SKRIPSI
OLEH
M. RIDWAN
NIM : 1205113332
ii
KATA PENGANTAR
Tiada kata yang pantas terucap kecuali syukur Alhamdulillah atas segala
kenikmatan dunia yang Allah SWT berikan kepada hambaNya sehingga bukan
berbangga atas segalanya. Sholawat serta salam tercurah kepada Nabi Muhammad
SAW, manusia utusan Allah yang telah menjadi teladan bagi seluruh umat.
Sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul ”SEJARAH
MASJID AGUNG AL HUDA TAHUN 1900-2018”.
Skripsi ini disusun dengan maksud untuk memenuhi salah satu syarat
dalam rangka menyelesaikan program pendidikan Strata 1 pada Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau. Dalam penyusunan maupun
penulisan Skripsi ini penulis banyak mengalami kesulitan, terutama disebabkan
oleh kurangnya ilmu pengetahuan yang dimiliki. Namun berkat pembimbing,
sumbangan fikiran, saran, dukungan, semangat serta do’a dari beberapa pihak
akhirnya Skripsi ini dapat diselesaikan, walaupun masih terdapat banyak
kekurangan.
Penulis juga menyadari bahwa penyusunan dan penulisan Skripsi ini
masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, namun penulis berharap
semoga Skripsi ini bermanfaat bagi penulis selanjutnya. Masukan baik kritik
maupun saran yang bersifat membangun demi perbaikan Skripsi ini sangat penulis
harapkan. Penulis menyampaikan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada yang
terhormat :
1. Bapak Prof. Drs. H. Mahdum MA, M.Pd selaku Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau.
2. Bapak Dr. Zulirfan, S.Si M.Si selaku Wakil Dekan Bidang Akademik
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau
3. Bapak Dr. Sumarno, M.Pd M.Si selaku sekretaris Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Riau.
i
4. Ibu Dra. Bedriati Ibrahim, M.Si selaku Koordinator Program Studi
Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Riau.
5. Bapak Prof. Dr. Isjoni, M.Si sebagai Dosen Pembimbing I dan Bapak Drs.
Ridwan Melay, M.Hum sebagai Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan, arahan, kritik serta saran hingga penyelesaian
skripsi ini.
6. Bapak dan Ibu Dosen pada Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau, Alm. Bapak Drs. H.
Kamaruddin, M.Si, Bapak Drs. Marwoto Saiman, Ibu Dra. Bedriati
Ibrahim, M.Si, Bapak Drs. Tugiman, Ms, Bapak Bunari, S.Pd M.Si, Bapak
Ahmal S.Pd M.Hum, Bapak Asril, M.Pd, Bapak Wahidin Saha, S.Pd,
Bapak Yuliantoro, M.Pd, Bapak Asyrul Fikri, M.Pd, Bapak Nurdiansyah
M.Pd, dan Bapak Piki Setri Pernantah, yang telah begitu banyak
memberikan pengetahuan serta wawasan yang bermanfaat bagi
penyelesaian skripsi ini.
8. Kepada kedua ayunda dan adinda yang tersayang dan tercinta, Nur Afiah,
Siti Raodah, dan M. Irham Maulana yang telah memberikan semangat,
dukungan serta do’a sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
9. Kepada seluruh sanak keluarga dan keluarga besar H. Mahmud dan Hj.
Sarmadan yang telah memberikan doa, semangat, dukungan dan saran
yang berarti sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
10. Kepada seluruh narasumber yang telah membantu dalam penelitian skripsi
ini.
ii
11. Kepada teman-teman seperjuangan Mahasiswa Pendidikan Sejarah yaitu
Giri Handito Mahatera, S.Pd, Rezky Aditya, S.Pd, Muhamat Ali, S.Pd,
Slamet Kabul Budiarto, S.Pd, M. Nur, S.Pd, Musri Indra Wijaya, S.Pd,
Fahril Hidayat,S.Pd Ricko Rahmad,S.Pd, Tri Hartono, S.Pd, Zhila Tahta
Arzyka, S.Pd, Siti Ardiantari, S.Pd, Nurmahfuzah, S.Pd, Sunny Hartini,
S.Pd, Resti Damayanti, S.Pd, Nurhasanah Anwar, S.Pd, Elna Riftin, S.Pd,
dan teman-teman lainnya khususnya angkatan 2012 yang telah
memberikan semangat, dukungan, kritik serta saran dalam menyelesaikan
skripsi ini.
13. Kepada teman-teman KKN Desa Pujud Selatan dan PPL SMA Tri Dharma
Bhakti yang telah memberikan semangat, dukungan, kritik serta saran
dalam menyelesaikan skripsi ini.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Penulis
iii
iv
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Halaman Sampul
Halaman Persetujuan Pembimbing
Halaman Keaslian Tulisan
Abstrak
Kata Pengantar ........................................................................................................i
Daftar Isi ...................................................................................................................iv
Daftar Lampiran Gambar.......................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Sejarah..........................................................................................................7
B. Masjid ..........................................................................................................9
C. Manajemen Masjid.......................................................................................10
v
E. Peranan .........................................................................................................14
2. Pendidikan ...............................................................................................31
BAB V PEMBAHASAN
vi
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ..................................................................................................62
B. Saran ............................................................................................................63
LAMPIRAN ..............................................................................................................67
vii
DAFTAR LAMPIRAN GAMBAR
viii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara dengan penduduk mayoritas beragama
Islam. Menurut Hamka agama Islam masuk ke Indonesia secara berangsur-
angsur dan dimulai pada abad ketujuh Masehi. Agama Islam datang ke
Indonesia dengan dibawa oleh saudagar-saudagar Islam. Saudagar-saudagar
Islam tersebut bukan hanya dari Arab saja, melainkan ada yang berasal dari
Persia dan Gujarat.1
Penyebaran agama Islam di Indonesia dapat dilihat dari jejak-jejak
peninggalannya. Kehadiran ini memberikan ragam budaya baru dalam
masyarakat mulai dari ilmu pengetahuan, karya seni bahkan sistem
pemerintahan. Masjid merupakan salah satu peninggalan budaya Islam yang
kaya akan khazanah keilmuan. Masjid merupakan tanda, simbol dan eksistensi
dan orientasi keberadaan Islam dan umatnya.
Dari segi bahasa kata masjid dalam Al Qur’an diambil dari akar kata
sajada (sujud). Sajada (sujud) berarti patuh, taat, serta tunduk dengan penuh
hormat dan takzim, meletakkan dahi, kedua tangan, lutut dan kaki ke bumi
yang kemudian dinamai sujud oleh syariat. Hal itulah yang menjadikan
bangunan yang dikhususkan untuk melaksanakan shalat dinamakan masjid
(tempat bersujud).2
Dalam perkembangan kemudian, pengertian masjid menjadi lebih
spesifik, yaitu sebuah bangunan atau gedung atau lingkungan yang ditembok
yang dipergunakan sebagai tempat shalat, baik shalat lima waktu, shalat Jum’at
ataupun shalat hari raya.
Bertolak belakang dari pengertiannya, yakni sebagai tempat bersujud
atau tempat shalat, akan tetapi fungsi masjid dalam Islam tidak hanya merujuk
1
http://www.academia.edu/download/36208598/Sejarah_Masuknya_Islam_di_Indonesia.docx di
akses pada 18 Oktober 2018 jam 02:48 WIB
2
M. Quraish Shihab. Wawasan Al Qur’an, ( Bandung: Mizan, 1996), Hlm. 607
1
sebagai tempat shalat saja. Fungsi masjid dibedakan menjadi dua jenis; masjid
bisa digunakan sebagai tempat ibadah yang bersifat ritual, seperti shalat, i’tikaf
dan lain-lain. Dalam hal ini masjid berfungsi sebagai sarana untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Serta masjid juga bisa digunakan sebagai
tempat ibadah yang bersifat mu’amalah, yaitu yang berkenaan dengan dengan
hubungan sesama anggota masyarakat yang ada di di lingkungan masjid
tersebut.3
Sejalan dengan uraian diatas, Masjid Agung Al Huda terletak di jalan
Sudirman tembilahan ini tidak hanya menjalankan fungsi masjid sebagai
tempat beribadah yang bersifat ibadah ritual saja, tetapi juga melaksanakan
kegiatan-kegiatan pendidikan dan pengembangan potensi umat. Masjid yang
dibangun sekitar pertengahan tahun 1920-an ini telah mengalami empat kali
renovasi dan selesai pada pada tahun 1999. Dalam perkembangannya bentuk
bangunan masjid telah mengalami tiga kali perombakan bentuk bangunan yang
memiliki ciri khas tersendiri.
Kurangnya tulisan tentang sejarah Masjid Agung Al Huda ini menjadi
latar belakang penulis untuk mencoba meneliti dan mencari tentang
perkembangan masjid ini sehingga dapat menjadi sumbangan tulisan mengenai
salah satu bentuk sejarah lokal yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir. Pada
penelitian ini disamping melihat sejarah masjid, penulis juga mencoba
menggali tentang manajemen masjid ciri khas bangunan masjid, dan peranan
masjid dalam bidang pendidikan.
Berdasarkan uraian diatas penulis akan melihat dan mengetahui secara
dalam yang kemudian akan penulis tuangkan dalam bentuk karya ilmiah
berbentuk skripsi dengan judul “SEJARAH MASJID AGUNG AL HUDA
DI TEMBILAHAN KABUPATEN INDRAGIRI HILIR TAHUN 1900-
2018”
3
A. Bachrun Rifa’i dan Moch. Fachrurroji, Manajemen Masjid: mengoptimalkan fungsi sosial
ekonomi masjid, (Bandung: Benang Merah Press, 2005), hlm. 45
2
B. Pembeberan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukan diatas, maka masalah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana sejarah pembangunan Masjid Agung Al Huda
Tembilahan.
2. Bagaimana struktur organisasi Masjid Agung Al Huda
3. Bagaimana karakteristik arsitektur bangunan Masjid Agung Al Huda
4. Apakah peran dan fungsi Masjid Agung Al Huda bagi pendidikan
C. Pembatasan Masalah
Agar tidak terjadi kesimpangsiuran dalam memahami masalah yang
dikemukakan, dan karena keterbatasan waktu, biaya, dan tenaga dalam
penelitian maka penulis membatasi masalah dalam penelitian. Adapun batasan
masalah dalam penulisan ini adalah:
1. Penulis membatasi sejarah Masjid Agung Al Huda hanya pada sejarah
berdiri dan renovasi fisik bangunan Masjid Agung Al Huda dari tahun
1900-2018
D. Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari pembatasan masalah di atas dan untuk memberikan
arahan pada penulisan agar tidak terjadi kesimpangsiuran dalam penelitian ini,
maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: “Sejarah Masjid Agung Al
Huda di Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir 1900-2018”
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian sejarah adalah untuk membuat rekonstruksi masa
lampau secara sistematis dan objektif dengan pengumpulan data dan
pengolahannya sehingga menghasilkan penelitian yang bermutu.4
Dengan melakukan penelitian ini yang merupakan salah satu bentuk
sejarah lokal, diharapkan bisa memperkaya dari sejarah nasional, tetapi yang
4
Suwardi MS, Metode Penelitian Pendidikan Sejarah, (Pekanbaru: Cetakan Riau, 1998), hlm. 3
3
lebih penting adalah memperdalam pengetahuan kita tentang sejarah masjid di
daerah, peran dan fungsi sehingga lebih memperdalam pengetahuan mengenai
bangunan-bangunan Islam di Indonesia. Sehubungan dengan itu, tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bagaimana sejarah pembangunan Masjid Agung Al
Huda.
2. Untuk Mengetahui karakteristik arsitektur bangunan Masjid Agung Al
Huda
3. Untuk mengetahui struktur organisasi Masjid Agung Al Huda.
4. Untuk mengetahui peran dan fungsi Masjid Agung Al Huda bagi
pendidikan
F. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka kita dapat mengharapkan
manfaat dari penelitian ini. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Guna memenuhi tugas akhir skripsi Program Studi Pendidikan Sejarah
FKIP UNRI
2. Sebagai tolak ukur kemampuan penulis dalam meneliti, menganalisa,
dan merekonstruksi suatu penulisan sejarah
3. Sebagai sumbangan penulisan karya ilmiah bagi Perpustakaan
Universitas Riau, Fakultas dan Program Studi, maupun daerah
penelitian pada khususnya dan masyarakat pecinta sejarah pada
umumnya.
4. Sebagai salah satu bentuk informasi kepada pembaca mengenai
sejarah, karakteristik, fungsi dan peran Masjid Agung Al Huda dalam
bidang pendidikan
4
G. Penjelasan Judul
Penjelasan Judul merupakan instrumen dari riset karena merupakan salah
satu tahapan dalam proses pengumpulan data. Penjelasan judul juga bisa
dijadikan sebagai tahapan batasan pengertian yang dijadikan pedoman untuk
melakukan suatu kegiatan atau suatu pekerjaan penelitian.
