Anda di halaman 1dari 45

MAKALAH KIMIA PANGAN

VITAMIN DALAM BAHAN PANGAN

Makalah Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kimia Pangan

Dosen Pengampu: Dila Fairusi, M.Si

Disusun Oleh :

1. Kiki Zakiyah (11150162000002)


2. Dini Mardina (11170162000005)
3. Mutiah Aminy (11170162000007)
4. Nina Meliana Putri (11170162000009)
5. Nur Azizah (11170162000011)
6. Nira Nidaul Zannah (11170162000016)
7. Aji Fauzi Ridwan (11170162000023)
8. Safinah Adiliyah (11170162000024)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019
KATA PENGANTAR

Segala Puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu
tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penyusun
mampu menyelesaikan tugas makalah mengenai materi vitamin dalam bahan
pangan guna memenuhi tugas mata kuliah Kimia Pangan.

Kami tidak lupa menyampaikan rasa syukur dan terimakasih kepada


pihak-pihak yang telah membantu selama proses penyusunan makalah ini,
terutama kepada dosen mata kuliah Kimia Pangan Ibu Dila Fairusi, M.Si yang
telah membantu dan memberi dukungan kepada kami. Tidak ada yang sempurna
di dunia ini melainkan Allah SWT, maka makalah ini pun tidak luput dari segala
kekurangan. Oleh karena itu kami berharap adanya kritik dan saran dari para
pembaca. Dan kami juga berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun
dan pembaca.

Ciputat, November 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1


1.2. Rumusan Masalah ........................................................................ 2
1.3. Tujuan .......................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 3


2.1. Pengertian Vitamin ....................................................................... 3
2.2. Fungsi Vitamin ................................................. ........................... 3
2.3. Jenis-Jenis Vitamin ...................................................................... 4
2.4. Vitamin A ...................................................................................... 5
2.5. Vitamin B ...................................................................................... 12
2.6. Vitamin C ..................................................................................... 21
2.7. Vitamin D ..................................................................................... 26
2.8. Vitamin E .................................................................................... 29
2.9. Vitamin K .................................................................................... 36
2.10 Faktor-Faktor Lain Yang Menyerupai Vitamin ......................... 39

BAB III PENUTUP ....................................................................................... 40

3.1. Simpulan ....................................................................................... 40

3.2. Saran ............................................................................................. 40

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 41

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Semua orang tentu menginginkan tubuh yang sehat. Agar tubuh sehat tentu
saja perlu mengkonsumsi asupan-asupan makanan yang bergizi. Disamping itu
dalam arti makanan yang bergizi harus cukup mengandung vitamin dan mineral,
karena apabila tubuh kita kekurangan vitamin akan meningkatakan avitamiosis
dengan macam-macam penyakit. Dan apabila tubuh kita kelebihan vitamin yang
diperlukan maka tubuh akan mengalami hipertamiosis. Avitamiosis maupun
hipertamiosis sama-sama menyebabkan gangguan kesehatan dalam tubuh.
Vitamin adalah bahan utama bagi fungsi tubuh dan kesehatan yang
dibutuhkan dalam jumlah takaran yang lebih sedikit namun memiliki manfaat
yang sangat berguna bagi tubuh. Vitamin yang pertama kali ditemukan adalah
vitamin A dan B , dan ternyata masing-masing larut dalam lemak dan larut dalam
air. Kemudian ditemukan lagi vitamin-vitamin yang lain yang juga bersifat larut
dalam lemak atau larut dalam air.
Vitamin yang larut dalam air mempunyai toksisitas rendah, karena jumlah
yang berlabihan cepat diekskresi melalui urin, sebaliknya pemakaian vitamin yang
larut dalam lemak dengan jumlah yang berlebihan akan menyebabkan
tertimbunnya senyawa tersebut dalam tubuh dan dapat menimbulkan efek toksik.
(Tanu Ian, 1969) vitamin yang dapat larut dalam lemak diantaranya viamin A, D,
E, dan K. sedangkan yang dapat laurt dalam air yaitu vitamin B dan C.
Vitamin memiliki peran spesifik di dalam tubuh dan dapat pula
memberikan manfaat kesehatan. Bila kadar senyawa ini tidak mencukupi, tubuh
dpat mengalami suatu penyakit. Tubuh hanya memerlukan vitamin dalam jumlah
sedikit, tetapi jika kebutuhan ini diabaikan makan metabolisme di dalam tubuh
kita akan terganggu karena fungsinya tidak dapat digantikan oleh senyawa lain.
Gangguan kesehatan ini dikenal dengan istilah avitaminosis. Disamping itu
asupan vitamin juga tidak boleh berlebih karena bisa menyebabkan gangguan
metabolism tubuh. (Yuniastuti, 2008)

1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dapat maka rumusan masalah adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimnakah pengertian dari vitamin?
2. Apakah fungsi dari vitamin?
3. Apa saja jenis-jenis vitamin yang larut dalam air dan juga lemak?
4. Bagimanakah akibat dari kekurangan dan kelebihan asupan vitamin?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan Rumusan masalah di atas, penulis merumuskan tujuan sebagai
berikut:
1. Mengetahui pengertian dari vitamin
2. Mengetahui tentang fungsi dari vitamin
3. Mengetahui jenis-jenis vitamin dari sumber-sumber yang diperoleh
4. Mengetahui akibat dari kekeurangan dan kelebihan dari berbagai vitamin
1.4 Manfaat Penulisan Makalah
Manfaat dari penulisan makalah ini penulis mengarapkan
1. Menambah pengetahuan dan wawasan dalam ilmu kimia pangan
2. Menumbuhkan rasa ingin tahu yang tinggi terhadap pembelajaran kimia
pangan pada materi vitamin

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Vitamin

Vitamin merupakan senyawa organic yang diperlukan tubuh dalam jumlah


yang sangat sedikit, dan minimal menunjukkan satu fungsi metabolic khusus.
Substansi ini umumnya tidak dapat disintesis di dalam tubuh sehingga harus
disuplai dari makanan (Muchtadi, dkk, 2015 : 8.1). vitamin merupakan
mikronutrien yang dibutuhkan oleh tubuh manusia terutama untuk pengaturan
fungsi-fungsi dalam tubuh. Vitamin adalah senyawa organic yang terdiri dari
atom Carbon (C), Hidrogen (H), dan Oksigen (O), dan kadang-kadang Nitrogen
(N) atau elemen lain yang dibutuhkan dalam jumlah kecil agar metabolism,
pertumbuhan dan perkembangan berlangsung normal (Febry, dkk, 2013 : 7).

Vitamin terkenal sebagai zat penngatur pertumbuhan dan pemeliharaan


kehidupan. Vitamin yang dibutuhkan tubuh jumlahnya sangat kecil, tetapi
peranannya sangatpenting. Tiap vitamin memiliki fungsi khusus. Kekurangan atau
kelebihan vitamin dapat menimbulkan berbagai gangguan dan penyakit. Sebagian
vitamin dapat dibuat di dalam tubuh, tetapi umumnya tidak dapat dibuat dalam
tubuh dan harus diperoleh dari luar tubuh, yaitu dari makanan. Contoh vitamin D3
dari zat yang terdapat dalam kulit (dihidrokolestrol) dengan bantuan sinar
matahari. Ada juga zat yang disebut provitamin, yaitu zat yang dapat diubah oleh
tubuh menjadi vitamin, misalnya beta karoten dalam sayur dan buah diubah oleh
tubuh menjadi vitamin A (Widodo, 2008 : 29). Sedangkan antivitamin
merupakan substansi yang sangat mirip dengan vitamin, tetapi tidak dapat
berfungsi sebagai vitamin karena ada sedikit perbedaan komposisi kimianya. Bila
terjadi antagonism aka terjadi penolakan subtrat yang sesuai dan system enzim
gagal melaksanakan fungsi reaksi biokimia. Pseudovitamin digunakan untuk
menghambat pertumbuhsn sel yang tidak dikehendaki misalnya sel drah putih
pada leukemia. Namun sering berdampak pada sel yang dikehendaki, yaitu ikut
terhambat pertumbuhannya (Muchtadi, dkk, 2015 : 8.3).

2.2 Fungsi Vitamin

Vitamin berperan dalam beberapa tahap reaksi metabolism energy,


pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh, pada umumnya sebagai koenzim atau
sebagian dari enzim. Sebagian besar koenzim terdapat dalam bentuk apoenzim,
yaitu vitamin yang terletak dengan protein (Sibagariang, 2010 : 43). Secara umum
fungsi vitamin berhubungan erat dengan fungsi enzim, khusunya kelompok
vitamin B. enzim merupakan katalisator dalam tubuh. Enzim terdiri atas
komponen protein disebut apoenzim yang dihasilkan sel. Apoenzim baru aktif

3
ketika berkonjugasi dengan senyawa nonprotein (koenzim). Koenzim dibuat
didalam tubuh dan mengandung vitamin. Susunan lengkap apoenzim dengan
koenzim disebut haloenzim inilah yang mempunyai aktivitas sebagai katalisator.
Selain itu, vitamin juga berfungsi dalam pertumbuuhan dan pemeliharaan tubuh
(Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2007 : 75).

Beberapa fungsi umum vitamin adalah sebagai berikut.

a. Sebagai bagian dari suatu enzim atau koenzim yang penting dalam
berbagai reaksi di dalam tubuh
b. Mempertahankan fungsi berbagai jaringan, seperti epitel
c. Membantu proses pertumbuhan dan pembentukan sel-sel baru
d. Membantu pembuatan senyawa tertentu dalam tubuh
(Riyadi, 2015 : 1.57)

2.3 Klasifikasi Vitamin

Berdasarakan kelarutannya, vitamin dikelompokkan menjadi dua, yaitu


vitamin larut dalam lemak meliputi vitamin A,D, E, dan K, serta vitamin larut air
meliputi tiamin (vit B1), riboflavin (vit. B2), niasin (vit. B3), piridoksin (vit. B6),
biotin, asam pantotenat (vit. B5), asam folat (folasin), cobalamin (vit. B12) , dan
asam askorbat (vit. C).

