Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

Syok adalah suatu keadaan gawat darurat yang harus ditangani segera.
Syok disebabkan karena adanya penurunan perfusi ke jaringan. Penanganan syok
secara tepat akan sangat mempengaruhi prognosa pasien selanjutnya. Untuk
mengetahui terapi terbaik dalam penanganan syok, perlu terlebih dahulu diketahui
sebelumnya patofisiologi dari terjadinya syok.
Syok adalah keadaan penurunan perfusi jaringan yang mengakibatkan
hipoksia seluler. Hal ini didefinisikan sebagai sebuah sindrom yang diawali oleh
hiporperfusi akut, sehingga menjadi hipoksia jaringan dan disfungsi organ vital.
Syok adalah gangguan sistematik yang mempengaruhi multipel organ sistem.
Perfusi mungkin menurun secara global atau terdistribusikan rendah seperti pada
syok septik. Selama syok, perfusi tidak dapat memenuhi permintaan metabolik
jaringan, sehingga terjadilah hipoksia seluler dan kerusakan organ2. Berdasarkan
penyebabnya syok terbagi menjadi syok kardiogenik, syok hipovolemik, syok
obstruktif, syok distributif7.
Penanggulangan syok pada dasarnya bertujuan untuk mengembalikan
perfusi jaringan kembali ke keadaan normal. Untuk itu selain menemukan
penyebab syok, adalah sangat penting menstabilkan aliran darah sehingga perfusi
jaringan dapat diperbaiki. Terapi cairan seringkali merupakan terapi inisial pada
pasien syok yang bertujuan untuk meningkatkan volume darah, sehingga
diharapkan dapat mengoreksi sistem sirkulasi tubuh.
Dalam memberikan cairan sebagai terapi syok harus pula dipertimbangkan
tentang komposisi elektrolit yang terkandung dalam cairan tersebut. Tubuh
memiliki sistem regulasi yang berfungsi mempertahankan keseimbangan cairan
dan elektrolit. Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan komposisi dan
perpindahan berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari
air dan zat terlarut. Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel
bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan. Cairan dan elektrolit

0
masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman, dan cairan intravena dan
didistribusikan ke seluruh bagian tubuh1.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Syok merupakan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan
perfusi yang adekuat ke organ-organ vital1. Syok dapat didefinisikan sebagai
ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan oksigen. Gangguan yang
mendasari hal ini adalah adanya penurunan signifikan terhadap suplai darah
teroksigenasi ke seluruh jaringan tubuh yang kemudian menyebabkan perfusi
inadekuat4. Syok adalah keadaan penurunan perfusi jaringan yang menyebabkan
hipoksia seluler. Hal ini didefinisikan sebagai sebuah sindrom yang diawali oleh
hiporperfusi akut, sehingga menjadi hipoksia jaringan dan disfungsi organ vital.
Syok adalah gangguan sistematik yang mempengaruhi multipel organ sistem.
Perfusi mungkin menurun secara global atau terdistribusikan rendah seperti pada
syok septik. Selama syok, perfusi tidak dapat memenuhi permintaan metabolik
jaringan, sehingga terjadilah hipoksia seluler dan kerusakan organ 2. Syok adalah
kondisi mengancam jiwa yang terjadi saat tubuh tidak mendapatkan aliran darah
yang adekuat. Hal ini dapat merusak banyak organ. Syok membutuhkan
penanganan segera karena kondisi tubuh dapat memburuk dengan amat cepat7.

2.2 Faktor Penyebab Syok


Tiga faktor yang dapat mempertahankan tekanan darah normal7:
a. Pompa jantung. Jantung harus berkontraksi secara efisien.
b. Volume sirkulasi darah. Darah akan dipompa oleh jantung ke dalam arteri
dan kapiler-kapiler jaringan. Setelah oksigen dan zat nutrisi diambil oleh
jaringan, sistem vena akan mengumpulkan darah dari jaringan dan
mengalirkan kembali ke jantung. Apabila volume sirkulasi berkurang
maka dapat terjadi syok.
c. Tahanan pembuluh darah perifer. Yang dimaksud adalah pembuluh darah
kecil, yaitu arteriole-arteriole dan kapiler-kapiler. Bila tahanan pembuluh

