Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Manajemen adalah proses untuk melaksanakan pekerjaan melalui upaya orang lain,
sedangkan manajemen keperawatan adalah proses pengelolaan pelayanan keperawatan,
pengobatan dan rasa aman kepada pasien, keluarga dan masyarakat (Gillies, 2000).
Marquis dan Huston (2010) menyatakan bahwa manajemen keperawatan merupakan
suatu proses keperawatan yang menggunakan fungsi-fungsi keperawatan yang terdiri
dari perencanaan, pengorganisasian, ketenagaan, pengarahan, danpengendalian. Fungsi-
fungsi manajemen tersebut merupakan pendekatan manajemen dari pengelolaan
manajemen keperawatan (Huber, 2000).
Fungsi manajemen akan mengarahkan perawat dalam mencapai sasaran yang akan
ditujunya. Menurut Schlosser (2003) terdapat beberapa elemen utama dalam fungsi
manajemen keperawatan diantaranya yaitu planning, organizing, actuating (coordinating
& directing), staffing, leading, reporting, controlling dan budgeting. Komunikasi
merupakan bagian dari strategi coordinating (koordinasi) yang berlaku dalam pengaturan
pelayanan keperawatan. Komunikasi dalam praktik keperawatan professional merupakan
unsure utama bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan dalam mencapai
hasil yang optimal sehingga peran komunikasi sangat penting dalam penerapan
manajemen keperawatan. Adapun salahsatu komunikasi yang dilakukan perawat secara
rutin yaitu kegiatan timbang terima pasien saat pertukaran shift keperawatan yang juga
merupakan salah satu dari enam sasaran keselamatan pasien (Swansburg, 2000).
Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang dipahami
oleh resipien/ penerima akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan
keselamatan pasien. Adanya standar komunikasi efektif yang terintegrasi dengan
keselamatan pasien dalam timbang terima pasien dan disosialisasikan secara menyeluruh
pada perawat pelaksana akan meningkatkan efektifitas dan koordinasi. Efektifitas dapat
ditingkatkan dengan mengkomunikasikan informasi penting sehingga meningkatkan
kesinambungan pelayanan dalam mendukung keselamatan pasien (Alvarado, et al,
2006).
Sejalan dengan prinsip komunikasi efektif, Nursalam (2012) membagi kegiatan
timbang terima menjadi beberapa tahapanya itu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan
tahap post timbang terima. Pada saat tahap persiapan ada beberapa kegiatan yang
1
dilakukan, tahap ini dilakukan di nurse station. Perawat yang akan melakukan timbang
terima adalah perawat pelaksana. Tahap selanjutnya adalah tahap pelaksanaan timbang
terima, setting tempat pada tahap pelaksanaan ada dua tempat, yaitu nurse station dan
ruang perawatan. Pelaksana dari tahap ini adalah kepala ruangan, perawat pelaksana.
Tahap terakhir dari timbang terima adalah tahap post timbang terima, tempat yang
digunakan adalah nurse station sedangkan pelaksana dari tahap ini adalah kepala
ruangan dan perawat pelaksana. Dalam melakukan timbang terima ada perkembangan
alternative komunikasi efektif yang dapat dilakukan yaitu metode SBAR (Jefferson,
2012).
Tenaga keperawatan hendaknya mempersiapkan era global secara benar dan
menyeluruh, mencakup seluruh aspek keadaan dan kejadian atau peristiwa yang akan
berlangsung pada era tersebut. Keperawatan sebagai pelayanan atau asuhan professional
bersifat humanistis, menggunakan pendekatan holistik, dilakukan berdasarkan ilmu dan
kiat keperawatan, berorientasi pada kebutuhan objektif pasien, mengacu pada standar
professional keperawatan dan menggunakan etika keperawatan sebagai tuntutan utama
(Nursalam, 2011).
Sebagaimana proses keperawatan, dalam manajemen keperawatan terdiri dari
pengumpulan data, identifikasi masalah, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi hasil.
Konsep yang harus dikuasai adalah konsep tentang pengolahan bahan, konsep
manajemen keperawatan, perencanaan, yang berupa melalui pendekatan : pengumpulan
data, analisis SWOT, prioritas masalah (scoring), diagnose manajemen keperawatan,
rencana strategi manajemen keperawatan (POA), Lokmin I, implementasi dan evaluasi,
lokmin II dalam pelaksanaan Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) dan
melakukan penguasaan dan pengendalian (Nursalam, 2011).
Berdasarkan hasil pengkajian melalui observasi, penyebaran kuesioner dan
wawancara di Ruang ANAK RSUD PADANG PANJANG pada tanggal 30 Agustus
sampai 1 September 2019 tentang penerapan Model Asuhan Keperawatan Profesional
(MAKP). Didapatkan bahwa MAKP yang diterapkan di Ruang ANAK RSUD
PADANG PANJANG telah menerapkan metode asuhan keperawatan profesional dengan
menggunakan metode modifikasi modular. Metode ini digunakan mengingat kuantitas
jumlah tenaga perawat belum memenuhi kriteria untuk menggunakan metode kasus. Dari
hasil pengamatan yang telah dilakukan di ruangan, ruang ANAK menggunakan MAKP
dengan metode modular, tetapi dalam pelaksanannya pembagian tupoksi perawat primer
dengan perawat asosiet belum jelas sehingga hanya terlihat peran perawat asosiet dalam
2
pelaksanaan asuhan keperawatan. Kegiatan pre dan post conference di ruang ANAK
masih belum jelas pelaksanaannya, karena pada saat overran kepala ruangan juga
melakukan POAC dan perencanaan tindakan selanjutnya walaupun tanpa ada perawat
primer, sehingga tugas perawat primer dilimpahkan kepada perawat asosiet.
Berdasarkan uraian di atas, maka mahasiswa Program Studi Profesi Ners STIKes
Fort De Kock Bukittinggi Angkatan 2019 mencoba menerapkan Model Asuhan
Keperawatan Profesional (MAKP) dengan metode pelayanan asuhan keperawatan
Metode modifikasi modular di Ruang ANAK RSUD PADANG PANJANG. Diharapkan
mampu menyelesaikan masalah dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan
professional, sehingga mampu memenuhi tuntutan masyarakat akan pelayanan
kesehatan.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan program profesi manajemen keperawatan, mahasiswa
diharapkan mampu menerapkan prinsip-prinsip manajemen keperawatan dalam
melaksanakan Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) di Ruang ANAK
RSUD PADANG PANJANG.
2. Tujuan Khusus
Dalam program profesi Manajemen Keperawatan diharapkan mahasiswa
mampu :
a. Melaksanakan pengkajian situasi Ruang ANAK RSUD PADANG PANJANG
Menentukan rumusan masalah.
b. Menyusun rencana strategi operasional ruangan berdasarkan hasil pengkajian
Model Asuhan Keperawatan (MAKP) :
1) Timbang Terima
2) Ronde Keperawatan
3) Supervisi Keperawatan
4) Discharge Planning
5) Dokumentasi Keperawatan
6) Penerimaan pasien baru
c. Pelaksanaan rencana strategi operasional ruangan berdasarkan hasil pengkajian
Model Asuhan Keperawatan (MAKP) :

3
1) Timbang Terima
2) Ronde Keperawatan
3) Supervisi Keperawatan
4) Discharge Planning
5) Dokumentasi Keperawatan
6) Penerimaan pasien baru
d. Pelaksanaan rencana strategi operasional ruangan berdasarkan hasil pengkajian
Model Asuhan Keperawatan (MAKP) :
1) Timbang Terima
2) Ronde Keperawatan
3) Supervisi Keperawatan
4) Discharge Planning
5) Dokumentasi Keperawatan
6) Penerimaan pasien baru

C. Manfaat Penulisan
1.
Bagi Pasien
Diharapkan pasien puas dengan pelayanan asuhan keperawatan profesional
yang sudah teratur menurut MAKP yang diberikan oleh tenaga kesehatan.