Perbedaan sifat vitamin larut lemak dan larut air

Vitamin Larut Lemak Vitamin Larut Air


Larut dalam lemak dan pelarut lemak Larut dalam air
(turunannya ada yang larut air)
Dapat disimpan dalam tubuh (bila konsumsi Disimpan dalam jumlah sedikit
berlebih)
Diekskresikan dalam jumlah kecil ke dalam Dieksresikan ke dalam urin
asam empedu
Gejala defisiensi lambat muncul Gejala defisiensi cepat terlihat
Tidak harus disuplai tiap hari dala diet Harus disuplai setiap hari dalam diet
Mempunyai prekursor/provitamin Umumnya tidak mempunyai precursor
Hanya mengandung elemn C, H, O Mengandung elemen C, H, O, dan N serta Co
dan S
Diserap usus ke dalam system limfatik Diserap usus ke dalam system saluran darah
Toksik dalam dosis rendah Toksis dalam dosis tinggi

(Muchtadi, dkk, 2015 : 8.1)

4
2.4 Vitamin A

2.4.1 Sejarah

Penyakit mata pada abad ke-19 banyak terdapat di Eropa dan hingga kini
di negara yang sedang berkembang. Penyakit ini merupakan penyakit defisiensi
zat gizi pertama yang diteliti oleh Magendie pada tahun 1816 dengan memberikan
makanan yang hanya terdiri dari gluten gandum, pati, gula, dan minyak zaitun
pada anjing percobaan. Osborne dan Mendel (1912) menemukan bahwa tikus
bertumbuh normal jika diberi makanan yang mengandung lemak susu, bila
dikeluarkan pertumbuhan terganggu yang kemudian disusul dengan penyakit
mata. McCollum dan Davis menemukan bahwa pertumbuhan tikus terganggu bila
sumber lemaknya diberikan dalam bentuk lemak hewan.

Pada tahun 1928 karoten, pigmen berwarna kuning tumbuh-tumbuhan


diidentifikasi sebagai prekursor vitamin A. Pada tahun 1932 susunan kimia
vitamin A diketahui. Pada tahun 1937 , vitamin A dapat diisolasi dari minyak hati
halibut dalam bentuk kristal, pada tahun 1947 dapat disintesis. Kini, vitamin A
digunakan untuk fortifikasi berbagai macam pangan dan sebagai suplemen.
Vitamin A dinamakan retinol karena fungsi spesifiknya dalam retina mata

Penelitian-penelitian selama dua puluh tahun terakhir memberi bukti


bahwa kekurangan vitamin A tidak hanya menyebabkan kebutaan, namun juga
berdampak buruk pada jesehatan anak dan kelangsungan hidup secara
keseluruhan. Penelitian di sepuluh tahun terakhir menunjukkan kemungkinan
hubungan antara beta-karoten dan vitamin A dengan pencegahan dan peyembuhan
penyakit jantung koronen dan kanker (Almatsier, 2005: 154-155).

2.4.2 Jenis-Jenis Vitamin A

Vitamin A merupakan vitamin larut lemak yang pertama ditemukan. Di


dalam tubuh, vitamin A merupakan jenis vitamin yang aktif dan terdapat dalam
berbagai bentuk yaitu vitamin A bentuk alkohol (retinol), vitamin A bentuk
aldehid (retinal atau retinaldehid), vitamin A bentuk asam (asam retinoat), dan

5
vitamin A bentuk ester (ester retinil). Di dalam tubuh, bentuk-bentuk vitamin A
tersebut saling berubah menjadi dengan bantuan enzim tertentu.

Di dalam bahan pangan hewani, vitamin A berada dalam bentuk vitamin A


yang aktif dan siap digunakan tubuh. Di dalam bahan pangan nabati, sebagian
besar sumber vitamin A adalah dalam bentuk karatenoid yang merupakan pro-
vitamin A. Terdapat berbagai jenis karoten dalam tanaman, diantaranya yang
paling banyak ditemukan adalah bentuk 𝛼−, 𝛽−, 𝛾 − karoten dan kriptosantin.
Pro-vitamin A ini banyak terdapat pada bahan pangan yang berwarna kuning,
oranye atau merah, serta pada sayuran hijau. Daya serap tubuh terhadap karoten
hanya sekitar 33% dan hanya setengahnya yang akan diubah menjadi vitamin A
dalam tubuh (Furkon, 2016: 1.30-1.31). 𝛽 −karoten adalah bentuk provitamin A
yang paling aktif, yang terdiri dari dua molekul retinol yang saling berikatan.
Karotenoid terdapat di dalam kloroplas tanaman dan berperan sebagai katalisator
dalam fotosintesis yang dilakukan klorofil (Almatsier, 2005: 156).

Retinol merupakan padatan berwarna kuning pucat yang larut dalam minyak
dan lemak tetapi hanya sedikit larut dalam air, sehingga ditemukan dalam bagian
makanan yang berlemak. Vitamin ini mampu bersirkulasi dalam aliran darah
dengan terikat pada protein transpor tertentu.

Sayuran tidak mengandung retinol, namun memiliki pigmen yang disebut


karatenoid, yang secara kimia berkaitan dengan retinol. Karatenoid dapat diubah
menjadi retinol dalam dinding usus halus selama penyerapan dan karenanya
sayuran memiliki cukup banyak vitamin A. Karoten merupakan padatan berwarna
merah. Keberadaan vitamin A karoten tidak sebesar retinol. 𝛽 −karoten misalnya,
hanya efektif sebesar seperenam dari bobot retinol (Lean, 2013: 430-431).

2.4.3 Sifat Kimia

Vitamin A merupakan suatu kristal alkohol berwarna kuning dan larut dalam
lemak atau pelarut lemak. Dalam makanan vitamin A biasanya terdapat dalam

6
bentuk ester retinil, yaitu terikat pada asam lemak rantai panjang. Vitamin A
berfungsi dalam beberapa bentuk ikatan kimia aktif:

Retinol bila dioksidasi berubah menjadi retinal dan retinal dapat kembali
direduksi menjadi retinol. Selanjutnya, retinal dapat dioksidasi menjadi asam
retinoat. Vitamin A tahan terhadap panas cahaya dan alkali, namun tidak tahan
terhadap asam dan oksidasi. Suhu tinggi untuk menggoreng dapat merusak
vitamin A, begitupula oksidasi yang terjadi pada minyak yang tengik.
Pengeringan buah di matahari dan cara dehidrasi lain menyebabkan kehilangan
sebagian vitamin a.

2.4.4 Fungsi

a. Fungsi Penglihatan

Retinal berkombinasi dengan opsin (protein) membentuk rhodopsin


(pigmen penglihatan). Apabila cahaya mengenai retina, pigmen penglihatan
memudar menjadi kuning, kemudian retinal terpisah dari opsin. Stimulus
ditransfer dari retina melalui serat syaraf optik ke mata. Selama proses ini retinal
diubah lagi menjadi retinol. Sebagian besar retinol diubah lagi menjadi retinal dan
bergabung lagi dengan opsin. Sejumlah kecil retinol hilang dalam proses,
sehingga harus disuplai lagi dari darah.

b. Pertumbuhan

Pertumbuhan dapat terhenti apabila tidak disuplai vitamin A dan


persediaan di dalam tubuh telah habis.

c. Kesehatan sel-sel epitel

Bila terjadi defisiensi vitamin A maka sel-sel epitel tidak mampu


mengeluarkan mucus dan tidak membentuk cilia untuk mencegah akumulasi
bahan asing pada permukaan sel yang dapat mengakibatkan sel menjadi kering
dan berubah bentuk.

7
d. Pembentukan tulang

Defisiensi vitamin A akan menghambat pemanjangan tulang. Asam


retinoat dapat melakukan fungsi vitamin A dalam pembentukan tulang dan
jaringan epitel (Muchtadi dkk, 2015: 8.9-8.10).

e. Membantu diferensiasi sel

Saat diferensiasi sel terjadu perubahan bentuk dan fungsi sel yang
berkaitan dengan perubahan perwujudan gen-gen tertentu. Vitamin A bentuk asam
retinoat berperan aktif dalam pengaturan faktor penentu keturunan/gen yang
berpengaruh pada sintesis protein.

f. Membantu sistem kekebalan tubuh

Diduga retinol berpengaruh terhadap pertumbuhan dan diferensiasi


limfosit B yaitu leukosit yang berperan dalam proses kekebalan humoral. Vitamin
A juga diduga berperan dalam memberikan respon antibodi yang berkaitan
dengan sel-T yaitu limfosit yang berperan dalam proses kekebalan seluler
(Furkon, 2016: 1.33)

2.4.5 Angka Kecukupan Vitamin A

Berikut tabel yang menunjukkan angka kecukupan vitamin A yang


dianjurkan untuk berbagai golongan umur dan jenis kelamin di Indonesia.