2
darah perifer meningkat, artinya terjadi vasokonstriksi pembuluh darah
kecil. Bila tahanan pembuluh darah perifer rendah, berarti terjadi
vasodilatasi. Rendahnya tahanan pembuluh darah perifer dapat
mengakibatkan penurunan tekanan darah. Darah akan berkumpul pada
pembuluh darah yang mengalami dilatasi sehingga aliran darah balik ke
jantung menjadi berkurang dan tekanan darah akan turun.
Dengan demikian, syok dapat disebabkan oleh kondisi apapun yang
menurunkan aliran darah, termasuk7:
- penyakit jantung
- penurunan volume darah (dapat karena dehidrasi maupun perdarahan)
- perubahan pada pembuluh darah (seperti dalam infeksi maupun reaksi
alergi berat)

2.3 Klasifikasi Syok


Penyebab syok dapat diklasifikasikan sebagai berikut7:
a. Syok kardiogenik (kegagalan kerja jantungnya sendiri)
(a) Penyakit jantung iskemik, seperti infark
(b) Obat-obat yang mendepresi jantung
(c) Gangguan irama jantung
b. Syok hipovolemik (berkurangnya volume sirkulasi darah)
(a) Kehilangan darah, misalnya perdarahan;
(b) Kehilangan plasma, misalnya luka bakar
(c) Dehidrasi: cairan yang masuk kurang (misalnya puasa lama), cairan
keluar yang banyak (misalnya diare, muntah-muntah, fistula, obstruksi
usus dengan penumpukan cairan di lumen usus).
c. Syok obstruktif (gangguan kontraksi jantung akibat di luar jantung)
(a) Tamponade jantung
(b) Pneumotorak
(c) Emboli paru.
d. Syok distributif (berkurangnya tahanan pembuluh darah perifer)
(a) Syok neurogenik

3
(b) Cedera medula spinalis atau batang otak
(c) Syok anafilaksis
(d) Obat-obatan
(e) Syok septik
(f) Kombinasi, misalnya pada sepsis bisa gagal jantung, hipovolemia, dan
rendahnya tahanan pembuluh darah perifer

2.4. Manifestasi klinis syok


Gejala dan tanda syok meliputi beberapa perubahan pada banyak organ,
diantaranya :
 Hipertermia atau hipotermia
 Takikardia, tetapi beberapa kasus atau obat dapat menyebabkan terjadinya
bradikardia
 Tekanan darah dapat meningkat pada awal terjadinya syok karena adanya
peningkatan cardiac output, tapi akan menurun dengan cepat sejalan
dengan bertambah beratnya syok. Tapi bagaimanapun gejala yang paling
sering adalah hipotensi.
 Susunan saraf pusat juga dapat terkena. Adanya perubahan kepribadian
yang berkembang menjadi gelisah biasa ditemukan dini pada kasus syok.
Pada syok tingkat lanjut akan timbul suatu confusion dan menjadi koma
 Pada kardiovaskular, bila terjadi perubahan denyut jantung dan tekanan
darah, akan muncul gejala nyeri dada.
 Takipnea, yang dapat mengarah pada distress pernafasan atau gagal nafas.
 Masalah gastrointestinal akibat terhentinya perdarahan ke daerah ini,
menyebabkan usus tidak bekerja dan kembung atau terjadi perdarahan di
gastrointestinal. Gejalanya berupa nyeri abdomen, mual, muntah, atau
diare. Adanya hematemesis dan melena.
 Kulit menjadi pucat, dan dingin. Terjadinya sianosis.
 Terjadi oliguria atau anuria pada syok tingkat lanjut.