2. Bagi Rumah Sakit


Makalah ini diharapkan dapat memberikan tambahan formasi bagi petugas
kesehatan mengenai pentingnya pelaksanaan fungsi manajemen keperawatan yaitu
model asuhan keperawatan professional yang mencakup serah terima, ronde
keperawatan, supervise keperawatan, discharge planning dan dokumentasi
keperawatan,dengan demikian mutu pelayanan rumah sakit dapat ditingkatkan.

3. Bagi Perawat
Diharapkan perawat dapat menjalankan fungsinya dalam memberikan asuhan
keperawatan sesuai dengan tupoksi atau rentang kendali di ruangannya atau pun
sesuai dengan struktur organisasi yang ada di dalam ruangan ANAK.

4
4. Bagi Mahasiswa Praktek Profesi Ners
Sebagai peluang bagi mahasiswa untuk mengaplikasikan ilmu manajemen yang
dimilikinya khususnya dalam MAKP di RSUD PADANG PANJANG

5
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian Manajemen Keperawatan


Manajemen keperawatan proses pelaksanaan kegiatan organisasi melalui upaya
orang lain untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan Manajemen keperawatan
merupakan pengalokasian aktivitas Keperawatan yang dilakukan oleh para perawat yang
merupakan dalam upaya memberikan pelayanan keperawatan yang merupakan bagian
yang integral dari pelayanan kesehatan (Nursalam, 2011).
Manajemen keperawatan merupakan pelaksanaan pelayanan keperawatan melalui
staf keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan kepada pasien.Manajemen
mengandung tiga prinsip pokok yang menjadi ciri utama penerapannya yaitu efisiensi
dalam pemanfaatan sumber daya, efektif dalam memilihalternatif kegiatan untuk
mencapai tujuan organisasi dan rasional dalam pengambilan keputusan
manjerial.Penerapan manajemen keperawatan memerlukan peran tiap orang yang terlibat
di dalamnya untuk menyikapi posisi masing-masing melalui fungsi manajemen
(Muninjaya, 2004).

B. Prinsip Manajemen Keperawatan


1. Perubahan Model Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan
Dalam han ini digambarkan tahapan proses manajemenkeperawatan yang
meliputi pengkajian, pengumpulan data, analisis SWOT dan identifikasi masalah.
Model sistem asuhan keperawatan yang dapat dikembangkan, yaitu :
a. Tim
b. Primer
c. Kasus
d. Modifikasi tim primer

2. Pengkajian, Pengumpulan Data, Analisis SWOT dan Identifikasi Masalah


a. Pengkajian - Pengumpulan Data
1) Sumber daya manusia
a) Struktur organisasi
b) Jumlah tenaga di Ruang ANAK

6
c) Tingkat ketergantungan pasien dan kebutuhan tenaga perawat
2) Sarana dan prasarana
a) Lokasi dan denah ruangan
b) Peralatan dan fasilitas
c) Administrasi penunjang
3) Metode asuhan keperawatan
a) Penerapan model MAKP
b) Serah terima
c) Ronde keperawatan
d) Pengelolaan sentralisasi obat
e) Supervisi
f) Dischaege planning
g) Dokumentassi keperawatan – LARB (Lengkap, Akurat, relevan, Baru).

b. Analisa SWOT – Identifikasi Masalah


Dari hasil pengkajian, dilakukan analisisis SWOT ( Strength, Weakness,
Opportunity, Thretened ) berdasarkan elemen penerapan model MAKP yang
meliputi :
1) M1 – Ketenagaan dan pasien
2) M2 – sarana dan prasarana
3) Penerapan MAKP
4) Sentralisasi obat
5) Supervisi
6) Serah terima
7) Ronde keperawatan
8) Discharge planning
9) Dokumentasi

C. Proses Manajemen Keperawatan


1. Pengkajian - Pengumpulan Data
Pada tahap ini seorang manajer dituntut mengumpulkan informasi tentang
keadaan pasien, mengenai rumah sakit, tenaga keperawatan, administrasi dan bagian
keuangan yang memepengaruhi fungsi organisasi keperawatan secara keseluruhan.

7
Manajer perawat yang efektif harus mampu memanfaatkan proses manajemen
dalam mencapai sutu tujuan melalui usaha orang lain. Bila ia memimpin anggota
staf, maka manajer harus bertindak secara terencana dan efektif serta mampu
menjalankan perkerjaan bersama dengan para perawat dari beberapa level hirarki
serta didasarkan pada informasi penuh dan akurat tentang apa yang perlu dan harus
diselesaikan, dengan cara dan alasan apa, tujuan dan sumberdaya apa yang tersedia
untuk melaksanakan rencana itu. Selanjutnya, manajer yang efektif harus mampu
mempertahankan suatu level yang tinggi bagi efisiensi pada salah satu bagian
dengan cara menggunakan ukuran pengawasan untuk mengidentifikasi masalah
dengan segera, dan setelah mereka terbentuk kemudian dievaluasi apakah rencana
tersebut perlu diubah atau prestasi karyawan yang perlu dikoreksi.
Proses adalah suatu rangkaian tindakan yang mengarah pada suatu tujuan.
Didalam proses keperawatan, bagian akhirmungkin sebuah pembebasan dari gejala,
eliminasi resiko, pencegahan komplikasi, argumentasi pengetahuan atau
keterampilan kesehatan dan kemudahan dari kebebasan maksimal. Didalam proses
manajemen keperawatan, bagian akhir adalah perawatan yang efektif dan ekonomis
bagi semua anggota kelompok pasien.
Data-data yang perlu dikumpulkan oleh perawat pada tingkat pelayanan di
ruangan atau bagian sebagaimana pendekatan sistem yang disampaikan oleh Gillies
(1989 dalam Nursalam 2008)

8
Skema 2.1
Sistem Manajemen Keperawatan

Data Perawatan Pasien

Personalia Pengembangan Staf

Pengumpulan Perencanaan Pengaturan Kepegawaian Kepemimpinan Pengawasan

Peralatan Pengumpulan Pengaturan Peneiti


Perencanaan
informasi - Tabel organisasi
- Tujuan
Persediaan mengenai unit - Evaluasi tugas
- Sistem
kerja, pasien, - Deskripsi kerja
- Standar
karyawan, dan - Pembentukan
- Kebijaksanaan
sumber daya. kerja sama tim
- Prosedur anggaran

Kepegawaian
Kepemimpinan
- Klasifikasi pasien Pengawasan
- Penggunaan kekuatan
- Penentuan kebutuhan staf - Jaminan keselamatan
- Rekrutmen
- Pemecahan masalah
- Audit pasien
- Pemilihan orientasi - Pengambilan keputusan - Penilaian prestasi
- Penjadwalan - Memengaruhi perubahan - Disiplin
- Penugasan - Menangani konflik - Hubungan pekarya dan
- Minimalisasi ketidakhadiran tenaga kerja
- Komunikasi dan
- Penurunan pergantian - Sisteminformasi komputer
analisistransaksional
- Pengembangan staf

2. Perencanaan
Perencanaan dimaksudkan untuk menetukan kebutuhan yang strategis dalam
mencapai asuhan keperawatan kepada semua pasien, menegakkan tujuan,
mengalokasikan anggaran belanja, memutuskan ukuran dan tipe tenaga keperawatan
yang dibutuhkan, membuat pola struktur organisasi yang dapat mengoptimalkan
efektivitas staf serta menegakkan kebijaksanaan dan prosedur operasional untuk
mencapai visi dan misi institusi yang telah ditetapkan secara bersama.

