KEPERAWATAN ANAK
oleh
Kelompok 13
Kelas C / 2017
i
MAKALAH
KEPERAWATAN ANAK
Disusun guna melengkapi tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak dengan Dosen
Pembimbing Ns. Eka Afdi, M.Kep
oleh
Feno Aureola Maharani NIM 172310101118
Yoga Rosi Susanto NIM 172310101138
Siti Sholikhah NIM 172310101162
ii
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................................4
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................4
1.2 Tujuan ................................................................................................................4
BAB 2. STUDI LITERATUR .................................................................................5
2.1 Definisi ...............................................................................................................5
2.2 Epidemiologi ......................................................................................................5
2.3 Etiologi ...............................................................................................................6
2.4 Manifestasi Klinis ..............................................................................................7
2.5 Patofisiologis ......................................................................................................8
2.6 Klasifikasi ..........................................................................................................9
2.7 Faktor resiko ......................................................................................................9
2.8 Penatalaksanaan ...............................................................................................10
BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN ................................................................122
3.1 Kasus ..............................................................................................................122
3.1.1 Identitas Klien .............................................................................................122
3.1.2 Riwayat Kesehatan ......................................................................................133
3.1.3 Pengkajian Gordon ......................................................................................133
3.1.4 Pemeriksaan Fisik .......................................................................................166
3.2 Diagnosa.........................................................................................................166
3.3 Intervensi Keperawatan ..................................................................................222
3.4 SAP dan Leaflet .............................................................................................229
BAB 4. PENUTUP ................................................................................................36
4.1 Kesimpulan ......................................................................................................36
4.2 Saran .................................................................................................................36
4.3 Rekomendasi Isu Menarik................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................38
iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Data surveilans saat ini memperkirakan di Indonesia ada 600.000 –1,3 Juta
kasus demam thypoid tiap tahunnya dengan lebih dari 20.000 kematian. Rata-rata
di Indonesia, orang yang berusia 3-19 tahun memberikan angka sebesar 91%
terhadapkasus demam thypoid (WHO, 2012).
1.2 Tujuan
4
BAB 2. STUDI LITERATUR
2.1 Definisi
2.2 Epidemiologi
5
sepanjang tahunnya. Secara global diperkirakan setiap tahunnya terjadi sekitar
21 juta kasus dan 222.000 menyebabkan kematian.
Demam tifoid menjadi penyebab utama terjadinya mortalitas dan
morbiditas di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah (WHO,
2016 dalam Batubuaya, 2017). Prevalensi demam tifoid di Indonesia sebesar
1,60%, tertinggi terjadi pada kelompok usia 5–14 tahun, karena pada usia
tersebut anak kurang memperhatikan kebersihan diri serta kebiasaan jajan
sembarangan yang dapat menyebabkan penularan penyakit demam tifoid.
Prevalensi menurut tempat tinggal paling banyak di pedesaan
dibandingkan perkotaaan, dengan pendidikan rendah dan dengan jumlah
pengeluaran rumah tangga rendah. Angka kematian diperkirakan sekitar 6-5%
sebagai akibat dari keterlambatan mendapat pengobatan serta kurang
sempurnanya proses pengobatan.
Demam typoid ini merupakan penyakit yang multifactorial yang artinya
banyak faktor yang dapat memicu terjadinya demam typoid di antara lain
umur, jenis kelamin, Pendidikan, pekerjaan, sanitasi lingkungan, personal
hygiene, serta tempat tinggal si penderita yang dapat menimbulkan paenyakit
taerebut (Ruztam, 2012).
2.3 Etiologi
6
pada panas, dan anti gen H (flagelum) adalah protein yang labil terhadap
panas.
a. Masa inkubasi
Masa ini terjadi 7 – 21 hari, meskipun pada umunya terjadi 1 – 12 hari.
