Anda di halaman 1dari 36

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Menopause

1. Pengertian

Menopause berasal dari bahasa yunani yakni kata men = bulan,

pause (pausis, pauo) = periode atau tanda berhenti, jadi menopause adalah

berhentinya secara defenitif menstruasi. Adapun klimakterium berasal dari

kata climacter = tahun perubahan, pergantian tahun yang bahaya (Pieter &

Lubis, 2010).

Klimakterik merupakan periode dari fase reproduksi menuju fase

usia tua (senium) yang terjadi akibat menurunnya fungsi generatif ataupun

endokrinologik dari ovarium. Pada umumnya masyarakat sering

menggunakan istilah “menopause”, meskipun istilah tersebut kurang tepat,

karena menopause merupakan kejadian sesaat saja, yaitu perdarahan haid

yang terakhir. Yang paling tepat digunakan adalah klimakterik, yaitu fase

peralihan antara pramenopause dan pascamenopause (Baziat, 2003).

Menopause merupakan salah satu respon fisiologi terhadap

penuaan ditandai dengan hilangnya menstruasi dan fertilisasi. Menopause

adalah suatu masa peralihan dalam kehidupan wanita yang ditandai

dengan ovarium berhenti menghasilkan sel telur, menstruasi berkurang

hingga berhenti serta berkurangnya hormon estrogen dan progesteron

(Nugroho & Utama, 2014). Menopause terjadi sekitar usia 45 sampai 60

11
tahun (Potter & Perry, 2005). Rata-rata usia menopause di Indonesia

adalah 50-52 tahun, (Ismiyati, 2010).

2. Tahap-tahap dalam menopause

Menopause (klimakterik) di bagi atas beberapa fase, diantaranya :

Gambar 2.1 fase fase klimakterium

Sumber : www.frauenartz.ch

a. Pramenopause

Fase Pramenopause adalah fase pertama klimakterikum

(menopause) saat fertilisasi menurun dan menstruasi menjadi tidak

teratur. Fase ini berlangsung beberapa bulan atau beberapa tahun

(Bobak dkk, 2005). Pada fase ini fungsi organ wanita mulai turun,

kadar esterogen mulai turun dan kadar hormone gonado tropin mulai

meningkat sampai timbulnya keluhan tanda menopause (Marmi,

2013). Menurut Rambulangi (2006) menyatakan bahwa, usia seorang

perempuan memasuki masa premenopause antara 40-49 tahun.

Pramenopause adalah satu atau dua tahun sebelum menopause, atau

12
seluruh masa reproduksi sebelum menopause (Maartaadi dkk, 2011).

Umumnya perempuan Indonesia mulai mengalami masa premenopause

pada usia 40-50 tahun (Rizqiaty, 2014).

Menurut Manuaba dalam Sibagariang dkk (2010) pada fase

pramenopause wanita akan mengalami kekacauan pola menstruasi,

terjadi perubahan psikologis atau kejiwaan dan terjadi perubahan fisik.

Fase ini berlangsung selama 4-5 tahun. Terjadi pada usia antara 48-55

tahun.

b. Perimenopause

Perimenopause adalah fase peralihan antara pramenopause dan

pascamenopause dan ditandai dengan haid yang tidak teratur, pada

kebanyakan wanita siklus haidnya >38 hari, dan sisanya <18 hari

(Baziat, 2003).

c. Menopause

Menopause alamiah (Natural menopause) adalah berhentinya

menstruasi secara permanen dan mengakibatkan hilangnya aktivitas

ovarium. Menopause ini terjadi bila terjadi amenore selama 12 bulan

berturut-turut, tanpa ditemukan penyebab patologi (fisiologi).

Menopause dimulai dengan menurunnya fungsi alat reproduksi dan

organ pertama yaitu ovarium, dimana terjadi perubahan struktur dan

fungsinya. Menjelang menopause terjadi perubahan hubungan hormon

ovarium dan hipofise yang terbalik, dimana hormon ovarium menurun

dan hipofise meninggi (Martaadi,dkk : 2011).

13
d. Pascamenopause

Pascamenopause adalah dimana ovarium tidak berfungsi sama

sekali, kadar estradiol berada antara 20-30 pg/ml dan kadar

gonadotropin biasanya meningkat (Baziat, 2003).

3. Penyebab menopause

Proses menjadi tua sebenarnya sudah mulai pada usia 40 tahun.

Jumlah folikel dalam ovarium pada waktu lahir lebih kurang 750.00 buah,

pada waktu menopause tinnggal beberapa ribu buah dan folikel yang

tersisa dan resisten terhadap rangsangan gonadotropin. Oleh karena itu,

siklus ovarium yang terdiri dalam pertumbuhan folikel, ovulasi kemudian

pembentukan korpus luteum lambat laun berhenti (Pinem, 2009).

Pada masa oogenesis pada wanita akan berakhir pada usia fetus 20

minggu dan yang tinggal hanya 7 juta oosit. Mulai usia 20 minggu sampai

dengan saat lahir terjadi pengurangan jumlah primordial folikel.Pada saat

seorang anak wanita lahir, primordial folikel tinggal 500.000 sampai

1.000.000, dan terus menurus berkurang seiring bertambahnya usia.

Jumlah folikel yang tersedia sangat berbeda pada setiap wanita. Sebagian

wanita pada usia 35 tahun masih memiliki 100.000 folikel, sedangkan

wanita yang lain pada usia yang sama hanya 10.000 folikel. Penyebab

berkurangnya jumlah folikel tergantung pada folikel itu sendiri. Oosit

dapat dipengaruhi oleh stres biologik seperti radikal, kerusakan permanen

dari DNA dan bertumpuknya bahan kimia yang dihasilkan dari proses

14
metabolisme tubuh. Oosit yang telah mengalami kelainan akan

dikeluarkan melalui proses apoptosis (kematian sel yang terprogram).

Bila jumlah primordial folikel semakin berkurang, maka akan

terjadi gangguan sistem pengaturan hormon, yang berakibat terjadinya

insufiensi korpus luteum, siklus haid anovulatorik, dan pada akhirnya

terjadi oligomenorea (Baziat, 2003)

4. Gejala-gejala menopause

Gejala-gejala dari menopause disebabkan oleh perubahan kadar

estrogen dan progesteron. Kerena fungsi ovarium berkurang, maka

ovarium menghasilkan lebih sedikit estrogen/progesteron dan tubuh

memberikan reaksi (Nugroho& Utama, 2014).