9
3. Pelaksanaan
Dalam melaksanakan manajemen keperawatan memerlukan kerja sama
dengan orang lain, maka tahap inplementassi di dalam proses manajemen adalah
bagaimana manager dapat memimpin orang lain untuk menjalankan tindakan yang
telah di rencanakan dan di tetapkan.

4. Evaluasi
Tahap ealuasi bertujuan untuk menilai seberapa jauh staff mampu
melaksanakan perannya sesuai dengan tujuan organisasi yang telah diterapkan serta
mengidentifikasi faktor-faktor yang menghambat dan mendukung dalam
pelaksanaan.

D. Kepemimpinan
Menurut Gillies (1996), gaya kepemimpinan berdasarkan wewenang dan kekasaaan
dibedakan menjadi 4, yaitu :
1. Otoritas / ekploitatif
Merupakan kepemimpinan yang otoriter, mempunyai kepercayaan yang
rendah terhadap bawahannya, memotifasi bawahan melalui ancaman dan hukuman.
Komunikasi dilakukan dalam satu arah kebawah ( top down ).
2. Benevalen / otoritative
Kepercayaan yang diberikan oleh atasan hanya sampai pada tingkat tertentu.
Memotivasi bawahan dengan ancaman dan hukuman, komunikasi tidak selalu
membolehkan. Memperhatikan ide bawahan dan mendelegasikan wewenang. Dalam
pengambilan keputusan melakukan pengawasan ketat.
3. Consultative
Merupakan kepercayaan pada bawahan cukup besar. Adanya intensif untuk
memotivasi bawahan kadang-kadang menggunakan ancaman untuk hukuman.
Komunikasi dua arah dan menerima keputusan spesifik yang dibuat oleh bawahan.
4. Partisipatif
Merupakan kepercayaan sepenuhnya diserahkan kepada bawahan, selalu
memanfaatkan ide bawahan, menggunakan insif ekonomi untuk memotivasi
bawahan, komunikasi dua arah dan menjadikan bawahan sebagai kelompok kerja.

10
E. Ketenagaan
Pada suatu pelayanan profesional, jumlah tenaga yang diperlukan tergantung jumlah
pasien dan derajad ketergantungan pasien menurut Douglas (1084) Laveriage &
Cummings (1996) dibagi menjadi 3 kategori, yaitu:
1. Minimal Care waktu bersama klien memerlukan waktu 1-2 jam/24 jam.
2. Intermediet / partial care waktu bersama klien oleh perawat memerlukan waktu 3 – 4
jam / 24 jam.
3. Total care waktu besama klien oleh perawat memerlukan waktu 5-6 jam/24 jam.

Dalam suatu penelitian, Douglas (1975) tentang jumlah tenaga perawat di rumah
sakit, didapatkan jumlah perawat yang dibutuhkan pada pagi, sore, dan malam
tergantung pada tingkat ketergantungan pasien pada tabel di bawah ini:
Klasifikasi 3 kriteria :
1. Minimal care
Adapun pasien yang dimaksud ke dalam kriteria minimal care adalahpasien
bisa mandiri atau hampir tidak memerlukan bantuan dalam memenuhi kebutuhan
dasar, seperti naik turun tangga, ambulasi, berjalan sendiri, mampu makan dan
minum sendiri, mampu BAB dan BAK sendiri, status psikologis stabil, pasien
dirawat untuk prosedur diagnostik.
2. Parsial care
Adapun pasien yang dimaksud kedalam partial care adalah pasien yang
memerlukan bantuan perawat sebagian untuk memenuhi kebutuhan
dasar.Membutuhkan bantuan 1 orang untuk naik turun tempat tidur, membutuhkan
bantuan untuk ambulasi, membutuhkan bantuan untuk makan, membutuhkan
bantuan untuk membersihkan mulut, membutuhkan bantuan untuk berpakaian dan
berdandan, membutuhkan bantuan untuk BAB dan BAK. Pasien post operatif minor,
melewati fase akut dari operasi mayor, fase awal dari penyembuhan, observasi
tanda-tanda vital setiap 4 jam dan gangguan emosional ringan.
3. Total care
Adapun pasien yang memerlukan bantuan perawat sepenuhnya dan
memerlukan 2 orang atau lebih untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti mobilisasi
dari tempat tidur ke kereta dorong atau korsi roda, membutuhkan latihan pasif,
kebutuhan nutrisi dan cairan dipenuhi melalui terapi intravena/ Naso Gastric Tube (
sonde ), membutuhkan bantuan untuk membersihkan mulut, membutuhkan bantuan

11
penuh untuk berdandan, dimandikan perawat, dalam keadaan inkonensia,
menggunakan kateter, 24 jam post operasi mayor, pasien tidak sadar, keadaan pasien
tidak stabil, observasi TTV setiap kurang dari jam, perawatan luka bakar, perawatan
kolostomi, menggunakan alat bantu pernafasan, menggunakan WSD, irigasi kandung
kemih secara terus menerus, menggunakan alat traksi, fraktur dan pasca operasi
tulang belakang dan gangguan emosional berat.
Rumus :
1) Menurut Gillies (1982)
Tenaga perawat = Jumlah jam perawat yang dibutuhkan / tahun
Jumlah jam kerja perawat / tahun x jam kerja perawat

Atau TP = A x B x 365
( 365 – C ) x jam kerja / hari
Keterangan :
A : Jam efektif / 24 jam : waktu perawatan yang dibutuhkan klien
B : Sensus harian : BOR x jumlah tempat tidur
C : Jumlah hari libur
2) Depkes
KT ( kebutuhan tenaga ) =
Jumlah jam perawat tenaga / hari + (faktor koreksi) dengan hari libur cuti/lost day
Jam efektif perawat
Lost day = Jumlah hari minggu dalam 1 bulan + cuti + hari besar x keb tenaga
Jumlah hari kerja efektif
Faktor koreksi = (kebutuhan tenaga + lost day) x 25%
100
Kebutuhan tenaga = kebutuhan tenaga + faktor koreksi
3) Tingkat ketergantungan klien
Klasifikasi klien sangat diperlukan sehubungan dengan kebutuhan akan perawatan
yang terus menerus dalam 24 jam.
Adapun beberapa pasien dan jam perawat :
a) Menurut Althaus et al 1982 dan Kirk 1981
(1) Level 1 (minimal) = 3,2 jam
(2) Level 2 (intermediet) = 4,4 jam
(3) Level 3 (maksimal) = 5,6 jam

