Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH

KEPERAWATAN ANAK

oleh
Kelompok 13
Kelas C / 2017

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019

i
MAKALAH

KEPERAWATAN ANAK

Disusun guna melengkapi tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak dengan Dosen
Pembimbing Ns. Eka Afdi, M.Kep

oleh
Feno Aureola Maharani NIM 172310101118
Yoga Rosi Susanto NIM 172310101138
Siti Sholikhah NIM 172310101162

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019

ii
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................................4
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................4
1.2 Tujuan ................................................................................................................4
BAB 2. STUDI LITERATUR .................................................................................5
2.1 Definisi ...............................................................................................................5
2.2 Epidemiologi ......................................................................................................5
2.3 Etiologi ...............................................................................................................6
2.4 Manifestasi Klinis ..............................................................................................7
2.5 Patofisiologis ......................................................................................................8
2.6 Klasifikasi ..........................................................................................................9
2.7 Faktor resiko ......................................................................................................9
2.8 Penatalaksanaan ...............................................................................................10
BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN ................................................................122
3.1 Kasus ..............................................................................................................122
3.1.1 Identitas Klien .............................................................................................122
3.1.2 Riwayat Kesehatan ......................................................................................133
3.1.3 Pengkajian Gordon ......................................................................................133
3.1.4 Pemeriksaan Fisik .......................................................................................166
3.2 Diagnosa.........................................................................................................166
3.3 Intervensi Keperawatan ..................................................................................222
3.4 SAP dan Leaflet .............................................................................................229
BAB 4. PENUTUP ................................................................................................36
4.1 Kesimpulan ......................................................................................................36
4.2 Saran .................................................................................................................36
4.3 Rekomendasi Isu Menarik................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................38

iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Demam thypoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus yang


disebabkan oleh bakteri Salmonella thypidan Salmonella parathypi. Demam
thypoid biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala yang umum yaitu
gejala demam yang lebih dari 1 minggu, penyakit demam thypoidbersifat
endemikdan merupakan salah satu penyakit menular yang tersebar hampir di
sebagian besar negara berkembang termasuk Indonesia danmenjadi masalah yang
sangat penting (Depkes, 2006). WHO memperkirakan jumlah kasus demam
thypoiddi seluruh dunia mencapai 17 juta kasus demam thypoid.

Data surveilans saat ini memperkirakan di Indonesia ada 600.000 –1,3 Juta
kasus demam thypoid tiap tahunnya dengan lebih dari 20.000 kematian. Rata-rata
di Indonesia, orang yang berusia 3-19 tahun memberikan angka sebesar 91%
terhadapkasus demam thypoid (WHO, 2012).

Demam thypoid menurut karakteristik responden tersebar meratamenurut


umur dan merata pada umur dewasa., akan tetapiprevalensi demam thypoid
banyak ditemukan pada umur (5–14 th) sebesar 1,9% dan paling rendah pada bayi
sebesar 0,8%. Prevalensi demam thypoid menurut tempat tinggal paling banyak
dipedesaan dibandingkan perkotaaan, dengan pendidikan rendah dan dengan
jumlah pengeluaran rumah tangga rendah (Rikesda, 2007).

1.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui epidemiologi anak dengan demam typoid


2. Untuk mengetahui definisi demam typoid
3. Untuk mengetahui klasifikasi demam typoid
4. Untuk mengetahui penyebab demam typoid
5. Untuk mengetahui faktor resiko demam typoid
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis demam typoid
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan demam typoid
8. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien demam typoid

4
BAB 2. STUDI LITERATUR
2.1 Definisi

Demam Typoid merupakan penyakit infeksi tropic sistemik, yang


mempunyai sifat edemis dan masih menjadi problema kesehatan masyarakat
pada negara negara berkembang didunia, salah satu contohnya Indonesia.
Dilihat dari data epipdemiologi setiap tahunnya diperoleh dadri beberapa
negara mencatat hasil laporannya dari diagnosis klinik atau isolate
laboratorium, karena data yang benar benar dapat menggambarkan insiden
bahwasanya penyakit ini sukar didapatka. (Rosnelly, 2012).
Demam Typoid menjadi salah satu masalah masyarakat yang penting
karena penyebaranya berkaitan erat dengan urbanisasi, kapadatan penduduk,
kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standart
kebersihan pengolahan makanan yang masih rendah. Biasanya epidemology
terbanyak berada pada negara dengan kepadatan penduduk tinggi dan juga
negara-negara berkembang.
Demam pada typoid biasanya didahului dengan demam yang tidak terlalu
tinggi dan dimulai pada sore hari kemudian meningkat pada malam hari
dimana suhu bisa mencapai 39-40 C bahkan juga bisa melebihi suhu tersebut.
(Juffrie, dkk. 2018). Hipertermia merupakan peningkatan suhu tubuh
>37,5oC yang dapat disebabkan oleh gangguan hormon, gangguan
metabolisme, peningkatan suhu lingkungan sekitar. Pada pasien demam
Typhoid dengan masalah hipertermi jika tidak segera diatasi dapat berakibat
fatal seperti kejang demam, syok, dehidrasi, syok dan dapat terjadi kematian (
Lusia, 2015).

2.2 Epidemiologi

Demam Tyfoid di negara maju terjadi mencapai 5.700 kasus setiap


tahunnya, sedangkan di negara berkembang demam tifoid mempengaruhi
sekitar 21,5 juta orang per tahun (CDC, 2013 dalam Batubuaya, 2017).
Terdapat 800 penderita per 100.000 penduduk setiap tahun yang ditemukan

5
sepanjang tahunnya. Secara global diperkirakan setiap tahunnya terjadi sekitar
21 juta kasus dan 222.000 menyebabkan kematian.
Demam tifoid menjadi penyebab utama terjadinya mortalitas dan
morbiditas di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah (WHO,
2016 dalam Batubuaya, 2017). Prevalensi demam tifoid di Indonesia sebesar
1,60%, tertinggi terjadi pada kelompok usia 5–14 tahun, karena pada usia
tersebut anak kurang memperhatikan kebersihan diri serta kebiasaan jajan
sembarangan yang dapat menyebabkan penularan penyakit demam tifoid.
Prevalensi menurut tempat tinggal paling banyak di pedesaan
dibandingkan perkotaaan, dengan pendidikan rendah dan dengan jumlah
pengeluaran rumah tangga rendah. Angka kematian diperkirakan sekitar 6-5%
sebagai akibat dari keterlambatan mendapat pengobatan serta kurang
sempurnanya proses pengobatan.
Demam typoid ini merupakan penyakit yang multifactorial yang artinya
banyak faktor yang dapat memicu terjadinya demam typoid di antara lain
umur, jenis kelamin, Pendidikan, pekerjaan, sanitasi lingkungan, personal
hygiene, serta tempat tinggal si penderita yang dapat menimbulkan paenyakit
taerebut (Ruztam, 2012).

