Anda di halaman 1dari 13

2.

1 DEFINISI
Stroke adalah suatu sindrom klinis yang ditandai oleh defisit
neurologis fokal atau global yang berlangsung mendadak yang berlangsung
lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian (dini), yang disebabkan oleh
gangguan pembuluh darah.1
Stroke non hemoragik (iskemik) adalah stroke yang disebabkan
karena adanya sumbatan pada pembuluh darah otak tertentu sehingga
daerah otak yang diperdarahi oleh pembuluh darah tersebut tidak mendapat
pasokan energi dan oksigen, sehingga pada akhirnya jaringan sel-sel otak di
daerah tersebut mati dan tidak berfungsi lagi (infark).

2.2 KLASIFIKASI
Stroke iskemik dibagi menjadi beberapa tipe menurut
penyebabnya, yaitu :

2.2.1 Trombosis
Trombosis adalah bekuan darah. Stroke trombosis
adalah stroke yang terjadi karena adanya sumbatan di
pembuluh darah besar di otak oleh karena adanya
gumpalan/plak yang terbentuk akibat proses aterosklerotik
(pengerasan arteri). Stroke karena trombosis ini merupakan
stroke yang paling sering terjadi (hampir 40% dari seluruh
stroke). Plak aterosklerotik tersebut akan menyumbat suatu
pembuluh darah tertentu di otak yang pada akhirnya daerah
otak yang seharusnya mendapat pasokan oksigen dan nutrisi
tersebut menjadi kekurangan nutrisi dan oksien (iskemia)
dan akhirnya menjadi mati (infark). Plak aterosklerotik
biasanya menyumbat pembuluh darah besar di sekitar leher
ataupun di dasar otak.
Proses aterosklerosis itu sendiri dipercepat oleh
berbagai faktor, seperti hipertensi, diabetes mellitus,

1
hiperkolesterol, dan faktor-faktor lainnya. Aterosklerosis
terjadi oleh karena penimbunan lipid termasuk kolesterol di
bawah lapisan intima pembuluh darah. Plak aterosklerotik
sering dijumpai di kelokan-kelokan atau percabangan arteri
besar, seperti misalnya arteri karotis leher. Setelah umur 50
tahun, tampaknya ada kecenderungan bahwa arteri-arteri
serebral yang kecil juga terkena proses aterosklerosis.
Penyempitan yang disebabkan oleh plak aterosklerotik bisa
mencapai 80-90% dari diameter pembuluh darah, tanpa
menimbulkan gangguan pada daerah yang diperdarahi arteri
yang bersangkutan. Namun, arteri-arteri yang sudah
mempunyai plak aterosklerotik itu cenderung mendapat
komplikasi berupa trombosis.
Sumbatan karena bekuan darah (trombus) sering
terjadi di malam hari pada saat tidur atau tidak beraktivitas.
Pasien biasanya baru sadar bahwa mereka mengalami
kelemahan anggota badan sesisi pada saat mereka bangun.
Gejala kelemahan tersebut biasanya akan semakin
memburuk dalam beberapa hari ke depan, kemudian stabil,
baru mengalami perbaikan setelah kurang lebih 7 hari
kemudian.
2.2.2 Lakunar
Stroke lakunar adalah stroke yang terjadi pada
pembuluh-pembuluh darah kecil yang ada di otak. Terjadi
pada sekitar 20% kasus dari seluruh stroke. Stroke lakunar
ini disebabkan oleh adanya sebuah lesi/luka yang kecil,
berbatas jelas berukuran kurang lebih 1,5 cm yang biasanya
terletak di daerah subkortikal, kapsula interna, batang otak,
dan serebelum. Stroke lakunar ini berkaitan kuat dengan
hipertensi dan juga dihubungkan dengan perubahan
mikrovaskular yang timbul karena hipertensi kronis dan

2
diabetes mellitus. Penyumbatan pada pembuluh darah kecil
ini biasanya tidak memberikan dampak stroke yang parah.
2.2.3 Emboli Serebral
Stroke emboli adalah stroke yang terjadi oleh karena
adanya gumpalan darah/bekuan darah yang berasal dari
jantung dan kemudin terbawa aliran darah sampai ke otak,
kemudian menyumbat pembuluh darah di otak. Proporsinya
sekitar 20% dari seluruh kasus stroke. Bekuan darah dari
jantung ini biasanya terbentuk akibat denyut jantung yang
tidak teratur (misalnya fibrilasi atrium), kelainan katup
jantung, infeksi di dalam jantung, dan juga operasi jantung.