12
(4) Level 4 (intensive care) = 7,2 jam
b) Menurut Hanson
(1) Kategori I (self care) = membutuhkan 1 – 2 jam dengan waktu rata-rata
efektif 1,5 / 24 jam.
(2) Kategori 2 (minimal care) = membutuhkan 3 – 4 jam dengan rata-rata
efektif 3,5 jam/ 24 jam.
(3) Karegori III (intermediet care) = membutuhkan 5 – 6 jam dengan rata-rata
5,5 jam / 24 jam.
(4) Kategori IV (modifet intensive care) = membutuhkan 7 – 8 jam dengan
rata-rata efektif 7,5 jam / 24 jam.
(5) Kategori V (intensive care) = membutuhkan 10-14 jam dengan rata-rata
efektif 12 jam / 24 jam.
c) Douglas (1984) berdasarkan tingkat ketergantungan untuk setiap pasien dan
hasil keseluruhan ditambah 1/3 x hasil total pagi, sore dan malam berdasarkan
tingkat ketergantungan klien.

Tabel 2.1
Penentuan Kebutuhan Tenanga Kerja
Klasifikasi pasien
Jumlah
Minimal Parsial Total
pasien
pagi Sore Malam pagi sore Malam pagi sore Malam
1 0,17 0,14 0,10 0,27 0,15 0,07 0,36 0,30 0,20
2 0,34 0,28 0,20 0,54 0,30 0,14 0,72 0,60 0,40
3 0,51 0,42 0,30 0,81 0,45 0,21 1,08 0,90 0,60

F. Manajemen Pengelolaan Pelayanan


1. Timbang Terima (overan)
Merupakan suatu cara dalam menyampaikan dan menerima suatu laporan yang
berkaitan dengan keadaan klien.
Tujuan dari overan adalah :
a. Menyampaikan kondisi secara umum.
b. Menyampaikan hal penting yang perlu ditindak lanjuti oleh dinas selanjutnya.
c. Tersusunnya rencana kerja untuk dinas berikutnya.

13
Langkah-langkah dalam mengikuti overan :
a. Kedua kelompok shift dalam keadaan sudah siap
b. Shift yang akan menyerahkan dan mengoverkan perlu mempersiapkan hal-hal
yang akan disampaikan kepada penanggung jawab shift yang selanjutnya
meliputi kondisi keadaan klien secara umum, tindak lanjut untuk dinas yang
menerima overan rencana kerja untuk dinas yang akan menerima overan
c. Penyampaian overan harus dilakukan secara jelas dan tidak terburu-buru.
d. Perawat primer dan anggota kedua shift dinas bersama-sama secara langsung
melihat keadaan klien.

Prosedur yang perlu diperhatikan dalam timbang terima (overan) :


a. Persiapan
1) Kedua kelompok dalam keadaan siap
2) Kelompok yang akan bertugas menyiapkan buku catatan
b. Pelaksanaan
1) Timbang terima dilakukan setiap pergantian shift
2) Dari nurse station perawat berdikusi untuk melaksanakan timbang terima
dengan mengkaji secara komprehensif yang berkaitan tentang masalah
keperawatan pasien, rencana tindakan yang sudah dan yang belum di
laksanakan serta hal-hal penting lainnya yang perlu dilimpahkan.
3) Hal-hal yang sifatnya khusus dan memerlukan perincian yang jelas
sebaiknya di catat secara khusus untuk kemudian diserah terimakan kepada
perawat jaga berikutnya.
4) Hal-hal yang perlu disampaiakan pada saat timbang terima:
a. Identitas pasien dan diagnosa medis
b. Masalah keperawatan yang kemungkinan masih muncul
c. Tindakan keperawatan yang sudah dan belum dilaksanakan
d. Intervensi kolaboratif dan dependensi
e. Rencana umum dan persiapan yang perlu dilakukan dalam kegiatan
selanjutnya, misalnya operasi pemeriksaan kegiatan selanjutnya,
pemeriksaan laboratorium/pemeriksaan penunjang lainnya, persiapan
untuk konsultasi/ prosedur lainnya yang tidak dilaksanakan secara rutin.

14
5) Perawat yang melakukan timbang terima dapat melakukan klasifikasi, tanya
jawab, dan melakukan validasi terhadap hal-hal yang di timbang terima kan
dan berhak menanyakan mengenai hal yang kurang jelas
6) Penyampaian saat timbng terima secara jelas dan singkat
7) Lama timbang terima untuk setiap pasien tidak lebih dari 5 menit kecuali
pada kondisi khusus dan memerlukan penjelasan yang lengkap dan rinci
8) Pelaporaan untuk timbang terima dituliskan secara langsung pada pelaporan
ruangan oleh katim

2. Ronde Keperawatan
a. Pengertian
Suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah keperawatan
klien yang dilaksanakan oleh perawat, disamping pasien dilibatkan untuk
membahas dan melaksanakan asuhan keperawatan akan tetapi pada kasus
tertentu harus dilaksanakan oleh katim, kepala ruangan, perawat pelaksana yang
perlu juga melibatkan seluruh anggota tim.
b. Tujuan
1) Menumbuhkan cara berfikir kritis
2) Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang berorientasi
pada masalah klien
3) Meningkatkan kemampuan menentukan diagnosa keperawatan
4) Meningkatkan validitas data masalah klien
5) Menilai kemampuan justivikasi
6) Meningkatkan kemampuan untuk memodifikasi rencana asuhan
keperawatan
7) Meningkatkan kemampuan dalam menilai hasil kerja
c. Peran
1) Katim dan perawat pelaksana
a) Menjelaskan keadaan dan data demografi klien
b) Menjelaskan masalah keperawatan utama
c) Menjelaskan tindakan selanjutnya
d) Menjelaskan intervensi yang belum dan akan dilakasanakan
e) Menjelaskan alasan ilmiah tindakan yang akan di ambil

15
2) Peran katim lain
a) Memberikan justifikasi
b) Memberikan reinforcement
c) Menilai kebenaran diri suatu masalah, intervensi keperawatan, serta
tindakan yang rasional
d) Mengarahkan dan koreksi
e) Mengintegrasikan teori dan konsep yang telah dipelajari
3) Persiapan
a) Penetapan kasus minimal 1 hari sebelum waktu pelaksanaan ronde
b) Pemberian informed consent kepada klien dan keluarga
4) Pelaksanaan ronde
a) Penjelasan tentang klien oleh katim dalam hal ini penjelasan difokuskan
pada masalah keperawatan dan rencana tindakan yang akan atau yang
telah dilaksanakan dan memilih kualitas yang perlu didiskusikan
b) Diskusi antar anggota tim tentang kasus tersebut
c) Pemberian jastifikasi oleh katim atau kepala ruangan tentang masalah
klien serta rencana tindakan yang akan dilakukan
d) Tindakan keperawatan pada masalah prioritas yang telah dan akan di
tetapkan
5) Pasca ronde
a) Mendiskusikan hasil temuan dan tindakan pada klien
b) Menetapkan tindakan yang akan dilakukan

