Anda di halaman 1dari 15

PROPORSAL SKRIPSI

Sistem Pendeteksi Wajah Manusia


pada Citra Digital

OLEH:

Ahmad Mukhsinin

F1C315032

PROGRAM STUDI FISIKA MURNI

JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS JAMBI

2015

i
Sistem Pendeteksi Wajah Manusia
pada Citra Digital

OLEH:

Ahmad Mukhsinin

F1C315032

PROGRAM STUDI FISIKA MURNI

JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS JAMBI

2015

ii
HALAMAN PENGESAHAN
Judul : Sistem Pendeteksi Wajah Manusia pada Citra Digital

Nama : Ahmad Mukhsinin

NIM : F1C315032

Jurusan : MIPA

Prodi : Fisika

Fakultas : Sains dan Teknologi

Universitas : Jambi

Jambi,16 Desember 2015

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Nehru,S.Si,M.T Dr.Drs.H.EkoKuntaro,M.Pd,M.Comp.Eng

NIP.197602082001121002 NIP.196210281988031004

Mengetahui

Dekan Fakultas Sains Dan Teknologi Ketua Jurusan

Prof.Drs.H.Sutrisno,M.Sc,Ph.d Dr.Madyawati Latief,S.P,M.Si

NIP 1966121311991021005 NIP. 197206241999033200

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................... 2
1.3 Batasan Masalah........................................................................ 2
1.4 Hipotesis.................................................................................... 2
1.5 Tujuan Penelitian ...................................................................... 2
1.6 Manfaat Penelitian .................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………… .. 4


2.1 Citra Digital .................................................................... 4
2.2 Deteksi wajah .......................................................................... 5
2.2.1 Knowledge-based method .............................................. 7
2.2.2 Feature invariant approach ............................................. 7
2.2.3 Template matching method ............................................ 8
2.2.4 Appearance-based method ............................................. 8
2.3 Jaringan Syaraf Tiruan ............................................................. 9

BAB III MATERI DAN METODE .............................................................. 10


3.1 Jenis Penelitian ......................................................................... 10
3.2 Subyek Penelitian ..................................................................... 10
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................. 10
3.4 Peralatan dan Bahan Penelitian ................................................ 10

iv
v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Teknologi pengenalan wajah semakin banyak dimanfaatkan, antara lain


untuk sistem pengenalan biometrik (di samping fitur biometrik yang lain seperti
sidik jari dan suara), sistem pencarian dan pengindeksan database citra digital dan
database video digital, sistem keamanan kontrol akses area terbatas, konferensi
video, dan interaksi manusia dengan komputer.
Pendeteksian wajah (face detection) adalah salah satu tahap awal yang
sangat penting sebelum dilakukan proses pengenalan wajah (face recognition).
Pada kasus seperti pemotretan untuk pembuatan KTP, SIM, dan kartu kredit, citra
yang didapatkan umumnya hanya berisi satu wajah dan memiliki latar belakang
seragam dan kondisi pencahayaan yang telah diatur sebelumnya sehingga deteksi
wajah dapat dilakukan dengan lebih mudah.
Namun pada kasus lain sering didapatkan citra yang berisi lebih dari satu
wajah, memiliki latar belakang yang bervariasi, kondisi pencahayaan yang tidak
tentu, dan ukuran wajah yang bervariasi di dalam citra. Contohnya adalah citra yang
diperoleh di bandara, terminal, pintu masuk gedung, pusat perbelanjaan, dan
citra yang didapatkan dari foto di media massa atau hasil rekaman video.

1
1.2 RUMUSAN MASALAH

 Bagaimana sistem akan mendeteksi apakah ada wajah manusia di dalam citra
tersebut ?
 Bagaimana teknologi ini bisa mendeteksi wajah seseorang ?

 Bagaimana metode yang digunakan dalam mengopersikan alat tersebut ?

1.3 BATASAN MASALAH

Untuk menjaga fokus dari penelitian ini, maka beberapa batasan yang
diberikan adalah sebagai berikut :
 Wajah yang akan dideteksi adalah wajah yang menghadap ke depan (frontal),
dalam posisi tegak, dan tidak terhalangi sebagian oleh objek lain.
 Metode yang dipakai adalah jaringan syaraf tiruan multi-layer perceptron
dengan algoritma pelatihan Quickprop.
 Citra yang dideteksi menggunakan format BMP atau JPG.

