A. PENGERTIAN
Keperawatan perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien. Kata
“perioperatif” adalah suatu istilah gabungan yang mencakup tiga fase pengalaman
pembedahan, yaitu praoperatif, intraoperatif, dan pascaoperatif. Dalam setiap fase
tersebut dimuali dan diakhiri dalam waktu tertentu dalam urutan peristiwa yang
membentuk pengalaman bedah, dan masing-masing mencakup rentang perilaku dan
aktivitas keperawatan yang luas yang dilakukan oleh perawat dengan menggunakan
proses keperawatan dan standart keperawatan (Brunner & Suddarth, 2010).
Masing-masing tahap mencakup aktivitas atau intervensi keperawatan dan
dukungan dari tim kesehatan lain sebagai satu tim dalam pelayanan pembedahan
(Majid, 2011).
Peroperasi merupakan tahapan dalam proses pembedahan yang dimulai dari
prabedah (preoperatif), bedah (intraoperatif), dan pascabedah (postoperatif) (Alimul
Aziz, 2009).
Menurut Brunner dan Suddarth (2010) fase perioperatif mencakup tiga fase
dan pengertiannya yaitu :
1. Fase praoperatif dari peran keperawatan perioperatif dimulai ketika keputusan
untuk intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika pasien dikirim ke meja
operasi
2. Fase intraoperatif dari keperawatan perioperatif dimulai ketika pasien masuk
atau dipindah ke bagian atau departemen bedah dan berakhir saat pasien
dipindahkan ke ruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan
dapat meliputi : memasang infus (IV), memberikan medikasi intravena, dan
pemantauan fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan
menjaga keselamatan pasien
3. Fase Pascaoperatif dimulai dengan masuknya pasien ke ruang pemulihan . dan
berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatana klinik atau di rumah. pada
fase pascaoperatif berlangsung fokus termasuk mengkaji efek agens anastesia,
dan memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi.
B. FASE PERIOPERATIF
Klien bedah datang ke tempat pelayanan kesehatan dengan kondisi kesehatan
yang berbeda-beda. Klien mungkin akan datang ke rumah skait atau unit bedah
sehari sebelum hari pembedahan dengan perasaan sehat dan siap menghadapi
pembedahan. Sebaliknya, korban kecelakaan kendaraan bermotor mungkin akan
menghadapi pembedahan darurat tanpa waktu persiapan. Kemampuan menciptakan
hubungan dan mempertahankan hubungan profesional merupakan komponen yang
sangat penting dalam fase preoperatif. Perawat harus melakukannya dengan cepat,
mudah, dan efektif (Brunner & Suddarth, 2010).
Pembedahan
Perbaikan eskar, hernia
dimana jika
sederhana, perbaikan vaginal
IV. Elektif-pasien harus Tidak dilakukan
dioperasi ketika pembedahan
diperlukan (penundaan) tidak
terlalu
membahayakan
pasien
V. Pilihan-keputusan
terletak pada pasien Pilihan pribadi Bedah kosmetik
Sedangkan menurut Alimul Aziz (2009) jenis pembedahan dibagi menjadi dua
yaitu berdasarkan lokasi dan berdasarkan tujuan. Jenis pembedahan berdasarkan
lokasinya, pembedahan dibagi menjadi bedah thorak, kardiovaskuler, bedah
neurologi, bedah ortopedi, bedah urologi, bedah kepala leher, bedah digestive, dan
lain-lain.
Jenis pembedahan berdasarkan tujuannya, pembedahan dibagi menjadi :
1. Pembedahan diagnostik, ditunjukkan untuk menentukan sebab terjadinya gejala
dari penyakit, seperti biopasi, eksplorasi, dan laparotomi.
2. Pembedahan kuratif, dilakukan untuk mengambil bagian dari penyakit,
misalnya pembedahan apendioktomi .
3. Pembedahan restoratif, dilakukan untuk mengambil bagian dari penyakit,
misalnya pembedahan apendiktomi.
