi barang-barang yang bisa dibawa, tidak banyak memang, karena
kepergian tidak akan lama. Saya akan menyelesaikan masalah ini secepat
mungkin, agar bisa segera pulang ke rumah ini lagi.
"Selesai!"
Saya menutup rapat tas punggung, dan bergegas menemui Vivi di garasi.
Sama sekali tidak terpikirkan oleh Saya untuk menemui paranormal,
Ustad, Kyai atau pengusir Hantu dan sebagainya. Satu-satu nya orang
yang paling mengerti situasi Saya saat ini adalah BQ. Dan disaat
seperti ini lah baru Saya menyesali, Kenapa Saya tidak memiliki nomor
Handhphone BQ.
Mendadak perasaan Panik memenuhi kepala ini, Saya akan jadi Ayah
terburuk di Dunia karena sudah melibatkan anak kecil ke dalam masalah
yang bahkan orang dewasa pun tidak mengerti. Tapi Rasa panik Saya
"Pa'eee"
Lega rasanya, tapi sebaiknya Saya simpan senyuman ini sampai Saya dan
Vivi benar-benar aman. Tanpa buang-buang waktu lagi, Saya buka pintu
garasi lalu masuk ke dalam mobil
Anak ini terlalu girang untuk ukuran orang yang sedang berusaha kabur
dari bahaya. Tapi melihat Vivi seperti itu, setidaknya mampu
memberikan sedikit rasa tenang dan keberanian di hati Saya.
BRMMMMM
Jawab Saya yang sedang berusaha mengeluarkan mobil tua ini dari
garasi.
"Gimana kalau ke taman Lou Vandreas aja? Disana ada kolam yang ada
bebek-bebekannya.... ya kan Bu De?"
Tiba-tiba mesin mobil saya mati, suasana mendadak hening dan gelap
gulita. Tidak hanya mesin mobil tua ini, tapi lampu di garasi pun
MATI
Istighfar tidak membantu saya melihat dalam gelap, tapi setidaknya itu
membuat Saya tenang. Terutama Vivi.... tapi anehnya....
INI TERLALU TENANG UNTUK UKURAN ANAK SD YANG SEDANG BERADA DALAM
KEGELAPAN
"Vivi??"
Vivi tidak menjawab panggilan Saya, dan itu membuat Saya semakin
panik. Beruntung akhirnya Saya menemukan Korek api, tanpa pikir
panjang Saya pun menyalakannya. Cahaya api berhasil mengusir gelap,
dan memperlihatkan kursi di sebelah Saya dimana Vivi duduk barusan.
Tapi sialnya...
"Viviiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii?!!!"
PEREMPUAN BERAMBUT PUTIH YANG SEDANG DUDUK DI BAK BELAKANG MOBIL SAYA
"Hegh..."
Saya berhenti teriak, sekarang ini perempuan itu berada tepat di depan
mobil Saya. Dia berdiri di pintu garasi, melambaikan tangannya sebagai
isyarat tantangan.
"KEPARAAAT"
BRRMMMMMMMMMMMMMMMMMMMM
Tuhan masih menyayangi Saya, mobil tua ini kembali menyala. Kaki ini
tidak menunggu lama untuk menginjak gas dan segera menabraknya.
Perempuan itu tersenyum, sebelum akhirnya wajahnya semakin dekat
dengan bumper mobil Saya, lalu kemudian....
BRUAK!
Saya puas! mendengar suara benturan itu, walaupun Saya tahu, jarak
yang dekat tidak mampu membuat tabrakan yang dahsyat, tapi setidaknya
suara benturan itu nyata.. terlalu nyata untuk sebuah mobil yang
menabrak sesosok hantu.
Lampu garasi kembali menyala, pintu mobil kembali berfungsi, Saya pun
turun dari mobil untuk segera mencari Vivi. Tidak butuh waktu lama
Tanya pemuda itu, dan kali ini wajahnya sangat serius. Sepertinya dia
akan membenci Saya jika saya memberikan kabar buruk padanya.
Saya terkejut, karena sepertinya saya sudah salah bicara. Pemuda itu
sangat marah, marah demi anak kecil yang tidak pernah ditemuinya.
Saya tersenyum, saya sama sekali tidak marah. Jauh di dalam hati Saya,
saya merasa sangat senang. Karena memang sudah seharusnya Saya
dibentak orang, atas apa yang sudah Saya lakukan.
"Tidak apa-apa... Saya senang, karena itu artinya sampean peduli pada
anak Saya"
"Aamiin"
Saya tidak melakukan apa-apa, karena harus berada di rumah sakit untuk
beberapa hari. Tapi hari itu...
6 Januari 20XX
07:00 WIB
BQ menolak permintaan Saya, dia tidak bisa menolong Saya keluar dari
situasi ini.
"Bapak sudah salah paham, Saya hanya sebatas bisa melihat mereka, saya
tidak punya pengalaman berinteraksi bahkan melakukan ritual pengusiran
hantu. Lagipula kenapa bapak tidak cari paranormal saja"
Saya mengangkat kepala yang sejak tadi saya tundukkan, hanya agar
gadis ini mau menolong Saya, tapi ternyata... hal itu memang mustahil
baginya.
"Sudah dua orang pintar yang Saya datangi, dan setiap kali mereka
mengunjungi rumah Saya, mereka selalu saja bilang bahwa tidak ada apa-
apa disana, rumah Saya baik-baik saja. Sejak saat itu Saya tidak
percaya lagi pada paranormal"
"Pak Lukman... Saya turut prihatin dengan apa yang terjadi pada Vivi,
tapi apa yang bapak minta itu sudah jauh diluar kemampuan Saya"
Leher ini semakin lemas, sementara kepala Saya semakin berat, Saya
tidak bisa menutupi kekecewaan dan rasa putus Asa, tapi... saat kaki
lemah ini ingin melangkah keluar dari lorong di depan gudang, tiba-
tiba BQ berkata
Itu cukup! Itu sangat cukup bagi saya! Saran dari orang seperti BQ,
bisa jadi petunjuk dan jalan terang bagi saya untuk keluar dari
kegelapan ini.
WARUNG GANDRUNG
Jalanan masih basah, tapi cuaca sudah jauh berubah. Tidak lagi ada
gerimis, pun kabut tebal menghalangi. Baik Saya maupun Pemuda ini
tahu, bahwa waktu kami di Warung ini sudah habis. Sudah banyak yang
Saya ceritakan, sudah banyak yang pemuda ini catat, entah kelak
tulisannya akan jadi pelajaran, atau hanya bersemayam di dalam lemari
kayu, hingga rayap memakan habis isi buku.
SRAK!
"Waaah saya bukan ahli barang-barang antik, tapi saya yakin jam ini
punya nilai jual yang sangat tinggi. Melihat dari jarak sedekat ini,
sama sekali tidak terasa aura mengerikan seperti yang bapak ceritakan"
Ucap pemuda itu. Wajahnya berseri-seri seperti anak kecil yang pertama
kali melihat sirkus. Hanya saja, anak kecil ini cukup cerdas untuk
"Membawa benda ini pergi dari Hanggareksa adalah resiko besar buat
bapak, bagaimana kalau sampai mereka tahu?"
"Saya sama sekali tidak berniat menjualnya, Jam ini akan saya bawa ke
tempat seseorang yang mungkin bisa melepaskan kutukannya. Setelah itu
Saya akan mengembalikannya ke tempat semula, tentu saja saya akan
menjelaskan semuanya pada Riska, walaupun harus menanggung resikonya.
Oh ya..... apakah menurut sampean Saya ini seorang maling?"
"Tidak! Saya juga punya seorang anak, dan Saya akan melakukan hal yang
sama kalau ada di posisi Bapak"
Jawaban pemuda ini membuat Saya lega. Kami tahu! Kami tidak bisa
selamanya berada disini, persahabatan ini harus berakhir di jalur
kemitir. Saya menutup kembali Bak mobil dengan terpal, sementara
pemuda ini bersiap mengenakan helmnya. Kami berdua saling berjabat
tangan, untuk kembali melanjutkan perjalanan masing-masing.
Tanya saya pada pemuda itu. Pemuda itu tersenyum dari balik helmnya,
lalu menjawab
"Saya dari desa Soko Gede, di Kabupaten sebelah, Saya sedang dalam
perjalanan ke Kota gambir karena ada tugas dari lembaga pak"
"Ah iya yaaaa, kita belum kenalan hehehe. Kenalkan pak nama Saya
Ahmad"
DANIEL AHMAD
Kota Gambir....
Dan semua misterinya....
Gedung tua.... yang mereka sebut RESTORAN
dimana mereka menyantap hangatnya daging, dan menenggak dinginnya
Anggur,
Tanpa mereka sadari, telah menghidangkan peristiwa demi peristiwa,
dimana Takdir mereka adalah bahan utamanya.
Mengemudikan sahabat tua nya, yaitu sebuah mobil pickup renta, Pak
Lukman harus menempuh jalur kemitir, tak hiraukan kondisi mobil yang
sewaktu-waktu bisa membahayakan nyawanya. Karena Pak Lukman harus
pergi, dia harus sampai disana.... demi hidup bahagia, bersama anak
semata wayangnya.
Nova, Sabrina dan Chandra, mereka tahu bahwa gedung yang kosong,
bukanlah tempat yang pas untuk nongkrong. Tapi mereka punya alasan,
adanya rahasia besar yang harus dibicarakan.
KREK
Pintu terbuka, Sandy datang seorang diri, dia terkejut melihat gadis
yang kehadirannya sama sekali tidak Sandy harapkan. Gadis itu adalah
sabrina yang dengan manjanya tersenyum pada Sandy
Keluh sandi sembari mengusap dahinya. Dia tahu sejak awal, tidak ada
seorang pun yang bisa melarang sabrina, dia sudah terbiasa datang pada
pesta-pesta dimana dia tidak diundang.
Semua tampak tegang kecuali sabrina, dia pun tahu apa yang harus dia
perbuat. Sabrina mempersilahkan semuanya duduk, berkumpul di meja
"Oke.... kita gak perlu berkenalan lagi, karena terakhir kali kita
berkenalan, saya harus merayu dua orang satpam"
Ucap sabrina membuka adegan, Semua yang hadir pun tampak tegang.
"Sebaiknya Kamu dengerin Nova bicara dulu! Baru nanya! Jangan kaya
anak SD ah!"
"Diam! Kemarin Aku sudah coba pakai cara baik-baik, tapi sepertinya Si
Tolol ini lebih suka kekerasan"
BRUAK
SEKALI LAGI ADA MONYET AMA ORANG BEGO NGERUSUH DI SINI, AKU PASTIIN
DUA-DUANYA PULANG CUMA BAWA SATU BIJI.
Sandy dan Chandra kembali tenang, Nova dan Sabrina bisa bernafas lega.
Mereka seperti Ibu-ibu yang sedang membawa anak laki-lakinya ke sebuah
Play Group.
CIH!!
Jawab Nova.
"Dia udah berhenti dari Restoran itu, terhitung sejak hari ini. Masa
gitu aja gak ngerti"
Timpal Chandra
"Bener gitu?"
"Bagus lah! Dengan begitu.... Tidak ada yang perlu kamu tutupi lagi,
jangan khawatir! Kami berdua sangat bisa menjaga rahasia"
Nova amat sangat terkejut. Yang dikatakan Sabrina barusan sama sekali
bukanlah pertanyaan, melainkan sebuah tuduhan. Gadis berambut coklat
dan berseragam karyawan Hanggareksa? Jelas sekali yang Sabrina maksud
adalah dirinya. Nova merasa dirinya hanya akan jadi kambing hitam
disini.
TIDAK SEMUANYA!
Kali ini Sandy yang menjawab. Tidak ada tanda-tanda Sabrina akan
protes, itu artinya Sandy boleh mengambil alih pembicaraan.
"Tanggal 30 desember 20XX, waktu itu sekitar pukul setengah dua belas
malam, Gue pulang belanja, dan memutuskan untuk makan di Hanggareksa.
Restoran itu masih terang benderang, masih sangat ramai walaupun
hampir tengah malam. Gue sempat berpikir untuk membatalkan niat masuk
ke Restoran, tapi Gadis itu...... dengan baik hati membawa Gue ke
satu-satunya meja kosong yang ada saat itu"
"SIAL!"
"LIHAT!!! LIHAT MUKA GUE!! JANGAN BILANG KALAU ELO SAMA SEKALI GAK
INGAT MUKA INI HAH?!"
"Maafin Aku....... Aku mungkin tidak ingat apa yang kamu ceritakan.
Hari itu Aku memang ada di restoran, tapi....... Hanggareksa selalu
tutup sebelum jam sebelas malam, sedangkan cerita Kamu barusan....."
Itulah yang ada di pikiran Sandy setelah melihat reaksi Nova. Sandy
dan Sabrina saling pandang, karena sepertinya ini tidak semudah yang
mereka pikirkan.
Kali ini Sabrina mencoba menjelaskan apa yang sudah dialami sandi.
Nova terkejut ketika tahu bahwa tidak satupun pelanggan yang ada
disana malam itu adalah manusia, bahkan setelah sandi keluar dari
restoran dan meminta bantuan pada tukang parkir, Hanggareksa mendadak
gelap gulita, tidak lagi ada tanda-tanda sedang buka, seolah-olah
semua yang sandi alami hanyalah ilusi, dan satu-satunya hal yang masih
terasa nyata sampai saat ini adalah
NOVA
Jelas sekali Yang diucapkan Nova barusan adalah sebuah pengakuan, tapi
entah kenapa Sandy seperti sama sekali belum dipuaskan. Untuk kesekian
kalinya Sandy bertanya pada Nova.....
"Terus.... semalam? Cewe yang lagi nangis di dalam restoran yang sudah
tutup, cewe yang memanggil-manggil nama gue, cewe yang entah gimana
caranya masuk ke dalam kontrakan Gue, nterus error Gue sampai Gue
kabur dari Kontrakan. Cewe itu...... siapa?"
Nova tidak tahu! Sama sekali tidak tahu. Tapi jauh di lubuk hatinya,
dia yakin bahwa itu adalah dirinya, walaupun apa yang diceritakan
Sandy sangat mustahil untuk dia lakukan. Nova pun menjawab....
"Sepertinya kali ini cukup sampai disini, kita bisa bicara lagi kalau
ingatan Kamu sudah pulih"
Ucap Sabrina berniat mengakhiri pertemuan hari ini. Tapi niat Sabrina
"Mungkin ada hal lain yang bisa Aku bantu? Anggaplah ini sebagai
permintaan maaf. Karena sebenarnya.... yang mengalamai terror di
Hanggareksa, bukan cuma Kak Sandy, tapi Aku juga!"
Tanya Sabrina
"Ya! Mungkin tidak se mengerikan apa yang dialami Kak Sandi. Tapi
selama Aku kerja disana.... ada sesosok mahluk halus yang selalu
gangguin Aku. Dia berpakaian serba putih, layaknya seorang Koki. Lalu
wajahnya....... wajahnya hitam legam seperti hangus terbakar. Dia
selalu muncul Di dapur, kamar mandi ruang makan, dan lain-lain.
Tapi... semua itu berakhir berkat keberanian diriku mengusirnya.
"Usir?"
Tanya Sabrina heran. Chandra yang sejak tadi diam, kali ini gelisah
karena Nova menceritakan sesuatu yang tidak diketahuinya. Sementara
Sandy? Dia mulai menerka-nerka.... jangan-jangan Sosok yang dimaksud
Nova adalah penampakan yang sama dengan yang Sandy lihat di dapur. Dan
alasan sosok itu muncul di dapurnya adalah karena Nova mengusirnya.
Tidak lupa mereka saling berjabat tangan, dan saling memaafkan. Sandy
Tanya Sabrina pada Sandy. Wajah Sandy padam, tidak adaa cahaya
semangat di matanya. Sabrina mulai khawati, lalu memberinya semangat,
tapi itu percuma! Sandy masih saja murung dan ketakutan
"Rin..... barusan Aku dan Nova berjabat tangan, disitu Aku mulai
ngerasa ada yang aneh"
"Apa itu?"
7 Januari 20XX
23:40 WIB
Terutama Sandy...
Tanya Sabrina
"Ya! Aku gak punya alasan buat tetap disini. Aku juga butuh waktu buat
nenangin diri sampai satu minggu ke depan"
"Kali Siji ke Gambir kota itu gak deket lhooo! Kamu masih inget kan
semester kemarin banyak dapat masalah gara-gara sering telat kuliah"
"Hehehe yang seperti itu gak akan terjadi lagi di semester ini.
Gimanapun juga.... Aku harus lulus tepat waktu"
"WHAAAAAAAAAAAT??"
BEEEEP BEEEEP
Handphone Sandy berbunyi.... hal yang tidak biasa mengingat ini sudah
hampir tengah malam. Terlebih itu adalah panggilan dari nomor yang
tidak dikenal...
"Haloo?"
"Jadi gini.... Ibunya Nova nelfon Gue, katanya Nova sampai sekarang
belum pulang ke rumah. Ibunya minta tolong Gue buat nyariin dia ke
Restoran. Tadinya sih.... Gue mau ngajak Elo soalnya abis dengerin
cerita Elo sama Nova tadi, jujur Gue jadi takut."
"Mana Gue tahu... ini aja Gue baru nyampe, ya udah Gue masuk dulu..."
KLIK!
"Nova.... kenapa?"
"Nova belum pulang ke rumah sejak tadi siang, dan sekarang Chandra
lagi nyari dia ke restoran"
Jawab Sandy
Ujar Sabrina
"Tunggu disini!! Kalau lima belas menit lagi Aku gak balik, kamu
pulang sendiri!"
Sandy sudah berada di atas motornya, dan siap berangkat kapan saja.
Tapi meninggalkan Sabrina sendirian tengah malam di tempat ini, sama
sekali bukan tindakan lelaki. Kalaupun terpaksa harus Sandy lakukan,
setidaknya dia harus memberi Sabrina penjelasan.
7 Januari 20XX
23:55 WIB
KRING
Nova mendengar suara pintu terbuka. Bersamaan dengan matanya yang juga
baru saja terbuka. Nova tidak lagi mempertanyakan apa yang sudah
terjadi, karena sedikit demi sedikit Nova mulai terbiasa dengan
kelainannya ini. Hanya saja.... keadaan Nova kali sangat jauh
berbeda...
Nova masih berusaha mencari jawaban, kenapa kaki dan tangannya tidak
bisa digerakkan. Tapi tidak butuh waktu lama bagi Nova untuk menyadari
bahwa....
TUBUHNYA SEDANG TERBARING DI ATAS MEJA DENGAN KEDUA TANGAN DAN KAKINYA
YANG TERIKAT
TOLOOOOOOOOOOOOOOOOOOOONG
Bunyi jam tua di samping meja kasir itu membuat Nova yang sejak tadi
berteriak, menjadi diam. Tidak perlu lagi dia mempertanyakan dimana
sebenarnya posisinya sekarang. Nova tahu persis bahwa dia sedang
berada di Hanggareksa. Jam Tua itu..... dan lampu gantung klasik yang
berada di langit-langit itu... adalah lampu yang sama dengan yang
tergantung di tengah ruang makan restoran. Bedanya....kali ini lampu
gantung itu mati, hanya beberapa lilin di sekeliling Nova yang menjadi
sumber cahaya saat itu.
Nova tidak lagi bisa membendung air matanya, rasa takut sudah
menguasai tubuhnya yang kaku karena terikat ke meja. Nova melihat ke
sekeliling restoran dengan matanya yang basah,
CHANDRA
"HWAAAAAAAAAAAAAAAAHHHHH!!"
BRUAK
Satu persatu dari mereka mulai muntah darah, cairan merah kental
mewarnai putihnya lantai keramik Hanggareksa, Bau amis yang amat
menyengat mengalahkan aroma hidangan menu restoran.
Rasa takut Chandra semakin tidak terbendung ketika melihat wajah pucat
para pelanggan itu. Dan sekarang... mereka mulai merangkak, pelan...
pelan...... mendekat ke arah Chandra. Pakaian mereka mulai merah
karena menyapu habis darah mereka yang berceceran di lantai.
Merasa dirinya dalam bahaya, Chandra berdiri dengan susah payah, tapi
di saat seperti ini... chandra beruntung tubuhnya masih bisa bergerak.
Dengan nafas yang semakin berat, Chandra melihat ke arah pintu
keluar... jalan menuju ke sana sekarang penuh oleh pelanggan yang
sudah tidak lagi terlihat seperti manusia. Satu-satunya pilihan
Chandra adalah....
Chandra berlari ke arah dapur, dan membuka pintunya yang sedang tidak
terkunci
KREK
Orang itu mengenakan jubah hitam dengan penutup kepala yang hampir
menutupi wajahnya. Tangan kirinya memegang sebuah lilin merah, tangan
kanannya membawa Ember berisi air yang tumpah karena guncangan setiap
kali orang itu berjalan.
PASRAH
Nova memohon pada siapapun yang sedang ada di depannya itu. Cahaya
lilin di sekitar Nova berhasil menerangi wajah orang tersebut yang
ternyata....
BYURRRRRRRRRRRRRRRR
Bunyi air terdengar di telinga Chandra. Kali ini dia berhasil masuk ke
dapur, dimana menurutnya jauh lebih aman dibandingkan ruang makan yang
dipenuhi oleh Monster-monster itu. Chandra berjalan pelan,
memperhatikan setiap sudut ruangan, semakin Chandra perhatikan...
semakin dia sadar betapa kuno nya perabotan dan perkakas dapur di
ruangan itu.
BYURRRRRRRRR
Saat ini... Chandra sangat berharap bantuan sekecil apapun dan dari
siapapun, karena sekarang Chandra mulai sadar, bahwa dia sudah salah
HWAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA
KREK
Pintu dapur terbuka lagi. Seseorang keluar dari ruangan itu, orang
yang berpakaian sama dengan yang saat ini sedang berada di samping
Nova. Tubuh Nova yang sedang telanjang itu basah oleh air yang sangat
wangi, Sosok bertopeng putih itu membasuh tubuh Nova dari ujung kaki
sampai lehernya.
Tanya Nova yang sedang menangis terisak. Sosok bertopeng putih itu pun
pergi, membawa ember berisi air miliknya dan kembali menuju dapur.
Sedangkan kali ini Sosok yang baru saja keluar dari dapur itu
mengganti posisi sosok bertopeng putih.
Yang sedang berada di depan Nova sekarang adalah orang yang berpakaian
sama dengan sebelumnya hanya saja, topeng yang dikenakannya berwarna
hitam.
CHANDRA.......TOLONG AKU
Lampu yang sama dengan yang saat ini sedang Nova pandangi. Perasaan
putus asa menguasai mereka berdua, dengan lirih Nova dan Chandra
berkata....
"DIMANA KAMU?"
Pandai-pandailah dalam memilih teman curhat, dan jika suatu saat Kamu
tidak tahu siapa yang harus kamu percaya, maka pilihan terbaikmu
adalah "Jangan percaya pada siapapun"
IBU
STAK!
8 Januari 20XX
00:15 WIB
BRMMMMMMMMMMMMMMMM
KREK
"Ternyata benar... Restoran setan itu udah tutup. Tapi Gue gak lihat
Chandra, apa jangan-jangan......"
CLOSE
Sandy berdoa, berharap apa yang ada di balik pintu itu tidak seperti
yang dilihatnya dulu. Dia sudah siap menarik gagang pintu logam yang
terasa sangat dingin di telapak tangannya. Tapi sayangnya....
Sandy berpikir cepat, mencari ide agar bisa masuk ke dalam. Tapi semua
ide yang terpikir olehnya, adalah sebuah tindakan kriminal. Bak
"CHANDRAA!!!!!!!!! NOVA!!!!!!!!!"
Si Topeng hitam itu sedang memotong tali yang mengikat kaki Nova,
seketika itu juga Nova menyadari bahwa kedua tangannya sudah bisa
bergerak, dan hal pertama yang dia lakukan adalah menutup bagian
dadanya. Tidak bisa dia bayangkan bila sosok di balik topeng hitam itu
adalah seorang pria.
"Ka.... kamu....?"
STAK
Akhirnya terbuka sudah semua ikatan di kaki dan tangan Nova, kali ini
dia menutup rapat daerah pribadinya yang sejak tadi terbuka. Si topeng
hitam itu pun mengerti, segera dia mendekat dan menyelimuti tubuh Nova
dengan jubah hitam yang dikenakannya.
Betapa terkejutnya Nova melihat apa yang ada di balik jubah hitam itu.
Tapi dia sama sekali tidak berani berkomentar, terlepas dari apa yang
sudah dilakukan oleh Si topeng hitam padanya, Nova masih belum yakin
entah dia adalah Kawan, atau Lawan.
"Belum terlambat buat keluar dari sini sekarang, dan pastikan jangan
pernah kembali lagi!"
Nova pun menerima kunci yang diberikan oleh Si topeng hitam, dan
segera turun dari meja. Sebelum melangkah ke pintu, Nova menyempatkan
diri melihat Sosok bertopeng hitam yang masih berdiri di belakangnya.
Dia terlihat panik, berkali-kali melihat ke pintu dapur sembari
memberikan Isyarat pada Nova untuk pergi secepatnya. Banyak sekali
yang ingin Nova tanyakan padanya, tapi saat ini yang terucap dari
mulut Nova hanyalah...
"Terima kasih"
Dan setelahnya... pintu dapur itu pun terbuka, tiga orang berjubah
hitam keluar dari sana. Mereka seperti terkejut melihat Nova tidak
lagi terbaring di meja. Dua orang di antaranya segera berlari mengejar
Nova, dan sosok yang paling besar diantara mereka... perlahan-lahan
mendekati Si topeng hitam. Nova tahu Bahwa ini waktunya untuk pergi...
KREK
Mendengar suara pintu restoran yang terbuka, Sandy yang hampir putus
Asa segera kembali menghampiri orang yang baru saja keluar dari
Hanggareksa dengan langkah gontai. Orang itu adalah...
"Chandra?"
"CHANDRA!!!"
"Elo tunggu disini! Kalau lima menit kemudian Gue gak keluar dari
Hanggareksa, Elo hubungi Polisi, tapi ingat!! Hanya berikan mereka
Informasi yang bisa dimengerti! OK?"
Sandy kenal suara itu, juga rambut coklat yang terlihat saat jubah
hitamnya tersingkap. Chandra yang melihat dari jauh pun tidak bisa
menahan diri untuk menghampiri orang itu....
Tanya Sandy, sembari memastikan Gadis malang itu tidak terluka. Betapa
bahagianya Nova karena yang dia lihat kali ini adalah wajah orang yang
dikenalnya, bukan lagi topeng yang mengerikan. Kebahagiaan Nova
mencapai puncaknya, hingga secara spontan dia memeluk Sandy sambil
menangis sesenggukan.
Lalu Chandra? Apapun yang sedang dilihatnya, dia sangat bahagia karena
Nova baik-baik saja. Sementara di seberang sana, pintu Hanggareksa
mulai tertutup, perlahan-lahan menghalangi sosok orang-orang misterius
yang sedang berdiri memandangi Sandy, Nova dan Chandra.
"BIADAAAAAAAAAAAAAAABBBB!!!"
"BUKA PINTUNYA MONYET!! JANGAN KIRA KALIAN BAKAL SELAMAT SETELAH APA
YANG KALIAN LAKUIN SAMA GUE DAN NOVA!"
Tidak! Bagi Chandra... ini belum cukup! Dia masih saja mengamuk, tidak
ada yang bisa menghentikannya kecuali tubuhnya yang lagi-lagi mulai
terasa lemas, membuatnya kehilangan keseimbangan dan jatuh. Sandy dan
Nova membiarkan Chandra, mungkin saja rasa sakit akibat jatuh barusan
bisa meredakan amarahnya yang baru saja berkecamuk.
Malam itu..... tidak ada yang perlu didiskusikan, mereka sepakat untuk
menyimpan semua penjelasan sampai besok hari. Yang harus mereka
pikirkan adalah bagaimana caranya membawa Nova pulang dengan kondisi
pakaiannya sekarang. Pulang bersama Chandra pun bukanlah ide yang
baik.
BRMMMMMM
Entah motor siapa yang dibawanya, bahkan lengkap dengan helm dan
jaketnya. Tapi karena ini adalah sabrina, jadi mereka semua sudah tahu
jawabannya. Sabrina membantu Nova naik ke motornya..... Atau lebih
tepatnya motor korbannya.
"Nganterin Nova pulang jam segini terlalu beresiko Rin, mendingan kamu
bawa Nova ke kotrakan Kamu dulu, besok baru......."
"Heh... di depan mata Elo itu Kontrakan Gue, harusnya Gue yang nawarin
Elo bermalam disana"
"Setelah semua yang Elo ceritain?????? NO! NO! NO! Mending Gue tidur
"Udah jelas... Ini adalah kasus penculikan, tentu saja kita harus
lapor polisi"
"Gue setuju! Mereka..... mereka orang yang sama dengan yang gue lihat
dari dapur kontrakan"
Empat orang pria datang entah darimana. Lampu jalan menerangi tubuh
mereka yang penuh keringat. Olah raga tengah malam sepertinya bukanlah
alasannya. Chandra mulai bertanya-tanya siapa sebenarnya orang-orang
ini, sementara Sandy yang sudah tahu betul dengan keempat orang itu,
mempertanyakan hal yang berbeda.
Tanya Sandy pada Pak Kusnadi dan tiga orang Abang Becak yang datang
bersamanya.
8 Januari 20XX
15:00 WIB
Pak Lukman terlihat sangat marah, hanya saja tidak pada tempatnya.
Pengunjung Toko yang lain terlihat sangat terganggu.
"Maksud Saya.... Kami masih akan mengecek apakah barang ini asli atau
tidak!"
"Saya datang kesini bukan untuk menjual jam itu! Bukannya sudah kita
diskusikan di telepon kemarin?"
"Ya! Saya mengerti, tapi Lora minta kami mengecek dulu apakah barang
yang bapak bawa sudah benar atau tidak, kami tidak mau melakukan hal
yang sia-sia cuma demi benda yang sama sekali tidak ada artinya"
Begitulah percakapan yang terjadi antara Pak Lukman dan penjaga Toko
Kasta Tinggi. Jauh-jauh dia membawa jam itu pergi bukanlah untuk
bertemu penjaga toko ini, tapi untuk berdiskusi dengan Lora. Tapi
sepertinya Lora masih dalam perjalanan pulang dari luar kota.
"Atau begini saja.... bapak bisa tinggalkan Jam itu disini, nanti
kalau sudah selesai, pasti kami hubungi lagi"
Pak Lukman tidak punya pilihan lain selain menerima saran dari penjaga
toko tersebut, walaupun itu artinya dia harus pulang ke Kota Gambir
dengan tangan kosong.
Kalau Bapak harus membawa Benda itu pergi dari sini.... maka lakukan
Gumam Pak Lukman yang sedang hanyut dalam diskusi batinnya sendiri.
Jalan buntu sedang dihadapinya, hingga dengan terpaksa dia harus
mempertimbangkan sebuah solusi yang sangat dibencinya.
GAMBIR
8 Januari 20XX
23:30 WIB
BEEEEEEEEEEP BEEEEEEEEEP
"Ummmmm Halo???"
"Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh..... Kampreeeet!"
"Waalaikumsalam, ummmm Bang Danil?"
"Iyalah ini Saya!!!! Buruan buka pintunya!! Saya udah gak tahan pengen
istirahat gara-gara kejebak hujan di jalur Kemitir"
"Eh?? Hwaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa Ya ampuuuuuuuuuuuun Gue lupa Bang...."
END OF APPETIZER
Sayangnya.....
Kita punya beragam definisi tentang adanya mahluk halus
Semua itu karena kultur, budaya, dan ajaran agama kita yang berbeda
Mereka yang bisa melihat, seringkali bercerita dengan bangga
Mereka yang pernah melihat, seringkali bercerita dengan gagah
Sedangkan mereka yang tanpa sengaja melihat, memilih untuk diam dalam
ketakukan.
Sebelum mereka......
MENGALAMINYA SENDIRI
Ini terjadi di Tahun pertama Saya mulai menjadi Guru. Tugas dari
lembaga membawa Saya ke sebuah Hunian sederhana, namun Kaya akan
peristiwa. Tidak pernah terpikir bahwa Saya akan terlibat dalam
peritiwa puluhan tahun silam, hanya dengan mendiami sebuah Rumah kecil
di ujung perbatasan Kota kelahiran.
Tapi Saya tahu! Mereka di luar sana.... yang pernah berada dalam
situasi yang sama..... mengerti dan memahami, apa yang pernah Saya
8 Januari 20XX
23:50
Pertanyaan itu terjawab manakala Saya mulai menyadari, ada yang tidak
beres dengan Restoran ini. Entah kenapa keramaian di restoran ini
berangsur-angsur sepi, setiap kali saya berkedip.
