Anda di halaman 1dari 31

BEDSIDE TEACHING

RADICULOPATHY

Disusun oleh:
Ratih Inggiany 121100108007
Ery Puspa 121100108012
Ramdhani Fitri 121100108032

Preseptor:
Nuri Amalia, dr., SpS.

ISLAM
TAS BA
SI
R

ND
VE

UN G
UN I

N
FAK

RA

UL E
TA T
S K EDOK

BAGIAN ILMU SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
BANDUNG
2009
BEDSIDE TEACHING

KETERANGAN UMUM

Nama : Ny. AK

Umur : 65 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Antapani

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Pendidikan terakhir : S1

Status Perkawinan : Menikah

Agama : Islam

Tanggal Pemeriksaan : 15 April 2009

Nomor Rekam Medik : 398906

I. ANAMNESA

Keluhan Utama : kaki bagian samping luar kiri terasa tertarik

Anamnesa Tambahan :

Riwayat Penyakit Sekarang:

Ny. AK 65 tahun datang ke klinik Saraf RS al-Islam Bandung dengan keluhan

kaki bagian samping luar kiri terasa tertarik. Keluhan ini merupakan keluhan sisa dari

keluhan yang dirasakan 31 Maret 2009. Keluhan saat ini disertai dengan rasa pegal pada
pinggang bawah kiri, rasa baal dan kesemutan pada tungkai tersebut, serta nyeri yang

hebat bila batuk, mengedan, atau bersin.

Kelemahan pada tungkai yang sama, gangguan BAK dan BAB, nyeri kepala,

pusing berputar, riwayat kencing manis, riwayat keluarga dengan keluhan serupa,

riwayat trauma, riwayat alergi obat dan makanan, asma, sesak nafas, batuk lama di atas

2 minggu, berat badan turun, keringat malam, dan penyakit cacar dalam waktu dekat

disangkal penderita.

Penderita mengakui jarang berolahraga dan jarang minum susu ataupun makan

suplemen kalsium. Penderita memiliki riwayat penyakit darah tinggi yang terkontrol.

Riwayat Penyakit yang Lalu:

Penderita datang ke klinik Saraf RS Al-Islam pada tanggal 31 Maret 2009

dengan mengeluhkan nyeri punggung bagian bawah kiri yang menjalar ke kaki kiri

sejak 1 minggu yang lalu (24 maret 2009). Keluhan nyeri pinggang diawali ketika

penderita bangun tidur siang di kursi setelah pulang dari pengajian. Keesokan harinya

penderita merasakan nyeri tersebut bertambah berat dan menjalar ke kaki kiri. Penderita

memutuskan untuk berobat ke dokter umum dekat rumahnya dan tidak merasakan

adanya perbaikan yang berarti.

Penderita memutuskan untuk berobat kembali ke dokter tulang di RS

Halmahera, disarankan untuk dilakukan pemeriksaan ronsen dan tidak ditemukan

tanda-tanda spesifik yang berarti. Penderita disarankan untuk melakukan fisioterapi oleh

dokter fisioterapi disarankan untuk berobat ke dokter saraf.


PEMERIKSAAN FISIK

Dilakukan pada tanggal 15 April 2009

A. Keadaan umum

Kesadaran : Komposmentis

Tanda vital

TD : 120/80 mmHg (Setelah minum obat antihipertensi)

Nadi : 80x/min

RR : 18x/min

Suhu : afebris

B. Pemeriksaan interna

Kepala : Normocephal

Mata : Konjungtiva tidak anemis

Sklera tidak ikterik

Lidah : Simetris, dapat bergerak ke segala arah, terletak di tengah

Leher : JVP tidak meningkat

Tidak ada pembesaran KGB

Thoraks : Pergerakan dada simetris

Jantung : Batas jantung kiri LMCS, Batas Jantung kanan LSD, Batas

jantung atas ICS 2.