Menurut Nugroho dan Utama (2014) Gejala-gejala yang mungkin

ditemukan pada wanita menopause adalah :

a. Hot flashes terjadi akibat peningkatan aliran darah di dalam

pembuluh darah wajah, leher, dada dan punggung. Kulit

menjadi merah dan hangat disertai keringat yang berlebihan.

b. Vagina menjadi kering karena penipisan jaringan pada dinding

vagina sehingga ketika melakukan hubungan seksual bisa

timbul nyeri.

c. Gejala psikis dan emosional (kelelahan, mudah tersinggung,

susah tidur dan gelisah) bisa disebabkan oleh berkurangnya

kadar estrogen. Berkeringat malam hari menyebabkan

gangguan tidur sehingga kelelahan semakin memburuk dan

semakin mudah tersinggung. Pusing, kesemutan dan palpitasi

15
(jantung berdebar). Hilangnya kendali terhadap kandung kemih

(beser).

d. Osteoporosis dan sakit pinggang

Seiring berjalannya waktu, kondisi tulang akan bertambah

lemah, rapuh, mudah retak dan keropos sebagai akibat

berkurangnya kalsium. Puncak pertumbuhan tulang terjadi

pada usia 35 tahun. Setelah itu terjadi peningkatan atau tetap

atau terjadi penurunan. Osteoporosis pada menopause terjadi

akibat kurangnya asupan zat kalsium, sinar matahari, kurang

aktivitas fisik dan olah raga serta penggunaan obat

kortikosteroid ( Pinem, 2009)

e. Penyakit jantung dan pembuluh darah. Penurunan kadar

estrogen menyebabkan meningkatnya kadar kolesterol LDL

(kolesterol jahat) dan menurunnya kadar kolesterol HDL

(kolesterol baik).

Menurut Marmi (2013) Menopause menyebabkan beberapa

perubahan fisik maupun perubahan psikis yang dapat mempengaruhi

fungsi seksual seorang wanita. Hal ini merupakan akibat dari

berkurangnya kadar estrogen dan progesteron. Perubahan yang terjadi

pada masa ini adalah :

1) Perubahan psikis

Perubahan psikis pada masa menopause sangat bergantung pada

masing-masing individu. Pengetahuan yang cukup akan membantu

16
seorang wanita memahami dan mempersiapkan dirinya menjalanni

masa ini dengan baik. Perubahan yang terjadi :

a. Rasa khawatir : perasaan merasa tua, tidak menarik lagi, takut tidak

bisa memenuhi kebutuhan seksual suami

b. Rasa tertekan karena takut menjadi tua

c. Lebih sensitif dan emosi (marah, cemas, depresi)

2) Perubahan fisik

Perubahan yang terjadi meliputi :

a. Kulit menjadi kendor

b. Kulit menjadi kering dan keriput

c. Kulit menjadi mudah terbakar sinar matahari

d. Timbul pigmentasi pada kulit

e. Payudara mulai lembek

f. Vagina menjadi kering

g. Epitel vagina menipis

h. Dispareunia

i. Perasaan panas dan berkeringat pada malam hari (hot fluse)

j. Tidak dapat menahan air seni

k. Hilangnya jaringan penunjang

l. Penambahan berat badan

m. Gangguan mata

n. Nyeri tulang dan sendi.

5. Dampak kesehatan fisik dan psikis

17
Menurut Pieter dan Lubis dalam bukunya pengantar psikologi

untuk kebidanan (2010), gejala-gejala fisik dan psikis klimakterium

diantaranya :

a. Gejala-gejala fisik klimakterium

1) Gangguan neurovegetatif (vasomotorik-hipersimpatikotoni) yang

mencakup gejolak panas (hot flushes), keringat malam hari yang

banyak, merasa kedinginan, sakit kepala, desing dalam telinga,

tekanan darah yang goyah, berdebar-debar, susah bernafas, jari-jari

atrofi, gangguan usus (meteorismus).

2) Gangguan psikis yaitu mudah tersinggung, depresi, mudah lelah,

kurang bersemangat, insomnia, atau sulit tidur.

3) Gangguan organik infark miokard (gangguan sirkulasi),

aterosklerosis (hiperkolesterolemia), osteoporosis, gangguan kemih

(disuria), nyeri senggama (dispareunia), kulit yang menipis,

gangguan kardiovaskuler.

b. Gejala-gejala psikis klimakterium

1) Ingatan menurun

Gejala menurunnya ingatan terlihat bahwa sebelum menopause

wanita masih begitu mudah untuk mengingat. Akan tetapi, sesudah

mengalami menopause terjadi kemunduran dalam mengingat

bahkan mereka sering lupa terhadap hal-hal kecil dan sederhana.

2) Kecemasan

Banyak ibu-ibu yang mengalami menopause menjadi seorang yang

mudah mengalami rasa cemas. Kecemasan ini timbul sebagai

18
akibat seringnya kekhawatiran yang menghantui dalam

menghadapi situasi yang sebelumnya tidak pernah di khawatirkan.

Kecemasan ini biasanya relatif, artinya kecemasan itu bisa

dihilangkan dan ditenangkan.

Adapun gejala-gejala psikologis yang sering dialami wanita

menopause, yaitu :

a) Suasana hati yang menunjukan ketidaktenangan psikis, seperti

gampang marah dan rasa tegang

b) Pikiran yang tidak menentu sebagai akibat kekhawatiran yang

berkepanjangan sehingga mereka sulit untuk konsentrasi.

Bahkan sebaliknya, terkadang pikiran mereka kosong dan

membesar-besarkan ancaman

c) Sangat sensitif dan merasa tidak berdaya

d) Selalu menghindari situasi-situasi yang menimbulkan

kecemasan dan mereka selalu lari dari kenyataan.

e) Perilaku gelisah seperti gugup, agitasi, dan kewaspadaan yang

berlebihan

f) Gangguan psikogenik mencakup bertambahnya rasa gelisah,

depresi, mudah cemas, insomnia, dan sakit kepala. Keadaan ini

yang dapat diperberat oleh gejala menopause mencakup masalah

psikosomatik yang telah ada diperkuat gejolak panas, pola tidur

yang terganggu keringat malam serta penurunan libido. Semua

gejala psikologis yang timbul masa klimakterik seperti rasa

takut, tegang, rasa sedih, mudah tersinggung dan depresi.

19
3) Mudah tersinggung

Wanita menopause lebih menunjukan sikap mudah tersinggung dan

marah. Hal ini mungkin saja disebabkan adanya tingkat kesadaran

yang luar biasa dialami mereka. Perasaan mereka begitu sangat

sensitif terhadap sikap dan perilaku orang-orang di lingkungan

sekitarnya. Kondisi ini akan sangat tampak ketika mereka

memersepsikan perilaku itu secara negatif dan menyinggung

dirinya.