Di depan Saya.... Seorang Ibu sedang fokus pada cermin kecil yang
dibawanya, kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri, sementara matanya
masih tertuju pada cermin di tangan kanannya. Memperbaiki Make up di
meja makan, walupun berdandan ala wanita kota, tapi yang dilakukannya
terlihat sangat kampungan.
Dan sekarang......
Sudah cukup lama Saya duduk disini, tapi belum juga dilayani. Pelayan
yang tadi mengangguk ketika Saya melambaikan tangan, tidak juga datang
menghampiri meja. Dia masih di meja kasir, duduk tenang menatap Saya.
Dan setiap kali Saya melambaikan tangan, perempuan pucat itu hanya
membalas dengan senyuman.
Setelah semua keanehan di restoran ini, bodoh jika Saya pergi dan
menghampiri. Lalu bersamaan dengan hilangnya pelanggan terakhir,
hilang pula nafsu makan Saya. Ini adalah pertanda, bahwa Saya harus
segera pergi dari sini.
Saya bangkit, berharap tidak akan pernah duduk di sini lagi. Sembari
membawa Ransel besar berisi perlengkapan menginap selama satu minggu,
Saya berjalan ke pintu masuk tanpa sekali pun menoleh ke belakang.
Walau demikian, saya masih bisa merasakan.... perempuan itu masih
tersenyum melihat kepergian Saya.
KRAK
Baru saja saya menoleh ke belakang, ke restoran kecil yang baru saja
"Astaghfirullah......."
Pintu restoran itu tertutup rapat, papan putih dengan tulisan merah
berbunyi "CLOSE" menggantung di salah satu jendela kacanya. Saya tidak
sudi berdiam lebih lama disini, lebih baik Saya pergi menyelamatkan
diri.
TAPI KEMANA??
KREK
Meletakkan kunci rumah di atas pintu untuk bepergian jauh adalah hal
yang tidak wajar, entah Sandy sedang terburu-buru, atau memang sudah
tidak peduli pada barang-barangnya di rumah ini.
Usai memasukkan motor yang sejak tadi parkir di depan kontrakan, Saya
menutup pintu dan mondar-mandir sejenak untuk beradaptasi dengan
kontrakan yang akan Saya tempati selama satu minggu kedepan. Ada
sebuah kamar di lantai bawah yang terkunci rapat, sebagai tamu Saya
tidak boleh penasaran dengan isinya, bisa jadi itu adalah privasi
sandy.
Di sebelah ruang tamu adalah ruangan besar yang gelap gulita. Saya
harus mengandalkan lampu Handphone, karena lampu ruangan ini tidak
bisa nyala. Cahaya handphone menerangi dari ujung ke ujung ruangan,
KKRAK
Tidak ada prasangka apapun di kepala Saya saat itu. Saya masih lelah
dan belum pulih dari trauma, tapi Saya sempatkan untuk membereskan
dapur yang berantakan. Panci dan beberapa perkakasnya masih sangat
bersih seperti tidak pernah digunakan, saat saya berniat memasukkannya
ke dalam lemari Kayu di sudut dapur, ternyata lemari itu terkunci
rapat.
Terlepas dari apa yang Saya alami hari ini, Saya masih berharap hari-
hari di kontrakan ini, bisa jadi menyenangkan.
SEMOGA SAJA
SMKN 2 GAMBIR
KAGET
Mereka tidak habis pikir dengan apa yang baru saja Saya ceritakan,
bahwa...
"SMK Galuhan"
Usianya tidak jauh lebih tua dari Saya, tapi gengsinya tinggi sekali!
Tidak hanya menjawab ketus, bapak ini juga mengabaikan tangan Saya
yang sedari tadi mengajaknya bersalaman. Akhirnya target untuk
mendapatkan teman di hari pertama pun sirna, karena mendadak..... Saya
punya musuh.
11:00 WIB
Dua jam pun berlalu, dan senyum semangat peserta pun mulai layu. Nara
sumber yang sudah berumur, membuat kami harus memperhatikan dengan
seksama setiap kata yang keluar dari mulutnya. Dan butuh tenaga ekstra
untuk bisa mencerna suaranya sangat amat hemat.
"Enggak lah pak, uang transport Saya aja pas-pasan, maklum sekolah
kecil"
Jawab Saya, walaupun sedikit jengkel karena orang ini sudah mengganggu
konsentrasi.
Bapak ketus yang mendadak jadi ramah ini pun menceritakan keluh
kesahnya, dimana dia merasa penginapan yang disediakan panitia untuk
peserta diklat sangat tidak layak. Tidur lesehan bersama peserta lain
di ruang kelas sangat bertentangan dengan yang dia sebut PRIVASI.
Merasa bernasib sama, dan mengerti apa yang bapak ini rasakan, Saya
pun menawari nya untuk menginap di kontrakan Sandy. Tapi.... Bapak ini
menolak
16:00 WIB
Ujar Saya mempersilahkan Pak Samsol masuk ke dalam Kontrakan. Ya! Pak
samsol adalah guru ketus yang Saya temui hari ini, terlepas dari
mantapnya dia menolak tawaran Saya, ternyata semua hanyalah basa-basi
belaka. Tidak hanya memboncengnya ke kontrakan, Saya bahkan harus
membawakan barang-barangnya yang dikemas dalam dua buah Ransel besar.
Tidak butuh waktu lama bagi saya mengenalkan Pak Samsol pada tempat
tinggal barunya, karena Kontrakan Sandysama sekali tidak besar. Pak
Samsol pamit untuk mandi, sementara Saya merebahkan diri di kamar.
Sudah berkali-kali Saya coba hubungi Sandy, karena bagaimanapun ini
adalah Kontrakan nya, dan dia wajib tahu siapa yang Saya bawa.
"Kampreeet! Padahal ada yang harus Saya bicarakan! Bukan hanya tentang
Pak Samsol, tapi juga tentang...."
HANGGAREKSA
"Aaah! Bodo amat! Saya cuma Satu minggu disini, dan itu adalah waktu
yang singkat untuk merasa takut"
16:30 WIB
Sudah lebih tiga puluh menit Saya berdiam diri di kamar ini, sementara
teman sekamar Saya masih belum hengkang dari kamar mandi. Setengah jam
adalah waktu yang sangat lama untuk mandi-nya seorang laki-laki,
kecuali ada hal lain yang dia kerjakan yang sama sekali tidak ingin
saya bayangkan.
Entah ide gila apa yang membuat Saya membuka Ransel milik Pak Samsol,
berharap menemukan sajadah atau alat Sholat yang bisa saya gunakan.
Tapi Sialnya......
SRTTTTTTTTTTTTTTTTT
Saya bergegas menutup kembali Ransel besar berwarna kuning dan merah
itu, mengambil tempat di sudut kamar, untuk duduk dan memikirkan nasib
saya selama tujuh hari kedepan. Nasib sial apa yang membawa Saya ke
kota ini, untuk tinggal di samping sebuah restoran angker, dan satu
atap dengan seorang manusia angker.
Jadwal Diklat besok sangatlah padat, pukul tujuh semua peserta harus
sudah merapat. Tapi disini.... Saya masih belum bisa memejamkan mata,
bukan karena insomnia tapi karena jarak tidur kami yang semakin dekat.
Sempat terjadi perdebatan tentang siapa yang akan tidur di atas, dan
siapa di bawah. Dan saya memutuskan untuk mengalah, karena Saya tahu
betapa berbahaya nya teman sekamar Saya ini. Pak Samsol memilih tidur
di atas, sementara Saya mengambil tempat yang jauh dari jangkauannya.
Sampailah Saya di ruang tamu, dimana motor Saya berada. masih ada
cukup ruang untuk sebuah karpet, walaupun punggung ini harus beradu
dengan lantai yang dingin, tapi setidaknya disini saya merasa aman.
BZZZZZZZZZZZ
Mata saya baru saja terpejam, mendadak silau oleh sebuah cahaya.
Memaksa saya untuk bangun, dan melihat ke ruangan dapur yang sekarang
terang benderang.
Tanpa rasa takut, saya melangkah ke dapur, Sekilas tidak ada yang aneh
dari ruangan ini, semua normal, aman dan terkendali, kecuali lampu
nya.
KLEK! KLAK!
TRENGGGGGGGGG
"Giiiiii gilaaaaa......."
Cara saya memandang dapur ini mulai berubah, dan semakin berubah
manakala Saya menyadari adanya lubang ventilasi di atas kompor. Bukan
Saya tidak memperhatikan, tapi Saya baru saja sadar apa yang ada di
balik lubang ventilasi itu.
KREKKKKKkk......
Sepertinya Saya harus berhenti bertanya, karena baru saja lemari itu
memberikan jawabannya. Pintunya terbuka pelan, suara gesekan dari
kayunya yang sudah tua, seperti sedang menertawakan Saya. Tidak ada
Untuk apa Sandy mengunci lemari yang tidak ada isinya? Dan bagaimana
bisa pintunya terbuka sendiri?
BZZZZZZZZZZZZZZ
"Astaghfirullah......."
Saya berlari, menaiki tangga menuju lantai dua. Berlari dari apapun
yang ada di samping lemari kosong itu. Tidak jelas bagaimana rupanya,
tapi berdiri dengan dua kaki adalah ciri-ciri manusia, hanya
saja......
KREK!
Saya berdoa... semua doa yang saya hafal. Berharap setan itu tidak
mengejar Saya sampai ke kamar. Ini bukan kali pertama Saya melihat
penampakan, tapi mata Saya tetap tidak bisa terbiasa dengan wujud
mereka. Sekarang Saya tahu kenapa Sandy pergi, dia tahu ada yang tidak
beres dengan Kontrakan ini, dan kalau perkiraan Saya benar, semua ini
pasti ada hubungannya dengan Hanggareksa.
"Huffff"
Saya bisa bernafas lega, walaupun untuk beberapa detik Saja. Setan itu
membuat Saya lupa satu hal, bahwa ada satu lagi mahluk seram di
kontrakan ini. Dan sekarang.......
HWAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA
Ini masih sangat pagi untuk memulai diskusi, tapi kalau tidak begini,
kejadian semalam pasti terulang lagi.
"Disini Saya tuan rumahnya! Jadi semua aturan yang Saya buat, harus
Kamu patuhi, ngerti?"
Tegas Saya pada Samsol yang manyun-manyun sendiri sambil memegang pipi
kanannya. Menendang kepala orang memang bukanlah tindakan terpuji,
tapi menyingkap sarung orang lain itu lebih tidak terpuji lagi,
terlebih jika didasari dengan maksud dan tujuan terselebung.
"Hu'um"
Jawab Samsol
"NGERTI???"
07.30 WIB
Sudah mulai ada aktifitas di restoran sebelah, ada tiga mobil dan satu
motor di area parkirnya. Dan yang membuat mata saya tidak segera
berpaling pandang adalah..... Mobil pick up yang parkir tepat di depan
pintu masuk.
"Itu.... bukannya mobil Pak sopir yang Saya temui kemarin? Atau....
cuma kebetulan mirip?"
Mobil seperti itu, adalah tipe yang jarang sekali terlihat di kota
besar. Melihatnya sedang parkir di depan Hanggareksa, pasti bukanlah
sebuah kebetulan.
"Tunggu! HANGGAREKSA???"
Tentu saja nama itu pernah Saya dengar sebelumnya, kalau dugaan Saya
benar, itu artinya.....restoran ini adalah restoran yang diceritakan
Pak supir di Warung Gandrung itu.
"Mmm mahluk ini.... Gaya dan muka nyaaa.... benar-benar tidak sinkron"
Perintah Saya, sambil memberikan kunci motor pada Samsol, dan kami
berdua pun berangkat.
12.30 WIB
Pertemuan saya dengan Pak Guru bernama "Rofiq" ini, seperti pertemuan
dua perantau yang berasal dari kampung yang sama. Karena kami berdua
sama-sama dari pesantren. Kami saling berbagi pengalaman, dan
mendengarkan keluh kesah satu sama lain. Itu hal yang wajar, mengingat
banyak hal unik di pesantren yang tidak dimiliki oleh sekolah luar,
salah satunya adalah....
Entah apa pemicunya, perbincangan kami sampai pada tema spiritual. Pak
Rofiq mengeluhkan kondisi penginapan yang disediakan oleh panitia,
karena baru malam pertama saja... sudah ada orang yang kesurupan. Saya
mendengarkan dengan seksama, karena bagi saya tema seperti ini sangat
menggugah selera..
Tengah malam tadi.... Salah seorang peserta bernama "Pak Rizki" yang
sedang kembali dari mushallah untuk sholat tahajjud, melihat seseorang
berdiri di tengah aula sekolah. Karena ruang Aula yang gelap, Pak
Rizki tidak segera mengenalinya. Orang itu menyadari kehadiran Pak
Rizki lalu melihat ke arahnya. Dari situ Pak Rizki tahu kalau orang
itu adalah "Bu Minah" yang juga seorang peserta diklat.
Ibu itu mengenakan daster, yang berarti dia baru saja bangun tidur.
Merasa heran dengan apa yang sedang dilakukan Bu Minah, Pak Rizki
mendekatinya sebelum akhirnya langkah Pak Rizki berhenti karena tiba-
tiba Bu Minah memutar-mutar kepalanya. Awalnya itu dilakukan dengan
sangat pelan, tapi lama-kelamaan semakin cepat dan disertai teriakan
Laki-laki yang keluar dari mulut Bu Minah.
Respon kocak saya berhasil memancing tawa kami berdua. Tidak butuh
waktu lama, Saya dan Pak Rofiq menjadi akrab, walaupun sebelumnya Saya
harus memastikan dulu kalau Pak Rofiq adalah orang yang
NORMAL
Saya masih enggan pergi ke kamar, dan menghabiskan waktu dengan laptop
di ruang tamu. Banyak tugas yang harus Saya selesaikan agar pulang ke
kampung membawa sebuah Sertifikat. Sudah dua jam lebih Saya disini,
dan selama itu sudah tujuh kali Samsol naik turun tangga. Entah apa
alasannya.
"Huwaaaaaaaaaaaaaaaiiiiiiii"
Sampai disini mulai terasa betapa rindunya Saya dengan suasana rumah.
Jam segini mereka berdua pasti sudah tidur, ada rasa khawatir setiap
kali memikirkan anak dan istri di rumah, Walaupun Saya sudah meminta
Farah untuk tinggal di sana selama satu minggu.
KREK
Pertanyaan Samsul membuat jantung Saya lupa irama degupnya. Saya tidak
bisa menjawab karena memang tidak mendengar apa-apa, dan tidak ingin
mendengar apa-apa. Akhirnya Saya jawab pertanyaannya dengan sebuah
pertanyaan juga....
Samsul memandang dapur yang gelap, dan entah kenapa Saya justru ikut-
ikutan.
"Heee heei!! Jangan bikin Saya takut gitu! Emang Kamu denger apaan??"
Saya mulai ketakutan, tapi samsol tidak juga menjawab pertanyaan Saya.
Tanpa sepatah kata pun, dia berlari kembali ke kamar.
BZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZ
Perasaan ini tidak akan Saya lupakan seumur hidup, dimana seharusnya
Saya takut melihat sesuatu di kegelapan, justru saat ini Saya takut
akan melihat sesuatu di ruang dapur yang terang benderang. Belum
lagi.... Saya terjebak diantara dua mahluk mengerikan yang malam ini
dengan kompaknya sama-sama memasang jebakan.
Sudah hampir semenit Saya duduk bersila, membaca Ayat suci yang sudah
berkali-kali Saya ulang, tapi..... lampu di dapur masih menyala
terang.
Saya tahu satu-satunya jalan keluar dari keadaan ini, jadi Saya
bergegas bangun dan berlari keluar dari kontrakan.
KREK
PUUUUUOOOOOCOOOOOOOOOOOOONGGGGG
Saya tahu itu suara siapa. Tapi untuk masuk ke dalam dan menolongnya,
Saya masih beripikir seribu kali. Pocong versus Samsol....
"EH BOTAK!!! KAMU BISA TENANG GAK?? JELASIN SAMA SAYA ADA APA
SEBENARNYA?"
Samsol kembali menuruni tangga dan kali ini langsung berlari ke arah
Saya. Saya bersumpah demi Almarhum Kakek saya, kalau sampai Samsol
memeluk, maka malam ini Saya dan Pocong itu akan membuat Samsol
menderita. Tapi syukurlah.... itu tidak terjadi
Entah kenapa melihat Samsol yang tidak bisa diam, Saya jadi lupa
dengan rasa takut Saya sendiri. Pocong itu pasti kecewa karena sudah
salah pilih korban.
Saya tidak menghiraukannya. Saat ini Saya sudah berada di dapur, dari
sini dapat Saya lihat kalau restoran sebelah masih buka, lampunya
masih menyala, terlihat jelas dari lubang ventilasi di dapur ini.
Rasa takut Saya datang kembali, saat mata dan telinga ini saling
bekerja sama untuk menterjemahkan apa yang sudah saya dengar tadi,
dengan apa yang sedang Saya lihat sekarang. Pisau dapur, panci,
kompor, dan mangkok sedang tertata rapi di meja dapur. Benda-benda ini
seolah memberi tahu Saya bahwa dari sinilah asal suara yang Saya
dengar tadi. Dan tentu Saja..... itu semakin membuat Saya ketakutan.
Saya mulai memperhatikan lemari ajaib di sudut ruangan ini, yang lagi-
lagi pintunya terbuka lebar. Disinilah kemarin malam sosok itu
berdiri. Sering kali Saya dengar bahwa mahluk halus memiliki tempat
atau benda tertentu yang jadi persemayamannya, dan melihat lemari
kosong itu... Saya mulai berpikir jangan-jangan pocong itu tinggal di
dalam lemari
"Daaaaaaaan"
“Ya tuhanku, aku berlindung kepada Engkau dari bisikan bisikan setan,
Dan aku berlindung (pula) kepada Engkau ya Tuhanku, agar mereka tidak
mendekatiku“
BZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZ
Saya membuka mata, dan ternyata... lampu dapur kembali mati, pertanda
keadaan normal kembali. Dan lemari itu.... entah sejak kapan tertutup,
dan lagi-lagi terkunci rapat.
"Samsooool!!!"
Saya mengangkat lengan baju koko yang sedang saya pakai, kemudian
mengambil kuda-kuda untuk menggeser lemari kayu itu.
HEGHHHHH
Aneh.... lemari ini sama sekali tidak kelihatan berat, apalagi tidak
ada sesuatu di dalamnya. Tapi Saya belum menyerah, Saya mencoba
menggesernya sekali lagi.
HEGHHHHH
Ya! Memang tidak ada yang aneh dari lemari tersebut, tapi di belakang
lemari..... dinding dapur yang selama ini ditutupinya..... Saya
melihat ada kejanggalan. Warna Cat dinding di ruangan ini sudah mulai
pudar, dan itu adalah hal yang wajar mengingat usia bangunan yang
mungkin sudah tua. Tapi yang tidak wajar adalah.....
Dinding baru untuk sebuah bangunan tua? Bisa jadi baru selesai di
renovasi, bisa jadi ada penambahan ruang, atau bisa jadi ada sesuatu
yang ditutupi.
"Daaan eh daaaan, Kamu lagi nyari apaan sih?? Muka kamu serem
amat...."
"Maksud kamu?"
Pukul tujuh pagi kami belum sempat sarapan, karena setelah kejadian
semalam Saya dan Samsol sama-sama malas pergi ke dapur. Lemari
terkutuk itu kami kembalikan ke tempat semula, karena bagaimanapun
sebagai tamu.... tidak seharusnya kami memindahkannya.
Saya masih duduk di kamar membaca materi untuk diklat hari ini, sambil
sesekali melihat jam. Harusnya Saya sudah berangkat, tapi sudah hampir
satu jam orang itu belum juga keluar dari kamar mandi.
"Lima belas menit lagi, kalau Samsol belum selesai, terpaksa Saya
tinggal"
Jenuh sudah mata ini membaca materi, sebaiknya Saya simpan energi
karena di kelas nanti suara narasumber akan membuat Saya lebih jenuh
lagi. Ada sesuatu yang tiba-tiba menarik perhatian Saya, sebuah benda
yang Saya pungut dari lantai dapur saat pertama kali menginjakkan kaki
di kontrakan ini.
KLIK
Yaa! sandy adalah adik kelas Saya di SMP dulu, Dia memang terkenal
badung dan susah diatur. Saya tidak menyangka dia akan tumbuh dewasa
menjadi tukang intip seperti ini. Merasa tanggung, Saya lanjut memutar
sisanya. Beberapa diantaranya hanyalah video iseng sandy yang sedang
stalking seorang gadis. Sampailah Saya pada sebuah Video dengan
kumpulan orang-orang berjubah hitam yang sedang duduk di antara
lingkaran lilin.
Tiba-tiba terdengar suara keras seperti sebuah denting jam. Hal yang
tidak pernah Saya dengar selama berada di kontrakan ini. Tapi Saya
mengerti setelah melihat detail waktunya, video ini diambil tepat
tengah malam, dimana biasanya Saya sudah tidur lelap. Dan Akhirnya....
Video yang singkat itu berakhir setelah orang-orang berjubah hitam itu
berjalan mendekat ke arah Sandy. Video ini pastinya diambil diam-diam,
beberapa kali saya dengar suara nafas Sandy, dia tidak hanya menghirup
udara, tapi juga menghembuskan rasa takutnya.
TUUUUUUUUUUUUT TUUUUUUUUUUUUUUT
Nada sambung itu membuat Saya lega, karena akhirnya Saya bisa memarahi
tuan rumah tidak bertanggung jawab itu. Tapi ternyata....
"KAMPEEEEEEEEEERRRRRRR!!! DIREJECT????"
Ke Bantal!
Belum selesai saya mengumpat, sebuah SMS dari sandy meredakan amarah
Saya
Saya tertunduk lemas, Almarhumah adalah orang yang baik, beliau sangat
sabar dan sangat mengayomi Sandy juga teman-temannya yang bermain ke
rumah Sandy.
Mati adalah misteri... Entah karena usia, penyakit, lalai dan celaka,
mati tetaplah pasti. Tuhan akan memanggil orang baik dengan cara yang
baik, walaupun beberapa orang baik ada yang kurang beruntung karena
harus dipanggil dengan cara yang mengenaskan. Bagaimana kah Saya akan
dipanggil?
Ya Tuhan... apapun Caranya, jangan sampai Saya mati karena orang ini..
Doa Saya setelah melihat samsol masuk kamar dengan jubah handuk
berwarna pink, sambil mengigit sikat giginya dan berkata...
TWINK!
Jam istirahat untuk para peserta Diklat, bahkan setelah menjadi guru
pun, bel istirahat masih menjadi melodi yang indah di telinga.
Kebiasaan Saya ketika sekolah pun tidak berubah, yakni lebih memilih
istirahat di kelas daripada pergi ke kantin. Dan sepertinya, Pak Rofiq
juga punya pemikiran sama.
Usia Saya dan Pak Rofiq bisa dibilang sama, bahkan kami berdua lulus
SMK di tahun yang sama. Obrolan kami selalu saja seru, sama sekali
tidak tampak seperti orang yang baru kenal. Pak Rofiq bukan hanya
seorang guru SMK, beliau adalah anak salah seorang ustad di
pesantrennya, dan pemahamannya tentang Ilmu agama sangat jelas
terlihat dari ahlak dan tutur bahasanya.
"Oh ya pak, saya ingin menanyakan sesuatu... tapi mungkin akan sedikit
tidak masuk akal"
Entah alasan apa yang mendorong Saya untuk bicara seperti itu. Tapi
yang jelas, firasat saya mengatakan bahwa Pak Rofiq adalah orang yang
tepat, lagipula dia bersedia mendengarkan..
"Jadi apakah benar.... tidak semua bangsa jin takut pada doa yang kita
baca?"
"Mungkin saja... karena tidak semua bangsa jin adalah mahluk yang
jahat. Tapi.... apa yang sampean alami itu, kasusnya berbeda"
Tanya Saya.
"Ok! Sebelum saya memberi Solusi, Mari kita melihat masalah Pak Danil
dari sudut pandang kepercayaan masyarakat kita. Orang-orang percaya
bahwa hantu adalah arwah manusia yang tidak bisa beristirahat dengan
tenang karena masalah duniawi yang belum terselesaikan. Kita sering
menyebutnya sebagai ARWAH PENASARAN.
Lalu ada juga yang percaya bahwa Hantu adalah mahluk yang menyerupai
manusia dan bertujuan menggoda atau melemahkan iman seseorang, dengan
menjelma menjadi sosok orang yang sudah meninggal, orang-orang percaya
bahwa mahluk itu adalah JIN. Lalu ada lagi pengakuan orang-orang yang
sering melihat manusia dengan kemampuan untuk menjelma menjadi hewan,
yang biasa kita sebut sebagai MAHLUK JADI-JADIAN.
Itu hanya sebagian kepercayaan masyarakat kita lhoo yaaa, saya tidak
mau berbicara dari sudut pandang agama. Kira... kira..... Pak Danil
lebih percaya yang mana??"
Terus terang Saya bingung, karena semuanya adalah teori yang sering
Saya dengar di kampung. Entah itu sebagai gurauan, ataupun sesuatu
yang serius. Sejak kecil saya percaya setiap tempat pasti ada
penunggunya, tapi apa yang Saya alami di kontrakan itu.... sepertinya
lebih dari sekedar gurauan mahluk halus.
"Entahlah Pak Rofiq, tapi sosok yang ada di kontrakan itu terlalu
agresif untuk ukuran seorang penunggu. Jadi saya berasumsi bahwa
sesuatu yang buruk pernah terjadi di kontrakan dan Restoran itu, dan
pastinya tidak akan jauh dari yang namanya kematian. Lagian... apa
pengaruhnya kepercayaan saya terhadap solusi yang akan bapak kasih?"
Tanya Saya yang mulai sebal karena pertanyaan Saya dibalas dengan
pertanyaan juga.
"Ooooh tentu saja ada! Kalau Sampean berpikir mahluk itu adalah arwah
penasaran, maka solusinya adalah.... Pak Danil harus mencari tahu
"Yang benar saja pak? Darimana Saya bisa tahu penyebab kematiannya?
Saya bahkan baru dua hari tinggal disana. Bertanya sama karyawan
restoran juga bukan ide yang bagus"
Tawa Saya berangsur-angsur reda karena melihat wajah serius pak rofiq.
Sepertinya dia tidak sedang bergurau. Sebenarnya apa yang dikatakan
pak rofiq sudah sering sekali saya dengar, dan saya lihat di TV.
Berkomunikasi dengan penunggu rumah berhantu, yang menggunakan manusia
sebagai medium. Tapi tidak pernah terpikir oleh Saya untuk
melakukannya.
"Saya bukan orang sakti yang bisa berbicara dengan mahluk halus pak,
melihatnya saja Saya ketakutan"
"Sebenarnya Saya juga bukan orang sakti, tapi kalau sampean mau....
nanti malam kita dzikir bersama di kontrakan sampean. Saya yakin
tempat itu belum pernah sekalipun diruwat"
Sepertinya Saya tidak salah pilih orang. Tanpa pikir panjang lagi,
Saya menyetujui usulan beliau.
Pak rofiq membawa lima orang temannya, yang juga peserta diklat dari
pesantren yang sama, mereka adalah....
Pak Nasir, Mas Wahyu, Pak Atmojo, Pak Sufyan dan Bu Maila.
Saya sempat terkejut karena salah satunya adalah perempuan, tapi itu
memang disengaja oleh Pak Rofiq dengan alasan
Semua tampak khusyuk dan larut dalam doa, kecuali Samsol yang hanya
komat-kamit karena mengaji saja dia tidak bisa. Konsentrasi saya pun
hilang manakala Saya melihat sarung yang dipakainya adalah sarung
Saya, kesal... tapi itu lebih baik daripada dia memakai mukenah yang
tanpa sengaja saya temukan di dalam tas ranselnya tadi.
BZZZZZZZZZZZZ
Teman-teman yang lain masih memejamkan mata mereka, tapi kerutan dahi
yang mulai basah oleh keringat itu.... adalah pertanda bahwa mereka
juga mersakannya, hanya saja memilih untuk tetap memejamkan mata. Saya
memberi isyarat pada samsul untuk melakukan apa yang sedang teman-
teman lakukan, lalu kami berdua pun memejamkan mata
TRANG
TRANG
GUBRAK!!!
ASTAGHFIRULLAH!!!
Kami semua tersentak kaget, walaupun masih dengan mata tertutup. Suara
itu berasal dari arah dimana lemari itu berada. Sekarang kami juga
bisa mendengar suara Dzikir Bu Maila yang semakin keras di kamar
atas....
KREEEEEEKKKKKKK
Dan kali ini.... adalah suara lemari yang terbuka, entah kenapa tiba-
tiba saya merasakan seseorang yang tidak diundang sedang berada
diantara kami. Belum lagi saya mencium bau daging bakar, walupun benci
mengakuinya... bau itu terasa sangat lezat di hidung ini.
"Hmmmmm??"
Pak Rofiq meminta kami menjauh, lalu dengan sigap membantu Bu Maila
bangun. Setelah dirasa cukup sadar, Pak Rofiq bertanya...
Pak Rofiq berjalan pelan menghampiri Pak Samsol sembari membaca doa
PERGIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII
Suara dari mulut Pak Samsol semakin nyaring terdengar, semua yang ada
di kontrakan ini semakin ketakutan, termasuk Saya, dan itu wajar!
Karena... adakah yang lebih menyeramkan dari....
BANCI KESURUPAN?
11 Januari 20XX
20.30 WIB
Malam ini akan menjadi sejarah yang tidak akan pernah kami lupakan,
dan terlalu tabu untuk diceritakan. Dapat saya lihat wajah-wajah para
gentlemen yang kehabisan ekspresi, mereka tidak hanya takut terluka
tapi juga takut ternoda. Semakin lama kami diam, semakin liar samsol
jadinya, bahkan Pak Rofiq pun tidak tangkas seperti sebelumnya.
Pak Rofiq melihat kami satu-persatu berharap ada relawan yang bersedia
menggantikan tugasnya tapi sayang sekali, kami terlalu lemah untuk
Samsol yang semakin perkasa.
"Dengar! Saya tidak bisa melakukan ini sendiri, kalian harus membantu
Saya!"
Seruan Pak Rofiq sama sekali tidak kami hiraukan karena itu terdengar
seperti alasan, saat Bu Maila pingsan dengan sigapnya dia menyuruh
kami menjauh, tapi saat Samsol yang kesurupan dengan sigap juga dia
ingin menjauh.
"Tolong pegangi Samsol! Buat dia duduk dan tahan selama yang kalian
bisa!"
Saya pun mengikuti perintah Pak Rofiq dan membantunya memegangi tangan
samsol, sementara yang lain menahan kaki dan kepalanya. Samsol semakin
liar dan binal, bahkan kami hampir kewalahan karena tenaganya luar
"Bak Mai, tolong tutup tirai jendelanya! Tidak enak kalu hal ini
sampai kelihatan orang di luar"
Bu Mai bergegas melakukan apa yang pak rofiq perintahkan. Tirai sudah
tertutup tapi pertunjukan baru saja dimulai.
"Sarung sialan! Kalau sampai kebuka, kita semua pasti gak bisa tidur
dengan tenang!"
HWAAAAAAAAAA
Tiba-tiba Sufyan berteriak, sebagai divisi tangan kanan dia harus rela
selangkangannya menjadi korban, cubitan samsol membuat Sufyan
melepaskan cengkraman tangannya, hingga tangan kanan Samsol bebas
bergerilya. Korban selanjutnya adalah Wahyu selaku divisi kaki kanan,
kopiahnya melayang karena tamparan Samsol, belum lagi dengan sangat
cepat samsol menyambar rambut kertiting wahyu.
HWAAAAAAAAAAAAAAAAA
Air yang sudah dipersiapkan dengan penuh perjuangan dari semua divisi
pun tumpah tak tersisa. Tapi bukan itu yang saat ini jadi pusat
perhatian kami, melainkan Pak Rofiq yang meronta-ronta karena tubuhnya
ditindih oleh Samantha. Dalam kondisi seperti ini pun Pak Rofiq masih
mempertahankan wibawanya, dia masih membaca doa walaupun Samsol
berteriak di depan wajahnya
Saya tidak mau membiarkan Pak Rofiq berjuang sendirian, akhirnya Saya
menyuruh Wahyu dan Pak Atmojo untuk mengambil air lagi, sementara
Saya, Pak Sufyan dan Pak Nasir berusaha memisahkan Submission yang
dilakukan Samsol pada Pak Rofiq.