Untuk mendapatkan keseragaman dan dapat memahami pengertian dan
istilah yang digunakan dalam penelitian ini maka perlu dijelaskan beberapa
istilah penting dan mempunyai kaitan yang erat dengan penulisan ini yaitu :
1. Sejarah
Sejarah Secara Etimologi sejarah berasal dari bahasa Arab,
yakni dari kata syajaratun yang memiliki arti pohon kayu. Pengertian
pohon kayu disini adalah adanya suatu kejadian, perkembangan, atau
pertumbuhan tentang sesuatu hal (peristiwa) dalam suatu
kesinambungan (kontinuitas). Sejarah merupakan studi kronologis
yang menafsirkan dan memberi makna pada suatu peristiwa dan
menerapkan metode sistematis untuk menemukan kebenaran.
2. Masjid Agung Al Huda
Kata masjid dalam Al Qur’an diambil dari akar kata sajada
(sujud). Sajada (sujud) berarti patuh, taat, serta tunduk dengan penuh
hormat dan takzim, meletakkan dahi, tangan, lutut dan kaki ke bumi
yang kemudian dinamai sujud oleh syariat. Hal itulah yang
menjadikan bangunan yang dikhususkan untuk untuk melaksanakan
shalat dinamakan masjid (tempat bersujud)5.
Berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 394 tahun 2004
tentang Penetapan Status Masjid Wilayah, Masjid Agung yaitu masjid
yang berada di tingkat Kabupaten/Kota dan diajukan melalui Kantor
Departemen Agama Kabupaten/Kota setempat kepada
Bupati/Walikota untuk dibuatkan surat keputusan penetapan “Masjid
Agung”. Anggaran masjid tersebut berasal dari Pemerintah Daerah,
5
M. Quraish Shihab, op. cit., Hlm. 607
5
dana masjid, swadaya masyarakat, dan sumbangan lainnya.6 Masjid
Agung Al Huda Tembilahan merupakan masjid yang ditetapkan oleh
pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir sebagai masjid tingkat
Kabupaten/kota yang beralamat di jalan Jendral Sudirman, Kelurahan
Tembilahan Kota, Kecamatan Tembilahan, Kabupaten Indragiri Hilir,
Riau.
3. Tembilahan
Tembilahan merupakan salah satu kecamatan yang berada
berada dalam wilayah pemerintahan Kabupaten Indragiri Hilir dan
juga merupakan Ibukota Kabupaten.
4. Kabupaten Indragiri Hilir
Kabupaten Indragiri Hilir merupakan salah satu Kabupaten yang
berada dalam wilayah pemerintahan Provinsi Riau.
6
Keputusan Menteri Agama Nomor 394 tahun 2004 tentang Penetapan Status Masjid Wilayah
6
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Sejarah
Sejarah dalam bahasa yunani yaitu historia, yang berarti penyelidikan
pengetahuan yang diperoleh melalui penelitian adalah studi tentang masa lalu
khususnya bagaimana kaitannya dengan manusia. Dalam bahasa Indonesia
sejarah, babad, hikayat, riwayat, atau tambo dapat diartikan sebagai kejadian
dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau. Sedangkan pendapat
lainnya mengatakan Kata sejarah yang terdapat di Indonesia pada mulanya
berasal dari bahasa Arab yaitu Syajarah atau Syajaratun, yang mana sebelum
menjadi bahasa Indonesia kata syajarah telah berkulturasi kedalam bahasa
Melayu dan berubah menjadi ”sajarah” kemudian masuk kedalam bahasa
Indonesia sehingga sajarah berubah menjadi sejarah. Kata sejarah masuk
kedalam pemberdaharaan bahasa Melayu dan bahasa Indonesia bersamaan
dengan masuknya orang Arab ke Indonesia abad ke-13 atau setelah terjadinya
akulturasi kebudayaan Melayu dengan kebudayaan Islam.7
Sedangkan menurut beberapa pendapat para ahli sejarah adalah:
1. Sejarah menurut Sartono Kartodirjo ialah gambaran tentang masa lalu
manusia dan sekitarnya sebagai makhluk sosial yang disusun secara
ilmiah dan lengkap. Meliputi urutan fakta tersebut dengan tafsiran dan
penjelasan yang memberikan pengertian pemahaman tentang apa yang
telah berlalu.8
2. Sejarah menurut Moh. Yamin ialah pengetahuan dengan umumnya
yang berhubungan dengan cerita bertarikh, kajadian masyarakat
manusia pada waktu lampau, sebagai hasi penyelidikan bahan tulisan
atau tanda-tanda lainnya.9
7
Sidi Gazalba, Masjid Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1994), hlm.
1
8
Sartono Kartodirdjo, Pemikiran dan Perkembangan Historiografi Indonesia, (Jakarta: Gramedia,
1982), hlm 12
9
Taufiq Abdullah, Sejarah Lokal di Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.,
2015), hlm. 9
7
3. Sejarah menurut R. Moh. Ali dalam bukunya yang berjudul Pengantar
Ilmu Sejarah, ia mengatakan bahwa kata sejarah mengandung arti
sebagai berikut. Pertama, sejarah merupakan sejumlah perubahan-
perunahan, kejadian-kejadian dan peristiwa dalam kenyataan disekitar
kita. Kedua, sejarah merupakan cerita tentang perubahan-perubahan,
kejadian-kejadian, peristiwa-peristiwa yang merupakan realitas
tersebut. ketiga, sejarah merupakan ilmu yang bertugas menyelidiki
perubahan-perubahan, kejadian-kejadian, dan peristiwa yang
merupakan realitas tersebut.10
Terlepas dari pengertian sejarah diatas, dapat disimpulkan bahwa
pengertian sejarah adalah gambaran tentang peristiwa masa lampau yang
dialami manusia, disusun secara ilmiah yang meliputi urutan masa lalu diberi
tafsiran dan analisis kritis sehingga mudah dimengerti dan dipahami.
Oleh sebab itu fungsi dan peran sejarah adalah menyelidiki dan mengkaji
segala peristiwa dan proses perubahan yang terjadi dalam masyarakat manusia
dengan segala aspeknya, rangkaian sebab akibat, serta arti dan makna dalam
kehidupan manusia. Dengan mengumpulkan fakta-fakta mengenai peristiwa
dan fenomena dalam masyarakat manusia pada masa lalu dapat dipergunakan
untuk memperhitungkan kemungkinan kecenderungan-kecenderungan pada
masa yang akan datang.
Penulis menghubungkan teori sejarah diatas dengan judul penelitian.
Masjid Agung Al Huda yang berada di jalan Sudirman Tembilahan ini sudah
mengalami beberapa kali renovasi dan perombakan. Bangunan masjid
diperkirakan berdiri pada pertengahan tahun 1920-an dalam perkembangannya
masjid telah direnovasi pada tahun 1935, tahun 1968, tahun 1994 dan tahun
2017. Dalam penulisan ini penulis akan menjabarkan tentang sejarah
pembangunan Agung Al Huda secara terstruktuk sesuai dengan teori yang
dijelaskan diatas.
10
Rustam E. Tamburaka, Pengantar Ilmu dan Sejarah Teori Filsafat Sejarah, Sejarah Filsafat dan
IPTEK, (Jakarta: Rhineka Cipta, 1999), hlm 44
8
B. Masjid
Penulis mengutip beberapa pendapat mengenai masjid menurut para ahli
mengenai masjid yaitu sebagai berikut :
1. Menurut Prof. Quraish Shihab kata masjid dalam Al Qur’an diambil
dari akar kata sajada (sujud). Sajada (sujud) berarti patuh, taat, serta
tunduk dengan penuh hormat dan takzim, meletakkan dahi, tangan,
lutut dan kaki ke bumi yang kemudian dinamai sujud oleh syariat. Hal
itulah yang menjadikan bangunan yang dikhususkan untuk untuk
melaksanakan shalat dinamakan masjid (tempat bersujud).11
2. Menurut Abubakar masjid adalah tempat memotivasi dan
membangkitkan kekuatan ruhaniah dan keimanan seorang muslim.12
3. Martin Frishman mengatakan bahwa masjid sebagai suatu bangunan
berfungsi sebagai rumah ibadah dan simbol-simbol Islam.13
4. Sidi Gazalba mengartikan masjid sebagai pusat ibadah, pusat
kebudayaan Islam dan pusat kehidupan Islam14
Dari penjelasan para ahli tersebut bahwa arti masjid itu sebenarnya
tempat sujud dalam rangka beribadah kepada Allah SWT. Dalam
pelaksanaanya tempat sujud boleh dilakukan dimana saja asal tidak ada
larangan. Penulis menghubungkan teori masjid dengan judul penulisan dimana
Masjid Agung Al Huda merupakan masjid yang berada di tepi sungai Indragiri
tepatnya di jalan Sudirman Tembilahan. Masjid ini menjadi salah satu tempat
utama bagi masyarakat Tembilahan untuk melakukan kegiatan ibadah baik
ibadah ritual seperti shalat lima waktu, i’tikaf dan zikir juga sebagai tempat
kegiatan mu’amalah yaitu kegiatan yaitu yang berkenaan dengan dengan
hubungan sesama anggota masyarakat yang ada di di lingkungan masjid.
11
M. Quraish Shihab. op. cit., Hlm. 607
12
Abubakar, Manajemen Masjid berbasis IT, (Yogyakarta : Arina Publishing, 2007), hlm. 9
13
Tawalinuddin Haris, Masjid-masjid di Dunia Melayu Nusantara, dalam Suhuf Vol. 3 No. 20,
2018, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Al Qur’an, 2018), hal 280
14
Sidi Gazalba, Masjid Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Pustaka al Husna, 1994),
Hal. 177
9
C. Manajemen Masjid
Penulis mengutip beberapa pendapat mengenai manajemen masjid
menurut para ahli yaitu :
1. Menurut Sofyan Suri Harahap manajemen masjid adalah bagaimana
kita mencapai tujuan Islam (masjid) yaitu untuk mewujudkan
masyarakat, umat yang diridhoi Allah SWT melalui fungsi yang dapat
disumbangkan lembaga masjid dengan segala pendukungnya.15
2. Menurut M. Ayub mengatakan bahwa manejemen masjid adalah suatu
proses atau usaha mencapai kemakmuran masjid yang ideal, dilakukan
oleh seorang pemimpin pengurus masjid beserta staf dan jamaah
melalui berbagai aktivitas yang positif. Dengan demikian ketua
pengurus mesjid harus melibatkan seluruh kekuatan masjid untuk
mewujudkan kemakmuran masjid.16
3. Menurut H. A. Yani manajemen masjid di sebut dengan idarah masjid
yaitu ilmu dan usaha yang meliputi segala tindakan dan kegiatan
muslim dalam menempatkan masjid sebagai tempat ibadah dan pusat
kebudayaan Islam
Idarah masjid yang telah disebutkan sama dengan manajemen masjid
pada garis besarnya terbagi dua bidang yaitu :
1. Idarah Binail Ma’adiy/Physical Management
Idarah Binail Ma’adiy adalah manajemen fisik yang meliputi
kepengurusan masjid, pengaturan pembangunan fisik masjid,
penjagaan kehormatan, kebersihan, ketertiban dan keindahan masjid,
pemeliharaan tata tertib dan ketentraman masjid, pengaturan keuangan
dan administrasi masjid, pemeliharaan agar masjid tetap suci,
terpandang, menarik dan bermanfaat bagi kehidupan umat dan
sebagainya.
15
Sofyan Syafri Harahap, Manajemen Masjid: Suatu Pendekatan Teoritis dan Organisator,
(Yogyakarta: Dhana Bhakti Prima, 1996), hlm 28
16
M. Ayub, dkk, Manajemen Masjid, (Jakarta: Gema Insani Press. 1996) hlm 13
10
2. Idarah Binail Ruhiiy/Functional Management
Idarah Binail Ruhiiy mengatur tentang pelaksanaan fungsi
masjid sebagai wadah pembinaan umat, sebagai pusat pengembangan
umat dan kebudayaan Islam seperti dicontohkan Rasulullah Idarah
Binail Ruhiiy ini meliputi pengentasan dan pendidikan akidah
Islamiyah, pembinaan akhlaqul karimah, penjelasan ajaran Islam
secara teratur yang menyangkut pembinaan ukhuwah Islamiyah dan
persatuan umat, melahirkan fikrul Islamiyah dan kebudayaan Islam
dan mempertinggi mutu keislaman dalam diri masyarakat.17
Manajemen masjid sangat diperlukan sebagai alat untuk mencapai tujuan
masjid sekaligus wadah bagi jamaah dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan
dakwah baik yang berkaitan dengan keilmuan, pendidikan, social,
keterampilan, ekonomi dan sebagainya. Dengan adanya manajemen masjid
kreativitas jamaah dapat tersalurkan dan pembinaan umat secara lebih
sistematis dapat diselenggarakan sehingga tercapai masyarakat Islami.