4) Stres

Respon-respon stres wanita menopause begitu beragam dan

terkadang bersifat krononis. Secara psikologis sumber-sumber stres

wanita menopause tidak bisa ditebak-tebak saja, namun yang bisa

terlihat adalah siklus suasana hati, misalnya reaksi marah atau

sedih. Faktor-faktor penyebab stres pada wanita menopause yaitu

keadaan emosi personalnya dan sikap orang-orang disekitarnya

5) Depresi

Bentuk-bentuk depresi wanita menopause, terlihat dari :

a) Hilangnya percaya diri atas kemampuan organ reproduksinya

b) Kesedihan akibat ditinggalkan anak-anaknya atau suami yang

meninggal

c) Sedih karena sudah menurun daya tariknya

d) Merasa tertekan karena seluruh aktivitas dan perannya sudah

diambil alih

e) Sakit yang tidak sembuh-sembuh atau penyakit kronis.

20
B. Kecemasan

1. Pengertian

Ansietas adalah suatu perasaan takut yang tidak menyenangkan dan

tidak dapat dibenarkan yang sering disertai dengan gejala fisiologis (Tomb,

2003). Menurut Suliswati dkk (2005) dalam Maysarah (2012), kecemasan

adalah respon emosi tanpa objek yang spesifik dialami dan

dikomunikasikan secara interpersonal. Ansietas adalah kekhawatiran yang

tidak jelas dan menyebar yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan

tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik,

ansietas dialami secara subjektif dan dikomunikasikan secara interpersonal

(Stuart, 2006).

Kecemasan (ansietas) adalah perasaan takut yang tidak jelas dan

tidak didukung oleh situasi. Ketika merasa cemas, individu merasa tidak

nyaman atau takut atau mungkin memiliki firasat akan ditimpa malapetaka

padahal ia tidak mengerti mengapa emosi yang mengancam tersebut terjadi

(Videbeck, 2008)

2. Faktor predisposisi

Menurut Stuart (2006) ada bebrapa pandangan serta teori yang

mengenai penyebab dari ansietas antara lain:

a. Psikoanalitis, ansietas adalah konflik emosional yang terjadi antara

dua elemen kepribadian: id dan superego. Id mewakili dorongan

insting dan impuls primitif, sedangkan superego mencerminkan hati

nurani dan dikendalikan oleh norma budaya. Ego atau aku, berfungsi

21
menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan tersebut dan

fungsi ansietas adalah mengingatkan ego bahwa adanya bahaya.

b. Interpersonal, ansietas timbul dari perasaan takut terhadap

ketidaksetujuan dan penolakan interpersonal. Ansietas juga

berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan

kehilangan, yang menimbulkan kerentanan tersebut. Individu dengan

harga diri rendah terutama rentan mengalami ansietas yang berat.

c. Perilaku, ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu

yang mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang

diinginkan. Ahli teori perilaku lain menganggap ansietas sebagai

suatu dorongan yang dipelajari berdasarkan keinginan dari dalam diri

untuk menghindari kepedihan. Ahli teori pembelajaran meyakini

bahwa individu yang terbiasa sejak kecil dihadapkan pada ketakutan

yang berlebihan lebih sering mernunjukan ansietas pada kehidupan

selanjutnya. Ahli teori konflik memandang ansietas sebagai

pertentangan antara dua kepentingan yang berlawanan. Mereka

meyakini adanya hubungan timbal balik antara konflik dan ansietas.

Konflik menimbulkan ansietas, dan ansietas menimbulkan perasaan

tidak berdaya yang pada gilirannya meningkatkan konflik yang

dirasakan.

d. Kajian keluaraga menunjukan bahwa gangguan ansietas biasanya

terjadi dalam keluarga. Gangguan ansietas juga tumpang tindih antara

gangguan ansietas dengan depresi.

22
e. Kajian biologi menunjukan bahwa otak mengandung reseptor khusus

untuk benzodiazepin, obat-obatan yang meningkatkan neuroregulator

inhibisi asam gama-aminobutirat (GABA), yang berperan penting

dalam mekanisme biologis yang berhubungan dengan ansietas. Selain

itu, kesehatan umum individu dan riwayat ansietas pada keluarga

memiliki efek nyata sebagai predisposisi ansietas. Ansietas mungkin

disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan

kemampuan individu untuk mengatasi stresor.

3. Stresor pencetus

Menurut Stuart (2006) stresor pencetus dapat berasal dari sumber

internal dan eksternal. Stresor pencetus dapat dikelompokkan dalam dua

kategori:

a. Ancaman terhadap integritas fisik meliputi disabilitas fisiologis yang

akan terjadi atau penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas

hidup sehari-hari.

b. Ancaman terhadap sistem diri dapat membahayakan identitas, harga

diri dan fungsi sosial yang terintegrasi pada individu.

4. Gejala kecemasan

Menurut Hawari (2006) gejala klinis dari cemas antara lain:

a. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan fikirannya sendiri, mudah

tersinggung.

b. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.

c. Takut sendiri, takut pada keramaian dan banyak orang

d. Gangguan pola tidur mimpi yang menegangkan

23
e. Gangguan konsentrasi dan daya ingat

f. Keluhan somatik misalnya rasa sakit pada otot tulang, pendengaran

berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan

pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan lain sebagainya.

Menurut Stuart (2006) ada beberapa respon fisiologis terhadap

ansietas diantaranya:

a. Kardiovaskuler : palpitasi, jantung berdebar-debar, tekanan darah

meningkat, rasa ingin pingsan, pingsan, tekanan darah menurun dan

denyut nadi menurun.

b. Pernapasan : napas cepat, sesak napas, tekanan pada dada, napas

dangkal, pembengkakan pada tenggorokan, sensasi tercekik dan

terengah-engah.

c. Neuromuskular : refleks meningkat, reaksi terkejut, mata berkedip-

kedip, insomnia, tremor, rigiditas, gelisah, mondar-mandir, wajah

tegang, kelemahan umum, tungkai lemah dan gerakan yang janggal.

d. Gastrointestinal : kehilangan nafsu makan, menolak makan, rasa tidak

nyaman pada abdomen, nyeri abdomen, mual, nyeri ulu hati dan diare.

e. Saluran perkemihan : tidak dapat menahan kencing dan sering

berkemih.

f. Kulit : wajah kemerahan, berkeringat setempat (talapak tangan), gatal,

rasa panas dan dingin pada kulit, wajah pucat serta berkeringan

diseluruh tubuh.