Tabel 2.1

Angka Kecukupan Vitamin A

Kelompok Umur Vitamin A


(𝜇𝐺RE/hari)
Anak
1-6 bln 375
7-11 bln 400
1-3 thn 400
4-6 thn 450

8
7-9 thn 500
Pria (tahun)
10-12 600
13-15 600
16-18 600
19-29 600
30-49 600
50-64 600
65+ 600
Wanita (tahun)
10-12 600
13-15 600
16-18 600
19-29 500
30-49 500
50-64 500
65+ 500
Ibu hamil +300
Menyusui
1-6 bln +350
7-12 bln +350
Sumber: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004)

2.4.6 Defisiensi dan Toksisitas

A. Defisiensi

a. Buta Senja (Niktalopia)

Merupakan ketidakmampuan menyesuaikan penglihatan dari cahaya


terang ke cahaya samar-samar/senja.

9
b. Perubahan pada Mata

Kornea mata terpengaruh secara dini oleh kekurangan vitamin A. Kelenjar


air mata tidak mampu mengeluarkan air mata sehingga terjadi pengeringan pada
selaput yang menutupi kornea. Gejala-gejala dalam bentuk ringan dinamakan
xerosis konjungtiva, yaitu kongjungtiva menjadi kering, bercak bitot, yaitu bercak
putih keabu-abuan pada kongjungtiva. Dalam bentuk sedang dinamakan xerosis
kornea, yaitu kornea menjadi kering dan kehilangan kejernihannya. Tahap akhir
yaitu keratomalasia, di mana kornea menjadi lunak dan bisa pecah yang
menyebabkan kebutaan total.

c. Perubahan pada Kulit

Kulit menjadi kering dan kasar. Folikel rambut menjadi kasar, mengeras
dan mengalami keratinisasi yang dinamakan hiperkeratosis folikular.

d. Gangguan Pertumbuhan

Pertumbuhan sel-sel menjadi terhambat, termasuk juga sel-sel tulang.

e. Lain-lain

Dapat terjadi keratinisasi sel-sel rasa pada lidah yang menyebabkan


berkurangnya nafsu makan dan anemia (Almatsier, 2005: 163-166).

B. Toksisitas

Keracunan vitamin A dapat terjadi pada tingkat konsumsi 16.000 RE/hari,


ada juga yang keracunan pada level konsumsi lebih rendah, yaitu 6.000 RE/hari.
Terdapat juga keracunan yang terjadi bila tingkat konsumsi 40.000-55.000
RE/hari.

Periode awal mulai konsumsi dosis tinggi sampai timbul gejala keracunan
sekitar 6-15 bulan. Gejala keracunan orang dewasa: sakit kepala, mengantuk,
mual-mual, rambut rontok, kulit mengering, dan diare. Pada anak-anak gejala
yang timbul: dermatitis, berat badan menurun, dan sakit pada tulang rangka. Bayi
juga dapat mengalami keracunan akibat kelebihan vitamin A, gejalanya: kepala

10
menonjol dan berair, tekanan di dalam tengkorak meningkat dan mudah marah
(Muchtadi dkk, 2015: 8.14).

Karoten tidak menimbulkan gejala kelebihan, karena absorpsi karoten


menurun bila konsumsi tinggi. Sebagian karoten diserap tidak diubah menjadi
vitamin A, namun tersimpan di dalam lemak. Bila lemak di bawah kulit
mengandung banyak karoten, warna kulit akan terlihat kekuningan.

2.4.7 Sumber Vitamin A dalam Bahan Pangan

Sumber vitamin A adalah hati, kuning telur, susu (di dalam lemaknya) dan
mentega. Minyak hati ikan digunakan sebagai sumber vitamin A yang digunakan
untuk penyembuhan. Sumber karoten adalah sayuran berwarna hijau tua serta
sayuran dan buah-buahan yang berwarna kuning-jingga, seperti daun singkong,
daun kacan, kangkung, bayam, jagung kuning, pepaya, mangga, nangka masak,
dan jeruk. Minyak kelapa sawit yang berwarna merah kaya akan karoten
(Almatsier, 2005: 162).

Tabel 2.2

Nilai vitamin A berbagai bahan makanan

11
2.5 Vitamin B

Vitamin B merupakan suatu kompleks vitamin yang terdiri dari sepuluh


faktor yang memiliki fungsi saling berkaitan. Mereka semua larut, sebagian besar
ataupun sebagian kecil dalam air dan karena tubuh tidak memiliki kapasitas yang
cukup untuk menyimpan mereka, kelebihannya setelah kebutuhan tercukupi akan
dikeluarkan melalui urin. Anggota kelompok vitamin B adalah: tiamin (vitamin
B1); riboflavin (vitamin B2); niasin (asam nikotenat dan nikotinamid); piridoksin
(vitamin B6); asam pantotenat; biotin, kobalamin, atau vitamin B12; folat (sebagai
asam folat dalam suplemen) (Lean, 2013: 443)

2.5.1 Tiamin (Vitamin B1)

A. Sejarah

Pada abad ke-19 ditemukan beri-beri secara epidermis di Jepang, Cina,


dam Asia Tenggara. Eykman (1897) mengamati bahwa ayam yang makan sisa-
sisa nasi putih dari penjara mengalami kelemahan berat. Funk (1911) kemudian
berhasil mengisolasi faktor antiberi-beri dari dedak beras dan menamakannya
vitamine. Jansen dan Donat (1926) berhasil mengisolasi bentuk kristal vitamin
dan melakukan uji coba pada burung-burung. Struktur kimia dan sintesis tiamin
pertama kali berhasil dilakukan oleh Williams dan Cline pada tahun 1936
(Almatsier, 2005: 191).

B. Sifat Kimia

Tiamin mengandung sulfur (tio) dan nitrogen (amine). Molekul tiamin


terdiri atas cincin pirimidin yang terikat dengan cincin tiasol. Dalam makanan,
tiamin ditemukan dalam bentuk bebas atau dalam bentuk kompleks dengan
protein atau kompleks protein-fosfat.

12
Tiamin Tiamin pirofosfat
(kokarboksilase)

Tiamin merupakan kristal putih kekuningan yang larut dalam air. Dalam
keadaan kering tiamin cukup stabil, namun dalam keadaan larut, vitamin B1 hanya
tahan dalam suasana asam. Tiamin mudah rusak oleh panas, suasana alkali, dan
oksidasi. Dalam proses pemasakan dengan air, tiamin akan larut dalam air
(Furkon, 2016: 1.41).

C. Fungsi

Tiamin aktif dalam bentuk kokarboksilase dikenal juga sebagai


tiamin pirofosfatase (TPP). Tiamin sangat berperan dalam metabolisme
karbohidrat yaitu berfungsi sebagai koenzim berbagai reaksi metabolisme energi.
Tiamin dibutuhkan untuk proses dekarboksilasi piruvat dalam siklus krebs untuk
menghasilkan energi.

D. Defisiensi

Gejala kekurangan tiamin terutama menyangkut sistem saraf dan jantung,


yang dalam keadaan berat dinamakan beri-beri, yaitu beri-beri basah dan beri-beri
kering. Beri-beri basah ditandai oleh sesak napas dan edema setelah mengalami
rasa lelah berkepanjangan. Tanda-tanda ini menunjukkan kegagalan jantung. Beri-
beri kering ditandai oleh kelemahan otot luar biasa dan degenerasi saraf perifer
yang dapat berlanjut dengan kelumpuhan kaki. Beri-beri dapat disembuhkan
dengan pemberian tiamin bila kerusakan belum terlalu parah (Almatsier, 2005:
193-194).

E. Angka Kecukupan Vitamin B1

Konsumsi tiamin yang dianjurkan per orang per hari menurut Widya Karya
Nasional Pangan dan Gizi, 1978 yaitu 0,4-0,7 mgr untuk anak-anak di bawah 10
tahun; sedang untuk orang dewasa adalah 0,7-1,0 mgr; wanita hamil dan
menyusui perlu 0,2 mgr dan 0,3 mgr.

13
F. Sumber Vitamin B1 dalam Bahan Pangan

Sumber tiamin yang baik yaitu biji-bijian seperti beras PK (pecah kulit)
atau bekatulnya. Daging, unggas, ikan, dan telur juga merupakan sumber tiamin,
meskipun sayuran dan buah-buahan kadar tiaminnya kecil, namun jika
dikonsumsi dalam jumlah besar akan membantu menyediakan tiamin bagi tubuh
(Winarno, 2004: 135).

2.5.2 Riboflavin (Vitamin B2)

A. Sejarah

Riboflavin ditemukan sebagai pigmen kuning kehijauan yang bersifat


fluoresen (mengeluarkan cahaya) dalam susu pada tahun 1879 dan fungsi
biologiknya baru ditemukan pada tahun 1932. Vitamin ini disintesis pada tahun
1935 dan dinamakan riboflavin.

B. Sifat Kimia

Vitamin B2 disebut riboflavin karena strukturnya mirip dengan gula ribosa


dan juga karena ada hubungannya dengan kelompok flavin.

Dalam bentuk murni, riboflavin adalah kristal kuning. Riboflavin larut air,
tahan panas, oksidasi dan asam, tetapi tidak tahan alkali dan cahaya terutama sinar
ultraviolet, dalam proses pemasakan tidak banyak yang rusak (Almatsier, 2005:
194)).

C. Fungsi

Fungsi riboflavin adalah sebagai koenzim FAD (Flavin Adenin


Dinukleotida) dan FMN (Flavin Adenin Mononulteotida) yang terlibat
metabolisme energi (metabolisme karbohidrat, protein, lemak). FAD berfungsi

14
mengubah triptopan menjadi niasin, sedangkan FMN berfungsi membantu fungsi
B6 (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007: 83).
Riboflavin juga berfungsi dalam pertumbuhan, namun pengaruhnya tidak
langsung. Enzim ini diatur oleh hormon tiroksin.