2.3 Etiologi

Faktor faktor yang bisa menyebabkan terjadinya Demam Thypoid


diantara lain hygiene perorangan yang sangat rendah meliputi kebiasaan cuci
tangan, dan kebiasaan makan dan minum .Menurut Widagdo (2011),
penyebab dari demam typhoid adalah salmonella typhi, termasuk dalam genus
salmonella yang tergolong dalam famili enterobacteriacecae.

Salmonela bersifat bergerak, berbentuk batang, tidak membentuk spora,


tidak berkapsul, gram (-).Tahan terhadap berbagai bahan kimia, tahan
beberapa hari/ minggu pada suhu kamar, bahan limbah, bahan makanan
kering, bahan farmasi dan tinja. Salmonela mati pada suhu 54.4º C dalam 1
jam, atau 60º C dalam 15 menit. Salmonela typhi mempunyai antigen O
(stomatik), adalah komponen dinding sel dari lipopolisakarida yang stabil

6
pada panas, dan anti gen H (flagelum) adalah protein yang labil terhadap
panas.

2.4 Manifestasi Klinis

a. Masa inkubasi
Masa ini terjadi 7 – 21 hari, meskipun pada umunya terjadi 1 – 12 hari.
Pada awal terserang penyakit ini keluhan dan gejala tidaklah khas, seperti
halnya inluenza yang berupa anoreksia, rasa malas, sakit kepala khusunya
bagian depan, nyei otot, dan nyeri perut (Parry et al, 2001).
b. Minggu pertama (awal terinfeksi)
Setelah melewati masainkubasi di 10 – 14 hari, gejala yang timbul sama
saja dengan pengan penyakit infeksi akut yang lain seprit demam tinggi
yang berkerpanjangan dengan suhu bisa mencapai 39-40 derajat celcius,
sakit kepala, pusing, mual, munth , batuk, denyut lemah, pernapasan cepat,
terkadang malah timbul diare. Ketika penderita ke dokter pada tahap
minggu pertama ini akan menemukan demam dengan geajala gejala diatas
yang bisa terjadi pada penyakit penyakit yang lain juga.ruam kulit pada
umumya mencul pada hari ketujuh dan itupun terbatas pada abdomen
disalah satu sisi dan tidak merata, sedsngkan bercak bercak rosh
berlangsung 3-5 hari kemudian bisa hilang dengan sempurna (Brusch,
2011).
c. Minggu kedua
Pada minggu kedua ini biasanya paenderita mengalami suhu tubuh terus
meningkat dalam keadaan tinggi (Kemenkes, 2006). Lidah Nampak
kering, merah mengkilat, nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah
menurun. Diare menjadi lebih sering yang terkadang berwarna gelap
akibat terjadinya perdarahan. Terjadi pembesaran hati dan limpa, perut
kembung, gangguan kesadran. Mengantuk terus menerus dan mulai kacau
jika berkomunikasi (Supriyono, 2011).
d. Minggu ketiga

7
Pada minggu ketiga, demam semakin memberat dan terjadi anoreksia
dengan pengurangan berat badan yang signifikan. Konjungtiva terinfeksi,
dan pasien mengalami takipnu dengan suara crakcles di basis paru. Jarang
terjadi distensi abdominal. Beberapa individu mungkin akan jatuh pada
fase toksik yang ditandai dengan apatis, bingung, dan bahkan psikosis.
Nekrosis pada Peyer’s patch mungkin dapat menyebabkan perforasi
saluran cerna dan peritonitis (Brusch, 2011).
e. Minggu keempat
Pada minggu ke empat demam turun perlahan secara lisis, kecuali jika
fokus infeksi terjasi seperti kolesistitis, abses jaringan lunak maka demam
akan menetap (Soedarmo et al, 2010). Pada mereka yang mendapatkan
infeksi ringan dengan demikian juga hanya menghasilkan kekebalan yang
lemah,kekambuhan dapat terjadi dan berlangsung dalam waktu yang
pendek. Kekambuhan dapat lebih ringan dari serangan primer tetapi dapat
menimbulkan gejala lebih berat daripada infeksi primer tersebut. Sepuluh
persen dari demam tifoid yang tidak diobati akan mengakibatkan
timbulnya relaps (Supriyono, 2011).

2.5 Patofisiologis

Penularan penyakit ini adalah melalui air dan makanan yang terinfeksi
Salmonella typhoid. Kuman Salmonella dapat bertahan lama dalam makanan.
Dengan adanya penularan tersebut dapat dipastikan higyene makanan dan
higyene personal sangat berperan dalam masuknya bakteri ke dalam makanan
(Kusuma, 2015). Penyakit ini bisa berakibat fatal jika terus dibiarkan tanpa
dilakukan perawatan. Biasanya penyakit ini berlangsung selama tiga minggu
bahkan bisa sampai sebulan. Penyebab paling umum kematian tipoid ini yaitu
adanya perforasi usus yang selanjutnya menimbulkan peritonitis

Salmonella typhoid merupakan penyebab penyakit yang terdiri atas


beratus ratus spesies yang memiliki antigen yang serupa, yakni antigen O dan
antigen H. Cara masuknya kuman diawali dengan infeksi yang terjadi pada
saluran pencernaan, sehingga basil yang tidak dihancurkan akan berkembang

8
biak dalam hati dan leimfe., kemudian basil masuk kembali kadalam darah
menyebar keseluruh tubuh terutama pada usus halus, sehingga menimbulkan
tukak dan menimbulkan perdarahan dan perforasi usus. Gejala demam di
sebabkan oleh endotokin, sedangkan gejala Ketika organ tersebut mengalami
peradangan akan terjadi pembesaran dan disetai rasa nyeri pada perabaan
pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus (Sodikin,2011).