G. Model Metoda Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP)


1. Pengertian
Model asuhan keperawatan profesional (MAKP) adalah suatu sistem (struktur,
proses dan nilai-nilai profesional), yang memfasilitasi perawat profesional, mengatur
pemberian asuhan keperawatan, termasuk lingkungan tempat asuhan tersebut
diberikan (Ratna sitorus & Yulia, 2006).
2. Dasar pertimbangan pemilihan MAKP
Mclaughin, Tomas dan Bartem mendefinisikan 8 model pemberian asuhan
keperawatan tetapi yang umum di gunakan di rumah sakit adalah ashan keperawatan
total, keperawatan primer. Tetapi setiap unit keperawatan mempunyai upaya untuk
menyeleksi model untuk mengelola asuhan keperawatan berdasarkan kesesuaian
16
antara ketenagaan, sarana dan prasarana, kebijakan rumah sakit, karena setiap
perubahan akan berakibat sesuatu maka perlu mempertimbangkan 6 unsur utama
dalam penentuan pemilihan model pemberian asuhan keperawatan (Marquis &
Huston 1998).
a. Sesuai dengan visi dan misi institusi
b. Dapat diterapkannya proses keperawatan dalam asuhan keperawatan
c. Efisien dan efektif dalam penggunaan biaya
d. Terpenuhinya kepuasan pasien keluarga dan masyarakat
e. Kepuasan kerja perawat
f. Terlaksananya komunikasi yang adekuat antara perawat dan tim kesehatan
lainnya.
3. Jenis Model Metoda Asuhan Keperawatan
a. Model Fungsional ( bukan model MAKP profesional)
Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan
keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua.Pada saat ini
karena masih terbatasnya jumlah dan kemampuan perawatan maka setiap
perawata hanya melakukan satu sampai dua jenis intervensi keperawatan kepada
semua pasien di bangsal.
Kelebihan :
1) Manajemen klasik yang menekankan efisiensi, pembagian tugas yang dan
pengamatan yang baik.
2) Sangat baik untuk rumah sakit yang kekurangan tenaga
3) Perawat senior menyibukkan diri dengan tugas manajerial, sedangkan
perawatan pasien diserahkan kepada perawat junior dan atau belum
berpengalaman.
Kelemahan :
1) Tidak memberikan kepuasan pada pasien maupun perawat
2) Pelayanan keperawatan terpisah-pisah, tidak dapat menerapkan proses
keperawatan
3) Persepsi perawat cendrung kepada tindakan yang berkaitan dengan
keterampilan saja.

17
Skema 2.2
Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan Fungsional

Kepala Ruangan

Perawat : pengobatan Perawat : Perawat : Perawat :


Merawat luka Penyiapan instrumen Kebutuhan dasar

Pasien

(Marquis dan Huston, 1998:138)

b. Model Pemberian Asuhan Keperawatan Dengan Tim


Model tim keperawatan yaitu pengorganisasian pelayanan keperawatan
oleh sekelompok perawat pada sekelompok pasien. Kelompok ini dipimpin
oleh perawat yang berijazah dan yang berpengalaman serta memiliki
pengetahuan dibidangnya.Pembagian tugas didalam kelompok dilakukan oleh
pemimpin kelompok.Selain itu ketua kelompok yang bertugas melaporkan
kepada kepala ruangan tentang kemajuan pelayanan atau asuhan keperawatan
terhadap klien.
Kelebihan :
1) Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh
2) Mendukung pelaksanaan proses keperawatan
3) Memungkinkan komunikasi antar tim sehingga konflik mudah diatasi dan
memberi kepuasan kepada anggota tim.
kelemahan :
Komunikasi antar anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk
konferensi tim yang biasanya membutuhkan waktu yang sulit untuk
dilaksanakan pada waktu-waktu sibuk.

18
Skema 2.3
Model Metode Asuhan Keperawatan Tim

Kepala Ruangan

Ketua Tim Ketua Tim

Perawat pelaksana Perawat Pelaksana

Klien Klien

(Marquis dan Huston, 1998:138)

Konsep Metode Tim


a) Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan
berbagai teknik kepemimpinan.
b) Pentingnya komunikasi yang efektif agar kontinuitas rencana keperawatan
terjamin
c) Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim
d) Peran kepala ruangan penting dalam metode tim
Tanggung Jawab Anggota Tim
a) Memberikan asuhan keperawatan pasien dibawah tanggung jawabnya
b) Kerja sama dalam anggota tim dan antar tim
c) Memberikan laporan
Tanggung Jawab Ketua Tim
a) Membuat perencanaan
b) Membuat penugasan supervise dan evaluasi
c) Mengenal/mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai tingkat kebutuhan
pasien
d) Mengembangkan kemampuan angggota
e) Menyelenggarakan konferensi

19
Tanggung Jawab Kepala Ruangan
a) Manajemen personalia atau ketenagaan
b) Manajemen operasional meliputi perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, pelayanan keperawatan
c) Manajemen kualitas pelayanan
d) Manajement financial meliputu budget coss control dalam pelayanan
keperawatan

Fungsi Kepala Ruangan


Kepala ruangan fungsinya adalah sebagai perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, dan pengawasan atau pengendalian terhadap pelayanan
keperawatan di ruang yang menjadi tanggung jawabnya.

Uraian Tugas Kepala Ruangan


a) Perencanaan
(1) Menetapkan filosofi, sasaran, tujuan, kebijakan, dan standar prosedur
tindakan
(2) Menunjukkan perawat yang bertugas sebagai katim
(3) Mengidentifikasi perawat yang dibutuhkan berdasarkan tingkat
ketergantungan klien
(4) Merencanakan strategi pelaksanaan keperawatan
(5) Membantu mengembangkan staf untuk pendidikan berkelanjutan dan
pelatihan
(6) Mengikuti visite dokter untuk mengetahui kondisi, patofisiologi,
tindakan medis yang dilakukan, program pengobatan dan
mendiskusikan dengan dokter tentang tindakan yang akan dilakukan
terhadap pasien.
(7) Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan
- Membimbing pelaksanaan asuhan keperawatan
- Membimbing penerapan proses keperawatan dan menilai asuhan
keperawatan
- Mengadakan diskusi untuk memecahkan masalah
- Memberikan informasi kepada klien/keluarga yang baru masuk
(8) Membantu membimbing terhadap peserta didik keperawatan

20
(9) Menjaga terwujudnya visi dan misi keperawatan dan rumah sakit
b) Pengorganisasian
(1) Merumuskan metode penugasan yang digunakan
(2) Merumuskan tujuan sistem metode penugasan
(3) Membuat rincian tugas ketua tim dan anggota tim secara jelas
(4) Membuat rentang kendali kepala ruangan membawahi 2 ketua anggota
tim dan ketua tim membawahi 2-3 perawat
(5) Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan: membuat proses
dinas, mengatur tenaga yang ada setiap hari dan lain-lain
(6) Mengatur dan mengedalikan logistik ruangan
(7) Mengatur dan mengendalikan situasi tempat praktek
(8) Mengendalikan tugas saat kepala ruangan tidak berada di tempat,
kepada ketua tim
(9) Memberi wewenang kepada tata usaha untuk mengurus administrasi
pasien
(10) Mengatur penugasan jadwal post dan pakarnya
(11) Identifikasi masalah dan cara penanganan
c) Pengarahan
(1) Memberikan pengarahan tentang penugasan kepada ketua tim
(2) Memberikan pujian kepada anggota tim melaksanakan tugas dengan
baik
(3) Memberi motivasi dalam peningkatan pengetahuan, keterampilan dan
sikap
(4) Menginformasikan hal-hal yang dianggap penting dan berhubungan
dengan ASKEP pasien dan pelayanan keperawatan diruangan
(5) Melibatkan bawahan sejak awal hingga akhir kegiatan
(6) Membimbing bawahan yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan
tugasnya
(7) Meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim lain
d) Pengawasan
(1) Melalui komunikasi : mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan
ketua tim maupun melaksanakan mengenai ASKEP yang telah
diberikan terhadap pasien