D. Defisiensi

Kekurangan riboflavin dapat terjadi secara bersamaan dengan kekurangan


vitamin larut air lain. Tanda-tanda awal kekurangan riboflavin di antaranya mata
panas dan gatal, tidak tahan cahaya, kehilangan ketajaman mata, bibir, mulut serta
lidah sakit dan panas. Kemudian gejala ini berkembang menjadi cheilosis (bibir
meradang), stomatitis angular (sudut mulut pecah), glossitis (lidah licin dan
berwarna keunguan) dan pembesaran kapiler darah di sekeliling kornea mata.
Selain itu dapat mengakibatkan bayi lahir sumbing dan gangguan pertumbuhan
(Almatsier, 2005: 197).

E. Angka Kecukupan Vitamin B2

Konsumsi riboflavin yang dianjurkan oleh Widya Karya Nasional Pangan


dan Gizi, 1978 untuk orang Indonesia per orang per hari adalah 0,4-0,6 mg untuk
bayi; anak-anak sampai umur 10 tahun memerlukan 0,8-1,2 mg; orang dewasa
antara 1,2-1,6 mg; sementara untuk orang yang mengandung dan menyusui
masing-masing 1,5 mg dan 1,7 mg.

F. Sumber B2 dalam Bahan Pangan

Sumber riboflavin utama berasal dari hasil ternak. Hati, ginjal, dan
jantung mengandung riboflavin dalam jumlah tinggi. Sayuran hijau dan biji-bijian
hanya sedikit mengandung riboflavin. Buah-buahan dan ubi-ubian juga sangat
rendah kandungannya (Winarno, 2004: 137).

2.5.3 Niasin (Asam Nikotinat)

A. Sejarah

Identifikasi niasin erat berkaitan dengan penelitian tentang penyebab dan


pengobatan pelagra, yaitu suatu penyakit yang umum ditemukan pada abad ke-18

15
di Spanyol dan Italia. Elvehjem pada tahun 1937 menemukan bahwa penyakit
pelagra pada anjing disebabkan oleh niasin. Bentuk niasin sebagai nikotinamida
kemudian diisolasi dari Nikotinamida Adenin Dinukleotida Fosfat (NADP) dan
Nikotinamida Adenin Dinukleotida (NAD) (Almatsier, 2005: 198)

B. Sifat Kimia

Niasin adalah istilah generik untuk asam nikotinat dan turunan alaminya
nikotinamida (niasin amida).

Asam nikotinat Nikotinamida

Niasin amida banyak terdapat dalam jaringan ternak dan lebih larut dalam air,
sedang niasin sangat sedikit larut dalam air dingin dan hanya larut sebagian dalam
air panas (Winarno, 2004: 138-139). Niasin atau asam nikotinat merupakan kristal
putih yang lebih stabil dari tiamin dan riboflavin. Niasin tahan terhadap suhu
tinggi, cahaya, asam, alkali, dan oksidasi. Niasin tidak rusak oleh pengolahan dan
pemasakan normal. Niasin mudah diubah menjadi bentuk aktif nikotinamida.

C. Fungsi

Nikotinamida berfungsi dalam tubuh sebagai bagian koenzim NAD dan


NADP (NADH dan NADPH adalah bentuk reduksinya). Koenzim ini dibutuhkan
dalam reaksi oksidasi-reduksi pada glikolisis, metabolisme protein, asam lemak,
pernapasan sel dan detoksifikasi di mana peranannya melepas dan menerima atom
hidrogen. NAD juga berfungsi dalam sintesis glikogen (Almatsier, 2005: 199)

16
D. Defisiensi

Pada tahap awal kekurangan niasin akan terjadi kelemahan otot, anoreksia,
gangguan pencernaan dan kulit memerah. Kekurangan niasin yang parah setelah
beberapa bulan dapat mengakibatkan pelagra dengan gejala: sakit tenggorokan,
lidah, dan mulut, serta terjadi dermatitis yang sangat khas yaitu simetrik siku,
kaki, kulit, serta leher. Mula-mula kulit berwarna merah, bengkak, lunak, dan
menyerupai sunburn. Kemudian jika keadaan terus berlanjut, maka kulit akan
bersisik dan kadang-kadang terjadi luka ( Winarno, 2004: 139).

E. Angka Kecukupan Asam Nikotinat

Kebutuhan minimal asam nikotinat untuk mencegah pelagra rata-rata 4


mg/1000 kkal, pada orang dewasa asupan minimal 13 mg (Departemen Gizi dan
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007: 85).

F. Sumber Asam Nikotinat dalam Bahan Pangan

Sumber asam nikotinat berasal dari hati, ginjal, daging, ikan, ayam,
sayuran daun hijau, tomat, kacang tanah. Sementara itu buah-buahan dan sayuran
sedikit mengandung niasin (Riyadi, 2015: 1.59). Susu dan telur mengandung
sedikit niasin tetapi protein mereka kaya triptofan sehingga mereka merupakan
sumber yang kaya vitamin niasin.

2.5.4 Asam Pantotenat (Vitamin B5)

A. Sejarah

Asam pantotenat ditemukan dalam penelitian tentang faktor pertumbuhan


anti dermatitis dalam khamir. Sintesis dilakukan pada tahun 1940.

B. Sifat Kimia

Asam pantotenat adalah derivatif dimetil dari asam butirat yang berkaitan
dengan beta-alanin.

17
Asam pantotenat adalah kristal putih yang larut air, rasa pahit, lebih stabil dalam
keadaan larut daripada kering, serta mudah terurai oleh asam, alkali dan panas
kering. Dalam larutan netral, asam pantotenat tahan terhadap panas basah.

C. Fungsi

Asam pantotenat merupakan bagian koenzim A yang diperlukan dalam


berbagai reeaksi metabolisme sel. Asam pantotenat yang merupakan bagian dari
KoA terlibat dalam berbagai reaksi yang berkaitan dengan metabolisme
karbohidrat dan lipida, termasuk sintesis dan pemecahan asam lemak. Asam
pantotanat terlibat juga dalam sintesis hormon steroid, kolesterol, fosfolipida, dan
porfirin yang diperlukan untuk pembentukan hemoglobin.

D. Defisiensi

Kekurangan asam pantotanat jarang terjadi karena asam pantotenat banyak


terdapat di bahan makanan. Gejala-gejala kekurangan yaitu: rasa tidak enak pada
saluran cerna, kesemutan dan rasa panas pada kaki, muntah-muntah, diare, rasa
lelah dan susah tidur

E. Angka Kecukupan Asam Pantotenat

Konsumsi sebanyak tiga hingga tujuh mg/hari diperkirakan cukup untuk


orang dewasa. Namun Angka Kecukupan Gizi untuk vitamin B5 belum
ditetapkan.

F. Sumber Asam Pantotenat dalam Bahan Pangan

Asam pantotenat terdalam di semua jaringan hewan dan tumbuh-


tumbuhan. Sumber paling baik adalah hati, ginjal, kuning telur, khamir, daging,
ikan, unggas, serelia utuh, dan kacang-kacangan (Almatsier, 2005: 203-204).

18
2.5.5 Piridoksin, Piridoksal, dan Piridoksamin (Vitamin B6)

A. Sejarah

Sejak tahun 1926, Coldberger dan Lilie menemukan suatu penyakit kulit
pada tikus yang beberapa tahun kemudian diketahui disebabkan oleh kekurangan
vitamin B6. Pada tahun 1939, vitamin ini telah berhasil diisolasi dan dimurnikan
(dikristalkan) dan diketahui bahwa senyawa tersebut memiliki keaktifan biologis
(Winarno, 2004: 140).

B. Sifat Kimia

Vitamin B6 terdiri dari kelompok piridina yang banyak kesamaannya satu


dengan yang lain, yaitu piridoksin, piridoksal, dan piridoksamina.

Piridoksin merupakan kristal putih tidak berbau, larut air dan alkohol.
Piridoksin tahan panas dalam keadaan asam, tidak begitu stabil dalam larutan
alkali dan tidak tahan cahaya.

C. Fungsi

Vitamin B6 berperan dalam bentuk fosforilasi PLP dan PMP sebagai


koenzim terutama dalam transminasi, dekarboksilat, dan reaksi lain yang
berkaitan dengan metabolisme protein.

D. Defisiensi dan Toksisitas

Kekurangan vitamin B6 jarang terjadi, dan apabila terjadi biasanya


bersamaan dengan kekurangan beberapa jenis vitamin B kompleks lain.
Kekurangan terjadi akibat obat-obatan tertentu, keracunan alkohol, kelainan

19
kognetial, dan penyakit kronik tertentu. Gejala yang dapat timbul yaitu berkaitan
dengan gangguan metabolisme protein seperti lemah, mudah tersinggung, dan
sukar tidur.

Sementara itu, konsumsi vitamin B6 secara berlebihan selama berbulan-


bulan akan menyebabkan kerusakan saraf yang tidak dapat diperbaiki
(Sibagariang, 2010: 56).

E. Angka Kecukupan Vitamin B6

Keperluan vitamin B6 per orang per hari sangat tergantung pada jumlah
protein yang dikonsumsi. Untuk Indonesia belum ditentukan, tetapi sebagai
pedoman untuk manusia standar dipelukan 2,0 mg per orang per hari, sedang
untuk masyarakat dengan konsumsi protein rendah (40-50 g/hari) hanya
diperlukan 1,2-1,5 mg (Winarno, 2004: 140-141).

F. Sumber Vitamin B6 dalam Bahan Pangan

Sumber utama vitamin B6 adalah daging, unggas, dan ikan. Kemudian


disusul oleh kentang, ubi jalar, dan sayur-sayuran, barulah susu dan biji-bijian.

