Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Abses adalah sebuah lubang berisi nanah yang terdapat di dalam jaringan
yang terkena. Abses merupakan lesi yang sulit diatasi oleh tubuh
karenakecenderungannya untuk membesar dengan pencairan jaringan yang lebih
luas,kecenderungannya untuk membentuk lubang, dan resistensinya terhadap
penyembuhan (Price et al, 2005)
Abses serebri adalah suatu reaksi piogenik yang terlokalisir pada
jaringanotak. Mikroorganisme penyebab abses serebri meliputi bakteri, jamur dan
parasit tertentu.Mikroorganisme tersebut mencapai substansia otak melalui aliran
darah, perluasaninfeksi disekitar otak, luka tembus trauma kepala dan kelainan
kardiopulmoner. Pada beberapa kasus tidak diketahui sumber infeksinya.Biasanya
tumpukan nanah inimempunyai selubung yang disebut sebagai kapsul. Tumpukan
nanah tersebut bisatunggal atau terletak beberapa tempat di dalam otak (Robert
H.A, 2004).
Abses serebri dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus
infeksi disekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara
langsungseperti trauma kepala dan operasi kraniotomi(Adams RD, 2003). Abses
yang terjadioleh penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi
paling sering pada pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang
perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada
lobus tertentu. Abses serebri bersifatsoliter atau multipel (Robert H.A, 2004).
Abses serebri menduduki sekitar 2,5-5,0% dari semua massa lesi
intrakranial.Angka kematian penyakit abses serebri sekitar 10-60% atau rata-rata
40%. Penyakit inisebenarnya sudah jarang dijumpai dinegara-negara maju, namun
karena resikokematiannya tinggi, abses serebri termasuk golongan penyakit
infeksi yang mengancamkehidupan masyarakat (Hakim AA, 2005).
Menurut Britt, Richard et al, bahwa penderita abses serebri lebih banyak
dijumpai pada laki-laki dari pada perempuan dengan perbandingan 3:1 yang
umumnya pada usia produktif yaitu sekitar 20-50 tahun.

1
Hasil penelitian Xiang Y Han (The Universityof Texas MD. Anderson Cancer
Center Houston Texas) terhadap 9 penderita abses serebri yang diperolehnya
selama 14 tahun (1989-2002), menunjukkan bahwa perbandingan jumlah
penderita laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan (7:2), berusia sekitar
38-78 tahun dengan rasio kematian 55% (Hakim AA, 2005).
Pemeriksaan terbaik yang dilakukan pada abses serebri adalah CT scan
dan MRI. Pilihan utama pada pasien abses serebri adalah MRI dengan atau tanpa
kontras gadolinium. Hasil diagnostik serupa juga diharapkan pada CT scan
tengkorak dengan atau tanpa pemberian kontras iodine intravena. Kedua
pencitraan membantu mendeteksi efek massa abses, namun MRI dengan protocol
difusi memberikan hasil lebih spesifik dalam membedakan tumor serebral, stroke,
dan abses. (Hakim AA, 2005; Nadalo L. A., 2017).Berdasarkan uraian diatas
penulis bertujuan membuat referat dengan judul “Abses Serebri”.

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum pembuatan referat ini adalah untuk mengetahui dan
menambah pemahaman mengenai abses serebri.

1.2.2 Tujuan Khusus


Tujuan khusus pembuatan referat ini:
1. Untuk mengetahui dan memahamidefinisi abses serebri.
2. Untuk mengetahui dan memahamietiologi abses serebri.
3. Untuk mengetahui dan memahami epidemiologi abses serebri.
4. Untuk mengetahui dan memahami patogenesis abses serebri.
5. Untuk mengetahui dan memahami klasifikasi abses serebri.
6. Untuk mengetahui dan memahami manifestasi klinik abses serebri.
7. Untuk mengetahui dan memahami diagnosis abses serebri.
8. Untuk mengetahui dan memahami diagnosis banding abses serebri.
9. Untuk mengetahui dan memahami komplikasi abses serebri.
10. Untuk mengetahui dan memahamipenatalaksanaan abses serebri.
11. Untuk mengetahui dan memahami prognosis abses serebri.

2
1.3 Manfaat Penulisan
1.3.1 Manfaat Ilmiah
Referat ini diharapkan dapat digunakan untuk :
1. Menambah informasi di bidang Ilmu Bedah dan Ilmu Penyakit Saraf
mengenai abses serebri.
2. Menambah informasi di bidang Ilmu Radiologi terutama mengenai
gambaran radiologisCT Scan danMRI pada abses serebri.
1.3.2 Manfaat Bagi Penulis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sarana untuk :
1. Menambah wawasan dan pengetahuan penulis mengenai lesi otak dan
gambaran radiologisCT Scan danMRI pada abses serebri.
2. Mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama pembelajaran di
bidang Ilmu Bedah, Ilmu Penyakit Saraf dan Ilmu Radiologi terkait abses
serebri.
3. Menambah wawasan peneliti mengenai tata cara melakukanpenulisan
referat secara baik dan benar.

