Anda di halaman 1dari 6

2.

1 Ubi Jalar Ungu


Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.) merupakan salah satu jenis ubi jalar yang banyak
ditemui di Indonesia selain ubi jalar putih, kuning dan merah. Tanaman ubi jalar tumbuh
menjalar pada permukaan tanah dengan panjang tanaman dapat mencapai 3 m, tergantung pada
kultivarnya. Batang tanaman berbentuk bulat, tidak berkayu, tidak berbuku-buku dan tipe
pertumbuhannya merambat. Daun berbentuk bulat sampai lonjong dengan tepi rata atau berlekuk
dangkal sampai berlekuk dalam, sedangkan bagian ujungnya meruncing. Bentuk ubi yang ideal
dan bermutu baik adalah lonjong agak panjang dan tidak banyak lekukan dengan bobot antara
200 g – 250 g per ubi (Rukmana, 1997 dalam Wanhar, 2013).
Ubi jalar ungu merupakan salah satu jenis ubi jalar yang memiliki warna ungu pekat pada
bagian umbi dan kulitnya. Warna ungu dari ubi jalar ungu berasal dari pigmen alami yang
terkandung di dalamnya. Pigmen hidrofilik antosianin termasuk golongan flavonoid yang
menjadi pewarna pada sebagian besar tanaman, yaitu warna biru, ungu dan merah. Kandungan
antosianin yang tinggi didalam umbi akarnya yaitu antosianidin utamanya berupa sianidin dan
peonidin. Konsentrasi antosianin inilah yang menyebabkan beberapa jenis ubi ungu mempunyai
gradasi warna ungu yang berbeda (Hardoko et al., 2010). Ubi jalar ungu yang berbeda kultivas
memiliki kandungan antosianin yang berbeda pula. Antosianin memberikan efek kesehatan yang
sangat baik yaitu sebagai antioksidan dan antikanker karena defisiensi elektron pada struktur
kimianya sehingga bersifat reaktif menangkal radikal bebas. Ubi jalar ungu memiliki rasa manis
dan mengandung antosianin yang berfungsi sebagai antioksidan, antimutagenik, hepatoprotektif,
antihipertensi dan antihiperglisemik (Suda et al, 2003). Kandungan antosianin pada ubi jalar
ungu lebih tinggi daripada jenis ubi jalar lainnya. Dibanding ubi jalar putih, tekstur ubi jalar
merah/ungu memang lebih berair dan kurang masir (sandy), namun teksturnya lebih lembut.
Rasa dari ubi jalar berwarna ungu tidak semanis yang
berwarna putih (Handayani, 2015).
2.1.1 Komposisi Ubi Jalar Ungu
Komposisi ubi jalar sangat tergantung pada varietas dan tingkat kematangan serta
lama penyimpanan. Karbohidrat dalam ubi jalar terdiri dari monosakarida, oligosakarida dan
polisakarida. Ubi jalar mengandung sekitar 16- 40% bahan kering dan sekitar 70-90% dari
bahan kering ini adalah karbohidrat yang terdiri dari pati, gula, selulosa, hemiselulosa dan
pektin. Kandungan gizi dalam 100 gram ubi jalar ungu dapat dilihat pada Tabel 1.
Ubi jalar ungu merupakan sumber karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi.
Ubi jalar ungu juga merupakan sumber vitamin dan mineral, vitamin yang terkandung dalam
ubi jalar antara lain vitamin A, vitamin C, thiamin (vitamin B1), dan riboflavin. Sedangkan
mineral dalam ubi jalar diantaranya adalah zat besi (Fe), fosfor (P), dan kalsium (Ca).
Kandungan lainnya adalah protein, lemak, serat kasar, dan abu. Total kandungan antosianin
bervariasi pada setiap tanaman dan berkisar antara 20 mg/100 g sampai 600 mg/100 g berat
basah. Total kandungan antosianin ubi jalar ungu adalah 519 mg/100 g berat basah).
Kandungan karbohidrat ubi jalar ungu yang tinggi dijadikan sebagai sumber kalori.
Selain itu kandungan ubi jalar ungu termasuk ke dalam golongan low glycemic index yaitu
merupakan jenis karbohidrat yang apabila dikonsumsi tidak akan meningkatkan kadar gula
darah dalam tubuh secara drastis (Ginting et al., 2011). Hal tersebut sangat berbeda dengan