Seru Saya di telinga samsol, karena ternyata butuh lebih dari tiga
orang untuk mengangkat tubuhnya.
AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAARGGGGGGHHHHHH KEPARAAAAT
KALIAAAAAAAAN!!
Erangan samsol sangat keras sampai kami harus menutup telinga, tapi
tidak lama kemudian kesadarannya mulai hilang dan jatuh ke dada Pak
Rofiq.
BRUK
Saya, Pak Nasir dan Pak Sufyan pun duduk melepas lelah, Pak Rofiq
harus berusaha sendiri untuk mengangkat tubuh Samsol, karena kami sama
sekali tidak punya tenaga.
"Huuuuf... akhirnya selesai juga, kalau tahu bakal kaya gini, Saya gak
bakal ikutan!"
Beruntung tidak ada korban jiwa dalam peristiwa ini, kami sepakat
untuk tidak akan menceritakannya pada siapapun terutama pada istri
masing-masing. Saya pikir ini akan berakhir dengan semburan ke muka
samsol layaknya dukun yang ada di televisi, tapi ternyata........
BYURRRRR
Dua badut yang baru datang mengambil air terpeleset dan menumpahkan
airnya pada Samsol dan Pak rofiq, lengkap dengan embernya. Suasana
tegang pun berubah menjadi riang, semua tertawa senang, kecuali Pak
Rofiq.
Setelah semua yang terjadi barusan, Saya masih belum bisa tenang,
Kepala yang basah membuat Saya bisa sedikit berpikir jernih, ada
seseorang yang bisa memberikan Saya informasi tanpa harus melalui
tragedi seperti ini lagi, dan orang itu adalah Sandy. Mungkin dia
tidak tahu banyak tentang asal-usul Restoran dan Kontrakan ini, tapi
dia pasti bisa menjelaskan apa saja yang sudah dia alami selama berada
disini.
"Kami numpang kamar mandinya ya Pak Danil, tolong jangan kapok gara-
gara malam ini kita gagal, besok malam kita pasti datang lagi Pak"
HAAAAAAAAAAH??? LAAAAAAAAAGIIIIIIIIII???
"Maaf Pak Rofiq, besok malam Saya tidak ada di kontrakan. Ada kerabat
Saya yang terkena musibah dan Saya merasa tidak enak kalau tidak
menjenguknya. Kita lanjutkan lagi besok lusa, sekalian Saya ajak
kerabat Saya kesini"
Ucap Saya
"Sahabat lama Saya, Ibunya baru meninggal. Semoga saja dia bersedia
untuk Saya ajak kesini, karena bagaimanapun sebelum Saya dan
Samsol...."
Saya tidak pernah percaya kutukan! Tapi saya percaya nasib buruk
adalah turunan. Karena saat ada kesempatan bagi Saya untuk
berkeluarga, semua itu kandas di pertengahan.
Ironis....
Mengingat betapa benci nya Saya pada kedua orang tua, sementara Anak
saya satu-satunya justru mengalami nasib yang sama...
10 Januari 20XX
06.00 WIB
KREK
Saya membuka pintu rumah dan mempersilahkan tamu Saya untuk masuk.
Walau begitu, wajah Saya bukanlah wajah yang wajar untuk menerima
seorang tamu. Perempuan ini adalah orang terakhir yang saya harapkan
untuk menginjakkan kaki di rumah ini, terutama untuk bertemu dengan
Vivi.
Anehnya.... Saya sama sekali tidak terharu, pertemuan Ibu dan anak ini
memang sangat menyedihkan, tapi bagaimanapun... Saya tidak bisa
menyembunyikan rasa yang sejak tadi saya tahan, rasa itu adalah.....
"AMARAH"
Saya tidak akan pernah lupa apa yang sudah dia lakukan pada Saya, pada
Vivi, pada keluarga kecil Saya.
"Kaesy! jika bukan karena Vivi, Saya tidak akan sudi melihat wajahmu
lagi"
Sudah cukup! Saya tidak tahan lagi melihat pemandangan ini. Saya pergi
keluar kamar, memberikan Kaesy waktu untuk menjelaskan semuanya pada
Vivi, tentu saja ada batasan yang tidak boleh didengar oleh anak
seumuran Vivi, dan sebuah kesepakatan bahwa Vivi tidak boleh tahu,
kalau Kaesy adalah Ibunya.
Tapi.... reaksi yang berbeda dari Riska, saat Oma yang memberikan ijin
pada Saya untuk membawa Benda Antik itu pergi. Saat itu, Riska
hanya...
TERSENYUM
Sepuluh menit pun berlalu, waktu yang sudah jauh dari kesepakatan Saya
dan Kaesy. Baru saja Saya akan menyusul mereka ke kamar, tapi Kaesy
dan Vivi sudah lebih dulu keluar. Mereka berdua sudah tampak akrab,
mungkin memang benar..... Ikatan batin ibu dan anak, adalah tali yang
tidak dapat diputuskan, apalagi oleh ego seorang Ayah.
Ujar kaesy
Melihat ekspresi wajah Vivi yang bingung dan takut, Saya mendekatinya
untuk memberi pemahaman.
"Bapak ada pekerjaan di luar kota selama seminggu, Bi Yati juga gak
bisa nemenin Vivi di rumah, jadi sekarang Vivi ikut tante dulu ya!"
"Nanti bapak nyusul Vivi kesana...., abis itu kita jalan-jalan, terus
pulang deh... Ok?"
Merayu anak kecil memang sangat mudah, tapi membohonginya adalah hal
yang berbeda. Ada rasa bersalah yang tidak akan mungkin bisa saya
"Iyaaaa pa'e.... pa'e juga janji jangan lupa jemput vivi yaaaa!"
Kaesy membawa Vivi masuk ke dalam mobil sedan merah milik suami
barunya, yang sedari tadi menunggu di dalam. Sejak menikah lagi,
Banyak yang berubah dari mantan istri Saya itu. Penampilan sederhana
ala gadis desa nya berubah menjadi wanita metropolitan dengan bunyi
perhiasan emas setiap kali dia melambaikan tangannya.
Kaca mobil sedan itu terbuka, tampak Vivi melambaikan tangannya pada
Saya yang masih berdiri di depan pintu rumah. Gadis kecil itu
berteriak dengan suara mungilnya....
"Dadaaaaaaaaaa pa'eeeeeeeeeeeeeeeeee"
Saya tersenyum sedih, dan membalas lambaian tangannya. Kali ini Vivi
membuang pandangannya pada pintu garasi di samping rumah, lalu
berteriak
"Dadaaaaaaaaaaaah Bu Deeeeeeeeeee"
"Kembalikan Jam ini ke tempat semula, dan temui saya dengan membawa
satu botol kecil berisi
Di satu sisi.... Saya tidak bisa menahan diri untuk tidak merasa
tertipu oleh Oma dan Riska. Dari sini Saya mulai Yakin, mereka semua
pasti terlibat dalam semua kegilaan ini.
Saya sedang senam batin, mungkin saja dengan menyibukkan pikiran pada
sesuatu yang menyeramkan, rasa kantuk saya menjadi hilang. Dan
hasilnya..... percuma! Ini sudah ketiga kalinya mata saya terpejam
tanpa Saya sadari, dan ketika itu terjadi untuk keempat kalinya.....
rasa kantuk Saya harus memakan korban..
TIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIN
BRUAAAAAAAAAAAAAAK!!!!!
Nafsu tidur saya berubah menjadi panik, karena baru saja saya menabrak
seorang pelajan kaki.
Saya tergopoh gopoh keluar dari mobil, dengan bayangan jeruji besi di
kepala ini, karena kalau orang itu mati, kesanalah Saya akan pergi.
Tapi ternyata..... Saya bisa bernafas lega, walaupun harus dengan
wajah heran, karena tidak ada korban jiwa dalam tabrakan ini, bahkan
Sudah cukup! Saya tidak mau ambil resiko berlama-lama di jalanan sepi
ini. Entah itu kucing, anjing, atau apapun yang saya tabrak barusan,
yang jelas mahluk itu sudah pergi jauh dan itu artinya Saya selamat
dari ancaman jeruji besi.
BRMMMMMMMMMM
Dari spion tengah mobil, Saya melihat seseorang sedang duduk di Bak
belakang. Dia menggerak-gerakkan kepalanya ke kiri dan ke kanan sambil
bertepuk tangan, seperti anak kecil yang sedang bermain. Tapi Saya
tahu betul! Gaun hitam itu...... dan bau busuk ini........
Saya berdebat dengan hati Saya sendiri, antara turun dan berlari, atau
tancap gas dan kebut pulang. Tapi sepertinya.... Kaki Saya punya
pendapat berbeda, tanpa pikir panjang Saya menginjak pedal gas dan
memaksa mobil tua ini untuk berlari lebih cepat dari biasanya.
BRMMMMMMMMMMMMMMMMMM
Walaupun jendela kaca terbuka lebar, dan angin malam yang masuk ke
hidung Saya, lebih banyak daripada nafas yang Saya keluarkan. Tapi Bau
busuk wanita itu, seakan-akan terus mengejar.
Saya perhatikan Spion tengah, berharap ada kabar baik dari cermin
kecil itu. Dan ternyata........
"Alhamdulillah......."
HURRAAAAAAAHAHAHAHAHAAHAHAHA
"Astaghfirullah...... Astaghfirullah......Astaghfirullah......"
Dzikir Saya semakin keras, seiring laju mobil yang semakin cepat. Kaki
kanan Saya kram otomatis, mustahil memindahkannya dari pedal gas.
Saya harus mengendalikan mobil tua yang berkecepatan tinggi, sementara
di depan Saya... Perempuan itu masih saja menggoda, kali ini dia
menjilat-jilat kaca mobil dengan lidah nya yang dipenuhi belatung.
Wajah mengerikan itu tidak lagi terlihat, Saya berusaha mengambil alih
kaki kanan Saya lagi, lalu perlahan-lahan menurunkan kecepatan Mobil.
"Ya Allah..... hampir saja! Sedikit lagi, mobil ini pasti membentur
pembatas jalan"
Puji Syukur selalu saya panjatkan, walaupun ada sedikit perasaan tidak
tenang, karena Bau busuk ini tidak kunjung hilang. Rasanya....
perempuan itu masih berada di sekitar Saya. Untuk memastikan bahwa
Saya sudah aman, Saya memeriksa Bak belakang mobil....
Kali ini.... Saya benar-benar bisa bernafas lega, Saya semakin yakin
bahwa tidak ada yang mampu melawan kuasa Tuhan, apalagi sesosok setan
terkutuk....
EH???
BELATUNG
Deru mesin mobil tua, dini hari di jalan yang sepi. Terombang ambing
ke kanan dan ke kiri, mencoba berlari dari sebuah ilusi. Di
dalamnya.... Saya masih berjuang untuk lolos dari cengkraman perempuan
berambut putih. Berusaha agar mata ini tetap terbuka, dan mengatupkan
bibir menahan muntah.
HIHIHIHIHIHIHI
"Kenapaa?? Kenapa doa dan dzikir Saya seolah tidak punya pengaruh apa-
apa padanya?"
Rumah dan toko terlihat di kiri dan kanan, tapi tidak ada satu orang
pun yang dapat saya temukan. Tentu saja.... hanya mahluk seperti
inilah yang keluyuran di tengah malam begini. Saya menginjak rem
mobil, hal yang seharusnya Saya lakukan dari tadi. Tapi... Saya tidak
mau terjebak di pinggir jalan yang sepi dengan setan terkutuk ini.
BRMMMmmmmm
Mobil Saya berhenti tepat di depan sebuah ruko dan sebuah warung
bakso, Saya pun berhasil membuka pintu walaupun semua itu percuma
kalau Saya tidak bisa lepas dari cengkraman perempuan ini.
Dari spion tengah, dapat Saya lihat wajah nya yang semakin menyeramkan
Persetan dengan bau busuk yang menyengat, Saya membuka mulut dan
menghirup udara sebanyak yang saya bisa. Walaupun akibatnya
adalah......
HUEEEEEEEEEEEEEKKKK
Isi perut ini berceceran di celana, sendal dan mobil. Dapat saya lihat
nasi sisa makan malam saya tadi, yang perlahan-lahan bergerak diantara
cairan kental itu. Belum selesai rasa jijik saya akibat pemandangan
itu, samar-samar Saya rasakan sesuatu bergerak di dalam mulut dan
tenggorokan saya.
BAPAK.......
"Bapak......?? Pak.......?"
"Bapak... bisa minta tolong pindahin mobilnya donk, Saya mau pulang
nih..."
Saya melihat keadaan sekitar, mencari penjelasan dari apa yang orang
ini katakan. Dan setelah melihat rombong bakso di depan mobil, barulah
Saya mengerti.
Mobil ini bersih, seolah apa yang Saya alami barusan hanyalah mimpi.
Saya memarkir mobil di depan masjid yang tidak jauh dari warung bakso
barusan. Lantunan ayat suci berkumandang, pertanda subuh hampir
menjelang
Biarlah saya tenang sejenak disini.... di rumah pun tidak ada Vivi.
Seiring pikiran yang semakin jernih, mulai muncul sebuah deduksi di
kepala ini. Semua tragedi yang menimpa Saya dan Vivi dimulai ketika
Hanggareksa beralih kepemilikan. Kalau Saya mengesampingkan fakta
bahwa karyawannya telah banyak membantu Saya, sebenarnya mereka
tetaplah orang yang misterius. Dan lagi..... apa maksud surat yang
diberikan Oma lewat Ratna ketika Saya masih di rumah sakit? Kata-kata
dalam surat dengan amplop putih berisi uang itu.... sama sekali bukan
ucapan
yang wajar untuk orang yang sedang sakit.
Danu sudah bahagia.... sudah tidak lagi memikirkan kita. Segera sehat
nak Lukman, mari berkorban bersama demi masa depan hanggareksa, dan
masa lalunya....
HANGGAREKSA RESTAURANT
Berangkat kerja tanpa Vivi, rasanya ada yang kurang. Dan sepertinya
bukan hanya Saya yang merasa begitu..
Tanya Resti
"Vivi sudah mendingan, sudah mulai belajar jalan lagi, kata dokter
dalam bulan ini sudah tidak lagi pakai kursi roda"
Jawab Saya. Tentu saja saya tidak perlu memberitahu tentang keadaan
Vivi sebenarnya. Bahkan penyebab cederanya pun saya sembunyikan.
Resti adalah orang yang paling peduli dengan Vivi, mungkin karena lima
tahun pernikahannya masih juga belum dianugerahi anak. Hal serupa juga
dialami oleh saudara kembarnya, hanya saja anak pertama Ratna harus
meninggal dalam kandungan, dan belum ada tanda-tanda kehamilan lagi
sampai sekarang.
Itulah yang membuat mereka dan Vivi sangat akrab, di satu sisi... Vivi
juga membutuhkan sosok Ibu.
Konyol nya Saya berkata demikian, tapi saat ini Saya benar-benar tidak
punya waktu untuk meladeni mereka.
Saat semua barang sudah di kulkas, Saya pun pergi meninggalkan gudang
dan tentu saja... tidak ada barang atau benda apapun yang tergeletak
di lantai. Sepertinya setelah ini, hantu di gudang ini akan bosan
mengganggu Saya.
"Kentang yang kemarin kok cepet banget busuk ya pak? Bilang ke pak
haji, kalau terus kaya gini.. kami mau pindah supplier saja"
Keluh Riska tentang kualitas sayur yang disediakan Bos Saya. Saya
hanya mengiyakan saja, karena kentang busuk itu bukanlah tanggung
jawab Saya. Lagipula... Saya tidak suka kentang, pelanggan di restoran
SFTH pun sangat benci dengan yang namanya "KENTANG"
Tidak hanya model dan warnanya, jarum patah, kaca retaknya, dan
goresan di kayunya pun sangat mirip dengan yang Saya bawa. Entah
kebetulan, atau memang.....
"Pak Lukman.."
Tanya saya yang sedikit canggung karena lamunan saya barusan ditegur
oleh Riska.
Riska memberikan uang dan nota pada Saya, seharusnya urusan Saya
disini sudah selesai. Tapi hari ini... ada sesuatu yang harus Saya
lakukan. Saya pun pamit pada Riska untuk menemui Oma di dapur.
Seperti biasa... dapur ini bagaikan sebuah orkestra dimana Oma adalah
kondutornya, dan perkakas itu adalah instrumentnya. Di usianya yang
sudah senja, beliau masih sangat lihai memotong sayur dan daging itu.
Sebenarnya sungkan untuk mengganggunya, tapi Saya tidak bisa pulang
dengan tenang jika tidak menemuinya sekarang juga.
Ucap saya.
Siapa? Siapa yang Oma maksud? Ah! Siapapun itu, yang jelas oma sudah
memberikan lampu hijau, Saya pun mulai bicara.
Dahi Oma mengkerut, seakan heran kenapa baru kali ini Saya bertanya.
Beliau pun menjawab...
Masuk akal... jawaban oma memang masuk akal, tapi saya masih merasa
ada sesuatu yang beliau sembunyikan. Oma bukan tidak percaya cerita
Saya tentang gudang dan perempuan berambut putih, tapi.....
Riska, Resti, Ratna, BQ dan Oma sudah pasti tahu tentang apa yang
sedang terjadi. Tapi mereka tidak peduli, mereka sengaja menutup-
nutupi. Ini hanya dugaan, karena kalau memang semua karyawan di
hanggareksa ini menyimpan rahasia yang mengerikan, kenapa BQ justru
dengan bebas menceritakannya pada Saya?
PAK LUKMAN?
"Ada lagi?"
Butuh waktu yang lama bagi Oma untuk menjawab, bukan karena beliau
sibuk memikirkan jawabannya, tapi karena beliau tertawa dengan
pertanyaan Saya
"Kalau Saya bilang itu adalah lukisan saya, apakah sampean percaya?"
Tanya Oma
"Eh? Beneran?"
Hampir saja saya menganggap serius omongan Oma, ternyata beliau hanya
bercanda
"Hahahaha.... ya bukan lah pak! Saya malah tidak tahu perempuan dengan
bunga mawar itu siapa. Lagipula lukisan itu sudah ada disini sebelum
Saya dan yang lain menempatinya"
"Tunggu dulu! Darimana Oma tahu kalau yang Saya maksud adalah lukisan
wanita dengan bunga mawar?"
Padahal...
"Kalau sudah tidak ada lagi yang mau bapak tanyakan, Saya mau
lanjutkan memasak ya?"
Saya mengucapkan terimakasih atas waktu Oma, lalu pamit pergi. Masih
belum hilang di pikiran ini, tentang jawaban Oma yang terasa janggal
barusan. Beliau tidak mungkin menutup-nutupi kebenaran tentang lukisan
itu, kalau memang tidak ada sesuatu. Sementara di luar dapur, BQ sudah
menunggu Saya.
Tanya BQ
"Syukurlah kalau begitu.... kalau boleh tahu, apa yang bapak bicarakan
dengan Oma di dalam?"
Saya terkejut dengan pertanyaan BQ. Bukan karena dia terkesan ikut
campur, tapi....
"Ummmm iyaaa sih, tapi dari jauh... itu pun gak kedengaran"
Ya! BQ sengaja menguping Saya dan Oma dari luar. Bukan masalah besar
bagi Saya karena Saya punya firasat kalau BQ ada di pihak Saya, yang
jadi masalah adalah
Keluar dari restoran dengan perasaan lega karena niat Saya untuk
bertanya langsung pada Oma berjalan sesuai rencana, tapi itu tetap
tidak bisa menghilangkan rasa gelisah saya. Semakin saya berusaha
untuk keluar dari masalah ini, semakin banyak pintu yang menyesatkan
jalan Saya.
Saya menaikkan keranjang ke bak mobil. Hari ini memang cerah dan tidak
ada tanda-tanda akan turun hujan, tapi saya tetap memasang terpal
karena rute selanjutnya adalah jalur kemitir menuju ke Kota Oseng.
TSSS
KUSNADI
Tanya Kusnadi
Begitulah kira-kira tema perbincangan di depan mobil tua ini, tapi itu
hanyalah pembuka.. karena sekarang Kusnadi mulai mengajak saya masuk
ke tema utama
"Jujur saya salut sama sampean, soalnya masih betah kerja disini"
Ujar Kusnadi
"Gaji besar, Bos Sabar, pelanggan Bayar... kurang apa lagi coba?
Pastinya Saya betah lah!"
"Hahahaha! Yaaaa... Saya ngerti, tapi pasti ada harga mahal dibalik
semua itu kan?"
Saya menggigit rokok yang tinggal separuh ini. Karena kalau telinga
Saya tidak salah dengar, Kusnadi baru saja berbicara seolah dia tahu
harga mahal apa yang sudah saya bayar. Tapi saya hanya diam, karena
sepertinya dia belum selesai bicara
Nova? Mungkinkah yang dimaksud Kusnadi adalah Nova? Ya! Kalau bukan
Nova siapa lagi? Kabar tentang pengunduran diri Nova bukanlah hal yang
aneh jika diketahui Kusnadi. Yang aneh adalah.... cara dia bicara
seolah-olah tahu tentang apa yang sudah Nova alami, hal yang bahkan
Saya pun tidak mengetahuinya.
"Hahaha bicara apa sampean ini? Nova itu pekerja keras, kalaupun dia
berhenti dari sini, itu pasti karena ada sesuatu yang mendesak..."
Kusnadi menyela.
"Ok.... sepertinya sampean tahu lebih banyak tentang Saya dan Nova.
Mungkin sampean bersedia untuk menjelaskan?"
"Perempuan berambut putih adalah sosok yang sering Saya lihat berdiri
di pintu restoran setiap kali restoran ini tutup, mahluk yang juga
menyebabkan terror di rumah sampean. Dengar.... Kita punya nasib yang
sama, jadi Saya ingin sampean tahu kalau kita juga ada di pihak yang
sama"
Tutur Kusnadi
"Kita tidak mungkin duduk disini dan membahas masalah ini kalau kita
tidak di pihak yang sama. Tenanglah, Saya percaya sama sampean"
Ucap saya dengan nada yang lebih serius, kusnadi pun menjawab...
"Bagulah kalau begitu.... sekarang karena kita ada di pihak yang sama,
saya ingin sampean membantu Saya"
Tanya Saya heran, karena belum apa-apa Kusnadi sudah meminta bantuan
"Oh itu pasti!! Saya punya informasi yang mungkin sedang sampean cari"
ROSMARY ANGGRAINI
Ujar kusnadi
"Apa yang bisa saya bantu? Saya tidak punya informasi apa-apa untuk
sampean"
Jawab saya
"Apa maksud sampean? Apa ada yang salah dengan daging itu?"
"Ya!"
Kusnadi menjawabnya dengan singkat dan mantap. Tidak ada rasa sungkan
sedikitpun hingga pertanyaannya barusan mulai terdengar seperti
tuduhan. Tentu saja Saya tidak pernah memeriksa setiap barang yang
pelanggan Saya pesan, mereka pun tidak pernah protes, dan itu artinya
Saya tidak pernah salah kirim barang. Lalu apa maksud dari pertanyaan
Kusnadi ini?
"Hati-hati Pak Lukman! Jangan sampai jaminan sampean itu malah jadi
menanggung dosa orang lain. Lagian jam kerja sampean hanyalah di pagi
hari, itu artinya sampean sama sekali tidak tahu apa yang terjadi di
malam hari"
"Ma... malam hari? Memang ada apa di restoran ini kalau malam? Tolong
jangan bicara berbelit-belit!"
"OMONG KOSONG!"
"Silahkan pergi! Percaya atau tidak, itu adalah hak sampean, Saya
hanya ingin memperingatkan, agar sampean lebih teliti lagi dengan apa
yang sampean bawa ke Hanggareksa, karena jika tidak..... itu artinya
secara tidak langsung Sampean juga terlibat dalam ritual gila mereka"
Saya mencoba untuk tidak peduli dengan omong kosong kusnadi, tapi saat
sudah berada di dalam mobil, rasa penasaran ini tidak bisa Saya
bendung lagi.
"Sesuatu yang suci, yang terlahir tidak diinginkan, yang mati tanpa
sempat melihat dunia. Tidakkah sampean curiga kenapa semua karyawan di
Hanggareksa adalah perempuan, tapi tidak satu pun dari mereka yang
memilki keturunan?"
KASTA TINGGI
Tanya saya pada orang tua yang duduk di sebelah, Beliau sudah datang
lebih dulu daripada Saya.
"Oh endak, Saya cuma mengantarkan istri dan anak saya yang sekarang
masih ada di dalam"
Jawab orang tua itu yang berarti, sebentar lagi adalah giliran Saya
KREK
Seorang wanita tua keluar dari ruangan dengan memapah seorang gadis
yang sedang menangis. Mereka berdua keluar membawa bungkusan hitam
yang bisa jadi adalah obat dari Lora. Pak tua di samping Saya bergegas
bangun dan menghampiri keduanya, lalu mereka bertiga pergi.
Saya duduk bersila di depan Lora husein, jarak kami hanya dipisahkan
oleh meja kayu kecil mirip dengan yang sering digunakan Vivi untuk
Tiba-tiba dua orang ajudannya datang membawa Jam tua milik Hanggareksa
dan meletakkannya di sebelah Lora Husein. Setelah kepergian kedua
ajudannya tersebut, Lora pun mulai berdawuh...
"Mohon maaf kalau hasilnya tidak sesuai yang sampean harapkan, tapi
benda ini memang bukan sumber dari masalah yang sampean ceritakan
tempo hari"
"Enggeh Lora, Saya juga tidak menyangka kalau Jam ini ternyata
hanyalah jam biasa"
"Bukan begitu maksud Saya! Jam ini memang bukan sumber dari masalah
sampean, tapi bukan berarti benda ini hanyalah jam tua biasa. Dari apa
yang Saya rasakan, sepertinya jam ini pernah menjadi kunci hidup dan
mati seseorang, bahkan mungkin banyak orang, Saya jadi penasaran dari
mana sebenarnya Sampean mendapatkan Jam ini?"
Pertama Pak Kusnadi, sekarang Lora Husein, kenapa hari ini orang-orang
selalu bicara hal-hal yang mengerikan tentang Hanggareksa? Belum cukup
seram kah terror dari penunggu gudang dan perempuan berambut putih
itu? Haruskah Saya menceritakan semuanya pada Lora? Ya! Mungkin memang
seharusnya Saya terbuka, karena saat ini hanya beliau orang yang bisa
membantu Saya.
"Mohon maaf sebelumnya Lora, apakah masuk akal kalau Saya bilang Jam
itu ada di sebuah restoran tempat Saya bekerja. Restoran yang konon
katanya sering digunakan untuk sebuah ritual sesat dengan menggunakan
manusia sebagai tumbal?"
"Kalau memang begitu ceritanya, berarti apa yang saya lihat menjadi
masuk akal. Dengar Pak Lukman, sebaiknya sampean segera berhenti dari
Restoran itu, masih banyak pekerjaan halal yang pastinya jauh dari
kemusyrikan. Karena sekali manusia bersekutu dengan Iblis, maka mereka
tidak akan bisa berhenti, bahkan setelah mereka mati"
Ini sama sekali diluar dugaan Saya, niat untuk mengungkap misteri
perempuan berambut putih malah merambat lebih jauh lagi. Lalu apa yang
harus Saya lakukan? Apakah hal seperti itu benar-benar terjadi di
Hanggareksa? Kalau benar, apakah Oma dan yang lainnya adalah
pelakunya?
"Lora Apa yang harus Saya lakukan? Adakah cara untuk menghentikan
ritual mereka? Apakah dengan berhenti dari restoran itu, perempuan itu
juga berhenti menghantui Saya dan anak Saya?"
"Mohon maaf Pak Lukman Saya tidak bisa membantu, untuk menangani
manusia-manusia terkutuk seperti itu bukanlah bidang Saya, mungkin
bapak bisa menghubungi Polisi"
Yang benar saja! Kalau polisi sampai turun tangan, pastilah Saya
kebagian getahnya. Bingung dan takut membuat beberapa menit waktu saya
di ruangan ini terbuang percuma karena Saya hanya melamun. Untungnya
Lora segera menyadarkan Saya...
Ya..... Solusi dari Lora cukup untuk Saya bawa pulang, tapi belum
cukup jelas untuk Saya kerjakan. Saya tidak ingat pernah menyentuh
apalagi merusak barang milik restoran, lalu kemana lagi Saya harus
mencarinya? Belum lagi setelah perbincangan Saya dengan Kusnadi tadi,
Saya malah takut untuk minta bantuan BQ.
Akhirnya Saya pun pamit pulang.... Ajudan Lora membantu Saya menaikkan
Jam tua ini ke Mobil, dan karena Saya adalah pasien terakhir, Lora
dengan senang hati mengantarkan Saya sampai ke pintu toko. Hari sudah
semakin petang, dan Saya harus melalui jalur kemitir dengan membawa
benda angker? Apakah hari ini bisa menjadi lebih buruk lagi?
"Pak Lukman...."
JALUR KEMITIR
Andai saja Saya bisa melakukan perintah Lora, mungkin Saya tidak perlu
pulang dengan nyawa terancam seperti ini. Tapi sekali lagi, ini bukan
mobil saya! Saya tidak mungkin meninggalkannya disana tanpa ijin dari
pemiliknya, belum lagi pelanggan saya yang lain pun akan kebingungan
karena mobil ini adalah satu-satunya alat transportasi yang saya
gunakan untuk mengirimkan barang.
TIIIIIIIIIN TIIIIIIIIIIIIIN
TIIIIIIIIIIIIIIIIIIN TIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIN
Sialan! Saya tidak bisa berhenti disini, sehingga dengan terpaksa Saya
harus terus berkendara. Setelah lumayan jauh dari keramaian karena
truck macet barusan, barulah Saya menepikan mobil untuk istirahat
sejenak sekaligus memastikan bahwa Saya tidak sedang membawa penumpang
ghaib.
SAYANGNYA..
Kaki kanan Saya seperti dicengkram oleh tangan yang sangat dingin,
kuat sekali sampai pedal gas mobil terinjak penuh. Mobil tua ini
melesat bak kuda lari dari cemeti tuannya.
HWAAAAAAAAAAAAAA
Saya berusaha mengurangi kecepatan, tapi kaki ini tetap tidak bisa
digerakkan, dan parahnya saat saya berusaha menginjak pedal rem, hal
yang sama juga terjadi pada kaki kiri Saya, sehingga sekarang...
Saya berusaha keras untuk menyeimbangkan kemudi, Saya tidak ingin mati
konyol di tempat ini. Saya mulai ragu untuk berdzikir, karena terkahir
kali mencoba, tidak ada ada pengaruh apa-apa. Tapi saat ini hanya itu
yang bisa Saya lakukan.
Tiba-tiba kepala perempuan berambut putih itu muncul dari bawah kursi,
bersamaan dengan bau menyengat yang sudah jadi ciri khasnya
HIHIHIHIHIH
Celakanya dia muncul disaat yang buruk, sebuah truk datang dari arah
yang berlawanan, sementara baru Saya sadari kalau mobil ini berada di
jalur yang salah.
TIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIN TIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIN
Supir truk itu memberi peringatan, sayangnya dia tidak tahu kalau
mobil naas ini sedang dikemudikan setan.
LEPASKAN!!! TOLONG LEPASKAN!! SAYA TIDAK MAU MATI.... SAYA TIDAK MAU
MATI....
Truk itu sudah ada di depan mata, membuat Saya banting setir dengan
gegabah. Rasa takut membuat Saya tidak sadar keadaan sekitar, sehingga
mobil ini membentur Bus yang mencoba mendahului Saya.
BRUAAAAAAKKKKKK!!!!!
"AAAAAAAAAAAAAARRRRRRRRRGGGGGGGH"
Decit ban mobil melengking beradu dengan pekiknya suara klakson Bus,
suara yang selalu berakhir dengan sebuah benturan keras, lalu
hilangnya nyawa seseorang. Tapi tidak hari ini!
Hanya sekian centimeter jarak antara mobil tua ini dengan Bus barusan,
jarak sedekat itu sudah menyelamatkan sisa umur Saya yang mungkin
tidak panjang lagi. Sumpah serapah oleh para pengendara dan pengemudi
Saya terima dengan anggukan maaf, walaupun Saya tahu itu tidak cukup
bagi mereka.
Masih dengan kaki lemas setelah sempat kaku beberapa saat, Saya
mengemudi pelan mencari tempat untuk berhenti sejenak. Setelah cukup
jauh dari lokasi naas barusan barulah saya parkir di pinggir jalan.
Segera setelah turun Saya memeriksa bagian belakang mobil dimana suara
benturan keras itu terdengar, tapi ternyata..