Bunyi jantung S1,S2 murni reguler

Paru-paru : VBS ki = ka

Wh -/- Rh -/-
Abdomen : Bentuk dan gerak simetris

Hepar dan lien tidak teraba

BU (+) normal

Tulang Belakang : Tidak ada kelainan

C. Pemeriksaan Khusus

Sistem Saraf Otonom

Miksi : Tidak ada kelainan

Defekasi : Tidak ada kelainan

Keringat : Tidak ada kelainan

Pembuluh Darah

Leher : JVP tidak meningkat

Lainnya : Tidak ada kelainan

Pemeriksaan Mental

A. Umum

Isi kesadaran : Baik

Hubungan Psikik : Baik

Emosi : Baik

B. Fungsi Luhur

Tangan dominan : Kanan

Orientasi Waktu : Baik

Orientasi Orang : Baik

Orientasi Tempat : Baik


Ingatan Jangka Pendek : Baik

Ingatan Jangka Panjang : Baik

Kalkulasi : Baik

Apraksia : tidak terdapat

Afasia Motorik/sensorik : tidak terdapat

Anosognosia : tidak terdapat

Astereognosia : tidak terdapat

Agrafia : tidak terdapat

D. Pemeriksaan neurologik

A. Pemeriksaan umum

Kesadaran : Komposmentis

Sikap tubuh : normal

B. Tanda-Tanda Rangsangan Selaput Otak

 Kaku Kuduk :-

 Laseque : terbatas

 Laseque Menyilang : tidak terbatas

 Kernig : tidak terbatas

 Brudzinsky I :-

 Brudzinsky II :-

 Brudzinsky III :-
C. Koordinasi

Ekuilibrium

 Berdiri

Dengan mata terbuka : normal

Dengan mata tertutup : normal

 Jalan

Cara jalan terus : normal

Cara jalan membelok : normal

Tes Jari tumit : tidak dilakukan

D. Non Ekwilibrium

 Tes telunjuk-hidung : normal

 Tes telunjuk-telunjuk : normal

 Tes Tumit-lutut : tidak dilakukan

 Past Pointing ke : normal

 Disdiadokokinesis : tidak terdapat

E. Sistem Motorik

A. Kekuatan Kontraksi (Skala 0-5)

5 5

5 5
B. Keadaan Otot

- Tonus : baik/baik

- Massa : normal

- Nyeri tekan : tidak ada

- Fasikulasi : tidak ada

F. Refleks-Refleks

FISIOLOGIS

 Bisep : +/+

 Trisep : +/+

 Brachioradialis : +/+

 Knee jerk : +/+

 Achilles : +/+

PATOLOGIS

 Babinsky : -/-

 Chaddock : -/-

 Oppenheim : -/-

 Gordon : -/-

 Scheiffer : -/-

 Rossolimo : -/-

 Mendel Bechterew : -/-

 Hoffman Tromner : -/-


PRIMITIF

 Glabella :-

 Palmo-mental : -/-

 Snout :-

 Grasp : -/-

G. Sistem Sensorik

EXTEROCEPTION

1. Raba Halus

Hipestesi pada daerah L5.

2. Nyeri

Hipestesi pada daerah L5.

PROPIOCEPTION

Persepsi arah = Dalam batas normal

Persepsi Getar = Tidak dilakukan

H. Saraf Otak

I : Dalam batas normal

II : Tajam Pandangan > 6/60/ >6/60

Lapang Pandang normal

Oftalmoskopi tidak dilakukan

Papil tidak dilakukan

A/V tidak dilakukan


Perdarahan tidak dilakukan

III,IV,VI:

Fisura Palpebra : normal

Ptosis (III) : tidak ada

Posisi Mata (Diagram) : normal/normal

Exopthalmus (VII perifer), Enoftalmus: tidak ada

Diplopia : tidak ada

Tekanan Bola Mata : normal/normal

Gerakan Bola Mata : dalam batas normal

Nystagmus : orthophoria

Konvergensi : -/-

Pupil Ukuran : bulat, sentral, reguler, isokor D=3/3

Refleks Cahaya : +/+

V: Motorik : temporal dan masseter +/+

Sensorik

Cabang oftalmik : +/+

Cabang maksilaris : +/+

Cabang mandibularis : +/+

Refleks kornea : +/+

VII: Motorik (lower dan upper) : normal

Kecap 2/3 depan lidah : normal mengenali rasa

Lakrimasi : baik
VIII: Cochlear

Subjektif (tinitus) : tidak ada

Tajam Pendengaran : baik

Rinne : tidak dilakukan

Weber : tidak dilakukan

Vestibular

Kalorik : tidak dilakukan

IX, X:

