Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
A. Pendahuluan
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan
penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan
cukup lanjut , serta bersifat persisten dan irreversible.
Menurut catatan medical record RS Fatmawati klien gagal ginjal kronik
yang dirawat di RS Fatmawati pada periode 1 Agustus 2003 – 31 Juli 2004
berjumlah 224 orang atau 6,73% dari 3327 penderita penyakit dalam yang
dirawat, adapun periode 1 Agustus 2004 – 31 Juli 2005 berjumlah 237 orang
atau 6,03 % dari 3930 klien penyakit dalam yang dirawat, hal ini
menunjukan penurunan jumlah penderita gagal ginjal kronis yang dirawat
sebesar 0,33 %, namun demikian masalah keperawatan yang sering timbul
pada gagal ginjal kronik cukup kompleks, yang meliputi : kelebihan volume
cairan, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, kecemasan,
penurunan cardiac out put, gangguan mobilitas fisik, konstipasi / diare,
resiko tinggi injuri perdarahan, perubahan proses pikir dan kurangnya
pengetahuan.
Dalam mengatasi berbagai permasalahan yang timbul pada pasien gagal
ginjal kronik, peran perawat sangat penting, diantaranya sebagai pelaksana,
pendidik, pengelola, peneliti, advocate. Sebagai pelaksana, perawat
berperan dalam memberikan asuhan keperawatan secara profesional dan
komprehensif yang meliputi : mempertahankan pola nafas yang efektif,
mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, meningkatkan asupan
nutrisi yang adekuat, meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi dan
mencegah injury.
Sebagai pendidik perawat memberikan pendidikan kesehatan, khususnya
tentang perbatasan diet, cairan, dll. Perawat sebagai pengelola, yaitu
perawat harus membuat perencanaan asuhan keperawatan dan bekerja sama
dengan tenaga kesehatan lainnya sehingga program pengobatan dan
perawatan dapat berjalan dengan baik. Peran perawat sebagai peneliti
adalah menerapkan hasil penelitian di bidang keperawatan untuk meningkat
mutu asuhan keperawatan. Peran perawat sebagai advocate adalah membela
hak klien selama perawatan, seperti hak klien untuk mengetahui rasional
penatalaksanaan medis, pemeriksaan penunjang, dan sebagainya.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk mendapatkan
gambaran lebih jelas tentang bagaimana Asuhan keperawatan pada pasien
gagal ginjal kronik.
B. Rumusan masalah
C. Tujuan
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Anatomi dan Fisiologi gagal ginjal kronik
Secara normal, manusia memiliki dua ginjal (ginjal kanan dan kiri) setiap
ginjal memiliki panjang 12 cm, lebar 7 cm, dan tebal maksimum 2,5 cm,
dan terletak pada bagian belakang abdomen, posterior terhadap peritoneum,
pada cekungan yang berjalan disepanjang sisi corpus vertebrae. Lemak
perinefrik adalah lemak yang melapisi ginjal. Ginjal kanan terletak agak
lebih rendah dari pada ginjal kiri karena adanya hepar pada sisi kanan.
Sebuah glandula adrenalis terletak pada bagian atas setiap ginjal.
Struktur ginjal meliputi, kapsula fibrosa pada bagian luar, korteks adalah
bagian ginjal yang pucat dan berbercak-bercak oleh glomerulus, medula
yaitu bagian ginjal yang berwarna gelap dan bergaris terdiri dari sejumlah
papilla renalis yang menonjol kedalam pelvis, dan pembesaran pada ujung
atas ureter. Setiap ginjal dibentuk oleh sekitar satu juta nefron. Nefron
adalah unit struktural dan fungsional ginjal. Setiap nefron terdiri dari
tubulus renalis, glomerulus, dan pembuluh darah yang menyertainya. Setiap
tubulus renalis adalah tabung panjang yang bengkok, dilapisi oleh selapis
sel kuboid. Tubulus renalis dimulai sebagai kapsula bowman, mangkuk
berlapis ganda yang menutupi glomerulus, terpuntir sendiri membentuk
tubulus kontortus proksimal, berjalan dari korteks ke medula dan kembali
lagi, membentuk ansa henle, terpuntir sendiri kembali membentuk tubulus
kontortus distal. Dan berakhir dengan memasuki duktus koligentes. Setiap
duktus koligentes berjalan melalui medula ginjal, bergabung dengan duktus
koligentes dari nefron lain. Dan mereka membuka bersama pada permukaan
papila renalis didalam pelvis ureter.
Fungsi Ginjal
Fungsi ginjal adalah sebagai berikut:
1. Pengaturan cairan tubuh dan mengontrol keseimbangan asam basa.
2. Ekskresi produk akhir metabolisme.
3. Memproduksi Hormon.