Pada awal terserang penyakit ini keluhan dan gejala tidaklah khas, seperti
halnya inluenza yang berupa anoreksia, rasa malas, sakit kepala khusunya
bagian depan, nyei otot, dan nyeri perut (Parry et al, 2001).
b. Minggu pertama (awal terinfeksi)
Setelah melewati masainkubasi di 10 – 14 hari, gejala yang timbul sama
saja dengan pengan penyakit infeksi akut yang lain seprit demam tinggi
yang berkerpanjangan dengan suhu bisa mencapai 39-40 derajat celcius,
sakit kepala, pusing, mual, munth , batuk, denyut lemah, pernapasan cepat,
terkadang malah timbul diare. Ketika penderita ke dokter pada tahap
minggu pertama ini akan menemukan demam dengan geajala gejala diatas
yang bisa terjadi pada penyakit penyakit yang lain juga.ruam kulit pada
umumya mencul pada hari ketujuh dan itupun terbatas pada abdomen
disalah satu sisi dan tidak merata, sedsngkan bercak bercak rosh
berlangsung 3-5 hari kemudian bisa hilang dengan sempurna (Brusch,
2011).
c. Minggu kedua
Pada minggu kedua ini biasanya paenderita mengalami suhu tubuh terus
meningkat dalam keadaan tinggi (Kemenkes, 2006). Lidah Nampak
kering, merah mengkilat, nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah
menurun. Diare menjadi lebih sering yang terkadang berwarna gelap
akibat terjadinya perdarahan. Terjadi pembesaran hati dan limpa, perut
kembung, gangguan kesadran. Mengantuk terus menerus dan mulai kacau
jika berkomunikasi (Supriyono, 2011).
d. Minggu ketiga
7
Pada minggu ketiga, demam semakin memberat dan terjadi anoreksia
dengan pengurangan berat badan yang signifikan. Konjungtiva terinfeksi,
dan pasien mengalami takipnu dengan suara crakcles di basis paru. Jarang
terjadi distensi abdominal. Beberapa individu mungkin akan jatuh pada
fase toksik yang ditandai dengan apatis, bingung, dan bahkan psikosis.
Nekrosis pada Peyer’s patch mungkin dapat menyebabkan perforasi
saluran cerna dan peritonitis (Brusch, 2011).
e. Minggu keempat
Pada minggu ke empat demam turun perlahan secara lisis, kecuali jika
fokus infeksi terjasi seperti kolesistitis, abses jaringan lunak maka demam
akan menetap (Soedarmo et al, 2010). Pada mereka yang mendapatkan
infeksi ringan dengan demikian juga hanya menghasilkan kekebalan yang
lemah,kekambuhan dapat terjadi dan berlangsung dalam waktu yang
pendek. Kekambuhan dapat lebih ringan dari serangan primer tetapi dapat
menimbulkan gejala lebih berat daripada infeksi primer tersebut. Sepuluh
persen dari demam tifoid yang tidak diobati akan mengakibatkan
timbulnya relaps (Supriyono, 2011).
2.5 Patofisiologis
Penularan penyakit ini adalah melalui air dan makanan yang terinfeksi
Salmonella typhoid. Kuman Salmonella dapat bertahan lama dalam makanan.
Dengan adanya penularan tersebut dapat dipastikan higyene makanan dan
higyene personal sangat berperan dalam masuknya bakteri ke dalam makanan
(Kusuma, 2015). Penyakit ini bisa berakibat fatal jika terus dibiarkan tanpa
dilakukan perawatan. Biasanya penyakit ini berlangsung selama tiga minggu
bahkan bisa sampai sebulan. Penyebab paling umum kematian tipoid ini yaitu
adanya perforasi usus yang selanjutnya menimbulkan peritonitis
8
biak dalam hati dan leimfe., kemudian basil masuk kembali kadalam darah
menyebar keseluruh tubuh terutama pada usus halus, sehingga menimbulkan
tukak dan menimbulkan perdarahan dan perforasi usus. Gejala demam di
sebabkan oleh endotokin, sedangkan gejala Ketika organ tersebut mengalami
peradangan akan terjadi pembesaran dan disetai rasa nyeri pada perabaan
pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus (Sodikin,2011).