Gerakan palatum dan uvula : simetris

Refleks muntah :+

Menelan :+

Tes kalimat/suara :+

XI: Sternocleidomastoid : normal

Trapezius : normal

XII: Lidah di tengah

Atrofi : tidak ada

DIAGNOSA BANDING :

1. Radikulopati L5-S1 e.c kompresi diskus vertebralis e.c hernia nucleus pulposus

2. Radikulopati L5-S1 e.c kompresi diskus vertebralis e.c spondylolisis dan

spondylolitesis
Pemeriksaan MRI

Spondylosis lumbosakral dengan penonjolan difuse L4-5 dan L5-S1

osteoartrosis. Sendi opofise dengan hypertrophy prosessus artikulum dan penebalan

fasium dan spondylolistesis grade I. kombinasi proses degenerative di atas

menyebabkan stenosis resessus lateralis kiri kanan dengan kenaikan penekanan radiks

kiri dan kanan.

DIAGNOSA KERJA:

Nyeri punggung bawah e.c Radikulopati setinggi L5-S1 sinistra e.c kompresi diskus

vertebralis disertai hipertensi

USUL TERAPI :

Umum

- Edukasi

- Istirahat (dirawat)

- Nutrisi

1. Mengurangi asupan natrium


2. Menu seimbang
3. Kurangi makanan berlemak
Khusus

1. Amitriptilin 1x12,5 gr

2. Methycobalt 3x500 mg

3. ACE inhibitor Captopril 12,5 mg 2x/hari

4. Asam mefenamat 3 x 500mg (bila nyeri)


5. Fisioterapi

Prognosa

- Quo ad vitam : ad bonam

- Quo ad functionam : dubia ad bonam


RADIKULOPATI

I. Pendahuluan
Radikulopati adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan gangguan fungsi
dan struktur radiks akibat proses patologik yang dapat mengenai satu atau lebih radiks
saraf dengan pola gangguan bersifat dermatomal.

II. Etiologi
Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya radikulopati, diantaranya yaitu
proses kompresif, proses inflammatory, proses degeneratif sesuai dengan struktur dan
lokasi terjadinya proses.

a. Proses kompresif
Kelainan-kelainan yang bersifat kompresif sehingga mengakibatkan radikulopati
adalah seperti : hernia nucleus pulposus (HNP) atau herniasi diskus, tumor
medulla spinalis, neoplasma tulang, spondilolisis dan spondilolithesis, stenosis
spinal, traumatic dislokasi, kompresif fraktur, scoliosis dan spondilitis
tuberkulosa, cervical spondilosis

b. Proses inflammatori
Kelainan-kelainan inflamatori sehingga mengakibatkan radikulopati adalah
seperti : Gullain-Barre Syndrome dan Herpes Zoster

b. Proses degeneratif
Kelainan-kelainan yang bersifat degeneratif sehingga mengakibatkan
radikulopati adalah seperti Diabetes Mellitus
III. Tipe-tipe radikulopati