3
BAB II
ISI

2.1 Definisi
Abses serebri merupakan suatu proses infeksi dengan pernanahan yang
terlokalisir diantara jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam variasi
bakteri, fungus dan protozoa (Robert H.A, 2004).

2.2 Etiologi
Berbagai mikroorganisme dapat ditemukan pada abses serebri, yaitu
bakteri, jamur dan parasit.Bakteri yang tersering adalah Staphylococcus aureus,
Streptococcus anaerob, Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus alpha
hemolyticus, E. coli dan Bacteroides(Patel K. dan Clifford D.B., 2014).
Abses oleh Staphylococcus biasanya berkembang dari perjalanan otitis
media atau fraktur kranii. Bila infeksi berasal dari sinus paranasalis penyebabnya
adalah Streptococcus aerob dan anaerob, Staphylococcus dan Haemophilus
influenzae. Abses oleh Streptococcus dan Pneumococcus sering merupakan
komplikasi infeksi paru. Abses pada penderita jantung bawaan sianotik umumnya
oleh Streptococcus anaerob. Penyakit jantung bawaan sianotik dengan pirau dari
kanan ke kiri. (misalnya pada Tetralogy of Fallot), terutama pada anak berusia
lebih dari 2 tahun, merupakan factor predisposisi terjadinya abses serebri(Patel K.
dan Clifford D.B., 2014).
Jamur penyebab abses serebri antara lain Nocardia asteroides,
Cladosporium trichoides dan spesies Candida dan Aspergillus. Walaupun jarang,
Entamuba histolitica, suatu parasit amuba usus dapat menimbulkan abses serebri
secara hematogen (Patel K. dan Clifford D.B., 2014).
Komplikasi dari infeksi telinga (otitis media, mastoiditis)hampir setengah
dari jumlah penyebab abses serebri serta Komplikasi infeksi lainnya seperti ; paru-
paru (bronkiektaksis, abses paru, empiema), jantung (endokarditis), organ pelvis,
gigi dan kulit (Patel K. dan Clifford D.B., 2014).

4
2.3 Epidemiologi
Abses serebri menyumbang 1500-2500 kasus di Amerika Serikat setiap
tahun. Insiden itu diperkirakan 0,3-1,3 per 100.000 orang per tahun. Rasio laki-
laki dan perempuan berkisar rasio 2:1 sampai 3:1 dengan usia rata-rata 30 sampai
40 tahun, meskipun distribusi usia bervariasi tergantung pada predisposisi yang
menyebabkan pembentukan abses (Mustafa et al, 2014).

2.4 Patogenesis
Fase awal abses serebri ditandai dengan edema lokal, hiperemia infiltrasi
leukosit atau melunaknya parenkim. Trombisis sepsis dan edema. Beberapa hari
atau minggu dari fase awal terjadi proses liquefaction atau dinding kista berisi pus.
Kemudian terjadi ruptur, bila terjadi ruptur maka infeksi akan meluas keseluruh
otak dan bisa timbul meningitis.
Abses serebri dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus
infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau
secara langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi
oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering
pada pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum
biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu.
Infeksi jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi
meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan abses
serebri yang berlokasi pada lobus frontalis. Otitis media, mastoiditis terutama
menyebabkan abses serebri lobus temporalis dan serebelum, sedang abses lobus
parietalis biasanya terjadi secara hematogen. (Olsen W.L., 2007)
Abses serebri bersifat soliter atau multipel. Yang multipel biasanya
ditemukan pada penyakit jantung bawaan sianotik; adanya shunt kanan ke kiri
akan menyebabkan darah sistemik selalu tidak jenuh sehingga sekunder terjadi
polisitemia. Polisitemia ini memudahkan terjadinya trombo-emboli. Umumnya
lokasi abses pada tempat yang sebelumnya telah mengalami infark akibat
trombosis; tempat ini menjadi rentan terhadap bakteremi atau radang ringan.
Karena adanya shunt kanan ke kiri maka bakteremi yang biasanya dibersihkan
oleh paru-paru sekarang masuk langsung ke dalam sirkulasi sistemik yang

5
kemudian ke daerah infark. Biasanya terjadi pada umur lebih dari 2 tahun. Dua
pertiga abses serebri adalah soliter, hanya sepertiga abses serebri adalah multipel.
Pada tahap awal abses serebri terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak
dengan infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti jaringan otak,
kadang-kadang disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari sampai beberapa
minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk suatu
rongga abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan yang
nekrotik. Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan
fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris. Tebal
kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter.

2.5 Klasifikasi
Beberapa ahli membagi perubahan patologi abses serebri dalam 4 stadium
yaitu (Olsen W.L., 2007):
1. Stadium cerebritis dini (Early Cerebritis) (hari ke 1 – 3)
Terjadi reaksi radang local dengan infiltrasi polymofonuklear leukosit, limfosit
dan plasma sel dengan pergeseran aliran darah tepi, yang dimulai pada hari
pertama dan meningkat pada hari ke 3. Sel-sel radang terdapat pada tunika
adventisia dari pembuluh darah dan mengelilingi daerah nekrosis infeksi.
Peradangan perivaskular ini disebut cerebritis. Saat ini terjadi edema di sekita otak
dan peningkatan efek massa karena pembesaran abses.