2.3 PATOFISIOLOGI
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi di mana saja di
dalam arteri-arteri yang membentuk sirkulus Wilisi: arteria karotis interna
dan sistem vetebrobasilar atau semua cabang-cabang nya. Secara umum,
apabila aliran darah ke jaringan otak terputus 15-20 menit, akan terjadi
infark atau kematian jaringan. Perlu diingat bahwa oklusi di suatu arteri
tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri
tersebut. Alasannya adalah bahwa mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang
memadai ke daerah tersebut.

2.4 TANDA DAN GEJALA STROKE


Pengenalan tanda dan gejala dini stroke dan upaya rujukan ke rumah
sakit harus segera dilakukan karena keberhasilan terapi stroke sangat
ditentukan oleh kecepatan tindakan pada stadium akut; makin lama upaya
rujukan ke rumah sakit atau makin panjang saat antara serangan dengan
pemberian terapi, makin buruk prognosisnya. Serangan stroke jenis apa pun
akan menimbulkan defisit neurologis yang bersifat akut yaitu sebagai
berikut:
1) Hemidefisit motorik

3
2) Hemidefisit sensorik
3) Penurunan kesadaran
4) Kelumpuhan nervus fasialis (VII) dan hipoglossus (XII) yang bersifat
sentral
5) Ganggun fungsi luhur seperti kesulitan berbahasa (fasial) dan gangguan
fungsi intelektual (demensia)
6) Buta separuh lapangan pandang (hemianopsia)
7) Defisit batang otak
Pada stroke hemoragik umumnya terjadi pada saat melakukan
aktivitas, namun juga dapat terjadi pada saat istirahat. Kesadaran umumnya
menurun dan penyebab yang paling banyak adalah akibat hipertensi yang
tidak terkontrol, serta terdapat nyeri kepala dan terdapat muntah.Sedangkan
pada stroke non hemoragik umumnya terjadi setelah beristirahat cukup lama
atau bangun tidur. Tidak terjadi perdarahan, tidak adamuntah dan tidak
terdapat nyeri kepala, kesadaran umumnya baik dan terjadiproses edema
otak oleh karena hipoksia jaringan otak serta sering terdapat gangguan
bicara. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke
jenis ini.

2.5 DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


Diagnosis klinik stroke dibuat berdasarkan batasan stroke, dilakukan
pemeriksaan klinis yang teliti, meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan fisik
dapat membantu menentukan lokasi kerusakan pada otak. Untuk
memperkuat diagnosis biasanya dilakukan pemeriksaan CT scan. Kedua
pemeriksaan tersebut juga bisa membantu menentukan penyebab dari
stroke, apakah perdarahan atau tumor otak.
Diagnosis topis dapat ditentukan dari gejala yang timbul, antara lain dengan
cara membedakan letak lesi apakah kortikal atau subkortikal (kapsula
interna, ganglia basalis, thalamus), batang otak dan medula spinalis.
1) Gejala klinis pada topis di kortikal
a) Afasia

4
b) Wajah dan lengan lebih lumpuh atau tungkai lebih lumpuh
c) Kejang
d) Gangguan sensoris kortikal
e) Deviasi mata ke daerah lesi
2) Gejala klinis pada topis subkortikal
a) Wajah, lengan dan tungkai mengalami kelumpuhan yang sama
berat
b) Gangguan sensorik
c) Sikap distonik
3) Gejala klinis pada topis di batang otak
a) Hemiplegi alternans
b) Nistagmus
c) Gangguan pendengaran
d) Tanda serebelar
e) Gangguan sensorik wajah ipsilateral dan pada tubuh kontralateral
4) Gejala klinis pada topis di medulla spinalis
a) Gangguan sensorik setinggi lesi
b) Gangguan miksi dan defekasi
c) Wajah tidak kelainan
d) Brown Sequard syndrome

2.6 PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan komprehensif pada kasus stroke akut
adalah: (1) meminimalkan jumlah sel yang rusak melalui perbaikan jaringan
penumbra dan mencegah perdarahan lebih lanjut pada perdarahan
intraserebral, (2) mencegah secara dini komplikasi neurologik maupun
medik, dan (3) mempercepat perbaikan fungsi neurologis secara
keseluruhan. Jika secara keseluruhan dapat berhasil baik, prognosis pasien
diharapkan akan lebih baik.
Penderita stroke sejak mulai sakit pertama kali dirawat sampai
proses rawat jalan di luar RS, memerlukan perawatan dan pengobatan terus