E. PERAN PERAWAT
BAB II
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. PRE OPERATIF
Pengkajian keperawatan yang dilakukan pada tahap preoperatif ini
meliputi pengumpulan data subjektif yaitu: usia, alergi (iodin, medikasi, lateks,
larutan antiseptik atau larutan pencuci kulit, plester), obat dan zat lain yang
sedang dipakai (obat dari dokter, rokok, alkohol), tinjauan sistem tubuh,
pengalaman pembedahan yang dulu dan yang sekarang, latar belakang
kebudayaan (termasuk kepercayaan, keyakinan, agama), dan psikososial
(Baradero, Dayrit, Siswadi, 2009).
a. Usia
Usia bisa mempengaruhi pembedahan dan hasi pascaoperasi. Pada usia 30-
40 tahun, kapasitas fungsional dari setiap sistem tubuh menurun sekitar 1%
setiap tahunnya.
b. Alergi
Pasien harus dikaji untuk mengetahui adanya alergi terhadap iodin, lateks,
obat-obatan, larutan antiseptik, atau larutan pencuci kulit dan plester.
Povidon iodin dipakai untuk mencuci kulit, apabila pasien ragu-ragu
apakah ia alergi terhadap iodin atau tidak, tanya apakah ia alergi terhadap
kerang. Iodin juga dipakai sebagai media kontras untuk pemeriksaan
tertentu yang bisa dilaksanakan pada tahap intraoperatif.
c. Obat dan zat yang digunakan
Data ini penting sekali karena zat atau obat-obatan ini dapat menimbulkan
efek yang tidak baik pada anestesia dan berisiko menimbulkan komplikasi
intraoperasi dan pascaoperasi
d. Riwayat medis
Pemeriksaan ulang terhadap sistem tubuh sangat penting untuk mengetahui
status imunologis, endokrin, kardiovaskuler, pernafasan, ginjal,
gastrointestinal, neurologis, muskuluskeletal, dan dermatologis.
e. Status nutrisi
Pasien dengan gangguan nutrisi berisiko tinggi mengalami komplikasi
karena pembedahan atau anestesia. Individu yang cenderung memiliki
nutrisi yang tidak adekuat adalah mereka yang lanjut usia, yang mengalami
gangguan gastrointestinal, atau malignansi. Individu yang malnutrisi juga
tidak mempunyai cadangan karbohidrat dan lemak. Protein dalam tubuh
akan dipakai untuk menghasilkan energi, mempertahankan fungsi
metabolik, dan memperbaiki sel. Oleh karena itu, kekurangan protein bisa
mengakibatkan penyembuhan luka yang lambat, dehisensi (luka terbuka),
dan infeksi.
f. Pengalaman pembedahan terdahulu dan sekarang
Pengertian pasien mengenai pembedahan yang akan dilaksanakan dan
rutinitas praoperasi dan pascaoperasi harus dikaji. Disamping itu, perlu
juga informas dari pasien mengenai pengalamannya tentang pembedahan
yang akan dijalaninya. Data ini bisa membuat dokter bedah, ahli anestesi,
dan perawat sadar akan respons pasien dan komplikasi yang mungkin bisa
timbul.
g. Latar belakang budaya dan agama
Kebudayaan dan kepercayaan bisa mempengaruhi respon seseorang
terhadap kesehatan, sakit, pembedahan, dan kematian.
h. Psikososial
Pengkajian psikososial yaitu data subjektif dan objektif. Pengetahuan dan
persepsi pasien tentang pembedahannya dapat ditanyakan langsung pada
pasien. Pengetahuan pasien tentang pembedahannya perlu diketahui oleh
perawat agar perawat dapat memberi penjelasan lebih lanjut.
