Mendukung Imunisasi
Dipublikasikan Pada : Jumat, 07 September 2018 00:00:00, Dibaca : 7.964 Kali
Seperti kita ketahui, pemerintah saat ini sedang melaksanakan upaya strategis
pencegahan terhadap beberapa penyakit berbahaya dalam bentuk pemberian
kekebalan bagi semua anak Indonesia, salah satu diantaranya adalah imunisasi Measles
Rubella (MR) untuk mencegah penyakit Campak dan Campak German yang dilaksanakan
pada tahun 2017 di 6 Provinsi di Pulau Jawa dan tahun 2018 di 28 provinsi di luar Pulau
Jawa.
Kementerian Kesehatan bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) berupaya bersama guna
mendukung program imunisasi yang saat ini tengah dijalankan di dalam negeri, salah
satunya melalui harmonisasi bidang keagamaan dalam pelaksanaan program kesehatan,
khususnya dalam upaya untuk mempercepat sertifikasi halal vaksin MR hingga terbitnya
Fatwa MUI Nomor 33 Tahun 2018 tentang Penggunaan Vaksin MR produk dari Serum
Institute India (SII) untuk Imunisasi.
Di saat yang hampir bersamaan, Ketua MUI juga mengirimkan surat kepada Menteri
Kesehatan RI mengingatkan ketentuan UU No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal
pada 27 Juli 2018.
Seminggu berselang, pertemuan silaturahmi dilakukan antara Menteri Kesehatan RI, Prof.
Dr. dr. Nila Farid Moeloek, Sp.M(K) dengan Ketua Umum MUI, K.H. Maruf Amin. Pada
kesempatan tersebut hadir pula Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Kemenkes RI, dr. Anung Sugihantono, M.Kes; dan Direktur Utama PT Biofarma, M. Rahman
Roestan; jajaran wakil ketua MUI, perwakilan LPPOM MUI dan Komisi Fatwa MUI untuk
bersama-sama berdiskusi terkait pelaksanaan Imunisasi MR yang bertempat di Gedung
MUI. Di dalam pertemuan tersebut, MUI memberikan masukan bahwa penentuan
kehalalan/keharaman sebuah produk, terutama produk biologis membutuhkan informasi
yang menyeluruh, tidak hanya mengenai kandungannya saja, namun sejak proses bibit
dibiakkan. Untuk itu, guna mempercepat proses sertifikasi, Menteri Kesehatan RI, atas nama
negara, berkomunikasi langsung dengan SII untuk meminta dukungan dalam proses
sertifikasi halal vaksin MR, sekaligus meminta informasi yang dibutuhkan agar dapat
dikirimkan langsung kepada Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika
(LPPOM) MUI. Sementara berproses, kegiatan pemberian imunisasi MR tetap dilaksanakan
utamanya bagi masyarakat atau sasaran yang tidak memiliki keterikatan aspek syari.
Tiga hari kemudian, tepatnya pada 6 Agustus 2018, Menteri Kesehatan RI, Nila Farid
Moeloek, bersurat kepada Serum Institute of India (SII) terkait permohonan informasi terkait
vaksin. Pada tanggal yang sama, Menteri Kesehatan RI juga membuat Surat Edaran yang
ditujukan kepada seluruh Gubernur dan Bupati/Walikota di seluruh Indonesia terkait
Pelaksanaan Kampanye Imunisasi Measles Rubella Fase 2.
Sehari setelahnya, Menteri Kesehatan RI menerima jawaban dari pihak SII, yang berisi
bahwa pihaknya akan berkomunikasi secara langsung dengan LPPOM MUI dan Biofarma
dalam rangka mendukung proses sertifikasi halal vaksin MR dan program kampanye
imunisasi MR di Indonesia.
Komisi Fatwa MUI menyelenggarakan rapat pleno yang dipimpin oleh Sekretaris Komisi
fatwa MUI, yaitu K.H. Asrorum Niam dengan mengundang narasumber dari Kemenkes,
Biofarma, ITAGI, IDAI, dan Komnas KIPI pada 17 Agustus 2018. Agenda rapat pleno tersebut
yaitu mendengarkan pihak berkompeten tentang imunisasi MR.
Pada 20 Agustus 2018, rapat pleno Komisi Fatwa MUI membahas dan menetapkan Fatwa
MUI Nomor 33 Tahun 2018 tentang penggunaan vaksin MR produksi SII untuk Imunisasi. MUI
menekankan bahwa Fatwa MUI perlu dijelaskan secara utuh redaksinya agar penerimaan
di daerah dan masyarakat tidak parsial. Fatwa MUI ini menjadi pijakan sekaligus juga
panduan bagi pemerintah di dalam pelaksanaan imunisasi MR juga rujukan bagi
masyarakat, khususnya bagi masyarakat muslim untuk tidak ragu lagi mengikuti imunisasi
MR dengan vaksin yang sudah disediakan pemerintah.
Berdasarkan kajian oleh LPPOM MUI yang disampaikan kepada Komisi Fatwa MUI
mencatat bahwa di dalam produksinya, vaksin MR produksi SII memanfaatkan (bukan
mengandung) unsur haram, maka tidak dapat disertifikasi halal. Akan tetapi fakta saat ini,
berdasarkan informasi dari ahli yang kompeten dan kredibel ada urgensi untuk
melaksanakan program imunisasi karena jika tidak akan menyebabkan bahaya (hilangnya
nyawa dan atau kecacatan permanen) yang meresahkan kesehatan masyarakat. Maka,
kesimpulannya penggunaan vaksin MR produksi SII untuk program imunisasi dibolehkan
didasarkan pada tiga alasan, yaitu memenuhi ketentuan dlarurat syariiyah, belum adanya
alternatif vaksin yang halal dan suci, dan adanya keterangan ahli yang kompeten tentang
bahaya yang bisa ditimbulkan. Namun, kebolehan penggunaan vaksin MR sebagaimana
dimaksud tidak berlaku jika di kemudian hari ditemukan vaksin MR yang halal dan suci.