2.5.6 Biotin (Vitamin B7)

A. Sejarah

Pada tahun 1930, Parsons dan para asistennya menemukan gejala pada
tikus yang diberi ransum yang mengandung putih telur (albumen) mentah. Tikus-
tikus itu kehilangan rambut terutama di sekitar mata, berat badan turun secara
cepat, kelumpuhan pada kaki belakang dan akhirnya mati. Ternyata gejala
tersebut tidak timbul pada tikus yang diberi ramsum yang putih telurnya dimasak.
Pada tahun 1936, Kogl berhasil mengisolasi biotin dari kuning telur yang identik
dengan faktor pertumbuhan untuk khamir.

B. Fungsi

Fungsi biotin untuk metabolisme karbohidrat, protein dan lemak

20
C. Sumber

Sumber biotin banyak ditemukan srring ditemukan pafa makanan hati,


kuning telur, tempe, selerelia, ragi, kacang – kacangan, sayuran, dan buah-buahan
seperti (pisang, jeruk, semangka, strowbery) (Departemen Gizi dan Kesehatan
Masyarakat, 2007: 89).

5.5.7 Kobalamin (Vitamin B12)

A. Sejarah

Fungsi vitamin B12 diperlukan untuk mengubah folat menjadi bentuk


aktif. Dan dalam fungsi normal metabolisme semua sel. Terutama saluran sel- sel
cerna, sumsum tulang dan jaringan saraf.

B. Sumber

Sumber vitamin B12 dari bakteri, fungi, ganggang. Sumber makanan


utama vitamin B12 adalah makanan protein hewani yang memperolehnya dari
hasil sintesis bakteri dari usus seperti hati, ginjal, disusuk oleh susu, telur, ikan,
keju, dan daging (Sibagariang, 2010: 57).

C. Fungsi

Vitamin B12 berfungsi mencegah anemia pernisiosa dan kerusakan otak,


meningkatan pertumbuhan dan nafsu makan, dan pembentukan sel darah merah
(Rahayu, 2009: 32).

2.6. Vitamin C

2.6.1 Karaskteristik Vitamin C

Vitamin C adalah salah satu vitamin yang sangat diperlukan oleh tubuh
dan juga memiliki fungsi untuk meningkatkan daya tahan tubuh (sistem imun).
Vitamin C berbentuk Kristal putih yang larut air yang sangat tidak stabil karena
mudah rusak oleh panas dan akibat oksidasi. Vitamin C dikenal dengan nama
kimia dari bentuk utamnya yaitu asam askorbat. (Indra, 2013)

21
Struktur vitamin C

Vitamin C termasuk golongan vitamin antioksidan yang mampu


menangkal berbagai radikal bebas. Vitamin C tidak stabil dalam alkali tetapi
cukup stabil dalam larutan asam. Vitamin C dialam berada dalam dua bentuk,
yaitu L-askorbat (bentuk tereduksi) dan L-asam dehidro askorbat (bentuk
teroksidasi) oleh panasa cahaya dan logam . Bentuk vitamin C tereduksi lebih
aktif dibandingkan dengan bentuk teroksidasi ( Furkon, 2016).

2.6.2 Peran Vitamin C Dalam Tubuh

Vitamin C mempunyai banyak fungsi di dalam tubuh, sebagai koenzim


atau kofaktor. Asam askorbat adalah bahan yang kuat kemampuan reaksinya dan
bertindak sebagai antioksidan dalam reaksi-reaksi hidroksilasi. Beberapa turunan
vitamin C (seperti asam eritrobik dan askorbit palmitat) digunakan sebagai
antioksidan di dalam industri pangan untuk mencegah proses menjadi tengik,
perubahan warna (browning) pada buah-buahan dan untuk mengawetkan daging.
Banyak proses metabolisme dipengaruhi oleh asam askorbat, namun
mekanismenya belum diketahui dengan pasti (Almatsier S, 2005).
Fungsi fisiologis yang telah diketahui memerlukan vitamin C adalah:
a. Membantu membentuk dan memelihara substansi segmen intraseluler
dalam jaringan ikat dalam tubuh, yakni kalogen dan senyawa-senyawa
yang memperkuat jaringan. Kolagen adalah protein yang merupakan
komponen semua jaringan pengikat dan juga merupakan komponen utama
kulit, tulang rawan, gigi dan jaringan bekas luka serta melengkapi struktur
kerangka tulang. Dalam pembentukan kalogen vitamin C bertindak

22
sebagai katalisator reaksi hidroksilasi perubahan lisin dan prolin (di dalam
serat kolagen).

b. Melindungi tubuh terhadap infeksi dan membantu penyembuhan luka.

c. Ikut serta dalam pembentukan sel-sel darah merah dan sum-sum tulang.

d. Diperlukan untuk pertumbuhan tulang dan gigi. Kualitas struktur gigi


tergantung pada status vitamin C pada periode pembentukan gigi.
“Odontoblast“ (lapisan gigi) tidak akan terbentuk secara normal bila
kekurangan vitamin C.

e. Penurunan kadar kolesterol Mekanisme imunitas dalam rangka daya tahan


tubuh terhadap berbagai serangan penyakit dan toksin. Vitamin C berperan
penting melalui proses metabolisme kolesterol, karena dalam proses
metabolisme kolesterol yang dibuang dalam bentuk asam empedu dan
mengatur metabolisme kolesterol (Djaini, 2010)

Beberapa manfaat vitamin C diantaranya :


1. Sebagai penambah sistem kekebalan tubuh.
2. Memperbaiki sel-sel yang rusak akibat radikal bebas.
3. Menghambat penuaan dini.
4. Menghambat sel kanker, terutama kanker paru-paru, prostat, payudara,
usus besar, empedu dan otak (Indra, 2013).

2.6.3 Sumber Vitamin C


Vitamin C dapat ditemukan pada bahan makanan nabati maupun hewani.
Sumber utama vitamin ini adalah buah-buahan dan sayur-sayuran seperti melon,
jeruk, tomat, strowberi, aspargus, brokoli, kubis, dan kembang kol. Kandungan
vitamin C juga tinggi pada daun singkong, daun katuk, dan daun pepaya.
Sedangkan bahan makanan yang berasal dari hewan seperti daging dan susu
kandungan vitamin C nya lebih sedikit.
kandungan vitamin C nya akan berkurang. Cara memasak bahan makanan
sumber vitamin C adalah dengan menggunakan sesedikit mungkin air dan air

23
tersebut sebaiknya turut dikonsumsi juga. Oleh karena itu sember vitamin C dari
makanan yang paling baik adalah memakan langsung buah-buahan dalam keadaan
segar (khomasan, 2004).
2.6.4 Akibat Kekurangan Vitamin C
Akibat kekurangan vitamin C yaitu menimbulkan penyakit Scorbut.
Namun scorbut dalam bentuk berat sekarang jarang terjadi, karena sudah
diketahui cara mencegah dan mengobatinya. Skorbut atau scurvy adalah suatu
penyakit langka yang terjadi pada saat tubuh kekurangan vitamin C. Vitamin C
atau asam askorbat tidak dapat diproduksi oleh tubuh sehingga perlu asupan
secara rutin dan cukup dari makanan.

Vitamin C sangat penting bagi tubuh karena berfungsi untuk membantu


pembuatan kolagen. Kolagen merupakan protein yang terdapat pada berbagai
jaringan tubuh, seperti kulit, tulang, dan pembuluh darah. Tanpa keberadaan
vitamin C yang cukup, serat kolagen dalam tubuh tidak dapat diperbaiki sehingga
dapat memicu kerusakan jaringan tubuh. Kerusakan jaringan inilah yang memicu
munculnya skorbut pada seseorang.

Penyebab utama skorbut pada seseorang adalah kekurangan vitamin C


kronis. Jika seseorang mengalami kekurangan vitamin C, maka regenerasi
kolagen akan terganggu. Tanpa pembentukan serat kolagen, jaringan tubuh akan
mengalami kerusakan secara perlahan. Terdapat beberapa hal yang dapat memicu
seseorang mengalami skorbut sehingga terjadi kekurangan asupan vitamin C
yaitu:

 Ketergantungan obat.
 Kebiasaan minum minuman beralkohol.
 Mengalami gangguan mental kompleks, seperti skizofrenia dan depresi
berat.
 Menjalani kehamilan atau sedang menyususi sehingga membutuhkan
asupan vitamin lebih banyak.
 Menjalani fad diet, yaitu diet yang tidak sehat dan tidak seimbang dengan
tujuan menurunkan berat badan secara instan.
 Merokok.

24
 Memiliki penyakit yang mengganggu penyerapan nutrisi, seperti kolitis
ulseratif atau penyakit Crohn.

Tanda-tanda awal dari kekurangan vitamin C adalalah

1. lemah, lelah, napas pendek, an kejang otot


2. persendian sakit serta kurang nafsu makan
3. kulit menjadi kering, kasar dan gatal, warna merah kebiruan dibawah kulit,
gusi berdarah (Sibagaring, 2010).
4. Perdarahan gusi
5. Mulu, mata kering dan rambut rontok
6. Luka sukar sembuh
7. Terjadinya anemia
8. Jumlah sel darah putih menurun (Indra, 2013)

Pada anak-anak atau balita, gejala secorbut yang dapat diamati anatara lain

1. Kurang nafsu makan


2. Mudah tersinggung
3. Penambahan berat badan lambat
4. Diare
5. Demam

Jika gejala skorbut pada anak-anak sudah semakin parah, dapat muncul gejala
tambahan sebagai berikut:

1. Nyeri dan pembengkakan pada kaki yang dapat terasa sangat sakit,
terutama celana atau popok mereka sedang diganti
2. Munculnya bintik biru kemerahan seperti gejala skorbut pada orang
dewasa.