24
5. Skala ukur cemas

Menurut Hamilton Rating Anxiety Scale (HARS) dalam Hawari

(2009) penilaian kecemasan terdiri dari 14 item, meliputi :

a. Perasaan cemas (ansietas)

Cemas, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah tersinggung.

b. Ketegangan

Merasa tegang, lesu, tidak bisa istirahat dengan tenang, mudah

terkejut, mudah menangis, gemetar, gelisah.

c. Ketakutan

Takut pada gelap, takut pada orang asing, takut ditinggal sendiri, takut

pada binatang besar, takut pada keramaian lalu lintas, takut pada

kerumunan orang banyak.

d. Gangguan tidur

Sukar masuk tidur, terbangun pada malam hari, tidur tidak nyenyak,

bangun dengan lesu, banyak mimpi-mimpi, mimpi buruk, mimpi

menakutkan.

e. Gangguan kecerdasan

Sukar konsentrasi, daya ingat menurun, daya ingat buruk.

f. Perasaan depresi (murung)

Hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hobi, sedih, bangun

dini hari, perasaan berubah-ubah sepanjang hari.

g. Gejala somatik/fisik (otot)

Sakit dan nyeri di oto-otot, kaku, kedutan otot, gigi gemerutuk, suara

tidak stabil.

25
h. Gejala somatik/fisik (sensorik)

Tinitus (telinga berdenging), penglihatan kabur, muka merah atau

pucat, merasa lemah, perasaan ditusuk-tusuk.

i. Gejala kardiovaskuler

Takikardi (denyut jantung cepat), berdebar-debar, nyeri di dada,

denyut nadi mengeras, rasa lesu/lemas seperti mau pingsan dan detak

jantung (berhenti sekejap).

j. Gejala pernapasan

Rasa tertekan/sempit di dada, perasaan tercekik, sering menarik napas

dan merasa napas pendek/sesak.

k. Gejala gastrointestinal

Sulit menelan, perut melilit, gangguan pencernaan, nyeri lambung

sebelum dan sesudah makan, perasaan terbakar di perut, rasa penuh

atau kembung, mual, muntah, buang air besar lembek, sukar buang air

besar (konstipasi), berat badan menurun.

l. Gejala urogenital (perkemihan dan kelamin)

Sering buang air kecil, tidak dapat menahan air seni, tidak datang

bulan (tidak ada haid), darah haid berlebih, darah haid sedikit, masa

haid berkepanjangan, masa haid pendek, haid beberapa kali dalam

sebulan, menjadi dingin (frigid), ejakulasi dini, ereksi lemah,

impotensi.

m. Gejala autonom

Mulut kering, muka merah, mudah berkeringat, kepala pusing, kepala

terasa berat, kepala terasa sakit, bulu roma berdiri.

26
n. Perilaku sewaktu wawancara

Gelisah, tidak tenang, jari-jari gemetar, mengkerutkan dahi atau

kening, muka tegang, tonus otot tegang/mengeras, napas pendek dan

cepat, muka merah.

Skala HARS menurut Hamilton Rating Anxiety Scale (HARS)

dalam Hawari (2009). Cara penilaian kecemasan adalah dengan

memberikan nilai dengan kategori:

1. Skor 0 : tidak ada gejala sama sekali.

2. Skor 1 : satu dari gejala yang ada.

3. Skor 2 : separuh dari gejala yang ada.

4. Skor 3 : lebih dari separuh gejala yang ada.

5. Skor 4 : semua gejala ada.

Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlahkan nilai skor

dan item 1-14 dengan hasil:

a. Skor kurang dari 14 = tidak ada kecemasan

b. Skor 14-20 = kecemasan ringan

c. Skor 21-27 = kecemasan sedang

d. Skor 28-41 = kecemasan berat

e. Skor 42-56 = kecemasan berat sekali/panik

6. Tingkat kecemasan

Menurut Videbeck (2008) ansietas memiliki dua aspek yaitu aspek

sehat dan aspek membahayakan, yang bergantung pada tingkat ansietas,

lama ansietas dialami, seberapa baik individu melakukan koping terhadap

ansietas. Ansietas dapat dilihat dalam rentang ringan, sedang, berat sampai

27
panik. Setiap tingkat menyebabkan perubahan fisiologis dan emosional

pada individu.

Menurut Peplau (1952) dalam videbeck (2008) Ada 4 tingkatan

ansietas diantaranya ansietas ringan, sedang, berat dan panik. Pada

masing-masing tahap individu melihatkan perubahan perilaku,

kemampuan kognitif dan respon emosional ketika berupaya menghadapi

ansietas:

a. Ansietas ringan

Ansietas ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang

berbeda dan membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi meningkat dan

membantu individu memfokuskan perhatian untuk belajar,

menyelesaikan masalah, berfikir, bertindak, merasakan dan

melindungi dirinya sendiri.

a) Respon fisik : ketegangan otot ringan, sadar akan lingkungan,

rileks atau sedikit gelisah, penuh perhatian dan rajin.

b) Respon kognitif : lapangan persepsi luas, terlihat tenang, percaya

diri, perasaan gagal sedikit, waspada dan memerhatikan banyak

hal, mempertimbangkan informasi, tingkat pembelajaran optimal.

c) Respon emosional : perilaku optimis, sedikit tidak sabar, aktivitas

menyendiri, terstimulasi dan tenang.

b. Ansietas sedang

28
Ansietas sedang adalah perasaan yang mengganggu bahwa ada

sesuatu yang benar-benar berbeda, individu menjadi gugup dan

agitasi.

a) Respon fisik : ketegangan otot sedang, tanda-tanda vital

meningkat, pupil dilatasi, mulai berkeringan, sering mondar-

mandir, memukulkan tangan, suara berubah (bergetar, nada

tinggi), kewaspadaan dan ketegangan meningkat, sering

berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah dan nyeri punggung.

b) Respon kognitif : lapangan persepsi menurun, tidak perhatian

secara selektif, fokus terhadap stimulus meningkat, rentang

perhatian menurun, penyelesaian masalah menurun, dan

pembelajaran terjadi dengan memfokuskan.

c) Respon emosional : tidak nyaman, mudah tersinggung,

kepercayaan diri goyah, tidak sabar dan gembira

c. Ansietas berat

Ansietas berat dialami ketika individu yakin bahwa ada

sesuatu yang berbeda dan ada ancaman, individu melihatkan respon

takut dan distres.

a) Respon fisik : ketegangan otot berat, hiperventilasi, kontak mata

buruk, pengeluaran keringat meningkat, bicara cepat, nada suara

tinggi, tindakan tanpa tujuan dan serampangan, rahang menegang,

menggertakan gigi, kebutuhan ruang gerak meningkat, mondar-

mandir, berteriak, meremas tangan dan gemetar.