21
(2) Melalui supervisi :
- Pengawasan langsung melalui inspeksi, mengamati sendiri atau
melalui laporan langsung secara lisan dengan
memperbaiki/mengawasi kelemahan-kelemahan yang ada saat itu
juga
- Pengawasaan tidak langsung yaitu mengecek daftar hadir ketua
tim, membaca dan memeriksa rencana keperawatan serta rencana
yang dibuat selama dan sesudah proses keperawatan dilaksanakan
(didokumentasikan), mendengar laporan ketua tim tentang
pelaksanaan tugas
(3) Evaluasi bersama katim hasil upaya pelaksanaan dan membandingkan
dengan rencana keperawatan yang telah disusun

Ketua Tim
a) Fungsi ketua tim
(1) Membuat perencanaan berdasarkan tugas dan wewenang yang
didelegasi oleh kepala ruangan
(2) Membuat penugasan supervisi dan evaluasi
(3) Mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai kebutuhan pasien
(4) Mengembangkan kemampuan anggota tim
(5) Menyelenggarakan konferens
b) Uraian tugas ketua tim
(1) Perencanaan
- Bersama kepala ruangan mengadakan serah terima tugas pada
setiap pergantian dinas
- Melakukan pembagian tugas atas anggota kelompoknya
- Menyusun rencana asuhan keperawatan
- Menyiapkan keperluan untuk melaksanakan asuhan keperawatan
- Mengikuti visite dokter
- Menilai hasil pekerjaan anggota kelompok dan mendiskusikan
masalah yang ada
- Menciptakan kerja sama yang harmonis antar anggota tim
- Memberikan pertolongan segera pada klien dengan
kegawatdaruratan
22
- Membuat laporan klien
- Melakukan ronde keperawatan bersama kepala ruangan
- Mengorientasi klien baru
(2) Pengorganisasian
- Menjelaskan tujuan pengorganisasian tim keperawatan
- Membagi tugas sesuai dengan tingkat ketergantungan klien
- Membuat rincian anggota tim dalam memberikan Askep
- Mengatur waktu istirahat untuk anggota tim
- Mendelegasi proses asuhan keperawatan pada anggota tim
- Membuat rincian tugas anggota tim meliputi pemberian asuhan
keperawatan
(3) Pengarahan
- Memberikan pengarahan atau bimbingan kepada anggota tim
- Memberikan informasi yangberhubungan dengan Askep
- Mengawasi proses asuhan keperawatan
- Melibatkan anggota tim dari awal sampai akhir kegiatan
- Memberi pujian, motivasi kepada anggota tim
(4) Pengawasan
- Melalui komunikasi
Mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan pelaksana dalam
pemberian asuhan keperawatan
- Melalui supervisi
Secara langsung melihat atau mengawasi proses asuhan
keperawatan yang dilaksanakan oleh anggota lain.
Secara tidak langsung melihat daftar hadir perawat pelaksana,
membaca dan memeriksa catatan keperawatan, membaca catatan
perawat yang dibuat selama proses keperawatan, mendengarkan
laporan secara lisan dari anggota tim tentang tugas yang dilakukan.
- Mengevaluasi
Pelaksanaan keperawatan bertanggung jawab kepada kepala
ruangan dan mnyelenggarakan asuhan secara optimal kepada klien
yang berbeda di bawah tanggung jawabnya.

23
Uraian Tugas perawat Pelaksana :
a) Perencanaan
(1) Melakukan pengkajian kepada klien
(2) Menentukan masalah-masalah keperawatan yang dihadapi klien
berdasarkan hasil pengkajian
(3) Merumuskan tujuan yang akan dicapai untuk menentukan rencana
tindakan
(4) Melakukan tindakan yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah
sehingga tujuan keperawatan tercapai
(5) Bersama ketua tim melaksanakn serah terima klien dan tugas setiap
pergantian dinas
(6) Menyiapkan keperluan untuk melaksanakn tindakan keperawatan
(7) Mendampingi visite dokter pada klien yang menjadi tanggung jawab
bersama kepala tim untuk menilai kondisi klien dan memungkinkan
penyebabnya, rencana tindakan medis, mengetahui program
pengobatan yang akan dilakukan selanjutnya.
(8) Menyiapkan klien secara fisik secara fisik dan secra mental atau
pemeriksaan penunjang
b) Pengorganisasian
(1) Menerima pendelegasian askep dari kepala ruangan melalui kepala tim
(2) Membuat mekanisme kerja untuk masing-masing klien yang menjadi
tanggung jawab askep yang telah dilakukan kepada kepala ruangan
melalui kepal tim
(3) Menghindari pertentangan antara anggota tim
(4) Ikut menegakkan peraturan rumah sakit dan kebijakan yang berlaku
(5) Mengembangkan kreativitas
(6) Mengembangkan kemampuan manajemen dalam memberiakn asuhan
keperawatan kepada klien
c) Pengawasan
(1) Melakukan dan menciptakan komunikasi terapeutik dengan klien dan
keluarga selama memberiakan aksep
(2) Mengawasi perkembangan dan reaksi klien terhadap tindakan
keperawatan dan pengobatan

24
(3) Menilai hasil tindakan keperawatan yang diberikan, apakah tujuan
telah tercapai bersama kepala tim
d) Pengarahan
(1) Memberiakan pengarahan kepada keluarga tentang tindakan yang akan
dilakukan, cara minum obat, aktivitas
(2) Memberikan petunjuk kepada klien dan keluarga mengenai peraturan
yang berlaku, jam kunjungan, pemeriksaan penunjang dan pengadaan
obat-obatan.
(3) Memberikan pujian terhadap kemajuan kesehatan klien dan kerja sama
keluarga dengan petugas

c. MAKP Primer
Metode penugasan dimana satu orang perawat bertanggung jawab penuh
selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien masuk
sampai keluar rumah sakit. Mendorong praktik kemandirian perawat, ada
kejelasan antara sipembuat rencana asuhan dan pelaksana.
Metode primer ini di tandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus
menerus antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan,
melakukan koordinasi asuhan keperawatan selama pasien dirawat.
Kelebihan :
1) Bersifat kontinuitas dan komprehensif
2) Perawat primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil dan
memungkinkan pengembangan diri
3) Keuntungan antara lain terhadap pasien, perawat, dokter dan rumah sakit
(Gillies, 1989)

Kelemahan :
Hanya dapat dilakukan oleh perawat yang memiliki pengalaman dan
pengetahuan yang memadao dengan kriteria asertif, self direction, kemampuan
mengambil keputusan yang tepat, menguasai keperawatan klinik, akuntable
serta mampu berkolaborasi dengan berbagai disiplin.