4
2.5. Patofisiologi Kehilangan Darah5
Respon dini terhadap kehilangan darah adalah kompensasi tubuh, sebagai
contoh adalah vasokonstriksi progresif dari kulit, otot dan sirkulasi viseral (dalam
rongga perut) untuk menjamin arus darah ke ginjal, jantung, dan otak. Karena ada
cedera, respon terhadap berkurangnya volume darah yang akut adalah
peningkatan detak jantung sebagai usaha untuk menjaga output jantung. Pelepasan
katekolamin-katekolamin endogen meningkatkan tahanan pembuluh – darah
perifer. Hal ini akan meningkatkan tekanan darah diastolik dan mengurangi
tekanan nadi, tetapi hanya sedikit membantu peningkatan perfusi organ. Hormon-
hormon lain yang bersifat vasoaktif juga dilepaskan ke dalam sirkulasi sewaktu
terjadinya syok, termasuk histamin, bardikinin, beta endorfin, dan sejumlah besar
prostanoid dan sitokin-sitokin lain. Substansi ini berdampak besar pada
mikrosirkulasi dan permeabilitas pembuluh darah.
Pada syok perdarahan yang masih dini, mekanisme kompensasi sedikit
mengatur pengembalian darah (venous return dengan cara kontraksi volume darah
di dalam sistem vena, hal mana tidak banyak membantu memperbaiki tekanan
sistemik. Cara yang paling efektif dalam memulihkan cardiac output dan perfusi
organ adalah dengan pengembalian darah ke batas normal dengan memperbaiki
volumenya.
Pada tingkat seluler, sel dengan perfusi dan oksigenasi tidak adekuat tidak
mendapat substrat esensial yang sangat diperlukan untuk metabolisme aerobik
normal dan produksi energi. Pada keadaan awal terjadinya kompensasi dengan
berpindah ke metabolisme anaerobik, hal mana mengakibatkan pembentukan
asam laktat dan berkembangnya asidosis metabolik. Bila syoknya berkepanjangan
dan penyampaian substrat untuk pembentukan ATP (adenosine triphosphate) tidak
memadai, maka membran sel tidak dapat lagi mempertahankan intergritasnya dan
gradien elektrik normal hilang.

5
Tabel 1. Pembagian syok hipovolemi berdasarkan ATLS

Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV


Kehilangan darah < 750 cc 750-1000 cc 1500-2000cc > 2000 cc
Kehilangan darah < 15% 15 – 30 % 20 – 40% > 40%
(% vol darah)
Denyut jantung < 100 > 100 > 120 > 140
Tekanan sistolik Normal Normal Menurun Menurun
Tekanan nadi Normal / ↑ Menurun Menurun Menurun
Cappilary refill Normal (+) (+) (+)
Respirasi 14-20 20 -30 30 – 40 < 35
Urin > 30 20 -30 5 – 25 Anuria
Status mental Slightly Mildly Anxious dan Confused
anxious anxious confused dan letargi
Terapi cairan kristaloid kristaloid Koloid dan Koloid dan
darah darah

6
BAB III
PENATALAKSANAAN

Penanggulangan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan


untuk memperbaiki perfusi jaringan; memperbaiki oksigenasi tubuh; dan
mempertahankan suhu tubuh. Tindakan ini tidak bergantung pada penyebab syok.
Diagnosis harus segera ditegakkan sehingga dapat diberikan pengobatan kausal.
Segera berikan pertolongan pertama sesuai dengan prinsip resusitasi ABC. Jalan
nafas (A = air way) harus bebas kalau perlu dengan pemasangan pipa endotrakeal.
Pernafasan (B = breathing) harus terjamin, kalau perlu dengan memberikan
ventilasi buatan dan pemberian oksigen 100%. Defisit volume peredaran darah (C
= circulation) pada syok hipovolemik sejati atau hipovolemia relatif (syok septik,
syok neurogenik, dan syok anafilaktik) harus diatasi dengan pemberian cairan
intravena dan bila perlu pemberian obat-obatan inotropik untuk mempertahankan
fungsi jantung atau obat vasokonstriktor untuk mengatasi vasodilatasi perifer.
Segera menghentikan perdarahan yang terlihat dan mengatasi nyeri yang hebat,
yang juga bisa merupakan penyebab syok. Pada syok septik, sumber sepsis harus
dicari dan ditanggulangi7.
Diagnosis dan terapi syok harus dilakukan secara simultan. Untuk hampir
semua penderita trauma, penanganan dilakukan seolah-olah penderita menderita
syok hipovolemi, kecuali bila ada bukti jelas bahwa keadaan syok disebabkan
oleh suatu etiologi yang bukan hipovolemi. Prinsip pengelolaan dasar yang harus
dipegang ialah menghentikan perdarahan dan mengganti kehilangan volume.
Prinsip Dasar Penanganan Syok7 :
Tujuan utama pengobatan syok ialah melakukan penanganan awal dan khusus
untuk:
- menstabilkan kondisi pasien,
- memperbaiki volume cairan sirkulasi darah,
- mengefisiensikan sistem sirkulasi darah.