a. Radikulopati lumbar
b. Radikulopati cervical
c. Radikulopati torakal

Gambar 1. Koluman Vertebra Gambar 2. Radiks Saraf


Gambar 3. Diskus Intervertebralis potongan aksial

Gambar 4 : Distribusi Dermatomal Pada Bagian Atas Tubuh


Gambar 5 : Distribusi Dermatomal Pada Bagian Bawah Tubuh

IV. Patofisiologi
 Proses kompresif pada lumbal spinalis
Pergerakan antara vertebra L4/L5 dan L5/S1 lebih leluasa sehingga lebih sering
terjadi gangguan. Verterbra lumbalis memiliki beban yang besar uttuk menahan
bagian atas tubuh sehingga tulang, sendi, 17nucleus17 dan jaringan lunaknya lebih
besar dan kuat. Pada banyak kasus, proses degenerasi dimulai pada usia lebih awal
seperti pada masa remaja dengan degenerasi nucleus pulposus yang diikuti protusi
atau ekstrasi diskus. Secara klinis yang sangat penting adalah arah protusi ke
posterior, medial atau ke lateral yang menyebabkan tarikan malah robekan 17ucleus
fibrosus. Protusi diskus posterolateral diketahui sebagai penyebab kompresi dari
radik. Bila proses ini berlansung secara progresif dapat terbentuk osteofit.
Permukaan sendi menjadi malformasi dan tumbuh berlebihan, kemudian terjadi
penebalan dari ligamentum flavun. Pada pasien dengan kelainan kanal sempit,
proses ini terjadi sepanjang vertebra lumlais sehingga menyebabkan kanalis menjadi
tidak bulat dan membentuk trefoil axial shape.
Pada tahap ini prosesnya berhubungan dengan proses penuaan. Protusi diskus
dapat mengenai semua jenis kelamin dan berhubungan dengan trauma yang lalu.
Stenosis kanalis vertebra lumbalis sering mengenai laki-laki pekerja usia tua.
Kelainan pada diskus vertebra lumbalis hanya merupakan salah satu penyebab
gangguan dari vertebra lumbalis. Sendi faset (facet joint), nucleus dan otot juga
dapat mengalami perubahan degeneratif dengan atau tanpa kelainan pada diskus.

Hernia Nucleus Pulposus


Hernia nucleus pulposus atau herniasi diskus, disebut juga ruptured, prolapsed
atau protruded disc. Keadaan ini diketahui sebagai penyebab terbanyak back pain
dan nyeri tungkai berulang. Kebanyakan terjadi di antara vertebra L5-S1. Frekuensi
yang kurang terdapat di antara vertebra L4-L5, L3-L4, L2-L3 dan L1-L2. Jarang
terdapat pada vertebra torakal, dan sering pada vertebra C5-C6 dan C6-C7.
Penyebab biasanya terjadi trauma fleksi, tapi pada beberapa penderita dapat berupa
tanpa trauma.
Penyebab lain adalah kecenderungan degenerasi discus intervertebral bertambah,
sesuai dengan meningkatnya umur, dapat mengenai daerah cervikal dan lumbal pada
penderita yang sama. Herniasi nucleus merupakan tonjolan yang lunak, tetapi suatu
waktu mengalami perubahan menjadi fibrokartilago, akhirnya menjadi tonjolan
kalsifikasi.
Kebanyakan kasus berumur antara 20-64 tahun dan tersering pada umur 30-39
tahun. Setelah umur 40 tahun frekuensinya menurun. Laki-laki memiliki dua kali
lipat kemungkinan untuk menderita HNP berbanding wanita. Nukleus pulposus
yang menonjol melalui annulus fibrosus yang robek biasanya pada sis dorsolateral
satu sisi atau sisi lainnya (kadang-kadang pada bagian dorsomedial) menyebabkan
penekanan pada radiks atau radiks-radiks.
Gambar 6. Diskus Herniasi

Spondilolisis dan Spondilolitesis


Spondilolisis adalah proses degeneratif pada kolumna vertebra dan berhubungan
dengan jaringan lunak. Ia adalah garis litik yang menyilang pars interartikularis
yaitu daerah antara prosesus artikularis superior dan inferior. Hal ini ditandai dengan
defek structural dari spina meliputi lamina atau neural arch dari vertebra. Bagian
yang paling sering dipengaruhi adalah spina lumbal. Defek ini terjadi pada bagian
lamina di antara superior dan inferior articular facets yang disebut pars
interartikularis. Tekanan mekanis dapat menyebabkan vertebra yang bersangkutan
dapat bergeser mengakibatkan forward displacement dari defisiensi vertebra yang
disebut spondylolisthesis.
Faktor keturunan memainkan peranan penting, dan diduga disebabkan fraktur
karena stress berulang. Akibat dari torsional dan rotasional stress, mikrofraktur
dapat terjadi pada tempat yang dipengaruhi dan bahkan menyebabkan disolusi pada
pars interartikularis. Yang paling sering mengalami spondilolisis dan spondilisthesis
adalah vertebra L5.
Spondylolithesis dibagi menjadi empat kelompok berdasarkan persentase
terjadinya slip atau tergelincir. Derajat pergeseran secara klinis dihitung dari
hubungan vertebra bagian superior terhadap vertebra bagian inferior. Pergeseran
sampai 25% merupakan derajat I, 25-50% derajat II, 50-75% derajat III, lebih dari
75% derajat IV. Terdapat lima tipe spondilolithesis, yaitu :