2.6 Klasifikasi
Menurut WHO tahun 2011 dalam Guideline for the Management of Typhoid
Fever adalah ada 3 macam klasifikasi demam tifoid dengan perbedaan gejala
klinisnya :
b. Demam Tifoid dengan komplikasi, yaitu pada demam tifoid akut keadaan
mungkin dapat berkembang menjadi komplikasi parah. Bergantung pada
kualitas pengobatan dan keadaan kliniknya, hongga 10% pasien dapat
mengalami komplikasi mulai dari syok hypovolemik, kecatatan, dan
kematian.
c. keadaan karier, keadaan ini trerjadi dengan skala 1-5% pasien, tergantung
pada usia pasien. Karier bersifat kronis dalam hal sekresi salmonella tiphy
yang terdapat pada feses, hal ini membuat pravelensi menjadi sangat
berbahaya.
9
1. factor host, manusia sebagai reservoir bagi kuman Salmonela tiphy,
dimana penuralan terjadi karena keadaan karier yang terbawa dari
makan/minuman yang tercemar oleh kuman dan menjangkit penderita lain
melalui tinja dan urin.
2. factor agent, demam ini disebabkan oleh salmonella tiphy yang dapat
menimbulkan infeksi sebanyak 105-109 kuman yang tertelan melalui
makanan dan minuman yang terkontaminasi, semakin besar jumlah
salmonella yang tertelan, maka semakin pendek masa inkubasi penyakit
tersebut.
2.8 Penatalaksanaan
10
tirah baring secara tidak langsung dapat mengurangi resiko terkena
decubitus.
2. Diet dan terapi penunjang
Memberikan diet bebas yang terkandung rendah serat pada penderita tanpa
gejala meteorismus, dan diet bubur saring pada penderita dengan
meteorismus. Hal ini dilakukan untuk menghindari komlplikasi perdarahan
saluran cerna dan pergorasi usus. Berikan dan pertahankan cairan yang
adekuat untuk mencegah terjadinya dehidrasi akibat muntah disertai diare.
11
BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Kasus
Nama :N
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Usia : 6 tahun
Status Perkawinan :-
Agama : Islam
Pendidikan : TK
Suku : Jawa
12
Bahasa yang digunakan : Jawa
Sumber biaya :-
Tanggal masuk RS : 16 April 2015
Diagnosa Medis : Demam Typoid
• Keluhan utama
Badan anak saya panas, mual dan muntah, perut terasa nyeri
• Riwayat Kesehatan Sekarang
-
• Riwayat Kesehatan Keluarga
-
• Antropometry :
BB : 17 kg
• Biomedical sign :
Tidak ada
13
- Clinical Sign :
3. Pola aktivitas & latihan (saat sebelum sakit dan saat di rumah sakit)
Aktivitas harian (Activity Daily Livings)
Makan / minum V
Toileting V
Berpakaian V
Berpindah V
Ambulasi / ROM V
- Terapi oksigen :
Tidak ada
4. Pola tidur & istirahat (saat sebelum sakit dan saat di rumah sakit)
14
Istirahat dan Tidur Sebelum sakit Saat di rumah sakit
Durasi 7 jam 3-4 jam atau putus-putus
Gangguan tidur Tidak ada Mual dan nyeri
Keadaan bangun tidur Segar Gelisah
Lain-lain
Kaji kebiasaan tidur, istirahat, relaksasi, gangguan tidur,
keletihan, dan respon terhadap gangguan tidur, lama tidur (siang
dan malam), termasuk penggunaan obat-obatan yang memicu
untuk klien tidur.
5. Pola kognitif & perceptual
- Fungsi Kognitif dan Memori :
Pasien meminta sesuatu dengan menangis.
- Fungsi dan keadaan indera :
Tidak ada
6. Pola persepsi diri
- Gambaran diri :
Tidak ada
- Ideal Diri :
Tidak ada
- Harga diri :
15
8. Pola peran & hubungan
Pasien ditemani dengan baik oleh orang tuanya.