2.6 Klasifikasi

Menurut WHO tahun 2011 dalam Guideline for the Management of Typhoid
Fever adalah ada 3 macam klasifikasi demam tifoid dengan perbedaan gejala
klinisnya :

a. Demam tipoid non komplikasi, yaitu demam tifoid akut dengan


karakterisasi adanya demam berkepanjangan disertai abnormalisasi fungsi
bowel pada anak-anak, sakit kepala, malaise, dan anoksia.

b. Demam Tifoid dengan komplikasi, yaitu pada demam tifoid akut keadaan
mungkin dapat berkembang menjadi komplikasi parah. Bergantung pada
kualitas pengobatan dan keadaan kliniknya, hongga 10% pasien dapat
mengalami komplikasi mulai dari syok hypovolemik, kecatatan, dan
kematian.

c. keadaan karier, keadaan ini trerjadi dengan skala 1-5% pasien, tergantung
pada usia pasien. Karier bersifat kronis dalam hal sekresi salmonella tiphy
yang terdapat pada feses, hal ini membuat pravelensi menjadi sangat
berbahaya.

2.7 Faktor resiko

Menurut WHO tahun 2011, factor yang mempengaruhi dari terjadinya


penyakit ini dibagi menjadi 3, yaitu :

9
1. factor host, manusia sebagai reservoir bagi kuman Salmonela tiphy,
dimana penuralan terjadi karena keadaan karier yang terbawa dari
makan/minuman yang tercemar oleh kuman dan menjangkit penderita lain
melalui tinja dan urin.

2. factor agent, demam ini disebabkan oleh salmonella tiphy yang dapat
menimbulkan infeksi sebanyak 105-109 kuman yang tertelan melalui
makanan dan minuman yang terkontaminasi, semakin besar jumlah
salmonella yang tertelan, maka semakin pendek masa inkubasi penyakit
tersebut.

3. factor environment, demam tipoid merupakan penyakit infeksi yang


dijumpai secara luas di daerah tropis terutama didaerah dengan kualitas
sumber air yang tidak memadai dengan standar hygienis dan sanitasi yang
rendah. Beberapa hal yang mempercepat terjadinya penyebaran demam tifoid
adalah urbanisasi, kepadatan penduduk, sumber air minum dan standar
hygiene makanan yang rendah.

2.8 Penatalaksanaan

Dalam penatalaksanaan demam typoid masih menganut trilogy yakni


meliputi istirahat dan perawatan, diet dan terapi penunjang serta pemberian
antimikroba menurut kemenkes 2006.

1. Istirahat dan Perawatan


Dalam istirahat dan perawatan memiliki tujuan supaya untuk mencegah
terjadinya komplikasi dan mampu mempercepat proses penyembuhan.
Tirah baring dengan perawatan dilakukan sepenuhnya ditempat misalnya
saja, makan, minum , BAK/BAB, serta mandi. Ketika melakukan tirah
baring perlu di perhatikan posisinya pasien untuk menghindari terjadinya
decubitus akibat posisi klien yang terus merusan menetap tanpa adanya
kegiatan misalnya saja dengan melakukan miring kanan miring kiri saat

10
tirah baring secara tidak langsung dapat mengurangi resiko terkena
decubitus.
2. Diet dan terapi penunjang
Memberikan diet bebas yang terkandung rendah serat pada penderita tanpa
gejala meteorismus, dan diet bubur saring pada penderita dengan
meteorismus. Hal ini dilakukan untuk menghindari komlplikasi perdarahan
saluran cerna dan pergorasi usus. Berikan dan pertahankan cairan yang
adekuat untuk mencegah terjadinya dehidrasi akibat muntah disertai diare.

11
BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Kasus

Pasien bernama An. R berjenis kelamin laki-laki datang pada hari


Kamis tanggal 16 April 2015 jam 09.00 WIB. An. R umur 6th sudah sekolah
TK, beragama islam, tempat tinggal di Boyolali. Diagnosa medis demam
tifoid. An. R lahir pada tanggal 3 Februari 2009. Penaggung jawab An. R
adalah Tn. S bertempat tinggal di boyolali. Tn. S adalah ayah pasien, usia 30
tahun dan beragama islam. Pendidikan terakhir Tn. S yaitu SMA, sekarang
bekerja sebagai karyawan swasta di salah satu perusahaan di koto Boyolali.
Penulis mendapatkan informasi dari Ny. N yaitu nenek pasien. Keluarga
mengatakan badan pasien panas, pasien mengatakan ada nyeri di bagian perut
pasien, keluarga mengatakan setiap makan pasien selalu mual dan ingin
muntah, sebelum sakit biasanya tidur selama 7 jam. Suhu : 40,3°c, Nyeri P :
istirahat pun nyeri terasa Q : seperti di tusuk-tusuk R : perut bagian kiri S : 5
T : sering, 5 menit sekali. Badan pasien terlihat memerah, Pasien terlihat
meringis menahan sakit dan sering terbangun ketika tidur akibat mual. TTV :
TD : 100/50 mmHg RR : 45 X/menit S : 40,3° C N : 115 X/menit. Pasien
makan hanya 2 sendok makan dan meminta berhenti dengan menangis ,
Pasien mual muntah, BB sebelum sakit 18 kg, BB saat pengkajian 17 kg,
terjadi penurunan BB 1 kg, Kulit teraba hangat

3.1.1 Identitas Klien

Nama :N
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Usia : 6 tahun
Status Perkawinan :-
Agama : Islam
Pendidikan : TK
Suku : Jawa

12
Bahasa yang digunakan : Jawa
Sumber biaya :-
Tanggal masuk RS : 16 April 2015
Diagnosa Medis : Demam Typoid

Identitas Penanggung Jawab


Nama : Tn. S
Hubungan dengan klien : Orang tua

3.1.2 Riwayat Kesehatan

• Keluhan utama

Badan anak saya panas, mual dan muntah, perut terasa nyeri
• Riwayat Kesehatan Sekarang

Tanyakan tentang riwayat kesehatan klien saat pertama kali


masuk rumah sakit

• Riwayat Kesehatan Lalu

-
• Riwayat Kesehatan Keluarga
-

3.1.3 Pengkajian Gordon

1. Persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan


-
2. Pola nutrisi/ metabolik (ABCD) (saat sebelum sakit dan saat
di rumah sakit)

• Antropometry :

BB : 17 kg

• Biomedical sign :

Tidak ada

13
- Clinical Sign :

Akral terasa hangat

- Diet Pattern (intake makanan dan cairan) :

Pasien makan 3x sehari hanya makan 2 sendok makan tiap


makan.