Berdasarkan pernyataan diatas penulis menghubungkan pendapat para
ahli dengan bagaimana pelaksanaan manajemen masjid Agung Al Huda baik
dalam aspek manajemen fisik masjid, aspek manajemen pelaksanaan ibadah
baik ibadah ritual seperti shalat, zikir dan I’tikaf maupun ibadah bersifat
muamalah yaitu yang berkenaan dengan hubungan antara jamaah disekitar
masjid.
D. Arsitektur Masjid
Secara bahasa kata arsitektur yakni seni dalam merancang bangunan.
Sedangkan kata masjid berarti tempat beribadah. Dari pengertian tersebut
tentang arsitektur dan masjid maka diterik kesimpulan bahwa arsitektur masjid
adalah bangunan tempat orang Islam melakukan ibadah yang dilakukan secara
17
Ahmad Yani, Panduan Memakmurkan Masjid. (Jakarta : Al Qalam, 2009). Hlm 145
11
massal/jama’ah maupun individual, serta kegiatan lain yang berhubungan
dengan kebudayaan Islam.18
Arsitektur masjid muncul sebagai unsur arsitektur Islam yang
berpedoman pada ketentuan-ketentuan yang ada pada syari’at Islam dengan
bangunan sebagai pengungkapan nilai-nilai tertinggi yang diwujudkan dalam
sebuah banguan.19
Masjid pertama dibangun pada masa Nabi Muhammad saw adalah
Masjid Quba, sekitar 10 kilometer dari Kota Madinah. Masjid ini dibangun
oleh Nabi Muhammad saw dalam perjalanan hijrahnya dari Makkah menuju
Madinah. Tetapi bangunan masjid yang selama ini menjadi prototipe masjid-
masjid dunia Islam adalah masjid yang dibangun oleh Nabi Muhammad saw
dan para sahabatnya di Madinah, sekarang dikenal sebagai Masjid Nabawi.
Menurut para ahli, masjid nabawi berdenah segi empat, dikelilingi oleh
tembok tanah liat, tanpa atap (terbuka), bagian atap yang dipakai untuk shalat
diberi atap dari pelepah-pelepah daun kurma dan tanah liat, ditopang oleh
tiang-tiang (tonggak-tonggak) dari pohon kurma. Pada salah satu sisinya
terdapat ruangan atau kamar tempat tinggal Nabi Muhammad saw dan
keluarganya, sedangkan sisi yang berlawanan dengan tempat shalat terdapat
bagian yang disediakan untuk para sahabat yang miskin dan tidak memiliki
rumah. Bagian ini disebut suffah dan penghuninya disebut ahlisuffah.20
Pada awal masuknya agama Islam di Indonesia bentuk masjid lebih
terlihat menggunakan perpaduan dengan budaya asli Indonesia seperti bentuk
atap tumpang dangan jumlah atap satu sampai tujuh. Di Jawa arsitektur masjid
diperkenalkan oleh para wali sebagai orang yang dianggap dekat dengan tuhan
dan diyakini memiliki kelebihan. Para wali bertugas mengajarkan agama Islam
dan menghormati kebudayaan yang ada sebelum masuknya agama Islam di
Indonesia. Sehingga bangunan masjid saat itu memperlihatkan perpaduan
antara budaya lama dan dan budaya baru.
18
Zein. M. Wiryoprawiro, Perkembangan Arsitektur dan Masjid di Jawa Timur. (Surabaya: Bina
Ilmu, 1986), hlm 15
19
Ibid hlm 155
20
Tawalinuddin Haris. Op. Cit., hlm 282
12
W.F. Sutterheim sebagaimana dikutip oleh I.G.N Anom menyatakan
bahwa masjid kuno di Indonesia menurut bentuknya mengacu kepada model
gelanggang menyabung ayam yang disebut wantilan. Bangunan ini adalah
bangunan khas dari masa pra-Islam yang kini masih dapat ditemukan di Bali.21
H.J. de Graaf dalam tulisannya”De Oosprong der Javansche Moskee”
yang sudah diterjemahkan kedalam bahasa Inggris dengan judul “The Origin of
Javanese Mosque”. Di dalam artikel tersebut, H.J. de Graaf menyatakan tidak
mungkin orang Islam memilih bangunan gelanggang tempat menyabung ayam
sebagai bentuk dasar bangunan masjid karena bangunan tersebut adalah
bangunan tempat berjudi. Selain itu bangunan tersebut hanya dikenal di Jawa
dan Bali, tidak pernah ditemukan ditempat lain. De Graaf mengajukan teori
bahwa prototipe bangunan masjid di Indonesia tidak berdasarkan atas
bangunan yang ada di Indonesia, tetapi dari bentuk masjid-masjid yang ada di
daerah Gujarat (India).22
Sutjipto Wirjosuparto dalam artikelnya yang berjudul “sejarah
pertumbuhan Bangunan Masjid Indonesia” mengatakan bahwa denah
bangunan masjid di di Jawa yang persegi diperlihatkan juga oleh masjid-masjid
di Indonesia. Denah yang persegi itu adalah bagian dari rumah Jawa yang
disebut pendopo. Bangunan pendopo yang denahnya serba persegi itu apabila
ditutup dengan tembok atau dinding dan diberi bangunan mihrab yang
diarahkan ke kiblat barat laut akan menjadi sebuah masjid. Meskipun atap
rumah Jawa tidak bertingkat, tetapi dasar untuk dijadikan atap bertingkat sudah
ada sebagaimana diperlihatkan oleh atap rumah Jawa yang disebut joglo.23
Tawalinuddin Haris mengatakan bahwa dalam bangunan masjid
Indonesia meniru tipe India atau Timur Tengah dengan memunculkan
bangunan masjid beratap kubah. Bangunan masjid beratap kubah muncul
sekitar abad ke-19.24
21
I.G.N. Anom, Masjid-masjid Kuno di Indonesia, (Jakarta: Proyek Pembinaan Peninggalan
Sejarah dan Kepurbakalaan Pusat, 1998/1999), hlm 17
22
Tawalinuddin Haris, Op. Cit., hlm. 290
23
Ibid, hlm 291
24
Ibid, hlm 297
13
Dalam hal ini penulis akan membahas tentang struktur bangunan Masjid
Agung Al Huda Tembilahan yang penulis hubungkan dengan teori-teori diatas
dan menjawab mengenai rumusan masalah Arsitektur Masjid Agung Al Huda
Tembilahan selanjutnya penulis juga akan membahas ciri khas arsitektur
bangunan Masjid Agung Al Huda Tembilahan.
E. Peranan
Penulis mengutip beberapa pendapat mengenai manajemen masjid
menurut para ahli yaitu :
1. Menurut H. Rustam E. Tamburaka mengatakan peranan merupakan
hasil interaksi dari diri seseorang dengan posisi (status dalam
masyarakat) dan dengan peranan yang menyangkut perbuatan yang
mempunyai nilai dan normatif. Atau peranan adalah bahwa individu
atau aktor sebagai pelaku peristiwa dan hasil perbuatan sebagai
peristiwa sejarah.
2. Menurut Ahmadi peranan suatu komplek pengharapan manusia
terhadap caranya individu harus bersikap dan berbuat dalam situasi
tertentu berdasarkan status dan fungsi sosialnya.25 Bruce.J.Cohen juga
mengatakan bahwa peranan atau role adalah perilaku yang diharapkan
dari mereka yang menduduki status tertentu.26
3. Menurut Peter Burke peranan adalah kedudukan atau status yang
dimiliki oleh seseorang yang memiliki fungsi atau tanggung jawab.
Dalam kamus besar bahasa indonesia peranan adalah suatu yang jadi
bagian atau yang memegang pimpinan yang terutama dalam terjadinya
sesuatu hal atau peristiwa.Menurut peter burke peranan dapat
didefenisikan dalam pengertian pola-pola atau norma-morma perilaku
yang diharapkan dari orang yang menduduki suatu posisi tertentu
dalam struktur sosial.27
25
Ahmad Hamadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta : Rhineka Cipta, 1991) hlm. 50
26
Bruce.J. Cohen, Sosiologi suatu pengantar, (Jakarta:PT. Bima Aksara, 1983), Hlm. 76
27
Peter Burke, Sejarah dan Teori Sosial. (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003), hlm 68
14
Peranan merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan (status). Apabila
seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya,
maka hal ini berarti ia menjalankan suatu peranan. Keduanya tidak dapat
dipisah-pisahkan dan saling bertentangan satu sama lain.setiap orang
mempunyai macam-macam peranan yang berasal dari pola-pola pergaulan
hidupnya. Hal tersebut sekaligus berarti bahwa peranan menentukan apa yang
diperbuatnya bagi masyarakat kepadanya. Peranan lebih banyak menekankan
pada fungsi, penyesuaian diri dan sebagai suatu proses. Peranan menyangkut
tiga hal yaitu sebagai berikut ini:
1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau
tempat seseorang dalam masyarakat.
2. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh
individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting
bagi struktur sosial masyarakat.28
Penulis menghubungkan teori peranan dengan peranan masjid bagi umat
pada masa nabi hingga sekarang. Tidak hanya sebagai tempat beribadah dan
sebagai pusat peribadatan umat Islam. Masjid menjadi salah satu kekuatan
Islam pada masa kejayaan Islam. Sejarah mencatat ada sepuluh fungsi dan
peranan masjid pada masa nabia dalah Tempat ibadah.29
1. Tempat konsultasi dan komunikasi.
2. Tempat pendidikan
3. Tempat santunan sosial
4. Tempat latihan militer dan persiapan alat-alatnya.
5. Tempat pengobatan para korban perang.
6. Tempat pengadilan dan mendamaikan sengketa.
7. Aula dan tempat menerima tamu.
8. Pusat penerangan, informasi dan pembelaan agama.
28
Soejono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), hlm
268
29
Hery Sucipto, Memakmurkan Masjid Bersama JK. (Jakarta: Grafindo Books Media, 2014), hlm.
25
15
Seiring dengan perubahan zaman, fungsi dan peranan masjid tersebut
ada yang masih tetap dilakukan hingga sekarang. Antara lain tempat
peribadatan, pendidikan, santunan sosial, informasi (pembelajaran tentang
dunia Islam).
Adapun peran masjid yang lebih dominan pada masa sekarang, hal ini
juga tidak berbeda dari beberapa poin diatas, antara lain:
1. Sebagai tempat beribadah, dalam Islam beribadah adalah pengertian
yang luas dengan segala aktivitas yang ditunjukan untuk memperoleh
ridho Allah SWT.
2. Sebagai tempat menuntut ilmu, dapat digunakan dalam aktifitas
belajar mengajar, khususnya ilmu agama Islam. Boleh juga diajarkan
ilmu-ilmu lain, baik ilmu alam, sosial, humaniora, keterampilan dan
lain sebagainya yang dapat diajarkan di masjid.
3. Sebagai tempat pembinaan jama’ah, dengan adanya umat Islam di
sekitar masjid. Masjid berperan dalam mengkoordinasi jema’ah guna
menyatukan potensi dan kepemimpinan umat. Umat ataupun jema’ah
yang terkoordinasi secara rapi dalam organisasi Ta’mir masjid dibina
keimanan, ketaqwaan, ukhuwah imaniah dan da’wah Islamiyahnya.
4. Sebagai pusat dakwah dan kebudayaan Islam, masjid merupakan
jantung kehidupan umat Islam yang selalu berdenyut untuk
menyebarkan dakwah Islamiah.
5. Sebagai pusat kaderisasi umat, sebagai tempat pembinaan jama’ah dan
kepemimpinan umat. Masjid memerlukan aktivis yang berjuang untuk
menegakkan agama Islam dan budaya Islam.
Seiring dengan peran masjid sebagai tempat pendidikan masjid sebagai
tempat pendidikan di masa dulu dapat dilihat dari penataan ruangannya
Menurut para ahli, Masjid Nabawi berdenah segi empat, dikelilingi oleh
tembok tanah liat, tanpa atap (terbuka), bagian atap yang dipakai untuk shalat
diberi atap dari pelepah-pelepah daun kurma dan tanah liat, ditopang oleh
tiang-tiang (tonggak-tonggak) dari pohon kurma. Pada salah satu sisinya nya
terdapat ruangan atau kamar tempat tinggal Nabi Muhammad saw dan
16
keluarganya, sedangkan sisi yang berlawanan dengan tempat shalat terdapat
bagian yang disediakan untuk para sahabat yang miskin dan tidak memiliki
rumah. Bagian ini disebut suffah dan penghuninya disebut ahlisuffah.30
Selain sebagai tempat tinggal bagi para sahabat yang miskin dan tidak
memiliki rumah suffah juga dipergunakan sebagai tempat berlangsungnya
proses pendidikan bagi sahabat yang ingin memperdalam ilmu. Mereka
diajarkan tentang Al Qur’an, dasar-dasar agama, bahasa Arab, berhitung,
keterampilan berkuda, memanah dan berenang. Sistem pendidikan yang
diterapkan oleh Nabi Muhammad saw yaitu berupa halaqa-halaqa. Dalam
halaqa ini murid yang lebih tinggi ilmu pengetahuannya duduk didekat guru.