29
b) Respon kognitif : lapangan persepsi terbatas, proses berpikir

terpecah-pecah, sulit berpikir, penyelesaian masalah buruk, tidak

mampu mempertimbangkan informasi, hanya memperhatikan

ancaman, preokupasi dengan pikiran sendiri dan egosentris.

c) Respon emosional : sangat cemas, agitasi, takut, bingung, merasa

tidak adekuat, menarik diri, penyangkalan dan ingin bebas.

d. Panik

Tingkat panik dari ansietas berhubungan dengan terperangah,

ketakutan dan teror. Kehilangan kendali, individu yang mengalami

panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan arahan

(Stuart, 2006).

a) Respon fisik : flight, fight atau freeze, ketegangan otot sangat

berat, agitasi motorik kasar, pupil dilatasi, tanda-tanda vital

meningkat kemudian menurun, tidak dapat tidur, hormon stres

dan neurotransmiter berkurang, wajah menyeringai dan mulut

ternganga.

b) Respon kognitif : persepsi sangat sempit, pikiran tidak logis,

terganggu, kepribadian kacau, tidak dapat menyelesaikan

masalah, fokus pada pikiran sendiri, tidak rasional, sulit

memahami stimulasi eksternal, kemungkinan halusinasi, waham,

ilusi terjadi.

c) Respon emosional : merasa terbebani, merasa tidak mampu, tidak

berdaya, lepas kendali, mengamuk, putus asa, marah, sangat

takut, mengharapkan hasil yang buruk, kaget, takut dan lelah.

30
C. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan ibu premenopause

menghadapi menopause

Menurut Hawari (2001) dalam Rostiana (2009) faktor yang

mempengaruhi kecemasan dibagi menjadi dua yaitu faktor internal dan

eksternal. Dimana faktor internal dari kecemasan berangkat dari pandangan

psikoanalisis yang berpendapat bahwa sumber dari kecemasan itu bersifat

internal dan tidak disadari. Ada beberapa faktor yang berhubungan dengan

kecemasan wanita dalam menghadapai menopause diantaranya pengetahuan,

sikap, dukungan keluarga, kondisi ekonomi, gaya hidup dan karakteristik

sosial budaya yang meliputi usia, tingkat pendidikan dan pekerjaan (Aprillia

& Puspitasari, 2007).

Menurut Ramaniah (2003) dalam Rostiana (2007) penyebab

kecemasan meliputi keluarga, lingkungan sosial, bertambah atau

berkurangnya anggota keluarga dan perubahan kebiasaan. Menurut Anggarini

dalam penelitian yang dilakukannya di desa Bantarsoka RW 03 Purwokerto

tahun 2010 menunjukan terdapat faktor yang paling berpengaruh terhadap

kecemasan wanita dalam menghadapi menopause adalah dukungan suami.

Menurut Mubarak dkk (2012) faktor-faktor yang mempengaruhi

perubahan kondisi mental wanita mengahadapi menopause di antaranya

perubahan fisik, kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan (hereditas),

lingkungan, gangguan saraf panca indra (kebutaan dan ketulian), gangguan

konsep diri akibat kehilangan jabatan, kehilangan teman, kehilangan

keluarga, kehilangan kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap

gambaran diri dan konsep diri.

31
1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan faktor penting dalam membentuk tindakan

seseorang (overt behavior) yang berasal dari hasil tahu dan terjadi setelah

orang melakukan penginderaan. Menurut World Health Organitation (WHO)

pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain. Perilaku yang

didasari pengetahuan akan bersifat lama (langgeng) dari pada perilaku yang

tidak didasari pengetahuan (Anggarini, 2010).

Menurut Kasdu (2002) dalam Aprilia & Puspitasati (2007)

Kecemasan bukan hanya sakit secara emosional tetapi karena ada kesalahan

dalam pengetahuan, semakin banyak pengetahuan yang diketahuinya maka

kecemasan akan lebih mudah untuk diatasi. Setiap wanita yang akan

memasuki masa menopause harus memiliki pengetahuan yang memadai

tentang menopause agar dapat menjalani masa tersebut dengan lebih tenang

sehingga wanita tersebut tidak mengalami kecemasan.

Pengetahuan yang cukup akan membantu mereka memahami dan

mempersiapkan dirinya dalam menjalani masa menopause ini dengan baik. Pada

umumnya, cakupan pengetahuan atau keluasan wawasan seseorang sangat

ditentukan oleh tingkat pendidikan yang dilaluinya. Semakin tinggi tingkat

pendidikan maka kecenderungan untuk memahami sesuatu hal akan semakin

mudah (Notoatmodjo, 2010). Kurangnya pengetahuan ibu tentang menopause

diduga dapat memicu kecemasan ibu dalam menghadapi masa menopause, sebab

dengan kurangnya pengetahuan ibu tentang menopause maka ibu kurang memiliki

motivasi yang kuat untuk menyadari bahwa apa yang dialami merupakan proses

kehidupan normal yang tidak perlu dicemaskan (Rizqiaty, 2014).

32
2. Sikap

Sikap dalam bahasa Inggris disebut attitude. Menurut Calhoun dan

Acocella dalam Saam dan Wahyuni (2013) sikap adalah sesuatu yang melekat

pada keyakinan-keyakinan dan perasaan-perasaan terhadap suatu objek dan

predisposisi untuk berbuat terhadap objek dengan cara-cara tertentu. Sikap

adalah kecenderungan individu untuk melakukan respon tertutup terhadap

stimulus ataupun objek tertentu di lingkungan sekitarnya (Sunaryo, 2013).

Secara garis besar sikap dibedakan atas dua macam yaitu sikap

posistif dan sikap negatif. Sikap positif adalah sikap menyetujui, menerima

atau menyenangi. Sebaliknya, sikap negatif adalah sikap tidak menyetujui,

menolak atau tidak menyenangi (Saam dkk, 2013).

Ada perbedaan sikap antara masyarakat pedesaan dan perkotaan

terhadap masalah menopause. Perempuan perkotaan lebih bersikap positif.

Wanita perkotaan berpendapat “percaya kepada hal-hal yang bersifat alami”

serta tidak ingin kembali untuk menstruasi lagi (pramenopause), karena

ibadahnya tidak terganggu lagi. Sebaliknya perempuan pedesaan bersikap

negatif karena kehidupannya sangat bergantung kepada suami baik fisik,

ekonomi, maupun sosial. Bagi wanita pedesaan menganggap menopause

sebagai proses menuju ketuaan, menopause identik dengan kehilangan daya

tarik (Martaadisoebrata dkk, 2011).