2. Pola eliminasi: (saat sebelum sakit dan saat di rumah sakit)


-

3. Pola aktivitas & latihan (saat sebelum sakit dan saat di rumah sakit)
Aktivitas harian (Activity Daily Livings)

Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4

Makan / minum V

Toileting V

Berpakaian V

Mobilitas di tempat tidur V

Berpindah V

Ambulasi / ROM V

Ket: 0: tergantung total, 1: dibantu petugas dan alat, 2: dibantu


petugas, 3: dibantu alat, 4: mandiri
- Status Oksigenasi :
Nafas pasien cepat, 45x/m
- Fungsi kardiovaskuler :
TD : 100/50 mmHg, Nadi 114 x/m

- Terapi oksigen :
Tidak ada
4. Pola tidur & istirahat (saat sebelum sakit dan saat di rumah sakit)

14
Istirahat dan Tidur Sebelum sakit Saat di rumah sakit
Durasi 7 jam 3-4 jam atau putus-putus
Gangguan tidur Tidak ada Mual dan nyeri
Keadaan bangun tidur Segar Gelisah
Lain-lain
Kaji kebiasaan tidur, istirahat, relaksasi, gangguan tidur,
keletihan, dan respon terhadap gangguan tidur, lama tidur (siang
dan malam), termasuk penggunaan obat-obatan yang memicu
untuk klien tidur.
5. Pola kognitif & perceptual
- Fungsi Kognitif dan Memori :
Pasien meminta sesuatu dengan menangis.
- Fungsi dan keadaan indera :
Tidak ada
6. Pola persepsi diri
- Gambaran diri :
Tidak ada
- Ideal Diri :
Tidak ada

- Harga diri :

Pasien sering menangis


- Peran Diri :
Sekolahnya terganggu akibat sakit.
- Identitas diri :
Tidak ada
7. Pola seksualitas & reproduksi
- Pola seksualitas
Tidak ada
- Fungsi reproduksi
Tidak ada

15
8. Pola peran & hubungan
Pasien ditemani dengan baik oleh orang tuanya.
9. Pola manajemen koping-stress
Pasien sering menangis sampai tidak ada air mata yang
dikeluarkan
10. Sistem nilai & keyakinan
Kelurga yakin anaknya akan sembuh

3.1.4 Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum
Turgor kulit kering, terlihat kemerahan pada kulit, akral terasa
hangat
2. Tanda-tanda vital
TD : 100/50 mmHg

RR : 45 X/menit

S : 40,3° C

N : 115 X/menit
3.2 Diagnosa

No. Analisa Data Etiologi Masalah


1. DS: Kurangnya kebersihan Nyeri akut
- Pasien mengatakan
nyeri seperti ditusuk- Infasi bakteri ke dalam tubuh
tusuk
- Pasien mengatakan Imunitas tubuh inadekuat
nyeri muncul setiap 5
menit sekali Peradangan pada tubuh

DO:
- Pasien Meringis

16
menahan sakit
- Skala nyeri 5
- Nyeri berada diperut
bagian kiri
2. DS: Kurangnya kebersihan Hipertemi
- Keluarga mengatakan
badan pasien panas Infasi bakteri ke dalam tubuh
DO:
- Kemerahan pada Imunitas tubuh inadekuat
kulit
- Aklal teraba hangat Peradangan pada tubuh
3. DS: Infasi bakteri ke dalam system Kekurangan
- Keluarga mengatakan pencernaan volume cairan
pasien menangis
sampai tidak ada air Imunitas tubuh inadekuat
mata yang
dikeluarkan Peradangan pada sintem
DO: pencernaan
- Turgor kulit kering
- Mukosa bibir kering Mual dan muntah
- Bb turun ke 17 kg
Intake cairan dan nutrisi kurang

Mukosa bibir kering


4. DS: Infasi bakteri ke dalam system Disfungsi Motilitas
- Pasien mengatakan pencernaan Gastrointestinal
nyeri pada
abdomen Imunitas tubuh inadekuat
- Keluarga
mengatakan sering Peradangan pada sistem
pasien sering mual pencernaan

17
dan muntah
- Makan hanya 2 Mual dan muntah
sendok
DO: Nyeri pada abdomen
- Nyeri pada
abdomen dengan
skala 5
- Mual dan muntah
ketika makan
5 DS: Infasi bakteri ke dalam system Ketidakefektifan
- pencernaan Pola Nafas
DO:
- RR 45x/menit Imunitas tubuh inadekuat

Peradangan pada sistem


pencernaan

Mual dan muntah

Nyeri pada abdomen

Penurunan volume tidal


6 DS: Infasi bakteri ke dalam system Ketidakseimbangan
- Keluarga pencernaan Nutrisi: Kurang
mengatakan pasien dari Kebutuhan
hanya makan Imunitas tubuh inadekuat Tubuh (00002)
sebanyak 2 kali
DO: Peradangan pada sistem
- BB turun ke 17 kg pencernaan

Mual dan muntah

18
Penurunan berat badan
7 DS: Infasi bakteri ke dalam system Mual
- keluarga pencernaan
mengatakan setiap
makan pasien Imunitas tubuh inadekuat
selalu mual dan
ingin muntah Peradangan pada sistem
DO: pencernaan
- BB turun ke 17 kg
Gangguan pada system
gastrointestinal
8 DS: Infasi bakteri ke dalam tubuh Ganggua pola tidur
- Keluarga
mengatakan Imunitas tubuh inadekuat
sebelum sakit
biasanya tidur Peradangan pada tubuh
selama 7 jam,
sekarang sering Nyeri pada area abdomen
terbangun
DO: Nyeri hadir setiap 5 menit
- 3-4 jam atau putus-
putus
- Pasien bangun tidur
terihat gelisah
9 DS: Mukosa bibir kering Resiko syok
- Keluarga
mengatakan pasien Hipertermi
sering menangis
ketika merasakan Peradangan pada tubuh
nyeri

19
- Keluarga Bakteri menginvasi tubuh
mengatakan .
Pasien makan
hanya 2 sendok
makan dan
meminta berhenti
dengan menangis
DO:
- Bibir mukosa
kering
- Suhu 40,3°C
- Bb turun 1 kg

Berikut adalah prioritas diagnose keperawata pada anak dengan


penyakit demam tifoid menurut NANDA (2018) :

1. Nyeri akut berhubungan dengan infasi bakteri didalam tubuh


ditandai dengan pasien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk

2. Hipertermi berhubungan dengan peradangan pada tubuh ditandai


dengan suhu badan 40,3 C

3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake cairan dan


nutrisi kurang ditandai dengan mukosa bibir kering

4. Disfungsi motilitas gastrointestinal berhubungan dengan infasi


bakteri ke dalam system pencernaan ditandai dengan mual dan
muntah

5. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan


volume tidal ditandai dengan RR 45x/m

6. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan mual dan muntah ditandai dengan bb turun 1