Murid yang level pengetahuannya lebih rendah dengan sendirinya akan duduk
lebih jauh, serta berjuang dengan keras agar dapat mengubah posisi dalam
halaqa. Sistem ini selain menyentuh dimensi emosional dan spiritual mereka.
Dalam perkembangan selanjutnya fungsi masjid sebagai tempat
pendidikan semakin besar. Pada era Dinasti Umayyah merupakan awal pertama
kali aktivitas pendidikan berupa sekolah hadir di masjid pada tahun 653 M di
kota Madinah. Pada tahunn 744 M sekolah di masjid juga mulai muncul di
Damaskus. Ketika Bani Umayyah menakhlukkan Cordoba ibukota khilafah di
Spanyol, Cordoba menjelma menjadi pusat ilmu pengetahuan yang terkenal di
seluruh Benua Eropa, dimana perguruan tinggi yang dibangun berbasis masjid,
sebut saja salah satunya Masjid Jami’ Cordoba31
Universitas Al Azhar Kairo di Mesir juga bermula dari pembelajaran
yang dilakukan di masjid yang bernama Al Azhar pada tahun 975 H, ketika itu
ketua Mahkamah Agung Abul hasan Ali bin al Nu’man mulai mengajar dari
buku “Al Ikhtisar” dan juga berbagai ilmu Islam lainnya, sehingga berkembang
menjadi sebuah Universitas tertua kedua di dunia.32
Sebagai pusat pendidikan, masjid menawarkan berbagai disiplin ilmu,
dari mulai filsafat dan ilmu-ilmu agama seperti tafsir Al Qur’an dan hadist
sampai nilai-nilai pendidikan dalam Islam juga mencakup nilai-nilai
30
Tawalinuddin Haris, Op. Cit., hlm. 282
31
Heri Sucipto, Op. Cit., hlm. 36-38
32
Aboebakar Atjeh, Sejarah Mesjid dan Ibadah di Dalamnya, (Banjarmasin: Adil, 1955), hlm. 83
17
persamaan, demokrasi, termasuk kebebasan seperti kebebasan dalam memilih
subjek maupun mata pelajaran disamping juga bebas memilih guru dan terlepas
dari himpitan dana yang membebani
F. KERANGKA BERFIKIR
STRUKTUR ORGANISASI
MASJID AGUNG AL HUDA
SEJARAH
BERDIRINYA MASJID
KARAKTERISTIK
AGUNG AL HUDA
ARSITEKTUR BANGUNAN
MASJID AGUNG AL HUDA
18
BAB III
METODE PENELITIAN
33
Abdurahman, Dudung. 2007. Metodologi Penelitian Sejarah. hal. 53-54
19
mengevaluasi, memverifikasi serta mensistensikan bukti-bukti bukti untuk
menegakkan fakta dan memperoleh kesimpulan yang kuat.34
Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari
penelitian dengan metode sejarah adalah untuk mengumpulkan bahan bercorak
sejarah, kemudian dinilai secara kritis sehingga dapat menghasilkan suatu
bentuk tulisan yang ilmiah. Hal ini sejalan dengan tujuan metode sejarah yaitu
untuk membuat rekonstruksi masa lampau secara sistematis dan objektif
dengan cara mengumpulkan, menilai dan mengevaluasi serta menjelaskan dan
mensitesiskan bukti-bukti untuk menetapkan fakta dan mencari kesimpula yang
dapat dipertahankan.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam metode sejarah adalah
sebagai berikut:
1. Heuristik
Heuristik merupakan sebuah kegiatan mencari sumber-sumber
untuk mendapatkan data-data baik berupa sumber tulisan maupun
sumber lisan, atau materi sejarah yang berhubungan dengan
permasalahan yang akan dikaji oleh penulis.
2. Verifikasi
Verifikasi yaitu kegiatan dalam penelitian sejarah yang
dilakukan dengan cara memeriksa, mengoreksi dan menilai sumber-
sumber sejarah yang telah dikumpulkan.
3. Interpretasi
Interpretasi yaitu menafsirkan fakta sejarah dan merangkai fakta
tersebut hingga menjadi satu kesatuan yang harmonis dan masuk akal.
Dari berbagi fakta yang ada kemudian perlu disusun agar mempunyai
bentuk dan struktur.
4. Historiografi
Historiografi yaitu tahap terakhir dalam kegiatan penelitihan
sejarah. Pada tahap ini seorang sejarawan melaksanakan penulisan
34
Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2017), Hal. 73
20
sejarah dengan menyusun semua fakta yang telah dikumpulkan dan
telah diuji kebenarannya.
21
dilakukan secara tidak langsung seperti memberikan daftar pertanyaan
untuk dijawab pada kesempatan lain.35.
Wawancara pada prinsipnya sama dengan kuesioner hanya
pelaksanaannya dilakukan secara lisan dimana pewawancara dapat
menanyakan bebarapa pertanyaan pada situasi tatap muka antara
pewawancara dan yang diwawancarai. Kelengkapan data yang
dikumpulkan tergantung dari keahlian si pewawancara dan selalu
mengacu pada panduan wawancara.36
Pada penelitian ini yang akan dijadikan informan adalah tokoh-
tokoh yang mengetahui tentang sejarah Masjid Agung Al Huda di
Tembilahan. wawancara dilakukan dengan bertatap muka langsung
dan mengajukan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan segala
peristiwa yang berkaitan dengan masjid sesuai dengan penelitian yang
penulis lakukan. Tokoh-tokoh yang akan diwawancarai antara lain :
a. Tokoh pendiri dan pembina Yayasan Masjid Agung Al Huda
Tembilahan bapak H. Mukrin Z.
b. Ketua I Pengurus Yayasan Masjid Agung Al Huda
Tembilahan bapak H. M. Baihaqi
c. Bendahara Umum Pengurus Yayasan Masjid Agung Al Huda
Tembilahan bapak Zazuli Alex
d. Sekretaris Pengurus Yayasan Masjid Agung Tembilahan
bapak Hazmirianto, SE
e. Dosen Sejarah Islam Universitas Islam Indragiri dan penulis
buku “Tuan Guru Sapat : Kiprah dan Perannya dalam
Pendidikan Islam di Indragiri Hilir Abad XX” Abdul
Muthalib, M.A
f. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Islam Indragiri dan Penulis thesis Elan Vital Orang Banjar Di
Perantauan (Studi Kasus Migrasi dan Adaptasi Orang Banjar
35
Umar Husein, Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Thesis Bisnis, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2017), hlm. 94
36
Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2017), hlm. 147
22
di Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau) Bapak Dr. Edi
Susrianto, Ip, M.Pd
2. Teknik Kepustakaan
Menurut Koentjaraningrat teknik kepustakaan merupakan cara
mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan bermacam-macam
materi yang terdapat di ruang perpustakaan, misalnya koran, majalah,
makalah, naskah, catatan-catatan, kisah sejarah, dokumen dan
sebagainya yang relevan dengan penelitian.37
Teknik kepustakaan digunakan untuk mengumpulkan buku-
buku, artikel-artikel dan dokumen-dokumen dari perpustakaan yang
ada relevansinya dengan masalah dalam penulisan. Seperti buku-buku
sejarah yang bersifat lokal (daerah) Riau dan buku dengan sumber ini
dapat dijadikan pendukung dalam menyelesaikan masalah dalam
penulisan ini. Sumber-sumber tersebut didapatkan dari :
a. Arsip Masjid Agung Al Huda Tembilahan
b. Perpustakaan Daerah Tembilahan
c. Perpustakaan Wilayah Provinsi Riau
3. Teknik Dokumentasi
Teknik dokumentasi yaitu cara mengumpulkan data melalui
peninggalan tertulis berupa arsip-arsip, buku-buku tentang pendapat,
teori, dalil, ataupun hukum-hukum lain yang berhubungan dengan
masalah penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti tidak terbatas pada
literatur-literatur ilmiah saja tetapi bisa merujuk pada sumber lain
yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas.
Selain menggunakan teknik-teknik diatas, penulis juga
menggunakan teknik pengumpulan data dengan memanfaatkan
fasilitas internet. Pertimbangan utamanya karena internet merupakan
jaringan dunia maya yang sangat luas dan lintas batas sehingga
37
Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia, 1983), hlm. 142
23
memungkinkan untuk mengakses data-data penting, akan tetapi
mungkin data tersebut berada dilokasi yang jauh dan juga informasi
atau data yang diperoleh melalui internet akan dilakukan dengan
menggunakan bantuan mensin pencarian (search engine) seperti
www.google.com dan www.wikipedia.com.
38
Lexy J. Maleong, Metodologi Penelitian Kualitatif , (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005),
hlm 403
39
Suwardi MS. Metodologi Penelitian Sejarah, (Pekanbaru: Cetakan Riau, 1998) hlm. 10
24
adalahsumber yang keterangannya diperoleh pengarangnya dari
orang atau sumber lain40
2. Historiografi
historiografi adalah kajian mengenai metode sejarawan dalam
pengembangan sejarah sebagai disiplin akademis dan secara luas
merupakan setiap karya sejarah mengenai topik tertentu41. Tahap
ini adalah tahapan dimana peneliti menuliskan tulisan ilmiah sesuai
kaidah keilmuan. Dalam tahapan ini peneliti tuliskan dalam bentuk
skripsi dan disusun sesuai dengan pedoman penulisan karya ilmiah
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau.
40
Nugroho Notosusanto, Norma-Norma Dasar Penelitian Penulisan Sejarah, (Jakarta:
Dephankam, 1971) hlm. 42
41
Ibid
25
BAB IV
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
26
berbatasan dengan pantai timur Sumatera, sebelah selatan berbatasan dengan
wilayah Keresidenan Jambi, sebelah barat berbatasan dengan wilayah Indragiri
Hulu, dan sebelah timur berbatasan dengan Afdeling Tanjung Pinang.44
Berkenaan dengan terjadinya pemekaran daerah dibanyak tempat setelah
kemerdekaan Indonesia pada dasawarsa terakhir abad ke-20, kondisi ini juga
terjadi di wilayah Riau. Terkait dengan hal tersebut, perbatasan Indragiri Hilir
dengan wilayah sekitarnya tentu mengalami perubahan yaitu :
1. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Pelalawan
2. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Tanjung Jabung Barat
Provinsi Jambi
3. Sebelah sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Indragiri Hulu
4. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Tanjung Balai Karimun
Provinsi Kepulauan Riau.45
44
Hikmat Ishak, Sejarah Indragiri Hilir (Tembilahan: Kantor Bupati Indragiri Hilir, 2003) Hlm.
143
45
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Indragiri_Hilir diakses pada 19 Juni 2019
46
Hikmat Ishak, Sejarah Indragiri Hilir (Tembilahan: Kantor Bupati Indragiri Hilir, 2003) Hlm.
143
47
Wawancara dengan Bapak H. Abdul Muthalib, MA (51 Tahun) Dosen Sejarah Islam UNISI
pada tanggal 16 Mei 2019
27
Penduduk Indragiri Hilir pada awal abad ke-20 berjumlah kira-kira
100.000 orang jumlah ini berasal dari berbagai suku bangsa yang ada di
sana. jumlah terbesar di antara suku bangsa ini berasal dari penduduk
pribumi yang terdiri dari orang Melayu dan orang Laut. Jumlah mereka
sekitar 65.914 jiwa selebihnya adalah pendatang.48
Pada awal abad ke-20, secara umum orang Melayu yang bermukim di
pantai timur Sumatera (Indragiri Hilir) berprofesi sebagai petani dan
nelayan. Pada saat itu hampir tidak ditemukan penduduk pribumi berprofesi
sebagai pedagang, mereka rata-rata menjadi buruh bagi bangsa yang ada di
daerah tersebut. Namun dalam perkembangannya kemudian, sejak Indonesia
merdeka mereka banyak yang bekerja di pemerintahan.49
Sementara itu suku Duano atau yang juga sering disebut orang Laut
pada umumnya berprofesi sebagai nelayan. Sehubungan dengan hal itu
kebanyakan diantara mereka memiih tinggal di daerah-daerah pantai.
Daerah pantai yang menjadi pilihan mereka diantaranya muara sungai
Indragiri, Sungai Bela, Concong, Kuala Enok dan distrik lainnya. 50
Sekitar dua dasawarsa terakhir abad ke-19 wilayah Indragiri terutama
Indragiri Hilir banyak didatangi suku bangsa lain yang bermukim daerah itu.