7
Setelah pasien stabil tentukan penyebab syok.
3.1 Terapi Syok Secara Umum5
3.1.1 Pemeriksaan Jasmani
Pemeriksaan jasmani diarahkan kepada diagnosis cedera yang
mengancam jiwa dan meliputi penilaian dari ABCDE. Mencatat tanda vital
awal (baseline recordings) penting untuk memantau respon penderita
terhadap terapi. Yang harus diperiksa adalah tanda-tanda vital, produksi
urin dan tingkat kesadaran. Pemeriksaan penderita yang lebih rinci akan
menyusul bila keadaan penderita mengijinkan.
1. Airway dan Breathing
Prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten dengan
cukupnya pertukaran ventilasi dan oksigenasi. Diberikan tambahan
oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 95%.
2. Sirkulasi – kontrol perdarahan
Termasuk dalam prioritas adalah mengendalikan perdarahan yang
jelas terlihat, memperoleh akses intravena yang cukup, dan menilai
perfusi jaringan. Perdarahan dari luka luar biasanya dapat
dikendalikan dengan tekanan langsung pada tempat perdarahan.
Cukupnya perfusi jaringan menentukan jumlah cairan resusitasi
yang diperlukan. Mungkin diperlukan operasi untuk dapat
mengendalikan perdarahan internal.
3. Disability – pemeriksaan neurologi
Dilakukan pemeriksaan neurologi singkat untuk menentukan
tingkat kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil, fungsi
motorik dan sensorik. Informasi ini bermanfaat dalam menilai
perfusi otak, mengikuti perkembangan kelainan neurologi dan
meramalkan pemulihan. Perubahan fungsi sistem saraf sentral tidak
selalu disebabkan cedera intrakranial tetapi mungkin
mencerminkan perfusi otak yang kurang. Pemulihan perfusi dan
oksigenasi otak harus dicapai sebelum penemuan tersebut dapat
dianggap berasal dari cedera intrakranial.

8
4. Exposure – pemeriksaan lengkap
Setelah mengurus prioritas-prioritas untuk menyelamatkan
jiwanya, penderita harus ditelanjangi dan diperiksa dari “ubun-
ubun sampai ke jari kaki” sebagai bagian dari mencari cedera. Bila
menelanjangi penderita, sangat penting mencegah hipotermia.
5. Dilatasi lambung – dekompresi
Dilatasi lambung serikali terjadi pada penderita trauma, khususnya
pada anak-anak dan dapat mengakibatkan hipotensi atau disritmia
jantung yang tidak dapat diterangkan, biasanya berupa bradikardi
dari stimulasi saraf vagus yang berlebihan. Distensi lambung
membuat terapi syok menjadi sulit. Pada penderita yang tidak
sadar, distensi lambung membesarkan resiko aspirasi isi lambung,
ini merupakan suatu komplikasi yang bisa menjadi fatal.
Dekompresi lambung dilakukan dengan memasukkan selang / pipa
ke dalam perut melalui hidung atau mulut dan memasangnya pada
penyedot untuk mengeluarkan isi lambung. Namun, walaupun
penempatan pipa sudah baik, masih mungkin terjadi aspirasi.
6. Pemasangan kateter urin
Kateterisasi kandung kencing memudahkan penilaian urin akan
adanya hematuria dan evaluasi dari perfusi ginjal dengan
memantau produksi urin.
3.1.2 Akses Pembuluh Darah
Harus segera dapat akses ke sistem pembuluh darah. Ini paling
baik dilakukan dengan memasukkan dua kateter intravena ukuran besar
(minimal 16 Gauge) sebelum dipertimbangkan jalur vena sentral.
Kecepatan aliran berbanding lurus dengan empat kali radius kanul, dan
berbanding terbalik dengan panjangnya (Hukum Poiseuille). Karena itu
maka lebih baik kateter pendek dan kaliber besar agar dapat memasukkan
cairan dalam jumlah besar dengan cepat.
Tempat yang terbaik untuk jalur intravena bagi orang dewasa
adalah lengan bawah atau pembuluh darah lengan bawah. Kalau keadaan