9. Pola manajemen koping-stress
Pasien sering menangis sampai tidak ada air mata yang
dikeluarkan
10. Sistem nilai & keyakinan
Kelurga yakin anaknya akan sembuh
1. Keadaan Umum
Turgor kulit kering, terlihat kemerahan pada kulit, akral terasa
hangat
2. Tanda-tanda vital
TD : 100/50 mmHg
RR : 45 X/menit
S : 40,3° C
N : 115 X/menit
3.2 Diagnosa
DO:
- Pasien Meringis
16
menahan sakit
- Skala nyeri 5
- Nyeri berada diperut
bagian kiri
2. DS: Kurangnya kebersihan Hipertemi
- Keluarga mengatakan
badan pasien panas Infasi bakteri ke dalam tubuh
DO:
- Kemerahan pada Imunitas tubuh inadekuat
kulit
- Aklal teraba hangat Peradangan pada tubuh
3. DS: Infasi bakteri ke dalam system Kekurangan
- Keluarga mengatakan pencernaan volume cairan
pasien menangis
sampai tidak ada air Imunitas tubuh inadekuat
mata yang
dikeluarkan Peradangan pada sintem
DO: pencernaan
- Turgor kulit kering
- Mukosa bibir kering Mual dan muntah
- Bb turun ke 17 kg
Intake cairan dan nutrisi kurang
17
dan muntah
- Makan hanya 2 Mual dan muntah
sendok
DO: Nyeri pada abdomen
- Nyeri pada
abdomen dengan
skala 5
- Mual dan muntah
ketika makan
5 DS: Infasi bakteri ke dalam system Ketidakefektifan
- pencernaan Pola Nafas
DO:
- RR 45x/menit Imunitas tubuh inadekuat
18
Penurunan berat badan
7 DS: Infasi bakteri ke dalam system Mual
- keluarga pencernaan
mengatakan setiap
makan pasien Imunitas tubuh inadekuat
selalu mual dan
ingin muntah Peradangan pada sistem
DO: pencernaan
- BB turun ke 17 kg
Gangguan pada system
gastrointestinal
8 DS: Infasi bakteri ke dalam tubuh Ganggua pola tidur
- Keluarga
mengatakan Imunitas tubuh inadekuat
sebelum sakit
biasanya tidur Peradangan pada tubuh
selama 7 jam,
sekarang sering Nyeri pada area abdomen
terbangun
DO: Nyeri hadir setiap 5 menit
- 3-4 jam atau putus-
putus
- Pasien bangun tidur
terihat gelisah
9 DS: Mukosa bibir kering Resiko syok
- Keluarga
mengatakan pasien Hipertermi
sering menangis
ketika merasakan Peradangan pada tubuh
nyeri
19
- Keluarga Bakteri menginvasi tubuh
mengatakan .
Pasien makan
hanya 2 sendok
makan dan
meminta berhenti
dengan menangis
DO:
- Bibir mukosa
kering
- Suhu 40,3°C
- Bb turun 1 kg
20
kg
21
3.3 Intervensi Keperawatan
22
berhubungan dengan tindakan 1) Monitor suhu dan 1) Untuk
keperawatan 1 x warna kulit mengetahui
peradangan pada
24 jam, keadaan pasien
tubuh ditandai diharapkan 2) Gunakan matras
hipertermi dapat pendingin, selimut
dengan suhu badan
teratasi dengan yang 2) Untuk
40,3 C kriteria hasil: mensirkulasikan membuang
1) Penurunan air, mandi air panas pada
suhu tubuh hangat, dan pasien
dipertahank bantalan jel sesuai
an pada 3 kebutuhan 3) Untuk
ditingkat ke membantu
5 3) Sesuaikan suhu menurunkan
lingkungan sesuai suhu tubuh
kebutuhan pasien pasien
4) Diskusikan 4) Untuk
pentingnya memberikan
termoregulasi dan pengertian
kemungkinan efek tentang bahaya
negative dari dari hipertermia
demam yang
berlebihan sesuai 5) Untuk
kebutuhan. membantu
menurunkan
5) Berikan suhu
pengobatan
antipiretik sesuai
kebutuhan
3. Setelah Manajemen cairan
Kekurangan volume
dilakukan (4120):
cairan berhubungan tindakan 1) Untuk tingkat
keperawatan 1 x 1) Monitor status kekurangan
dengan intake cairan
24 jam, hidarasi cairannya
dan nutrisi kurang diharapkan
kekurangan 2) Berikan terapi IV, 2) Untuk
ditandai dengan
volume cairan seperti yang menmperbaiki
mukosa bibir kering teratasi dengan diteentukan. intake cairan