Kedatangan imigran ke dalam daerah tersebut disebabkan pertumbuhan
ekonomi Indragiri Hilir yang demikian pesat, sehingga menarik perhatian
suku bangsa lain yang mencari penghidupan dan menetap disana. Di
samping kondisi daerah mereka yang tidak memungkinkan untuk mencari
penghidupan yang lebih baik. Suku yang merantau ke daerah Indragiri hilir
antara lain:
a. Etnis Banjar.
Etnis Banjar Berasal dari Kalimantan Selatan dan Timur. Awal
kedatangan mereka ke daerah Indragiri Hilir sampai kini masih
48
A. Muthalib, Tuan Guru Sapat: Kiprah dan Perannya dalam Pendidikan Islam di Indragiri
Hilir Riau Abad XX, (Yogyakarta : Eja Publisher, 2014), hlm. 21
49
Ibid, hlm 22
50
Ahmad Yusuf dkk, Sejarah Kesultanan Indragiri (Pekanbaru: Pemerintah Daerah Provinsi Riau,
1994) hlm. 105
28
menjadi polemik dikalangan para peneliti. Mochtar Naim
berpendapat bahwa orang Banjar telah masuk ke Indragiri Hilir
sejak bagian akhir abad ke-19. Pendapat ini dipertegas lagi dari
sumber lain, yang mengatakan bahwa orang Banjar masuk ke
daerah itu pada tahun 1894-1895 saat Sultan Isa berkuasa.
Suku Banjar yang bermigrasi didaerah ini pada awalnya bermukim
di Distrik Retih (sekarang Reteh), kemudian pindah ke Distrik
Penyimahan (sekarang masuk dalam kawasan Kecamatan Sungai
Salak), sampai ke Distrik Tembilahan dari sini menyebar ke
seluruh daerah Indragiri Hilir yang lebih dominan merea tinggal
disepanjang aliran sungai Indragiri dari Kuala Cenako sampai
Perigiraja.51
Data diatas menggambarkan bahwa orang Banjar lebih akrab
dengan dunia agraris (pertanian). Hal ini dikarenakan di distrik-
distrik ini merupakan daerah pertanian, baik untuk perkebunan
kelapa maupun persawahan.
b. Etnis Bugis.
Etnis Bugis sejak dahulu telah dikenal sebagai pelayar ulung dan
menyinggahi hampir setiap pulau dan daerah pesisir, termasuk
Indragiri Hilir. Pada tahun 1920-an, melalui pimpinannya yang
bernama Daeng Latik mendaratkan kapal perahu mereka di
Indragiri Hilir, sejak itu, berlahan-lahan jumlah mereka semakin
bertambah.
Beberapa kajian yang dilakukan peneliti menunjukkan bahwa
orang Bugis cenderung bergerak dibidang pertanian seperti halnya
orang Banjar sebagaimana yang telah diceritakan di atas. Buktinya
dapat dilihat mereka lebih banyak tinggal di daerah pertanian
kelapa, seperti Distrik Enok dan Retih. Dua distrik tersebut
merupakan daerah perkebunan yang luas.
51
Wawancara dengan Bapak Dr. Edi Susrianto, IP, M.Pd (48 Tahun) Dekan FKIP UNISI pada
tanggal 14 Mei 2019
29
c. Etnis Melayu Palembang
Etnis Melayu Palembang yang bermukim di daerah Indragiri Hilir
pada awal abad ke-20 juga merupakan salah satu etnis yang tertarik
dengan kondisi ekonomi Indragiri Hilir. Realitas itu terlihat,
dimana mereka menyisiri pantai timur Sumatera yang pada
akhirnya menetap di wilayah Indragiri Hilir. Orang Melayu
Palembang yang bermukim di wilayah Indragiri Hilir hampir
seluruhnya bergerak dibidang pertanian, khususnya pada
perkebunan kelapa. Indikasi ini terlihat dimana mereka tinggal di
Distrik Mandah, terutama Bekawan yang merupakan wilayah
penghasil kelapa. Jumlah etnis Melayu Palembang di Indragiri Hilir
tidak jelas, namun jumlah mereka tidak sebanyak orang Banjar dan
Bugis yang menetap di wilayah Indragiri Hilir.
d. Etnis Minang
Pada tahun 1930 para perantau dari daerah pantai barat Sumatera
(orang Minangkabau) memasuki Indragiri Hilir. Namun sumber
lain mengatakan bahwa para perantau Minangkabau itu telah ada di
wilayah Indragiri Hilir sejak tahun 1920-an. Orang minang yang
bermukim diwilayah Indragiri Hilir ini lebih dominan berprofesi
sebagai pedagang yang tinggal di pasar-pasar seperti Tembilahan,
Sapat, Kuala Enok dan sebagainya.
e. Etnis Tionghoa/ Cina
Etnis Tionghoa/Cina ini cenderung tinggal di daerah pasar-pasar
seperti Tembilahan, Sapat, Kuala Enok, Sungai Luar dan
Sebagainya. orang-orang Cina yang ada di di wilayah Indragiri hilir
umumnya berprofesi sebagai pedagang, pemilik perusahaan,
restoran dan sebagainya. Jumlah mereka sekitar 2.926 jiwa.
f. Orang Asing
Orang Asing di Indragiri Hilir hanya tinggal sementara, jumlahnya
sekitar 23 orang dan 113 orang Timur Asing lainnya. Jumlah
30
mereka sekitar 23 orang Asing Eropa dan 113 Orang Asing dari
Timur Asia lainnya.52
2. Pendidikan
Tidak dapat dipungkiri untuk mencapai suatu pendidikan yang leih
baik dan berkualitas salah satu faktor paling kunci yang harus diperhatikan
adalah sarana dan prasarana pendidikan yang mendukung, seperti gedung
sekolah yang memadai, laboratorium, dan lain-lain. Akan tetapi dalam
konteks pendidikan hal ini tidak sepenuhnya benar, buktinya idak sedikit
masyarakat negeri ini yang sukses justru dimulai dari pendidikan rumah,
surau dan masjid.53 Kondisi ini juga terjadi di Indragiri Hilir dimana
pendidikan pada awalnya dikembangkan dari rumah, surau, dan masjid.
Berdirinya pendidikan non formal tersebut sesuai dengan kebutuhan
dan tuntutan hidup masyarakat yang sedang mereka hadapi dalam
kehidupan sehari-hari. Materinya meliputi Al Qur’an, mengenal ibadah
syar’iah, praktik shalat dan lain sebagainya. Pengajaranya dari orang tua dan
saudara bagi yang di rumah, sedangkan di mushalla atau di masjid,
pengajarnya selalu dipilih oleh masyarakat yang kriterianya memiliki
kemampuan dalam bidang-bidang tersebut. Salah satu contoh pendidikan
yang dilaksanakan adalah Lembaga Pengajian Kampung Hidayat oleh KH.
Abdul Rahman Sidiq (Tuan Guru Sapat) yang dilaksanakan di masjid
kampung Hidayat.54
3. Sarana Ibadah
Secara sosio-kultural, tidak dapa dibantah bahwa setiap agama
ataupun kepercayaan yang dianut oleh setiap komunitas masyarakat akan
memiliki tempat-tempat peribadatan tertentu. Seperti masjid bagi orang
Islam, gereja bagi orang Kristen dan lain sebagainya. Karena itu, dimana
52
Ibid
53
UU. Hamidy, Potensi Pendidikan Islam di Daerah Riau (Pekanbaru: UIR Press, 1994) hlm 40
54
A. Muthalib, Tuan Guru Sapat: Kiprah dan Perannya dalam Pendidikan Islam di Indragiri
Hilir Riau Abad XX, (Yogyakarta : Eja Publisher, 2014), hlm. 92
31
pun mereka tinggal dan menetap, maka di daerah tersebut akan ditemukan
tempat-tempat peribadatan tersebut. Sebagaimana diketahui, masyarakat
Inragiri Hilir sebagian besar menganut agama Islam, sehingga di daerah
tersebut terdapat masjid.55 Masjid yang ada di Indragiri Hilir antara lain
Masjid Kampung Hidayat (dibangun tahun 1915) dan Masjid Agung Al
Huda Tembilahan (dibangun sekitar pertengahan tahun 1920-an).
55
Ibid, Hlm. 36
32
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
56
Wiryoprawiro. Op. Cit. hal 155
57
Wawancara dengan bapak H. Mukrin Z. (66 Tahun) tokoh pendiri Yayasan Masjid Agung Al
Huda Tembilahan pada tanggal 24 April 2019
33
(studi kasus migrasi dan adaptasi orang Banjar di Kabupaten Indragiri Hilir
Provinsi Riau) :
Orang Banjar ini awalnya bermukim di Distrik Retih (sekarang
Kecamatan Reteh), kemudian pindah ke Distrik Penyimahan (sekarang
masuk dalam kawasan Kecamatan Sungai Tempuling) sampai ke Distrik
Tembilahan dari sini menyebar keseluruh daerah Indragiri Hilir.58
58
Wawancara dengan Bapak Dr. Edi Susrianto, IP, M.Pd (48 Tahun) Dekan FKIP UNISI pada
tanggal 14 Mei 2019
59
Abdul Muthalib, Tuan Guru Sapat: Kiprah dan Perannya dalam Pendidikan Islam di Indragiri
Hilir Riau Abad XX, (Yogyakarta : Eja Publisher, 2014), hlm. 26
60
Wawancara dengan Bapak H. Abdul Muthalib, MA (51 Tahun) Dosen Sejarah Islam UNISI
pada tanggal 16 Mei 2019
34
mayoritas beragama Islam itu membutuhkan sarana ibadah yang
memadai hal inilah yang menjadi dasar pendirian masjid 61
Masjid ini dibangun dengan biaya yang berasal dari sumbangan
masyarakat hal ini menunjukkan bahwa besarnya keinginan masyarakat
Tembilahan untuk dapat memiliki masjid yang bisa digunakan dalam kegiatan
ibadah sehari-hari, menurut H. Mukrin Z.
61
Wawancara dengan Bapak Dr. Edi Susrianto, IP, M.Pd (48 Tahun) Dekan FKIP UNISI pada
tanggal 14 Mei 2019
62
Wawancara dengan bapak H. Mukrin Z. (66 Tahun) tokoh pendiri Yayasan Masjid Agung Al
Huda Tembilahan pada tanggal 24 April 2019
63
Wawancara dengan bapak H. Mukrin Z. (66 Tahun) tokoh pendiri Yayasan Masjid Agung Al
Huda Tembilahan pada tanggal 24 April 2019
35
Daerah Tingkat II Indragiri Hilir (sekarang Kabupaten Indragiri Hilir) yang
berdiri sendiri, yang pelaksanaaannya terhitung mulai 20 November 1965.
Sebagai daerah Ibukota Kabupaten Indragiri Hilir, Tembilahan tentu menjadi
daerah yang semakin berkembang dan memiliki jumlah penduduk yang
semakin bertambah. Hal ini menyebabkan keberadaan masjid Agung Al Huda
semakin penting bagi masyarakat Tembilahan yang merupakan mayoritas
beragama Islam sehingga pada masa pemerintahan Bupati Baharudin Yusuf
masjid Al Huda mengalami perombakan total bangunan masjid menurut H.
Mukrin Z.