9
tidak memungkinkan penggunaan pembuluh darah perifer, maka
digunakan akses pembuluh sentral (vena-vena femoralis, jugularis atau
vena subclavia dengan kateter besar) dengan menggunakan teknik
Seldinger atau melakukan vena seksi pada vena safena di kaki, tergantung
tingkat ketrampilan dan pengalaman dokternya. Seringkali akses vena
sentral di dalam situasi gawat darurat ditak dapat dilaksanakan dengan
sempurna ataupun tidak seratus persen steril, karena itu bila keadaan
penderita sudah memungkinkan, maka jalur vena sentral ini harus diubah
atau diperbaiki.
Juga harus dipertimbangkan potensi untuk komplikasi yang serius
sehubungan dengan usaha penempatan kateter vena sentral, yaitu
pneumotoraks atau hemotoraks, pada penderita yang saat itu mungkin
sudah tidak stabil.
Pada anak-anak dibawah 6 tahun, teknik penempatan jarum
intraosseus harus dicoba sebelum menggunakan jalur vena sentral. Faktor
penentu yang penting untuk memilih prosedur atau caranya adalah
pengalaman dan tingkat ketrampilan dokternya.
Kalau kateter intravena telah terpasang, diambil contoh darah
untuk jenis dan crossmatch, pemeriksaan laboratorium yang sesuai,
pemeriksaan toksikologi, dan tes kehamilan pada wanita usia subur.
Analisis gas darah arteri juga harus dilakukan pada saat ini. Foto toraks
harus diambil setelah pemasangan CVP pada vena subklavia atau vena
jugularis interna untuk mengetahui posisinya dan penilaian kemungkinan
terjadinya pneumo- atau hemotoraks
3.1.3 Terapi Awal Cairan
Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi awal. Jenis cairan ini
mengisi intravaskuler dalam waktu singkat dan juga menstabilkan volume
vaskuler dengan cara menggantikan kehilangan cairan berikutnya ke
dalam ruang interstitial dan intraseluler. Larutan Ringer Laktat adalah
cairan pilihan pertama. NaCl fisiologis adalah pilihan kedua. Walaupun
NaCl fisiologis merupakan cairan pengganti yang baik namun cairan ini

10
memiliki potensi untuk terjadinya asidosis hiperkhloremik. Kemungkinan
ini bertambah besar bila fungsi ginjalnya kurang baik.
Jumlah cairan dan darah yang diperlukan untuk resusitasi sukar
diramalkan pada evaluasi awal penderita. Pada tabel 1, dapat dilihat cara
menentukan jumlah cairan dan darah yang mungkin diperlukan oleh
penderita. Perhitungan kasar untuk jumlah total volume kristaloid yang
secara akut diperlukan adalah mengganti setiap mililiter darah yang hilang
dengan 3 ml cairan kristaloid, sehingga memungkinkan resusitasi volume
plasma yang hilang ke dalam ruang interstitial dan intraseluler. Ini dikenal
dengan sebagai hukum “3 untuk 1”. Namun, lebih penting untuk menilai
respon penderita kepada resusitasi cairan dan bukti perfusi dan oksigenasi
end-organ yang memadai, misalnya keluaran urin, tingkat kesadaran dan
perfusi perifer. Bila, sewaktu resusitasi, jumlah cairan yang diperlukan
untuk memulihkan atau mempertahankan perfusi organ jauh melebihi
perkiraan tersebut, maka diperlukan penilaian ulang yang teliti dan perlu
mencari cedera yang belum diketahui atau penyebab lain untuk syoknya.