2. Stadium cerebritis lanjut (Late Cerebritis) (hari ke 4 – 9)


Saat ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti. Daerah pusat nekrosis
membesar oleh karena peningkatan acellular debris dan pembentukan nanah
karena pelepasan enzim-enzim dari sel radang. Di tepi pusat nekrosis didapati
daerah sel radang, makrofag-makrofag besar dan gambaran fibroblast yang
terpencar. Fibroblast mulai menjadi retikulum yang akan membentuk kapsul
kolagen. Pada fase ini edema otak menyebar maksimal sehingga lesi menjadi
sangat besar

6
3. Stadium pembentukan kapsul dini (Early Capsule Formation) (hari ke 10 –
14)
Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag menelan acellular debris dan fibroblast
meningkat dalam pembentukan kapsul. Lapisan fibroblast membentuk anyaman
retikulum mengelilingi pusat nekrosis. Di daerah ventrikel, pembentukan dinding
sangat lambat oleh karena kurangnya vaskularisasi di daerah substansi putih
dibandingkan substansi abu. Pembentukan kapsul yang terlambat di permukaan
tengah memungkinkan abses membesar ke dalam substansi putih. Bila abses
cukup besar, dapat robek ke dalam ventrikel lateralis. Pada pembentukan kapsul,
terlihat daerah anyaman retikulum yang tersebar membentuk kapsul kolagen,
reaksi astrosit di sekitar otak mulai meningkat.

4. Stadium pembentukan kapsul lanjut (Late Capsule Formation) (setelah hari ke


14)
Pada stadium ini, terjadi perkembangan lengkap abses dengan gambaran
histologis sebagai berikut:
a. Bentuk pusat nekrosis diisi oleh acellular debris dan sel-sel radang.
b. Daerah tepi dari sel radang, makrofag, dan fibroblast.
c. Kapsul kolagen yang tebal.
d. Lapisan neurovaskular sehubungan dengan cerebritis yang berlanjut.
e. Reaksi astrosit, gliosis, dan edema otak di luar kapsul.

2.6 Manifestasi Klinik


Pada stadium awal gambaran klinik abses serebri tidak khas, terdapat
gejala-gejala infeksi seperti demam, malaise, anoreksi dan gejala-gejala
peninggian tekanan intrakranial berupa muntah, sakit kepala dan kejang. Dengan
semakin besarnya abses serebri gejala menjadi khas berupa trias abses serebri
yang terdiri dari gejala infeksi, peninggian tekanan intrakranial dan gejala
neurologik fokal.

7
1) Abses pada lobus frontalis biasanya tenang dan bila ada gejala-gejala
neurologik seperti hemikonvulsi, hemiparesis, hemianopsia homonim disertai
kesadaran yang menurun me-nunjukkan prognosis yang kurang baik karena
biasanya terjadi herniasi dan perforasi ke dalam kavum ventrikel
2) Abses lobus temporalis selain menyebabkan gangguan pendengaran dan
mengecap didapatkan disfasi, defek penglihatan kwadran alas kontralateral
dan hemianopsia komplit. Gangguan motorik terutama wajah dan anggota
gerak atas dapat terjadi bila perluasan abses ke dalam lobus frontalis relatif
asimptomatik, berlokasi terutama di daerah anterior sehingga gejala fokal
adalah gejala sensorimotorik
3) Abses serebelum biasanya berlokasi pada satu hemisfer dan menyebabkan
gangguan koordinasi seperti ataksia, tremor, dismetri dan nistagmus.
4) Abses batang otak jarang sekali terjadi, biasanya berasal hematogen dan
berakibat fatal.

2.7 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinik,
pemeriksaan laboratorium disertai pemeriksaan penunjang lainnya. Selain itu
penting juga untuk melibatkan evaluasi neurologis secara menyeluruh, mengingat
keterlibatan infeksinya. Perlu ditanyakan mengenai riwayat perjalanan penyakit,
onset, faktor resiko yang mungkin ada, riwayat kelahiran, imunisasi, penyakit
yang pernah diderita, sehingga dapat dipastikan diagnosisnya (Robert H.A, 2004;
Goodkin H.P. et al, 2004).
Pada pemeriksaan neurologis dapat dimulai dengan mengevaluasi status
mental, derajat kesadaran, fungsi saraf kranialis, refleks fisiologis, refleks
patologis, dan juga tanda rangsang meningeal untuk memastikan keterlibatan
meningen. (Robert H.A, 2004)
Pemeriksaan motorik sendiri melibatkan penilaian dari integritas sistem
muskuloskeletal dan kemungkinan terdapatnya gerakan abnormal dari anggota
gerak, ataupun kelumpuhan yang sifatnya bilateral atau tunggal. (Robert H.A,
2004)