Selain fungsinya sebagai pengendali keseimbangan air dan kimia


tubuh, ginjal menghasilkan renin dan eritropitin. Renin diproduksi oleh
sel-sel tertentu dalam dinding arteriol yang dilalui darah menuju
glomerulus. Renin disekresi bila tekanan darah sangat menurun
sehingga jumlah darah yang melewati ginjal tidak cukup. Hormon ini
meningkatkan tekanan darah.Hormon lain yang disekresi ginjal asalah
eritropoetin. Eritropoeitin disekresi oleh ginjal sebagai respon terhadap
penurunan tekanan oksigen normal. Hormon ini merangsang
pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang dan meningkatkan jumlah
darah yang tersedia untuk pengangkutan oksigen. Fungsi ginjal yang
lain memproduksi vitamin D yang aktif secara biologis. (J Gibson,
2001)

B. Definisi gagal ginjal kronik


Penyakit Ginjal Kronik adalah destruksi stuktur ginjal yang progesif dan
terus menerus (Corwin, 2009). Menurut Sibuea, Panggabean, & Gultom
(2005) Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah kerusakan faal ginjal yang
hampir selalu tak dapat pulih dan dapat disebabkan berbagai hal. Penyakit
Ginjal Kronik merupakan gejala yang muncul secara bertahap dan biasanya
tidak menimbulkan gejala awal yang jelas, sehingga penurunan fungsi ginjal
sering tidak dirasakan, namun tiba - tiba telah pada tahap yang sulit diobati
(Alam & Hadibroto, 2007).
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) merupakan sindroma klinis karena
penurunan fungsi ginjal secara menetap akibat kerusakan nefron. Proses
penurunan ginjal ini berjalan secara kronis dan progesif sehingga pada
akhirnya akan terjadi gagal ginjal terminal (GGT) (Tjokoprawiro, dkk.,
2007). Penyakit ginjal kronik (PGK) disebut juga sebagai penyakit renal
tahap akhir yang merupakan gangguan fungsi renal yang progesif dan
irreversibel dimana terjadinya kegagalan kemampuan tubuh dalam
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit
sehingga menyebabkan uremia (retensi urea) dan sampah nitrogen lain
dalam darah (Smeltzer & Bare, 2002).
Penyakit ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal secara bertahap
tanpa gejala yang dapat mengakibatkan kegagalan fungsi tubuh dalam
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit
sehingga menimbulkan uremia dan penumpukan nitrogen dalam darah.
Penyakit ginjal kronik adalah kelainan fungsi ginjal dengan atau tanpa
penurunan GFR < 60 ml/men/1,73 m² lebih dari 3 bulan (DOQI, 2002).
C. Etiologi gagal ginjal kronik
Menurut Muttaqin dan Sari (2011) dan Digiulio,Jackson, dan Keogh
(2014) begitu banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan terjadinya
gagal ginjal kronik. Akan tetapi apapun penyebabnya, respon yang terjadi
adalah penurunan fungsi ginjal secara progresif. Kondisi klinis yang
memungkinkan dapat mengakibatkan GGK bisa disebabkan dari ginjal
sendiri dan luar ginjal.
Penyebab dari ginjal : Penyakit pada saringan (glomerulus) :
glomerulonefritis, Infeksi kuman : pyelonefritis, ureteritis, Batu ginjal :
nefrolitiasis, Kista diginjal : polcytis kidney, Trauma langsung pada ginjal ,
Keganasan pada ginjal, sumbatan : batu ginjal, penyempitan/striktur
Penyebab umum di luar ginjal : Penyakit sistemik: diabetes melitus,
hipertensi, kolesterol tinggi, Dyslipidermia, Infeksi di badan : TBC Paru,
sifilis, malaria, hepatitis, Preklamsi, Obat-obatan, Kehilangan banyak cairan
yang mendadak (kecelakan) dan toksik