3.2 Terapi Kausal


3.2.1 Syok Hipovolemik
Perdarahan merupakan penyebab tersering dari syok pada pasien-pasien
trauma, baik oleh karena perdarahan yang terlihat maupun perdarahan yang tidak
terlihat. Perdarahan yang terlihat, perdarahan dari luka, atau hematemesis dari
tukak lambung. Perdarahan yang tidak terlihat, misalnya perdarahan dari saluran
cerna, seperti tukak duodenum, cedera limpa, kehamilan di luar uterus, patah
tulang pelvis, dan patah tulang besar atau majemuk.
Pada syok hipovolemik, jantung akan tetap sehat dan kuat, kecuali jika
miokard sudah mengalami hipoksia karena perfusi yang sangat berkurang.
Respons tubuh terhadap perdarahan bergantung pada volume, kecepatan, dan lama
perdarahan. Bila volume intravaskular berkurang, tubuh akan selalu berusaha
untuk mempertahankan perfusi organ-organ vital (jantung dan otak) dengan
mengorbankan perfusi organ lain seperti ginjal, hati, dan kulit. Akan terjadi

11
perubahan-perubahan hormonal melalui sistem renin-angiotensin-aldosteron,
sistem ADH, dan sistem saraf simpatis. Cairan interstitial akan masuk ke dalam
pembuluh darah untuk mengembalikan volume intravaskular, dengan akibat
terjadi hemodilusi (dilusi plasma protein dan hematokrit) dan dehidrasi
interstitial8.
Dengan demikian, tujuan utama dalam mengatasi syok perdarahan adalah
menormalkan kembali volume intravaskular dan interstitial. Bila defisit volume
intravaskular hanya dikoreksi dengan memberikan darah maka masih tetap terjadi
defisit interstitial, dengan akibat tanda-tanda vital yang masih belum stabil dan
produksi urin yang kurang8. Pengembalian volume plasma dan interstitial ini
hanya mungkin bila diberikan kombinasi cairan koloid (darah, plasma, dextran,
dsb) dan cairan garam seimbang. Bila telah jelas ada peningkatan isi nadi dan
tekanan darah, infus harus dilambatkan. Bahaya infus yang cepat adalah udem
paru, terutama pasien tua. Perhatian harus ditujukan agar jangan sampai terjadi
kelebihan cairan

3.2 Evaluasi Resusitasi Cairan dan Perfusi Organ5


3.2.1 Umum
Tanda-tanda dan gejala-gejala perfusi yang tidak memadai, yang
digunakan untuk diagnosis syok, dapat juga digunakan untuk menentukan respon
penderita. Pulihnya tekanan darah ke normal, tekanan nadi dan denyut nadi
merupakan tanda positif yang menandakan bahwa perfusi sedang kembali ke
normal. Walaupun begitu, pengamatan tersebut tidak memberi informasi tentang
perfusi organ. Perbaikan pada status sistem saraf sentral dan peredaran kulit
adalah bukti penting mengenai peningkatan perfusi, tetapi kuantitasnya sukar
ditentukan.
Jumlah produksi urin merupakan indikator yang cukup sensitif untuk
perfusi ginjal. Produksi urin yang normal pada umumnya menandakan aliran
darah ginjal yan cukup, bila tidak dimodifikasi oleh pemberian obat diuretik.
Sebab itu, keluaran urin merupakan salah satu dari pemantau utama resusitasi dan
respon penderita. Perubahan pada tekanan vena sentral dapat memberikan

12
informasi yang berguna, dan risiko pemasangan jalur vena sentral harus diambil
bila kasusnya rumit. Bila diperlukan indeks tekanan pengisian jantung, maka
pengukuran tekanan vena sentral cukup baik untuk kebanyakan kasus.
3.2.2 Produksi Urin
Dalam batas tertentu, produksi urin dapat digunakan sebagai pemantau
aliran darah ginjal. Penggantian volume yang memadai seharusnya menghasilkan
keluaran urin sekitar 0,5 ml/kg/jam pada orang dewasa, 1 ml/kg/ jam pada anak-
anak dan 2 ml/kg/jam untuk bayi (dibawah umur 1 tahun). Bila kurang, atau
makin turunnya produksi urin dengan berat jenis yang naik, maka ini menandakan
resusitasi yang tidak cukup. Keadaan ini menuntut ditambahnya penggantian
volume dan usaha diagnostik.
3.2.3 Keseimbangan Asam Basa
Penderita syok hipovolemik dini akan mengalami alkalosis pernafasan
karena takhipnea. Alkalosis respiratorik seringkali disusul dengan asidosis
metabolik ringan dalam tahap syok dini dan tidak perlu diterapi. Asidosis
metabolik yang berat dapat terjadi pada syok yang sudah lama, atau akibat syok
berat. Asidosis metabolik terjadi karena metabolisme anaerobik akibat perfusi
jaringan yang kurang dan produksi asam laktat. Asidosis yang persisten biasanya
akibat resusitasi yang tidak adekuat atau kehilangan darah terus menerus dan pada
penderita syok normothermik harus diobati dengan cairan, darah, dan
dipertimbangkan intervensi operasi untuk mengendalikan perdarahan Defisit basa
yang diperoleh dari analisa gas darah arteri dapat berguna dalam memperkirakan
beratnya defisit perfusi yang akut. Jangan gunakan sodium bikarbonat secara rutin
untuk mengobati asidosis metabolik sekunder pada syok hipovolemik.