Pemeriksaan fisik dan diagnostik yang dilakukan oleh perawat meliputi
pemeriksaan head to toe. Pada tahap preoperatif, data objektif dikumpulkan
dengan dua tujuan yaitu memperoleh data dasar untuk digunakan sebagai
pembanding data pada tahap intraoperatif dan tahap pascaoperatif dan
mengetahui masalah potensial yang memerlukan penanganan sebelum
pembedahan dilaksanakan (Baradero, Dayrit, Siswadi, 2009).
Pengkajian preoperasi mengenai status sistem pernafasan perlu dikaji
dengan teliti. Terganggunya ventilasi karena efek dari anestesia serta
meningkatnya sekresi mukus bisa engakibatkan atelektasis dan pneumonia.
Untuk menghindari komplikasi dan mengidentifikasi pasien yang berisiko
tinggi, perlu dilakukan pengkajian praoperasi terhadap status pernafasan
(Baradero, Dayrit, Siswadi, 2009).
Pengkajian preoperasi mengenai kardiovaskuler, yang terpenting adalah
dari pasien dengan penyakit kardiovaskuler adalah kebutuhan untuk
menghindari perubahan posisi secara mendadak, imobilisasi berkepanjangan,
hipotensi atau hipoksia, dan terlalu membebani sistem sirkulasi dengan cairan
atau darah (Brunner & Suddarth, 2002).
Pengkajian preoperasi mengenai fungsi ginjal yaitu ginjal terlibat dalam
eksresi obat-obat anestesi dan metabolitnya. Status asam basa dan metabolisme
juga merupakan pertimbangan penting dalam pemberian anestesia.
Pembedahan dikontraindikasikan apabila pasien menderita nefritis akut,
insufisiensi renal akut dengan oliguri atau anuria, atau masalah-masalah renal
akut lainnya, kecuali kalau tindakan merupakan satu tindakan penyelamat
hidup atau amat penting untuk memperbaiki fungsi urinari, seperti pada
obstruksi uropati (Brunner & Suddarth, 2002).
Pengkajian preoperasi hepar penting dalam biotransformasi senyawa-
senyawa anestesia. Karena itu, segala bentuk kelainan hepar mempunyai efek
pada bagaimana anestetik tersebut dimetabolisme. Karena penyakit hepar akut
berkaitan dengan mortalitas bedah yang tinggi, perbaikan fungsi hepar
praoperatif amatlah diperlukan (Brunner & Suddarth, 2002).
2. INTRAOPERATIF
3. PASCA OPERATIF
a. Sistem pernafasan
Sangat penting untuk mengkaji status pernafasan segera pascaopeerasi.
Kepatenan jalan nafas dan fungsi pernafasan yang adekuat harus
dipastikan. Komplikasi yang bisa segera muncul adalah obstruksi jalan
nafas, hipoksemia, hipoventilasi, aspirasi, dan laringospasme (Baradero,
Dayrit, Siswadi, 2009).
b. Cairan dan elektrolit
Pasien bisa kehilangan cairan tubuh karena perdarahan intraoperasi atau
karna hiperventilasi. Hilangnya banyak darah harus diganti dengan
transfusi darah atau pemberian penggantian darah, koloid, dan kristaloid.
Volume cairan tubuh bisa dipertahankan dengan pemberian salin normal
atau ringer laktat intravena (Baradero, Dayrit, Siswadi, 2009). Pasien yang
diberikan cairan infus harus dipantau adanya tanda edema paru (dipsnea,
batuk produktif), atau tanda intoksikasi air (perubahan tingkah laku,
bingung, kulit basah dan hangat, defisit natrium). Ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit harus dipantau. Ekstra kalium perlu diberikan untuk
mengganti kalium yang hilang lewat sekresi slang nasogastrik (Baradero,
Dayrit, Siswadi, 2009).
c. Sistem gastrointestinal
Mual dan muntah adalah dua gangguan yang lazim dialami pasien
pascaoperasi. Dua gangguan ini dikaitkan dengan anestesia umum,
obesitas, pembedahan abdomen, pemakaian obat opiat, analgesik, adanya
riwayat mabuk perjalanan, dan faktor psikologis.