25
2.6.5 Akibat Kelebihann Vitamin C

Kelebihan vitamin C berasal dari makanan yang tidak menimbulkan


gejala.

1. konsumsi suplemen vitamin C yang berlebih tiap hari dapat menimbulkan


hiperoksaluria dan resiko lebih tinggi terhadap batu ginjal (Sibagaring,
2010).
2. Menyebabkan produksi asam lambung meningkat karena konsumsi
vitamin C dengan dosisi berlebih
3. Mengakibatkan mual(Almatsier,2001)

2.7 Vitamin D

Vitamin D adalah istilah generik untuk dua molekul, yaitu ergosterol


(vitamin D3) dan cholecalciferol (vitamin D2). Ergosterol diperoleh melalui
iradiasi sterol tanaman, sedangkan cholecaciferol yang merupakan bentuk utama
vitamin D di alam, dibuat melalui iradiasi 7-dehidrokolesterol. Vitamin D juga
pada awalnya dikenal dengan “vitamin sinar matahari” karena matahari
merupakan sumber utama dan sebagai antirachitic atau faktor pencegah rickets
dimana dapat mencegah dan menyembuhkan rickets ( Muchtadi, dkk. 2015: 8.14-
8.15).

Vitamin D juga termasuk dalam vitamin yang larut dalam lemak. Vitamin
ini diperlukan untuk metabolisme kalsium dan fosfor (pembentukan tulang),
fungsi miorkadium, pemeliharaan sistem saraf, pembekuan darah yang normal
(Febry, dkk. 2013: 8).

2.7.1 Fungsi Vitamin D

Fungsi vitamin D erat kaitannya dengan mineralisasi tulang. Vitamin D


terutama bentuk aktif kalsitriol, akan meningkatkan penyerapan kalsium dan
fosfor yang merupakan zat utama pada proses pengerasan tulang. Mekanisme
peningkatan penyerapan yaitu dengan peran vitamin D dalam merangsang sintesis
protein pengikat kalsium dan protein pengikat fosfor pada mukosa usus halus.
Dengan demikian, jika kadar vitamin D dalam darah kurang, maka penyerapan

26
kalsium dan fosfor akan terhambat sehingga proses mineralisasi (pemadatan)
tulang menjadi terhambat (Furkon, dkk. 2016: 1.36).

2.7.2 Sumber Vitamin D

Vitamin D diperoleh tubuh melalui sinar matahari dan juga bahan pangan.
Beberapa sumber makanan yang mengandung vitamin D adalah sebagai berikut :
Susu sapi, Asi, Krim, Keju, Yogurt, Kuning telur dan juga mentega (Departemen
Gizi dan Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. 2007: 48).

Bahan pangan merupakan sumber utama vitamin D di daerah subtropis.


Bahan pangan hewani seperti telur, ikan berlemak, susu, dan produk olahannya
merupakan sumber preformed vitamin D (bentuk jadi). Susu carrier kalsium dan
fosfor merupakan produk pangan yang biasa difortifikasi dengan vitamin D (
Muchtadi, dkk. 2015: 8.16).

2.7.3 Kecukupan Gizi Untuk Vitamin D

Tabel Angka kecukupan Vitamin D

No Kelompok Umur Vitamin D


(μg/hari)
1 Anak
1 – 6 bulan 5
7 – 11 bulan 5
1 – 3 tahun 5
4 – 6 tahun 5
7 – 9 tahun 5
2 Pria (tahun)
10 – 12 5
13 – 15 5
16 – 18 5
19 – 29 5
30 – 49 5

27
50 – 64 10
65 + 15
3 Wanita (tahun)
10 – 12 5
13 – 15 5
16 – 18 5
19 – 29 5
30 – 49 5
50 – 64 10
65 + 15
4 Ibu hamil 5
5 Menyusui
1 – 6 bulan 5
7 – 12 bulan 5

2.7.4 Kekurangan dan Kelebihan Vitamin D

1. Konsumsi vitamin D yang berlebihan minimal 5 kali dari jumlah yang


dianjurkan sehari, akan menyebabkan absorbsi kalsium yang berlebihan
sehingga terjadi pengendapan kalsium yang berlebihan (hiperkalsemia)
pada tulang dan jaringan lunak tubuh lainnya seperti pembuluh darah,
jantung, ginjal dan paru-paru. Pengendapan pada ginjal dalam upaya
ekskresi dapat menyebabkan kematian (Furkon, dkk. 2016: 1.36).
2. Kekurangan vitamin D akan menyebabkan riketsia, yaitu penyakit ketika
tulang tidak dapat melakukan klasifikasi yang ditandai dengan bentuk
tulang yang bengkok yang menyerupai bentuk huruf “O” atau “X”.
Penyakit ini terjadi pada kelompok anak-anak. Jika belum berlanjut,
kondisi tersebut dapat disembuhkan dengan mengkonsumsi vitamin D
dalam jumlah besar yang sesuai. Riketsia pada orang dewasa dikenal
dengan istilah osteomalasia, biasanya terjadi pada wanita yang konsumsi
kalsiumnya juga rendah, sedikit terpapar sinar ultraviolet, dan mengalami
banyak kehamian dan menyusui sehingga banyak mengambil kalsium

28
pada tulang untuk kepentingan bayi yang dikandungnya (Furkon, dkk.
2016: 1.36).

2.8 Vitamin E

Pada tahun 1922, ditemukan suatu zat larut lemak yang dapat mencegah
keguguran atau sterilisasi pada tikus. Pada mulanya zat ini dinamakan faktor anti
sterilisasi dan kemudian vitamin E. Vitamin E kemudian pada tahun 1936 dapat di
isolasi dari minyak kecambah gandum dan dinamakan tokoferol, yang berasal dari
bahasa Yunani yaitu tokos yang berarti kelainan dan pherein berarti
menyebabkan. Sekarang dikenal beberapa bentuk tokoferol dan istilahnya vitamin
E yang biasa digunakan untuk menyatakan setiap campuran tokoferol yang aktif
secara biologik. Hewan tidak dapat mensintesis vitamin E di dalam tubuhnya,
sehingga harus memperolehnya dari makanan nabati. Kekurangan vitamin E pada
hewan dapat menimbulkan berbagai sindroma (Sibagariang, 2010 : 48-49).

Vitamin E atau tokoferol merupakan zat gizi yang penting dan unik.
Penting karena vitamin ini mempunyai sifat antioksidan sehingga zat gizi ini
dapat mencegah atau menghambat terjadinya penyakit degeneratif. Disebut unik,
karena vitamin ini dimasukkan dalam kelompok vitamin, walaupun sebenarnya
tidak mempunyai fungsi sebagai kofaktor untuk reaksi enzim seperti fungsi
vitamin pada umumnya.

Secara fisik vitamin E larut dalam lemak. Vitamin ini tidak dapat disintesa
oleh tubuh sehingga harus dikonsumsi dari makanan dan suplemen. Vitamin E
tahan terhadap suhu tinggi serta asam, tetapi karena bersifat sebagai antioksidan,
vitamin E mudah teroksidasi terutama bila ada lemak yang tengik, timah, dan
garam besi, serta mudah rusak oleh sinar ultraviolet. Selain tokoferol, tokotrienol
juga merupakan nama lain dari vitamin E. Tokoferol dan tokotrienol dikenal
mempunyai aktifitas biologis vitamin E. Di alam ditemukan 8 jenis senyawa yang
mengandung aktifitas vitamin E, yaitu :

d alfa tokoferol, d beta tokoferol

d gama tokoferol, d delta tokoferol

29
d alfa tokotrienol, d beta tokotrienol

d gama tokotrienol, d delta tokotrienol

Diantara jenis-jenis tersebut, d alfa tokoferol mempunyai biopotensi yang terbesar


dan menunjukkan aktivitas biologis vitamin E yang asli.

2.8.1 Bentuk dan Isomer Dari Vitamin E

1. d-Alpha Tocopherol

Struktur Kimia d-Alpha Tocopherol (Sweetman, 2009)

Rumus molekul : C29H50O2

Berat molekul : 430.7

Pemerian : Jernih, kuning, kuning kehijauan, tidak berbau, minyak


kental.

Stabilitas : Tidak stabil pada udara dan cahaya, khususnya media


basa.

Kelarutan : Tidak larut dalam air; larut dalam alkohol; larut dengan

aseton, dengan kloroform, dengan eter, dan dengan minyak


nabati.

Penyimpanan : Simpan di bawah gas inert dalam wadah kedap udara,


terlindung dari cahaya.

30
2. d-Alpha Tocoferil Acetate atau Alpha Tocopherol Acetate

Struktur Kimia Alpha Tocopherol Acetate (Kemenkes RI, 2014)

Rumus molekul : C31H52O3

Berat molekul : 472.7

Pemerian : Cairan jernih, kuning, atau kuning kehijauan, praktis tidak


berbau, minyak kental. Stabilitas : Stabil pada udara dan
cahaya, tidak stabil pada media basa.

Kelarutan : Tidak larut dalam air; larut dalam alkohol; larut dengan
aseton, dengan kloroform, dengan eter, dan dengan minyak
nabati.

Penyimpanan : Simpan di bawah gas inert dalam wadah kedap udara.


Terlindung dari cahaya.

2.8.2 Fungsi Vitamin E

Fungsi terpenting vitamin E adalah sebagai antioksidan. Sifat antioksidan


vitamin E merupakan pertahanan melawan radikal bebas. Radikal bebas adalah
suatu senyawa molekul yang memiliki elektron yang utuh dan tidak berpasangan.
Radikal bebas merupakan senyawa yang tidak stabil dan cepat bereaksi dengan
senyawa lain sehingga membentuk lebih banyak radikal bebas secara berantai.