karbohidrat yang terdapat pada beras dan jagung yang memiliki glycemic index yang tinggi,
sehingga ubi jalar ungu baik dikonsumsi oleh para penderita diabetes (Martiningsih dan
Suyanti, 2011). Berdasarkan penelitian Marsono et al (2002), ubi jalar sebagai sumber
karbohidrat memiliki indeks glikemik 54. Nilai indeks glikemik (IG) < 55 termasuk kelompok
yang rendah, IG 55-70 sedang, dan >70 tinggi. Maka, IG ubi jalar termasuk rendah.
2.2 Tepung Ubi Jalar Ungu
Tepung ubi jalar merupakan bentuk produk setengah jadi dari umbi ubi jalar. Tepung ubi
jalar mempunyai banyak kelebihan antara lain baik untuk pengembangan produk pangan dan
nilai gizi, lebih tahan disimpan sehingga penting sebagai penyedia bahan baku industri dan harga
lebih stabil, memberi nilai tambah pendapatan produsen dan menciptakan industri pedesaan serta
meningkatkan mutu produk. Manfaat yang timbul dari upaya pemanfaatan tepung ubi jalar
adalah industri pangan olahan dapat menekan biaya produksi dan ketergantungannya pada terigu
dan negara dapat menghemat devisa melalui pengurangan impor terigu.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang ada baik di dalam maupun luar negeri dan standar
yang ditetapkan oleh perusahaan eksportir, maka rekomendasi yang dapat diberikan untuk
penetapan standar mutu tepung ubi jalar di Indonesia adalah: kadar air maksimal 10%, kadar abu
maksimal 3%, kadar lemak maksimal 1%, kadar protein minimal 3%, kadar serat kasar minimal
2%, dan kadar karbohidrat minimal 85%. Selain persyaratan kimia juga ditetapkan persyaratan
fisik dan mikrobiologis. Persyaratan fisik mengikuti persyaratan produk tepung pada umumnya
yaitu bentuk, bau dan warna normal, tidak diperkenankan keberadaan benda-benda asing, dan
dengan tingkat kehalusan minimal 95% produk lolos ayakan 80 mesh (Ambarsari, et al., 2009).
Menurut Aini (2004), tepung ubi jalar memiliki banyak kelebihan antara lain:
1. Pemanfaatannya tinggi untuk pengembangan produk pangan dan nilai gizi
2. Lebih tahan disimpan sehingga penting sebagai penyedia bahan baku industry dan harga lebih
stabil
3. Meningkatkan mutu produk
2.2.1 Karakteristik Fisik Tepung Ubi Jalar Ungu
Pengamatan yang dilakukan terhadap karakteristik fisik tepung ubi jalar ungu terdiri
dari beberapa parameter antara lain warna kulit, warna daging umbi, swelling volume,
kelarutan, derajat putih dan kejernihan pasta. Sifat fisik dari tepung ubi jalar ungu varietas
NK102 dapat dilihat pada Tabel 3.
Karakteristik fisik diamati berdasarkan daya kembang (swelling volume), tingkat
kelarutan, derajat putih dan kejernihan pasta. Swelling volume dari tepung ubi jalar ungu dari
varietas NK 102 adalah 14,30 ml/g. Menurut Moorthy (2004), nilai swelling power dan
kelarutan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti rasio amilosa-amilopektin, distribusi berat
molekul dan panjang rantai, serta derajat percabangan dan konformasinya. Derajat putih
merupakan tingkat keputihan suatu bahan yang erat kaitannya dengan mutu penerimaan
konsumen. Kandungan pigmen seperti beta karoten dan antosianin yang tinggi dapat
mengurangi nilai derajat putih produk sejenis tepung. Selain kandungan antosianin yang
berperan dalam menentukan derajat putih tepung, tingginya kadar gula dan serat pada ubi
jalar dapat mempengaruhi warna dan derajat putih tepung Klon F1(6) Mpand memiliki derajat
putih yang terbilang kecil. Hal ini diduga karena ubi jalar varietas ini memiliki daging
berwarna ungu yang mengandung pigmen antosianin yang cukup tinggi sehingga mengurangi
derajat putih produk tepung (Marsetio et al., 2015).