kriteria hasil pada pasien
1) Turgor 3) Tingkatkan asupan
kulit oral 3) Untuk
dipertahank memperbaiki
an pada 4) dukung pasien dan asupan elektrolit
skala 4 keluarga untuk melalui oral
ditingkatka membantu dalam
n ke 5 pemberian makan 4) Untuk
23
2) Kelembapa dengan baik membantu
n pasien
membrane 5) konsultasikan meningkatkan
mukosa dengan dokter jika konsumsi
dipertahank tanda-tanda makan
an dari 4 kekurangan
ditingkatka volume cairan 5) Untuk tetap
n ke 5 bertahan atau menjaga status
memburuk kesehatan
pasien membaik
4. Disfungsi motilitas Setelah Manajemen muntah
dilakukan (1570):
gastrointestinal
tindakan 1) Identifikasi adanya 1) Untuk
berhubungan dengan keperawatan 2 x factor pendukung memastikan
24 jam, muntah adanya factor
infasi bakteri ke
diharapkan pendukung
dalam system disfungsi 2) Posisikan untuk muntah.
motilitas mencegah aspirasi
pencernaan ditandai
gastrointestinal 2) Untuk
dengan mual dan dapat diatasi 3) Berikan suplemen mencegah
dengan kriteria nutrisi untuk ganggan jalan
muntah
hasil: mempertahankan nafas
1) Nyeri berat badan jika
lambung diperlukan 3) Untuk menjaga
dipertahanka berat badan
n pada skala 4) Ajarkan teknik pasien
3 nonfarmaka untuk
ditingkatkan mengelola muntah 4) Untuk
pada skala 4 mengelola
2) Frekuensi 5) Pastikan obat muntah agar
muntah dari antiemetic yang efektif
dipertahanka efektif untuk
n pada skala mencegah muntah 5) Untuk
4 dengan dokter mencegah
ditingkatkan emetic yang
ke 5 berkepanjangan
5 Setelah Monitor pernafasan 1) Untuk
Ketidakefektifan
dilakukan (3350) : mengetahui
pola nafas tindakan 1) Minitor pola nafas suara pola nafas
keperawatan 1 x
berhubungan dengan
24 jam, 2) Catat perubahan 2) Untuk
penurunan volume diharapkan saturasi dan mengetahui
ketiakefektifan volume tidal penyebab pola
tidal ditandai dengan
pola nafas dapat dengan tepat nafas tidak
RR 45x/m diatasi dengan efektif
kriteria hasil: 3) Posisikan pasien
24
1. Frekuensi miring ke samping 3) Untuk
pernapasan atau sesuai membantu
dipertahank indikasi keefektifan
an dari skala pernapasan
3 ke skala 5 4) Berikan bantuan
2. Volume terapi nafas jika 4) Untuk
tidal diperlukan. meningkatkan
dipertahank saturasi oksigen
an dari 4 jika diperlukan
ditingkatkan
ke skala 5
6 Setelah Manajemen 1) Untuk
Ketidakseimbangan
dilakukan Gangguan Makan mengetahui
nutrisi : kurang dari tindakan (1030) : factor yang
keperawatan 1 x 1) Monitor perilaku berperan dalam
kebutuhan tubuh
24 jam, pasien yang terganggunya
berhubungan dengan diharapkan berhubungan pola makannya
nuturisi dapat dengan pola
mual dan muntah
ditingkatkan makan dan 2) Untuk
ditandai dengan bb dengan kriteria kehilangan berat membantu
hasil: badan merubah
turun 1 kg
1. Hasrat perilaku pasien
makan 2) Gunakan teknik terhadap pola
dipertahank modifikasi makan
an dari 3 perilaku untuk
ditingkatkan meningkatkan 3) Untuk
ke 4 perilaku yang membantu
2. Intake berkontribusi pasien
makan terhadap meningkatkan
dipertahank penambahan berat nafsu makannya
an dari 3 badan dengan dengan
ditingkatkan tepat memberikan
ke 4 makanan
3. Berat badan 3) Dorong klien kesukaannya
dipertahank untuk
an dari 4 mendiskusikan 4) Untuk
ditingkatkan makanan yang meningkatkan
ke 5 disukai bersama kwalitas pola
dengan ahli gizi makan
25
dengan tim
kesehatan lain
untuk
mengembangkan
rencana perawatan
dengan melibatkan
klien dan orang-
orang terdekatnya.