 Tipe I : Kongenital spondilolithesis


 Tipe II : Isthmik spondilolithesis
 Tipe III : Degeneratif spondilolithesis
 Tipe IV : Traumatik spondilolithesis
 Tipe V : Patologik spondilolithesis

Kongenital spondilolithesis atau displastik spondilolisthesis merupakan proses


sekunder dari defek kongental pada sacral superior atau inferior faset L5 atau
keduanya dengan pergeseran yang bertahap pada vertebra L5. Pada tipe isthmik
spondilolithesis lesi terdapat pada isthmus atau pars interartikularis. Degeneratif
spondilolisthesis timbul karena proses degenerasi pada sendi faset lumbal, sering
pada usia tua. Traumatik spondilolithesis berhubungan dengan fraktur elemen
posterior (pedikel, lamina atau faset). Patologik spondilolithesis timbul karena
kelemahan struktur tulang, sekunder dari proses penyakit tumor atau penyakit tulang
lain.

Gambar 7. Pergeseran pada Gambar 8. Spondilolisthesis


spondilolisthesis Grade I
 Proses kompresif pada thorakal dan lumbal spinalis

Spondilitis tuberkulosa

 Proses kompresif pada cervikal

Cervical Spondylosis

Gambar 11 : Spondilosis Cervikal

Hernia Nukleus Pulposus

 Proses inflamasi

Gullaine-Barre Syndrome
Herpes Zoster
 Penyakit Degeneratif
Penyakit Diabetes Mellitus
V. Manifestasi Klinis Radikulopati
Secara umum, manifestasi klinis radikulopati adalah sebagai berikut :
1. Rasa nyeri berupa nyeri tajam yang menjalar dari daerah parasentral dekat vertebra
hingga ke arah ekstremitas. Rasa nyeri ini mengikuti pola dermatomal. Nyeri
bersifat tajam dan diperhebat oleh gerakan, batuk, mengedan, atau bersin.
2. Paresthesia yang mengikuti pola dermatomal.
3. Hilang atau berkurangnya sensorik (hipesthesia) di permukaan kulit sepanjang
distribusi dermatom radiks yang bersangkutan.
4. Kelemahan otot-otot yang dipersarafi radiks yang bersangkutan.
5. Refles tendon pada daerah yang dipersarafi radiks yang bersangkutan menurun atau
bahkan menghilang.

Gejala radikulopati tergantung pada lokasi radiks saraf yang terkena (yaitu pada
servikal, torakal, atau lumbal). Nyeri radikular yang bangkit akibat lesi iritatif di radiks
posterior tingkat servikal dinamakan brakialgia, karena nyerinya dirasakan sepanjang
lengan. Demikian juga nyeri radikular yang dirasakan sepanjang tungkai dinamakan
iskialgia, karena nyerinya menjalar sepanjang perjalanan n.iskiadikus dan lanjutannya
ke perifer. Radikulopati setinggi segmen torakal jarang terjadi karena segmen ini lebih
rigid daripada segmen servikal maupun lumbal. Jika terjadi radikulopati setinggi
segmen torakal, maka akan timbul nyeri pada lengan, dada, abdomen, dan panggul.

Manifestasi klinis radikulopati pada daerah servikal antara lain :


 Leher terasa kaku, rasa tidak nyaman pada bagian medial skapula.
 Gejala diperburuk dengan gerakan kepala dan leher, juga dengan regangan
pada lengan yang bersangkutan. Untuk mengurangi gejala, penderita seringkali
mengangkat dan memfleksikan lengannya di belakang kepala.
 Lesi pada C5 ditandai dengan nyeri pada bahu dan daerah trapezius,
berkurangnya sensorik sesuai dengan pola dermatomal, kelemahan dan atrofi
otot deltoid. Lesi ini dapat mengakibatkan berkurangnya kemampuan abduksi
dan eksorotasi lengan.
 Lesi pada C6 ditandai dengan nyeri pada trapezius, ujung bahu, dan menjalar
hingga lengan atas anterior, lengan bawah bagian radial, jari ke-1 dan bagian
lateral jari ke-2. Lesi ini mengakibatkan paresthesia ibu jari, menurunnya
refleks biseps, disertai kelemahan dan atrofi otot biseps.
 Lesi pada C7 ditandai dengan nyeri pada bahu, area perktoralis dan medial
aksila, posterolateral lengan atas, siku, dorsal lengan bawah, jari ke-2 dan 3
atau seluruh jari. Lesi ini dapat mengakibatkan paresthesia jari ke-2,3 juga jari
pertama, atrofi dan kelemahan otot triseps, ekstensor tangan, dan pektoralis.
 Lesi pada C8 ditandai dengan nyeri sepanjang bagian medial lengan bawah.
Lesi ini akan mengganggu fungsi otot-otot intrinsik tangan dan sensasi jari ke-
4 dan 5 (seperti pada gangguan n.ulnaris).

Gambar 12. Penjalaran nyeri pada radikulopati servikal

Manifestasi klinis radikulopati pada daerah lumbal antara lain :


 Rasa nyeri pada daerah sakroiliaka, menjalar ke bokong, paha, hingga ke betis,
dan kaki. Nyeri dapat ditimbulkan dengan Valsava maneuvers (seperti : batuk,
bersin, atau mengedan saat defekasi).
 Pada ruptur diskus intervertebra, nyeri dirasakan lebih berat bila penderita
sedang duduk atau akan berdiri. Ketika duduk, penderita akan menjaga
lututnya dalam keadaan fleksi dan menumpukan berat badannya pada bokong
yang berlawanan. Ketika akan berdiri, penderita menopang dirinya pada sisi
yang sehat, meletakkan satu tangan di punggung, menekuk tungkai yang
terkena (Minor’s sign).
Nyeri mereda ketika pasien berbaring. Umumnya penderita merasa nyaman
dengan berbaring telentang disertai fleksi sendi coxae dan lutut, dan bahu
disangga dengan bantal untuk mengurangi lordosis lumbal. Pada tumor
intraspinal, nyeri tidak berkurang atau bahkan memburuk ketika berbaring.
 Gangguan postur atau kurvatura vertebra. Pada pemeriksaan dapat ditemukan
berkurangnya lordosis vertebra lumbal karena spasme involunter otot-otot
punggung. Sering ditemui skoliosis lumbal, dan mungkin juga terjadi skoliosis
torakal sebagai kompensasi. Umumnya tubuh akan condong menjauhi area
yang sakit, dan panggul akan miring, sehingga sendi coxae akan terangkat.
Bisa saja tubuh penderita akan bungkuk ke depan dan ke arah yang sakit untuk
menghindari stretching pada saraf yang bersangkutan. Jika iskialgia sangat
berat, penderita akan menghindari ekstensi sendi lutut, dan berjalan dengan
bertumpu pada jari kaki (karena dorsifleksi kaki menyebabkan stretching pada
saraf, sehingga memperburuk nyeri).
Penderita bungkuk ke depan, berjalan dengan langkah kecil dan semifleksi
sendi lutut disebut Neri’s sign.
 Ketika pasien berdiri, dapat ditemukan gluteal fold yang menggantung dan
tampak lipatan kulit tambahan karena otot gluteus yang lemah. Hal ini
merupakan bukti keterlibatan radiks S1.
 Dapat ditemukan nyeri tekan pada sciatic notch dan sepanjang n.iskiadikus.
 Pada kompresi radiks spinal yang berat, dapat ditemukan gangguan sensasi,
paresthesia, kelemahan otot, dan gangguan refleks tendon. Fasikulasi jarang
terjadi.
 Hernia Nucleus Pulposus (HNP) biasanya terletak di posterolateral dan
mengakibatkan gejala yang unilateral. Namun bila letak hernia agak besar dan
sentral, dapat menyebabkan gejala pada kedua sisi yang mungkin dapat
disertai gangguan berkemih dan buang air besar.
Gambar 13. Penjalaran nyeri pada radikulopati lumbal

Tabel 1. Common Root Syndromes of Intervertebral Disc Disease


Disc L3-4 L4-5 L5-S1 C4-5 C6-7 C7-T1
space
Root L4 L5 S1 C5 C7 C8
affected
Muscles Quadriceps Peroneals,
Gluteus Deltoid, Triceps, Intrinsic
affected anteriormaximus, biceps wrist hand
tibial, gastrocne exrensors muscles
extensormius,
hallucisplantar
longus flexor of
toes
Area of Anterior Great toe, Lateral Shoulder, Thumb, Index,
pain and thigh, dorsum of foot, small anterior middle fourth
sensory medial shin foot toe arm, fingers fifth
loss radial finger
forearm
Reflex Knee jerkPosterior Ankle jerk Biceps Triceps Triceps
affected tibial
Straight Many not Aggravate Aggravate - - -
leg increase s root pain s root pain
raising pain

Pemeriksaan Fisik
Sebelum melakukan pemeriksaan fisik, adalah penting untuk melakukan
anamnesa terlebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk mengetahui hubungan dengan
trauma atau infeksi dan rekurensi. Harus ditanyakan karakter nyeri, distribusi dan
penjalarannya, adanya paresthesia dan gangguan subjektif lainnya, adanya gangguan
motorik (seperti kelemahan dan atrofi otot). Juga perlu diketahui gejala lainnya seperti
gangguan pencernaan dan berkemih, anestesia rektal/genital.
Pemeriksaan fisik yang lengkap adalah penting. Penting untuk memperhatikan
abnormalitas postur, deformitas, nyeri tekan, dan spasme otot. Pada pemeriksaan
neurologis harus diperhatikan :
 Gangguan sensorik (hipesthesia atau hiperesthesia). Perlu dibedakan gangguan
saraf perifer atau segmental.
 Gangguan motorik (pemeriksaan kekuatan otot, atrofi, fasikulasi, spasme otot).
 Perubahan refleks.
Pemeriksaan panggul dan rektum perlu dilakukan untuk menyingkirkan adanya
neoplasma dan infeksi di luar vertebra.
Pada pemeriksaan radikulopati servikal, antara lain akan didapatkan:
1. Terbatasnya “range of motion” leher.
2. Nyeri akan bertambah berat dengan pergerakan (terutama hiperekstensi).
3. Test Lhermitte
Test ini dilakukan dengan mengadakan penekanan pada kepala dengan posisi
leher tegak lurus atau miring sehingga berkas serabut sensorik di foramen
intervertebrale yang diduga terjepit, secara faktual dapat dibuktikan.

Gambar 14 . Test Lhermitte

4. Test distraksi
Test ini dilakukan ketika pasien sedang merasakan nyeri radikular. Pembuktian
terhadap adanya penjepitan dapat diberikan dengan tindakan yang mengurangi
penjepitan itu, yakni dengan mengangkat kepala pasien sejenak.
Gambar 15. Test Distraksi

Prosedur diagnosa khusus untuk pemeriksaan radikulopati lumbal antara lain :


1. Lasegue’s sign

Gambar 16 . Test Lasegue

2. Test Lasegue silang


3. Nerve pressure sign
Pemeriksaan dilakukan dengan : Lasegue’s test dilakukan hingga penderita
merasakan nyeri, kemudian lutut difleksikan 20°, dilanjutkan dengan fleksi sendi
coxae dan penekanan n.tibialis pada fossa poplitea, hingga penderita mengeluh
nyeri. Test ini positif bila terdapat nyeri tajam pada daerah lumbal, bokong sesisi,
atau sepanjang n.iskiadikus.
4. Test Viets dan Naffziger
Meningkatnya tekanan intrakranial atau intraspinal dapat menimbulkan nyeri
radikular pada pasien dengan space occupying lession yang menekan radiks saraf.
Tekanan dapat meningkat dengan batuk, bersin, mengedan, dan dengan kompresi
vena jugularis. Tekanan harus dilakukan hingga penderita mengeluh adanya rasa
penuh di kepalanya, dan tes ini tidak boleh dianggap negatif hingga venous return
dihambat selama 2 menit. Kompresi vena jugularis juga dapat dilakukan dengan
sphygmomanometer cuff, dengan tekanan 40 mmHg selama 10 menit (Naffziger’s
test). Penderita dapat berbaring atau berdiri. Pada pasien ruptur diskus intervertebra,
akan didapatkan nyeri radikular pada radiks yang bersangkutan.