Masjid Al Huda dirombak secara total tahun 1968 saat itu Indragiri hilir
di perombakan dikarenakan bangunan masjid terlalu kecil dan tidak
dapat menampung jumlah jamaah masjid yang semakin banyak. Selain
itu pondasi bangunan yang awalnya tongkat kayu ulin di ganti dengan
semen, dinding papan diganti dengan semen plasteran, dana tap sirap
diganti dengan atap seng.64
64
Wawancara dengan bapak H. Mukrin Z. (66 Tahun) tokoh pendiri Yayasan Masjid Agung Al
Huda Tembilahan pada tanggal 24 April 2019
65
Wawancara dengan Bapak H. Abdul Muthalib, MA (51 Tahun) Dosen Sejarah Islam UNISI
pada tanggal 16 Mei 2019
66
Hasil wawancara dengan bapak H.M. Baihaqi (68 Tahun) Ketua I Pengurus Yayasan Msjid
Agung Al Huda Tembilahan tanggal 25 April 2019
36
Pada pembangunan masjid al Huda tahun 1968 ini perubahan terbesar
tampak pada bangunan yang terdiri dari lantai dua lantai sehingga daya
tamping masjid dua kali lipat menurut H. Mukrin
67
Wawancara dengan bapak H. Mukrin Z. (66 Tahun) tokoh pendiri Yayasan Masjid Agung Al
Huda Tembilahan pada tanggal 24 April 2019
68
Wawancara dengan Bapak H. Abdul Muthalib, MA (51 Tahun) Dosen Sejarah Islam UNISI
pada tanggal 16 Mei 2019
69
Wawancara dengan bapak H. Mukrin Z. (66 Tahun) tokoh pendiri Yayasan Masjid Agung Al
Huda Tembilahan pada tanggal 24 April 2019
37
Dana pembangunan masjid tahun 1994 berasal dari masyarakat
Kabupaten Indragiri Hilir saat itu terkumpul dana pembangunan masjid
sebesar Rp. 2.345.000.000. setelah masjid selesai dibangun baru ada
bantuan dana dari Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir.70
70
Hasil wawancara dengan bapak H. Zazuli Alex (70 Tahun) Bendahara I Pengurus Yayasan
Masjid Agung Al Huda Tembilahan pada tanggal 25 April 2019
71
Wawancara dengan bapak H. Mukrin Z. (66 Tahun) tokoh pendiri Yayasan Masjid Agung Al
Huda Tembilahan pada tanggal 24 April 2019
38
Indragiri Hilir yaitu Bapak H. Azwin Yacub pada tanggal 12 Januari
1999 bertepatan dengan tanggal 24 Ramadhan 1419 Hijriah.72
Pembangunan masjid Agung Al Huda tahun 2017 berpusat pada
bangunan tambahan bagian belakang masjid yang berada di bagian timur
bangunan. Menurut Bapak H. Alex Zazuli
Bangunan Masjid Agung Al Huda Tembilahan ini berdiri pada tanah hak
milik Masjid Agung Al Huda Tembilahan dengan luas bangunan 1244 meter2
dengan kapasitas jamaah 3.100 orang. luas tanah bangunan
72
Ibid
73
Hasil wawancara dengan bapak H. Zazuli Alex (70 Tahun) Bendahara I Pengurus Yayasan
Masjid Agung Al Huda Tembilahan pada tanggal 25 April 2019
39
esensi-esensi dan nilai-nilai dan Islam yang dapat diterapkan tanpa
menghalangi penggunaan teknologi bangunan modern sebagai alat dalam
mengekspresikan esensi tersebut.
Bentuk perwujudan dari arsitektur Islam tersebut adalah masjid. Di
Indonesia, terdapat beragam masjid di seluruh nusantara yang memiliki
keunikan masing-masing. dalam penulisan ini membahas tentang arsitektur
Masjid Agung Al Huda Tembilahan. Bentuk bangunan masjid telah
mengalami tiga kali perubahan yaitu pada awal pendirian sampai tahun
1968 dengan konstruksi bangunan menggunakan bahan dasar kayu ulin
yang banyak terdapat di hutan-hutan Indragiri Hilir, bentuk atap bangunan
seperti tumpang dengan tiga tingkatan dan diatasnya terdapat mustaka.
Bangunan ini sekilas mirip dengan bangunan-bangunan masjid kuno di jawa
yang mengalami pengaruh agama Hindu dan Budha.74
Bentuk bangunan kedua tahun 1968 dengan mengganti atap
tumpang dengan kubah hal ini merupakan adanya peralihan dan mengubah
bangunan masjid yang awalnya terdiri dari kayu ulin diganti dengan tembok
semen. Bangunan ini bertahan hingga tahun 1994.
Bentuk bangunan masjid ketiga tahun yang berdenah persegi
panjang ini dengan ukuran lebar 34 meter dan panjang 36 meter merupakan
bentuk bangunan setelah renovasi tahun 1994. Tambahan bangunan yang
dibangun sejak tahun 2017 dengan menambahkan 15 meter untuk ruang
shalat baru pembangunan masjid terus dilakukan sampai sekarang.
Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber yang
menjelaskan tentang bangunan masjid Agung Al Huda Tembilahan dan
observasi langsung yang penulis lakukan, maka penulis menyimpulkan
arsitektur masjid yaitu sebagai berikut :
a. Jalur masuk utama (Main Entrence)
Jalur masuk utama berada di sebelah selatan bangunan
masjid berfungsi untuk menyambut tamu saat ada kegiatan besar.
74
Wawancara dengan Bapak Dr. Edi Susrianto, IP, M.Pd (48 Tahun) Dekan FKIP UNISI pada
tanggal 14 Mei 2019
40
Jalur masuk utama dibuat maju ke depan dengan empat buah pilar
yang terdapat pada bagian tengah dan jalur masuk, bagian atas pilar
diberi motif pucuk rebung dan juga terdapat motif lainnya seperti
motif sulur-suluran, motif ini merupakan motif yang paling
dominan pada jalur masuk utama. Pada dinding jalur masuk utama
ini diberikan hiasan kaligrafi surah al jumu’ah
b. Ruang Utama
Ruang utama masjid terletak pada lantai satu masjid
ruangan ini berfungsi sebagai tempat shalat jamaah masjid ruangan
ini berbentuk persegi panjang dengan ukuran panjang 34 meter dan
lebar 30 meter pada keempat sisi ruang utama bangunan ditutupi
dinding yang semen yang diberi keramik berwarna gradasi warna
putih dan hitam. Pada ruang utama terdapat tiang dua belas tiang-
tiang penyokong atap masjid yang berbentuk segi enam. Bagian
langit-langit pada ruangan utama masjid merupakan plafon gypsum
yang berwarna putih
Terdapat sepuluh pintu yang menjadi akses masuk dan
keluar masjid. Berdasarkan keletakannya pintu dibagi dua yaitu pintu
utama dan pintu pendukung. Pintu utama berjumlah enam buah
terletak di tengah sisi selatan, timur dan utara bangunan masjid,
pintu utama menggunakan dua daun pintu sedangkan pintu
pendukung tersebar di sebelah utara dan selatan bangunan yang
biasanya digunakan oleh jamaah wanita. Pada bagian atas pintu
terdapat ventilasi yang menjadi sarana sirkulasi udara masuk.
Pada setiap sisi ruangan utama terdapat jendela yang
diatasnya juga terdapat ventilasi. Jendela masjid tidak ditutup dan
hanya di beri penghalang dari besi fungsinya agar udara dan cahaya
alami dapat bebas masuk sehingga dapat mengurangi penggunaan
penerangan dan penyejuk ruangan buatan. Ruangan utama ini
berlantaikan keramik yang diberi karpet berwarna merah
41
Pada tahun 2017 dibangun ruang tambahan shalat dengan
panjang 15 meter di sebelah timur masjid. Pada ruangan tambahan
terdapat 4 tiang penyangga yang berwarna coklat. Lantai ruangan
tambahan ini lebih tinggi daripada ruangan shalat utama. Pada sudut
belakang ruangan ini terdapat jam yang sudah ada sejak pendirian
tahun 1994
c. Mihrab
Mihrab berfungsi sebagai tempat imam memimpin
pelaksanaan shalat berjamaah seperti shalat lima waktu, shalat
jum’at maupun shalad idul adha dan idul fitri. Selain itu mihrab juga
berfungsi sebagai penunjuk arah kiblat karena terletak di bagian
paling depan arah barat ruang masjid
Ruangan mihrab masjid terletak pada bagian tengah dari sisi
barat ruangan utama dan berdenah persegi empat dengan panjang 4
meter dan lebar 5 meter. Pada ruangan mihrab terdapat tiga dinding
yaitu dinding bagian barat, utara dan selatan yang diberi keramik.
dinding bagian barat diberi hiasan kaligrafi yang diberi hiasan-hiasan
bernuansa Islam. Pada bagian atas dinding sebelah utara dan selatan
terdapat jendela dengan kaca bening yang berbentuk segi empat
berfungsi untuk masuknya cahaya alami agar dapat mengurangi
pencahayaan buatan.
Pada bagian ambang mihrab sejajar dengan lantai dua diberi
hiasan kaligrafi surat Al Baqarah ayat 255. Pada sebelah selatan
ruangan mihrab terdapat mimbar yang terbuat dari kayu berwarna
coklat yang digunakan oleh khatib menyampaikan khotbah.
d. Mimbar
Mimbar berfungsi sebagai tempat khatib menyampaikan
khutbah pada pelaksanaan shalat jum’at, berbentuk seperti bilik atau
ruangan kecil yang bagian depannya terbuka dan terdapat dudukan
serta tongkat di bagian dalamnya. Mimbar ini memiliki denah
persegi panjang dengan panjang 2 meter dan lebar 1 meter. Pada sisi
42
kiri dan kanannya terdapat hiasan pahatan berupa sulur-suluran yang
berwarna coklat. Atap mimbar berbentuk kubah dengan hiasan
pahatan kaligrafi syahadat dan pada bagian depan atap mimbar.
e. Kubah
Kubah adalah salah satu unsur yang menonjol dalam
arsitektur bangunan Islam. kubah yang umum digunakan berbentuk
umbi bawang khas timur tengah. Tidak hanya bagian luarnya saja
yang bernilai estetika, namun juga bagian dalam kubah dihias
dengan motif-motif geometris.75
Kubah masjid merupakan unsur kepala dalam bentuk
bangunan masjid. Kubah Masjid Agung Al Huda Tembilahan
berbentuk setengah lingkaran dengan diameter 17 meter warna
dominan kuning. Penggunaan warna kuning dianggap sebagai warna
yang mencirikan budaya melayu dimana dalam masyarakat melayu
warna kuning dianggap suci dan agung.76
Bagian dalam masjid kubah masjid Agung Al Huda
berwarna dominan hijau warna hijau . Pada bagian bawahnya
terdapat jendela yang diberi kaca. Fungsinya adalah untuk
memasukkan unsur cahaya sehingga suasana ruang utama lebih
tenang pada siang hari dan mengurangi penggunaan penerangan
buatan. Pada sekeliling kubah terdapat hiasan kaligrafi Al Qur’an
surah An Nasr, surah Al A’la, surah An Nas, dan asmaul husna
f. Menara
Menara masjid terdiri dari empat menara yang dibangun
pada empat penjuru sudut masjid yang melambangkan empat sahabat
Rasulullah saw yang mengawal perjuangan pengembangan Islam.
Unsur vertikal masjid merupakan gambaran hubungan manusia
75
Zein. M, Wiryoprawiro. Op. Cit. Hal 155
76
Wawancara dengan Bapak Dr. Edi Susrianto, IP, M.Pd (48 Tahun) Dekan FKIP UNISI pada
tanggal 14 Mei 2019
43
dengan Sang Pencipta Yang Maha Tinggi yaitu Allah swt.77
Bangunan menara memiliki tinggi 25 meter yang berfungsi untuk
mercusuar dan tempat pengeras suara agar suara dapat didengar lebih
jauh dan keras. Ruangan bawah menara sebelah barat dijadikan
ruangan kontrol cctv dan ruangan perlengkapan, Sedangkan ruangan
bawah menara sebelah utara dijadikan kamar petugas marbot masjid.
g. Ruangan Lantai Dua.
Lantai dua Masjid Agung Al Huda berbentuk letter U
dengan bagian tengah kosong. Pada tepian bagian terbuka di tengah
lantai dua diberi pagar pembatas untuk keamanan jamaah dan santri
yang menggunakan lantai dua untuk kegiatan program tahfiz dan
tahsin. Pada bukaan lantai dua terdapat hiasan kaligrafi hadist-hadist
nabi Muhammad saw. Ruangan lantai dua hanya dibuka pada hari
jumat dan saat melaksanakan shalat idul fitri dan idul adha. Selain
itu ruangan lantai dua juga berfungsi sebagai ruangan program tahfiz
dan tahsin Al Qur’an.
h. Ragam Hias
Bentuk ragam hias pada Masjid Agung Al Huda terbagi dua
yaitu ragam hias tumbuhan dan ragam hias kaligrafi.
1) Ragam Hias Tumbuhan
Dalam kaidah arsitektur Islam dilarang
penggunanaan ornamen atau gambar makhluk hidup karena
akan menimbulkan kesyirikan. Motif hiasan tumbuhan
ragam hias yang paling dominan yang ada di bangunan
Masjid Agung Al Huda. Motif yang ada antara lain motif
sulur-suluran yang Selain motif sulur-suluran terdapat juga
motif bunga dan motif bunga dan ornamen motif melayu
seperti motif pucuk rebung. Motif-motif hiasan ini terdapat
77
Wawancara dengan bapak H. Mukrin Z. (66 Tahun) tokoh pendiri Yayasan Masjid Agung Al
Huda Tembilahan pada tanggal 24 April 2019
44
pada mimbar masjid, kaligrafi masjid, jalur masuk utama
masjid, dan pada listplank langit-langit masjid.