Barulah saat Saya membuka terpal Saya tahu jawabannya. Jam tua
"Aduuh! Padahal Saya sudah nyuruh ikat yang bener, tapi asisten Lora
gak mau denger"
Saya naik ke bak mobil dan merapikan kembali posisi jam antik itu,
tidak bisa Saya bayangkan gimana marahnya Riska kalau melihat kondisi
jam kesayangannya sekarang. Tapi persetan dengan jam tua ini! Persetan
dengan mobil terkutuk ini! Sudah berkali-kali nyawa Saya terancam
olehnya, bahkan nyawa anak Saya pun diincarnya.
Beberapa menit Saya termenung, memikirkan apa yang akan Saya lakukan
selanjutnya. Jika apa yang dikatakan Kusnadi benar, jika benar Oma dan
yang lain se laknat itu, itu artinya tidak ada alasan lagi bagi Saya
untuk berada di pihak mereka. Saya tidak bisa bertindak tanpa bukti
dan tidak akan dapat bukti tanpa tindakan, akhirnya otak tua ini pun
kewalahan.
"Saya bukan sekutu Hanggareksa, Saya juga tidak mau berpihak pada
Kusnadi yang tidak jelas motifnya apa. Satu-satunya kubu yang harus
Saya perjuangkan sampai mati adalah, Keluarga"
Kata-kata itu berhasil menepis keraguan di batin dan otak Saya, antara
perasaan dan logika. Usai membereskan Jam antik yang berantakan ini,
Saya pun menutup terpal dan kembali mengemudi. Kali ini sebelum sampai
di Kota Gambir, Saya harus mengantarkan jam tua ini ke tempat asalnya,
tempat yang sangat pantas untuk benda terkutuk ini
Jalan kalimaya tampak asing dan berbeda, mungkin karena ini pertama
kali Saya melewatinya di malam hari. Kali ini saya datang bukan
sebagai karyawan, bukan pula untuk urusan pekerjaan, tapi untuk
seseorang yang berhutang banyak penjelasan, dan orang itu adalah
"Kusnadi". Saya memarkir mobil cukup jauh dari hanggareksa, dan
berjalan melewati trotoar merah di pinggir jalan.
Saya melewati rumah kecil di samping restoran, rumah ini sudah lama
kosong dan baru beberapa hari ini Saya perhatikan sudah ada yang
menempati.
"Apa habib juga menjual rumah ini ke Riska? Setahu Saya beliau tidak
pernah mengontrakkannya pada orang lain?"
"Permisi Mas...."
Diluar dugaan Saya, orang itu justru menghampiri dan memegang tangan
Saya, dengan wajah ketakutan pria yang sedikit botak ini berkata...
"Om... temani Saya Om, Saya sendirian disini... Saya takut Om...
please Om...."
Naluri Saya mengatakan bahwa orang ini adalah ancaman, entah bagi
fisik maupu kejiwaan Saya. Saya pun dengan tegas menepis tangan pria
itu....
Lalu Saya pergi dengan terbirit-birit seolah berhasil kabur dari mara
bahaya. Di depan adalah pangkalan becak yang entah kenapa sekarang
ramai sekali, atau memang pangkalan ini hanya ramai pada malam hari?
Setiap pagi saya kesini, tidak pernah Saya lihat ada lebih dari dua
becak yang mangkal, dan diantara kerumunan tukang becak itu adalah
orang yang jadi tujuan Saya datang kesini
"Kusnadi"
"Berhenti menuduh Saya! Saya kesini bukan untuk jadi kambing hitam
sampean!"
"Hahahaha iyaaa iyaaa Saya cuma bercanda. Jadi apa gerangan yang
membawa sampean menemui Saya disini? Malam hari pula"
Candaan Kusnadi sangat tidak lucu, terutama di usia kami yang sudah
rapuh untuk sebuah komedi. Tapi kali ini Saya memilih untuk menahan
diri demi sebuah informasi.
"Tunggu dulu! Apa maksud sampean dengan Kami? Apakah ada orang lain
yang tahu tentang masalah ini?"
"Semua yang ada di pangkalan becak itu, tahu betul tentang kejahatan
Hanggareksa"
Tanya Saya yang mulai sedikit terbawa emosi. Kusnadi mencoba mengubah
suasana menegangkan ini dengan menepuk pundak Saya.
"Kusnadi.... sampean sadar kan kalau yang kita hadapi ini adalah kasus
besar, maksud Saya... penjualan organ tubuh manusia adalah illegal,
terlebih sesosok mayat bayi yang walaupun meninggal karena keguguran
atau aborsi, menjadikannya tumbal tetaplah bukan tindakan yang
berperikemanusiaan. Ini akan jadi berita besar yang tidak hanya akan
mengakhiri Hanggareksa, tapi juga pasar tempat Saya memasok daging
tersebut."
"Kalau Riska dan yang lain bisa melakukan ini dengan sangat rapi
selama berminggu-minggu, itu artinya dia punya pengaruh yang besar di
pasar itu. Atau paling tidak seseorang yang kebal hukum sudah
membantunya selama ini. Lalu Sampean pikir seorang sopir, seorang
tukang parkir dan beberapa tukang becak bisa melawan mereka semua?
Tidak! Ini jelas bunuh diri"
Pungkas Saya. Kusnadi masih mengangguk tapi kali ini dengan sebuah
senyuman kecil yang membuat kekhawatiran Saya barusan tidak berarti.
Kusnadi pun menjawab
"Kita tidak sendirian Pak Lukman, ada orang besar yang selalu
mengawasi dan melindungi setiap langkah kita. Seseorang yang punya
pengaruh penting di kota ini, seseorang yang amat sangat disegani oleh
Tanya Saya dengan rasa penasaran yang tidak tertampung lagi di pikiran
ini. Semakin saya dijejali dengan informasi, semakin haus rasanya.
Saya ingin tahu semuanya, dan mengakhiri ini untuk selama-lamanya.
"Ah ya! Saya adalah ajudan beliau yang ditunjuk untuk mengurus
kepindahan Riska dan kawan-kawannya ke restoran ini. Saya yang menjadi
komando tukang untuk menurunkan dan menata kursi, meja serta perabotan
lain milik Riska dan komplotannya. Bahkan Saya juga ikut merenovasi
interior restoran ini, semua itu kami lakukan sebelum mereka berempat
pindah kesini. Saya dan beberapa tukang harus menginap beberapa malam
di Hanggareksa, dan sejak itulah pengalaman mengerikan kami dimulai"
TUKANG BECAK
Mereka mulai sadar, bahwa melarikan diri bukanlah jalan keluar. Tapi
menghadapinya seorang diri pun bukanlah penyelesaian.
Tidak pernah ada yang paham bagaimana cara kerja sebuah kutukan...
Tapi semua percaya itu adalah perbuatan setan...
Dan siapapun yang dengan sengaja bersekutu,
Maka mereka tidak akan bisa berhenti...
Tidak bahkan sampai mereka
Mati....
12 Januari 20XX
10.00 WIB
Tidak satu langkahpun yang Danil lewati tanpa mengingat Soko Gede,
kampung halaman yang sudah beberapa hari ini ditinggalkannya. Suara
aliran deras air di sungai, lengkap dengan teriakan anak-anak kecil
yang telanjang bulat. Kicauan indah burung-burung baik yang ada di
dalam sangkar, maupun yang hinggap di bambu, dan suara ternak yang
semakin menunjukkan kesan pedesaan dengan bunyi lonceng di kalungnya.
Di dalam rumah, Sandy melihat Danil dari balik jendela kaca dan segera
membuka pintu untuk sahabat lamanya itu.
"Bang?"
Melihat sang tuan rumah, Danil akhirnya tahu dimana harus memarkir
motornya. Ada dua motor yang saat itu sudah lebih dulu berada di depan
teras rumah sandy, Danil memarkir motornya diantara kedua motor
tersebut. Sandy menyambut kedatangan Danil dengan mengajaknya
bersalaman, tapi Danil punya cara tersendiri untuk membalas uluran
tangan Sandy
PLAK!
"Di desa Saya Tuan rumah kampret seperti Kamu itu, harus disambit
pakai celurit. Untung ini bukan desa Saya, jadi itu aja cukup"
"Assalamualaikum"
"Walaikumsalam...."
Danil sedikit kaget karena yang menjawab salamnya adalah seorang laki-
"Kenalin Bang, ini Chandra dan Sabrina mereka berdua teman Saya.
Chandra, Sabrina, kenalin ini Bang Danil teman Saya waktu sekolah
dulu"
Mereka bertiga pun saling berjabat tangan, dan tentu saja kali ini
Danil berjabat tangan dengan baik dan benar.
HANGGAREKSA
Ada beberapa perubahan nama yang sengaja maupun tidak sengaja, karena
nama yang saya tulis di draft awal, mendadak harus saya ubah sebelum
diposting (meskipun banyak yang lupa) seperti pak ghufron menjadi pak
rofiq, dan Pak Sudarto menjadi Pak Kusnadi
disadur.
Ini yang saya rasakan ketika melihat tulisan MAAPJ di Wattpad sudah
diposting sampai chapter 50 an. Dan masalahnya, itu bukan saya dan
Pagi masih belum meninggalkan mereka, yang duduk dalam satu lingkaran
tapi tak saling sapa. Terlalu asing bagi Chandra dan Sabrina untuk
memulai percakapan dengan laki-laki berambut panjang dan jenggot tipis
yang tumbuh jarang. Danil pun tidak tahu topik apa yang pantas untuk
basa-basi dengan kedua remaja kota itu, dan memilih fokus untuk
memecahkan skor Candy Crush milik istrinya.
Beruntung Sandy datang dengan jamuan yang diharap bisa mencairkan beku
nya suasana. Kopi dan teh yang masih hangat, serta biskuit kalengan
dengan gambar ibu dan kedua anaknya.
Celetuk Danil yang berhasil memancing tawa Sabrina dan Chandra, tapi
tidak Sandy.
"Kalau gak mau sama isinya, mending makan kalengnya aja bang!"
Setidaknya itu yang ingin Sandy katakan, tapi Sandy terlalu takut dan
sungkan karena walaupun keduanya akrab, Sandy dan Danil sudah lebih
tiga tahun tidak bertemu.
Tanya sandy pada Danil. Sandy tahu benar bahwa itu adalah basa-basi
yang bodoh, terutama setelah melihat reaksi Danil yang sewot maksimal.
"Eh emmmm Rin, Ndra, Bang Danil ini temen Gue yang Gue ceritain tadi.
Dia yang menempati kontrakan selama Gue pulang"
"Oooooow"
"Mungkin lebih tepatnya, Saya adalah tamu yang ditelantarkan sama Tuan
Rumahnya yang pengecut"
"Hmmmmmm"
"Oh ya Bang, malam ini Gue mau balik ke Kontrakan. Sejak Ibu wafat,
Gue gak punya alasan lagi buat tinggal disini. Lagian Gue punya urusan
yang belum selesai sama Hanggareksa"
Ujar Sandy.
"Ehm!"
Kode yang Danil kirim barusan adalah peringatan, agar Sandy tidak
melanjutkan pembahasannya tentang hanggareksa. Setidaknya tidak di
depan Chandra dan Sabrina. Tapi kekhawatiran Danil berhasil diredam
Sandy
"Tenang aja Bang, Sabrina dan Chandra sudah tahu tentang Hanggareksa.
Bahkan mereka lebih dulu tahu daripada Elo Bang"
Seketika itu juga Danil melihat kedua tamu Sandy, muncul berbagai
"Saya pengen denger semuanya dari kalian. Tentang restoran itu, dan
hubungannya dengan kalian bertiga"
Ujar Danil.
"Tunggu sebentar!"
Seru Danil sembari mengeluarkan sesuatu dari tas nya, yakni sebuah
Handy Cam milik Sandy.
"Apa pernah kamu melihat hasil dari video yang kamu rekam?"
Sandy menerimanya dengan ragu, dan wajahnya itu adalah jawaban bagi
Danil bahwa tidak sekalipun Sandy pernah melihatnya. Masih dengan
keraguan dan ketakutan akan nostalgianya dengan mantan kontrakan,
Sandy menyimak baik-baik semua video yang ada di kameranya. Hampir
semua video Sandy tonton dengan ekspresi heran, seakan-akan dia tidak
percaya bahwa semua itu dia yang merekam.
Tanya Sandy pada Danil. Dia masih belum mengerti kenapa hasil
rekamannya berbeda dengan saat kejadian berlangsung. Semua video yang
"Saya juga gak tahu, tapi satu-satunya video yang jelas gambar dan
suaranya adalah video orang-orang aneh berjubah hitam itu"
Chandra dan Sabrina tidak bisa menahan hasrat ingin nontonnya, mereka
berdua mengambil posisi di samping Sandy dan bersama-sama menyaksikan,
video berisi ritual aneh yang dilakukan oleh orang-orang berjubah
hitam itu. Ini bukan pertama kalinya bagi Sandy dan Chandra, tapi bagi
Sabrina.... video tersebut sangatlah menjijikkan.
Tanya Sabrina sembari menutup mulut dan hidungnya dengan kedua tangan.
Tidak satu pun yang bisa menjawab pertanyaan sabrina, karena saat itu,
mereka sedang mempertanyakan hal yang sama.
Suasana menjadi hening sesaat, nafsu pada kopi dan teh pun hilang
selamanya. Rekaman itu meruntuhkan keraguan mereka tentang eksistensi
orang-orang berjubah hitam yang selama ini Sandy dan Chandra anggap
hanyalah sesosok penampakan. Tapi jika lensa kamera Sandy dapat
merekamnya dengan jelas, sudah barang tentu mereka semua adalah...
MANUSIA
Ujar Sandy
"Sial! Apa-apaan benda merah di atas piring mereka itu? Gue gak bisa
bayangin apa yang akan terjadi sama Nova, kalau kita terlambat pergi
ke Hanggareksa malam itu"
Gerutu Chandra
"Ah dasar bocah! Kasus penculikan seperti ini harusnya sudah kalian
laporkan ke polisi sejak awal!"
Seru Danil
Sahut Chandra
"Kok gue jadi curiga sama Ibu Nova ya! Yang dilakukannya itu tidak
sewajarnya dilakukan orang tua yang memang menyayangi anaknya. Kalau
gak salah baca, di diary itu juga ditulis kalau Ibu nya yang
memperkenalkan Nova dengan manager Hanggareksa"
Ujar Sandy
"Maaf kalau terkesan egois, Saya cuma ingin tinggal dengan tenang di
kontrakan itu tanpa peduli dengan ritual sesat Hanggareksa, dan juga
teman kalian yang bernama Nova. Tapi sepertinya keinginan saya tidak
akan terwujud selama kedua misteri tersebut belum diselesaikan. Jadi
apapun yang kalian rencakan, Saya ikut!"
Ujar Danil
Ujar Sandy
"Kalau gitu, gue mau pergi jenguk Nova, udah hampir seminggu Gue gak
kesana. Siapa tahu Nova sudah mau terbuka, dan memberi kita petunjuk
tentang siapa sebenarnya orang-orang berjubah hitam itu"
Ujar Chandra
Timpal Sabrina
"Ok lah! Kalau tidak terlalu malam, abis dari rumah pemilik kontrakan,
Gue sama Bang Danil bakal nyusul kalian berdua. Alamat rumah Nova
dimana?"
Tapi memasuki kamar Sandy yang saat ini penuh dengan lukisan, perasaan
kagum menyelimuti Danil, Chandra dan Sabrina. Tidak banyak yang bisa
diselamatkan dari kebakaran semalam, tapi lukisan yang ada mampu
Membuat mereka lupa bahwa mereka sedang berada di rumah duka.
"Apa gak sebaiknya kita pergi ntar malam aja Dy? Kamu kan harus ikutan
tahlil?"
Tanya Danil
"Gak usah bang, doa para tetangga yang datang jauh lebih diterima
daripada doa anak kaya gue"
Alasan yang tidak masuk akal, tapi Danil terima karena malas berdebat.
Lagipula dia tahu, dia tidak bisa pulang terlalu malam karena teman
satu kontrakannya masih terbaring lemah akibat ritual ruwatan semalam.
Tidak mudah bagi Sandy berpamitan dengan keluarganya yang terus
mendesak agar Sandy ikut tahlilan, tapi tidak mudah juga bagi mereka
untuk membujuk Sandy yang keras kepala, lagi pula Bapaknya seperti
tidak peduli padanya.
Danil mengorbankan satu hari Diklat nya demi tidur tenang untuk
beberapa hari di kontrakan, walaupun ragu tapi dia berharap semoga ini
tidak buang-buang waktu.
15.30 WIB
GUBRAK!!
Malang sekali nasib meja belajar di ruangan itu, tendangan dari kaki
kekar dengan betis berbulu itu hampir saja menyisakan lubang di
kayunya. Tapi karma tidak pandang bulu, Samsol terbangun dan segera
memegangi kakinya yang ngilu.
Selesai mengaduh Samsol mulai menyadari kondisinya saat ini, dia kenal
betul dengan kamar kontrakannya tapi dia heran karena baju yang
dipakainya sekarang raib dari tubuhnya. Samsol melihat sekeliling
kamar, dan menemukan kemejanya tergantung di balik pintu, dengan
pikiran yang masih awut-awutan dia menghampiri pintu dan mengambil
kemeja putihnya.
Samsol kaget bukan kepalang, karena tiga kancing baju nya hilang.
JANGAN-JANGAN
Tidak ada satupun yang mendengarkan teriakan Samsol, dia masih kesal
namun tersipu karena khayalannya sendiri.
17.30 WIB
"Assalamualaikum....."
Sahut Chandra.
"Ini sabrina tante, temen Nova juga. Rin! Kenalin ini Ibunya Nova"
Pikir Chandra.
Di sisi lain kota gambir tepatnya di daerah Kali Batas, sebuah rumah
megah berdiri tepat di ujung gang Pakistan. Luasnya dapat menampung
kurang lebih sepuluh Bus, diakui atau tidak pemandangan mewah itu
sempat membuat Danil ragu untuk singgah, tapi tidak dengan Sandy.
"Bang, buruan!"
Sandy dan Danil pun duduk walaupun dengan perasaan tidak enak karena
bertamu ba'da maghrib. Pendopo H. Asnaf sangat rapi dan bersih,
permadaninya pun bebas dari debu, bahkan dengan sekali menyentuhnya
Danil dan Sandy tahu betapa mahalnya benda tersebut. Tidak hanya itu,
mereka berdua mendapat jamuan makanan dan minuman layaknya tamu
terhormat.
"Hati-hati Dy! Rob Stark dan para pengikutnya mati karena lengah oleh
jamuan tuan rumah. Kita makan dan minum seadanya, tapi tetap waspada"
Sandy hanya geleng-geleng kepala, bukan karena dia tidak tahu siapa
Rob Strark, tapi karena ucapan Danil sangat kontras dengan banyaknya
18.10 WIB
Pikir Chandra
Tiba-tiba Ibu Nova datang, masih dengan senyuman ramahnya, hanya saja
kali ini terkesan dipaksa. Ada guratan kesedihan di wajah Ibu Nova,
dan seabagai perempuan Sabrina bisa merasakan itu.
"Mari masuk, siapa tahu dengan kehadiran Chandra dan Sabrina, Nova mau
bicara"
KREK!
Pintu kamar Nova dibuka dan tampaklah sebuah ruangan kecil yang sangat
berantakan untuk standar kamar perempuan. Bukan karena pemiliknya
malas untuk bersih-bersih, tapi berantakannya lebih seperti kamar yang
habis diacak-acak pencuri. Di sudut kamar Nova berbaring di atas
Di samping Nova duduk seorang pria botak mengenakan jas dan celana
serba putih. Tangannya menggenggam sebuah botol berisi air atau apapun
cairan bening itu yang jelas orang ini sama sekali tidak tampak
seperti dokter, begitu pikir Sabrina.
"Nova!"
Sabrina menyusul Chandra, dia pun duduk di sisi lain ranjang. Sabrina
selalu kagum dengan cara Nova tersenyum, baginya melihat senyum Nova
mengingatkan pada senyuman adiknya yang masih kecil, sangat jujur dan
polos. Tapi kali ini Nova hanyalah jasad yang jiwanya sedang berkelana
entah kemana.
Chandra sangat tidak senang dengan cara pria itu bicara, tapi melihat
Bu yuanita sangat percaya pada pria itu, Chandra pun menurut. Dia dan
Sabrina beranjak dari ranjang dan melangkah pergi
TUNGGU!
Nova mengambil sesuatu dari balik bantalnya, sebuah buku diary dengan
sampul merah, dan sambil menangis Nova memberikan Diary itu pada
Chandra
"Buang! Bakar! Tenggelamkan! Apapun caranya bawa dia pergi dari sini!
Bawa dia pergi dari sini........"
Tangis Nova pecah, sangat pilu untuk didengar tapi terasa aneh di mata
mereka. Suara tangis dan air mata itu keluar dari wajah datar Nova
yang sama sekali tidak ada raut kesedihan. Untuk kedua kalinya pria
botak itu meminta Chandra dan sabrina untuk pergi, walaupun banyak hal
yang ingin Chandra tanyakan pada Nova.
Pria itu meneteskan air dari botol kecilnya ke wajah Nova tapi
ternyata....
Chandra dan Sabrina tidak punya waktu untuk menyaksikan hal tersebut,
mereka masih memikirkan kata-kata Nova barusan, hingga muncullah
sebuah pertanyaan..
Tanya sabrina.
"Entahlah.... walaupun itu permintaan Nova, tapi tetap saja ini adalah
diary kesayangannya. Dia senang sekali waktu beberapa hari yang lalu
Gue kesini buat balikin Diary nya, lagian Gue juga masih gak yakin
Nova sadar akan apa yang dikatakannya barusan"
BAKAR SAJA!
Timpal Bu yuanita.
Tanya Chandra.
HIHIHIHIHI
BANG!!
"Sialan!! Gue gak bakal biarin elo nyakitin orang lain pakai tubuh
Nova lagi!"
Teriak Chandra.
"Tante... cari sesuatu yang bisa membuka pintu ini, walaupun harus
dipaksa"
Seru sabrina yang direspon dengan teriakan Bu yuanita dari balik pintu
Chandra semakin kewalahan, dan disaat seperti ini lah dia harus
membuat pilihan. Chandra mengambil Diary Nova yang diletakkannya di
ranjang, dan melemparkannya ke Sabrina sembari berkata
Belum sempat Diary itu mendarat di tangan sabrina, secara ajaib buku
kesayangan Nova itu berhenti dan melayang di udara. Sabrina dan
Chandra tidak punya banyak waktu untuk merasa heran, karena secara
perlahan sosok Waitress itu muncul di antara mereka dengan tangan
kananya yang penuh luka bakar, sedang memegang Diary milik Nova.
HIHIHIHIHI
Tanya Chandra
Pria botak itu memberikan botol kecilnya pada chandra, dan dengan
suara paraunya dia berkata..
"Cepat siramkan ini ke kening, dan tubuh gadis itu, sebelum mahluk itu
merasukinya lagi"
Chandra mengerti apa yang harus dilakukan, sayangnya waitress itu pun
mengerti hal yang sama. Keduanya adalah mahluk yang berbeda ruang,
tapi saat ini sedang berkompetisi dalam waktu yang sama. Chandra
membuka tutup botol itu secepat yang dia bisa, sementara waitress itu
melayang secepat kilat ke tubuh Nova, dan akhirnya...
PLASH!
Chandra berhasil membasahi kening nova dengan air dari pria botak itu,
lalu memperhatikan sekeliling ruangan, tidak ada lagi tanda-tanda
waitress berambut Coklat, dan itu artinya Nova sudah aman. Sabrina
yang sedari tadi hanya bersandar pada pintu, tanpa disadarinya sudah
duduk di lantai, kakinya terlalu lemas untuk menopang tubuh
Chandra berusaha menyadarkan Nova, tapi gadis lugu itu tidak kunjung
kembali. Pria botak itu memberikan sebuah kalung milik Nova, walaupun
tidak sepatah katapun keluar dari mulutnya, karena lehernya masih
merah dan bengkak. Chandra tahu maksud dari pria tersebut, dia
membenahi rambut coklat Nova yang berantakan dan mencoba memakaikan
kalung perak itu...
HEGH
"CHANDRAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA"
Sabrina dan Pria botak itu berusaha melepaskan cengkraman tangan Nova
di leher Chandra, tapi apalah Daya.. jari nova tidak bergerak
sedikitpun.
Suara pintu kamar yang sedang dihantam oleh linggis, tapi di tangan Bu
yuanita linggis itu tidak lagi efektif. Baru beberapa kali besi itu
dihujamkannya ke pintu, tenaga Bu yuanita sudah habis terkuras. Rasa
putus asa hinggap di pikirannya, tapi bagi seorang ibu tidak ada kata
menyerah demi memperjuangkan keselamatan anaknya.
Teriak Bu yuanita.
Wanita itu memohon pada waitress berambut coklat yang sedang merasuki
tubuh Nova, tapi sepertinya iblis itu punya cara lain untuk
menjawabnya. Perlahan-lahan linggis yang dipeluk Bu yuanita bergerak,
semakin lama semakin kuat.
KE ARAH CHANDRA
"TOLONG HENTIKAN........."
MAMA
Asap rokok menari-nari dari hidung dan mulut Sandy, lima buah
puntungnya terendam dalam sisa sirup anggur. Tidak sopan di mata
Danil, tapi saat ini dia sedang malas untuk menegur. Berapa batang
lagi yang harus Sandy habiskan, agar Pak Haji keluar dari kediaman?
Danil pun mulai tampak bosan, tidak mungkin lagi baginya memperpanjang
kesabaran.
"Kita balik besok aja yok! Saya belum sholat maghrib, bentar lagi juga
udah isyak"
Tidak ada alasan untuk menolaknya, walau itu berarti Sandy harus
bermalam di kontrakan lamanya. Rasa kecewa bercampur lelah sudah
mengalahkan antusias mereka untuk bertemu tuan rumah, akhirnya mereka
berdua memutuskan untuk pulang. Tapi belum sempat Danil mengangkat
pantanya, pintu di depan pendopo terbuka.
"Iyaaa pak haji, nama Saya Sandy dan ini Bang Danil yang sekarang
menggantikan Saya di kontrakan itu"
"Mohon maaf sebelumnya Pak Haji, teman Saya ini tidak kerasan tinggal
di rumah milik sampean. Bukan karena fasilitas nya, tapi karena alasan
keamanan dan kebersihannya"
Ujar Danil
Tanya H. Asnaf
"SANDY!"
"Maaf"
"Kontrakan itu bukan milik Saya, begitu juga dengan rumah ini. Saya
hanyalah abdi yang bertugas menjaga properti milik tuan saya. Kabar
tentang kontrakan itu sudah sampai ke pemiliknya, jadi nak Danil dan
nak Sandy tidak perlu khawatir, semua itu akan segera kami tindak
lanjuti, dan mengenai Hanggareksa........ sayangnya kami tidak bisa
berbuat apa-apa karena saat ini restoran itu sudah bukan milik tuan
Saya lagi"
Ujar H. Asnaf.
Tanya Danil
"Kontrakan itu adalah milik Habib Ali, beliau adalah pengusaha asal
surabaya yang dulu sempat menetap di kota ini. Sedangkan Hanggareksa
adalah milik Widianto Hermawan sahabat Habib Ali, sebelum akhirnya Pak
Widi pergi meninggalkan istri dan anak perempuannya. Semenjak itu
Istri beliaulah yang meneruskan usahanya. Kalau tidak salah ingat
namanya......"
NY. ANGGRAINI
Tutur H. Asnaf.
"Kok Gue kaya pernah denger nama itu ya? Tapi dimana?"
Gumam Sandy.
Tanya Danil
Wajah H. Asnaf terlihat ragu, entah kenapa sampai disini dia tidak
ingin melanjutkan ceritanya. Tapi Danil dan Sandy berhak tahu, kedua
pemuda ini adalah pelanggan habib yang harus dia layani kebutuhan dan
keluhannya. Tapi karena informasi yang akan dia ceritakan sesaat lagi
sangat rahasia, H. Asnaf perlu membuat kesepakatan...
"Tolong... cerita yang nak Danil dan nak Sandy dengar jangan sampai
dibawa keluar dari rumah ini, maksud Saya jangan sekali-kali
membicarakannya di depan orang lain"
Pisang goreng di perut Danil belum dicerna dengan baik, tapi perutnya
sudah lebih dulu sakit mendengar cerita H. Asnaf. Begitu juga dengan
Sandy yang tampak sangat terkejut, dia sudah menduga sesuatu yang
buruk pernah terjadi di restoran itu, tapi tidak seburuk ini. Ini sama
sekali bukan tragedi kecelakaan seperti yang dibayangkannya, melainkan
sebuah pembunuhan, tidak! ini sebuah..
PEMBANTAIAN
Danil dan Sandy saling pandang tapi yang saat itu ada di pandangan
mereka adalah wajah hitam penghuni dapur yang selama ini menerornya.
Tanya Sandy
"Restoran naas itu harus tutup untuk beberapa bulan, karena setelah
peristiwa itu pun Pak Widi masih belum diketahui keberadaannya, dan
satu-satunya kerabat Ny. Anggraini, yaitu adik perempuannya juga ikut
menjadi korban keracunan di malam itu. Sampai sekarang tidak satu
orang pun yang tahu latar belakang pembantaian tersebut. Sebagian
orang menganggap Ny. Anggraini sudah gila, tapi sebagian lain
berpendapat bahwa itu adalah kecelakaan, karena tidak mungkin Ny.
Anggraini ikut meracuni
18.45 WIB
BUK!
Sementara itu Nova bangkit dari ranjang, berjalan layaknya mayat hidup
menghampiri bu Yuanita. Kali ini semuanya hanya terdiam, semuanya
terlalu lelah untuk melawan, hanya bisa melihat betapa pasrahnya bu
Yuanita.
BODOH!
"Yaa.... Aku memang bodoh, aku sangat bodoh! Harusnya Aku tidak pernah
keluar dari sana....."
Teriak bu Yuanita.
Apapun yang dibisikkan Nova, Chandra dan Sabrina hanya bisa menerka-
nerka, walaupun mereka berdua tahu tangis bu Yuanita adalah tangis
haru dan bahagia. Entah apa yang sudah terjadi, tiba-tiba tubuh Nova
lemas dan jatuh ke pelukan ibunya. Chandra dan yang lain pun bisa
bernafas lega. Tidak ada yang mengerti arti dari kejadian barusan,
tapi Chandra merasa satu masalah berhasil diatasi, walaupun....
Pinta bu Yuanita.
"Ibu?"
Semua tersenyum senang, karena kali ini yang keluar dari mulut Nova
adalah suaranya sendiri. Nova terkejut karena Chandra dan Sabrina ada
di dekatnya, begitu juga dengan Profesor Bastian, pria botak yang
ternyata adalah guru spiritual bu Yuanita. Beliau yang selama ini
membantu merawat Nova, walaupun kasus yang dihadapinya kali ini lebih
rumit dari yang pernah dia temui.
Sabrina meraih tangan Nova, dan memberikan kalungnya yang sudah lama
Nova abaikan.
"Jangan pernah lepas kalung ini lagi, agar kamu senantiasa dilindungi"
Ucap sabrina.
Tanya Nova
Jawab sabrina.
"Sabrina bantu tante nyiapin minum ya! Pak Bastian dan Chandra bisa
menunggu di ruang tamu, tenang saja! Nova sudah aman kok di kamarnya,
lagipula....."
19.00 WIB
Semakin lama cerita dari H. Asnaf semakin tidak baik bagi kesehatan
danil dan Sandy. Kali ini mereka tidak hanya berpikir tentang apa yang
harus dilakukan, tapi juga tentang apa yang sudah terjadi. Danil bisa
saja pindah ke penginapan yang disediakan oleh panitia diklat, tapi
dia takut kalau salah satu penunggu Hanggareksa mengikutinya kesana
seperti yang dilakukan waitress itu pada Sandy. Walau demikian, mereka
berdua tidak punya kekuatan untuk menghentikan terror restoran angker
itu.
Tanya Sandy
Tutur H. Asnaf
Tanya Danil
"Ya! Saya tidak tahu apa alasannya habib menjual restoran itu pada
Riska dan kawan-kawan, sebelum akhirnya Saya tahu siapa mereka...."
"Bukan kebetulan jika nama belakang mereka sama, dan bukan kebetulan
juga jika kali ini mereka berada di restoran yang sama. Mereka pasti
merencanakan sesuatu, sesuatu yang membuat para penunggu Hanggareksa
kembali terusik, sayangnya kami belum punya cukup bukti untuk
berasumsi lebih jauh"
Baru pertama kali ini Danil mendengar nama para karyawan Hanggareksa,
sedangkan sandy sudah pernah membacanya di Diary Nova, walaupun begitu
tetap saja nama Aggraini terdengar sangat menyeramkan setelah cerita
H. Asnaf barusan. Berbicara soal bukti, tiba-tiba Danil teringan
sesuatu.