7 Setelah Manajemen Mual 1) Untuk
Mual berhubungan
dilakukan (1490) : mengetahui
dengan infasi tindakan 1) Lakukan penilaian tingkat
keperawatan 1 x terhadap mual, keparahan mual
bakteri ke system
24 jam, seperti frekuensi, yang diderita
pencernaan ditandai diharapkan mual tikat keparahan
diatasi dengan dan factor 2) Untuk
dengan pasien
kriteria hasil: pencetus. membantu
selalu mual dan 1. Frekuensi pasien
mual 2) Kurangi atau mengurangi rasa
muntah selesai
dipertahanka hilangkan factor- mual dari factor
makan n dari 3 faktor personal lingkungan
ditingkatkan yang memicu atau
ke 5 meningkatkan 3) Untuk membatu
2. Frekuesi mual pasien
muntah menurunka rasa
dipertahanka 3) Dorong pasien mualnya
n dari 3 untuk belajar
ditingkatkan strategi mengatasi 4) Untuk
ke 5 mual secara membantu
mandiri pasien dan
keluarga
4) Ajari teknik mengatasi
nonfamakologis
untuk mengatasi 5) Untuk
mual membantu
pasien
5) Pastikan dengan menghilangkan
dokter obat rasa mualnya
antiemetic yang
efektif diberikan
untuk menurunkan
mual jika
memungkinkan
8 Setelah Peningkatan Tidur 1) Untuk
Gangguan pola tidur
dilakukan (1850): mengetahui
berhubungan dengan tindakan 1) Catat pola tidur kwalitas tidur
keperawatan 1 x dan jumlah jam pasien
26
nyeri ditandai 24 jam, tidur
diharapkan 2) Untuk
dengan pasien sering
gangguan pola 2) Mulai terapkan meningkatkan
terbangun ketika tidur diatasi langkah langkah kenyamanan
dengan kriteria kenyamanan pasien
tidur
hasil: seperti pijat dan berkaitandengan
1. Jam tidur pemberian posisi gangguan tidur
dipertahanka
n dari 3 3) Ajarkan pasien 3) Untuk
ditingkatkan dan keluarga memberikan
ke 5 mengenai factor informasi terkait
2. Kwalitas yang berkontribusi factor yang
tidur terhadap gangguan menurunkan
dipertahanka tidur pola tidur
n dari 3
ditingkatkan 4) Sesuaikan 4) Untuk
ke 5 pengelompokan meminimlakan
pemberian pasien
kegiatan terbangun dari
perawatan untuk tidurnya
meminimalkan
jumlah jam
terbangun.
9 Setelah Monitor Cairan 1) Untuk
Resiko syok
dilakukan (4130) mengetahui
berhubungan dengan tindakan 1. Monitor resiko
keperawatan 1 x membrane terjadinya syok
mukosa bibir kering
24 jam, mukosa, turgor
dan pasien seringt diharapkan kulit, dan respon 2) Untuk
resiko syok haus. memonitor
menangis
diatasi dengan input dan ouput
kriteria hasil: 2. Catat dengan cairan agar
1. Memonitor akurat asupan dan supaya
factor resiko keluaran cairan. terhindar dari
individu resiko syok
diperthankan 3. Cek grafik asupan
dari 4 dan pengeluaran 3) Untuk
ditingkatkan secara berkala memberikan
ke 5 untuk memastikan asupan cairan
2. Mengenali pelayanan dengan yang sesuai
perubahan baik kebutuhan
status
kesehatan 4. Berikan cairan
dipertahanka dengan tepat.