3. Dukungan suami

Keluarga adalah perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat oleh

hubungan darah, perkawinan atau adopsi, dan tiap-tiap anggota keluarga

selalu berinteraksi satu sama lain (Mubarak dkk, 2012).

33
Dalam sebuah keluarga kecemasan akan selalu ada dalam berbagai

bentuk dan sifatnya heterogen. Dukungan suami merupakan bantuan yang

diberikan suami kepada ibu saat menghadapimasa menjelang

menopause.Dukungan dan peran positif dari suami sebagai pasangan hidup

dapat memberikan bantuan yang sangat besar dalam mengatasi kecemasan.

Hal ini memberikan arti tersendiri bahwa peran wanita sebagai seorang istri

masih diperlukan dalam kehidupan rumah tangga (Aprilia & Puspitasari,

2007).

Dukungan suami merupakan salah satu sumber dukungan sosial yang

berasal dari ingkungan keluarga. Menurut House dalam Prabandani (2009)

dukungan sosial memiliki empat jenis yang berbeda yang disesuaikan dengan

situasi yang dibutuhkan.

i. Dukungan Emosional

Mencakup ungkapan simpati, kepedulian dan perhatian terhadap orang

yang membutuhkan sehingga dukungan tersebut tanpa memberikan

rasa aman dan rasa mengasihi.

ii. Dukungan Penghargaan

Meliputi ungkapan hormat, dorongan untuk maju, serta membantu

seseorang untuk melihat segi-segi positif yang ada dalam

dirinyadengan keadaan orang lain, sehingga orang tersebut dapat

merasakan penghargaan dirinya.

34
iii. Dukungan Instrumental

Meliputi bantuan secara langsung sesuai dengan yang dibutuhkan oleh

seseorang misalnya memberikan penyediaan sarana atau memberikan

pernyataan yang bersifat memotivasi.

iv. Dukungan Informatif

Mencakup pemberian nasihat secara langsung, saran-saran petunjuk

dan umpan balik.

Peran suami dalam menghidupkan kasih sayang dan harga diri pada

ibu dapat dicurahkan melalui sikap perhatian serta pemberian dukungan

kepada ibu. Dukungan suami dapat diungkapkan dengan penghargaan

terhadap ibu melalui rasa simpati, berminat terhadap ibu, bersikap toleran

terhadap kelemahan-kelamahan ibu, menunjukan kehangatan dan rasa tenang

atau suka tanpa syarat dan juga mencoba untuk membantu ibu dalam

menghadapi suatu permasalahan. Bagi ibu, dukungan suami terhadap ibu

merupakan sikap yang harus dikembangkan, karena pada hakikatnya ibu

selalu dibayang-bayangi oleh kebutuhan-kebutuhan, terutama kebutuhan

untuk tetap mendapatkan kasih sayang atau dicintai (Risqiaty, 2014).

Menurut Prabandani (2009) baik- buruknya dukungan suami dapat di

kategori menjadi 3 dengan penilaian:

a. Dukungan suami baik: 70-100%

b. Dukungan suami sedang: 41-69%

c. Dukungan suami kurang: ≤ 40%

35
Menurut Anggarini (2010) dukungan yang dapat dilakukan oleh suami

dalam memahami dan memberikan ketenangan kepada istri yang menopause

antara lain adalah :

a. Memahami bahwa suatu saat istri akan berhenti haid dan tidak bisa

hamil lagi.

b. Ketika penampilan fisik istri akan menurun karena mengalami

menopause, misalnya kulit menjadi lebih kasar dan berkerut, maka

suami harus membantu istri agar tidak kehilangan kepercayaan

dirinya. Suami harus meyakinkan istri bahwa ia tetap menyayangi

istrinya, sehingga istri merasa diterima.

c. Suami harus memberikan perhatian lebih pada kondisi kesehatan istri

di saat istri mengalami ketidaknyamanan fisik, seperti rasa panas,

tegang, pegal-pegal, jantung berdebar-debar dan lain sebagainya.

d. Mengajak istri untuk berolah raga dan memperbaiki pola makan

karena berat badan istri akan bertambah pada saat mulai menopause.

e. Akibat dari menurunnya fungsi sel telur, mungkin akan terjadi

penonjolan pada persendian terutama pada jari dan akan terasa sakit.

Suami harus menenangkan istri bahwa hal tersebut merupakan hal

yang wajar terjadi ketika menopause.

f. Istri akan mudah tersinggung, marah-marah, kecewa dan sebagainya.

Hal ini dapat menyebabkan timbulnya sikap yang tidakmenyenangkan

bagi suami dan anak-anaknya, untuk itu para suami harus bersikap

sabar.

4. Sosial ekonomi

36
Keadaan sosial ekonomi mempengaruhi faktor fisik, kesehatan, dan

pendidikan. Wanita yang berasal dari golongan ekonomi rendah cenderung

pasrah dan mampu beradaptasi dengan baik saat mengalami menopause

(Ismiyati, 2010). Masalah ekonomi yang dialami wanita memasuki

menopause adalah tentang pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari seperti

kebutuhan sandang, pangan, perumahan, kesehatan, rekreasi dan sosial.

Dengan kondisi fisik dan psikis yang menurun menyebabkan mereka kurang

mampu menghasilkan pekerjaan yang produktif (Anggarini, 2010).

Menurut Kasdu dalam Aprilia & Puspitasati (2007) kemampuan untuk

mencari pendapatan dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari dapat menjadi

tolak ukur untuk melihat keterjangkauan terhadap pelayanan kesehatan.

Apabila pelayanan kesehatan tersebut terjangkau maka masalah kesehatan

yang akan muncul di kemudian hari dapat ditangani sedini mungkin sebagai

upaya preventif.

Menurut pemerintahan kota padang upah minimum regional (UMR)

kota padang pada tahun 2015 adalah sebanyank Rp 1.615.000.

5. Gaya hidup

Gaya hidup seseorang menentukan kesehatan orang tersebut di masa

yang akan datang. Gaya hidup tidak memberikan dampak langsung, tetapi

dampak tersebut baru akan dirasakan beberapa tahun kemudian bahkan

mungkin puluhan tahun yang akan datang. Pola makan yang baik dan

aktivitas fisik yang disesuaikan dengan usia serta aktivitas sosial sebaiknya

lebih diperhatikan. Selalu berpikiran positif, menghindari stres serta taat

beribadah akan menciptakan keseimbangan kesehatan jiwa dan fisik.