2) Ragam Hias Kaligrafi
Ragam hias kaligrafi Masjid Agung Al Huda
merupakan karya pembuat kaligrafi asal Pekanbaru bernama
H. Mukhtamar. Kaligrafi ini terletak di ambang jalur masuk
utama, dinding bagian barat lantai I dan II, mimbar, ambang
mihrab masjid dan dibawah pagar pembatas ruang kosong
lantai dua dan pada bagian dalam kubah masjid. Hiasan
kaligrafi terdiri dari kaligrafi ayat Al Qur’an, kaligrafi
hadist nabi Muhammad saw dan Asmaul Husna.78
i. Komponen lainnya
Selain bangunan utama masjid, Masjid Agung Al Huda
Tembilahan memiliki beberapa bangunan tambahan yaitu
1) Tempat Wudhu
Tempat wudhu utama masjid Agung Al huda
terletak di sebelah utara masjid dan terpisah untuk
jamaah wanita dan pria. Tempat wudhu tambahan
terletak pada sebelah selatan masjid namun tidak di
bangunkan ruangan tersendiri.
2) Ruang pengurus Masjid
Ruangan pengurus Masjid Agung Al Huda
Tembilahan terletak di sebelah kanan dan kiri mihrab
masjid. Selain sebagai ruangan pengurus masjid, ruangan
ini juga berfungsi sebagai ruang tunggu VIP, ruang rapat
dan ruang perpustakaan masjid.
3) Rumah Imam Masjid
Rumah imam Masjid Agung Al Huda terletak di
atas tempat wudhu utama. Selain sebagai rumah imam
78
Ibid
45
masjid, ruangan ini juga dipakai sebagai kantor yayasan
Masjid Agung Al Huda Tembilahan.
4) Areal Parkir
Areal parkir Masjid Agung Al Huda Tembilahan
terletak di sebelah barat, selatan dan timur bangunan
masjid. Selain itu pada areal parkir di sudut sebelah utara
terdapat bangunan garasi untuk menyimpan mobil
jenazah dan genset darurat masjid.
5) Gapura
Gapura Masjid Agung Al Huda Tembilahan terletak
di sebelah timur masjid menghadap ke sungai Indragiri.
Alasan gapura dibangun disebelah timur karena mengikuti
gapura terdahulu yang menjadi jalur masuk utama masjid.79
79
Ibid
80
Zein. M Wiryoprawiro. Op. Cit. Hal 170
46
masyarakat Melayu Riau sarat akan makna kesucian dan
keagungan.81
Ciri khas bangunan masjid juga tampak pada jalur masuk utama
menara dan hiasan interior bangunan menurut H. Mukrin Z
81
Wawancara dengan Bapak Dr. Edi Susrianto, IP, M.Pd (48 Tahun) Dekan FKIP UNISI pada
tanggal 14 Mei 2019
82
Wawancara dengan bapak H. Mukrin Z. (66 Tahun) tokoh pendiri Yayasan Masjid Agung Al
Huda Tembilahan pada tanggal 24 April 2019
47
Pengurus Yayasan Masjid Agung Al Huda di bentuk tahun 1994. Pendiri
yayasan berjumlah sembilan orang yakni H. Yusuf Anwar, H. Abdul
Sattar GR, H. Said Umar, H. Yusuf Fitri, H. Jarkani Samad, H. Abdul
Rasyid Al Hafidz, H. Syarkawi Hasan dan H. Mukrin Z.83
Sembilan orang tokoh pendiri Yayasan Masjid Agung Al Huda kemudian
menjadi pembina dalam struktur kepengurusan masjid. Saat ini dari sembilan
orang pendiri yayasan hanya dua orang yang masih hidup yakni H. Yusuf Fitri
dan H. Mukrin Z. Sehingga pada kepengurusan tahun 2018-2023 di tambahkan
empat orang pembina baru yaitu H. Nawawi SK, Dr. H. M. Aras, H. Afsyar
Hadinata, dan H. Imlan.
Pengurus harian masjid sudah terorganisir sejak tahun 1960-an menurut
bapak H. Mukrin Z.
Dalam kepengurusan masjid Agung Al Huda telah mengalami 7 kali
pergantian pengurus sejak tahun 1960-an sampai 1972 di pimpin oleh H.
Said Umar, tahun 1972 sampai 1980 di pimpin oleh H. Jarkawi Hasan,
tahun 1980 sampai tahun 1989 dipimpin oleh H. Arsyad Noor, tahun
1989 sampai 2001 dipimpin oleh H. Abdul Sattar. GR, tahun 2001
sampai tahun 2012 dipimpin oleh H. Kursanie. Tahun 2013 sampai
tahun 2018 H. Rusli Kurnain dan pada tahun 2018 sampai sekarang di
pimpin oleh H. Nawawi Mahmud.84
83
Ibid
84
Ibid
85
Arsip Pengurus Yayasan Masjid Agung Al Huda Tembilahan. Memori Serah Terima Pelaksana
Kegiatan Masjid Agung Al Huda Tembilahan Tahun 2017. Hal 9
48
a. Memfungsikan masjid Agung Al Huda Tembilahan sebagai pusat
ibadah ritual (madhah) dan sosial (ghairu madhah)
b. Memberikan alternatif pilihan dalam mengkaji syariat Islam ala
ahlusunnah wal jamaah melalui program keagamaan.
c. Sebagai wadah komunikasi dan informasi jamaah Masjid Agung Al
Huda Tembilahan, khususnya ummat Islam yang berada di
Kabupaten Indragiri Hilir.
d. Sebagai media da’wah, serta menjadi filter terhadap munculnya
aliran ataupun pemikiran tentang ajaran Islam yang mengarah pada
paham sekulerisme serta terjadinya pendangkalan agama.
e. Menggali dan mengembangkan potensi jamaah masjid sebagai upaya
meningkatkan kualitas kehidupan ummat Islam serta upaya
memakmurkan masjid seperti terjadi pada masa Rasulullah saw.86
1. Struktur Organisasi
Struktur adalah lambang atau kerangka tugas pengurus dalam
suatu organisasi yang telah dibentuk untuk menjalankan fungsinya
masing-masing. Struktur yang dibuat bermacam-macam bentuknya
tergantung pada organisasinya. Struktur bukan hanya pada organisasi
formal tetapi juga terdapat pada organisasi non formal. Suatu
organisasi dikatakan baik apabila memiliki struktur organisasi yang
jelas agar dapat mengatur dan mengelola organisasi itu dengan baik.
Begitu juga dengan Pengurus Yayasan Masjid Agung Al Huda
Tembilahan, jika para pengurus menjalankan tugas dan fungsinya
sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya masing-masing.
86
Ibid Hal. 9
49
Dari hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan Bapak
Hazmirianto selaku Sekretaris Pengurus Yayasan Masjid Agung Al
Huda mengatakan bahwa:
Ketua Umum Pengurus Yayasan Masjid Agung Al Huda
Tembilahan bertanggung jawab atas seluruh pengorganisasian.
Namun terdapat tugas khusus yaitu bidang peribadatan dan sub-sub
bidang peribadatan (Imarah) Ketua Umum dibantu oleh wakil ketua 1
yang bertugas khusus dalam bidang kebersihan, perlengkapan,
keamanan dan parkir (Riayah), ketua II yang bertugas khusus
dibidang pendidikan dan pengajaran dan ketua III yang betugas
khusus di bidang sosia dan humas (Idarah). Selain itu terdapat
sekretaris umum dengan dua wakil sekretaris yang bertugas khusus
dalam bidang kesekretariatan dan bendahara umum dengan dua
wakil bendahara yang membawahi bidang pendanaan.87
87
Hasil wawancara dengan bapak Hazmirianto, SE (38 Tahun) Sekretaris I Pengurus Yayasan
Masjid Agung Al Huda Tembilahan pada tanggal 14 Mei 2019
88
Arsip Pengurus Yayasan Masjid Agung Al Huda Tembilahan. Op. Cit. Hal 38
50
jama’ah untuk melakukan amal ibadah dan pembinaan umat
Islam.89
Dalam pelaksanaannya bidang idarah di lakukan oleh
bidang peribadatan yang diawasi langsung oleh ketua umum,
bidang sosial dan humas serta bidang pendidikan dan
pengajaran yang diawasi oleh ketua umum II. Untuk
menjalankan fungsinya, bidang Imarah ini diatur pada
AD/ART Pengurus Yayasan Masjid Agung Al Huda
Tembilahan yaitu sebagai berikut :
1) Sub Bidang Peribadatan
a) Pelayanan dan pengaturan ibadah shalat lima waktu dan
shalat sunnat lainnya.
b) Pelayanan dan pengaturan ibadah shalat jum’at.
c) Pelayanan dan pengaturan kegiatan ramadhan
d) Pelayanan dan pengaturan Kegiatan ibadah Idul Fitri
dan Idul Adha
e) Menyusun dan Mengatur jadwal imam, khatib juma’t,
bilal mu’adzin dan protokol shalat lima waktu dan
shalat jum’at
f) Pelayanan dan pengaturan kegiatan memperingati hari
besar Islam
g) Melakukan evaluasi dan membuat laporan kegiatan
2) Sub Bidang Pendidikan dan Pengajaran
a) Membina Taman Pengajian Al Qur’an
b) Membina organisasi remaja masjid
c) Membina program tahfiz dan tahsin
d) Menyusun program pemberdayaan wanita
e) Pembinaan terhadap remaja dan anak-anak
f) Membina program majlis ta’lim
g) Melakukan evaluasi dan membuat laporan kegiatan
89
Ibid. Hal 40
51
3) Sub Bidang Sosial dan Humas
a) Menghimpun dan menyalurkan zakat, infaq dan
sedekah
b) Pelayanan dan pengaturan program santunan anak
yatim
c) Pelayanan dan pengaturan pengurusan jenazah
d) Melakukan evaluasi dan membuat laporan kegiatan.90
b. Bidang Riayah
Bidang Riayah mempunyai tugas melaksanakan
pelayanan untuk kemakmuran masjid dibidang pemeliharaan
bangunan dan fasilitas ibadah dan pembinaan umat Islam.91
Dalam pelaksanaannya bidang riayah di lakukan oleh bidang
kebersihan, bidang perlengkapan dan bidang kamanan dan
parkir yang diawasi langsung oleh ketua I. Tugas bidang
riayah ini diatur pada AD/ART Pengurus Yayasan Masjid
Agung Al Huda Tembilahan yaitu sebagai berikut :
90
Ibid hal 41
91
Ibid hal 42
52
c) Melaksanakan pemeliharaan, perbaikan dan
pembangunan bangunan dan fasilitas yang digunakan
untuk keperluan masjid.
d) Melakukan evaluasi dan membuat laporan dalam
lingkup bidangnya
3) Sub Bidang Keamanan dan Parkir
(1). Melakukan tugas keamanan dan ketertiban di sekitar
dan internal masjid
(2). Mensterilkan lingkungan masjid dari kegiatan-
kegiatan selain ibadah kepada Allah swt.
(3). Mengatur dan menertibkan kendaraan motor disetiap
tempat parkir yang telah ditentukan
(4). Mengatur dan menertibkan penitipan sandal dan
sepatu
(5). Berkoordinasi kepada pihak kepolisian, satpol PP, dan
pihak-pihak terkait lainnya apabila diperlukan.92\
c. Bidang Idarah
Bidang idarah mempunyai tugas melaksanakan
pelayanan menejerial dalam bidang kelembagaan, publikasi,
logistik dan pengembangan usaha produktif.93
Dalam pelaksanaannya bidang riayah di lakukan oleh
sekretaris yang mengawasi bidang kesekretariatan dan
bendahara yang mengawasi bidang pendanaan. Tugas bidang
riayah ini diatur pada AD/ART Pengurus Yayasan Masjid
Agung Al Huda Tembilahan yaitu sebagai berikut :
1) Melakukan komunikasi dan koordinasi kelembagaan
dengan berbagai pihak yang berkaitan dengan upaya
92
Ibid Hal 43
93
Ibid Hal. 46
53
memakmurkan masjid sebagai tempat ibadah dan
pembinaan umat Islam.
2) Menghimpun dan menerbitkan informasi yang berkaitan
dengan kegiatan masjid dan syariat Islam.
3) Melakukan perencanaan dan pengadaan barang-barang
dan jasa serta logistik yang diperlukan oleh masjid tempat
ibadah dan pembinaan umat Islam.
4) Menumbuh kembangkan usaha ekonmi produktif baik
bagi kepentingan pemberdayaan jamaah ataupun masjid
sebagai upaya mendapatkan sumber pembiayaan.
5) Melakukan evaluasi dan membuat pelaporan dalam
lingkup bidangnya.94
94
Ibid Hal. 46
54
5) Mengatur pelaksanaan kegiatan selama bulan Ramadhan dan
membuat jadwal imam sholat tarawih dan petugas kultum.
6) Menyelenggarakan kegiatan zakat fitrah meliputi
mengumpulkan dan mendistribusikan kepada yang berhak
menerima.
7) Menghimpun dana Qurban bersama sejak dini, agar hari raya
Qurban berjalan maksimal baik dari segi kuantitas hewan
Qurban dan pemerataan pembagian daging Qurban.