25
Skema 2.4
Model Metode Asuhan Keperawatan Primer

Dokter Kepala Ruangan Sarana RS

Perawat Primer

Pasien

Perawat Pelaksana Sore Perawat pelaksana pagi Perawat pelaksana malam

(Marquis Dan Huston 1998)

Konsep dasar metode primer


1) Ada tanggung jawab dan tanggung gugat
2) Ada otonomi
3) Ketertiban pasien dan keluarga
Tugas perawat primer :
1) Menerima pasien dan mengkaji kebutuhan pasien secara konfrehensif
2) Membuat tujuan dan rencana keperawatan
3) Melaksanakan rencana yang telah dibuat selama iadinas
4) Mengkomunikasikan dan mengkoordinasi pelayanan yang telah diberikan
oleh disiplin lain maupun perawat lain
5) Mengevaluasi keberhasilan yang dicapai
6) Menerima dan menyesuaikan rencana
7) Menyiapkan penyuluhan untuk pulang
8) Melakukan rujukan kepada pekerja sosial, dengan lembega sosial
masyarakat
9) Membuat jadwal perjanjian klinik
10) Mengadakan rujukan klinik
11) Mengadakan kunjungan rumah.
26
Peran kepala ruang atau bangsal dalam metode primer :
1) Sebagai konsultan pengendalian mutu perawat primer
2) Orientasi dan merencanakan karyawan baru
3) Menyusun jadwal dinas dan memberi penugasan pada perawat asisten
4) Evaluasi kerja
5) Merencanakan / menyelenggarakan pengembangan staf
6) Membuat 1 – 2 pasien untuk model agar dapat mngenal hambatan yang
terjadi.
Ketenagaan metode primer :
1) Setiap perawat primer adalah perawat “bed side”
2) Beban kasus pasien 4- 6 orang untuk satu perawat
3) Penugasan ditentukan oleh kepala bangsal
4) Perawat primer dibantu oleh perawat profesional lain maupun non
profesional sebagai perawat asisten

d. Manajemen kasus
Setiap perawat di tugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan pasien
saat ia dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap sift
dan tidak ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada
hari berikutnya. Metode penugasan kasus biasa diterapkan satu pasien satu
perawat, dan hal ini umumnya dilaksanakan untuk perawat privat atau untuk
perawtan khusus seperti : isolasi, intensif care.
Kelebihan :
1) Perawat lebih memahami kasus perkasus
2) Sistem evaluasi dari manajerial menjadi lebih mudah
Kekurangan :
1) Belum dapatnya diidentifikasi perawat pananggung jawab
2) Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan dasar yang
sama

27
Skema 2.5
Model Metode Asuhan Keperawatan Kasus

Kepala Ruangan

Staf Perawat Staf Perawat Staf Perawat

Pasien / klien Pasien / klien Pasien / klien

(Maquis dan Huston 1998)

e. Model Pemberian Asuhan Keperawatan Modifikasi : Tim Primer


Metoda ini digunakan secara kombinasi dari kedua sistem. Menurut Ratna
S.Sudarsono (2000), penetapan sistem model MAKP ini didasarkan pada
beberapa alasan :
1) Keperawatan primer tidak digunakan secara murni, karena sebagai perawat
primer harus mempunyai latar belakang pendidikan S1 Keperawatan atau
setara
2) Keperawatan tim tidak digunkan secara murni, karena tanggung jawab
asuhan keperawatan pasien terfragmentasi pada berbagai tim
3) Melalui kombinasi kedua model teseubut diharapkan komunitas asuhan
keperawatan dan akuntabilitas asuhan keperawatan terdapat pada primer.
Disamping itu karena saat ini jenis pendidikan perawat yang ada dirumah
sakit sebagian besar adalah lulusan D3,maka akan mendapatkan
bimbingan dari perawat primer atau ketua tim tentang asuhan keperawatan.

28
Skema 2.6
Contoh Pemberian Askep Modifikasi

Kepala Ruangan

PP 1 PP 2 PP 3 PP 4

PA PA PA PA

PA PA PA PA

PA PA PA PA

7-8 Pasien 7-8 Pasien 7-8 Pasien 7-8 Pasien

(Marquis dan Huston, 1998).

f. Gaya Kepemimpinan Situasional


Pengertian
Menurut Hersay dan Blanchard, kepemimpinan situasional adalah :
1) Jumlah petunjuk dan pengarahan yang diberikan oleh pemimpin
2) Jumlah dukungan sosioemosional yang diberikan oleh pimpinan
3) Tingkat kesiapan atau kematangan para pengikut yang ditunjuk dalam
melaksanakan tuga khusus, fungsi, atau tujuan tertentu.

Konsep ini telah dikembangkan untuk membantu orang dalam


menjalankan kepemimpinan dengan memperhatikan peranannya, yang lebih
efektif dalam berinteraksi pemimpin dengan orang lain dalam kesehariannya.
Dalam hal mempengaruhi perilaku bawahan, situasi merupakan faktor penting
karena kepribadian seseorang yang dibawah dari lahir bisa berubah dengan
adanya kondisi lingkungan yang berubah.
Menurut Model Fiedler
Mengemukakan bahwa kinerja kelompok yang efektif bergantung pada
penyesuaian yang tepat antara gaya pemimpin dalam berinteraksi dengan

29
bawahan dan pada tingkat mana situasi memberikan kendali dan pengaruh
pada pemimpi tersebut.
Kepemimpinan situasional merupakan gaya pemmpin yang
mempertimbangkan situasi yang dihadapi sebuah perusahaan. Baik dalam
proses pengambilan keputusan terhadap sebuah masalah maupun dengan
mengarahkan para baahannya. Kepemimpinan situasional dalam hal ini,
mengubah gaya kepemimpinan yang lama dengan gaya kepemimpina baru
yang di anggap lebih baik dengan pertimbangan situasi-situasi yang dialami
peusahaan.
Dalam kondisi pelatihan kepemimpinan harus menuntut perhatian dalam
organisasi, tampaknya teori kepemimpinan situasional tetap merupakan satu
cara pouler untuk mengekpresikan apa yang harus dilakukan pemimpin pad
pekerjaannya (Gibson, 1997:34).

Dasar Model Kepemimpinan Situasional


1) Kadar bimbingan dan pengarahan yang diberikan oleh pemimpin
(perilaku).
2) Kadar dukungan sosio emosional yang disedakan oleh pemimpin (perilaku
hubungan).
3) Tingkat kesiapan atau kematangan yang diperlihatkan leh anggota dalam
melaksanakan tugas dan fungsi mereka dalam mencapai tujuan tertentu.
Konsep ini menjelaskan hubungan antara prilaku kepemimpinan yang
efektif dengan tingkat kematangan anggota kelompok atau pengikutnya.Teori
ini menekankan hubungan pemimpin dengan anggota hingga tercipta
kepemimpinan ynag efektif, karena anggota dapat menentukan keanggotaan
pribadi yang dimiliki pemimpin.
Kematangan atau maturity adalah bukan kematangan secara psikologis
melainkan menggambarkan kemauan dan kemampuan anggota dalam
melaksanakan tugas masing-masing termasuk tanggung jawab dalam
melaksanakan tugas tersebut juga kemauan dan kemampuan mengarahkan diri
sendiri.Jadi, variabel kematangan yang dimaksud adalah kematangan dalam
melaksanakan tugas masing-masing tidak berarti kematangan dalam segala
hal.