1.4 HIPOTESIS

Berdasarkan rumusan/batasan masalah yang ada maka dapat


didapatlah jawaban sementara sebagai berikut: “Jika didapat rumus atau cara
untuk mengembangkan teknologi ini maka teknologi baru akan tercipta”

1.5 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat sistem deteksi


Wajah dengan masukan berupa citra digital sembarang. Sistem ini akan
menghasilkan subcitra berisi wajah-wajah yang berhasil dideteksi.

2
1.6 MANFAAT PENELITIAN

Manfaat dari penelitian ini adalah :

Dapat digunakan untuk mendeteksi wajah manusia pada citra digital.


Dapat dimanfaatkan sebagai salah satu tahap praproses dari sistem
pengenalan wajah atau verifikasi wajah.
Dapat digunakan untuk mengumpulkan data wajah secara otomatis dari
citra yang berisi wajah dengan berbagai ukuran, posisi, dan latar belakang.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Citra Digital

Citra digital adalah suatu citra f (x,y) yang memiliki koordinat spatial, dan
tingkat kecerahan yang diskrit. Citra yang terlihat merupakan cahaya yang
direfleksikan dari sebuah objek. Fungsi f (x, y) dapat dilihat sebagai fungsi
dengan dua unsur. Unsur yang pertama merupakan kekuatan sumber cahaya yang
melingkupi pandangan kita terhadap objek (illumination). Unsur yang kedua
merupakan besarnya cahaya yang direfleksikan oleh objek ke dalam pandangan
kita (reflectance components). Keduanya dituliskan sebagai fungsi I (x, y) dan
r (x, y) yang digabungkan sebagai perkalian fungsi untuk membentuk fungsi
f (x, y). Fungsi f (x, y) dapat dituliskan dengan persamaan :

f x, yix, yrx, y  (2.1)


di mana
0 ix, ydan 0 rx, y1

Citra digital merupakan suatu matriks yang terdiri dari baris dan kolom,
dimana setiap pasangan indeks baris dan kolom menyatakan suatu titik pada citra.
Nilai matriksnya menyatakan nilai kecerahan titik tersebut. Titik-titik tersebut
dinamakan sebagai elemen citra, atau pixel (picture elemen).
Histogram equalization digunakan untuk melakukan perluasan kontras
citra (contrast strecthing) secara otomatis. Setelah melalui histogram equalization,
citra akan memiliki histogram yang lebih seragam.
Misalkan r adalah nilai graylevel pixel citra yang akan diproses, dan pr(rk)
adalah probabilitas munculnya level grayscale rk di dalam citra. di mana L adalah
banyaknya level grayscale, nk adalah banyaknya pixel dengan level grayscale rk
muncul di dalam citra, dan n adalah banyaknya seluruh pixel di dalam citra.

4
2.2 Deteksi Wajah

Deteksi wajah dapat dipandang sebagai masalah klasifikasi pola dimana


inputnya adalah citra masukan dan akan ditentukan output yang berupa label kelas
dari citra tersebut. Dalam hal ini terdapat dua label kelas, yaitu wajah dan nonwajah
Teknik-teknik pengenalan wajah yang dilakukan selama ini banyak yang
menggunakan asumsi bahwa data wajah yang tersedia memiliki ukuran yang sama
dan latar belakang yang seragam. Di dunia nyata, asumsi ini tidak selalu berlaku
karena wajah dapat muncul dengan berbagai ukuran dan posisi di dalam citra dan
dengan latar belakang yang bervariasi.
Pendeteksian wajah (face detection) adalah salah satu tahap awal yang
sangat penting sebelum dilakukan proses pengenalan wajah (face recognition).
Bidang-bidang penelitian yang berkaitan dengan pemrosesan wajah (face
processing) adalah :
 Pengenalan wajah (face recognition) yaitu membandingkan citra wajah
masukan dengan suatu database wajah dan menemukan wajah yang paling
cocok dengan citra masukan tersebut.
 Autentikasi wajah (face authentication) yaitu menguji keaslian/kesamaan
suatu wajah dengan data wajah yang telah diinputkan sebelumnya.
 Lokalisasi wajah (face localization) yaitu pendeteksian wajah namun
dengan asumsi hanya ada satu wajah di dalam citra
 Penjejakan wajah (face tracking) yaitu memperkirakan lokasi suatu wajah
di dalam video secara real time.
 Pengenalan ekspresi wajah (facial expression recognition) untuk
mengenali kondisi emosi manusia.