8
Pada pemeriksaan laboratorium, terutama pemeriksaan darah perifer yaitu
pemeriksaan lekosit dan laju endap darah; didapatkan peninggian lekosit dan laju
endap darah (Robert H.A, 2004; Goodkin H.P. et al, 2004). Pemeriksaan cairan
serebrospinal pada umumnya memperlihatkan gambaran yang normal. Bisa
didapatkan kadar protein yang sedikit meninggi dan sedikit pleositosis, glukosa
dalam batas normal atau sedikit berkurang, kecuali bila terjadi perforasi dalam
ruangan ventrikel (Robert H.A, 2004; Goodkin H.P. et al, 2004).
Foto polos kepala memperlihatkan tanda peninggian tekanan intrakranial,
dapat pula menunjukkan adanya fokus infeksi ekstraserebral; tetapi dengan
pemeriksaan ini tidak dapat diidentifikasi adanya abses. Pemeriksaan EEG
terutama penting untuk mengetahui lokalisasi abses dalam hemisfer. EEG
memperlihatkan perlambatan fokal yaitu gelombang lambat delta dengan
frekuensi 13 siklus/detik pada lokasi abses (Robert H.A, 2004; Goodkin H.P. et al,
2004).
CT Scan kepala dengan kontras dapat dipakai untuk diagnosis. Gambaran
CT scan pada abses intracranial tergantung pada stadium pembentukan abses
(Nadalo L. A., 2017). Pada stadium awal (stadium 1 dan 2) hanya didapatkan
daerah hipodens dan daerah irregular yang tidak menyerap kontras. Pada stadium
lanjut (stadium 3 dan 4) didapatkan daerah hipodens dikelilingi cincin yang
menyerap kontras (gambaran ring enchancement) (Brook I., 2015)

9
Gambar 2.1 Early Cerebritis Pada CT Scan

Gambar diatas merupakan CT Scanyang menunjukkan area edema


otakparietal posterior yang kurang jelas. Cerebritis dini mungkin tidak
menggambarkan massa fokal secara jelas.(International Society of Pediatric
Neurosurgery, 2017)

10
Gambar 2.2 Late Cerebritis Pada CT Scan

Gambar diatas merupakan CT Scanyang menunjukkan area edema


otakparietal posterior terdapat central low density area, peripheral edema, dan
juga perluasan mass effect. (International Society of Pediatric Neurosurgery,
2017)

11
Gambar 2.3 Early Capsule Pada CT Scan

Pada gambar diatas, tampak kapsul berdinding tipis pada CT Scan dengan
penggunaan zat kontras. (International Society of Pediatric Neurosurgery, 2017)

12
Gambar 2.4 LateCapsule Pada CT Scan

Pada gambar CT Scan diatas, tampak kapsul berdinding tebal dengan ring
enchancement yang terang. (International Society of Pediatric Neurosurgery,
2017)

13
Magnetic Resonance Imaging (MRI) saat ini banyak digunakan, selain
memberikan diagnosis yang lebih cepat juga lebih akurat dari CT Scan, MRI juga
dapat mendeteksi cerebritis dengan lebihbaik, kontras yang lebih baik antara
edema serebri dan jaringan otak, deteksi dini lesi satelit dan perluasan inflamasi ke
dalam ventrikel dan ruang subaraknoid (Brook I., 2015).
Peningkatan kontras dengan gadolinium dietilenetriaminepentaasetat
(paramagnetic agent) membantu membedakan abses, enhancement ring, dan
edema serebral di sekitar abses. Gambaran T1-weighted meningkatkan kapsul
abses, dan gambaranT2-weighted dapat menunjukkan zona edema di sekitar abses.
(Brook I., 2015).

Gambar 2.5 Early Cerebritis Pada MRI (Tortori-Donati P. et al, 2005)

Pada gambar diatas, (a) merupakan MRI gambaran T2-weightedyang


menunjukkan area edema yang hiperintens. Sedangkan (b) merupakan MRI
gambaran T1-weighted yang menunjukkan area edema yang hipointens pada fase
Early Cerebritis.

14
Gambar 2.6Late Cerebritis Pada MRI (Tortori-Donati P. et al, 2005)

Pada gambar diatas, (c) merupakan MRI gambaran T2-weightedyang


menunjukkan area central hipernitens, dengan periferal rim tampak hipointens.
Sedangkan (d) merupakan MRI gambaran T1-weighted yang menunjukkan area
central hipointens, dengan peripheral rim tampak hiperintens pada fase Late
Cerebritis.

15
Gambar 2.7T1-weighted gadolinium-enhanced axial MRI of young abscess

Pada gambar diatas, lesi memiliki hypointense centerdanring enhancement


(International Society of Pediatric Neurosurgery, 2017).