5
menerus sampai optimal dan mencapai keadaan fisik maksimal. Pengobatan
pada stroke non hemoragis dibedakan menjadi :
2.7.1 Pengobatan Umum
Untuk pengobatan umum ini dipakai patokan 5 B, yaitu
1) Breathing
Harus dijaga agar jalan nafas bebas dan fungsi
paru-paru cukup baik. Fungsi paru sering terganggu
karena curah jantung yang kurang, maka jantung harus
dimonitor dengan seksama. Pengobatan dengan oksigen
hanya perlu bila kadar oksigen dalam darah berkurang.
2) Blood
a) Tekanan darah
Tekanan darah dijaga agar tetap cukup tinggi untuk
mengalirkan darah ke otak. Pada fase akut pada
umumnya tekanan darah meningkat dan secara
spontan akan menurun secara gradual. Pengobatan
hipertensi pada fase akut dapat mengurangi tekanan
perfusi yang justru menambah iskemik lagi.
b) Komposisi darah
Kadar Hb dan glukosa harus dijaga cukup baik untuk
metabolisme otak. Bila terdapat polisitemia harus
dilakukan hemodilusi. Pemberian infus glukosa
harus dihindari karena akan menambah terjadinya
asidosis di daerah infark yang mempermudah
terjadinya edem dan karena hiperglikemia
menyebabkan perburukan fungsi neurologis dan
keluaran. Keseimbangan elektrolit harus dijaga.
3) Bowel
Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Hindari
terjadinya obstipasi karena akan membuat pasien

6
gelisah. Nutrisi harus cukup, bila perlu diberikan melalui
nasogastric tube.
4) Bladder
Miksi dan balance cairan harus diperhatikan.
Jangan sampai terjadi retensio urin. Bila terjadi
inkontinensia, untuk laki-laki harus dipasang kondom
kateter, kalau wanita harus dipasang kateter tetap.

5) Brain
Edema otak dan kejang harus dicegah dan diatasi.
Bila terjadi edema otak, dapat dilihat dari keadaan
penderita yang mengantuk, adanya bradikardi atau
dengan pemeriksaan funduskopi, dapat diberikan
manitol. Untuk mengatasi kejang-kejang yang timbul
dapat diberikan Diphenylhydantion atau Carbamazepin.

2.7.2 Pengobatan Khusus


Pada fase akut pengobatan ditujukan untuk membatasi
kerusakan otak semaksimal mungkin agar kecacatan yang
ditimbulkan menjadi seminimal mungkin. Untuk daerah
yang mengalami infark, kita tidak bisa berbuat banyak. Yang
penting adalah menyelamatkan daerah di sekitar infark yang
disebut daerah penumbra.
Neuron-neuron di daerah penumbra ini sebenarnya
masih hidup, akan tetapi tidak dapat berfungsi oleh karena
aliran darahnya tidak adekuat. Daerah inilah yang harus
diselamatkan agar dapat berfungsi kembali. Untuk keperluan
tersebut maka aliran darah di daerah tersebut harus
diperbaiki. Obat-obatan tersebut antara lain:\
1) Trombolisis
Satu- satunya obat yang diakui FDA sebagai standar
adalah pemakaian r-TPA (Recombinant - Tissue

7
Plasminogen Activator) yang diberikan pada penderita
stroke iskemik dengan syarat tertentu baik i.v maupun
arterial dalam waktu kurang dari 3 jam setelah onset
stroke.
2) Antikoagulan
Obat yang diberikan adalah heparin atau heparinoid
(fraxiparine). Efek antikoagulan heparin adalah inhibisi
terhadap faktor koagulasi dan mencegah atau
memperkecil pembentukkan fibrin dan propagasi
trombus. Antikoagulansia mencegah terjadinya
gumpalan darah dan embolisasi trombus.
Antikoagulansia masih sering digunakan pada penderita
stroke dengan kelainan jantung yang dapat
menimbulkan embolus.
3) Anti agregasi trombosit
Obat ini dapat digunakan pada TIA. Obat yang banyak
digunakan adalah asetosal (aspirin) dengan dosis 40 mg
– 1,3 gram/hari. Akhir-akhir ini digunakan tiklopidin
dengan dosis 2 x 250 mg.
4) Neuroprotektor\
Mencegah dan memblok proses yang menyebabkan
kematian sel-sel terutama di daerah penumbra. Berperan
dalam menginhibisi dan mengubah reversibilitas
neuronal yang terganggu akibat ischemic cascade. Obat-
obat ini misalnya piracetam, citikolin, nimodipin,
pentoksifilin
5) Anti edema
Obat anti edema otak adalah cairan hiperosmolar,
misalnya manitol 20%, larutan gliserol 10%.
Pembatasan cairan juga dapat membantu. Dapat pula
menggunakan kortikosteroid.