Tanya H. Asnaf.
HANGGAREKSA RESTAURANT
KREK!
Tanya Riska
"Sepertinya begitu"
Jawab Resti
Ujar Riska
"Oh ya bi, sudah ada kabar dari pak lukman belum? Kapan dia mau
balikin barang yang dia pinjam itu?"
Tanya Resti
Ujar Riska
"Riska kan sudah bilang sama Mama, kalau gak enak badan ya gak usah ke
restoran"
Protes Riska yang iba melihat kondisi Ibunya yang semakin lemah. Oma
hanya tersenyum memberi isyarat bahwa dirinya baik-baik saja. Kini
semua karyawan Hanggareksa berkumpul di satu meja, tentu saja tanpa
kehadiran Nova. Tidak ada percakapan berarti antara mereka berempat
selain canda tawa yang semakin lama terdengar semakin seru. Hingga
tiba-tiba....
SEMUA TERDIAM
"Kita mulai!"
Sepatah kata dari Oma membubarkan konfrensi meja makan itu, semua
karyawan pergi ke dapur kecuali BQ yang pergi ke arah gudang. Satu
persatu lampu restoran dimatikan, dan lilin merah mulai dinyalakan.
Tidak ada yang tahu apa yang selanjutnya mereka lakukan, hanya saja di
luar restoran seseorang sedang memperhatikan
Ujar Pak Kusnadi pada Pak Lukman yang malam ini masih setia
menemaninya. Bagi Pak Lukman ini kali pertama dia melihat keadaan
Hanggareksa di malam hari, dan setelah apa yang Pak Kusnadi ceritakan,
"Tidak juga.... kadang seminggu tiga kali, empat kali, tidak ada yang
tahu jadwal rutinitas gila mereka. Yang jelas setiap kali lampu
restoran mati sebelum karyawan pulang, kami selalu memeriksa
sekeliling restoran. walaupun tidak pernah melihat bahkan mendengar
apapun dari dalam sana."
BEEEEEEEEEEEEP BEEEEEEEEEEEEEEP
Sebagai pusat kota gambir, alun-alun ini tidak pernah mati. Bahkan
hampir tengah malam pun masih terdengar euforia pemuda dan pemudi.
Mayoritas dari mereka adalah orang yang haus keramaian, karena yang
haus kasih sayang biasanya mencari tempat sepi. Duduk di pinggir jalan
dengan sebatang rokok di tangan, Chandra terlihat lelah tanpa gairah.
Alasan dia masih belum pulang ke rumah, adalah untuk menunggu
kedatangan Danil dan Sandy.
Penantian Chandra berakhir setelah dua orang yang ditunggu tiba. Danil
dan Sandy turun dari motornya, menghampiri Chandra dengan wajah
gelisah namun tetap melangkah pelan. Sekitar lima belas menit yang
lalu mereka memutuskan untuk bertemu di tempat ini, masing-masing
membawa cerita tersendiri dan siap untuk berbagi, walaupun sepertinya
mereka tidak siap untuk mendengar.
JADI BEGINI
"Oh! Tapi untuk bisa memahami cerita tante, kalian berdua harus
percaya dengan kutukan, karena itu adalah awal dari semua masalah di
keluarga ini"
Hal yang menyeramkan sudah lebih dulu memenuhi kepala Sabrina, kutukan
apakah yang mampu membawa begitu banyak kesialan di hidup Nova. Tidak
hanya itu, kutukan itu juga yang membuat orang di sekitar Nova menjadi
korban. Pak Bastian yang sedari tadi hanya diam tampaknya tidak
tertarik dengan cerita Bu yuanita, tentu saja karena dia sudah tahu
semuanya.
Aggraini adalah nama keluarga yang akan selalu disandang oleh setiap
anak anak perempuan di keluarga kami. Mungkin bagi sebagian orang ini
terdengar tidak wajar, karena tidak sesuai dengan budaya di negara
kita, tapi entah siapa yang memulai, bagi keluarga kami nama Anggraini
adalah sebuah kewajiban, karena kalau tidak
Lambat laun kami mulai menyadari bahwa tidak ada hidup normal bagi
seorang anggraini. Kami selalu gagal dalam banyak hal termasuk urusan
rumah tangga. Perselingkuhan, kematian, kemandulan, dan kemiskinan,
entah kenapa nasib sial selalu punya cara tersendiri untuk merenggut
kebahagiaan kami. Hukuman mulai terasa seperti kutukan, dan kali ini
kami tidak tinggal diam. Berbagai usaha dilakukan untuk menghentikan
kutukan tersebut, tapi semuanya gagal...
HANGGAREKSA RESTAURANT
Terlalu banyak sejarah kelam yang harus Chandra dan Sabrina dengar,
mereka tidak tahu lagi apa sebenarnya hubungan antara kutukan nama
Anggraini dengan Hanggareksa. Untuk bertanya pada bu Yuanita pun
Sabrina masih sungkan, Tapi tidak dengan Chandra...
Sabrina mencubit paha Chandra karena bagi Sabrina ini bukan waktu yang
tepat untuk mencerca bu Yuanita dengan banyak pertanyaan. Tapi sudah
terlambat, bu Yuanita menyeka air matanya, jawaban dari pertanyaan
Chandra bukanlah hal yang menyedihkan, lebih tepatnya adalah
"Selain menikah dengan orang pribumi, Ibu Rosyana juga sudah melakukan
dosa yang tidak mungkin ditebus bahkan dengan nyawanya sendiri.
Saat itu tante dan Rosyana terlalu kecil untuk mengerti semuanya, tapi
saat mama membawa kami berdua keluar lewat pintu belakang restoran,
saat air mata mama menetes di pipi sewaktu mencium kening kami, saat
itu tante mengerti sesuatu yang mengerikan sedang terjadi di restoran,
terlalu mengerikan untuk mata tante dan Rosyana. Barulah ketika
menginjak usia remaja tante mengerti semuanya..... malam itu...."
Sejak saat itu Rosyana dan yang lain melakukan ritual penyucian yang
membutuhkan sebuah tumbal yaitu
"Jadi karena itu tante pindah ke kota gambir untuk menyusul Rosyana
dan memaksa Nova terlibat dalam usahanya untuk menghapus kutukan
Anggraini? Ibu macam apa tante ini!?"
"Chandra!"
"Ya! Tante memang bukan orang tua yang baik... tante tahu apa yang
dilakukan Yana dan kawan-kawannya bukanlah sebuah jalan keluar yang
baik, tapi kalau itu adalah satu-satunya cara agar Nova tidak
mengelami apa yang tante alami... kalau itu satu-satunya cara gar nova
tidak merasakan apa yang tante rasakan, maka seburuk apapun cara yang
ditempuh, tante akan memaksanya..."
Seketika itu juga wajah Chandra merah padam, kali ini tidak ada yang
bisa meredam letupan amarahnya.
"JADI TANTE ADALAH DALANG DIBALIK PENCULIKAN NOVA MALAM ITU? BEJAT
SEKALI KELAKUAN TANTE!! DAN APA MAKSUD TANTE YANG DENGAN MUNAFIKNYA
MEMINTA CHANDRA MENCARI NOVA?"
PRAK!
"Ibu gak usah minta maaf, Nova sudah dengar semuanya kok Bu..."
Mata orang lain akan selalu melihat buruk, bahkan dari sisi terbaik
sekalipun
Pikiran orang lain akan selalu menilai buruk, bahkan untuk prestasi
tertinggi sekalipun
Mulut orang lain akan selalu bicara buruk, bahkan untuk cerita
terindah sekalipun
Bu Yuanita masih punya banyak sisa air mata, dia masih bisa menangis
lebih keras dan lebih lama dari sebelumnya. Semakin kering air matanya
semakin jernih pikirannya. Bu Yuanita sadar bahwa sebagai Ibu dia
terlalu ambisi untuk terlihat baik, agar mantan suaminya terlihat
buruk di mata Nova. Dia terlalu berambisi agar nasib Nova tidak
seperti dirinya, tapi justru membuatnya lebih buruk dari nasibnya.
Sembari memeluk anak semata wayangnya itu dia teringat kata-kata
mamanya tadi...
Kepala Danil sudah penuh dengan cerita H.Asnaf, hingga tidak ada ruang
untuk Nova dan ibunya. Tapi sandy masih mampu mencerna setiap kalimat
Chandra dengan baik dan benar, hanya saja ekspresi wajah Sandy yang
tidak bisa benar. Sandy bingung antara marah, sedih dan kaget karena
semua yang diceritakan bu Yuanita sangat mirip dengan cerita H.Asnaf,
kali ini Sandy tahu kenapa nama Anggraini terasa sangat familiar.
Namun muncul pertanyaan baru di benak sandy..
Tanya Danil.
Jawab Chandra
Sandy bisa bernafas lega karena Sabrina berada di tempat yang aman.
Tidak bisa dibayangkan jika harus melibatkannya dalam situasi yang
berbahaya yang malam ini akan dilaluinya. Ini adalah awal tahun yang
buruk bagi Sandy, tapi dia tidak sendirian karena Chandra dan Danil
ada di sampingnya. Mereka bertiga terlalu lemah untuk jadi tokoh utama
dalam sebuah cerita, mereka juga bukan pahlawan yang berjuang demi
keselamatan umat manusia, satu-satunya hal yang sedang mereka
perjuangkan adalah....
"Ya! kurang lebih cerita dari Pak haji sama seperti cerita dari Ibunya
Nova"
Sahut Danil.
"Dasar tamak! Sudah tahu rumahnya gak sehat, masih saja disewakan"
Gerutu Chandra
"Oh syukurlah kalau dia mau tanggung jawab, Gue pengen ikutan, gue
masih punya urusan sama ibu-ibu berjubah hitam itu! Jadi kapan orang-
orang habib mau grebek tuh restoran?"
Tanya Chandra.
MALAM INI
23.00 WIB
Kaca jendela di lantai dua bergetar akibat suara musik yang sangat
nyaring. Kamar sempit itu masih terang benderang walaupun satu jam
Sementara Samsol tidak peduli, dia bahkan tidak bisa mendengar suara
kentutnya sendiri apalagi suara ketukan pintu di lantai bawah.
Sesekali Samsol berhenti untuk berbenah diri di depan cermin, walaupun
dia tahu tidak akan ada yang datang bertamu.
BEEEEEEEEEEP BEEEEEEEEEEEEEEP
"Hallluuuuuuuuuu"
Sandy dan Chandra saling pandang, beginikah sosok seorang guru? mereka
berdua membayangkan sudah berapa siswa yang mendadak jadi kampret
gara-gara guru seperti Danil. Mereka bertiga masih menunggu tuan rumah
yang baru membuka pintu, sembari bertanya-tanya kenapa Danil tidak
pernah cerita kalau ada seorang penghuni lagi di kontrakan ini?
KREK!
Dan saat pintu kontrakan terbuka, Sandy dan Chandra pun tahu
jawabannya. Danil tidak bisa menahan emosinya, lelah dan kantuk
membuat angkara murkanya sudah di ubun-ubun. Bagi Danil keadaan Samsol
saat itu sudah sangat mempermalukan dirinya, bagaimana mungkin orang
waras mau membuka pintu untuk tamu dengan telanjang dada, dan masih
mengenakan legging juga kaos kaki.
"Eh.... Pak danil bilang donk kalau bawa teman.... Aku kan jadi
saltum, alias salah kostum"
"Oooooooooooo"
Lima belas menit berlalu, pintu kontrakan kembali diketuk. Kali ini
samsol membukanya dengan pakaian yang lebih sopan
KREK
Dibalik pintu dua orang pria tua sedang berdiri, yang wajahnya sudah
sangat dikenali. Sandy terkejut melihat pak Kusnadi, pak Kusnadi
terkejut melihat Chandra, Chandra heran melihat Danil, Danil terkejut
melihat Pak Lukman dan pak Lukman terkejut melihat
SAMSOL
Takdir adalah algoritma yang rumit yang belum satu orang pun berhasil
memecahkannya. Pertemuan lima orang pria dan satu orang samsol ini
adalah bukti bahwa takdir dapat mempertemukan manusia dengan banyak
cara, bahkan melalui sebuah peristiwa yang mengerikan. Danil dan Sandy
tidak menyangka bahwa anak buah yang diutus H. Asnaf untuk menemui
mereka adalah pak Kusnadi dan pak Lukman, keduanya adalah sosok yang
tidak asing bagi Danil dan Sandy.
"Saya sudah menduga kalau mobil yang waktu itu saya lihat adalah mobil
bapak, hanya saja saya tidak menyangka kalau ternyata Pak Lukman
adalah anak buah Haji Asnaf"
Ujar Danil
"Oh bukan! Pak Lukman tidak ada sangkut pautnya dengan Haji Asnaf
ataupun Habib Ali, tapi kita butuh tenaga beliau kalau ingin rencan
ini berhasil"
"Sebelumnya saya minta maaf kalau kata-kata saya sama bapak waktu itu
kurang sopan"
"Saya juga minta maaf karena waktu itu saya tidak sempat menjelaskan
pada kalian semua. Hampir setiap malam kami melakukan investigasi
keliling restoran, berharap dapat menangkap basah ritual yang
dilakukan oleh karyawan Hanggareksa, tapi anehnya kami selalu gagal.
Karena itu kami amat sangat berterimakasih atas apa yang Sandy dan
Danil lakukan, itu adalah bukti yang kuat untuk mengembalikan
Hanggareksa ke tangan Habib"
Pak Kusnadi menjadi komando dari pasukan siap tempur yang dibentuknya
secara dadakan. Tapi ini yang terbaik yang bisa mereka lakukan, karena
menghubungi polisi hanya akan merusak nama pimpinan mereka. Mereka
duduk bersila, mendengarkan dengan seksama semua strategi yang
dipaparkan pak kusnadi. Semua mengerti, semua siap dan sadar diri akan
resiko yang mereka hadapi.
Dan akhirnya sepuluh menit lagi sebelum tengah malam, wajah mereka
tegang, telapak tangan mereka basah, rasa takut yang tidak wajar
mengingat yang akan mereka hadapi hanyalah beberapa wanita. Tapi
mereka berhak untuk lebih takut lagi, karena jauh di lubuk hati mereka
mengerti bahwa musuh mereka sebenarnya...
BUKANLAH MANUSIA
......................................
HANGGAREKSA RESTAURANT
KREK!
Resti membuka pintu dapur dengan panik, seperti baru pertama kali
melihat sesuatu yang mengerikan. Dia melepas topeng putihnya dan
DAR!
Gerutu Riska. Sosok bertopeng perak yang sejak tadi duduk diam pun
tidak bisa menahan rasa gelisahnya.
"Sudahlah! Aku tahu malam ini pasti akan datang, dari awal habib tamak
itu sudah memata-matai kita"
Tanya Resti.
Tidak satu orang pun menjawab pertanyaan Resti, semua tampak panik
kecuali sosok bertopeng hitam yang sejak tadi duduk bermain dengan
pisau kecilnya. Sikapnya yang tenang itu memancing emosi resti yang
sejak lama menyimpan dendam padanya.
"Kamu tuh ya, sebenernya kamu ada di pihak siapa? Hah? Kita semua
dalam bahaya, setidaknya tunjukin sedikit rasa khawatir!"
"Aku khawatir kok! Hanya saja topeng ini menutupi wajah cemasku"
......................................
REGU PERTAMA
"Saya, Sisjono, Cipto dan Saniman adalah regu pertama tuganya adalah
masuk ke Hanggareksa. Tentu saja ada kemungkinan mereka akan kabur,
tapi tujuan utama kami bukan itu, melainkan mencari barang illegal
yang dipakai untuk ritual mereka. Sementara Saya dan Sisjono masuk,
Cipto dan Saniman berjaga di pintu depan, siapapun yang keluar lewat
pintu itu,
TANGKAP!
Mereka berdua hampir putus asa dan berpikir untuk memecahkan kaca,
tapi tiba-tiba..
Terdengar suara denting jam dari dalam restoran dan bersamaan dengan
itu, lampu hanggareksa..
TIBA-TIBA MENYALA
Tidak ada waktu untuk mengeluh, pintu yang terbuka itu adalah
kesempatan emas bagi pak kusnadi dan sisjono. Mereka berdua masuk ke
dalam restoran yang saat ini terang benderang, bersamaan dengan
masuknya mereka, pintu restoran tiba-tiba tertutup.
BANG!
Teriak Sisjono.
"Tenang jon kita bisa keluar lewat jendela, sekarang sampean pergi ke
gudang, temukan apa yang kita cari! Saya mau memeriksa dapur mereka"
Denting jam itu kini terdengar semakin nyaring. Sisjono dan Pak
Sisjono selesai dengan gudang, dia berniat pergi ke lain ruangan tapi
saat pintu gudang akan ditutupnya, tiba-tiba seseorang memegangi
kakinya.
CU... TOLONG NENEK CU.... NENEK SUSAH BERNAFAS DISINI CU... TOLONG CU
"Hiaaaaaaaaaaaaaaaaa"
BUK!
Sisjono tahu bahwa yang seharusnya minta tolong adalah dirinya. Dia
pun menginjak tangan nenek tersebut sampai bengkok dan kabur begitu
saja dari gudang.
"Aaaampun mbaaaaaaaaaaaah"
Sementara di dapur....
Keadaan dapur saat itu sangat berbeda dari yang Pak Kusnadi ingat.
Dapur itu kembali seperti saat dimana dia belum merenovasinya. Masih
kecil dan sempit karena memang dapur utamanya ada di ruang sebelah
yang sengaja dia tutup atas perintah Habib. Memasuki ruangan kecil
tersebut seakan membawanya ke ruang dan waktu yang berbeda. Di ujung
dapur ada sebuah pintu, pintu ke kamar mandi yang saat ini terbuka dan
tidak ada siapapun di dalamnya....
STAK! STAK!
Pak Kusnadi menoleh ke arah dimana suara pisau itu terdengar dan
tampaklah...
"Bismillahirrahmanirrahim"
Keadaan kini berbalik, koki itu mundur dan terlihat sangat ketakutan.
Dia sudah mati, dunia ini sudah bukan tempatnya lagi. Tapi apa yang
dialaminya kemarin malam, cukup membuatnya jadi setan pertama yang
mengalami trauma.
Di luar ruangan...
Kaki sisjono sudah menendang seorang nenek bahkan sampai dua kali.
Kaki terkutuk itu membawanya berlari ke pintu dimana dia dan pak
kusnadi masuk, tapi sekeras apapun dia berusaha pintu itu tetap tidak
terbuka. Sisjono tidak menyerah, kali ini dia berlari ke pintu utama
berharap diselamatkan oleh kedua temannya di luar. Dan lagi-lagi...
GELAP GULITA
Sisjono belum putus asa, dia tahu Pak Kusnadi masih di dalam hanya
saja dia tidak tahu di ruangan mana rekannya itu berada. Tanpa pikir
panjang lagi, Sisjono berlari ke arah pintu di samping meja kasir dan
jam tua yang baru saja menyelesaikan denting terakhir. Sisjono membuka
pintu di samping jam tua itu dan membawanya ke sebuah ruangan besar
yang tidak lain adalah...
......................................
REGU KEDUA
"Danil, Sandy, Agus dan Jajank tetap di kontrakan! Kalian pasti sadar
kalau musuh kita bukan cuma manusia, dan satu-satunya kekuatan yang
bisa melawannya adalah Doa. Kalian tetap berdzikir disini dengan
dipimpin Kang Jajank. Beliau sudah sangat berpengalaman, jadi jangan
khawatir!
BZZZZZZZZZZZZZZZZ
Lampu dapur tiba-tiba hidup, bersamaan dengan pintu lemari yang lagi-
lagi terbuka. Dan yang membuat suasana berubah tegang adalah reaksi
kang jajang yang tiba-tiba berteriak.
Danil, Sandy dan Agus dengan sigapnya menutup pintu lemari tersebut.
Tidak hanya itu, mereka merobohkannya dengan posisi pintu berada di
bawah. Kang Jajank memberi aba-aba untuk minggir, dan saat Sandy,
Danil dan Agus menjauh, Kang Jajank melompat ke atas lemari itu lalu
duduk bersila sembari membaca doa.
BZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZ BZZZZZZZZZZZZZZZZZ
Lampu dapur kembali mati, hidup lagi, mati lagi dan begitu seterusnya.
Kedap kedip lampu membuat suasana dapur jadi semakin mengerikan,
ditambah lagi suara erangan manusia dari dalam lemari yang sekarang
sedang bergerak-gerak berusaha menjatuhkan Kang Jajank yang duduk di
atasnya.
Tapi kata-kata Pak Kusnadi bukanlah hisapan jempol belaka. Kang Jajank
berbicara dengan bahasa sunda yang Danil dan Sandy tidak mengerti
artinya, tapi mereka bisa melihat jelas hasilnya. Asap tipis keluar
dari celah-celah lemari tersebut, semakin lama semakin tipis dan
hilang di udara.
Kang Jajank turun dari lemari dan memerintahkan Agus, Danil dan Sandy
untuk mengembalikannya ke posisi berdiri. Lampu dapur kembali mati,
dan di saat yang bersamaan Mereka berempat dikejutkan oleh kehadiran
seseorang.
MASUK KE HANGGAREKSA
......................................
REGU KETIGA
KRAK!
"Sssssssssssst"
Baru saja Ratna menginjak pecahan piring dan gelas yang berserakan di
halaman belakang hanggareksa. Semua itu adalah kenang-kenangan dari
Nova dan tingkah cerobohnya. BQ membantu Oma berjalan melewati koridor
dimana gudang makanan berada, lalu turun ke halaman belakang menyusul
Riska, Resti dan Ratna. Riska menggeser tempat sampah yang berat itu,
dan tampaklah semak-semak yang menutupi sebuah lubang di dinding pagar
Hanggareksa. Lubang itu cukup besar bahkan untuk seorang Riska, karena
memang sengaja dibuat untuk mengantisipasi kejadian seperti ini.
Usia oma sudah lima puluh tahun lebih, belum terlalu tua untuk seorang
nenek tapi kalau harus membungkuk dan melewati lubang itu, rasanya
tetap mustahil.
"Kalian duluan saja, temui suami kalian dan segera susul Oma di dekat
rumah yang ada kios bensinnya!"
"Mama yakin?"
Ujar Oma.
Resti adalah orang yang paling tidak setuju dengan usul oma, terlebih
setelah apa yang sudah dilakukan BQ saat itu, saat dimana dia
membebaskan Nova, Anggraini terakhir yang mereka butuhkan untuk
menuntaskan ritualnya. Tapi tidak ada pilihan lain, memakasa oma
melewati lubang itu hanya akan membuatnya kesakitan.
"Kita tidak bisa lewat sini, terlalu bersiko, Saya akan bawa Oma lewat
jalan pintas"
Mereka berdua masuk ke halaman sebuah toko kecil yang sudah tutup,
lalu menyusuri gang sempit diantara dua rumah dimana seorang bapak
sedang duduk santai menikmati kopinya. Bapak itu tidak peduli, baginya
BQ dan Oma hanyalah seorang nenek dan cucunya yang mungkin saja tidak
punya uang untuk ongkos becak.
Tanya Oma.
"24 september 197X, undangan makan malam bagi semua kerabat dan rekan
bisnis Hanggareksa tersebar. Semua ingin datang, semua ingin makan di
restoran terkenal di kota ini. Hari yang ditentukan adalah tanggal 28
September 197X, para undangan datang dengan membawa keluarganya
masing-masing, istri, anak, bahkan orang tua mereka. Tidak mungkin
mereka menyia-nyiakan kesempatan untuk makan malam gratis di restoran
"Nama anggraini masih sangat besar, bahkan lebih besar dari dosa-
dosanya. Kekuatan mereka tidak hanya meracik bumbu, tapi juga
membumbui hukum. Sehari setelahnya polisi mengumumkan sebuah
pernyataan bahwa pelaku utama keracunan masal di Hanggareksa
adalah Lalu Doni Firmansyah. Seorang koki yang ditemukan tewas
terbakar di dapur Hanggareksa. Mereka menyebut itu kecelakaan,
walaupun faktanya
Oma terkejut dengan cerita BQ, perempuan tua itu tidak mampu menemukan
nama Doni Firmansyah dari ingatannya. Tapi gelar Lalu? Lalu adalah
gelar kebangsawanan untuk semua pria di tempat asal BQ.
BRMMMMMMMMMMMMMMMM
Cahaya lampu mobil menyinari keduanya. Mobil yang memang sejak tadii
menunggu oma disana.
Ujar BQ.
LUKMAN?
"Ny. Rosyana Anggraini, Sampean akan ikut kami untuk diadili atas
tuduhan praktek ilmu sesat, dan jual beli organ manusia"
Oma tertawa mendengarnya, tawa yang sangat sehat untuk perempuan yang
sudah renta.
BQ dan Pak Lukman hanya bisa menelan ludah, Oma yang sedang mereka
lihat ini bukan lagi sosok nenek renta yang selama ini mereka kenal.
Perempuan tua itu masih saja tertawa, seakan-akan yang sedang
dialaminya sekarang hanyalah sebuah komedi. Tidak lama kemudian
suasana taman kecil itu pun kembali sepi, seiring dengan tawa oma yang
berhenti.
Ujar BQ
Oma tersenyum kecut, harga dirinya menolak keras nasehat dari bocah
ingusan seperti BQ.
"Jangan bicara seolah-olah sebuah nama tidak ada artinya! Sudah berapa
kali nama BQ menghalangi langkahmu? Huhuhu Pasti menyedihkan hidup
dibawah kekangan nama besar leluhur, nama yang akan sangat membatasi
gerakmu"
"Diam! Kalian sudah membunuh Kakek! Kalian tahu berapa lama anak dan
istrinya hidup dikucilkan kerabat? Semua karena orang-orang percaya
bahwa kakek adalah dalang dibalik pembantaian itu! Dan kami..... kami
harus menanggung hukuman dari dosa yang tidak pernah kami perbuat!"
"Sebaiknya kita tidak lama-lama disini, kita bawa Ny. Rosyana pergi ke
tempat yang sudah ditentukan Kusnadi"
Entah kenapa malam ini setiap kata yang keluar dari mulut Oma selalu
mengerikan. Tapi bagi Pak Lukman itu hanyalah celoteh orang tua yang
"Bicara sesuka sampean! Yang jelas penjara sudah menunggu sampean dan
yang lainnya"
"Kalian tidak akan bisa menangkap mereka! Saat ini Riska, Resti dan
Ratna pasti sudah pergi meninggalkan kota"
Sahut Oma.
SRAK!
Pak Lukman membuka terpal mobilnya, lalu memberi aba-aba pada Oma
untuk masuk. BQ membantu tawanannya itu untuk naik tanpa sedikitpun
ada perlawanan. Sebagai ucapan perpisahan, pak lukman berkata....
"Tentang Riska dan yang lain, sampean tidak usah khawatir. Secepatnya
mereka akan menyusul sampean, karena salah satu dari kami sudah
mengikuti mereka
......................................
REGU KEEMPAT
BRMMMMMM
GRTT
"JAUHIN TANGAN ELO BANG! GUE LAGI NYETIR NIH, ELO PENGEN MATI, HAH?"
CIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIT BRUAK!
"Ta* lah Bang Danil, ngapain juga dia melihara yang beginian"
BRRRRRRT BRRRRRRRRT
Tanya Ratna
"Tentu saja! Mama sendiri yang bilang kita harus menjemputnya di rumah
yang ada kios bensinnya, rumah seperti itu di kompleks ini ya cuma
satu"
Sahut Riska
"Sudah-sudah! Kalian ribut terus dari tadi! Sekarang kita harus nyari
mama kemana? Satu tikungan lagi kita akan sampai di jalan menuju
restoran nih."
Timpal si sopir
"Ini pasti kerjaan BQ, aku sudah curiga sejak awal kalau dia adalah
suruhan si Habib, tapi Oma tetep gak mau denger. Bahkan setelah dia
membebaskan Nova, Oma masih saja membelanya"
"Sudahlah! waktu itu kita sudah selesai memandikan Nova, karena itu
walaupun BQ membiarkannya kabur, Oma masih memaafkan dia. Lagipula
sejak pertama kita juga setuju untuk menerima BQ, karena dia memiliki
kelebihan yang tidak kita miliki, sekaligus agar dia tutup mulut atas
apa yang sudah terlanjur dia lihat"
Tutur Riska
"Awalnya aku juga berpikir begitu, tapi apa bibi tidak merasa aneh? BQ
Tutur Resti
Perintah Chandra pada Samsol. Chandra merasa saat ini dia adalah
pahlawannya, dan samsol hanyalah seorang sidekick yang akan mematuhi
segala perintahnya. Kecuali....
Agung turun dari mobil, pria jangkung itu jauh lebih tinggi dari
Chandra, ototnya pun jauh lebih kekar dari lemak di lengan samsol.
Chandra sedikit gentar, melawan sandy saja dia harus tersungkur hanya
karena satu pukulan, apalagi Agung yang posturnya jauh lebih besar
dari Sandy. Walaupun posisi mereka adalah dua lawan satu, atau lebih
tepatnya satu setengah lawan satu, tapi tetap saja samsol tidak akan
banyak berkontribusi.
Hardik Agung yang saat ini sudah berjarak selangkah dari Chandra.
"Gue mau mereka! Dan sebaiknya elo gak usah ikut campur!"
BUK!
BUK!
BUK!
"Dimana Mama?!"
BUGH!
"UGHYAAAAAAH"
"DIMANA MAMA????"
Agung semakin murka dan jijik melihat dua orang dihadapannya. Dia tahu
dia tidak bisa berlama-lama disini, baru saja ada pengendara motor
yang lewat, kemungkinan warga untuk datang kesini sangat besar. Lagi
pula dia harus segera menemukan Oma. Karena itu, Agung mengangkat
kerah leher Samsol, mendekatkan wajahnya ke wajah samsol, dan dengan
bengisnya bertanya...
DEBUK!
ANJING!
Baru dua langkah Agung mendekati mobil, lagi-lagi dia harus berbalik
karena ternyata, lawannya masih berdiri gagah di belakangnya. Agung
mengepalkan tangannya dan berlari mendekati..
SAMSOL
UDARA
KRAK
Agung menarik nafas panjang, tidak ingin terpancing emosi untuk kedua
Sayang sekali senjata utama agung adalah kakinya. Dengan cepat agung
mempersempit jarak nya pada samsol, dan berharap dwi huruginya dapat
mengakhiri pertarungan paling memalukan dalam hidup agung ini.
BLEB
"UWAAAAAAAAAAARRRRRRRRRGGHHH"
NAFAS BUATAN
......................................
Suasana kontrakan saat ini sudah aman dan terkendali, walaupun masih
menyisakan misteri. Teleportasi yang sudah terjadi pada sisjono sama
sekali tidak masuk akal, dan sekarang mereka bergantian menginterogasi
sisjono. Kang Jajank pun sudah pergi menyusul Pak Kusnadi yang menurut
pengakuan sisjono masih berada di dalam restoran, sementara Danil....
Tutur Danil.
Tanpa banyak tanya Pak agus dan Sisjono segera berangkat menyusul
chandra dan samsol. Dia berniat membawa seorang teman lagi, jadi
sebelum berangkat dia harus mampir ke Hanggareksa. Tinggallah Danil
dan Sandy berdua di kontrakan. Mereka sama-sama bertanya...
Tanya Sandy
Perhatian mereka berdua kini teralihkan dari bau busuk itu, setelah
sebuah bayangan tiba-tiba muncul di sudut ruang tamu. bayangan itu
hitam sekali, tapi semakin diperhatikan semakin jelas warna putih di
atasnya. Danil dan Sandy tahu apa yang sedang mereka lihat, dan
berpikir untuk melarikan diri dari kontrakan, sebelum akhirnya ada
bayangan lain yang keluar bersamaan dengan pintu kamar bawah yang
tiba-tiba terbuka,
REGU KEDUA
"BQ sebaiknya kamu ikut kami, teman-teman saya pasti senang sekali
bertemu kamu. Kamu yang menyusun rencana untuk menggiring Oma ketempat
ini, kalau bukan karena kamu, orang tua ini pasti sudah kabur"
Tawaran Pak Lukman ditolak BQ dengan halus, yang BQ butuhkan saat ini
hanyalah ketenangan.