20
kg

7. Mual berhubungan dengan infasi bakteri ke system pencernaan


ditandai dengan pasien selalu mual dan muntah selesai makan

8. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri ditandai dengan


pasien sering terbangun ketika tidur

9. Resiko syok berhubungan dengan mukosa bibir kering dan pasien


seringt menangis

21
3.3 Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan dan


Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil
1. Nyeri akut Setelah Pemberian analgesik
dilakukan (2210):
berhubungan dengan
tindakan 1) Tentukan lokasi, 1) Untuk
infasi bakteri keperawatan 2 x karakteristik, dan mengetahui
24 jam, keparahan nyeri kwalitas nyeri
didalam tubuh
diharapkan
ditandai dengan nyeri akut dapat 2) Monitor tanda vital 2) Untuk
teratasi dengan sebelum dan mengetahui efek
pasien mengatakan
kriteria hasil: sesudah pemberian yg timbul
nyeri seperti ditusuk- 1) Nyeri yang obat sesudah dan
dilaporkan sebelum
tusuk.
diperthankan 3) Cek adanya pemberian obat
pada skala 3 riwayat alergi obat
ditingkat kan 3) Untuk tetap
ke skala 4 4) Berika kebutuhan mengetahui
2) Ekpresi nyeri nyaman dan resiko alergi
wajah aktifits pengganti
dipertahanka yang dapat 4) Unttuk
n dari skala 3 membantu membantu
ditingkatkan relaksasi untuk mengurangi
ke skala 4 memfasilitasi kwalitas nyeri
3) Kehilangan penurunan nyeri
nafsu makan 5) Untuk
dipertahanka 5) Informasikan memberikan
n dari skala 3 pasien yang informasi
ditingkatkan mendapat narkotik kepada pasien
ke skala 4 bahwa rasa terkait efek
4) Mual ngantuk kadang samping
diperhankan terjadi 2-3 hari pengobatan
pada skala 2 setelah pemberian
ditingkatkan obat. 6) Untuk
ke skala 4 menyesuaikan
5) Denyut nadi 6) Kolaborasikan pemberian obat
radial dengan dokter yang sesuai
diperttahanka terkait apakah obat dengan nyeri
n dari skala 3 perlu dirubah yang diderita
ke skala 4 berdasarkan
prinsip analgetik

2. Setelah Pengaturan Suhu


Hipertermi
dilakukan (3900):

22
berhubungan dengan tindakan 1) Monitor suhu dan 1) Untuk
keperawatan 1 x warna kulit mengetahui
peradangan pada
24 jam, keadaan pasien
tubuh ditandai diharapkan 2) Gunakan matras
hipertermi dapat pendingin, selimut
dengan suhu badan
teratasi dengan yang 2) Untuk
40,3 C kriteria hasil: mensirkulasikan membuang
1) Penurunan air, mandi air panas pada
suhu tubuh hangat, dan pasien
dipertahank bantalan jel sesuai
an pada 3 kebutuhan 3) Untuk
ditingkat ke membantu
5 3) Sesuaikan suhu menurunkan
lingkungan sesuai suhu tubuh
kebutuhan pasien pasien

4) Diskusikan 4) Untuk
pentingnya memberikan
termoregulasi dan pengertian
kemungkinan efek tentang bahaya
negative dari dari hipertermia
demam yang
berlebihan sesuai 5) Untuk
kebutuhan. membantu
menurunkan
5) Berikan suhu
pengobatan
antipiretik sesuai
kebutuhan
3. Setelah Manajemen cairan
Kekurangan volume
dilakukan (4120):
cairan berhubungan tindakan 1) Untuk tingkat
keperawatan 1 x 1) Monitor status kekurangan
dengan intake cairan
24 jam, hidarasi cairannya
dan nutrisi kurang diharapkan
kekurangan 2) Berikan terapi IV, 2) Untuk
ditandai dengan
volume cairan seperti yang menmperbaiki
mukosa bibir kering teratasi dengan diteentukan. intake cairan
kriteria hasil pada pasien
1) Turgor 3) Tingkatkan asupan
kulit oral 3) Untuk
dipertahank memperbaiki
an pada 4) dukung pasien dan asupan elektrolit
skala 4 keluarga untuk melalui oral
ditingkatka membantu dalam
n ke 5 pemberian makan 4) Untuk

23
2) Kelembapa dengan baik membantu
n pasien
membrane 5) konsultasikan meningkatkan
mukosa dengan dokter jika konsumsi
dipertahank tanda-tanda makan
an dari 4 kekurangan
ditingkatka volume cairan 5) Untuk tetap
n ke 5 bertahan atau menjaga status
memburuk kesehatan
pasien membaik
4. Disfungsi motilitas Setelah Manajemen muntah
dilakukan (1570):
gastrointestinal
tindakan 1) Identifikasi adanya 1) Untuk
berhubungan dengan keperawatan 2 x factor pendukung memastikan
24 jam, muntah adanya factor
infasi bakteri ke
diharapkan pendukung
dalam system disfungsi 2) Posisikan untuk muntah.
motilitas mencegah aspirasi
pencernaan ditandai
gastrointestinal 2) Untuk
dengan mual dan dapat diatasi 3) Berikan suplemen mencegah
dengan kriteria nutrisi untuk ganggan jalan
muntah
hasil: mempertahankan nafas
1) Nyeri berat badan jika
lambung diperlukan 3) Untuk menjaga
dipertahanka berat badan
n pada skala 4) Ajarkan teknik pasien
3 nonfarmaka untuk
ditingkatkan mengelola muntah 4) Untuk
pada skala 4 mengelola
2) Frekuensi 5) Pastikan obat muntah agar
muntah dari antiemetic yang efektif
dipertahanka efektif untuk
n pada skala mencegah muntah 5) Untuk
4 dengan dokter mencegah
ditingkatkan emetic yang
ke 5 berkepanjangan
5 Setelah Monitor pernafasan 1) Untuk
Ketidakefektifan
dilakukan (3350) : mengetahui
pola nafas tindakan 1) Minitor pola nafas suara pola nafas
keperawatan 1 x
berhubungan dengan
24 jam, 2) Catat perubahan 2) Untuk
penurunan volume diharapkan saturasi dan mengetahui
ketiakefektifan volume tidal penyebab pola
tidal ditandai dengan
pola nafas dapat dengan tepat nafas tidak
RR 45x/m diatasi dengan efektif
kriteria hasil: 3) Posisikan pasien