Gambar 2.8T1-weighted gadolinium-enhanced coronal MRI of mature abscess

Pada gambar diatas, tampak lesi hipodens dengan enchanced ring (kapsul
abses) lebih tebal (International Society of Pediatric Neurosurgery, 2017).

16
Gambar 2.9T2-weighted MRI of brain abscess

Pada gambar diatas abses dan edema disekitar tampak lebih hiperintens.
(International Society of Pediatric Neurosurgery, 2017)

17
Gambar 2.10 Gambaran Abses Serebri

18
Pada MRI terdapat pula sekuens diffusion-weighted imaging (DWI) untuk
membantu diagnosis banding lesi ring enhancing lainnya seperti glioblastoma,
limfoma, atau metastasis dan abses. Berbeda dengan tumor otak nekrotik atau
kistik yang tampak hipointens pada MRI diffusion-weighted imaging,absestampak
hipeintens pada pemeriksaan ini. (International Society of Pediatric
Neurosurgery, 2017)

Gambar 2.11 Beberapa Diagnosa Banding Abses Serebri Dengan Gambaran Ring-
Enhancing Lesion

Gambar 2.12 Perbedaan Gambaran Abses Serebri dan Tumor Metastasis Pada
MRI diffusion-weighted imaging

19
2.8 Diagnosis Banding
Diagnosis banding abses serebri (Brook I., 2015):
1. Meningitis bakterial
2. Tumor otak (primer atau metastasis)
3. Cryptococcosis
4. Cysticerosis
5. Abses Epidural
6. Ensefalitis fokal
7. Aneurisma Miotik
8. Septic cerebral emboli causing infarction
9. Septic dural sinus trombosis

2.9 Komplikasi

Abses serebri menyebabkan kecacatan bahkan kematian. Adapun


komplikasinya adalah:
1. Robeknya kapsul abses ke dalam ventrikel atau ruang subaraknoid
2. Penyumbatan cairan serebrospinal yang menyebabkan hidrosefalus
3. Edema otak
4. Herniasi oleh massa abses serebri

2.10 Penatalaksanaan

Terapi definitif untuk abses melibatkan :


1. Penatalaksanaan terhadap efek massa (abses dan edema) yang dapat
mengancam jiwa
2. Terapi antibiotik dan test sensitifitas dari kultur material abses
3. Terapi bedah saraf (aspirasi atau eksisi)
4. Pengobatan terhadap infeksi primer
5. Pencegahan kejang
6. Neurorehabilitasi(Robert H.A, 2004; Adams RD, 2003;Goodkin H.P. et al,
2004)
Penatalaksanaan awal dari abses serebri meliputi diagnosis yang tepat dan
pemilihan antibiotik didasarkan pada patogenesis dan organisme yang
memungkinkan terjadinya abses. Ketika etiologinya tidak diketahui, dapat

20
digunakan kombinasi dari sefalosporin generasi ketiga dan metronidazole. Jika
terdapat riwayat cedera kepala dan pembedahan kepala, maka dapat digunakan
kombinasi dari napciline atau vancomycine dengan sephalosforin generasi ketiga
dan juga metronidazole.
Antibiotik terpilih dapat digunakan ketika hasil kultur dan tes sentivitas
telah tersedia. Pada abses terjadi akibat trauma penetrasi,cedera kepala, atau
sinusitis dapat diterapi dengan kombinasi dengan napsiline atau vancomycin,
cefotaxime atau cetriaxone dan juga metronidazole. Monoterapi dengan
meropenem yang terbukti baik melawan bakteri gram negatif, bakteri anaerob,
stafilokokkus dan streptokokkus dan menjadi pilihana alternatif. Sementara itu
pada abses yang terjadi akibat penyakit jantung sianotik dapat diterapi dengan
penisilin dan metronidazole.
Abses yang terjadi akibat ventrikuloperitoneal shunt dapat diterapi dengan
vancomycin dan ceptazidine. Ketika otitis media, sinusitis, atau mastoidits yang
menjadi penyebab dapat digunakan vancomycin karena strepkokkus pneumonia
telah resisten terhadap penissilin. Ketika meningitis citrobacter, yang merupakan
bakteri utama pada abses local, dapat digunakan sefalosporin generasi ketiga,
yang secara umum dikombinasikan dengan terapi aminoglikosida. Pada pasien
dengan immunocompromised digunakan antibiotik yang berspektrum luas dan
dipertimbangkan pula terapi amphoterics.(Brouwer et al,2014).