37
Mendiskusikan suatu masalah dengan orang lain merupakan suatu indikasi

dari adanya sikap positif. Gaya hidup sehat dapat meningkatkan derajat

kesehatan wanita yang memasuki usia menopause (Snow dalam Aprilia &

Puspitasari, 2007).

6. Karakteristik sosial budaya

a. Usia

Usia merupakan satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan

suatu benda atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati. Menurut

Kaplan dan Sadock dalam Jasmiati (2012) gangguan kecemasan dapat

terjadi pada semua usia, lebih sering pada usia dewasa dan lebih banyak

pada wanita. Wanita dengan rentang usia 40-50 tahun umumnya telah berada

dalam periode premenopause, dimana gejala dan keluhan menopause

akan muncul, sehingga pada usia tersebut sering timbul kecemasan akibat

dari perubahan yang terjadi pada tubuhnya (Risqiaty, 2014). Menurut

Notoatmodjo dalam Ismiyati (2010) semakin bertambahnya umur

seseorang, pengalamannya akan bertambah sehingga tingkat kecemasan

akan menurun dan lebih siap dalam menghadapi menopause.

b. Tingkat pendidikan

Pendidikan adalah suatu kegiatan atau usaha manusia meningkatkan

kepribadian atau proses perubahan perilaku menuju tercapainya

kedewasaan serta penyempurnaan kehidupan manusia dengan jalan

membina dan mengem-bangkan potensi pribadinya, yang berupa rohani

(cipta, rasa, karsa) dan jasmani (Notoatmodjo, 2010).

38
Menurut Kasdu dalam Risqiaty (2014) Semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang semakin tinggi pula tingkat intelektualnya. Dengan

demikian pendidikan sangat mempengaruhi bagaimana seseorang untuk

bertindak dan mencari solusi dalam hidupnya. Tingkat pendidikan ibu

merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan baik buruknya

status kesehatan keluarga dan dirinya. Dengan berbekal pengetahuan yang

cukup, seorang ibu akan lebih banyak memperoleh informasi yang

dibutuhkan, dengan demikian mereka dapat memilih serta menentukan

alternatif yang terbaik untuk kepentingan keluarganya. Orang yang

mempunyai pendidikan yang lebih tinggi biasanya akan bertindak lebih

rasional, sehingga akan lebih mudah untuk menerima gagasan baru. Hal ini

berarti dengan pendidikan yang tinggi seseorang akan mempunyai

pengetahuan kesehatan yang lebih baik, termasuk bagaimana mengatasi

kecemasan saat mengalami menopause.

Menurut UU No. 20 tahun 2003 jenjang pendidikan dibagi atas 3

kelompok yaitu:

1) Pendidikan dasar

Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi

jenjang pendidikan menengah. Bentuk pendidikan asar adalah

Sekolah Dasar (SD), Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan sederajat serta

Sekolah Menengah Pertama (SMP), Madrasah Tsanawiyah (MTs)

dan yang sederajat.

2) Pendidikan menengah

39
Jenjang pendidikan menegah terdiri atas pendidikan menengah

umum dan kejuruan. Bentuknya adalah Sekolah Menengah Atas

(SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan

dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) atau bentuk lainnya.

3) Pendidikan tinggi

Jenjang pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah

pendidikan yang menengah mencakup program pendidikan

diploma, sarjana, magister, spesialis dan doktor yang

disenggarakan oleh perguruan tinggi.

c. Pekerjaan

Pekerjaan adalah sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah

atau pencaharian (Notoatmodjo, 2005). Dalam pengertian tersebut

terdapat suatu unsur keharusan sehingga ada kemungkinan kecemasan

tersebut berasal dari pekerjaan itu sendiri, dan bukan berasal dari proses

menuju menopause Menurut Darmojo dan Hadi (2006) dalam Aprilia dan

Puspita (2007) seorang wanita yang mempunyai aktivitas sosial di luar

rumah akan lebih banyak mendapat informasi baik misalnya dari teman

bekerja atau teman dalam aktivitas sosial. Jadi status wanita bekerja atau

tidak bekerja tidak berpengaruh terhadap tingkat kecemasan itu sendiri.

a. Konsep diri

Konsep diri (self-concept) merupakan kesadaran seseorang mengenai

siapa dirinya. Menurut Deaux, Dane & Wringhtsman (1993), konsep diri

adalah sekumpulan keyakinan dan perasaan seseorang mengenai dirinya.

Keyakinan seseorang mengenai dirinya bisa berkaitan dengan bakat, minat,

40
kemampuan, penampilan fisik dan lain sebagiannya (Sarwono & Meinarno,

2011).

Konsep diri dapat digambarkan dalam istilah rentang dari kuat sampai

lemah atau positif sampai negatif, bergantung pada kekuatan individu dari

keempat komponen konsep diri yaitu identitas, citra tubuh, harga diri dan

peran (Potter & Perry, 2005). Menurut Stuart & Sundeen (1998) dalam

Saputra (2013) konsep diri merupakan semua pikiran, keyakinan dan

kepercayaan yang membuat seseorang mengetahui siapa dirinya dan

memengaruhi hubungannya dengan orang lain.

Menurut Saputra (2013) konsep diri akan memengaruhi seseorang

dalam hal sebagai berikut:

a. Cara bicara, berpikir dan bertindak

b. Cara memandang dan memperlakukan orang lain

c. Pengambilan keputusan atau penentuan pilihan

d. Kemampuan memberi dan menerima cinta, kasih sayang atau

perhatian

e. Kemampuan bertindak dan mengubah sesuatu.

Konsep diri terbagi atas 5 komponen. Komponen tersebut

dikemukakan oleh Saputra (2013), yang terdiri dari:

a. Citra tubuh (body image)

Citra tubuh adalah sikap individu terhadap tubuhnya, baik

secara sadar maupun tidak sadar, meliputi penampilan, potensi

tubuh, fungsi tubuh serta persepsi, dan perasaan tentang ukuran dan

bentuk tubuh (Sunaryo, 2013)

41
Citra tubuh dipengaruhi oleh pertumbuhan kognitif dan

perkembangan fisik. Perubahan perkembangan yang normal seperti

pertumbuhan dan penuaan mempunyai efek penampakkan yang

lebih besar pada tubuh dibandingkan dengan aspek lainnya dari

konsep diri. Perubahan hormonal (menopause salama masa dewasa

tengah). Penuaan mencakup penurunan ketajaman penglihatan,

pendengaran dan morbilitas. Perubahan ini dapat mempengaruhi

citra tubuh (Potter &Perry, 2005).