5
Tantangan yang dihadapi pada masalah deteksi wajah disebabkan oleh
adanya faktor-faktor berikut :
 Posisi wajah. Posisi wajah di dalam citra dapat bervariasi karena posisinya
bisa tegak, miring, menoleh, atau dilihat dari samping.
 Komponen-komponen pada wajah yang bisa ada atau tidak ada, misalnya
kumis, jenggot, dan kacamata.
 Ekspresi wajah. Penampilan wajah sangat dipengaruhi oleh ekspresi wajah
seseorang, misalnya tersenyum, tertawa, sedih, berbicara, dan sebagainya.
 Terhalang objek lain. Citra wajah dapat terhalangi sebagian oleh objek
atau wajah lain, misalnya pada citra berisi sekelompok orang.
 Kondisi pengambilan citra. Citra yang diperoleh sangat dipengaruhi oleh
faktor-faktor seperti intensitas cahaya ruangan, arah sumber cahaya, dan karakteristik
sensor dan lensa kamera.

Penelitian dari mengelompokkan metode deteksi wajah menjadi empat kategori,


yaitu:
1. Knowledge-based method. Metode ini kebanyakan digunakan untuk
lokalisasi wajah.
2. Feature invariant approach. Metode ini kebanyakan digunakan untuk
lokalisasi wajah.
3. Template matching method. Metode ini digunakan untuk lokalisasi wajah
maupun deteksi wajah.
4. Appearance-based method. Metode ini kebanyakan digunakan untuk
deteksi wajah.

2.2.1 Knowledge-Based Method


Metode ini menggunakan dasar aturan-aturan yang biasanya digunakan
oleh manusia untuk menentukan apa saja yang membentuk suatu wajah. Pada
pendekatan ini, metode deteksi wajah dikembangkan berdasar pada aturan (rule)

6
yang didapat dari pengetahuan para peneliti tentang wajah manusia.
Sebagai contoh, suatu wajah di dalam citra biasanya memiliki dua buah
mata yang simetris, sebuah hidung, dan sebuah mulut. Relasi antara fitur-fitur
tersebut dapat direpresentasikan sebagai jarak atau posisi. Pada tahap pertama
fitur-fitur wajah diekstraksi lebih dulu, kemudian kandidat wajah ditentukan
berdasarkan aturan yang dipakai.

Masalah utama pada pendekatan ini adalah kesulitan dalam menerjemahkan


pengetahuan manusia ke dalam aturan yang akan dipakai. Jika
aturannya terlalu detail (strict), maka akan sering gagal mendeteksi wajah yang
tidak memenuhi aturan tersebut. Jika aturannya terlalu umum (general), akan
menghasilkan terlalu banyak false positive. Masalahnya akan bertambah sulit jika
harus mendeteksi wajah dengan pose yang bervariasi karena aturan yang dipakai
harus dapat menghadapi semua kemungkinan yang ada. Metode ini biasanya
hanya dapat bekerja dengan baik pada wajah frontal dan tegak dengan latar
belakang sederhana.

2.2.2 Feature Invariant Approach


Algoritma pada metode ini bertujuan untuk menemukan fitur-fitur
struktural dari wajah yang tetap eksis meskipun terdapat variasi pose, sudut
pandang, dan kondisi cahaya. Pada pendekatan ini, para peneliti mencoba
menemukan fitur-fitur yang tidak berubah (invariant) pada wajah. Asumsi ini
didasarkan pada observasi bahwa manusia dapat dengan mudah mendeteksi wajah
dengan berbagai pose dan kondisi cahaya, sehingga disimpulkan bahwa pasti ada
sifat-sifat atau fitur-fitur yang bersifat invariant. Fitur wajah seperti alis, mata,
hidung, mulut, biasanya diekstraksi dengan edge detector. Selanjutnya dibentuk
suatu model statistik yang mendeskripsikan hubungan antara fitur-fitur tersebut
untuk menentukan ada tidaknya wajah. Warna kulit manusia juga dapat digunakan
untuk membantu memperkirakan area wajah. Namun biasanya deteksi warna kulit ini

7
dikombinasikan dengan metode lainnya seperti shape analysis dan motion
information.