21
Tabel 2.1 Dosis dan Cara Pemberian Antibiotik pada Abses Serebri

Drug Dose Frekuensi dan rute


Cefotaxime (Claforan) 50- 2-3 kali per hari,
100 mg/KgBBt/Hari
IV
Ceftriaxone (Rocephin) 2-3 kali per hari,

50-100 mg/KgBBt/Hari IV
Metronidazole (Flagyl) 3 kali per hari,

35-50 mg/KgBB/Hari IV
Nafcillin (Unipen, Nafcil) setiap 4 jam,

2 grams IV
Vancomycin setiap 12 jam,

15 mg/KgBB/Hari IV

Kebanyakan studi klinis menunjukkan bahwa penggunaan steroid dapat


mempengaruhi penetrasi antibiotik tertentu dan dapat menghalangi pembentukan
kapsul abses. Tetapi penggunaannya dapat dipertimbangkan pada kasus-kasus
dimana terdapat risiko potensial dalam peningkatan tekanan intrakranial. Dosis
yang dipakai 10 mg dexamethasone setiap 6 jam intravenous, dan ditapering
dalam 3-7 hari.
Pada penderita ini, kortikosteroid diberikan dengan pertimbangan adanya
tekanan intrakranial yang meningkat, papil edema dan gambaran edema yang luas
serta midline shift pada CT scan. Kortikosteroid diberikan dalam 2 minggu setelah
itu di tap-off, dan terlihat bahwa berangsur-angsur sakit kepala berkurang dan
pada pemeriksaan nervus optikus hari XV tidak didapatkan papil
edema. Penatalaksanaan secara bedah pada abses serebri dipertimbangkan dengan
menggunakan CT-Scan, yang diperiksa secara dini, untuk mengetahui tingkatan
peradangan, seperti cerebritis atau dengan abses yang multipel.
Terapi optimal dalam mengatasi abses serebri adalah kombinasi antara
antimikrobial dan tindakan bedah. Pada studi terakhir, terapi eksisi dan drainase
abses melalui kraniotomi merupakan prosedur pilihan. Tetapi pada center-center
tertentu lebih dipilih penggunaan stereotaktik aspirasi atau MR-guided aspiration

22
and biopsy. Tindakan aspirasi biasa dilakukan pada abses multipel, abses batang
otak dan pada lesi yang lebih luas digunakan eksisi.
Pada beberapa keadaan terapi operatif tidak banyak menguntungkan,
seperti: small deep abscess, multiple abscess dan early cerebritic stage.
Kebanyakan studi menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna
diantara penderita yang mendapatkan terapi konservatif ataupun dengan terapi
eksisi dalam mengurangi risiko kejang.
Pada penderita ini direncanakan untuk dilakukan operasi kraniotomi
mengingat proses desak ruang yang cukup besar guna mengurangi
efek massa baik oleh edema maupun abses itu sendiri, disamping itu pertimbangan
ukuran abses yang cukup besar, tebalnya kapsul dan lokasinya di temporal.
Antibiotik mungkin digunakan tersendiri, seperti pada keadaan abses
berkapsul dan secara umum jika luas lesi yang menyebabkan sebuah massa yang
berefek terjadinya peningkatan tekanan intrakranial. Dan harus ditatalaksanakan
dengan kombinasi antibiotik dan aspirasi abses.
Pembedahan secara eksisi pada abses serebri jarang digunakan, karena
prosedur ini dihubungkan dengan tingginya angka morbiditas jika dibandingkan
dengan teknik aspirasi. Indikasi pembedahan adalah ketika abses berdiameter
lebih dari 2,5 cm, adanya gas di dalam abses, lesi yang multiokuler, dan lesi yng
terletak di fosa posterior, atau jamur yang berhubungan dengan proses infeksi,
seperti mastoiditis, sinusitis, dan abses periorbita, dapat pula dilakukan
pembedahan drainase. Terapi kombinasi antibiotik bergantung pada organisme
dan respon terhadap penatalaksanaan awal. Tetapi, efek yang nyata terlihat 4-6
minggu.
Penggunaan antikonvulsan dipengaruhi juga oleh lokasi abses dan
posisinya terhadap korteks.Oleh karena itu kapan antikonvulsan dihentikan
tergantung dari kasus per kasus (ditetapkan berdasarkan durasi bebas kejang, ada
tidaknya abnormalitas pemeriksaan neurologis, EEG dan neuroimaging).
Pada penderita ini diberikan fenitoin oral, mengingat penderita sudah
mengalami kejang dengan frekuensi yang cukup sering. Penghentian
antikonvulsan ini ditetapkan berdasarkan perkembangan klinis penderita
selanjutnya.

23
2.11 Prognosis
Prognosis pasien dengan abses serebri telah membaik selama 50 tahun
terakhir, karena perbaikan dalam teknik pencitraan,terapi pengobatan antimikroba,
dan tindakan invasif minimal dari prosedur operasi bedah saraf. Saat ini, 70% dari
pasien dengan abses serebri memiliki prognosis yang baik, dengan tidak ada atau
minimal gejala sisa neurologis (Brouwer et al,2014).