3.3 Keputusan Terapeutis Berdasarkan Respon Kepada Resusitasi Cairan


Awal
Respon penderita kepada resusitasi cairan awal merupakan kunci untuk
menentukan terapi berikutnya. Setelah membuat diagnosis dan rencana sementara
berdasarkan evaluasi awal dari penderita, dokter sekarang dapat mengubah
pengelolaannya berdasarkan respon penderita pada resusitasi cairan awal.

13
Adalah penting untuk membedakan hemodinamis stabil dari orang yang
hemodinamis normal. Penderita yang hemodinamis stabil mungkin tetap ada
takhikardi, takhipnea dan oligouri dan jelas masih tetep kurang diresusitasi dan
masih syok. Sebaliknya penderita yang hemodinamis normal adalah yang tidak
menunjukkan tanda perfusi jaringan yang kurang memadai,
Pola respon yang potensial dapat dibahas dalam tiga kelompok : respon
cepat, respon sementara dan respon minimum atau tidak ada pada pemberian
cairan.
A. Respon cepat
Penderita kelompok ini cepat memberi respon kepada bolus cairan awal
dan tetap hemodinamis normal kalau bolus cairan awal selesai dan cairan
kemudian diperlambat sampai kecepatan maintanance. Penderita seperti ini
biasanya kehilangan volume darah minimum (kurang dari 20%). Untuk kelompok
ini tidak ada indikasi bolus cairan tambahan atau pemberian darah lebih lanjut.
Jenis darahnya dan crossmatch nya harus tetap dikerjakan. Konsultasi dan
evaluasi pembedahan diperlukan selama penilaian dan terapi awal, karena
intervensi operatif mungkin masih diperlukan.
B. Respon sementara (transient)
Sebagian besar penderita akan berespon terhadap pemberian cairan, namun
bila tetesan diperlambat, hemodinamik penderita menurun kembali karena
kehilangan darah yang masih berlangsung, atau resusitasi yang tidak cukup.
Jumlah kehilangan darah pada kelompok ini harus diteruskan, demikian pula
pemberian darah. Respon terhadap pemberian darah menentukan penderita mana
yang memerlukan operasi segera.
C. Respon minimal atau tanpa respon
Walaupun sudah diberikan cairan dan darah cukup, tatap tanpa respon, ini
menandakan perlunya operasi sangat segera. Walaupun sangat jarang, namun
harus tetap diwaspadai kemungkinan syok non-hemoragik seperti tamponade
jantung atau kontusio miokard.

14
Kemungkinan adanya syok non-hemoragik harus selalu diingat pada
kelompok ini. Pemasangan CVP atau echocardiografi emergensi dapat membantu
membedakan kedua kelompok ini.
Tabel 2 Respon Terhadap Pemberian Cairan Awal5
Respon cepat Respon sementara Tanpa respon
Tanda Vital Kembali ke normal Perbaikan Tetap abnormal
sementara, tensi
dan nadi kembali
turun
Dugaan Minimal (10-20%) Sedang, masih ada Berat ( > 40%)
kehilangan darah (20 – 40%)
Kebutuhan Sedikit Banyak Banyak
kristaloid
Kebutuhan darah Sedikit Sedang-banyak Segera
Persiapan darah Type specific dan Type specific Emergensi
crossmatch
Operasi Mungkin Sangat mungkin Hampir pasti
Kehadiran dini Perlu Perlu Perlu
ahli bedah