Adapun fungsi vitamin E yang lain yaitu dapat menstimulasi respon


imunologi. Kemampuan peningkatan imunologi terlihat dalam peningkatan

31
kekebalan tubuh. Dari beberapa penelitian, infeksi akan berkurang bila kadar
vitamin E dalam tubuh meningkat. Selain itu, vitamin E dalam tubuh dapat
menghambat konversi nitrit dalam asap rokok menjadi nitrosamin dalam perut.
Nitrosamin dikenal sebagai promotor tumor kanker yang berbahaya. Beberapa
bagian yang terpenting dalam tubuh dimana vitamin E berfungsi sebagai
antioksidan yaitu pada sel membran atau lebih tepatnya pada lipid sel membran,
sirkulasi LDL (Low Density Lipoprotein), paru-paru, hati, dan jaringan adrenalin.

Vitamin bekerja sebagai antioksidan karena ia mudah teroksidasi. Dengan


demikian dapat melindungi komposisi lain dari oksidasi. Karena fungsinya
sebagai antioksidan inilah, vitamin E merupakan pertahanan utama melawan
oksigen perusak, lipid peroksida, dan radikal bebas, serta menghentikan reaksi
berantai dari radikal bebas. Pada sel membran, vitamin E akan mencegah oksidasi
lemak khususnya Poly Unsaturated Fatty Acid (PUFA) seperti asam oleat, asam
linoleat, dan asam arakhidonat, serta senyawa lain seperti vitamin A. Vitamin E
pada mitokondria sel akan melindungi bagian metabolik yang akan
mentransformasi bahan bakar energi ke dalam ATP.

2.8.3 Vitamin E Dalam Bahan Pangan

Jumlah vitamin E yang dikonsumsi berdasarkan RDA (Recommended


Dietary Allowances) Amerika tahun 1973 adalah 30 Satuan Internasional (SI)
untuk orang dewasa (1 mg = 1,49 SI). Kemudian angka ini direvisi pada tahun
1989 menjadi lebih rendah yaitu 15 SI untuk orang dewasa laki-laki dan 12 SI
untuk orang dewasa wanita.

Untuk mendapatkan jumlah vitamin E yang memenuhi angka kecukupan


tersebut dapat diperoleh dari bahan makanan yang banyak mengandung vitamin
E. Makanan yang paling banyak mengandung vitamin E adalah minyak nabati,
kacang-kacangan, dan biji-bijian. Minyak kecambah tercatat sebagai sumber
vitamin E yang paling kaya.

32
Tabel berikut ini menunjukkan kadar vitamin E dari berbagai bahan makanan.

Tabel Daftar Bahan Makanan yang Mengandung Vitamin E

No. Bahan Makanan (100 gr) Kandungan vitamin E (IU)


1 Minyak dan lemak :
Minyak kecambah 177,97
Minyak bunga matahari 72,56
Minyak kacang 28,13
Margarin lunak 20,66
Mayonaise 19,32
Margarin keras 16,01
Minyak kacang kedelai 11,80
Mentega 3,22
2 Biji-bijian dan produknya :
Kecambah 17,36
Beras merah, rebus 2,01
Roti, roti putih 0,80
Beras putih, rebus 0,13
3 Kacang-kacangan :
Kacang, bakar kering 10,73
Selai kacang 9,24

4 Daging, ikan, telur dan susu :


Hati, rebus 0,94
Udang, beku, bakar 0,89
Ayam, goreng 0,86
Telur 0,69
Susu full cream 0,06

33
5 Buah-buahan :
Apel segar O,46
Pisang segar 0,33
Strawberi segar 0,19
6 Sayuran :
Asparagus 2,68
Bayam segar 2,67
Brokoli, segar 0,69
Kentang, bakar 0,05

Kebutuhan vitamin E untuk orang Indonesia masih belum ditetapkan


Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi tahun 1978. Hal ini disebabkan karena
vitamin E masih dianggap kurang penting dan relatif jarang ditemukan atau
dilaporkan pasien yang bukan KKP menderita kekurangan vitamin E, dan jumlah
vitamin E yang dibutuhkan oleh tubuh sudah cukup dipenuhi dengan menu
makanan sehari-hari. (Lamid, 1995 : 14-16)

2.8.4 Khasiat Vitamin E

Di beberapa negara maju, demikian juga di kota-kota besar di Indonesia,


khasiat vitamin E banyak dimanfaatkan, khususnya sebagai obat berbagai
penyakit, dan merupakan komoditi yang mahal tetapi laris di Health Food Shop.
Dari percobaan yang telah dilakukan pada berbagai hewan, kekurangan vitamin E
dapat mengakibatkan kegagalan menghasilkan anak, macrocytic anemia yaitu
jangka hidup butir darah yang lebih pendek, liver necrosis dan dystrophy otot-
otot. Berdasarkan hasil tersebut maka timbullah berbagai percobaan pengobatan
dan anggapan bahwa dosis besar vitamin E mungkin dapat menjadi obat mujarab
bagi gangguan menstruasi, pencegahan keguguran, meningkatkan produksi air
susu, bahkan sebagai obat bagi penyakit cardiovaskulair, serta dapat membantu
memperpanjang umur manusia.

Tetapi belum ada satu pun dari khasiat yang diharapkan ini sudah terbukti
efektif pada manusia. Karena itu peranan vitamin E dalam keunggulannya untuk

34
pengobatan bagi berbagai kelainan fungsional tubuh manusta masih sangat
diragukan dan masih merupakan sesuatu yang kontroversial. Bahwa vitamin E
diperlukan oleh tubuh manusia telah dibuktikan bukan saja pada binatang tetapi
juga pada manusia. Dalam jangka lama, pasien pria yang memiliki kandungan
tokoferol yang sangat rendah akan mengalami terjadinya peningkatan hemolisis
butir darah merah. Demikian juga kekurangan vitamin E yang ekstrem pada
manusia dapat menyebabkan jangka hidup butir merah menjadi lebih pendek,
yaitu hanya 110 hari dibanding 123 hari pada kondisi normal. Manusia memang
membutuhkan vitamin E tetapi dalam jumlah yang sedang, dan biasanya telah
dapat dicukupi dari makanan sehari-hari. Pada tahun 1973 National Research
Council (NRC-USA) mengumumkan RDA (Recommended Daily Allowance)
yang baru untuk vitamin E. Sebelum tahun tersebut RDA untuk vitamin E
sebanyak 25 - 30 SI untuk orang dewasa, kini menjadi 12-21 SI saja (Winarno,
2004 : 128-129).

2.8.5 Akibat Kekurangan Vitamin E

Gangguan akibat defisiensi vitamin E lebih karena adanya gangguan


penyerapan dan pengangkutan lemak sebagai media pembawa vitamin larut
lemak. Gangguan yang dapat terjadi akibat defisiensi vitamin E adalah hemolisis
eritrosit yang dapat diperbaiki dengan pemberian vitamin E dosis tinggi yang
sesuai. Gangguan lain yang bisa terjadi adalah sindroma neurologik yang
menyebabkan gangguan pada fungsi sumsum tulang belakang dan retina. Gejala
yang ditimbulkannya adalah kehilangan koordinasi dan refleks otot, gangguan
penglihatan, serta gangguan dalam berbicara.

2.8.6 Akibat Kelebihan Vitamin E

Toksisitas vitamin E akibat konsumsi berlebihan tidak terlalu berat seperti


halnya akibat yang ditimbulkan oleh vitamin A dan vitamin D yaitu adanya
gangguan dalam saluran cerna. Keracunan ini dapat terjadi jika konsumsi lebih
dari 600 mg sehari atau sekitar 60-75 kali angka kecukupan yang dianjurkan.
Selain itu, konsumsi vitamin E dosis tinggi dapat meningkatkan efek antikoagulan
yang dapat mencegah penggumpalan darah (Sibagariang, 2010 : 49-50).

35
2.9 Vitamin K

2.9.1 Pengertian Vitamin K

Vitamin K adalah vitamin yang dapat di larutkan di dalam lemak dan


terdapat pada umbuh-tumbuhan seperti wortel, bayam, kubis. Hati dan ikan juga
mengandung vitamin tersebut. vitamin K juga dapat disintis dalam usus manusia
dalam berbagai kuman yang terdpat dalam usus besar seperti eschericha colli dan
sebagainya, vitamin K diserap oleh usus bersama-sama dengan lemak (Wilson,
1979).

Ada tiga bentuk vitamin K, yaitu: (1) Vitamin K1 (phytomenadione) yang


tedapat pada sayuran hijau, (2) Vitamin K2 (menaquinone) yang dapat disintesis
oleh flora usus normal seperti Bacteriodes fragilis dan beberapa strain Escherichia
coli, (3) Vitamin K3 (menadione) merupakan vitamin K sintetis yang sekarang
jarang diberikan pada bayi yang baru lahir (neonatus) karena dilaporkan dapat
menyebabkan anemia hemolitik. (Sandjaja 2009).

Nama kimia dari vitamin K1 adalah 2-metil-3fitil-1,4-naftokuinon. Produk


sintesis vitamin K3 (menadion atau 2-metil-1,4-naftokuinon) memiliki kekuatan
tiga kali disbanding vitamin K. Dukimarol adalah senyawa antagonik terhadap
vitamin K (Winarno 1986).