24
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Abses serebri merupakan suatu proses infeksi dengan pernanahan yang
terlokalisir diantara jaringan otak yang disebabkan berbagai mikroorganisme
dapat ditemukan pada abses serebri, yaitu bakteri, jamur dan parasit. Prevalensi
diperkirakan 0,3-1,3 per 100.000 orang per tahun. Rasio laki-laki dan perempuan
berkisar rasio 2:1 sampai 3:1 dengan usia rata-rata 30 sampai 40 tahun.
Patogenesis abses serebri dari jalur masuknya infeksi telinga, mulut, hematogen,
post tindakan bedah saraf, post trauma penetrasi. Proses abses dimulai dari
cerebritis awal (early cerebritis) kemudian lanjut ke pembentukan kapsul hingga
matang.Gambaran klinik abses serebri tidak khas, terdapat gejala-gejala infeksi
seperti demam, malaise, anoreksi dan gejala-gejala peninggian tekanan
intrakranial berupa muntah, sakit kepala dan kejang.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinik,
pemeriksaan laboratorium disertai pemeriksaan penunjang lainnya. Pemeriksaan
terbaik yang dilakukan pada abses serebri adalah CT scan dan MRI. Diagnosis
banding abses serebri antara lainmeningitis bakterial, tumor otak (primer atau
metastasis), cryptococcosis, cysticerosis, abses epidural, ensefalitis fokal,
aneurisma miotik, septic cerebral emboli causing infarction, septic dural sinus
thrombosis.Komplikasi abses serebri seperti robeknya kapsul abses ke dalam
ventrikel atau ruang subaraknoid, penyumbatan cairan serebrospinal yang
menyebabkan hidrosefalus, edema otak dan herniasi oleh massa abses
serebri.Penatalaksaan dibagi menjadi medikamentosa dan bedah, medikamentosa
sesuai dengan bakteri etiologi, tindakan bedah seperti eksisi dan drainase abses.
70% dari pasien dengan abses serebri memiliki prognosis yang baik, dengan tidak
ada atau minimal gejala sisa neurologis.

25
3.2 Saran
Berdasarkan referat yang telah dibuat, penulis mengajukan saran kepada
penulis-penulis referat selanjutnya agar dapat mengangkat topik abses serebri
yang ditinjau dari sudut pemeriksaan radiologi dengan modalitas lain. Topik
tentang abses serebri juga dapat diangkat untuk memperkaya pengetahuan dokter
muda terkait pemeriksaan radiologi lesi otak.

26
DAFTAR PUSTAKA

Adams RD, Victor Maurice, (2003) Brain Abscess. In Principles of Neurology.


5th ed. USA:McGraw-Hill Inc, 1993:612-616.

Brook, I. (2015). Brain Abscess. Diunduh pada 15 Oktober 2017 dari


http://reference.medscape.com/article/212946-overview

Brouwer, M.C., Tunkel, A.R., McKhan, G.M et al. (2014). “Brain Abcess.” The
New England Medical Journal.Vol.371. No.5

Goodkin HP, Harper MB, Pomeroy SL. (2004). Prevalence, Symptoms, and
Prognosis of Intracerebral Abscess. American Academy of Pediatrics.
Available at http://aapgrandrounds.aappublications.org diakses pada17
Oktober 2017.

Hakim, A.A., (2005). Kasus-kasus Tumor Otak di Rumah Sakit H.Adam Malik
dan Rumah Sakit Haji Medan Tahun 2003–2004. Majalah Kedokteran
Nusantara.vol 38

International Society of Pediatric Neurosurgery. (2017). Evaluation of Brain


Abscesses in Children. Available at: https://www.ispn.guide/infections-of-
the-nervous-system-in-children/brain-abscesses-in-children-
homepage/evaluation-of-brain-abscesses-in-children/ diakses pada 18
Oktober 2017

Mustafa et al. (2014).“Brain Abscess: Pathogenesis, Diagnosis and


Management”,International Journal in Reasearch. Available at:
http://www.impactjournals.us/download.php? diakses pada17 Oktober
2017.

Nadalo, L. A. & Hunter, L. K. (2017). Brain Abscess Imaging. Diunduh pada 16


Oktober 2017 dari http://emedicine.medscape.com/article/336829

Olsen, W. L., (2007) Central Nervous System Infections. In Fundamentals of


Diagnostic Radiology 3rd ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

27
Patel, K. and Clifford, D. B. (2014). Bacterial Brain Abscess. The
Neurohospitalist. Diunduh pada 15 Oktober 2017 dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4212419

Price,S.A., Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses- Proses


Penyakit. Jakarta : EGC

Robert H. A. Haslam. (2004) Neurologic Evaluation. In Nelson Textbook of


Pediatrics 17th ed. USA: WB Saunders.

Tortori-Donati P., Rossi A., Bianchieri R., (2005). Pediatric Neuroradiology:


Brain, Head, Neck and Spine. Springer.