n dari 4
ditingkatkan
27
ke 5
28
3.4 SAP dan Leaflet
29
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)
I. Analisa data
A. Kebutuhan Peserta Didik
Berdasarkan survey yang telah dilakukan pada ibu-ibu di desa Panti yang
mengikuti posyandu masih banyak yang belum mengetahui bagaimana
penanganan pada anak dengan demam tifoid menggunakan teknik water tepid
sponge. Pengetahuan mengenai apa itu water tepid sponge perlu diberikan kepada
ibu-ibu karena teknik ini merupakan teknik yang efektif dalam menangani demam
tifoid. Dari permasalahan tersebut maka akan dilakukan penyuluhan mengenai
bagaimana cara melakukan teknik water tepid sponge pada anak dengan demam
tifoid.
B. Karakteristik Peserta Didik
Sebagian masyarakat tingkat pendidikan di Desa Panti berpendidikan SD
sampai SMA dan mayoritas ibu- ibu di desa Panti hanya sebagai ibu rumah
tangga.
II. Tujuan Instruksional Umum
30
Setelah mengikuti penyuluhan ibu-ibu di desa Panti dapat mengetahui cara
melakukan teknik water tepid sponge pada anak dengan demam tifoid dan apa
saja yang perlu dipersiapkan.
31
2. Inti • Menanyakan kepada • Menjawab
20 menit peserta apa yang pertanyaan
diketahui tentang water penyuluhan
tepid sponge
• Menanyakan apakah • Mendengarkan dan
peserta mengetahui memperhatikan
tujuan dari water tepid
sponge • Bertanya pada
32
3. Kontraindikasi
4. Alat dan bahan
5. Prosedur dari teknik
water tepid sponge
• Mengatur suasana agar
terasa nyaman dan
menarik
• Memberikan edukasi
kepada ibu - ibu agar
segera gunakan teknik
water tepid sponge saat
anak mengalami demam
tifoid
• Anjurkan kepada peserta
agar memahami materi
yang sudah diberi
mahasiswa agara dapat
menerapkan teknik water
tepid sponge saat anak
mengalami demam tifoid
33
• Mengucapkan salam
penutup
Lampiran
Materi
1. Definisi water tepid sponge
Kompres tepid sponge adalah sebuah teknik kompres hangat yang
menggabungkan teknik kompres blok pada pembuluh darah supervisial
dengan teknik seka (Alves, 2008). Kompres tepid sponge ini hampir sama
dengan kompres air hangat biasa, yakni mengompres pada lima titik (leher, 2
ketiak, 2 pangkal paha) ditambah menyeka bagian perut dan dada atau
diseluruh badan dengan kain. Berdasarkan penelitian dari Isneini (2014)
34
kompres tepid sponge hangat lebih efektif dari kompres hangat. Kompres
tepid sponge bekerja dengan cara vasodiltasi (melebarnya) pembuluh darah
perifer diseluruh tubuh sehingga evaporasi panas dari kulit ke lingkungan
sekitar akan lebih cepat, dibandingkan hasil yang diberikan oleh kompres
hangat yang hanya mengandalkan reaksi dari stimulasi hipotalamus..
Kompres tepid sponge ini sudah terbukti efektif untuk menurunkan panas
tubuh saat demam, bahkan lebih cepat daripada meminum obat penurun
panas. Penelitian dari Thomas (2009) menunjukkan penurunan suhu tubuh
kelompok water tepid sponge secara signifikan lebih cepat dibandingkan
kelompok antipiretik (penurun panas). Namun, pada akhir 2 jam kelompok
telah mencapai tingkat penurunan suhu tubuh yang sama. Hal ini diperkuat
lagi oleh hasil penelitian Jayjit (2011) menunjukkan kelompok water tepid
sponge lebih cepat menurunkan suhu tubuh dibandingkan dengan kelompok
antipiretik (penurun panas).
2. Tujuan dari water tepid sponge
Tujuan dari diberikannya teknik water tepid sponge adalah untuk
mendorong darah ke permukaan tubuh sehingga darah dapat mengalir dengan
lancar.
3. Kontraindikasi water tepid sponge
Penggunaan teknik water tepid sponge ini tidak boleh dilakukan pada
bayi dibawah usia 1 tahun karena dapat menyebabkan anak menjadi syok.