"Terimakasih pak lukman, tapi saya harus pergi. Saya sudah tidak ada
urusan lagi di kota ini"
Ujar BQ
"Hmmmm kalau itu mau kamu, saya tidak akan memaksa. Jangan berlarut-
larut dalam kesedihan! Karena yang kamu lakukan malam ini adalah
keadilan, dan mampu menahan diri dari kerasnya rasa dendam adalah
sebuah kekuatan"
"Saya tidak sekuat dan sebijak yang pak lukman pikir. Yang tadi itu,
kalau satu detik saja bapak telat datang, mungkin kita akan menaikkan
oma ke mobil dengan kepala dan tubuh yang terpisah"
Pak Lukman hampir lupa betapa misteriusnya BQ, dia terlihat sangat
"Kalau keinginan kamu untuk menghabisi nyawa oma sangat besar, untuk
apa kamu melibatkan saya dalam rencana kamu?"
"Seseorang harus menghentikan saya... saya memulai semua ini atas nama
kakek, tapi saya tidak mau mengakhirinya seperti seorang Anggraini"
ATAU.........
"Kami bisa menjamu kalian dengan daging spesial yang tidak akan kalian
temukan dimanapun... di.... ma.... na.... pun...., bukan begitu..."
PAK LUKMAN?
JEDAG!
"DIAM!"
Timpal oma dengan suara yang jauh lebih keras dan lantang dari pak
lukman. Walaupun sedikit, teriakan oma barusan sempat membuat BQ dan
pak lukman gemetar. Sudah terlalu lama mereka ngobrol disini,
mendengarkan celotehan oma hanya akan membuat mereka gila. Pak Lukman
pun menutup terpal mobilnya, lalu mengirimkan pesan pada Abadi dan
Anugerah yang sedang berpencar, bahwa dia sudah berhasil menangkap Oma
dan segera menuju ke restoran.
"Pak Lukman... waktu saya menghubungi bapak tadi siang, bapak bilang
akan menjemput jam tua itu dari kota oseng, tapi.... kenapa saya tidak
melihatnya di dalam mobil?"
Tanya BQ. Usai mengunci semua kait terpal di mobilnya, pak lukman pun
menjawab...
"Jam tua itu sudah mendarat di kaki gunung kemitir. Saya sendiri yang
membuangnya"
Rupanya kata-kata pak lukman barusan didengar oleh oma. Dia pun tidak
bisa menahan diri untuk menjawab...
......................................
"KREK!"
Pak kusnadi keluar dari gudang hanggareksa. Ini sudah kedua kalinya
dia keluar masuk dapur dan gudang. Berkali-kali pak kusnadi memanggil
sijono, tapi sahabatnya itu seakan ditelan bumi. Alih-alih menemukan
apa yang dicarinya di gudang, Pak Kusnadi justru harus melihat
pemandangan mengerikan yang sudah lama ingin dilupakannya.
Apa yang saat ini ada di depan matanya, sama persis dengan saat dia
dan teman-temannya bermalam di restoran dulu. Di bawah kaki jam tua
itu....
Pak Kusnadi punya banyak amalan yang diyakini bisa membantunya lepas
dari tipu muslihat iblis, sayangnya tidak satupun amalan yang dia
punya dapat membantunya melawan tipu muslihat iblis. Tapi satu hal
yang pasti! Tuhan selalu bersama hambanya.
"Sisjono tidak ada disini, mustahil dia bisa keluar dari restoran ini
seorang diri. Satu-satunya ruangan yang belum saya periksa adalah
pintu di samping jam tua itu"
Di meja kedua dia harus melangkahi jasad dua orang pria yang sudah
terbujur kaku di lantai, matanya terbuka lebar namun putih mulus tanpa
bagian hitam. Tangan pria pertama mencengkram pergelangan kaki pria
kedua, seolah sedang berkompetisi siapa yang lebih dulu sampai di
garis finish. Ironisnya mereka lebih dulu mencapai garis maut, sebelum
sempat menyentuh jam tua itu.
Di meja ketiga kaki dan tubuh pak kusnadi mulai terasa lemah. Jasad
seorang anak laki-laki yang belum sempat turun dari kursi, karena
tubuhnya sudah lebih dulu kaku. Sebatang permen masih digigit oleh
anak malang tersebut, tapi cairan merah yang mewarnai lehernya jelas
bukan lelehan kembang gula.
Jam tua itu kembali berbunyi. walaupun sudah hampir sepuluh menit pak
kusnadi di dalam restoran, tapi jarum jamnya tidak bergerak dari angka
dua belas. Seolah-olah waktu berhenti di ruangan ini, pak kusnadi pun
tidak punya waktu untuk merasa heran, karena tiba-tiba..
GRASP!
Tiba-tiba tangan salah satu mayat itu mengenggam kaki pak kusnadi,
HHHH................................... HHHHHHHHHHHHH
SIALAAAAAAAAAAAAAN
............................................
REGU KEDUA
ROSY..... RO......SY.....
Pria itu masih memanggil nama Rosy... perempuan berbau busuk, berambut
putih yang ada di belakang Danil dan Sandy. Ini adalah saat yang tepat
untuk berteriak, tapi baik Sandy dan Danil, keduanya hanya diam
menelan rasa takutnya sendiri. Sandy sudah siap berlari, dengan penuh
keraguan sejauh apa kaki itu dapat membawanya pergi. Sementara
Danil... tubuhnya yang semakin condong kekanan bukanlah kuda-kuda
untuk melawan, tapi tanda-tanda akan pingsan.
Ucap perempuan itu sembari mendekati Danil dan Sandy dengan kedua
tangannya yang terbentang lebar. Sementara pria berkulit putih itu
membuka mulutnya lebar-lebar, hingga terlihat rahang dengan gusi yang
hitam tanpa ada satu gigipun disana. Hanya itu yang bisa pria itu
lakukan, karena sebenarnya...
PRIA ITU TIDAK LEBIH DARI SEKEDAR KEPALA, LEHER DAN DADA NYA SAJA
BRUK!
"Saya sadar kampret! Saya juga dengar barusan kamu manggil saya
kampreeet!"
HWAAAAAAAAAAAAAAAAAAA
TANPA KEPALA
"ASTAGHFIRULLAH!! ASTAGHFIRULLAH"
BRUAK!
"SANDY? CHANDRAAAAAAAAAAAAA?"
Tanya Danil
"Enggak..."
"Sandy..... Chandra......"
Mendengar namanya dipanggil oleh suara yang sangat familiar, Sandy pun
bergegas membuka pintu gudang tapi Danil menahannya.
Ujar Danil
Sahut Sandy
"Mustahil! Sabrina ada di rumah Nova, kamu pikir dia akan datang ke
kontrakan jam segini?"
Nova berjalan pelan dari ruang tamu menuju dapur, dapat nova dengar
suara pintu terbuka di lantai dua dimana sabrina berada. Saat ini
dapur kontrakan terang benderang, melihat peralatan dapur tertata rapi
mengingatkan Nova pada Hanggareksa.
"Terus mereka dimana? Aku udah telepon chandra, tapi tidak ada
jawaban"
Ujar Nova.
"Entahlah!"
Tentu saja Nova juga merasakan hal yang sama. Tapi menolak permintaan
orang yang sudah menolongnya, sama sekali tidak ada dalam kamus Nova.
Gadis lugu itu maju tanpa ragu, barulah saat gagang pintu itu
diraihnya, Nova menyadari ada yang aneh dengan sabrina.
"Sabrina bilang Sandy dan Danil tidak ada di atas, darimana dia tahu
kalau yang sedang bersama Sandy adalah orang bernama Danil, bukan
Chandra? Lagipula kamar di depan kami ini.... kalau memang ini pertama
kalinya Sabrina ke sini, darimana dia tahu kalau ruangan itu adalah
gudang? "
HIHIHIHIHIHI
JEDDAR!!
Tanya Danil yang segera bangun karena nyaris saja tubuh nova
menghantam dirinya. Sementara Sandy dengan cepat mengenali wajah gadis
yang sedang bersandar pada lemari kayu itu.
"Nova?"
Sandy segera menghampiri Nova yang sudah tidak sadarkan diri. Danil
tidak mengerti apa yang sudah terjadi, tapi melihat sosok berambut
putih sedang berdiri di depan pintu, dia tahu siapa yang harus
bertanggung jawab atas darah di kening gadis bernama nova itu.
"KEPARAAAAAAAAAAAAT"
Sandy lupa dengan rasa takutnya, karena sesuatu yang selama ini jauh
lebih ditakutinya baru saja terjadi. Salah seorang temannya harus
BRUK!
"Argggggghh"
Si Rambut putih itu tidak lagi peduli pada Sandy. Mata nya tertuju
pada Nova yang sampai detik ini masih tidak sadarkan diri. Iblis itu
mendekati Nova, kedua tangannya berusaha mencekik leher gadis malang
itu. Danil yang walaupun tidak mengenalnya, tapi dia memberanikan diri
menghadang si rambut putih dengan mata tertutup, dan saat danil
membuka matanya... secara ajaib tubuhnya terhempas dan jatuh diantara
tumpukan tas dan barang-barang gudang.
"Gyaaaaahhhhhhhh!"
Bahunya terasa sakit, dan butuh waktu untuk kembali bangkit. Danil dan
Sandy hanya bisa pasrah, melihat si rambut putih semakin mendekati
nova. Tangan keriputnya sudah berada se jengkal di leher Nova, dan
tiba-tiba....
HEGH!!
Dengan mata yang masih terpejam, tangan Nova seolah bergerak sendiri
mencekik leher si rambut putih.
"NOVA!"
Tanya Danil yang khawatir melihat darah mengalir di kening Nova. Sandy
tidak perlu menjawabnya, karena sekarang Nova sudah siuman, dan
walaupun baru saja dia selamat dari marabahaya, kalimat pertama yang
nova ucapkan ketika sadar adalah...
Sandy tidak terkejut, dia sudah menduga sabrina pasti ikut karena
tidak mungkin gadis seperti Nova pergi kesini sendirian tengah malam.
KYAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA
Tentu saja itu membuat lemparan sabrina semakin tidak terarah, karena
sejak tadi sabrina menutup matanya. Malam ini tidak akan pernah hilang
dari memory sabrina, karena untuk pertama kalinya melihat gajah tak
kasat mata.
"Pergiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii!!!!"
"Ya Tuhan... kenapa pintu kamar ini tidak bisa dibuka, apa yang harus
aku lakukan?"
SAMSOL
PRANG!!!
BERHENTI.... MENYIKSAKU........
"Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaah......."
Sabrina berlari menuju pintu dengan cepat, tapi tidak secepat serpihan
kaca cermin yang sekarang melayang ke arahnya. Beruntung sabrina
berhasil membuka pintu kamar, walaupun akhirnya...
Di lantai satu sesuatu menahan Danil dan Sandy untuk menaiki tangga,
puluhan bahkan mungkin ratusan belatung memenuhi setiap anak tangga
juga pengangannya. Sudah pasti ini adalah ulah perempuan berambut
putih.
"SIAAAAAAAAAAAAAAL!!!! SABRINAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA"
"Kita tidak bisa melawan mahluk ini sendirian, Saya akan keluar
mencari bantuan"
Ujar Danil
Danil mengajak Nova untuk meninggalkan rumah terkutuk itu, apa yang
terjadi di sana terlalu berbahaya untuk seorang perempuan, tapi Nova
menolak. Walaupun tubuhnya lemah, dia tetap tidak ingin meninggalkan
sabrina. Lagipula saat danil berusaha membuka pintu kontrakan, pintu
itu sama sekali tidak bisa dibuka.
Sandy, Nova dan Danil hampir gila oleh situasi yang kian mencekam, dan
saat rasa putus asa mulai menghampiri mereka, sesuatu jatuh dari
lantai dua dan membentur marmer di ruang tamu.
BRUK!!
SA... SABRINA?
Tanya pak lukman pada diri sendiri, karena sepertinya malam ini tidak
ada tidur nyenyak bagi dirinya.
Tanya Oma.
"Hmmmm?"
BREK!
Guncangan pada mobil itu pastilah berasal dari polisi tidur di dekat
Hanggareksa, itu artinya mereka sudah sampai. Pak lukman memarkir
mobilnya lebih dekat ke pintu restoran, kedatangannya disambut oleh
Abadi, Anugerah, Cipto dan Jajank. Pak Lukman turun dari dan pergi ke
belakang mobil dengan disusul oleh abadi dan anugerah.
"Sialan tuh nenek! Padahal kami berdua sudah keliling kompleks, tapi
tidak melihatnya dimanapun"
Anugerah dan Abadi masih tidak percaya pak lukman lebih dulu menemukan
Perintah pak lukman pada Abadi dan Anugerah. Usia mereka yang jauh
lebih muda, membuat mereka tidak bisa menolak perintah pak lukman,
walaupun baru beberapa saat yang lalu mengenalnya. Pak lukman dan BQ
menghampiri cipto dan jajank yang sedang menunggu di depan pintu
restoran.
"Dimana kusnadi?"
Jawab Cipto.
Kang jajank menceritakan apa yang sudah terjadi, tentang sisjono yang
pergi bersama pak kusnadi tapi secara ajaib muncul di kontrakan.
Tanya BQ
"Sudah, sejak Sisjono keluar dari restoran dengan cara yang tidak
wajar, kami tahu kalau Pak Kusnadi juga dalam bahaya. Tapi pintu
restoran ini susah sekali dibuka, bahkan kacanya pun susah ditembus.
Lagipula dari celah itu kami bisa melihat ke dalam, tapi restoran ini
gelap gulita, sangat berbeda dengan yang Sisjono ceritakan"
"Saya tidak bisa masuk ke tempat pak kusnadi, tapi saya bisa membantu
beliau keluar"
PAK KUSNADI
Sandy melompat dari tangga dan menghampiri sahabatnya yang saat ini
sudah bersimbah darah.
Tangisan Nova dan teriakan Sandy membuat Danil bingung setengah mati,
bagaimana mungkin tubuh sabrina tiba-tiba muncul dari atas? Dan begitu
dia melihat ke lantai dua, Danil tahu jawabannya. Hantu telanjang yang
dipanggil Widi itu ada disana, berdiri berdampingan dengan Si rambut
putih.
DUAR!
BRUAK!
BRUAK!
Suara itu mengejutkan Pak Kusnadi. Tukang Parkir itu masih berusaha
lepas dari cengkraman mayat-mayat pelanggan yang sejak tadi
membenturkan kepalnya tepat ke jam tua Hanggareksa. Tapi bukannya
melakukan sesuai perintah, Pak Kusnadi malah sibuk mencari asal dari
suara tersebut.
PAK KUSNADI, DENGARKAN SAYA! HENTIKAN DENTING JAM ITU, ATAU BAPAK AKAN
TERJEBAK DISANA SELAMANYA!
BRUAK!
Atap kontrakan seakan mau runtuh, dan kali ini Sandy dan Nova pun
menyadarinya.
"Apa-apaan ini?"
Nova terlihat sibuk memegangi kalung peraknya seraya berdoa, hanya itu
yang orang lemah seperti dia bisa lakukan. Hingga tidak lama kemudian
semuanya pun ikut berdoa, semuanya sadar kalau mereka hanyalah orang
yang lemah. Abu dan reruntuhan gedung pun berjatuhan, walaupun kecil
tapi ini adalah masalah besar. Jika mereka mati, adakah yang akan
menemukan mayatnya disini? Karena jangankan teriak, Handphone mereka
saja tidak bisa digunakan. Satu benturan lagi, maka mereka berempat
akan tertimbun bersama dengan bangkai kontrakan itu.
HIYAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA
BRUAAAAAAK!
Denting jam tua itu tidak lagi terdengar, Hanggareksa berubah sepi dan
gelap gulita. Tidak seorang pun ada disana kecuali Pak Kusnadi yang
masih memandangi tangannya sendiri. Suara retakan kaca dan tulang
kepala barusan terasa sangat nyata baginya, tapi sekarang dia sadar
bahwa semua itu hanya ilusi. Iblis sedang mengelabui pandangannya,
membawanya ke ruang dan waktu yang berbeda. Dan saat dia kembali ke
alam yang sesungguhnya, Pak Kusnadi pun bertanya-tanya..
Pak Kusnadi akan mencari jawabannya sendiri, dia berlari ke arah pintu
utama, karena kalau memang ini adalah dunia yang nyata, itu artinya
cipto dan saniman ada di luar sana.
"Ro... rosmary?"
Tidak ada yang bisa dia lakukan selain berlari, doa dan amalan
tertahan di kerongkongannya. Semakin dia berlari semakin cepat Rosmary
mengikuti, bahkan di depan pintu restoran sudah berdiri widi yang siap
menyambut kedatangannya. Pak kusnadi berusaha meyakinkan diri bahwa
dia sudah berada di dunianya sendiri, dan itu artinya
Pak Kusnadi berbelok dari pintu utama menuju ke arah jendela, semakin
sempit jarak antara dia dan jendela itu, semakin dia menambah
kecepatan dan akhirnya..
Pak lukman dan lainnya mendengar suara pecahan kaca dari samping
restoran. Mereka pun bergegas menghampiri asal suara tersebut.
Sesampainya disana, seseorang sedang tersungkur di tanah berselimutkan
tirai merah dan serpihan kaca. Orang itu adalah...
Kang jajank dan Cipto pun membantu Pak Kusnadi untuk bangkit, Wajahnya
penuh dengan luka gores karena bagaimanapun, kaca yang ditembusnya ini
cukup tebal, beruntung kelambu merah itu sedikit melindunginya.
"Maaf... saya tidak berhasil menemukan barang itu, dan sisjono... saya
tidak bisa menemukan sisjono"
"Tenang saja, sisjono baik-baik saja. Dan tentang barang itu, kita
bisa mencarinya sama-sama, semua berkat lubang di jendela yang kamu
buat"
"Bapak ada yang bisa ikut saya masuk? Saya tahu dimana mereka
menyimpan benda itu"
Seru BQ.
Tanya Pak Kusnadi, setelah mendengar suara BQ yang mirip dengan suara
yang dia dengar tadi. Sayangnya BQ dan Kang jajank sudah lebih dulu
masuk ke restoran melalui lubang di jendela.
ujar pak lukman yang disambut dengan senyum sumringah abadi dan
anugerah.
"Eh?"
MENJAGA OMA
"Tenang saja pak lukman, kan terpalnya ditutup. Nenek seperti itu mana
mungkin bisa kabur"
Ujar Abadi.
Di dalam restoran....
BRMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMM
"SIAAAAAAAAAAAAAAAAAAL!"
Di kontrakan....
Sandy, Danil, dan Nova duduk lemas di lantai ruang tamu. Bukan hanya
mereka bingung dengan atmosfir yang tiba-tiba berubah, tapi mereka
juga bingung dengan tubuh Sabrina yang juga berubah menjadi sebuah
koper dengan beberapa lubang bekas serpihan kaca.
"Sa.. sabrina?"
Akal sehat sandy belum sepenuhnya kembali, begitu juga dengan Nova.
Hanya Danil yang masih bisa menggunakan otaknya dan berkata...
Ya! sepertinya danil pun masih belum menemukan akal sehatnya. Mereka
tidak bisa berlama-lama disini, segera sandy bangkit dan berlari ke
lantai dua, disana..... di kamar sandy yang berantakan, Sabrina
terbaring pingsan tepat di samping tumpukan pakaian milik....
SAMSOL
"Aaa... aaa......a....."
Perintah Danil.
Ujar Nova.
HIHIHIHIHIHI
Danil hanya bisa berteriak, kedua tangannya masih saja ragu untuk
menyentuh nova, karena bagaimanapun dia adalah perempuan.
Kak Rosy.... semua sudah berakhir. Ambisi duniawi tidak akan pernah
kita raih lagi, karena kita sudah bukan bagian dari dunia ini. Dosa
masa lalu kita sudah menjadi kutukan bagi mereka, untuk apa menambah
beban hidup orang lain?
Aku akan selalu ada disini, demi kebebasan Nova dan anak cucunya
nanti. Manusia memang terlahir tanpa bisa memilih namanya sendiri,
karena itu mereka memilih nama untuk orang lain, untuk anak-anak dan
generasi penerusnya. Tapi satu hal yang kakak lupa...
Kita tidak bisa memilih takdir, baik untuk diri sendiri, maupun untuk
orang lain. Kakak tahu? Saat kakak sibuk mencelakakan Nova disini,
kakak sudah lupa untuk melindunginya, melindungi orang yang kakak
sayangi,,,,.
Diluar dugaan, ketukan pintu itu disambut dengan cepat oleh sang
pemilik. Walaupun yang terbuka hanyalah sebuah lubang persegi sejajar
dengan wajah.
"Wie?"
KREK!
Pintu kayu itu pun terbuka, suaranya cukup keras untuk mengagetkan si
kucing hitam. Di balik pintu perempuan bertubuh gemuk, berwajah
kemerahan dengan lehernya yang berlipat-lipat, mempersilahkan tamunya
masuk dengan suaranya yang serak.
Segera setelah tamunya masuk, perempuan itu menutup kembali pintu dan
"Sempat satu atau dua kali aku pulang. Lagipula jangan terkecoh dengan
warna rambut ini, karena sebenarnya aku lahir jauh di negeri orang"
"Aku hanya bisa mengantarkan sampai sini, selanjutnya kamu pasti tahu
apa yang harus dilakukan"
KREK
Pintu itu membawa si rambut cokelat pada sebuah ruangan dengan suasana
yang sangat berbeda. Ruangan bundar kali ini tidak seluas sebelumnya,
ini lebih seperti sebuah kamar tanpa tempat tidur. Permadani merah
terhampar luas, tidak satu celah pun yang memperlihatkan lantainya,
dan di atas permadani itu enam orang perempuan sedang duduk bersimpuh,
mereka khidmat dalam doa atau apapun yang sedang mereka baca, bahkan
beberapa diantaranya sampai meneteskan air mata.
"Ibu dunia..... hujan masih jatuh pada mawar yang sama, di tanah yang
berbeda. Dan pada satu dahan kami berlindung, pada satu tangkai kami
tumbuh, pada satu..... pada sebuah..... pada....."
"Huhuhuhu... terlalu jauh kamu dari rumah, tidak perlu sesuatu yang
formal. Kemari.... ceritakan semua luka dan rasa sakitmu pada ibu"
Tanya Ibu
"Benar Ibu..."
"Penghianat tidak kita biarkan hidup, mati pun tidak kita biarkan
tenang. Kami disini adalah keluargamu, saudari dan ibumu, kami akan
bantu mengembalikannya, atau menghukumnya. Jadi mana yang kamu pilih,
membawanya pulang ke rumah, atau ke tempat yang lebih pantas?"
Tanya Ibu
"Dia sudah memilih rumahnya sendiri, aku akan sangat senang jika dia
pulang kesana. Untuk itu aku akan mengantarkannya sendiri. Hanya saja,
semua keluarga, kerabat, dan orang yang disayanginya harus ikut, tanpa
terkecuali"
Perempuan berambut cokelat itu mengerti maksud sang ibu, dia pun
memegangi perutnya yang terlihat sedikit buncit lalu berkata.
ROSEMARIE ENGELEN
Sesal dihatinya tidak akan pernah sembuh, Rosmary butuh tidur panjang
dimana tidak ada orang lain yang membangunkannya. Sementara itu
kobaran api sudah hampir padam, tidak pernah oma bayangkan bahwa api
terakhir yang dia nyalakan akan memasak tubuhnya sendiri sampai
matang.
Ujar Kusnadi yang masih menahan sakit tubuhnya. Pak Lukman yang
memboncengnya menggunakan motor Sisjono pun membantunya turun.
Tanya Pak Kusnadi. Pak lukman tahu ini adalah waktunya untuk
memberikan jawaban sebijak mungkin, tapi sayang sekali... bukan kesana
arah pikirannya kali ini.
Rosemary Anggraini...
Namanya mewakili aroma kembang merah di depan rumah itu, mawar yang
tidak akan dipetik, diabaikan dan layu. Dibawa ke kota ini oleh
seorang pemuda pribumi, tampan nan gagah, putra pejuang kemerdekaan
yang lebih memilih berjuang demi kesejahteraan keluarganya.
“Sabar yah, bukan kegagalan yang membuatmu lemah, tapi menyerah yang
membuatmu kalah”
Widi sadar kelemahan mereka adalah kekuatannya, mereka betah jauh dari
sahabat dan dikucilkan keluarganya, ego untuk menunjukkan pada dunia
bahwa keduanya mampu bahagia tanpa sanak-saudara, telah membuatnya
lupa untuk menemukan keluarga yang baru, yang mengerti dan menerima
mereka walau tidak sedarah. Akhirnya mereka memulai dari seorang
tetangga, yang terdekat, yang dirasa paling tepat.
“Bunda... setelah belajar banyak dari Kak Habib, menurut Bunda usaha
apa yang cocok dengan kita?”
Jawab Rosy sambil tetap membelakangi Widi yang mulai memutar otaknya.
Berbagai Ide unik dan brillian memenuhi ruangan di kepala Widi, namun
yang cocok dengan kirteria Rosy adalah...
“Yaaa tidak mungkin ada bisnis seperti itu Bun, salah satu dari
kriteria yang bunda kasih harus dikorbankan”
Rosy tidak pernah secantik itu, senyum manjanya semakin menawan, yang
tersungging setelah kabar kehamilan barusan. Widi memeluk Rosy dengan
sangat hati-hati, tidak ingin euforianya menyakiti si jabang bayi.
“Terima kasih Tuhan, terima kasih untuk keluarga kecil yang semakin
besar ini...”
“Jadi itu alasannya Bunda ingin kerja di rumah, supaya bisa sambil
mengurus anak....”
HANGGAREKSA RESTAURANT
Nasihat Habib Ali itu adalah motivasi juga pedoman bagi Widi dan Rosy.
Terealisasinya usaha restoran itu pun berkat bantuan Habib Ali, modal,
tenaga dan juga relasi sang Habib yang luas, membuat restoran Widi
mudah di kenal. Widi dan Rosy pun tidak menerima semuanya lalu diam,
mutualisme dalam berbisnis adalah hal yang harus diperhatikan agar
relasi dengan rekan dapat terjaga.
Tidak butuh waktu lama bagi Widi dan Rosy untuk meniti kesuksesan, dan
menata kekeluargaan. Hanggareksa semakin dikenal, berbagai renovasi di
lakukan, tidak hanya pada restoran, namun juga pada rumah mereka.
Memiliki hunian dan tempat berwira usaha yang saling berdekatan adalah
impian Rosy selama ini, maka berdirilah Restauran Hanggareksa yang
baru, berdampingan dengan istana kecil sederhana mereka. Namun apalah
artinya istana, bila raja dan permaisuri tidak punya putra mahkota.
Bulan kesembilan tahun 1971, adalah puncak kebahagiaan Widi dan Rosy,
tangisan dari putri pertamanya adalah sebuah pencapaian terbesar bagi
Widi, bukan sebagai Enterpreneur, tapi sebagai seorang Ayah. Bayi
perempuan cantik itu diberi nama Rosyana Hermawan, dimana Rosyana
Widi masih haus berjuang, tapi untuk apa jika piala sudah dimenangkan?
Tiba-tiba suara Rosyana menjemput Widi dari jelajah hayal-nya, bayi
itu menangis, digoncang delman, di sengat terik matahari, dibisingkan
oleh peradaban kota. Mungkin kamar rumah sakit lebih nyaman bagi
Rosyana kecil, tapi bagaimana nanti?
Kalau Widi dan Rosy pergi berbelanja, kalau harus meninggalkan rumah,
tidak ada kamar yang bisa membawa Rosyana pergi, pun tidak mungkin
untuk ditinggalkan sendiri. Widi tahu jawabannya, dan kali ini Widi
mampu mewujudkannya...
Tidak hanya Widi dan Rosy, Habib Ali pun merasakan dampaknya, usaha
daging dan bahan pangan Ashraf menukik tajam, menghantam tanah rantau
yang sempat mereka sanjung-sanjungkan. Tapi Habib Ali bukan orang
baru, kakinya lebih dulu berpijak kuat dan mengakar di bumi Gambir.
Bangunan baru dan para pesaing yang senyum sumringah dengan ekspektasi
tinggi bisa sukses di kota gambir, sama sekali bukan ancaman bagi
Habib Ali.
“Bungkus saja! Berikan pada panti asuhan atau orang-orang yang tinggal
di sekitaran gereja”
“Aku kehabisan ide Ma... hampir semua aspek sudah aku evaluasi, tapi
tidak ada yang salah sama manajemen restoran kita, apalagi menu yang
disajikan. Tiga warung makan baru di sekitar sini pun tidak
menyediakan menu seperti kita”
Tanya Rosy yang juga larut dalam diskusi. Baginya masa depan Rosyana
yang paling utama, jadi semua ide harus dia kumpulkan demi
mempertahankan apa yang sudah mereka perjuangkan.
“Ide bagus sih Ma... tapi sejak Ashraf menutup usahanya, kita harus
berpindah-pindah mencari penyuplai bahan makanan, dan sekarang baru
terasa kalau relasi bisnis itu memang berbeda dengan relasi keluarga.
Bisnis akan selalu mengejar keuntungan, tidak seperti keluarga Kak Ali
yang sudah menganggap kita saudara, memberikan harga murah sudah
mejadi hal yang lumrah Dan kalau harus menambah menu khas daerah
tertentu, kita harus mendapatkan suplai bahan yang baru, karena belum
tentu bahan-bahannya ada di sekitar kota ini”
Jawaban yang sangat padat dan sangat berat untuk diiyakan Rosy,
meskipun dia tahu bahwa apa yang Widi jelaskan memang benar adanya.
Hanggareksa tidak akan menang melawan restoran Koh Untung yang
spesialis masakan China, juga restoran Kang Yayan yang spesialis
masakan padang, bahkan Warung sate Akadir yang spesialis sate dan soto
madura. Dibanding mereka, Hanggareksa hanyalah restoran umum yang sama
sekali tidak punya ciri khas, dan itu baru mereka sadari setelah
Hanggareksa berada di masa-masa genting.
Widi tidak hanya merasa gagal, dia juga merasa ditinggal. Perpisahan
dengan sahabatnya itu, bukan hanya menyisakan rasa duka dan panik,
tapi juga benci.
“Kerabat kita sudah lama pergi, dan yang tersisa sekarang yang sering
datang ke rumah hanyalah debt collector, jadi biarkan saja! Sebisa
mungkin buat rumah ini seolah tidak ada orang”
“Tapi Yah”
Bak dicambuk, telinga Rosy masih jauh dari kata Tuli, dan mampu
mendengar dengan jelas nada bicara Widi. Kata-kata yang entah sejak
kapan dia mempelajarinya, Widi tidak pernah sekalipun berucap kasar,
apalagi membentak Rosy. Adalah dosa yang mungkin tidak Widi sadari.
Istrinya meneteskan airmata pertama kali nya karena Widi. Semakin
perih saja telinga dan perasaan Rosy, karena Rosyana kecil
mendengarkannya. Wajah polosnya bertanya-tanya, siapakah sosok laki-
laki di depannya ini? Tega sekali menyakiti hati Bundanya, dimana
Ayah? Dimana Ayah Rosyana yang dulu? Kali ini tidak sedikitpun sisa
wajah Widi yang dulu Rosy kenal ada di pada suaminya. Lelah, benci,
kecewa semua perasaan terburuk manusia ada pada Widi.
Ambisi Widi tidak pada kebahagiaan Rosy, tidak pula pada masa depan
Rosyana. Perubahan sikap yang semakin terasa, menyadarkan Rosy jika
suaminya bukanlah Widi yang dulu lagi. Hidup terlunta jauh dari tanah
Kini mulai jelas bahwa perjuangan dan ambisi Widi bukanlah untuk Rosy
dan putrinya, tapi semua itu Widi lakukan untuk dirinya sendiri, untuk
sebuah status, untuk sebuah pengakuan, untuk selalu berada di atas
orang lain.
Rosy menahan air matanya, tidak setetespun yang boleh jatuh di depan
Rosyana. Seketika itu Rosy pergi ke ruang tamu, menyambut siapapun
yang ada di balik pintu, tanpa mempedulikan teriakan Widi. Dan
bahagialah Rosy, karena sekarang Adik satu-satunya yang dia tinggalkan
jauh di kota kelahiran sedang berdiri di depan pintu rumahnya membawa
seorang anak perempuan seumuran Rosyana. Rambut coklatnya, kulit putih
dan mata birunya itu....
“Lisanne????”
Pelukan dan isak tangis mewarnai pertemuan dua wanita di malam itu.
pertemuan yang akan menjadi babak baru dalam kehidupan Widi dan Rosy,
Ujar Rosy
Yuanita yang belum genap lima tahun terlihat bingung, sekolah adalah
sesuatu yang asing baginya, dan untuk itu dia hanya bisa melihat mama
nya.