2.2.3 Template Matching


Pada metode ini akan disimpan beberapa pola wajah standar untuk
mendeskripsikan wajah secara keseluruhan maupun bagian-bagiannya. Pada saat
pendeteksian akan dihitung korelasi antara citra input dengan citra pola wajah
yang tersimpan sebelumnya.
Pada pendekatan ini, para peneliti mencoba menemukan fitur-fitur yang
tidak berubah (invariant) pada wajah. Asumsi ini didasarkan pada observasi
bahwa manusia dapat dengan mudah mendeteksi wajah dengan berbagai pose dan
kondisi cahaya, sehingga tentunya ada sifat-sifat atau fitur-fitur yang bersifat
invariant. Fitur wajah seperti alis, mata, hidung, mulut, biasanya diekstraksi
dengan edge detector. Selanjutnya dibentuk suatu model statistik yang
mendeskripsikan hubungan antara fitur-fitur tersebut untuk menentukan ada
tidaknya wajah.

2.2.4 Appearance-Based Method


Pada metode ini, model wajah dipelajari melalui proses training dengan
menggunakan satu set data pelatihan yang berisi contoh-contoh wajah. Kemudian
hasil training ini digunakan untuk mendeteksi wajah. Secara umum metode ini
menggunakan teknik-teknik dari analisa statistik dan machine learning untuk
menemukan karakteristik-karakteristik yang relevan dari wajah maupun nonwajah.

2.3 Jaringan Syaraf Tiruan

Jaringan syaraf tiruan adalah suatu sistem pemrosesan informasi yang cara
kerjanya memiliki kesamaan tertentu dengan jaringan syaraf biologis. Jaringan syaraf

8
tiruan dikembangkan sebagai model matematis dari syaraf biologis dengan
berdasarkan asumsi bahwa:
1. Pemrosesan terjadi pada elemen-elemen sederhana yang disebut neuron.
2. Sinyal dilewatkan antar neuron melalui penghubung.
3. Setiap penghubung memiliki bobot yang akan mengalikan sinyal yang lewat
4. Setiap neuron memiliki fungsi aktivasi yang akan menentukan nilai sinyal
output.
Jaringan syaraf dapat digolongkan menjadi berbagai jenis berdasarkan pada
arsitekturnya, yaitu pola hubungan antara neuron-neuron, dan algoritma trainingnya,
yaitu cara penentuan nilai bobot pada penghubung.

9
BAB III

MATERI DAN METODE

3.1 JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian yang di gunakan adalah metode eksperimen dan pengolahan


literature. Dengan menggunakan pengetahuan yang berasal dari literature, maka
data akan di olah dan juga akan di terapkan dalam eksperimen.

Selanjutnya hasil eksperimen akan dianalisa dan dicari penjelasannya dari


literature yang ada sehingga akan mengembangkan sesuatu yang baru.

3.2 SUBYEK PENELITIAN

Adapun subyek dari penelitian ini adalah jaringan syaraf tiruan multi-layer
perceptron dengan algoritma pelatihan Quickprop.

3.3 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Tempat penelitian akan di lakukan di laboratorium fisika Universitas Jambi dan


waktu penelitian akan di laksanakan pada tanggal 18 September - 26 Januari
2015.

3.4 PERALATAN DAN BAHAN PENELITIAN

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer


dengan prosesor Intel Celeron 667 MHz, memori 256 MB SDRAM, harddisk 20
GB, dan scanner. Implementasi perangkat lunaknya ditulis denganmenggunakan
bahasa program C++ dengan compiler Borland C++ Builder.

10

Anda mungkin juga menyukai