4. Alat dan bahan
1) Baskom atau wadah
2) Air hangat suam-suam kuku
3) Kain atau washlap bersih
5. Prosedur dari water tepid sponge
1) Rendam kain/washlap ke dalam baskom berisi air hangat
2) Kompres pada 5 titik: leher, ketiak kanan-kiri, pangkal paha kanan-
kiri
3) Seka juga pada bagian perut dan dada atau pada seluruh tubuh
4) Basahi kain lagi jika sudah kering
35
BAB 4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Komplikasi tifus abdominalis yang paling sering terjadi adalah komplikasi
intestinal yaitu perdarahan usus dan perforasi usus. Relaps adalah kekambuhan
yang biasanya terjadi akibat pengobatan tifoid dengan antibiotik kloramfenikol.
Komplikasi demam tifoid dapat dihindarkan dengan cara meningkatkan derajat
daya tahan tubuh pasien dan memberikan perawatan yang sebaik- baiknya pada
pasien demam tifoid.
4.2 Saran
Mengadakan penyuluhan cara hidup sehat dan pencegahan penyakit
demam tifoid kepada masyarakat, terutama masyarakat dengan pendidikan yang
kurang. Sebaiknya semua penderita tifoid dibawa ke Rumah Sakit untuk
mendapat perawatan yang sempurna. Sebaiknya penderita tifoid mendapat
pengobatan sesuai dengan dosis dan ketentuan pengobatan, untuk mencegah
terjadinya komplikasi.
36
disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Buah bligo mengandung minyak
atsiri, flavanoid, glikosida, protein, vitamin, mineral, tanin, saponin,
antrakuinon. Penelitian sebelumnya telah dilakukan pengujian daya hambat
terhadap S. typhi dengan menggunakan beberapa cairan penyari dan didapatkan
ekstrak etanol memiliki aktivitas yang paling baik. Sehingga perlu dilakukan
pengujian aktivitas daya hambat dari ekstrak buah bligo dengan beberapa
konsentrasi etanol yaitu 96%, 70%, dan 50%, untuk mengetahui apakah ekstrak
buah bligo memiliki aktivitas terhadap bakteri S. typhi.
Kemudian didapatkan hasil bahwa konsentrasi etanol sebagai cairan
penyari dari ekstrak Buah Bligo (B. hispida Thunb) yang memiliki daya hambat
yang baik pada konsentrasi 10% terhadap bakteri S. typhi adalah etanol 70%.
37
DAFTAR PUSTAKA
Anjali jayjit E., dan Amit kishan A. 2011. Early management of fever: benefits of
combination therapy. Bombay Hospital Journal. 53(4).
Batubuaya, D., Ratag, B, T., Wariki, W. 2017. Hubungan Higiene Perorangan dan
Aspek Sosial Ekonomi Dengan Kejadian Demam Tifoid di Rumah Sakit
Tk.III R.W. Mongisidi Manado. Jurnal Media Kesehatan, 9(3): 1-8.
Isneini, M., Irdawati, dan Agustaria. 2014. Efektifitas penurunan suhu bubuh
antara kompres hangat dan water tepid sponge pada pasien anak usia 6
bulan - 3 tahun dengan demam di Puskesmas Kartasura Sukuharjo. Naskah
Publikasi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Kusuma, B. F., Saleh, I., Selviana. 2015. Faktor Risiko Kejadian yang
Berhubungan dengan Kejadian Demam Tifoid pada Anak di Wilayah
Kerja Puskesmas Sui Kakap dan Puskesmas Sui Durian. JUMANTIK
(Jurnal Mahasiswa dan Penelitian Ilmiah), 2(1): 41-53.
38
Mubarak, F., S. Sartini, dan D. Purnawanti. 2018. Effect of ethanol concentration
on antibacterial activity of bligo fruit extract (Benincasa hispida Thunb) to
Salmonella typhi. Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and
Technology. 5(3): 76-81.
Rosnelly, Rika. 2012. Sistem Pakar Konsep dan Teori. Yogyakarta : ANDI.
39
40