3.4 Cairan Pengganti


3.4.1 Cairan Kristaloid
Cairan kristaloid sebagai cairan pengganti:
- Konsentrasi natrium sama dengan plasma
- Tidak dapat memasuki sel karena membran sel tidak permeabel terhadap
natrium
- Dapat masuk ke ruang ekstraselular
Diperlukan volume cairan kristaloid sekurangnya 3 kali volume yang hilang untuk
mempertahankan volume intravaskular.
3.4.2 Cairan Koloid
Larutan koloid terdiri dari suspensi partikel-partikel yang lebih besar
dibandingkan dengan kristaloid. Koloid cenderung untuk bertahan dalam darah
dan akan menyerupai protein plasma untuk menajga atau meningkatkan tekanan
onkotik koloid darah.
Koloid biasanya diberikan dengan volume sesuai dengan jumlah darah yang
hilang. Pada banyak kondisi dimana permeabilitas kapiler meningkat (pada

15
trauma dan sepsis) kebocoran sirkulasi akan terjadi dan infus tambahan
dibutuhkan untuk menjaga volume darah.
3.4.3 Transfusi Darah5
Pemberian darah packed cell vs darah biasa
Dapat diberikan darah biasa maupun packed cell. Untuk mendapatkan
hasil maksimal dari darah, bank darah berusaha untuk pemberian terapi
komponen darah (packed cell, trombosit, fresh frozen plasma, dll). Tujuan utama
transfusi darah adalah memperbaiki kemampuan mengangkut oksigen dari volume
darah. Perbaikan volume darah dapat dicapai dengan pemberian kristaloid, dengan
keuntungan tambahan bahwa volume interseluler dan intraseluler terkoreksi.

Hal-hal yang perlu diingat


 Belum terdapat bukti bahwa larutan koloid (albumin, dekstran, gelatin,
hydroxyethyl starch) mempunyai keuntungan dibandingkan dengan garam
fisiologik ataupun larutan garam lainnya untuk resusitasi.
 Terdapat bukti bahwa larutan koloid mungkin mempunyai efek samping pada
keselamatan.
 Larutan koloid lebih mahal dibandingkan dengan garam fisiologik dan larutan
garam seimbang lainnya. Koloid mempunyai peran sangat terbatas dalam
resusitasi
 Plasma manusia sebaiknya tidak digunakan sebagai cairan pengganti. Semua
bentuk plasma mempunyai risiko yang sama dengan darah lengkap yang dapat
menularkan infeksi seperti HIV dan hepatitis.
 Air murni tidak pernah digunakan untuk infus intravena karena air akan
menyebabkan hemolisis dan berakibat fatal.
Sebelum memberikan cairan per infus:
 Cek segel botol/kantung cairan tidak sobek;
 Cek waktu kadaluarsa;
 Periksa bahwa cairan terlihat jernih dan bebas dari partikel-partikel yang
terlihat.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Price Silvia A, Wilson Lorraine M. Patofisiologi KOnsep Klinis Proses


Penyakit, Edisi 4. EGC,1994: 283-295
2. Brunicardi Charles F, et all. Schwartz’s Principles of Surgery, 8 th Edition. The
McGraw-Hill Companies Inc, 2005:Chapter 4
3. Leveno Kenneth J, et all. Williams Manual of Obstetric, 21th Edition. The
McGraw-Hill Companies Inc, 2003: 388-392
4. DeCherney Alan H, Nathan Lauren. Lange Current Obstetri and Gynecology
Diagnosis and Treatment, 9th Edition. The McGraw-Hill Companies Inc, 2003
5. Advanced Trauma Life Support for Doctors. American College of Surgeons
Committee On Trauma. First Impression, 1998
6. Scorza William E, Scardella Anthony. Fluid and Electrolyte Balance, in: Dildy
Gary A, Critical Care Obstetric, 4th Edition. Blackwell Science, 2004: 60-78
7. Hart Jacqueline A. Shock. 2004. www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency
8. Az Rifki. Syok dan Penanggulangannya Lab/SMF Anestesiologi FKUA/RSUP
Dr. M. Djamil, Padang

17

Anda mungkin juga menyukai