28

Anda mungkin juga menyukai

  • Referat AIOD
    Referat AIOD
    Dokumen22 halaman
    Referat AIOD
    Andy Arisman Syahputra
    Belum ada peringkat
  • Pasien 3 Leptospirosis
    Pasien 3 Leptospirosis
    Dokumen3 halaman
    Pasien 3 Leptospirosis
    Andy Arisman Syahputra
    Belum ada peringkat
  • Pasien 4 (Fel)
    Pasien 4 (Fel)
    Dokumen3 halaman
    Pasien 4 (Fel)
    Andy Arisman Syahputra
    Belum ada peringkat
  • Pasien 3 Leptospirosis
    Pasien 3 Leptospirosis
    Dokumen3 halaman
    Pasien 3 Leptospirosis
    Andy Arisman Syahputra
    Belum ada peringkat
  • REFERAT STROKE Ntan
    REFERAT STROKE Ntan
    Dokumen27 halaman
    REFERAT STROKE Ntan
    Andy Arisman Syahputra
    Belum ada peringkat
  • Pasien 5 (Fel)
    Pasien 5 (Fel)
    Dokumen3 halaman
    Pasien 5 (Fel)
    Andy Arisman Syahputra
    Belum ada peringkat
  • JR Intan Widya 1710029048
    JR Intan Widya 1710029048
    Dokumen25 halaman
    JR Intan Widya 1710029048
    Andy Arisman Syahputra
    Belum ada peringkat
  • Lapsus CP
    Lapsus CP
    Dokumen26 halaman
    Lapsus CP
    Andy Arisman Syahputra
    Belum ada peringkat
  • Polip Nasi + Intan
    Polip Nasi + Intan
    Dokumen30 halaman
    Polip Nasi + Intan
    Intan Widya Astuti
    Belum ada peringkat
  • JR Intan Widya 1710029048
    JR Intan Widya 1710029048
    Dokumen34 halaman
    JR Intan Widya 1710029048
    Andy Arisman Syahputra
    Belum ada peringkat
  • JR Intan Widya Astuti 1710029048
    JR Intan Widya Astuti 1710029048
    Dokumen17 halaman
    JR Intan Widya Astuti 1710029048
    Andy Arisman Syahputra
    Belum ada peringkat
  • Tutorial KPD
    Tutorial KPD
    Dokumen27 halaman
    Tutorial KPD
    Andy Arisman Syahputra
    Belum ada peringkat
  • Polip Nasi
    Polip Nasi
    Dokumen10 halaman
    Polip Nasi
    Andy Arisman Syahputra
    Belum ada peringkat
  • Anatomi
    Anatomi
    Dokumen4 halaman
    Anatomi
    Andy Arisman Syahputra
    Belum ada peringkat
  • Indikasi Operasi Katarak
    Indikasi Operasi Katarak
    Dokumen1 halaman
    Indikasi Operasi Katarak
    Anonymous 3iya1kuDw
    Belum ada peringkat
  • Karya Tulis Ilmiah Ridho
    Karya Tulis Ilmiah Ridho
    Dokumen2 halaman
    Karya Tulis Ilmiah Ridho
    Andy Arisman Syahputra
    Belum ada peringkat
  • Karya Tulis Ilmiah Ridho
    Karya Tulis Ilmiah Ridho
    Dokumen2 halaman
    Karya Tulis Ilmiah Ridho
    Andy Arisman Syahputra
    Belum ada peringkat
  • Mioma Geburt
    Mioma Geburt
    Dokumen26 halaman
    Mioma Geburt
    Andy Arisman Syahputra
    Belum ada peringkat
  • Lapsus KPD+FD
    Lapsus KPD+FD
    Dokumen38 halaman
    Lapsus KPD+FD
    Andy Arisman Syahputra
    Belum ada peringkat
  • MR
    MR
    Dokumen44 halaman
    MR
    Andy Arisman Syahputra
    Belum ada peringkat
  • Pneumotoraks
    Pneumotoraks
    Dokumen24 halaman
    Pneumotoraks
    Andy Arisman Syahputra
    Belum ada peringkat
  • Leukemia
    Leukemia
    Dokumen77 halaman
    Leukemia
    Andy Arisman Syahputra
    Belum ada peringkat
  • UPK
    UPK
    Dokumen42 halaman
    UPK
    Andy Arisman Syahputra
    Belum ada peringkat
  • Manuskrip JKM Sempaja
    Manuskrip JKM Sempaja
    Dokumen8 halaman
    Manuskrip JKM Sempaja
    Andy Arisman Syahputra
    Belum ada peringkat
  • Sempro FIX +daftar Isi
    Sempro FIX +daftar Isi
    Dokumen35 halaman
    Sempro FIX +daftar Isi
    Andy Arisman Syahputra
    Belum ada peringkat
  • Anatomi
    Anatomi
    Dokumen4 halaman
    Anatomi
    Andy Arisman Syahputra
    Belum ada peringkat
  • Gangguan Psikotik Akut
    Gangguan Psikotik Akut
    Dokumen19 halaman
    Gangguan Psikotik Akut
    putri umepal
    Belum ada peringkat
  • Ahmad Muhyi - Fkik
    Ahmad Muhyi - Fkik
    Dokumen54 halaman
    Ahmad Muhyi - Fkik
    Edwin Bima Putra Lius
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus Psikotik Akut
    Laporan Kasus Psikotik Akut
    Dokumen19 halaman
    Laporan Kasus Psikotik Akut
    Ressy Wardana
    100% (1)