8) Melaksanakan kegiatan pendidikan yaitu TPA, Majelis
taklim, dan Program Tahfiz dan Tahsin Al Qur’an
9) Membuat pelatihan bagi remaja masjid, misalnya latihan
organisasi, pelatihan jadi khotib, pelatihan muadzin, bilal
ramadhan dan sholat jumat.95
55
4. Laporan Kegiatan Organisasi
Laporan pelaksanaan kegiatan adalah hal yang tidak kalah
penting dari indikator yang telah di ungkapkan diatas, laporan
pelaksanaan kegiatan harus ada pasca dilaksanaannya kegiatan guna
untuk evaluasi kedepan terhadap kinerja pengurus dalam
melaksanakan kegiatan, begitu juga dengan Pengurus Yayasan Masjid
Agung Al Huda Tembilahan.
Dalam pelaksanaan setiap kegiatan yang dilaksanakan di Masjid
Agung Al Huda pengurus wajib melaporkan dan
mempertanggungjawabkan kegiatannya. menurut Bapak Hazmirianto :
Setiap divisi dari Pengurus Yayasan masjid Agung Al Huda
memiliki program kegiatan sendiri dan harus memberikan
laporan pelaksanaan kegiatan. Laporan kegiatan ini dilakukan
setelah kegiatan dilaksanakan diberikan kepada koordinator
bidang yang bertanggungjawab dalam kegiatan yang telah
dilakukan. Laporan tersebut kemudian akan dibahas pada rapat
pengurus setiap bulan sekali lalu kemudian di masukkan
kedalam laporan akhir kepengurusan yang dilaksanakan setiap
lima tahun sekali.97
97
Ibid
56
pengelolaan dana kemudian akan dimasukkan kedalam laporan
akhir kepengurusan.98
98
Hasil wawancara dengan bapak H. Zazuli Alex (70 Tahun) Bendahara I Pengurus Yayasan
Masjid Agung Al Huda Tembilahan pada tanggal 25 April 2019
99
UU. Hamidy, Potensi Pendidikan di Daerah Riau ( Pekanbaru: UIR Press, 1994) hlm. 40
57
yang bertujuan untuk membina dan mengembangkan serta
100
mencerahkan kehidupan.
Dalam kurikulum Majelis Taklim dikemukakan bahwa majelis
taklim berfungsi sebagai berikut:
a. Membina dan mengembangkan agama Islam dalam rangka
membentuk masyarakat beriman dan bertaqwa kepada Allah
SWT
b. Sebagai taman rekreasi rohani karena diselenggarakan
dengan serius tapi santai
c. Sebagai ajang silaturrahmi yang dapat menghidupsuburkan
dakwah dan ukhuwah Islamiyah
d. Sebagai motivasi terhadap pembinaan jama’ah dalam
mendalami ilmu Agama Islam.101
Pengajian agama rutin dilakukan, yaitu ceramah singkat pada
waktu sholat fardhu, sering di isi oleh ustadz-ustadz lokal, selain itu
pengajian/ceramah agama pada hari-hari besar Islam wajib
dilaksanakan, hal itu merupakan agenda yang telah di buat oleh
Pengurus Yayasan Masjid Agung Al Huda Tembilahan
2. Program Tahsin dan Tahfiz Al Qur’an
Sudah menjadi tradisi yang kuat sejak dulu kala di kalangan
masyarakat Indragiri Hilir, kemampuan membaca Al Qur’an adalah
suatu hal yang sangat ditekankan pada generasinya. Karena kuatnya
tuntutan tersebut, anak-ana yang berusia lima atau enam tahun sudah
mulai dididik oleh orang tua mereka untuk mempelajari Al Qur’an.102
Masjid Agung Al Huda membuka program tahsin dan tahfiz Al
Qur,an sejak tahun 2014. Program ini bekerjasama dengan Pondok
Pesantren Al Baqiyatusa’diyah pimpinan KH. Abdul Muis Kurnain
dengan menyediakan ustadz dan ustadzah yang akan memimpin
100
Jasa Ungguh Muliawan, Pendidikan Non Formal di dalam Masjid, (Yogyakarta: Pustaka
Belajar) hlm. 69
101
Jasa Ungguh Muliawan, Op.Cit., Hal.142-144
102
A. Thalib, Op. Cit., Hal 35
58
santri. Saat pertama kali dibuka, Program terdapat 284 orang santri
yang mengikuti program ini. Saat ini tercatat sudah ada 483 santri
yang mengikuti program ini.103
3. Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA)
Taman pendidikan Al-Qur’an (TPA) adalah salah satu
organisasi yang banyak menjamur dimasyarakat sebagai bentuk
kepedulian terhadap pendidikan agama pada anak-anak. TPA sebagai
penunjang dari pendidikan agama di MI/SD yang dilaksanakan diluar
jam sekolah. TPA juga berfungsi sebagai pengajaran dasar-dasar
pelaksanaan ibadah dalam agama Islam, oleh sebab itu bersifat
alamiah. Sangat perlu untuk menghindari bentuk-bentuk pemaksaan
dalam pembelajarannya.
Tujuan didirikannya TPA adalah menyiapkan anak didik
menjadi generasi muslim yang bias membaca al-Qur’an,
mencintainya, komitmen terhadapnya dan menjadikannya sebagai
pandangan hidupnya. Materi yang diajarkan juga harus menunjang
pemahaman santri tentang pendidikan agama. Materinya seperti
materi pokok yaitu santri dapat membaca Al-Qur’an dengan baik dan
benar sesuai tajwid. Sedangkan materi penunjangnya adalah hafalan
surat-surat pendek, hafalan bacaan shalat, doa sehari-hari, bahasa
Arab, menulis Arab, Akhlak, dan Aqidah.104
Pengurus Masjid Agung Al Huda Tembilahan telah membuat
jadwal dalam melaksanakan kegiatan ini, yaitu pada siang hari setelah
sholat dzuhur, peserta didiknya sendiri kebanyakan adalah siswa SD
dan MI yang ada di sekitar Masjid Agung Al Huda tembilahan.
Pengajar TPA merupakan ustadz dan ustadzah yang secara bergantian
setiap harinya menjadi pengajar di TPA Masjid Agung Al Huda
Tembilahan.
103
Hasil wawancara dengan bapak H.M. Baihaqi (68 Tahun) Ketua I Pengurus Yayasan Msjid
Agung Al Huda Tembilahan tanggal 25 April 2019
104
Jasa Ungguh Muliawan, Op. Cit Hlm.11-13
59
4. Perpustakaan
Selain menyediakan program pendidikan non formal Pengurus
Masjid Agung Al Huda Tembilahan juga menyediakan fasilitas
perpustakaan mini. Perpustakaan merupakan tempat yang menunjang
pendidikan, Pengurus Yayasan Masjid Agung Al Huda berkomitmen
untuk memiliki perpustakaan sendiri di dalam masjid. Perpustakaan
Masjid Agung Al Huda terletak di ruangan depan sebelah kiri lantai
satu masjid. Koleksi perpustakaan merupakan kitab-kitab dan buku-
buku yang merupakan hibah dari tokoh masyarakat dan pemerintah.
60
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
61
4. Masjid Agung Al Huda Tembilahan tidak hanya sebatas tempat ibadah umat
islam namun telah dilengkapi berbagai fasilitas pendidikan non formal
berupa TPA, Program Tahsin dan Tahfiz Al Qur’an, Majlis Ta’lim dan
penyediaan perpustakaan mini bagi masyararakat Tembilahan.
B. Saran
62
DAFTAR PUSTAKA
63
Kartodirdjo, Sartono. 1982. Pemikiran dan Perkembangan Historiografi
Indonesia. Jakarta: Gramedia
Keputusan Menteri Agama Nomor 394 tahun 2004 tentang Penetapan Status
Masjid Wilayah. Jakarta: Kementerian Agama Republik Indonesia
Muliawan, Jasa Ungguh. 2005. Pendidikan Non Formal di dalam Masjid.
Yogyakarta: Pustaka Belajar
Muthalib, A. 2014. Tuan Guru Sapat: Kiprah dan Perannya dalam Pendidikan
Islam di Indragiri Hilir Riau Abad XX. Yogyakarta: Eja Publisher
Nazir, Moh. 2017. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia
Louis Gottschalk. 2008. Mengerti Sejarah. Jakarta: UI Press
Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir. 2007. Merajut nilai kepahlawanan
Indragiri Hilir, Pekanbaru.
Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana Predana Media Group
Setyosari, Punaji. 2012. Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan.
Jakarta: Prenada Media
Shihab, M. Quraish. 1996. Wawasan Al Qur’an. Bandung: Mizan
Soekanto, Soejono. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar.. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada
Suryabrata, Sumadi. 2017. Metodologi Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Suwardi MS. 1998. Metode Penelitian Pendidikan Sejarah. Pekanbaru : Cetakan
Riau
Tamburaka, Rustam E. 1999. Pengantar Ilmu dan Sejarah Teori Filsafat Sejarah,
Sejarah Filsafat dan IPTEK. Jakarta: Rhineka Cipta
Yani, Ahmad. 2009. Panduan Memakmurkan Masjid. Jakarta : Gema Insani
Zein. M, Wiryoprawiro. 1986. Perkembangan Arsitektur Masjid di Jawa Timur.
Surabaya: PT. Bina Ilmu
64
Jurnal Ilmiah, Artikel dan Majalah
Haris, Tawalinuddin. 2018. Masjid-masjid di Dunia Melayu Nusantara, dalam
Suhuf Vol. 3 No. 20, 2018. Jakarta: Lajnah Pentashihan Al Qur’an.
Internet
http://www.academia.edu/download/36208598/Sejarah_Masuknya_Islam_di_Indo
nesia.docx di akses pada 18 Oktober 2018 jam 02:48 WIB
65
LAMPIRAN
66
2. LAMPIRAN BIODATA INFORMAN
1. Nama : A. Muthalib
Tempat/Tgl Lahir : Jambi/10 Oktober 1968
Pekerjaan : Dosen Sejarah Unisi
Alamat : Jl. Batang Tuaka Gg. Abadi No. 99
3. Nama : Hazmiriyanto, SE
Tempat/Tgl Lahir : Tembilahan/18 Januari 1981
Pekerjaan : Sekretaris Masjid Agung Al Huda Tembilahan
Alamat : Jl. Jendral Sudirman Tembilahan
4. Nama : H. Mukrin Z.
Tempat/Tgl Lahir : Teluk Pinang/11 November 1953
Pekerjaan : Pensiunan PNS/Pembina Yayasan Al Huda
Alamat : Jl. H. Arif Gg. Harapan Baru Tembilahan Hulu
5. Nama : H. M. Baihaqi
Tempat/Tgl Lahir : Pulau Panjang, 31 Desember 1951
Pekerjaan : Ketua I Masjid Agung Al Huda
Alamat : Jl. M. Siap
67
3. LAMPIRAN DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA
68
6. Sudah ada berapa kali pergantian kepengurusan dilakukan sejak
didirikannya Masjid Agung Al Huda ?
9. Apa makna dalam setiap bentuk bangunan yang ada di Masjid Agung
Al Huda ?
69
4. Siapa yang dapat mengikuti proses pendidikan yang disediakan di dalam
Masjid Agung Al Huda..?
70
4. Lampiran Surat Keterangan Informan
71
72
73
74
75
76
5. Lampiran Gambar Hasil Penelitian
77
Gambar 5. Wawancara dengan bapak Dr. Edi Susrianto IP, M.Pd
78
Gambar 7. Wawancara dengan bapak H. Zazuli Alex
79
Gambar 9. Bentuk Bangunan Pertama Masjid Agung Al Huda sampai tahun 1968
Gambar 10. Bentuk bangunan kedua Masjid Agung Al Huda dari tahun 1968-
1994
80
Gambar 11. Renovasi Masjid Agung Al Huda Tahun 1994
(Sumber: https://kontraktorkubahmasjid.com/Masjid-Agung-Al-Huda-di-
Tembilahan.png)
Gambar 13. H. Abd Sattar. GR Pengurus Masjid Agung Al Huda 1989-2001
81
(Sumber : Dokumentasi Pribadi diambil pada tanggal 24 April 2019)
82
(Sumber : Dokumentasi Pribadi diambil pada tanggal 24 April 2019)
83
(Sumber: Dokumentasi Pribadi diambil pada tanggal 24 mei 2019)
84
(Sumber : Dokumentasi Pribadi diambil pada tanggal 24 mei 2019)
85
(Sumber : Dokumentasi Pribadi diambil pada tanggal 24 mei 2019)
Gambar 22. Ragam Hias pada interior kubah Masjid Agung Al Huda
86
Gambar 23. Ragam Hias Kaligrafi pada dinding ruang utama masjid
87
Gambar 25. Tempat Wudhu dan Rumah Imam Masjid
88
Gambar 27. Siswa Program Tahfiz dan Tahsin Al Quran Masjid Agung Al Huda
89
6. Lampiran Surat Keterangan Pembimbing
90
7. Lampiran Surat Izin Riset
91