2.2.2 Karakteristik Kimia Tepung Ubi Jalar Ungu


Pengamatan yang dilakukan terhadap karakteristik kimia tepung ubi jalar ungu terdiri
dari beberapa parameter antara lain kadar air, kadar pati, gula pereduksi dan dextrose
equivalent. Sifat kimia dari tepung ubi jalar putih ungu varietas NK102 dapat dilihat pada
Tabel 4.
a. Kadar Air
Kadar air merupakan salah satu parameter yang cukup penting pada produk tepung
karena berkaitan dengan mutu. Semakin rendah kadar airnya maka produk tepung
tersebut semakin baik mutunya karena dapat memperkecil media untuk tumbuhnya
mikroba yang dapat menurunkan mutu pada produk tepung. Kadar air tepung ubi jalar
ungu sebesar 7,62% masih memenuhi persyaratan kadar air yang aman untuk produk
sejenis tepung yaitu kurang dari 12% sehingga dapat mencegah pertumbuhan kapang
(Winarno, 2004).
b. Kadar Pati
Klon berpengaruh secara signifikan terhadap kadar pati produk tepung ubi jalar,
klon NK102 memiliki kadar pati sebesar 67,63%. Menurut Hoseney (1998) d alam
Ariefianto (2015), perbedaan jumlah pati disebabkan oleh perbedaan varietas, faktor
genetik dan tingkat usia tanaman. Pada umur tanaman yang semakin tua, maka
kandungan patinya semakin meningkat dikarenakan terakumulasinya hasil fotosintesis
setiap harinya.
c. Kadar Gula Pereduksi
Kadar gula pereduksi tepung ubi jalar ungu klon NK102 adalah 3,80%, dimana
jumlahnya lebih tinggi dibandingkan dengan kadar gula pereduksi pada pati ubi jalar
ungu. Sehingga, warna tepung yang dihasilkan lebih gelap namun lebih mengkilap/tajam
dibandingkan dengan warna pati ubi jalar ungu (Marsetio et al, 2015). Ubi jalar yang
dipakai pada penelitian ini dipanen di usia lima bulan yang diperkirakan pati pada ubi
jalar sudah terhidrolisis menjadi gula pereduksi. Hidrolisis sendiri adalah konversi pati
menjadi gula-gula sederhana. Prinsip hidrolisis pati adalah pemutusan rantai polimer pati
menjadi unit-unit dekstrosa (C6H12O6) (Whistler dan BeMiller, 2009).
d. Dextrose Equivalent
Nilai DE berhubungan linear dengan kadar gula reduksi, semakin tinggi kadar
gula pereduksi maka nilai DE akan semakin tinggi pula. Penentuan dekstrosa ekuivalen
dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh pati terhidrolisis menjadi molekul-molekul
dengan rantai yang jauh lebih pendek khususnya terbentuknya gula-gula sederhana. Pada
hidrolisis sempurna, pati seluruhnya dikonversi menjadi dekstrosa, derajat konversi
tersebut dinyatakan dengan Dextrose Equivalent (DE), dari larutan tersebut diberi indeks
100 (Tjokroadikeoesoemo, 1986 dalam Romadona, 2012). Tepung ubi jalar ungu klon
NK102 memiliki nilai DE sebesar 4,15%. Menurut Strong (1989) dalam Waktiyajati
(2006), nilai DE antara 2-5 baik untuk diaplikasikan pada produk bakeri.

2.3 Pengolahan Pasta


Pasta merupakan salah satu produk berbasis sereal yang cukup sederhana dari segi bahan
(semolina dan air) dan cara pengolahannya (hidrasi, pencampuran, pembentukan, dan
pengeringan). Bahan dan kondisi pengolahan berperan dalam menentukan kualitas produk akhir
pasta (Marti et al. 2013). Pada awalnya pasta dibuat dari semolina yang mengandung gluten,
namun dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pangan untuk kesehatan, maka
produk pasta berkembang dengan penggunaan bahan-bahan yang bebas gluten, yang kemudian
disebut sebagai pasta bebas gluten.
Optimasi proses pembuatan pasta bebas gluten dapat dilakukan dengan dua pendekatan.
Pendekatan pertama adalah dengan memanaskan pati hingga terjadi gelatinisasi. Dalam hal ini,
pada pasta konvensional yang berbahan baku semolina, tepung yang telah diberi perlakuan
pendahuluan dapat dibentuk menjadi pasta melalui proses ekstrusi secara kontinyu. Pada
pendekatan kedua, tepung alami di beri perlakuan pendahuluan dengan uap dan diekstrusi pada
suhu tinggi (di atas 100⁰C) untuk menghasilkan gelatinisasi pati secara langsung di dalam
ekstruder. Pengolahan pasta ubi jalar dengan konsep pasta bebas gluten telah diteliti,
diantaranya oleh Limroongreungrat and Huang (2007) dan Gopalakrishnan et al. (2011)
yaitudengan penambahan sumber protein sebagai substitusi gluten yang tidak dimiliki oleh ubi
jalar.

Anda mungkin juga menyukai