24
1. Frekuensi miring ke samping 3) Untuk
pernapasan atau sesuai membantu
dipertahank indikasi keefektifan
an dari skala pernapasan
3 ke skala 5 4) Berikan bantuan
2. Volume terapi nafas jika 4) Untuk
tidal diperlukan. meningkatkan
dipertahank saturasi oksigen
an dari 4 jika diperlukan
ditingkatkan
ke skala 5
6 Setelah Manajemen 1) Untuk
Ketidakseimbangan
dilakukan Gangguan Makan mengetahui
nutrisi : kurang dari tindakan (1030) : factor yang
keperawatan 1 x 1) Monitor perilaku berperan dalam
kebutuhan tubuh
24 jam, pasien yang terganggunya
berhubungan dengan diharapkan berhubungan pola makannya
nuturisi dapat dengan pola
mual dan muntah
ditingkatkan makan dan 2) Untuk
ditandai dengan bb dengan kriteria kehilangan berat membantu
hasil: badan merubah
turun 1 kg
1. Hasrat perilaku pasien
makan 2) Gunakan teknik terhadap pola
dipertahank modifikasi makan
an dari 3 perilaku untuk
ditingkatkan meningkatkan 3) Untuk
ke 4 perilaku yang membantu
2. Intake berkontribusi pasien
makan terhadap meningkatkan
dipertahank penambahan berat nafsu makannya
an dari 3 badan dengan dengan
ditingkatkan tepat memberikan
ke 4 makanan
3. Berat badan 3) Dorong klien kesukaannya
dipertahank untuk
an dari 4 mendiskusikan 4) Untuk
ditingkatkan makanan yang meningkatkan
ke 5 disukai bersama kwalitas pola
dengan ahli gizi makan

4) Ajarkan dan 5) Untuk


dukung konsep meningkatkan
nutrisi yang baik kwalitas
dengan klien perawatan yang
akan diberikan
5) Kolaborasikan kepada klien

25
dengan tim
kesehatan lain
untuk
mengembangkan
rencana perawatan
dengan melibatkan
klien dan orang-
orang terdekatnya.
7 Setelah Manajemen Mual 1) Untuk
Mual berhubungan
dilakukan (1490) : mengetahui
dengan infasi tindakan 1) Lakukan penilaian tingkat
keperawatan 1 x terhadap mual, keparahan mual
bakteri ke system
24 jam, seperti frekuensi, yang diderita
pencernaan ditandai diharapkan mual tikat keparahan
diatasi dengan dan factor 2) Untuk
dengan pasien
kriteria hasil: pencetus. membantu
selalu mual dan 1. Frekuensi pasien
mual 2) Kurangi atau mengurangi rasa
muntah selesai
dipertahanka hilangkan factor- mual dari factor
makan n dari 3 faktor personal lingkungan
ditingkatkan yang memicu atau
ke 5 meningkatkan 3) Untuk membatu
2. Frekuesi mual pasien
muntah menurunka rasa
dipertahanka 3) Dorong pasien mualnya
n dari 3 untuk belajar
ditingkatkan strategi mengatasi 4) Untuk
ke 5 mual secara membantu
mandiri pasien dan
keluarga
4) Ajari teknik mengatasi
nonfamakologis
untuk mengatasi 5) Untuk
mual membantu
pasien
5) Pastikan dengan menghilangkan
dokter obat rasa mualnya
antiemetic yang
efektif diberikan
untuk menurunkan
mual jika
memungkinkan
8 Setelah Peningkatan Tidur 1) Untuk
Gangguan pola tidur
dilakukan (1850): mengetahui
berhubungan dengan tindakan 1) Catat pola tidur kwalitas tidur
keperawatan 1 x dan jumlah jam pasien

26
nyeri ditandai 24 jam, tidur
diharapkan 2) Untuk
dengan pasien sering
gangguan pola 2) Mulai terapkan meningkatkan
terbangun ketika tidur diatasi langkah langkah kenyamanan
dengan kriteria kenyamanan pasien
tidur
hasil: seperti pijat dan berkaitandengan
1. Jam tidur pemberian posisi gangguan tidur
dipertahanka
n dari 3 3) Ajarkan pasien 3) Untuk
ditingkatkan dan keluarga memberikan
ke 5 mengenai factor informasi terkait
2. Kwalitas yang berkontribusi factor yang
tidur terhadap gangguan menurunkan
dipertahanka tidur pola tidur
n dari 3
ditingkatkan 4) Sesuaikan 4) Untuk
ke 5 pengelompokan meminimlakan
pemberian pasien
kegiatan terbangun dari
perawatan untuk tidurnya
meminimalkan
jumlah jam
terbangun.
9 Setelah Monitor Cairan 1) Untuk
Resiko syok
dilakukan (4130) mengetahui
berhubungan dengan tindakan 1. Monitor resiko
keperawatan 1 x membrane terjadinya syok
mukosa bibir kering
24 jam, mukosa, turgor
dan pasien seringt diharapkan kulit, dan respon 2) Untuk
resiko syok haus. memonitor
menangis
diatasi dengan input dan ouput
kriteria hasil: 2. Catat dengan cairan agar
1. Memonitor akurat asupan dan supaya
factor resiko keluaran cairan. terhindar dari
individu resiko syok
diperthankan 3. Cek grafik asupan
dari 4 dan pengeluaran 3) Untuk
ditingkatkan secara berkala memberikan
ke 5 untuk memastikan asupan cairan
2. Mengenali pelayanan dengan yang sesuai
perubahan baik kebutuhan
status
kesehatan 4. Berikan cairan
dipertahanka dengan tepat.
n dari 4
ditingkatkan

27
ke 5

28
3.4 SAP dan Leaflet

29
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

Topik : Penggunaan Water Teknik Tepid Sponge pada Anak


dengan Demam Tifoid

Subtopik : Definisi water tepid sponge, tujuan water tepid sponge,


kontraindikasi, alat dan bahan, dan prosedur dari teknik
water tepid sponge.

Sasaran : Peserta posyandu Desa Panti Dusun Krajan

Tempat : Balai Desa Panti

Hari/ tanggal : Selasa, 08 Oktober 2019

Waktu : 07.00- 08.00

I. Analisa data
A. Kebutuhan Peserta Didik

Berdasarkan survey yang telah dilakukan pada ibu-ibu di desa Panti yang
mengikuti posyandu masih banyak yang belum mengetahui bagaimana
penanganan pada anak dengan demam tifoid menggunakan teknik water tepid
sponge. Pengetahuan mengenai apa itu water tepid sponge perlu diberikan kepada
ibu-ibu karena teknik ini merupakan teknik yang efektif dalam menangani demam
tifoid. Dari permasalahan tersebut maka akan dilakukan penyuluhan mengenai
bagaimana cara melakukan teknik water tepid sponge pada anak dengan demam
tifoid.
B. Karakteristik Peserta Didik
Sebagian masyarakat tingkat pendidikan di Desa Panti berpendidikan SD
sampai SMA dan mayoritas ibu- ibu di desa Panti hanya sebagai ibu rumah
tangga.
II. Tujuan Instruksional Umum

30
Setelah mengikuti penyuluhan ibu-ibu di desa Panti dapat mengetahui cara
melakukan teknik water tepid sponge pada anak dengan demam tifoid dan apa
saja yang perlu dipersiapkan.