"Apa tidak terlalu kecil kak? Nita belum genap lima tahun"
Sahut Lisanne
"Tidak apa-apa! Yana saja sudah masuk TK di usia empat tahun, sekarang
pendidikan sejak dini itu penting"
Rosy merasa Iba melihat Lisanne, menjalani hidup sebagai orang tua
tunggal pasti tidaklah mudah. Sama seperti Rosy, Lisanne memilih untuk
menerima lamaran dari seorang pribumi, yang berarti dia harus hengkang
dari keluarga besarnya. Sayangnya pernikahan mereka tidak bertahan
lama, suami Lisanne menceraikannya saat Yuanita masih berusia dua
tahun, apapun penyebabnya.... Rosy tidak berani untuk bertanya.
Minggu pagi....
Apa yang dilakukan Lisanne sebagai manager baru tidak lantas membuat
Widi dan Rosy hanya diam menikmati hasil, mereka sebagai owner turut
membantu melayani pelanggan, layaknya seorang waitress tanpa rasa
gengsi. Pagi itu Widi sedang mengawasi kinerja juru masaknya di dapur,
sekaligus melihat seperti apa chef baru yang Lisanne datangkan
langsung dari ibu kota.
"Chef Lalu?"
Jawab sang koki yang gugup karena baru pertama kalinya berbincang
langsung dengan sang Owner.
"Hahaha panggil Widi saja, jangan panggil tuan. Oh ya! Gimana dengan
kualitas bahan makanan kita? Saya dengar kamu sempat komplain gara-
gara rempah-rempah yang dikirim dari pasar kemarin?"
Tanya Widi
"Oh tidak pak! Kemarin memang sempat ada beberapa yang busuk, tapi
hari ini mereka sudah menggantinya dengan yang baru, jadi tidak ada
masalah lagi"
"Baguslah! Kalau ada apa-apa lagi, segera beritahu manager kamu. Kita
buat restoran ini menjadi yang terbaik di kota gambir, dan tentunya...
saya butuh bantuan kamu!"
Widi jauh lebih mengerti tentang masakan daripada rosy, karena itu
selagi suaminya sibuk di dapur, Rosy tampak sedang sibuk berbincang
dengan seorang perempuan di meja pelanggan. Perempuan berkerudung
hijau dengan pakaian panjang yang menutupi seluruh tubuhnya, seorang
muslimah yang tampak sangat akrab dengan Rosy, bukan karena cara
bicaranya, tapi karena caranya menangis di depan rosy tanpa sedikitpun
rasa canggung.
"Setelah ini aku mau pulang ke kampung bersama laura dan laila, mereka
tidak boleh tahu tentang perselingkuhan ayahnya, tidak dari para
tetangga"
"Lis, malam ini Yana tidur di kamar bawah ya, sama kamu. Kakak mau
lembur, kasihan kalau anak itu tidur sendirian di atas"
Pinta Rosy
Tanya Lisanne sembari mencuci kentang yang sejak tadi dia kupas
Lisanne tidak bisa lagi untuk pura-pura tidak peduli, dia tahu ada
sesuatu antara widi dan rosy tapi selama ini dia hanya diam karena
tidak ingin ikut campur urusan rumah tangga kakaknya.
UUEK!
"Kakak gak apa-apa? Sebaiknya kakak istirahat saja, biar aku yang
terusin pekerjaannya"
Saran Lisanne
"Sudahlah, kakak cuma mual karena masuk angin. Nanti juga sembuh
sendiri"
Tapi Lisanne tidak bisa dibohongi, perubahan Rosy semakin hari semakin
jelas. Tubuhnya semakin kurus, dan sering sekali mengeluh pusing saat
sedang bekerja. Dugaan pun muncul, Lisanne tidak bisa menahan dirinya
untuk bertanya...
"Tiga bulan lalu kalau tidak salah, lagipula akhir-akhir ini memang
tidak lancar"
Ujar Rosy
"Ah kamu, lagian belum tentu juga Kakak hamil. Tapi... kalau memang
Tuhan memberi kesempatan untuk kembali melahirkan, kakak ingin
memberikan Mas Widi anak laki-laki, karena itu yang sejak dulu
diharapkannya"
Rosy memegang perutnya, berharap calon bayi itu ikut merasakan betapa
bahagianya sang ibu. Dia tidak sabar lagi menunggu kedatangan widi,
untuk sekali lagi melihat reaksi bahagia suaminya, tentang kabar
kehamilan Rosy.
Dini hari....
KREK!
"Ayah... kenapa ayah jadi begini? Bukankah Yana butuh teladan dari
ayah yang baik dan penyayang, bukan dari ayah yang pemabuk seperti
ini"
Gumam rosy sembari menahan tangis. Nasehat yang percuma, karena widi
masih belum sadarkan diri. Saat rosy hendak menyelimuti tubuh
suaminya, tangannya mendadak kaku. Ada sesuatu di tubuh widi yang
cukup menghancurkan hati Rosy, tangisnya pecah tidak lagi tertahan,
beruntung Rosyana tidak ada disana untuk melihat betapa sedihnya sang
bunda.
Warna merah di leher, dada, dan hampir seluruh bagian tubuh widi,
sudah menorehkan luka yang sangat dalam di hati Rosy. Gugur sudah
niatnya untuk memberikan kabar baik tentang hadirnya anak kedua. Rosy
tidak berhenti menangis, bahkan sampai pagi datang. Sementara widi
masih bisa tidur nyenyak, pulas, bahkan kerasnya tangisan Rosy tidak
mampu membuatnya bangun barang sejenak. Widi tidak akan pernah
menduga, malam ini akan jadi malam yang sangat disesalinya seumur
hidup, karena menyakiti perasaan Rosy sama artinya dengan bunuh diri.
Dan Rosy tidak akan pernah lupa, bekas kecupan wanita di leher dan
dada Widi. Ya! Rosy tidak pernah lupa.
"Ini namanya bebek madu, rasanya lezat sekali. Nanti kalau Non Yana
dan Non Nita sudah besar, Om masakin spesial buat kalian"
Yana dan Nita kerap kali bermain di dapur, walaupun sudah berkali-kali
juga Bundanya menegur. Mereka berdua adalah calon penerus hanggareksa,
tapi sampai saat ini yang tertarik dengan masakan adalah Rosyana.
Tentu saja keberadaan mereka membuat gemas Chef lalu dan para
asistennya, walaupun tidak bisa dipungkiri mereka berdua juga sangat
mengganggu. Tidak satu karyawan pun yang berani menegur, hanya
berharap Lisanne segera datang dan membawa kedua tuan putri kecil itu
keluar dari dapur.
PRANG!!
Bentak Widi
Balas Rosy
"Tanda cinta? Jadi sekarang bunda sudah berani memfitnah? Dengar! Ayah
keluar dalam rangka bisnis, demi kemajuan restoran kita, dan ini
balasan yang ayah dapat?"
"Baiklah tuan bisnis man, bisakah ayah jelaskan dari mana datangnya
bekas merah di sekujur tubuh itu?"
Hardik Rosy dengan jari tangannya menunjuk ke dada Widi. Ada jeda
beberapa detik sebelum akhirnya Widi menjawab
"Masuk angin!"
"MASUK ANGIN?"
Alasan Widi sangat tidak masuk akal dan kekanak-kanakan, Widi adalah
pria yang jujur walaupun mulutnya berbohong, tapi wajahnya masih
berkata jujur. Widi juga tidak pandai mencari alasan, tapi
bagaimanapun yang Widi lakukan sudah kelewatan. Rosy menghela nafas,
pertengkaran mereka bisa saja terdengar sampai ke bawah, dan itu hal
pertama yang sangat Rosy hindari.
BRAK!
Rosy turun ke lantai bawah tapi lupa membenahi wajah, kedua putri
kecil yang sedang bersembunyi di balik Chef lalu pun memandanginya
dengan wajah takut. Tentu saja takutnya mereka karena merasa bersalah
sudah melanggar perintah, walaupun wajah muram Rosy sama sekali tidak
ada hubungannya dengan Yana dan Nita.
SRAK!
Rosy merampas dan melempar buku tebal yang sedang Widi pegang, hal ini
menyulut amarah Widi.
"APA-APAAN KAMU?"
Hardik Widi. Rosy sempat terkejut karena baru kali ini Widi
memanggilnya dengan sebutan "Kamu"
"Tolong Ayah... jangan rusak keluarga yang sudah kita bina bertahun-
tahun, Bunda kurang berkorban apa untuk ayah? Belum lagi Rosyana, buah
hati kita, bagaimana nasibnya jika dia tahu bahwa ayahnya kini tidak
lebih dari lelaki pendusta, penipu, dan munaf...."
PLAK!
Kabar pertengkaran Widi dan Rosy sampai juga ke telinga para karyawan.
Lisanne tanpa sengaja mendengar dua orang waitress sedang membahas
kedua atasannya tersebut, dan saat itu juga mereka berdua dipecat. Ini
adalah contoh bagi seluruh karyawan bahwa yang mereka kerjakan di
restoran adalah bahan makanan, bukan bahan omongan.
"Tidak apa-apa. Dengar adikku... Aku titip rumah dan restoran ini
padamu, jaga semuanya sebaik mungkin sampai aku kembali. Aku sudah
tinggalkan sejumlah uang untuk rosyana dan juga yuanita"
"Tunggu! Kakak tidak bisa pergi begitu saja, kita bisa selesaikan ini
secara baik-baik... Argh!"
PASTI KEMBALI
Tidak ada lagi yang bisa Lisanne katakan untuk mencegah kepergian
Rosy, bukan karena dirinya merestui sang kakak untuk berangkat, tapi
cara Rosy berbicara barusan membuatnya takut.
Ucap Lisanne yang segera berlari ke lantai dua dimana kamar rosy
berada. Pintu kamar itu masih terbuka, dan ternyata keadaan ruangan
kecil itu jauh dari yang Lisanne takutkan.
Gumam lisanne sembari mengelus dadanya. Tapi saat dia berbalik dan
berniat mengantarkan kepergian Rosy, Lisanne melihat sesuatu di sudut
ruangan. Sebuah Jam tua yang model, jenis dan warnanya mirip dengan
yang ada di restoran, jam itu retak dan masih terlihat bercak darah..
"Sudah berapa kali aku meminta, harusnya kamu mengerti kalau niat ku
tulus, bukan main-main"
Lagi-lagi tawaran pria itu tidak berhasil memikat hati lisanne, alih-
alih menganggapnya sebagia peluang, Lisanne justru berpikir itu adalah
pelecehan.
Lisanne pun pergi meninggalkan pria itu yang masih kaku karena baru
saja dia mengalami penolakan ke sembilan dari satu wanita. Lisanne
mencoba tidak peduli, tapi tawaran pria itu ada benarnya juga.
Besarnya pendapatan restoran hanya mampu untuk menggaji karyawan dan
membayar hutang, itu sebabnya keinginan Widi dan Rosy untuk membangun
Disaat seperti ini Widi hilang tak tahu rimbanya, bahkan sejak
kepergian Rosy dia sama sekali tidak terlihat. Kesal memikirkan Widi,
tapi sedih mengingat Rosy, saat ini Lisanne hanya berharap Rosy pulang
karena dia sudah kehabisan alasan untuk menenangkan tangis Rosyana.
Dipandanginya lukisan Rosy di ruang tamu, kakaknya bercerita bahwa
lukisan itu adalah hadiah ulang tahun pernikahan dari widi. Dia
mendatangkan pelukis terkenal dari ibu kota demi sebuah potret untuk
mengabadikan kecantikan istrinya, sayangnya semua tinggallah ironi.
Malam harinya...
"Ini Budi..."
Tutur Lisanne
"Ini Bu de..."
Ujar Yuanita
Tawa lisanne pecah karena keluguan anak perempuannya, tapi itu hanya
sebentar karena tiba-tiba Yuanita bertanya
Ujar Yuanita
"Bunda.."
BUNDA
Bunda..
"Kakak?"
"Hei, jangan bengong saja! Tidakkah kamu rindu pada kakakmu ini?"
Ujar Rosy.
Pagi hari...
"Kita akan membuat pesta yang besar, pesta yang sangat besar. Tapi
bukan untukku"
Perintah Rosy
"Tapi Yulia sedang hamil, memaksanya bekerja bukanlah hal yang bijak
kak"
Sahut Lisanne
"Oh tidak! Aku tidak ingin menyuruhnya bekerja, aku hanya ingin bicara
empat mata dengannya. Yulia adalah satu dari banyak korban pria
seperti zaka. Kadang aku heran, siapa penjajah yang sebenarnya di
tanah air ini?"
Tidak hanya penampilan, cara bicara Rosy pun berubah. Entah kenapa
sekarang setiap kata yang keluar dari mulut rosy terasa seperti
misteri bagi Lisanne. Tapi dia tidak peduli, kembalinya sang kakak
merupakan anugerah Tuhan yang sangat besar baginya dan bagi Rosyana.
"Oh ya Lis, Aku dapat telepon dari Herman Barnabas. Dia menceritakan
semua keluh kesahnya tentangmu, dari mulai yang pertama sampai yang
kesembilan"
Sahut Lisanne
Kata-kata Rosy terasa sangat tajam dan ngilu didengar, sejak kapan
kakaknya bicara seperti seorang wanita keji. Semua perubahan Rosy
membuat Lisanne berpikir
Quote:Attention
Akhirnya saya bisa tepat janji untuk update malam ini, sekaligus
melanggar janji karena malam ini tidak update sampai tamat. Percayalah
Ini hari keenam sejak meninggalnya nenek saya, dan setiap maghrib saya
harus mempersiapkan acara tahlil selama tujuh hari kedepan. Karena itu
waktu menulis saya jadi berkurang, hingga sampai di waktu yang
"Maaf semua meja sudah penuh, anda bisa datang lagi besok atau lebih
baik tidak sama sekali!"
"Oh ya! Sayang sekali karena kami punya peraturan untuk tidak
mengganggu tamu yang sedang sedang makan, jadi sebaiknya anda tunggu
di luar atau aku akan..."
BARNABAS?
"Ny. Rosemary Hermawan? Anda masih ingat kami? Kami dari Pelita Timur,
kita sempat membahas tentang sebuah tanah yang berada di...."
Pria gemuk yang masih memegang garpu itu harus menghentikan basa-
basinya, karena lawan bicaranya sama sekali tidak menanggapi, tidak
pula melihat ke arahnya. Rosy berjalan lurus memasuki pintu dapur,
tanpa peduli dengan apapun dan siapapun yang ada di sekitarnya.
Sementara di belakangnya, Herman berjalan angkuh merasa dirinya adalah
orang paling penting di sana. Lisanne bergegas menghampiri pria gemuk
itu, mecoba mencari alasan sebelum terjadi kesalah pahaman.
Gumam Lisanne dalam hati, seraya melihat Rosy dan Herman yang
menghilang di balik pintu dapur.
Di ruang tamu...
"Ini.."
Ucap rosy sembari meletakkan amplop berisi uang itu di meja. Herman
mengambil, membuka dan menghitung uang tersebut lalu tersenyum.
"Hehehehehe ingat, ini hanya cukup membayar separuh hutang widi, untuk
tugas yang kamu ceritakan di telepon, aku minta bayaran lebih"
Ujar Herman.
"Tentu saja! Rosemary tidak pernah lupa siapa temannya, tidak akan
pernah lupa. Kamu akan mendapatkan sisanya setelah tugasmu selesai"
Sahut rosemary.
"Hahaha syukurlah kalau begitu, artinya kamu tidak lupa dengan hadiah
utama ku, dan sebaiknya kamu tidak menunda-nundanya lagi!"
"Lisanne.... dia akan segera menjadi milikmu dalam bulan ini, tentu
saja kamu boleh membawanya pulang setelah tugasmu selesai"
Sahut Rosy. Herman mengangguk setuju, tidak ada alasan untuk terburu-
buru, cepat atau lambat Lisanne akan menjadi miliknya.
"Minggu depan kita akan mengadakan pesta, pesta yang sangat meriah,
dan itu artinya kita akan kedatangan banyak tamu"
Tutur Rosy membuka diskusi. Lisanne tampak terkejut karena pesta yang
rosy rencanakan tidak dirundingkan lebih dulu dengannya. Tapi apalah
posisi Lisanne, semua kendali tetap ada di tangan pemilik. Karyawan
yang lain saling pandang dan saling mengangguk mantap, seolah mereka
siap untuk diajak bekerja keras
"Karena itu Aku butuh lima orang karyawan perempuan yang namanya sudah
aku tulis disini, sisanya.... kalian bisa libur selama delapan hari
dari sekarang!"
"Siapa bilang mereka dipecat? Aku hanya memberi mereka libur sepekan,
setelah itu mereka bisa kembali bekerja. Tenang saja, aku tahu apa
yang aku lakukan"
Timpal Rosy.
"Ini daftar tamu yang aku undang ke pesta kita, semuanya adalah orang
penting, sangat penting bagiku"
Tanya Lisanne
Esok harinya.....
Pagi yang buruk untuk memulai hari, bagi Hanggareksa dan bagi Kelima
karyawannya. Banyaknya pengunjung yang datang tidak sebanding dengan
banyaknya karyawan, berkali-kali pesanan terlambat sampai ke meja,
walaupun tidak sampai memicu komplain pelanggan. Lisanne tampak
kewalahan membantu di dapur dan di lini depan. Sementara sampai jam
sebelas pun Rosy belum turun dari kamarnya.
PRANK!!
"Waaaaah padahal ini pesanan lima belas menit lalu, kenapa harus jatuh
sih?"
"Kalian bisa baca gak? Itu ayam panggang pesanan Tuan Wijaya di meja
tiga, kenapa kalian antarkan ke meja sembilan?"
Kamar nomor 203 di sebuah hotel di kota surabaya. Interior yang mewah
yang hanya sekali melihat saja sudah terbayang mahalnya tarif per
malam. Seorang pria sedang berbaring santai di atas ranjang, telanjang
bulat dibalik selimut hangat. Acara di televisi hanyalah pengusir
sepi, berbunyi keras tanpa seorang pun menyimak. Pria itu menutup
matanya, menikmati tenangnya pagi di sebuah kamar mewah, sementara di
kamar mandi terdengar suara air pertanda seseorang sedang membersihkan
diri.
Jenuh dengan berita pagi, pria itu mematikan televisi lalu memutuskan
untuk menyambung tidur walaupun matahari mulai meninggi. Kamar pun
mendadak hening, tidak terdengar suara televisi tidak pula suara air
di kamar mandi, hanya sebuah langkah kaki yang perlahan mendekati.
Tanya pria itu dari balik selimut tebalnya, tapi anehnya tidak seorang
pun menjawab. Dan saat dia keluar dari tempurung kainnya, pria itu
menyadari satu hal,
Ujar pria tersebut, dan lagi-lagi tidak seorangpun menjawab. Dia mulai
kesal dengan permainan ini, dengan niat jahil dia pun menghampiri
kamar mandi. Perlahan-lahan kaki telanjangnya membawa pria itu ke
depan pintu lalu berhenti, tidak ada langkah maju, tidak pula mundur.
Dia berdiri kaku di depan pintu kamar mandi, nafasnya terasa berat
manakala melihat...
Pria itu tidak mampu menahan serangan mental yang amat parah,
kekasihnya tewas mengenaskan di kamar hotel tempat dia menginap. Tidak
hanya itu, luka tusukan di tubuh Karmila adalah bukti bahwa
WIDIANTO HERMAWAN?
SEMUANYA GELAP
Malam hari....
Bentak Lisanne
Sahut Upik
Lisanne tidak punya pilihan lain, perintah sang owner adalah mutlak,
bahkan seorang manager tidak punya kuasa menolaknya. Segera dia
melemparkan spatulanya, cukup keras hingga chef lalu pun tersentak.
Lisanne membuka pintu ke ruang tamu, dimana kakaknya sedang duduk
dengan Rosyana yang sudah pulas di pangkuannya. Hanya saja di sebelah
Rosy ada seseorang yang sangat dibencinya...
"Maaf Bu Rosy, restoran sedang ramai pengunjung jadi saya tidak punya
banyak waktu disini"
Lisanne yang malang.... niat menyusul sang kakak untuk mencari tempat
bersandar malah membuahkan penyesalan besar. Menikah dengan orang yang
tidak dicintainya, adalah sebenar-benarnya hukuman. Belum lepas trauma
akan pernikahan, sang kakak justru mendorongnya jatuh ke lubang yang
sama. Mantan suami lisanne adalah orang terpandang dan masih tidak
mampu setia dengan pernikahannya, apalagi pria seperti Herman
Barnabas?
Bisakah Lisanne menolak? Tentu saja tidak! Sebab Rosy adalah satu-
satunya keluarga yang dia miliki, setelah dia memutuskan untuk pergi
dari keluarga besarnya sendiri. Dengan berat hati dan penuh rasa
jijik, Lisanne menerima perjodohan tersebut. Hati kecilnya tidak akan
mampu mencintai Herman, bahkan saat ini tidak ada orang lain yang
dicintai Lisanne selain Yuanita, dan jika sedikit saja herman
menyakiti buah hatinya, Lisanne tidak akan segan-segan
memenjarakannya.
Esoknya.... rumah Rosy sunyi senyap, karena Lisanne dan yuanita pergi
menetap di rumah pemberian Barnabas. Pernikahan mereka akan segera
dilangsungkan tepat setelah pesta besar Hanggareksa. Rosy tidak sabar
menunggu datangnya hari itu, hari yang sudah dipersiapkannya sejak
jauh demi sebuah tujuan.... dan tujuan itu hanya rosy yang tahu.
Hari yang kita nantikan telah datang, mereka akan segera tiba memenuhi
panggilan.
Tidak lama lagi halaman Hanggareksa akan sesak oleh kereta mesin
mereka.
Akan tercium aroma manis daging dan anggur di seluruh penjuru ruangan.
Akan terdengar alunan musik syahdu yang menggugah selera makan
dan akan terlihat pemandangan indah dimana para tamu melahap habis
hidangan terbaik kita.
Mereka tidak akan segan memuntahkan apa yang sudah mereka makan,
hanya untuk mengisi perutnya dengan hidangan yang belum mereka makan.
Biarkan suara kunyah, cabik, telan dan teguk itu menggema menjadi
melodi yang indah,
dan menjadi sebuah orkestra terbaik sepanjang sejarah Hanggareksa.
Tutur Rosy
Chef Lalu, Upik, Mai, Luna, Maria dan Lisanne tampak terganggu dengan
"Kita tidak punya banyak waktu, sebagai pimpinan pesta malam ini Aku
ucapkan...."
SELAMAT BERPESTA
"Tuan Firdaus, Ny.Belinda dan keluarga, mari saya antar ke meja anda"
Ujar Ny.Belinda.
Seru Lisanne
"SIAP!"
Sahut para karyawan. Hanya mereka yang bertopeng yang mengangguk tanpa
bersuara.
"Untuk kalian..... Saya tidak tahu siapa kalian dan apa maksud Bu Rosy
mengundang kalian kesini, tapi kalau ada sesuatu yang bisa kalian
kerjakan, kerjakan! Usahakan sebisa mungkin untuk tidak merepotkan
kami, mengerti?"
Dalam hitungan jam, area parkir Hanggareksa penuh oleh kendaraan roda
empat. Hanya beberapa motor yang terlihat parkir disana. Restoran
kecil itu tampak kontras dengan suasana jalan kalimaya yang sepi.
Beberapa kendaraan yang lewat sengaja memelankan lajunya hanya untuk
melihat kemeriahan restoran dimana para konglomerat berkumpul.
Tanya pemilik mobil tersebut yang tidak lain adalah Herman Barnabas.
Herman merasa tidak mengenal kedua orang bertopeng ini, Rosy dan
Lisanne pun tidak pernah bercerita tentang adanya Dress Code.
"Kami adalah adik dari Rosemary Anggraini, kami datang untuk membantu
memeriahkan pesta kakak"
Sahut salah satu dari karyawan bertopeng itu, sementara satunya lagi
hanya diam membisu. Tidak hanya Herman yang merasa risih dengan
penampilan kedua orang tersebut, Yuanita yang datang bersamanya pun
merasa takut.
"Ingat! Kalau sampai ada lecet di mobilku, kalian berdua akan memakai
topeng itu di dalam kubur!"
Ancam Herman seraya memberikan kunci mobilnya. Dia tahu bahwa yang ada
di balik topeng itu adalah perempuan, jadi sedikit ancaman pasti akan
menakuti mereka. Perempuan bertopeng itu menerima kunci mobil herman
dengan tenang, seolah gertakan Herman tidak berpengaruh apa-apa, dan
itu membuat Herman semakin gelisah.
Rengek Yuanita.
Pesta malam itu benar-benar meriah, bahkan seorang Herman Barnabas pun
sempat terkesima. Diperhatikan setiap meja restoran, semuanya
ditempati oleh orang-orang penting. Hanya beberapa keluarga yang
datang dengan pakaian biasa dan bertingkah canggung seolah tidak
terbiasa. Herman melihat Rosyana sedang duduk di samping meja kasir
bersama salah seorang karyawan Hanggareksa.
"Nita pergi main sama Yana yah, itu dia ada disana!"
"Dimana Lisanne?"
"Ini kunci mobil bapak, dan ini rokok bapak barusan saya temukan jatuh
di luar"
"Apa-apaan ini!!"
Suara gaduh di ruang makan terdengar sampai ke dapur, disini pun tidak
kalah ribut semua sangat sibuk menyiapkan hidangan pembuka bagi para
tamu. Lisanne tidak ingin lengah sedikitpun, karena kali ini mereka
tidak memasak untuk pelanggan, tapi untuk tamu yang mereka undang.
Diluar dugaan, pasukan bertopeng yang Rosy bawa mampu bekerja dengan
baik, tidak hanya cekatan dan ramah dalam mengantarkan hidangan, tapi
juga lihai dalam mengolah masakan. Tidak jarang Chef lalu memuji
mereka, walaupun harus memanggilnya sesuai dengan warna topeng karena
sampai detik ini tidak satupun yang tahu identitas mereka,
Mereka jarang bicara, hanya salah satu dari mereka yang aktif
09.30 WIB
APPETIZER
Waktu menunjukkan pukul sembilan tiga puluh malam, semua yang ada di
dapur pun paham bahwa ini adalah waktunya. Mereka menata semua menu di
nampan dan troli, lalu membawanya keluar dari dapur. Para undangan
tersenyum senang, dengan rasa kagum terpancar di wajah mereka. Bagi
mereka kehadiran para karyawan bertopeng menambah kesan mewah dan
klasiknya Hanggareksa. Tapi tidak bagi Herman Barnabas, pria itu masih
beridir di pintu Restoran dengan wajah geram karena tidak ada meja
baginya. Mencium lezatnya aroma hidangan pembuka, Herman tertarik
untuk mencicipinya, dia pun duduk di meja kosong sembari menunggu
dilayani.
Gerutu Herman sambil membuang papan nama bertuliskan Zakaria yang ada
di mejanya.
Hampir semua meja sudah dilayani, tapi tidak satu karyawanpun yang
menghampiri meja Herman. Dia pun menarik tangan salah satu waitress,
tentu saja dia memilih yang tidak bertopeng.
Ada saat dimana pelanggan merasa sangat puas dan meminta Sang koki
untuk menemuinya, pelanggan itu akan memberikan pujian, tip atau hanya
sekedar membantu mempromosikan namanya. Sayangnya ini bukanlah saat
yang Chef lalu tunggu, semua undangan memang tampak memuji kelezatan
masakannya, tapi tidak seorang pun bertanya siapa kokinya. Chef lalu
hanya bisa bersabar, masih ada kesempatan di menu utama.
Chef Lalu sudah bekerja bersama Lisanne selama tujuh tahun di restoran
ternama di ibu kota. Selama itu dia hanya menjadi asisten dan tidak
sekalipun diberi kesempatan untuk menunjukkan bakatnya. Pria yang
sudah memiliki seorang putri itu merantau jauh ke jawa untuk mengejar
ambisinya, dan saat Lisanne memintanya untuk menjadi Chef di restoran
kakaknya, Chef Lalu menerimanya dengan senang hati. Walaupun dia sadar
Gambir bukanlah kota besar, tapi di restoran kecil ini dia adalah
Chefnya. Dia punya banyak kesempatan untuk menunjukkan kemampuannya.
10.00 WIB
MAIN COURSE
Di samping Rosy sudah berdiri tiga orang berjubah hitam dan bertopeng
sama seperti lainnya. Mereka membawa nampan dengan gelas berisi anggur
di atasnya. Mereka berdua menghampiri semua karyawan termasuk Lisanne,
Chef Lalu, Mai, Luna, Upik dan Maria, masing-masing disuguhi segelas
anggur sebagai simbol penghargaan Rosy terhadap kinerja karyawan
pilihannya.
Ujar Rosemary..
SIAP!!
Pria itu masih duduk dengan wajah murka karena sampai sekarang pun
hidangan pembukanya tak kunjung datang. Tapi kali ini nafsu makan
Herman sudah hilang, dia lebih tertarik memperhatikan keberadaan tiga
orang keluarga yang berpakaian sederhana, yang menurutnya tidak wajar
mengingat semua undangan adalah kaum elit. Tiga orang keluarga itu
duduk di meja yang berdekatan, masing-masing terdiri dari tiga sampai
empat orang, nampak sekali kalau mereka tidak terbiasa makan di
restoran karena menggunakan pisau dan garpu pun mereka masih kaku.
"Aduuh! Yang seperti ini hanya akan membuat malu jika dihidangkan"
"Lisanne"
Sahut Herman
Timpal Lisanne
"Hahahaha.... yaaa.. yaaa, kita lihat saja apa sifat angkuhmu padaku
masih bertahan setelah malam pertama kita besok?"
Lisanne mulai naik pitam karena ucapan Herman dan berniat kembali ke
dalam, tapi Herman menahan langkahnya.
Ujar Herman.
Nada bicara Lisanne semakin tinggi, dan itu disadarinya. Lisanne mulai
takut kalau Herman akan terbawa emosi, tapi ternyata...
"Maaf.... tapi entah kenapa firasatku tentang pesta ini tidak nyaman.
Dengar Lisanne, aku memang sering sekali bersikap kurang ajar dan
tidak bisa menjaga omongan, tapi niatku melamar mu itu tulus! Aku
"Sialaaaaaaaan!"
Kepergian Lisanne sudah memancing amarah Herman, tidak ada lagi yang
bisa dia lakukan. Tidak ada lagi alasan dia berada di restoran, dia
pun mengambil korek dan akan segera pergi setelah menghabiskan
sebatang rokok.
10.30 WIB
DESSERT
Kali ini Hanggareksa dipenuhi dengan aroma manis dari berbagai cake,
brownies dan aneka hidangan penutup lainnya. Sebagian tamu memilih
untuk makan sedikit, karena perut mereka sudah terisi penuh sejak
hidangan utama. Anak-anak mereka pun mulai lelah bermain, beberapa
diantaranya ada yang sudah tidur di pangkuan ibunya. Setengah sebelas
malam memang bukan waktu yang tepat untuk makan malam, tapi tidak satu
orang pun yang keberatan, bagi mereka apa yang Hanggareksa sajikan
benar-benar setara dengan restoran mewah di kota asal mereka.
Kesuksesan mereka tentu tidak lepas dari peran Lisanne dan karyawan
lainnya. Mereka semua berdiri berjejer di depan para undangan, dan
disambut dengan tepuk tangan meriah yang tidak pernah mereka terima
dari pelanggan sebelumnya. Suasana sesi hidangan penutup menjadi
semakin hangat, karena akhirnya Rosy mau berbaur dengan para tamu dan
sahabat lamanya. Beberapa diantara mereka heran dengan perubahan Rosy,
tapi tidak satupun berani bertanya dan menganggapnya sebagai faktor
penyakit.
Akhirnya..... pesta pun selesai. Tidak ada lagi yang bisa Hanggareksa
berikan selain kenang-kenangan tentang betapa berkualitasnya hidangan
dan pelayanan restoran kecil di jalan Kalimaya tersebut. Sebenarnya
Rosy berniat mengumumkan kabar pernikahan Lisanne dan Herman, tapi
Lisanne menolak, dia bahkan tidak ikut mengantarkan tamu pulang dan
memilih untuk mencari udara segar di luar. Lisanne menarik nafas
panjang, sembari bertanya
Lampu sein mobil masih menyala, kedap kedip di jalanan yang gelap.
Tapi mobil sedan itu sedang menepi, lalu seseorang keluar dari pintu
kemudi. Orang itu adalah Herman, dia tampak sedang tidak sehat.
Langkahnya terhuyung-huyung, kepalanya terasa pusing dan hampir rubuh.
Dia berpegangan pada sebuah pohon di pinggir jalan, berusaha
memuntahkan apapun yang sudah dia telan, dan ternyata yang keluar
adalah..
DARAH
"Ughhhheeeeek"
HUWEEEEEEEEEKK!!