Hampir semua pembedahan mengakibatkan rasa nyeri. Nyeri terjadi akibat
luka, penarikan, dan manipulasi jaringan serta organ. Apabila pasien
mengeluh nyeri pascaoperasi, perawat tidak boleh langsung
menafsirkannya sebagai nyeri insisi, perawat harus mengkaji nyeri yang
dialami pasien. Nyeri adalah suatu pengalaman yang sangat subjektif dan
hanya pasien yang tahu tentang nyeri yang dialaminya (Baradero, Dayrit,
Siswadi, 2009).
d. Status neurologis
Status neurologis dapat ditentukan dengan mengamati tingkat kesadaran
pasien. Respons terhadap stimulus verbal atau stimulus yang menyakiti
harus didokumentasikan. Respon pupil terhadap cahaya dan persamaan
respon kedua pupil juga harus dkaji. Komplikasi mayor sistem saraf yang
bisa timbul segera karena anestesia umum adalah somnolen yang berlanjut
dan kelemahan otot (Baradero, Dayrit, Siswadi, 2009).
e. Sistem kardiovaskuler
Trombosis vena dan embolisme paru adalah dua komplikasi yang timbul
kemudian. Pemantauan terhadap tanda-tanda vital, cairan IV, dan haluaran
urine secara ketat harus dilakukan. Trombosis vena diakibatkan karena
pembentukan darah beku dalam pembuluh darah vena di pelvis dan
tungkai bawah yang bisa menganggu sirkulasi darah. Embolisme paru
terjadi karena darah beku atau sebagian dari darah beku bisa lepas dari
dinding vena dan ikut dengan sirkulasi darah menuju ke jantung dan
sirkulasi pulmona, kemudian bisa menyumbat salah satu pembuluh darah
pulmonal (embolisme pulmonal) (Baradero, Dayrit, Siswadi, 2009).
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. PRE OPERATIF
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada tahap preoperatif menurut
Brunner (2002) mencakup:
a. Ansietas yang berhubungan dengan pengalaman bedah (anestesi, nyeri) dan
hasil akhir dari pembedahan.
b. Defisit pengetahuan mengenai prisedur dan protokol praoperatif dan
harapan pascaoperatif.
2. INTRAOPERATIF
3. PASCA OPERATIF
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif yang berhubungan dengan banyak
sekresi, penyumbatan jalan nafas, posisi yang tidak benar.
b. Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan adanya masalah
jantung sebelum pembedahan, hipotensi.
c. Kekurangan/kelebihan volume cairan yang berhungan dengan cairan
intravena, gangguan ginjal, gangguan endokrin. (Baradero, Dayrit, Siswadi,
2009).
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
D. IMPLEMENTASI
E. EVALUASI
1. PRE OPERATIF
Setelah dilakukan intervensi keperawatan, pasien:
a. Mengungkapkan bahwa perasaan cemas berkurang, merasa nyaman,
nampak relaks, dan memakai mekanisme koping yang efektif
b. Berpartisipasi dan mengikuti instruksi serta rutinitas perioperatif,
menjelaskan rasional dan intervensi perioperatif
2. INTRA OPERATIF
3. PASCA OPERATIF
a. Untuk mengevaluasi berhasilnya intervensi keprawatan, perlu dibandingkan
antara perilaku pasien dan hasil yang diharapkan. Intervensi keperawatan
dikatakan berhasil apabila pasien dapat
b. Mempertahankan jalan nafas yang paten dan auskultasi paru tidak
menunjukkan rales
c. Mempertahankan nilai gas darah dalam batas normal dan saturasi oksigen
paa kadar 96% atau lebih.
d. Bisa batuk secara efektif.
e. Memiliki haluaran urine lebih dari 30 ml per jam; tidak ada edema.
f. Berkemih secara spontan 8-10 jam setelah pembedahan. (Baradero, Dayrit,
Siswadi, 2009)