D. Patofisiologi gagal ginjal kronik


Penyakit gagal ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
men-dasarinya, tapi dalam perkem-bangan selanjutnya proses yang terjadi
kurang lebih sama. Mula-mula karena adanya zat toksik, infeksi dan
obstruksi saluran kemih yang menyebab-kan retensi urine. Dari penyebab
tersebut, Glomerular Filtration Rate (GFR) di seluruh massa nefron turun
dibawah normal. Hal yang dapat terjadi dari menurunnya GFR meliputi:
sekresi protein terganggu, retensi Na dan sekresi eritropoitin turun. Hal ini
mengakibatkan terjadinya 5 sindrom uremia yang diikuti oleh peningkatan
asam lambung dan pruritus. Asam lambung yang meningkat akan
merangsang rasa mual, dapat juga terjadi iritasi pada lambung dan
perdarahan jika iritasi tersebut tidak ditangani yang dapat menyebabkan
melena. Proses retensi Na menyebabkan total cairan ekstra seluler
meningkat, kemudian terjadilah edema. Edema tersebut menyebabkan
beban jantung naik sehingga adanya hipertrofi ventrikel kiri dan curah
jantung menurun.
Proses hipertrofi tersebut diikuti juga dengan menurunnya cardiac output
yang menyebabkan menurun-nya aliran darah ke ginjal, kemudian terjadilah
retensi Na dan H2O meningkat. Hal ini menyebabkan kelebihan volume
cairan pada pasien GGK. Selain itu menurunnya cardiac output juga dapat
menyebabkan suplai oksigen kejaringan mengalami penurunan menjadikan
metabolisme anaerob menyebabkan timbunan asam meningkat sehingga
nyeri sendi terjadi, selain itu cardiac output juga dapat mengakibatkan
penurunan suplai oksigen keotak yang dapat meng-akibatkan kehilangan
kesada-ran.
Hipertrofi ventrikel akan mengakibatkan payah jantung kiri sehingga
bendungan atrium kiri naik, mengakibatkan tekanan vena pulmonalis
sehingga kapiler paru naik terjadi edema paru yang mengakibatkan difusi
O2 dan CO2 terhambat sehingga pasien merasakan sesak. Adapun Hb yang
menurun akan mengakibatkan suplai O2 Hb turun dan pasien GGK akan
mengalami kelemahan atau gangguan perfusi jaringan. (Corwin,2009)

E. Manifistasi klinis gagal ginjal kronik


Beberapa gejala penyakit ginjal kronik menurut Alam & Hadibroto (2007)
sebagai berikut :
1. Perubahan frekuensi kencing, sering ingin berkemih pada malam hari
2. Pembengkakan pada bagian pergelangan kaki
3. Kram otot pada malam hari
4. Lemah dan lesu, kurang berenergi
5. Nafsu makan turun, mual dan muntah
6. Sulit tidur
7. Bengkak seputar mata pada waktu bangun pagi hari atau mata merah
dan berair (uremic red eye) karena deposit garam kalsium fosfat yang
dapat menyebabkan iritasi hebat pada selaput lendir mata
8. Kulit gatal dan kering