Darah kental keluar dari mulut herman, kali ini jauh lebih banyak dari
sebelumnya. Seketika itu juga tubuhnya ambruk ke aspal, pandangan
matanya gelap perlahan, dan kalimat terakhir dari barnabas adalah...
SUDAH MATI
Di dalam ada beberapa tamu yang masih menempati empat meja, masing-
masing meja terdiri dari tiga sampai lima orang. Mereka adalah tamu
yang diundang rosy sebagai sepcial guest, tapi setelah melihat apa
yang terjadi pada kucing barusan Lisanne mulai menyadari maksud
sebenarnya dari pesta malam ini. Perempuan itu segera berlari ke
dapur...
KYAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAHH
"Siapa kalian sebenarnya? Apa mau kalian? Kenapa kalian melakukan ini
pada kami? Kenapaaaaaaaaa?"
Tanya rosemary seolah tidak tahu menahu dengan apa yang sudah terjadi.
"Jelaskan semuanya padaku kak! Apa tujuan sebenarnya dari pesta ini?"
Kali ini lisanne tidak segan-segan mengarahkan pisaunya pada Rosy, dan
itu membuat sang kakak amat sangat marah. Rosy mendekati adiknya
dengan langkah yang tenang tanpa sedikitpun rasa takut. Dia sangat
yakin Lisanne tidak akan sampai hati melukainya.
"Oh adikku sayang.... pisau ini sudah melukai perasaanku, sejak kecil
kamu tidak pernah mengangkat seujung jari pun padaku, jadi aku mohon
turunkan tanganmu! Kita bicarakan ini baik-baik, ya?"
Rayuan Rosy hampir saja meleset, karena bagi Lisanne yang ada di
hadapannya bukan lagi Rosemary yang dia kenal. Tapi Lisanne terlalu
lemah, dia tidak punya kekuatan untuk membela teman-temannya, termasuk
membela dirinya sendiri.
GRAB!
Ujar Rosy
"Kak.... aku mohon apapun alasan kakak memulai semua ini, ini bukanlah
jalan keluar kak. Aku mohon... masih ada kesempatan untuk menghentikan
Mata Lisanne berkaca-kaca, entah karena iba atau karena takut. Jauh di
lubuk hati Lisanne merasa, bahwa masih ada Rosemary yang dulu di dalam
diri kakaknya, walaupun hanya sedikit tapi Lisanne berharap kata-
katanya barusan dapat tersampaikan.
"Kamu benar.... Ini bukanlah jalan keluar, ini adalah jalan buntu yang
akan mengakhiri semuanya. Dan kamu salah besar kalau mengira masih ada
waktu untuk menghentikan semuanya, karena sebenarnya..... semua sudah
dimulai sejak hidangan pembuka. Dan untuk adikku tersayang.... kakak
punya sebuah kenang-kenangan"
STEK!
HYAAAAAAAAAGHHHGGGGHHHH
"Hei kamu! Ada ribut-ribut apa di dapur? Kenapa Pemilik restoran belum
juga menemui kami? Ini sudah hampir jam dua belas malam!"
"Benar! Kami masih disini karena Pemilik restoran bilang ada sesuatu
Timpal Pak Rangga yang mulai gelisah karena datang bersama istrinya
yang sedang hamil besar.
Protes yang sama juga dilayangkan oleh tamu undangan lainnya yang
merasa ini sudah terlalu malam, lagipula mereka datang kesini hanya
untuk makan gratis, mereka bahkan tidak tahu kenapa orang kampung
seperti mereka diundang juga, dan pastinya tidak ada alasan bagi sang
pemilik untuk menemui mereka.
Ujar salah seorang tamu undangan bernama Pak Jamil, dia datang bersama
istri dan seorang anaknya. Jauh dari kampung hanya untuk menikmati
makan di restoran mewah walaupun hanya semalam. Usul pak jamil
disetujui oleh Tamu berikutnya yang juga berasal dari kalangan
menengah ke bawah dan sama sekali tidak ada relasi bisnis dengan
Hanggareksa,
"Mama gak tahu pa! Tadi pamit cuci tangan, tapi sampai sekarang tidak
kembali lagi"
HWAAAAAAAAAAAAA!!!
"Mas....kenapa mas?"
Teriakan itu membuat tamu yang lain semakin beringas dan memaksa untuk
keluar. Mereka memukul, menendang bahkan melemparkan kursi ke arah
orang-orang bertopeng itu. Tapi... walaupun apa yang dilakukan para
tamu itu sangat menyakitinya, orang-orang bertopeng itu tetap berdiri
gagah menghalangi tamu-tamu rosemary untuk pergi.
KRAK!!
Sebuah kursi melayang dan menghantam wajah salah satu orang bertopeng
itu, topinya retak dan terlepas sehingga tampak jelas wajah seorang
perempuan. Tahu bahwa lawannya hanyalah seorang wanita, para tamu
semakin beringas melakukan perlawanan, walaupun perlahan-lahan mereka
mulai menyadari sesuatu....
BRUAKKK!!
"HIYAHAHAHAHAHAHAAHAHAHAHAHAAH"
Rosemary tertawa seperti anak kecil yang baru saja membuka kado dari
ayahnya.
"Lihat! Lihat! Bahkan untuk membuka mulut saja dia tidak bisa!!"
Ucap wanita dengan lesung pipi dan mata sipit sembari membuka topeng
Sekarang semua sudah terlambat, Pak jamil melihat mirah dengan mata
merahnya yang semakin buram. Sementara mirah puas dengan apa yang
sudah dicapainya malam ini.
JREBB!
"Aku sisain satu mata lagi buat om, agar bisa melihat betapa
bahagiannya aku saat ini Huhuhuhuhuhuhu"
"Mbak.... sejak lahir mbak selalu lebih diperhatikan, itu karena mbak
lebih cantik, lebih pintar dan lebih segala-galanya dariku. Tapi
kenapa mbak menikahi Mas Firdaus? Bukankah mbak tahu kalau dia itu
kekasihku? Dan kamu mas daus... sekarang kamu bisa lihat kan siapa
yang lebih cantik? Safitri.... atau istri mas daus ini? Lihat mas.....
BUK!
LIHAT MAS!!! JANGAN TUTUP MATAMU DULU BANGKAI! LIHATLAH WAJAH ISTRIMU
INI!
BUK! BAK!
Tibalah giliran wanita bertopeng hijau, yang tidak lain adalah Nisa,
sahabat dekat Rosemary. Ibu dua anak itu tampak sangat berbeda dengan
rambutnya yang terurai. Dia hanya menatap Rangga, mantan suaminya yang
sudah berselingkuh dengan perempuan lain. Sayangnya Rangga menikah
lagi dengan orang lain, bukan dengan selingkuhannya, hingga Nisa tidak
lagi bergairah untuk melampiaskan kemarahannya, terutama saat melihat
istri rangga sedang hamil tua.
"Cukup melihatnya menderita, aku sudah puas! Aku tidak perlu banyak
bicara lagi"
Ujar Nisa.....
Hanya satu orang tersisa, dia adalah wanita bertopeng putih yang masih
enggan menunjukkan wajahnya karena orang yang ditunggu-tunggu, tidak
kunjung datang.
"Tenang saja..... walaupun dia tidak datang, aku akan pastikan ini
adalah malam terakhirnya"
Rosemary meletakkan botol penawar racun itu di atas jam antik yang ada
di samping meja kasir. Saat itu waktu menunjukkan pukul 11.56 WIB. Dan
dengan penuh antusias Rosemary berkata...
"Siapa cepat, dia dapat! Dan.... kalian cuma punya sedikit waktu,
karena saat denting jam ini berbunyi....
BERSEDIA.....
SIAP....
MULAI!
DIMANA AKU?
Untuk saat ini prioritas utama Lisanne bukan lagi karyawannya, bukan
pula kakaknya, tapi yang pertama kali terbesit di benak Lisanne adalah
Yuanita dan Royana. Dari dalam dapur dapat Lisanne dengar betapa
gaduhnya suara di luar, erangan dan tawa manusia mengalun bersahut-
sahutan. Tapi Lisanne tidak lagi peduli, selagi siumannya tidak
disadari oleh Rosemary, dia berlari menuju lantai dua.
"Apapun yang terjadi, kedua anak itu harus pergi dari sini"
KREK
Lisanne membuka pintu kamar, nampak jelas kedua putri kecil itu sudah
tertidur pulas, sayangnya dia harus memaksa mereka bangun. Lisanne
menggoyang-goyangkan tubuh Rosyana dan Yuanita sembari sesekali
melihat ke arah pintu, karena khawatir seseorang menyadari
kepergiannya. Kedua anak kecil itu menggeliat dan berusaha menelan
sisa kantuknya, beruntungnya mereka masih dalam kondisi setengah sadar
jadi Lisanne tidak perlu mencari penjelasan tentang apa yang sedang
terjadi.
Selagi Yuanita sibuk mencari sendalnya, dan Rosyana yang masih berdiri
Tapi perih... tangan kanannya terasa perih sekali, setiap goresan pena
terasa menyayat otot tangan, tapi Lisanne bertahan demi sebuah
pengorbanan. Belum selesai dengan tulisannya, tiba-tiba bintik-bintik
merah muncul di kertas Lisanne. Bintik merah yang berasal dari cairan
kental yang saat ini menetes di hidung Lisanne. Lisanne tahu sesuatu
yang buruk sedang terjadi di dalam tubuhnya, tapi selama tubuh itu
masih dalam kendalinya, dia tetap melanjutkan walaupun darah mewarnai
hampir setiap huruf yang dia tulis.
TIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIN
Sejengkal kiranya truk itu nyaris menabrak Lisanne, wajar kalau sang
sopir marah dan memaki-makinya. Tapi Lisanne memilih untuk tidak
menanggapi, dia tidak ingin memancing keributan di jalan yang hanya
berjarak beberapa meter dari restoran. Sopir truk itu membuka pintu
dengan niatan memarahi Lisanne, tapi Lisanne mendahuluinya
bicaranya...
BRAK!
Pintu truk tertutup rapat, sang sopir pun mulai menghidupkan mesin,
dan dua orang bocah pun mulai menangis. Mereka tidak tahu ada apa
dengan malam ini, yang mereka tahu hanyalah Lisanne masih berada di
luar truk.
HUEEEEEEEEK!!
Dan seperti para tamu di restoran, darah segar keluar dari mulutnya.
Lisanne menyesali kebodohannya, andai saja dia tahu seberapa buruknya
perubahan rosy, andai dia tahu maksud terselubung dari pesta ini,
andai dia tahu bahwa anggur yang diteguknya tidak lebih dari sebuah
racun, pasti lah semua tragedi ini bisa dihindari. Tapi menyesal
bukanlah jalan keluar, ada sesuatu yang harus dia selesaikan dan
itulah alasannya dia memilih untuk tinggal.
Rosy sedang asyik menikmati pertunjukan seru yang dia buat sendiri.
Dia dan kelima temannya duduk di kursi dan saling bertaruh siapa yang
akan memenangkan kompetisi. Para tamu undangan sama sekali tidak
menyangka bahwa malam ini bukanlah pesta mereka, ini adalah pesta Rosy
dan teman-temannya, sedangkan para tamu hanyalah peserta, hanya bagian
kecil dari pertunjukan. Mereka merangkak, menarik tubuh kaku mereka
dengan tangan yang sudah mulai lemas. Sebagaian sudah kehilangan
kesadaran, sebagian lain masih melata seperti ular yang sedang berburu
mangsa.
Mereka tidak lagi peduli pada sesama, pun tidak menghiraukan istri dan
anak-anaknya. Bocah malang itu terbujur kaku di bawah meja, sedangkan
istri adni andana sudah meregang nyawa dan belum sempat beranjak dari
"Oh ayolah.... hanya segitu saja usaha kalian untuk bertahan hidup?
Tidakkah kalian lihat waktu yang tersisa hanya satu menit lagi?"
Teriak Safitri.
BYUUUUUR
Seru Safitri
Teriak Riyanti
Sorak Mirah.
Pak Jamil berhasil meraih botol kecil berisi penawar itu, kesempatan
untuk bertahan hidup sudah semakin nyata
BRUK!
Dan jam tua itu pun berbunyi.... bersamaan dengan dua tubuh yang
ambruk ke lantai. Kedua pria itu menggelepar hingga akhirnya maut
menjemput mereka. Para penonton terdiam sejenak...
"Kamu tidak perlu khawatir Yulia, malam ini adalah malam terakhir
mereka. Tidak akan ada yang bisa melindungi mereka, tidak disini...
"Sisanya aku serahkan pada kalian semua wahai saudariku, Ada sesuatu
yang harus aku selesaikan"
Denting jam tua itu masih terdengar, bahkan jelas sekali dari ruang
tamu dimana Lisanne berada. Kondisinya semakin memburuk, walaupun
secara ajaib reaksi racun di dalam tubuhnya jauh lebih lambat. Mungkin
karena anggur yang diminumnya hanya sedikit, Lisanne selalu
menghindari alkohol saat sedang bekerja. Perempuan berambut coklat itu
berpegangan pada kursi, mencoba berdiri dengan kaki lemahnya. Sejak
tadi dia menahan muntah, karena semakin banyak darah yang keluar
semakin lemas badannya.
Ini adalah pilihannya sendiri, dia tahu usianya tidak akan lama lagi
jadi dia memilih tempat yang tepat untuk mati. Lisanne tidak ingin
saat dirinya sekarat dan mati mengerikan, kedua anak itu ada di
hadapannya. Kesedihannya yang paling mendalam bukanlah karena maut
yang semakin dekat, tapi karena disaat-saat terkahirnya barusan dia
bahkan tidak sempat memeluk dan mencium anaknya.
"Adikku?"
KREK!
Kursi kayu itu masih bergerak-gerak... jam tua yang ada di sampingnya
pun masih berdenting, tapi seseorang yang sedang duduk di kursi itu
tampaknya sudah tidak bernafas lagi. Keadaannya jauh lebih menyedihkan
dari Lisanne, bahkan hanya dengan melihatnya saja Lisanne bisa
merasakan pedihnya siksaan yang dilalui. Ya! Orang itu adalah...
WIDIANTO HERMAWAN
Suami Rosy itu kini duduk telanjang dengan rambut yang berserakan di
lantai, bukan karena digunting tapi karena dicabut layaknya mencabut
bulu ayam. Semua kuku di tangan dan kakinya terkelupas, dan walaupun
widi tewas dengan mulut terbuka, tidak satu gigi pun yang bisa Lisanne
lihat. Tubuhnya memutih bahkan lebih dari sekedar pucat, sepertinya
widi sudah meninggal sebelum pesta dimulai.
KYAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA
UHUGHHHH...... UHUGH.......
"Kenapa kak? Perlukah bertindak sejauh ini? Iblis apa yang sudah
Teriakan Rosemary jauh lebih keras dari suara Lisanne, ditambah lagi
semua itu terdengar tepat ketika denting jam tua di ruangan itu
berhenti. Mata Lisanne yang mulai merah kini basah oleh air mata....
belum sempat dia menyekanya, Rosemary kembali bicara....
Ujar Lisanne.
CUIH!
Wajah Rosemary basah oleh ludah bercampur darah dari mulut Lisanne.
Rosy melepaskan Lisanne, reaksi yang sangat tenang untuk seseorang
yang baru saja diludahi wajahnya.
"Tinggalkan kami berdua, temui yang lain dan katakan pada mereka bahwa
pesta telah selesai"
Ujar Rosemary pada Suami Lisanne. Pria tinggi itu pun pergi dan
menutup pintu kamar. Tapi itu tidak menghalangi suara teriakan yang
terdengar kemudian...
DIMANA ROSYANAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA
Rosemary benar.... pesta telah selesai, dan ini sudah waktunya pulang.
Tentu saja bersih-bersih adalah ugas tuan rumah, semua tamu pulang
meninggalkan sampah. Para wanita bertopeng itu pun pergi, tidak ada
05.00 WIB
Rosy sangat mencintai widi.... dia adalah pria yang sudah memberikan
banyak perubahan dalam hidupnya. Demi Widi dia rela meninggalkan nama
Anggraini, tapi setelah semua yang terjadi... Rosy menyadari satu hal
bahwa dia tidak pernah bisa berhenti, dia tidak akan bisa meninggalkan
nama besar keluarganya. Darah leluhur mengalir dalam darahnya, darah
seorang pembunuh, darah seorang pemuja iblis.
PLAK!
"Kamu juga pernah menamparku seperti itu, tentu saja aku masih ingat
dengan jelas bagaimana rasanya, sakit... "
SAKIT SEKALI!
Rosy bangkit dari tidurnya, tangannya masih memeluk erat Widi, tapi
tiba-tiba...
Rosy menghantamkan kepala widi pada jam tua di samping kursi kayu,
hingga kulit pucatnya mengelupas.
Ucap Rosy seraya melepaskan widi yang sejak tadi didekapnya. Kepala
widi jatuh ke lantai, tepat di samping mayat Lisanne.
Setiap langkah Rosy terasa lengket, setiap hela nafasnya tercium bau
amis. Sejak keluar meninggalkan kamar bawah, melihat dapur yang
berubah jadi pemakaman, kemudian ruang makan yang berubah jadi lautan
darah. Melangkahi mayat mereka dengan senyum kemenangan, adalah
kenikmatan yang tiada tara bagi Rosemary. Terus begitu hingga dia
sampai di depan pintu restoran.
Para tamu sudah menikmati makan malam terakhirnya, dan kini waktunya
bagi Rosemary untuk sarapan. Dia mengambil sisa makanan yang ada di
meja tamu, dan melahapnya habis tanpa peduli bahwa roti yang
dikunyahnya sudah berlumur darah dan muntah. Rosy merebahkan badannya
tepat di depan pintu masuk.... cahaya terang menyinari tubuhnya,
sementara kegelapan masih menyelimuti sebagian besar restoran.
"Apa maksud kamu aku tidak boleh mencicipi masakanku sendiri? Sebagai
chef aku berhak tahu rasa akhir dari masakan ini sebelum disajikan
pada tamu!"
Protes Chef Lalu pada salah satu karyawan bertopeng yang tiba-tiba
saja menahan tangannya ketika hendak mencicipi hidangan pembuka.
"Masakan itu sudah sempurna, kamu bisa mencicipi yang lain, tapi tidak
untuk yang satu itu"
Saat itu semua sedang sibuk, tidak ada waktu untuk berdebat jadi Chef
Lalu mengalah. Tidak ada rasa curiga sedikitpun di benaknya, kecuali
saat dia melihat dengan mata kepala sendiri, orang-orang bertopeng itu
membubuhi masakannya dengan sesuatu. Chef lalu semakin yakin manakala
anak buahnya mulai mengeluh pusing dan lemas setelah meneguk anggur
pemberian Rosemary. Beruntung saat itu Chef lalu tidak meminumnya,
Alkohol adalah sesuatu yang haram baginya.
Hidangan penutup pun berakhir, Chef lalu tahu ini adalah puncaknya.
Diam-diam dia keluar dari dapur berniat memberitahu semua pada
Lisanne, sayangnya Lisanne tidak ada di ruang makan, tidak juga di
gudang. Dia tidak bisa menyelamatkan semua orang ini sendiri, tidak
tanpa bantuan Lisanne. Akhirnya dia bertemu dengan seorang nenek dan
cucunya yang sedang bingung mencari kamar mandi.
Tanya si nenek.
Chef lalu tidak bisa membayangkan jika apa yang dicurigainya adalah
benar, pasti nenek dan anak ini akan jadi korban. Akhirnya dia pun
menawarkan diri untuk mengantarkan tamunya ke kamar mandi. Chef lalu
membukakan pintu dan mempersilahkan nenek dan cucunya masuk ke dalam
ruangan gelap yang ternyata adalah gudang, lalu tanpa basa-basi lagi
Chef lalu segera menguncinya.
Teriakan anak kecil itu tidak terdengar jelas ke ruang makan, terlebih
Sayangnya dia tidak punya banyak waktu, karena saat ini dua orang
bertopeng sedang berjalan ke arahnya. Sepertinya mereka mulai
menyadari hilangnya Chef Lalu. Tanpa berpikir panjang Chef lalu pun
bersembunyi di lemari besar tempat menyimpan peralatan kebersihan yang
kebetulan kosong karena semuanya sedang digunakan untuk persiapan
pesta. Tepat saat chef lalu menutup pintu lemari, orang bertopeng itu
datang, mereka segera menuju ke gudang yang entah kenapa tidak
terdengar lagi suara anak dan nenek itu. Beruntung kedua orang itu
tidak memiliki kuncinya, hingga mereka berdua kembali meninggalkan
lorong.
Itu adalah pilihan terbaik chef lalu, lemari itu sudah berhasil
menyelamatkan nyawanya setidaknya...
"HAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAH HAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA"
TERKUNCI
Dia pun memperhatikan pintu utama yang saat ini tirainya terbuka.
Pintu itu adalah satu-satunya sumber cahaya saat ini, dia pun segera
berlari kesana tanpa mempedulikan keadaan di sekitarnya. Tubuh
rosemary tergeletak tepat di depan pintu, membuat Chef lalu semakin
bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi. Tapi dari balik pintu kaca
itu Chef lalu dapat melihat dengan jelas..
Pupus sudah harapan Chef lalu, jelas sekali polisi itu tidak datang
untuk menyelamatkannya, melainkan untuk menangkapnya. Pria yang
malang, jauh merantau ke pulau orang hanya untuk jadi korban, pakaian
putih tidak mampu menghalanginya untuk jadi kambing hitam. Pria itu
berjalan dengan wajah lesu menuju dapur. Takut.... kecewa.... depresi
yang hebat sedang dia rasakan, dan hanya ada satu jalan keluar
baginya.
"Selamat tinggal......"
HEGH!! HEGHHHHHTTTTTT
CETTASSSSS!
Chef lalu tersungkur ke lantai, lampu gantung itu patah karena tidak
sanggup menopang berat badannya. Tapi itu tidak menghalanginya untuk
mengakhiri hidup, dia pun meraih minyak tanah dan menyiramkannya ke
seluruh badan. Lalu kemudian...
BWUSSSSSSSSH
Harusnya aku bisa pulang menemui kalian.... harusnya aku tidak pergi
dan tetap bersama kalian.... ya! Aku harus pulang.....
Chef lalu berjalan sembari meraba-raba, menuju kamar mandi yang ada di
dapur. Sayang sekali air di kamar mandi sedang sedikit, menundukpun
tidak dapat menyentuh wajahnya. Dia meraba-raba sisi bak mandi, hingga
tangannya menemukan jamban, dan disanalah dia membenamkan
wajahnya..... wajah yang terlanjur hangus dilalap api.... dan nyawanya
yang terlanjur melayang sebelum api di wajahnya padam.
END OF PARTY
"Eeeeeeeerrrrrpphh"
"Ozat..... kamu beli nasi dimana? Enak banget tuh! Tapi kepedesan....
Abang kan udah bilang cabenya dikit!"
Protes Zaka
"Yah abang... ini masih terlalu pagi bang, warung-warung belum banyak
yang buka. Itu aja adek nemu di ujung pertigaan sana"
Sahut Ozat.
"Ya udah deh kalau gitu, mana kembaliannya? Abang kan ngasih uang lima
Sayangnya Ozat keburu lari membawa uang kertas lima ratus rupiah utuh
yang belum sempat dibelanjakannya. Zaka mulai kesal dibuatnya, tapi
dia tidak bisa berbuat apa-apa karena mendadak. Kakinya terasa lemas,
dan muncul rasa mual yang membuat tubuh zaka berkeringat. Zaka segera
kembali ke kamar, karena merasa tidak enak badan. Di cermiin dia
melihat wajahnya yang tiba-tiba saja pucat, dan hidungnya mulai
mengeluarkan darah.
HANGGAREKSA
Jangan heran! Tentu saja semua itu ada campur tangan pihak ketiga yang
sangat berpengaruh hingga bisa membuat polisi bungkam. Tapi hukum
tetap harus ditegakkan, polisi masih mengusut kasus tersebut dan
menyelidiki dugaan adanya hubungan kasus tersebut dengan kasus
pembunuhan di sebuah hotel dimana mendiang Widi sempat menginap.
Setelah tutup selama dua tahun, Habib Ali mengambil alih Hanggareksa
karena bagaimanapun juga Widi berhutang banyak padanya dan tidak hanya
itu..... adalah wasiat rosemary agar habib ali meneruskan restorannya
bila kelak sesuatu yang tidak diinginkan terjadi padanya. Tapi bila
hutang Widi dan rosy dirasa sudah lunas, mereka minta agar restoran
itu diserahkan pada pewaris sah nya, yaitu..
ROSYANA ANGGRAINI
"Mengumpulkan informasi bukanlah hal sulit bagi anak buah habib ali
hehehe"
Vivi sudah siap dengan tas sekolah barunya, sepatu nya pun baru dan
sudah bisa digunakan tanpa kursi roda. Anak itu duduk di pangkuan
ayahnya berharap sang ayah segera menyuruh tamunya pulang.
Timpal Pak Kusnadi memotong pertanyaan Pak Lukman. Pak Lukman pun
tersenyum puas dengan jawaban temannya itu.
"Ya sudah kalau gitu saya pamit, maaf tidak bisa ikut sampean. Titip
salam saja buat mereka"
HANGGAREKSA RESTAURANT
"Salam sama Mbak Bang, kapan-kapan ajak dek Rain main ke sini!"
Ucap Sandy.
"Asal bukan ke restoran ini lagi sih, saya mau! Oh ya... ajak kami ke
Botanical Garden ya! Kebetulan bulan depan saya libur"
Pinta Danil
"Beres bang! Doakan skripsi gue lancar, entar gue traktir deh bang!"
"Setelah itu.... apa kamu sudah tentukan waktu untuk melamar sabrina?"
wajah sandy merah merona, bahkan dia pun bisa tersipu malu dengan
topik seperti itu
"Apaan sih bang! Sabrina cuma sahabat, untuk urusan istri gue nyari
yang alim dan berhijab. Elo tahu gue kan bang, gue butuh orang yang
bisa mengubah gue jadi lebih baik. Semua lelaki pasti berpikir begitu,
iya gak bang?"
Tanya Sandy
"Kalau saya di posisi kamu, saya akan tetap pilih sabrina. Saya lebih
suka mencari yang sudah mengerti dan memahami keburukan saya, daripada
yang baru mengenal kelebihan saya. Mencari pasangan yang bisa membuat
kita jadi lebih baik memang prinsip yang bagus, tapi berusaha bersama
pasangan untuk menjadi lebih baik itu baru perjuangan"
Bentak Chandra
Tanya Nova
"Ya! Aku sudah lihat lemari itu, dan ternyata benar. Kakek menuliskan
pesan di balik pintu itu dengan pisau ini. Pesan yang bisa aku bawa
pulang sebagai bukti bahwa leluhurku bukanlah seorang pembunuh"
Jawab BQ
"Waaaaaaaaah kapan-kapan bak vivi maen ke rumah Om ya, main sama Dik
Samantha, ya! ya! ya!"
Ucap Samsol
BAGAIMANA CARANYA?
"Jadi... apa yang terjadi dengan Fajri dan ketiga perempuan itu?"
Tanya Chandra.
Tanya BQ, dan kali ini Pak Lukman menjawabnya dengan wajah serius.
"Heeeeeeeeeei Sandy! Ngapain aja disitu? Sarapan udah hampir siap nih,
bantuin kek!"
Itu adalah isyarat bagi mereka untuk bubar dan segera menuju
kontrakan. Ini adalah hari terakhir mereka bersama, tapi awal dari
persahabatan. Teman yang baik bisa datang kapan saja, karena nasib
mempertemukannya dengan cara yang berbeda-beda. Tidak ada orang tua
yang ingin mewariskan seorang musuh pada anak-anaknya, tapi dengan
memiliki banyak sahabat, mereka sudah mewariskan seorang saudara bagi
generasinya masing-masing.
Gambir.... 23-Februari-2014
Dua orang remaja sedang dimabuk cinta, pulang malam dari kontrakan
teman, lapar pun menyerang, sementara hujan datang. Berteduh di sebuah
pangkalan becak, tanpa satu becak pun disana. Jalanan mulai sepi,
lampu kota tidak cukup menyinari. Hanya sebuah restoran yang masih
terang benderang, menunggu keduanya datang mengisi perut yang
kelaparan.
Malam itu... hujan turun semakin deras, tidak satu kendaraan pun yang
melintas. Jalan kalimaya sunyi dan sepi, begitu juga dengan
Hanggareksa yang gelap gulita, hanya sebuah papan putih terpampang di
jendela kaca..
HANGGAREKSA RESTAURANT
CLOSE
(Dedicated to RM.JAYAKARTA)
Saya dan empat orang delegasi harus mengikuti sebuah diklat di sebuah
kota di jawa timur. Rencana untuk bersantai dan lepas tugas selama
seminggu lebih jadi berantakan gara-gara penginapan yang disediakan
panitia sangat jauh dari kata layak. Terpaksa saya mencari kontrakan
sementara untuk ditempati lima orang selama satu minggu.
Walaupun lahir di kota itu, saya tetap tidak punya pengalaman mencari
kontrakan terutama di daerah perbatasan yang lumayan sepi dari
keramaian kota. Tapi akhirnya saya menemukan sebuah kontrakan kecil di
ujung pertigaan. Lokasinya terbilang dekat dari tempat diklat,
harganya juga sangat murah (karena memang hanya satu minggu dua hari),
dan bagi kami itu adalah keberuntungan, karena selain murah, kontrakan
kami juga dekat dengan sebuah rumah makan.
Salah seorang teman kami kesurupan, dan sialnya setan itu memilih
orang yang salah untuk dirasuki. salah seorang sahabat saya yang
terkenal flamboyan tiba-tiba mengamuk dan menyerang kami satu persatu
dengan cara menindih. Tidak hanya itu, dia mulai melepas baju dan juga
sarungnya dan masih dalam keadaan kesurupan. Butuh usaha lebih untuk
membuatnya kembali sadar, dan ketika dia kembali normal dengan sifat
feminimnya itu, kami malah berharap dia kembali kesurupan.
seorang tukang sayur bercerita tentang masa lalu kontrakan yang kelam,
bahkan hubungan antara kontrakan itu dan rumah makan di sebelah pun
diceritakan tuntas hingga dia lupa berjualan. Ketika kami tanya
darimana sumber cerita itu, si tukang sayur bilang kalau dia pernah
bekerja di rumah makan tersebut. Tukang sayur ini selalu datang setiap
pagi menggunakan mobil pickup, dan setiap pagi pula kami belanja
sekaligus mendengarkan cerita
Salah seorang teman membangunkan kami tengah malam. Dia memang selalu
tidur lebih lambat, karena hoby begadang dan minum-minum (kopi). Cara
dia membangunkan kami membuat kami panik, dan setelah kami tahu
alasannya kami bertambah panik. Baru saja dia kembali dari kamar mandi
dan mendegar, suara orang-orang sedang bernyanyi di rumah makan
sebelah. Nyanyian yang sama sekali tidak bisa kami mengerti, dan
walaupun samar-samar.... kami bisa melihat ada tujuh wajah di meja
makan. Cuma wajah? Ya! Karena kami melihatnya dari video yang direkam
dengan Handphone (Belum tenarnya smartphone)
Saya dan empat orang lainnya mencoba makan di rumah makan tersebut.
luas sekali ada sekitar dua puluh meja lebih. dan harga menunya,
membuat kami ingin pesan nasi putih dan garam saja. Tapi darah muda
memang selalu berpikir belakangan. Kami makan banyak sekali, tapi
setelah selsai kami tidak langsung pergi. Menunggu sampai jam dua
belas malam, meski pun pengunjung yang lain sudah pada pulang. Dan
benar sekali! tepat pukul sebelas malam..... terjadi sesuatu yang
tidak diinginkan.
Sejak saat itu banyak teman saya mengaku di ganggu mahluk halus.
Ditarik kakinya, di teriaki telinganya, saya sendiri sering mendengar
suara orang sedang masak di dapur, tapi setelah saya dan teman-teman
periksa. Tidak ada apa-apa, kecuali panci yang masih terasa panas.
Sering setiap habis maghrib kami mendengar suara bayi menangis dari
samping kontrakan, padahal tidak ada rumah lain di sekitar situ.
Pernah suatu ketika seorang teman menyuruh bayi ghaib itu diam, tapi
alih-alih diam bayi itu malah tertawa. Teman saya yang lain sedang
Sebenarnya...
Cerita ini adalah selingan pengisi waktu luang karena cerita kedua
saya setelah MAAPJ harus tertunda. Saya kesulitan melakukan riset,
karena sebagian sumber sudah meninggal. Tapi setelah ini saya akan
break, sembari melanjutkan riset, kalau tidak ada halangan kita akan
ketemu lagi bulan puasa.
baik