III. Tujuan Instruksional Khusus


Setelah mengikuti penyuluhan hasil yang diharapkan :
1. Mengetahu definisi water tepid sponge
2. Mengetahui tujuan water tepid sponge
3. Mengetahui kontraindikasi
4. Mengetahui alat dan bahan
5. Mengetahui dan memahami prosedur dari teknik water tepid sponge
IV. Materi (terlampir):
1. Definisi water tepid sponge
2. Tujuan water tepid sponge
3. Kontraindikasi
4. Alat dan bahan
5. Prosedur dari teknik water tepid sponge
V.Metode
Ceramah dan diskusi
VI. Media
Leaflet
VII. Kegiatan Penyuluhan
No Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Peserta
1. Pembukaan • Memberikan salam • Menjawab salam
• Perkenalan dan kontrak • Bersedia untuk
waktu dilakukan
• Menanyakan kabar penyuluhan
kepada audien
• Menyebutkan materi yang
akan diberikan

31
2. Inti • Menanyakan kepada • Menjawab
20 menit peserta apa yang pertanyaan
diketahui tentang water penyuluhan
tepid sponge
• Menanyakan apakah • Mendengarkan dan
peserta mengetahui memperhatikan
tujuan dari water tepid
sponge • Bertanya pada

• Menanyakan kepada penyuluh bila masih


ada yang belum jelas
peserta apakah mereka
mengetahui
kontraindikasi dari water
tepid sponge
• Menanyakan kepada
peserta apa saja alat dan
bahan yang harus
dipersiapkan dalam
teknik water tepid sponge
• Menanyakan kepada
peserta mengenai
bagaimana cara
melakukan teknik water
tepid sponge
• Menyampaikan materi
tentang:
1. Definisi water tepid
sponge
2. Tujuan water tepid
sponge

32
3. Kontraindikasi
4. Alat dan bahan
5. Prosedur dari teknik
water tepid sponge
• Mengatur suasana agar
terasa nyaman dan
menarik
• Memberikan edukasi
kepada ibu - ibu agar
segera gunakan teknik
water tepid sponge saat
anak mengalami demam
tifoid
• Anjurkan kepada peserta
agar memahami materi
yang sudah diberi
mahasiswa agara dapat
menerapkan teknik water
tepid sponge saat anak
mengalami demam tifoid

3. Penutup • Evaluasi • Menjawab


5 menit pertanyaan
• Memberikan rencana • Memperhatikan
kedepannya agar dapat
melaksanakan teknik
water tepid sponge di • Menjawab salam
rumah
• Menyimpulkan materi
yang telah disampaikan

33
• Mengucapkan salam
penutup

VIII. Kriteria Evaluasi


1) Evaluasi terstruktur
A. Adanya kerjasama antara pemateri dari peserta penyuluhan dan
mahasiswa selama acara penyuluhan tentang teknik water
tepid sponge kepada ibu - ibu Desa Panti Dusun Krajan.
B. Persiapan acara penyuluhan yang dilakukan mahasiswa dapat
dilakukan dengan baik dan lancar, misal dalam penyiapan
LCD, dan barang lainnya.
2) Evaluasi Proses
a) Peserta penyuluhan aktif dalam materi yang diberikan
b) Peserta penyuluhan aktif dalam pertanyaan
3) Evaluasi Hasil
Peserta mampu memahami materi yang sudah diberikan oleh
mahasiswa dengan baik.

Lampiran
Materi
1. Definisi water tepid sponge
Kompres tepid sponge adalah sebuah teknik kompres hangat yang
menggabungkan teknik kompres blok pada pembuluh darah supervisial
dengan teknik seka (Alves, 2008). Kompres tepid sponge ini hampir sama
dengan kompres air hangat biasa, yakni mengompres pada lima titik (leher, 2
ketiak, 2 pangkal paha) ditambah menyeka bagian perut dan dada atau
diseluruh badan dengan kain. Berdasarkan penelitian dari Isneini (2014)

34
kompres tepid sponge hangat lebih efektif dari kompres hangat. Kompres
tepid sponge bekerja dengan cara vasodiltasi (melebarnya) pembuluh darah
perifer diseluruh tubuh sehingga evaporasi panas dari kulit ke lingkungan
sekitar akan lebih cepat, dibandingkan hasil yang diberikan oleh kompres
hangat yang hanya mengandalkan reaksi dari stimulasi hipotalamus..
Kompres tepid sponge ini sudah terbukti efektif untuk menurunkan panas
tubuh saat demam, bahkan lebih cepat daripada meminum obat penurun
panas. Penelitian dari Thomas (2009) menunjukkan penurunan suhu tubuh
kelompok water tepid sponge secara signifikan lebih cepat dibandingkan
kelompok antipiretik (penurun panas). Namun, pada akhir 2 jam kelompok
telah mencapai tingkat penurunan suhu tubuh yang sama. Hal ini diperkuat
lagi oleh hasil penelitian Jayjit (2011) menunjukkan kelompok water tepid
sponge lebih cepat menurunkan suhu tubuh dibandingkan dengan kelompok
antipiretik (penurun panas).
2. Tujuan dari water tepid sponge
Tujuan dari diberikannya teknik water tepid sponge adalah untuk
mendorong darah ke permukaan tubuh sehingga darah dapat mengalir dengan
lancar.
3. Kontraindikasi water tepid sponge
Penggunaan teknik water tepid sponge ini tidak boleh dilakukan pada
bayi dibawah usia 1 tahun karena dapat menyebabkan anak menjadi syok.
4. Alat dan bahan
1) Baskom atau wadah
2) Air hangat suam-suam kuku
3) Kain atau washlap bersih
5. Prosedur dari water tepid sponge
1) Rendam kain/washlap ke dalam baskom berisi air hangat
2) Kompres pada 5 titik: leher, ketiak kanan-kiri, pangkal paha kanan-
kiri
3) Seka juga pada bagian perut dan dada atau pada seluruh tubuh
4) Basahi kain lagi jika sudah kering

35
BAB 4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Komplikasi tifus abdominalis yang paling sering terjadi adalah komplikasi
intestinal yaitu perdarahan usus dan perforasi usus. Relaps adalah kekambuhan
yang biasanya terjadi akibat pengobatan tifoid dengan antibiotik kloramfenikol.
Komplikasi demam tifoid dapat dihindarkan dengan cara meningkatkan derajat
daya tahan tubuh pasien dan memberikan perawatan yang sebaik- baiknya pada
pasien demam tifoid.