F. Klasifikasi gagal ginjal kronik


Menurut Wilson (1995) dalam Suwitra (2009), gambaran klinis perjalanan
penyakit ginjal kronik dapat dilihat melalui hubungan antara bersihan
kreatinin dan laju filtrasi glomerulus (LFG) terhadap kreatinin serum dan
kadar urea darah dengan rusaknya massa nefron secara progresif oleh
penyakit ginjal kronik. Perjalanan klinis penyakit ginjal kronik dapat dibagi
menjadi 5 stadium, yaitu:
1. Stadium I
Stadium I dinamakan penurunan cadangan ginjal. Secara perlahan akan
terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan
peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG ≥ 90 %,
pasien masih belum merasakan keluhan, tetapi telah terjadi peningkatan
urea dan kreatinin serum.
2. Stadium II
Pada derajat ini pasien akan mengalami kerusakan ginjal dengan laju
filtrasi glomerulus (LFG) mengalami penurunan ringan, dimana LFG
sebesar 60% sampai 89%.
3. Stadium III
Pada derajat ini pasien akan mengalami kerusakan ginjal dengan laju
filtrasi glomerulus (LFG) mengalami penurunan sedang, dengan LFG
30% sampai 59%.
4. Stadium IV
Stadium IV atau pasien mengalami kerusakan ginjal dengan laju filtrasi
glomerulus (LFG) mengalami penurunan berat, pada stadium ini LFG
sebesar 15% sampai 29%.
5. Stadium V
Pada stadium akhir LFG di bawah 15% akan terjadi gejala dan
komplikasi yang lebih serius yaitu gagal jantung, dan pada tahap ini
pasien sangat memerlukan terapi pengganti ginjal, seperti dialisis
ataupun tranplantasi ginjal.

G. Penatalaksanaan gagal ginjal kronik


Menurut Tjokoprawiro, dkk. (2007) dalam praktek sehari – hari
penatalaksanaan pada penyakit ginjal adalah sebagai berikut :
1. Pengobatan penyakit dasar
2. Pengendalian keseimbangan air dan garam
3. Diet rendah protein, tinggi kalori
4. Pengendalian tekanan darah
5. Pengendalian gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa
6. Pencegahan dan pengobatan osteodistrofi renal (ODR)
7. Pengobatan gejala uremi spesifik
8. Deteksi dini dan pengobatan infeksi
9. Penyesuaian pemberian obat
10. Deteksi dan pengobatan komplikasi
11. Persiapan dialisis dan transplantasi

H. Pemeriksaan penunjang gagal ginjal kronik


Menurut (Doengoes, 2000:628) pada pasien Gagal Ginjal Kronik di lakukan
pemeriksaan, yaitu :
1. Kreatinin plasma meningkat, karena penurunan laju filtrasi glomerulus.
2. Natrium serum rendah / normal.
3. Kalium dan fosfat meningkat.
4. Hematokrit menurun pada animia Hb : biasanya kurang dari 7-8 gr/dl.
5. GDA : PH : penurunan asidosis matabolik (kurang dari 7,2).
6. USG ginjal.
7. Pielogram retrograde.
8. Arteriogram ginjal.
9. Sistouretrogram.
10. EKG.
11. Foto rontgen.
12. SDM waktu hidup menurun pada defisiensi eritopoetin.
13. Urine : Volume : oliguria, anuria
Warna : keruh. Sedimen : kotor, kecoklatan.
BD : kurang dari 1,0125. Klerin kreatinin menurun.
Natrium : lebih besar atau sama dengan 40 m Eq/L.
Protein : proteinuria.

I. Komplikasi gagal ginjal kronik


Komplikasi yang mungkin terjadi pada gagal ginjal kronik meliput:
1. Anemia
2. Neuropati perifer
3. Komplikasi kardiopulmoner
4. Komplikasi GI
5. Disfungsi seksual
6. Parestesia
7. Disfungsi saraf motorik, seperti foot drop dan paralisis flasid
8. Fraktur patologis (Jennifer P. Kowalak, dkk, 2011, p. 564).

Sedangkan menurut (Padila, 2012, p. 251) ada beberapa komplikasi yang


disebabkan oleh gagal ginjal kronik, yaitu :
1. Hiperkalemia
2. Perikarditis, peradangan yang terjadi pada pelapisan pelindung jantung
(efusi pericardial dan tamponade jantung)
3. Hipertensi akibat dari beban jantung yang bekerja berat untuk memompa
darah ke seluruh tubuh dikarenakan banyak cairan
4. Anemia akibat Hb menurun
5. Penyakit tulang

DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, A dan Sari, K. 2011.Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem


Perkemihan.Banjarmasin: Salemba Medika.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. Jakarta: EGC
Gibson, M., 2001, Pharmaceutical Preformulation and Formulation, CRC
Press, United States of America.
Corwin. (2009). Hipertensi. Jakarta :EGC
Alam, Syamsir. Hadibroto, Iwan. 2007. Gagal Ginjal. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai