Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan suatu bentuk upaya dalam
menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga
dapat mengurangi angka kejadian kecelakaan akibat kerja dan penyakit akibat kerja.
. Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja
karyawan dan pada gilirannya juga mempengaruhi kinerja suatu instansi/perusahaan.
Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) dan Penyakit Akibat Kerja (PAK) tidak saja
menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan instansi/perusahaan,
tetapi juga dapat mengganggu proses pelayanan secara menyeluruh, merusak lingkungan
dan pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas.
Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) adalah kejadian yang tidak terencana, dan terkontrol
yang dapat menyebabkan atau mengakibatkan luka-luka pekerja, kerusakan pada
peralatan dan kerugian lainnya (Rowislon dalam Endroyo,2007).
Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja,
bahan, proses maupun lingkungan kerja (Tim K3 FT UNY, 2014). Penyakit Akibat Kerja
(PAK) adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun
lingkungan kerja (faktor fisik, faktor kimia, faktor biologis, faktor fisiologis atau
ergonomi, faktor psikologis). Faktor tersebut di dalam lingkungan kerja merupakan
penyebab yang pokok dan menentukan terjadinya penyakit akibat kerja (Salawati Liza,
2015 ). Upaya dalam mencegah penyakit akibat kerja terutama di bidang kesehatan
maka, perlu adanya penerapan keselamatan dan kesehatan kerja agar para pekerja merasa
aman saat sedang bekerja.
Petugas puskesmas rentan tertular berbagai macam penyakit maupun terpapar bahan-
bahan berbahaya yang mengganggu kesehatannya, Oleh karena itu setiap sarana
kesehatan wajib melaksanakan pelayanan kesehatan kerja sesuai yang tercantum dalam
pasal 23 UU kesehatan No. 36 tahun 2009 dan peraturan Mentri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi RI No. 03/MEN/1982 tentang pelayanan kesehatan kerja.

Peraturan ini menjadi tolak ukur prosedur manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja di instansi kesehatan seluruh Indonesia. Instansi berupaya untuk menerapkan, tetapi
masih banyak yang tidak memahami dikarenakan beberapa faktor baik faktor internal dan
eksternal. Faktor internal sendiri meliputi peraturan SOP yang diterapkan oleh Instansi itu
sendiri, sedangkan faktor eksternalnya petugas kesehatan dalam menerapkan prosedur itu
sendiri seperti apa.

B. Target Kompetensi
a. Memahami keselamatan dan kesehatan kerja di Puskesmas.
b. Menerapkan, menjaga keselamatan dan kesehatan kerja Puskesmas
C. Tujuan Pembelajaran
Setelah dilakukan observasi mahasiswa mampu memahami keselamatan dan
kesehatan pasien di Puskesmas dan menerapkanya di kehidupan sehari-hari.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Penyakit Akibat Kerja dan Kecelakaan Akibat Kerja


Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja,
bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian, penyakit akibat kerja
merupakan penyakit yang artifisual atau man made disease. Sejalan dengan hal
tersebut terdapat pendapat lain yang menyatakan bahwa Penyakit Akibat Kerja (PAK)
ialah gangguan kesehatan baik jasmani maupun rohani yang ditimbulkan ataupun
diperparah karena aktivitas kerja atau kondisi yang berhubungan dengan pekerjaan.
Penyakit Akibat Kerja yang selanjutnya disingkat PAK (Occupational Disease) yaitu
penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja (KERJA, 2012)

Menurut OHSAS 18001:2007 menyatakan bahwa kecelakaan kerja didefinisikan


sebagai kejadian yang berhubungan dengan pekerjaan yang dapat menyebabkan cidera
atau kesakitan (tergantung dari keparahannya), kejadian kematian, atau kejadian yang
dapat menyebabkan kematian. Faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja pada
umumnya dapat di akibatkan oleh 3 Faktor utama, yakni :
1. Faktor manusia, meliputi : umur, jenis kelamin, masa kerja, penguunaan APD,
tingkat pendidikan, perilaku, pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja
2. Faktor Lingkungan, meliputi : Kebisingan, suhu udara, penerangan, lantai licin
3. Faktor Peralatan, meliputi :Kondisi mesin dan letak mesin,

B. Faktor-faktor Mempengaruhi Penyakit Akibat Kerja


Menurut (Salawati Liza, 2015 )
a. Golongan fisik
1. Kebisingan dapat mengakibatkan gangguan pada pendengaran sampai dengan
Non-induced hearing loss
2. Radiasi (sinar radio aktif) dapat mengakibatkan kelainan darah dan kulit.
3. Suhu udara yang tinggi dapat mengakibatkan heat stroke, heat cramps, atau
hyperpyrexia. Sedangkan suhu udara yang rendah dapat mengakibatkan frostbite,
trenchfoot atau hypothermia.
4. Tekanan udara yang tinggi dapat mengakibatkan caison disease.
5. Pencahayaan yang tidak cukup dapat mengakibatkan kelahan mata. Pencahayaan
yang tinggi dapat mengakibatkan timbulnya kecelakaan.
b. Golongan kimia
1. Debu dapat mengakibatkan pneumokoniosis.
2. Uap dapat mengakibatkan metal fume fever, dermatitis dan keracunan.
3. Gas dapat mengakibatkan keracunan CO dan H2S.
4. Larutan dapat mengakibatkan dermatitis.
5. Insektisida dapat mengakibatkan keracunan.

c. Golongan Biologi
1. Bakteri : penyakit Antrax , penyakit Brucella  pekerja menyamak kulit /
penjagal
2. Virus : binatang ternak  manusia  penyakit mulut dan kuku, flu burung
3. Fungus (jamur) : Pityriasis veriscolor, Histoplasmosis
4. Cacing : ankylostomiasis  A. Duodenale  pekerja tambang / perkebunan
5. Serangga : gigitan  dermatitis, shock
6. Tumbuhan : getahnya  dermatitis
d. Golongan Infeksi
1. Anthrax
2. Brucell
3. HIV/AIDS
e. Golongan Fisiologis
Dapat disebabkan oleh kesalahan kontruksi, mesin, sikap badan yang kurang baik,
salah cara melakukan suatu pekerjaan yang dapat mengakibatkan kelelahan fisik
bahkan lambat laun dapat menyebabkan perubahan fisik pada tubuh pekerja.
f. Golongan Mental
Dapat disebabkan oleh hubungan kerja yang tidak baik atau keadaan pekerjaan
yang monoton yang menyebabkan kebosanan.

C. Tata Laksana Penyakit Akibat Kerja dan Kecelakaan Akibat Kerja


Menurut (Indonesia, 2016)
1. Tata laksana medis dapat dilakukan sesuai dengan standar profesi, standar
pelayanan, dan standar operasional prosedur.
2. Tata laksana okupasi adalah bentuk layanan kesehatan kepada masyarakat atau
pasien yang mengalami gangguan fisik dan atau mental dengan menggunakan
latihan/aktivitas mengerjakan sasaran yang terseleksi(okupasi).
a. Pelayanan pencegahan penyakit akibat kerja
b. Pelayanan penemuan dini penyakit akibat kerja
c. Pelayanan kelaikan kerja
d. Pelayanan kembali bekerja
e. Pelayanan penentuan kecacatan

D. Upaya Pencegahan Penyakit Akibat Kerja dan Kecelakaan Akibat Kerja


1. Substitusi, dengan cara mengganti bahan-bahan yang berbahaya dengan bahan-
bahan yang kurang berbahaya atau tidak berbahaya sama sekali, misalnya karbon
tetraklorida diganti dengan triklor-etilen.
2. Ventilasi Umum, dengan cara mengalirkan udara sebanyak-banyaknya menurut
perhitungan kedalam ruang kerja, agar bahan-bahan yang berbahaya ini lebih
rendah dari kadar yang membahayakan, yaitu kadar pada nilai ambang batas.
3. Ventilasi Keluar Setempat , dengan alat yang dapat mengisap udara dari suatu
tempat kerja tertentu, agar bahan-bahan yang berbahaya dari tempat tersebut dapat
dialirkan keluar.
4. Isolasi, dengan cara mengisolasi proses perusahaan yang membahayakan,
misalnya isolasi mesin yang hiruk pikuk, sehingga kegaduhan yang disebabkannya
menurun dan tidak menjadi gangguan pada pekerja.
5. Pakaian / Alat Pelindung, dengan cara alat pelindung dalam pekerjaaan dapat
berupa ear plug, kacamata, masker, helm, sarung tangan, sepatu atau pakaian
khusus yang didesain untuk pekerjaan tertentu.
6. Pemeriksaan Sebelum Bekerja, dengan cara pemeriksaan kesehatan pada calon
pekerja untuk mengetahui apakah calon pekerja tersebut sesuai dgn pekerjaan yang
akan diberikan (fisik, mental).
7. Pemeriksaan Kesehatan Secara Berkala, dengan cara pemeriksaan kesehatan yang
dilakukan secara berkala terhadap pekerja, apakah ada gangguan kesehatan yang
timbul akibat pekerjaan yang dilakukan. Dapat dilakukan setiap 1x 6 bulan, 1x
setahun atau sesuai dengan kebutuhan.
8. Penjelasan Sebelum Bekerja, agar pekerja mengetahui dan mematuhi peraturan-
peratauran, sehingga dalam bekerja lebih hati-hati dan tidak terkena penyakit-
penyakit akibat pekerjaan.
9. Pendidikan Kesehatan, sangat penting untuk keselamatan dalam bekerja, sehingga
pekerja tetap waspada dalam melaksanakan pekerjaannya.
10. Asuransi, digunakan untuk meringankan beban korban kecelakaan akibat kerja
maupun penyakit akibat kerja, karena sebagian dan atau seluruh biaya dibebankan
pada asuransi tersebut
BAB III

KONSEP OBSERVASI

Sasaran Umum : Petugas Kesehatan

Tempat : Puskesmas Sukorambi, Jember

Menurut (Syarif Krishna, 2019) angka kecelakaan kerja menunjukkan tren yang
meningkat. Pada tahun 2017 angka kecelakaan kerja yang dilaporkan sebanyak 123.041
kasus, sementara itu sepanjang tahun 2018 mencapai 173.105 kasus. Perlindungan terhadap
pekerja puskesmas merupakan suatu hal yang sangat penting untuk diterapkan. Bentuk
perlindungan tersebut berupa program-program kesehatan kerja yang bertujuan untuk
melindungi pekerja informal dari kecelakaan akibat kerja serta penyakit akibat kerja.
Kesehatan kerja adalah praktek serta spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran dengan
tujuan yaitu agar pekerja memiliki derajat kesehatan yang tinggi baik fisik, mental maupun
sosial melalui usaha-usaha preventif dan kuratif terhadap penyakit atau gangguan kesehatan
yang disebabkan oleh faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja maupun terhadap
penyakit-penyakit umum.

Puskesmas Sukorambi merupakan salah satu puskesmas yang terletak di Kabupaten


Jember, tepatnya jalan Mujahir no.2 desa Sukorambi, kecamatan Sukorambi. Puskesmas
Sukorambi menjadi alternatif masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, baik
untuk pelayanan rawat jalan maupun UGD dan rawat Inap. Puskesmas Sukorambi adalah
puskesmas yang membawahi 5 desa, selain itu puskesmas sukorambi memiliki beberapa
program kesehatan untuk masyarakat antara lain, terdiri dari program essential seperti
promosi kesehatan (promkes), Pencegahan penyakit menular (P2M), Program pengobatan,
Kesehatan ibu dan anak(KIA), Upaya peningkatan gizi, Kesehatan lingkungan, dan juga
program tambahan, meliputi kesehatan mata, kesehatan jiwa, kesehatan lansia, kesehatan
reproduksi remaja dan kesehatan sekolah.

Melalui observasi dan diskusi dengan beberapa tenaga kesehatan didapatkan :

1. Sekitar 4 tahun yang lalu salah satu petugas kesehatan yakni petugas
Laboraturium tertular kuman TB
2. Sekitar setahun yang lalu karyawan puskesmas mengalami kecelakaan lalu
lintas saat akan melaksanakan pendataan KS (keluarga Sehat) ke wilayah
3. Masih rendahnya pengetahuan petugas puskesmas mengenai Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3)
4. Keterbatasan anggaran untuk melakukan perbaikan dan pemeliharaan
(peralatan kesehatan dan gedung)
5. Kurangnya kesadaran petugas dalam mematuhi 5 momen cuci tangan
6. Kurangnya kesadaran petugas dalam memakai APD saat melakukan tindakan
kepada pasien
7. Kurangnya kepatuhan petugas terhadap SOP
8. Petugas apoteker sendiri memiliki resiko terkena infeksi karena harus
berkontak langsung dengan obat yang didalam obat sendiri itu terdapat
beberapa zat kimia yang tidak kita ketahui.
9. Kendala bagi petugas kesehatan yang akan melakukan kegiatan luar gedung
(Posyandu balita, posyandu lansia, Posbindu, BIAS, pendataan Keluarga sehat,
Pembagian Tablet Tambah Darah) seringkali harus melewati medan yang sulit
untuk di jangkau, dikarenakan letak geografis wilayah kerja puskemas
Sukorambi berada didaerah pegunungan.
10. Upaya deteksi dini penyakit telah dilaksankan dipuskesmas dengan
mengadakan pemeriksaan kesehatan petugas secara rutin setiap 3 bulan sekali,
meliputi pemeriksaan Tanda-tanda vital, BB, TB, IMT, GDA, Asam Urat dan
Cholesterol.

Berdasarkan observasi yang dilakukan ditemukan perilaku yang tidak aman oleh
petugas kesehatan puskesmas sukorambi pada saat bekerja, seperti tidak menggunakan sarung
tangan saat melakukan tindakan pada pasien, tidak mematuhi 5 momen cuci tangan dengan
benar, tidak memakai sarung tangan saat meracik obat puyer. Kondisi tersebut sangat beresiko
menimbulkan bahaya bagi kesehatan dan keselamatan pada petugas kesehatan yang nantinya
munculah penyakit akibat kerja.
BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Anda mungkin juga menyukai