2.9.2 Macam-Macan Vitamin K

Sekarang terdapat sejumlah derivat yang semuanya mempunyai bioaktivitas


vitamin K yaitu :

1. Vitamin K1(phylloquinone) = yang terdapat pada sayuran hijau.


2. Vitamin K2(menaquinone) = = yang disintesis oleh flora usus normal
seperti bacteroodes fragilis (0,3 –5 mg, kira-kira sama dengan jumlah yang
disimpan di hati)
3. Vitamin K3(menadion) = merupakan vitamin K sintetik (tiruan yang
terdapat di alam), mempunyai kekuatan biologi 2X lebih kuat dari vitamin
K1dan K2

36
2.9.3 Fungsi Vitamin K

Fungsi fitamin K pada bayi baru lahir adalah mencegah terjadinya


perdarahan pada otak, selain itu merupakan bahan pembentuk faktor pembekuan
darah pada kulit, selaput lendir, dan organ lain dalam tubuh bayi (Utami, 2008,
hlm. 28). Vitamin ini merupakan kebutuhan vital untuk sintesis beberapa protein
termasuk dalam pembekuan darah. Disebut juga vitamin koagulasi, vitamin ini
bertugas menjaga konsitensi aliran darah dan membekukannya saat diperlukan.
Vitamin yang larut dalam lemak ini juga berperan penting dalam pembentukan
tulang dan pemeliharaan ginjal. Selain berperan dalam pembekuan, vitamin ini
juga penting untuk pembentukan tulang terutama jenis K1. Vitamin K1 diperlukan
supaya penyerapan kalsium bagi tulang menjadi maksimal (Winarno 1986).

2.9.4 Sumber Vitamin K

Bahan Makanan µg Bahan makanan µg


Susu sapi 3 Asparagus 57
Keju 35 Buncis 14
Mentega 30 Brokoli 200
Ayam 11 Kol 125
Daging sapi 7 Daun selada 129
Hati sapi 92 Bayam 89
Hati ayam 7 Kentang 3
Minyak jagung 10 Tomat 5
Jagung 5 Pisang 2
Gandum 5 Jeruk 1
Tepung terigu 4 Kopi 38
Roti 4 Teh hijau 712

Sumber utama vitamin K adalah hati, sayuran daun berwarna hijau,


kacang buncis, kacang polong, kol dan brokoli. Semakin hijau daun-daunan
semakin tinggi kandungan vitamin K-nya. Bahan pangan lain yang mengandung

37
vitamin K dalam jumlah lebih sedikit adalah susu, daging, telur, serealia, dan
buah-buahan (pisang, jeruk, dan tomat) (Almatsier 2006).

2.9.5 Angka Kecukupan Gizi untuk Vitamin K

Menurut standar RDA (Recommended Dietary Allowance), kebutuhan


vitamin K seseorang tergantung dari berat badannya. Untuk dewasa, setidaknya
membutuhkan 1 mikrogram setiap hari per kg berat badan. Jadi, kalau berat
badan Anda 50 kg maka kebutuhan perharinya mencapai 50 mikrogram. Angka
kecukupan vitamin K yang dianjurkan untuk berbagai golongan umur dan jenis
kelamin di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2 (Almatsier 2006).

Golongan umur AKG (mkg)


0-6 bulan 5
7-12 bulan 10
1-3 tahun 15
4-9 tahun 20
Pria
10-12 tahun 45
13-15 tahun 65
16-19 tahun 70
≥ 20 tahun 80
Wanita
10-12 tahun 45
13-15 tahun 55
16-19 tahun 60
≥ 20 tahun 65
Hamil
Menyusui 0-6 bln 65
Menyusui 7-12 bln 65

2.9.6 Kekurangan dan Kelebihan Vitamin K

Jika vitamin K tidak terdapat dalam tubuh, darah tidak dapat membeku.
Hal ini dapat meyebabkan pendarahan atau hemorrhargia. Bagaimanapun,
kekurangan vitamin K jarang terjadi karena hampir semua orang memperolehnya
dari bakteri dalam usus dan dari makanan. Namun kekurangan bisa terjadi pada

38
bayi karena sistem pencernaan mereka masih steril dan tidak mengandung bakteri
yang dapat mensintesis vitamin K, sedangkan air susu ibu mengandung hanya
sejumlah kecil vitamin K. Untuk itu bayi diberi sejumlah vitamin K saat lahir
(Rahayu. 2008).

Kelebihan vitamin K hanya bisa terjadi bila vitamin K diberikan dalam


bentuk berlebihan berupa vitamin K sintetik menadion. Gejala kelebihan vitamin
K adalah anemia hemolisis, hiperbilirubinemia, kern ikterus, sakit kuning
(jaundice) dan kerusakan pada otak (Almatsier 2006).

2.10 Faktor-Faktor lain yang Menyerupai Vitamin

Beberapa senyawa, seperti asam lipoat, kolina, dan inositol mempunyai


sifat dan peranan seperti vitamin atau dapat merangsang atau mendorong aktivitas
vitamin. Tetapi senyawa-senyawa tersebut tidak sepenuhnya memenuhi kriteria
definisi sebuah vitamin sehingga tidak dianggap sebagai vitamin.

Asam lipoat adalah jenis asam lemak yang mengandung belerang.


Senyawa ini merupakan komponen yang penting sebagai koenzim yang terlibat
dalam oksidasi biologis dan reduksi sehingga senyawa ini penting untuk
metabolism lemak, protein, dan karbohidrat. Asam lipoat sangat diperlukan bagi
pertumbuhan mikroba tertentu, tetapi belum dipastikan perannya dalam
pertumbuhan ternak atau manusia. Asam lipoat banyak didapat pada hati dan
khamir.

Kolina merupakan senyawa yang penting untuk metabolism lemak, dan


mampu mencegah akumulasi lemak dalam hati. Karena kemampuan inilah kolina
juga dikenalsebagai faktor lipotropik. Kolina banyak terdapat pada lesitin dan
banyak terkandung dalam kuning telur, ikan, biji-bijian, dan leguminosa.

Inositol banyak terdapat dalam otak, hati, dan otot daging. Peranan belum
diketahui dengan jelas, tetapi senyawa tersebut diperlukan dalam pertumbuhan sel
dalam kultur jaringan. Inositol dapat disintesis dari glukosa (Winarno, 2004: 148-
149).

39
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan
Vitamin merupakan salah satu bahan utama yang dibutuhkan oleh tubuh
yang umumnya dalam jumlah sedikit dan biasanya tidak dapat dibentuk oleh
tubuh. Vitamin dapat dibedakan menjadi vitamin yang larut dalam air dan
vitamin yang larut dalam lemak. Vitamin yang dapat larut dalam air, antara lain:
Vitamin C, dan Vitamin B Kompleks. Sedangkan vitamin yang dapat larut
dalam lemak, antara lain: Vitamin A, Vitamin D, Vitamin E, dan Vitamin K.
Beberapa sumber yang dapat memberikan asupan vitamin pada tubuh kita,
diantaranya : kuning telur, susu, minyak ikan, pepaya, dan lain sebagainya.
3.2 Saran
Setelah membaca makalah mengenai vitamin dalam bahan pangan ini,
diharapkan para pembaca bisa lebih memperhatikan pola makannya serta dapat
memilah mana makanannya yang baik dan dibutuhkan oleh tubuh kita dan mana
yang tidak dibutuhkan oleh tubuh kita.

40
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Almatsier, S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka
Utama.

Almatsier, Sunita. 2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia.

Djaini, Achmad.S. 2010.Ilmu Gizi.Jakarta: Dian Rakyat


Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat. 2007. Gizi dan Kesehatan
Masyarakat. Jakarta : Rajagrafindo Persada.

Febry, Ayu Bulan, dkk. 2013. Ilmu Gizi Untuk Praktisi Kesehatan. Yogyakarta :
Graha Ilmu.

Furkon, Amalia Leli. Dkk. 2016.Ilmu Gizi dan Kesehatan. Tangerang Selatan:
Universitas Terbuka.

Indra,Dewi.2013.Prinsip-Prinspi Dasar Ahli Gizi.Jakarta: Dunia Cerdas


Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2014, Direktorat Jenderal Bina
Gizi dan KIA. Jakarta : Kemenkes RI.

Khomsan,Ali.2004. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan.Jakarta:PT. Raja Grapindo


Persada.
Lamid, Astuti. 1995. Vitamin E Sebagai Antioksidan. Bogor : Media Litbangkes
Vol. V No. 01/1995.

Lean, Michael E.J. 2013. Ilmu Pangan dan Gizi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Muchtadi, Dedi, dkk. 2015. Metabolisme Zat Gizi Pangan. Tnagerang Selatan :
Universitas Terbuka.

Rahayu. 2008. Vitamin K. Malang : Universitas Muhammadiyah Malang.

Riyadi, Hadi, dan Ali Khomsan. 2015 . Gizi dan Kesehatan Keluarga. Tangerang
Selatan : Universitas Terbuka.

Sandjaja. 2009. Kamus Gizi. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Sibagariang, Eva Ellya. 2010. Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta :Trans
Info Media.

41
Sweetman, S.C. 2009. Martindale The Complete Drug Reference, Thirty Sixth
Edition. New York : Pharmaceutical Press.

Widodo, Rahayu. 2009. Pemberian Makanan, Suplemen, & Obat Pada Anak.
Jakarta : EGC.

Wilson, E.D., K.H. Fisher dan P.A. Gracia. 1979. Principle of Nutrition. New
York: John Wiley & Son,ed.

Winarno, F.G. 1986. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka
Utama.

Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor : PT Gramedia Pustaka
Utama.

Yuniastuti, Ari.2008. Gizi dan Kesehatan.Yogyakarta: Graham ilmu

42

Anda mungkin juga menyukai