Pemeriksaan Penunjang Radikulopati


a. Rontgen
Tujuan utama foto polos Roentgen adalah untuk mendeteksi adanya kelainan
struktural. Seringkali kelainan yang ditemukan pada foto roentgen penderita
radikulopati juga dapat ditemukan pada individu lain yang tidak memiliki keluhan
apapun.
b. MRI/CT Scan
MRI merupakan pemeriksaan penunjang yang utama untuk mendeteksi kelainan
diskus intervertebra. MRI selain dapat mengidentifikasi kompresi medula spinalis
dan radiks saraf, juga dapat digunakan untuk mengetahui beratnya perubahan
degeneratif pada diskus intervertebra. CT Scan dapat memberikan gambaran
struktur anatomi tulang vertebra dengan baik, dan memberikan gambaran yang
bagus untuk herniasi diskus intervertebra.
c. Myelografi
Pemeriksaan ini memberikan gambaran anatomik yang detail, terutama elemen
osseus vertebra. Myelografi merupakan proses yang invasif karena melibatkan
penetrasi pada ruang subarachnoid.
d. Nerve Concuction Study (NCS), dan Electromyography (EMG)
NCS dan EMG sangat membantu untuk membedakan asal nyeri atau untuk
menentukan keterlibatan saraf, apakah dari radiks, pleksus saraf, atau saraf tunggal.
Selain itu pemeriksaan ini juga membantu menentukan lokasi kompresi radiks saraf.
Namun bila diagnosis radikulopati sudah pasti secara pemeriksaan klinis, maka
pemeriksaan elektrofisiologis tidak dianjurkan.
e. Laboratorium
 Pemeriksaan darah perifer lengkap, laju endap darah, faktor rematoid, fosfatase
alkali/asam, kalsium.
 Urin analisis, berguna untuk penyakit nonspesifik seperti infeksi.

VI. Penatalaksanaan Radikulopati


1. Informasi dan edukasi
2. Farmakoterapi
a. Akut : asetaminofen, NSAID, muscle relaxant, opioid (nyeri berat), injeksi
epidural.
b. Kronik : antidepresan trisiklik (amitriptilin), opioid (kalau sangat diperlukan).
3. Terapi nonfarmakologik
a. Akut : imobilisasi (lamanya tergantung kasus), pengaturan berat badan, posisi
tubuh dan aktivitas, modalitas termal (terapi panas dan dingin), masase, traksi
(tergantung kasus), alat bantu (antara lain korset, tongkat).
b. Kronik : terapi psikologik, modulasi nyeri (akupunktur, modalitas termal),
latihan kondisi otot, rehabilitasi vokasional, pengaturan berat badan, posisi tubuh
dan aktivitas.
4. Invasif nonbedah
 Blok saraf dengan anestetik lokal.
 Injeksi steroid (metilprednisolon) pada epidural untuk mengurangi
pembengkakan edematous sehingga menurunkan kompresi pada radiks saraf.
5. Bedah
Indikasi operasi pada HNP :
 Skiatika dengan terapi konservatif selama lebih dari 4 minggu : nyeri berat /
intractable / menetap / progresif.
 Defisit neurologik memburuk.
 Sindroma kauda.
Stenosis kanal : setelah terapi konservatif tidak berhasil.
 Terbukti adanya kompresi radiks berdasarkan pemeriksaan neurofisiologik dan
radiologik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Forsyth PA, Posner JB; Headaches in patients with brain tumors: a study of
111 patients. Neurology. 1993 Sep;43(9):1678-83.

2. Purdy RA, Kirby S; Headaches and brain tumors. Neurol Clin. 2004
Feb;22(1):39-53.

3. Naggara O, Brami-Zylberberg F, Rodrigo S, et al; J Radiol. 2006 Jun;87(6


Pt 2):792-806.

4. Nguyen T, Deangelis LM; Treatment of brain metastases. J Support Oncol.


2004 Sep-Oct;2(5):405-10; discussion 411-6.

5. Soffietti R, Cornu P, Delattre JY, et al; EFNS Guidelines on diagnosis and


treatment of brain metastases: report of an EFNS Task Force. Eur J Neurol.
2006 Jul;13(7):674-81. [abstract]

Anda mungkin juga menyukai