Citra tubuh seseorang berdampak penting terhadap aspek

psikologis orang tersebut. Individu yang dapat menerima dan

menyukai bagian-bagian tubuhnya akan merasa aman, tidak cemas

dan memiliki harga diri yang tinggi sehingga dapat mencapai

kesuksesan dalam hidup (Saputra, 2013)

b. Ideal diri (self-ideal)

Menurut Stuart & Sundeen (1998) dalam Saputra (2013)

ideal diri merupakan persepsi seseorang tentang bagaimana ia

berperilaku berdasarkan standar, aspirasi, tujuan atau nilai personal

tertentu. Pembentukan ideal diri dimulai dari masa kanak-kanak.

Ideal diri dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain adalah ambisi,

keinginan untuk sukses, keinginan untuk melampaui orang lain,

kebutuhan yang realistis, keinginan untuk menghindari kegagalan,

perasaan cemas dan rendah diri.

Menurut Sunaryo (2013) faktor yang memengaruhi ideal

diri antara lain:

42
a) Penentuan ideal diri sebatas kemampuan

b) Faktor budaya dibandingkan dengan standar orang lain

c) Hasrat melebihi orang lain

d) Hasrat untuk berhasil

e) Hasrat memenuhi kebutuhan realistik

f) Hasrat menghindari kegagalan

g) Adanya perasaan cemas dan rendah diri.

c. Harga diri (self-esteem)

Harga diri adalah penilaian individu tentang dirinya dengan

menganalisis kesesuaian antara perilaku dan ideal diri (Saputra,

2013). Harga diri adalah deskriptif secara lebih mendalam

mengenai citra diri, yang merupakan penilaian terhadap diri sendiri

(Saam & Wahyuni, 2013). Harga diri atau rasa tentang nilai diri.

Rasa ini adalah suatu evaluasi dimana seseorang membuat atau

mempertahankan diri. Harga diri berkaitan dengan evaluasi

individual terhadap keefektifan di sekolah, tempat kerja, keluarga

dan dalam lingkungan sosial. Secara umum, seseorang yang konsep

dirinya hampir memenuhi diri ideal mempunyai harga diri yang

tinggi, sementara seseorang yang konsep dirinya mempunyai

variasi luas dari diri idealnya mempunyai harga diri yang rendah

(Potter &Perry, 2005).

Harga diri seseorang dapat ditingkatkan dengan cara

mengatakan bahwa ia dicintai dan disayangi, memberinta

kesempatan untuk berhasil, mendorongnya untuk beraspirasi,

43
memberinya gagasan dan membantunya membentuk koping

(Saputra, 2013). Kepuasan hidup dan kebahagiaan berhubungan

dengan harga diri. Kepuasan diri dicapai oleh orang yang dapat

menyesuaikan diri dengan baik serta terhindar dari rasa cemas,

keragu-raguan dan gejala psikomatik (Saam & Wahyuni, 2013).

d. Penampilan peran (role performance)

Peran adalah serangkaian perilaku seseorang yang

diharapkan oleh masyarakat atau lingkungan sosial yang sesuai

dengan fungsi orang tersebut diberbagai kelompok sosial (Saputra,

2013). Peran mencakup harapan atau standar perilaku yang telah

diterima oleh keluarga, komunitas dan kultur. Perilaku didasarkan

pada pola yang ditetapkan melalui sosialisasi (Potter & Perry,

2005).

Menurut Saputra (2013) posisi seseorang di dalam

masyarakat dapat menjadi stresor terhadap peran. Stres peran dapat

timbul karena struktur sosial yang menyebabkan kesukaran atau

karena tuntunan posisi yang tidak dapat dilaksanakan. Stres peran

terdiri dari :

a) Konflik peran: keadaan yang muncul karena peran yang

dijalani berlawanan atau tidak sesuai dengan harapan.

b) Ketidakjelasan peran: keadaan ketika seseorang mendapat

peran yang kabur dan tidak sesuai dengan perilaku yang

diharapkan.

44
c) Ketidaksesuaian peran: keadaan ketika seseorang berada

dalam peralihan dan mengubah nilai serta sikapnya.

d) Peran berlebih: keadaan ketika individu menjalankan

banyak peran dalam kehidupannya.

Agar dapat berfungsi secara efektif dalam peran, seseorang

harus mengetahui perilaku dan nilai yang diharapkan, harus

mempunyai keinginan untuk memastikan perilaku dan nilai ini, dan

harus mampu memenuhi tuntunan peran. Sebagian besar individu

mempunyai lebih dari satu peran. Peran yang umum termasuk

peran sebagai ibu atau ayah, istri atau suami, anak perempuan atau

anak laki-laki, pekerjaan atau majikan, saudara perempuan atau

laki-laki, dan teman. Setiap peran mencakup pemenuhan harapan

tertentu dari orang lain. Pemenuhan harapan ini mengarah pada

penghargaan. Ketidakberhasilan untuk memenuhi harapan ini

menyebabkan tidak diterima (Potter & Perry, 2005)

e. Identitas diri (personal identity)

Identitas diri adalah penilaian individu tentang dirinya

sebagai suatu kesatuan yang utuh (Saputra, 2013). Indentitas

mencakup rasa internal tentang induvidualitas, keutuhan dan

konsistensi dari seseorang sepanjang waktu dan dalam berbagai

situasi. Karena konsep identitas mencakup konstansi dan

kontinuitas. Identitas menunjukkan menjadi lain dan terpisah dari

orang lain, namun menjadi diri yang utuh dan unik. Rasa identitas

45
timbul dan dipengaruhi oleh situasi sepanjang hidup (Potter

&Perry, 2005).

Menurut Brooks dan Emmert dalam Saam dan Wahyuni (2013)

mengatakan bahwa ciri-ciri individu yang mempunyai konsep diri yang

positif adalah sebagai berikut:

a. Yakin akan kemampuannnya mengatasi masalah

b. Merasa setara dengan orang lain

c. Menerima pujian tanpa rasa malu

d. Menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan

e. Mampu mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak

disenangi dan berusa untuk mengubahnya.

Adapun ciri-ciri individu yang mempunyai konsep diri negatif

adalah sebagai berikut:

a. Peka terhadap kritik

b. Responsif terhadap pujian

c. Mempunyai sikap hiperkritis

d. Cenderung merasa tidak disenangi orang lain

e. Bersikap pesimis terhadap kompetisi.

46

Anda mungkin juga menyukai