8
2.7 PROGRAM REHABILITASI MEDIK PADA PENDERITA
STROKE
Perhatian utama rehabilitasi adalah evaluasi potensi perkembangan
pasien dengan rehabilitasi yang intensif. Tujuan dari rehabilitasi harus
realistis dan fleksibel sebab status neorologis dari pasien dan derajat
kelainan biasanya berubah seiring waktu. Hal terbaik didapatkan jika
pasien dan keluarga berpartisipasi dalam mencapai tujuan rehabilitasi.
2.7.1 Fase awal
Tujuannya adalah untuk mencegah komplikasi sekunder dan
melindungi fungsi yang tersisa. Program ini dimulai sedini
mungkin setelah keadaan umum memungkinkan dimulainya
rehabilitasi. Hal-hal yang dapat dikerjakan adalah proper bed
positioning, latihan lingkup gerak sendi, stimulasi elektrikal
dan begitu penderita sadar dimulai penanganan masalah
emosional.

Gambar 2.1 Proper bed positioning pada pasien hemiparese kiri

Gambar 2.2 Latihan lingkup gerak sendi siku dan bahu

9
Gambar 2.3 Latihan lingkup gerak sendi. Rotasi eksternal dan internal
pergelangan tangan dan fleksi-ekstensi jari tangan

`
Gambar 2.4 Latihan lingkup gerak sendi. Fleksi-ekstensi pergelangan
tangan dan memutar ibu jari

Gambar 2.5 Latihan lingkup gerak sendi pangkal paha dan lutut
2.7.2 Fase lanjutan
Tujuannya adalah untuk mencapai kemandirian fungsional
dalam mobilisasi dan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS).
Fase ini dimulai pada waktu penderita secara medik telah
stabil. Biasanya penderita dengan stroke trombotik atau
embolik, biasanya mobilisasi dimulai pada 2-3 hari setelah
stroke. Penderita dengan perdarahan subarakhnoid
mobilisasi dimulai 10-15 hari setelah stroke. Program pada
fase ini meliputi:
1) Fisioterapi
Stimulasi elektrikal untuk otot-otot dengan kekuatan otot
(kekuatan 2 ke bawah).

10
a) Diberikan terapi panas superficial (infra red) untuk
melemaskan otot.
b) Latihan lingkup gerak sendi bisa pasif, aktif dibantu
atau aktif tergantung dari kekuatan otot.
c) Latihan untuk meningkatkan kekuatan otot.
d) Latihan fasilitasi atau reedukasi otot.
e) Latihan mobilisasi.
2) Okupasi Terapi
Sebagian besar penderita stroke dapat mencapai
kemandirian dalam aktivitas kehidupan sehari-hari
(AKS), meskipun pemulihan fungsi neurologis pada
ekstremitas yang terkena belum tentu baik. Dengan alat
bantu yang disesuaikan, AKS dengan menggunakan satu
tangan secara mandiri dapat dikerjakan. Kemandirian
dapat dipermudah dengan pemakaian alat-alat yang
disesuaikan.
3) Terapi Bicara
Penderita stroke sering mengalami gangguan bicara dan
komunikasi. Ini dapat ditangani oleh speech therapist
dengan cara:
a) Latihan pernapasan (pre speech training) berupa
latihan napas, menelan, meniup, latihan gerak bibir,
lidah dan tenggorokan.
b) Latihan di depan cermin untuk latihan gerakan lidah,
bibir dan mengucapkan kata-kata.
c) Latihan pada penderita disartria lebih ditekankan ke
artikulasi mengucapkan kata-kata.
d) Pelaksana terapi adalah tim medik dan keluarga.
4) Ortotik Prostetik
Pada penderita stroke dapat digunakan alat bantu atau
alat ganti dalam membantu transfer dan ambulasi

11
penderita. Alat-alat yang sering digunakan antara lain:
arm sling, walker, wheel chair, knee back slap, short leg
brace, cock-up splint, ankle foot orthotic (AFO), knee
ankle foot orthotic (KAFO).
5) Psikologi
Semua penderita dengan gangguan fungsional yang akut
akan melampaui serial fase psikologis, yaitu: fase syok,
fase penolakan, fase penyesuaian dan fase penerimaan.
Sebagian penderita mengalami fase-fase tersebut secara
cepat, sedangkan sebagian lagi mengalami secara
lambat, berhenti pada salah satu fase, bahkan kembali ke
fase yang telah lewat. Penderita harus berada pada fase
psikologis yang sesuai untuk dapat menerima
rehabilitasi.
6) Sosial Medik dan Vokasional
Pekerja sosial medik dapat memulai bekerja dengan
wawancara keluarga, keterangan tentang pekerjaan,
kegemaran, sosial, ekonomi dan lingkungan hidup serta
keadaan rumah penderita.

12
13

Anda mungkin juga menyukai