4.2 Saran
Mengadakan penyuluhan cara hidup sehat dan pencegahan penyakit
demam tifoid kepada masyarakat, terutama masyarakat dengan pendidikan yang
kurang. Sebaiknya semua penderita tifoid dibawa ke Rumah Sakit untuk
mendapat perawatan yang sempurna. Sebaiknya penderita tifoid mendapat
pengobatan sesuai dengan dosis dan ketentuan pengobatan, untuk mencegah
terjadinya komplikasi.

4.3 Rekomendasi Isu Menarik


Demam tifoid merupakan salah satu penyebab kematian utama di
dunia dengan angka kematian sebesar 12,6 juta kasus dan diperkirakan terjadi
600.000 kematian tiap tahunnya. Hampir 80% dari kasus tersebut terjadi di Asia.
Kejadian demam tifoid di Indonesia sekitar 1.100 kasus per 100.000 penduduk
per tahunnya dengan angka kematian 3,1-10,4%. Untuk infeksi S. typhi biasanya
diobati dengan antibiotika seperti kloramfenikol, tiamfenikol, ampisilin, dan
kotrimoksazol dengan indikasi penyembuhan atau penanganan penyakit seperti
demam tifoid. Namun, penggunaan antibiotika yang tidak tepat dapat
menimbulkan efek samping seperti resistensi terhadap antibiotika. Oleh karena
itu, mulai dikembangkan penelitian untuk meminimalisir efek samping dari
penggunaan antibiotika.
Buah Bligo (Benincasa hispida Thunb) merupakan salah satu tanaman
obat tradisional yang digunakan untuk mengobati penyakit demam tifoid yang

36
disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Buah bligo mengandung minyak
atsiri, flavanoid, glikosida, protein, vitamin, mineral, tanin, saponin,
antrakuinon. Penelitian sebelumnya telah dilakukan pengujian daya hambat
terhadap S. typhi dengan menggunakan beberapa cairan penyari dan didapatkan
ekstrak etanol memiliki aktivitas yang paling baik. Sehingga perlu dilakukan
pengujian aktivitas daya hambat dari ekstrak buah bligo dengan beberapa
konsentrasi etanol yaitu 96%, 70%, dan 50%, untuk mengetahui apakah ekstrak
buah bligo memiliki aktivitas terhadap bakteri S. typhi.
Kemudian didapatkan hasil bahwa konsentrasi etanol sebagai cairan
penyari dari ekstrak Buah Bligo (B. hispida Thunb) yang memiliki daya hambat
yang baik pada konsentrasi 10% terhadap bakteri S. typhi adalah etanol 70%.

37
DAFTAR PUSTAKA

Anjali jayjit E., dan Amit kishan A. 2011. Early management of fever: benefits of
combination therapy. Bombay Hospital Journal. 53(4).

Alves, J. G. B., N. D. Camara, dan C. D. Camara. 2008. Tepid sponging plus


dipyrone versus dipyrone alone for reducing body temperature in febrile
children. Sao Paulo Medicina Journal. 126(2): 107-111.

Batubuaya, D., Ratag, B, T., Wariki, W. 2017. Hubungan Higiene Perorangan dan
Aspek Sosial Ekonomi Dengan Kejadian Demam Tifoid di Rumah Sakit
Tk.III R.W. Mongisidi Manado. Jurnal Media Kesehatan, 9(3): 1-8.

Brusch, J.L. 2011. Typhoid FeverClinicalPresentation. Diakses dari:


http://emedicine.medscape.com/article/231135-clinical pada tanggal 23
Agustus 2012.

Depkes RI. 2006. Pedoman Penyelenggaraandan ProsedurRekam Medis Rumah


Sakit di Indonesia.Jakarta: Depkes RI.

Isneini, M., Irdawati, dan Agustaria. 2014. Efektifitas penurunan suhu bubuh
antara kompres hangat dan water tepid sponge pada pasien anak usia 6
bulan - 3 tahun dengan demam di Puskesmas Kartasura Sukuharjo. Naskah
Publikasi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Juffrie M. & Iyan Darmawan. 2018. Panduan Praktek Pediatrik. Yogyakarta :


GMUP.

Kusuma, B. F., Saleh, I., Selviana. 2015. Faktor Risiko Kejadian yang
Berhubungan dengan Kejadian Demam Tifoid pada Anak di Wilayah
Kerja Puskesmas Sui Kakap dan Puskesmas Sui Durian. JUMANTIK
(Jurnal Mahasiswa dan Penelitian Ilmiah), 2(1): 41-53.

Lusia, 2015. Pengenalan Daemam dan Perawatanya. Surabaya : AUP Unair.

38
Mubarak, F., S. Sartini, dan D. Purnawanti. 2018. Effect of ethanol concentration
on antibacterial activity of bligo fruit extract (Benincasa hispida Thunb) to
Salmonella typhi. Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and
Technology. 5(3): 76-81.

[RISKESDAS] Riset Kesehatan Dasar. 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan


Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia.

Rosnelly, Rika. 2012. Sistem Pakar Konsep dan Teori. Yogyakarta : ANDI.

Ruztam, M, Z, A. 2012. Hubungan Karakteristik Penderita Dengan Kejadian


Demam Tifoid pada Pasien Rawat Inap di RSUD Salewangan Maros.
Jurnal Ilmiah Kesehatan STRADA, 1(2): 58-63.

Supriyono, R. 2011. Akuntansi Biaya, Perencanaan dan pengndalian biaya, serta


pengambilan keputusan. Yogyakarta :BPFE

Sodikin, 2011. Asuhan Keperawatan Anak : Gangguan Sistem Gastrointestinal


dan Hepatobilier. Jakarta : Salemba Medika.

Thomas, S., C. Vijaykumar, R. Naik, P. D. Moses, dan B. Antonisamy. 2009.


Comparative effectiveness of tepid sponging and antipyretic drug versus
only antipyretic drug in the management of fever among children: a
randomized controlled trial. Indian Pediatrics. 46(2): 133-136.

World Health Organization (WHO). Angka Kematian Bayi. Amerika: WHO;


2012.

39
40

Anda mungkin juga menyukai