30
Kematangan anak buah adalah kemampuan yang dimiliki anak buah
dalam menyelesaikan tugas dari pimpinan, termasuk di dalamnya adalah
keinginan atau motifasi mereka dalam menyelesaikan suatu tugas.
Kematangan individu dalam teori kepemimpinan situasional Hersey-Blanchard
dibedakan dalam 4 kategori kematangan yang masing-masing punya
perbedaan tingkat kematangan sebagai berikut :
1) M1 : tingkat kematangan anggota rendah
Ciri-cirinya : adalah anggota tidak mampu dan tidak mau melaksanakan
tugas, maksudnya : Kemampuan anggota dalam melaksanakan tugas
rendah dan anggota tersebut juga tidak mau bertanggung jawab.
Penyebabnya : tugas dan jabatan yang dijabat memang jauh dari
kemampuan, kurang mengerti apa kaitan antara tugas dan tujuan
organisasi, mempunyai sesuatu yang di harapkan tetapi tidak sesuai
dengan ketersediaan dalam organisasi.
2) M2 : tingkat kematangan anggota rendah ke sedang atau moderat rendah
Ciri-cirinya : anggota tidak mampu melaksanakan tapi mau bertanggung
jawab, yaitu walaupun kemampuan dalam melaksanakan tugasnya rendah
tetapi memiliki rasa tanggung jawab sehingga ada upaya untuk berprestasi.
Mereka yakin akan pentingnya tugas dan tahu pasti tujuan yang ingin
dicapai.
Penyebabnya : anggota belum berpengalaman atau belum mengikuti
pelatihan dan pendidikan tetapi memiliki motivasi tinggi, menduduki
jabatan baru dimana semangat tinggi tetapi bidangnya baru dan selalu
berupaya mencapai prestasi, punya harapan yang sesuai dengan
ketersediaan yang ada dalam organisasi.
3) M3 : tingkat kematangan anggota sedang ke tinggi atau moderat tinggi.
Ciri-cirinya : anggotanya mampu melaksanakan tetapi tidak mau. Yaitu
mereka yang memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas tetapi
karena suatu hal tidak yakin akan keberhasilan sehingga tugas tersebut
tidak dilaksanakan.
Penyebabnya : anggota merasa kecewa atau frustasi misalnya baru saja
mengalami alih tugas dan tidak puas dengan penempatan baru.

31
4) M4 : tingkat kematangan anggota tinggi
Ciri-cirinya : anggota mau dan mampu, yaitu : mempunyai kemampuan
yang tinggi dalam menyelesaikan tugas ataupun memecahkan masalah dan
punya motivasi tinggi serta besar tanggung jawabnya. Mereka adalah yang
berpengalaman dan punya kemampuan yang tinggi dalam menyelesaikan
tugas. Mereka mendapat kepuasan atas prestasinya dan yakin akan selalu
berhasil.
Merujuk pada tingkat kematangan masing-masing kelompok atau
anggota kelompok, maka prilaku kepemimpinan harus disesuaikan demi
tercapainya efektifitas kepemimpinan berdasarkan analisis pemimpin
terhadap tingkat kematangan anggota, digunakan kombinasi perilaku tugas
dan perilaku hubungan.
Ada beberapa kombinasi perilaku kepemimpinan yang merujuk
pada kematangan yaitu :
Tingkat kematangan Perilaku kepemimpinan
Rendah (M-1) Instruksi (S-1)
Tidak mau dan tidak mampu Tinggi tugas dan rendah hubungan
Rendah ke sedang atau moderat rendah Konsultasi (S-2)
(M-2) tidak mampu tapi mau Tinggi tugas dan tinggi hubungan
Sedang ke tinggi atau moderat tinggi (M- Partisipasi (S-3)
3) mampu tapi tidak mau Rendah tugas dan tinggi hubungan
Tinggi (M-4) Delegasi (S-4)
Mau tapi mampu Rendah tugas dan rendah hubungan

Perilaku kepemimpinan seseorang menghadapi kelompok serta


keseluruhan harus berbeda-beda dengan menghadi individu anggota
kelompok, demikian pula perilaku kepemimpinan manajer dalam menghadapi
tiap-tiap individu harus berbeda-beda tergantung kematangannya.Masing-
masing punya perbedaan tingkat kematangan.
Menurut teori ini pemimpin haruslah situasional, setiap keputusan yang
dibuat didasarkan pada tingkat kematangan anak buah, ini berarti keberhasilan
seorang pemimipin apabila mereka menyesuaikan gaya kepemimpinannya
dengan tingkat kedewasaan atau kematangan anak buah. Tingkat kedewasaan
atau kematangan anak buah dapat dibagi menjadi 4 tingkat yaitu :

32
1) Pertama instruksi adalah untuk pengikut yang rendah kematangannya,
orang yang tidak mampu dan mau memliki tanggu jawab untuk
melaksanakan sesuatu adalah tidak kompeten atau tidak memiliki
keyakinan. Bawahan seperti ini masih sangat memerlukan pengarahan
dan dukungan, masih perlu bimbingan dari atasan tentang bagaimana,
kapan dan dimana mereka dapat melaksanakan tanggung jawab/
tugasnya.
2) Kedua konsultasi adalah untuk tingkat kematangan rendah dan sedang,
orang yang tidak mampu tetapi berkeinginan untuk memikul tanggung
jawab memiliki keyakinan tetapi kurang memiliki keterampilan.
Pimpinan/pemimpin perlu membuka komunikasi dua arah (two way
communications), yaitu untuk membantu bawahan dalam meningkatkan
motivasi kerjanya.
3) Ketiga partisipasi bagi tingkat kematangan dari sedang kerendah, orang-
orang pada tingkat perkembangan ini memiliki tetepi tidak memiliki
keinginan untuk melakukan sesuatu yang diberikan. Untuk
meningkatkan produktivitas kerjanya, dalam hal ini pemimpin harus
aktif membuka komunikasi dua arah dan mendengarkan yang diinginkan
oleh bawahan.
4) Keempat delegasi adalah bagi tingkat kematangan yang tinggi, orang-
orang pada tingkat kematangan seperti ini adalah mampu dan mau, atau
mempunyai keyakinan untuk memikul tanggung jawab. Dalam hal ini
pemimpin tidak perlu banyak memberikan maupun pengarahan, karena
dianggap bawahan sudah mengetahui bagaimana, kapan dan dimana
mereka harus melaksanakan tugas/ tanggung jawabnya (thoha, 1983:74-
76).

Model-model Keperawatan Situasional


1) Model kepemimpinan kontijensi fiedler
Least preferred coworkers (LPC)
Model kepemimpinan kontijensi fiedler ( 1964 – 1997 )
menjelaskan bagaimana situasi menengahi hubungan antara efektifitas
kepemimpinan dengan ukuran ciri yang disebut nilai LPC rekan kerja
yang paling tidak disukai (Yukl, 2005 : 251).

33
Teori kontijensi fidler menunjukan hubungan antara orientasi
pemimpin atau gaya dan kinerja kelompok yang berbeda di bawah
kondisi situasional. Teori ini didasarkan padapenentuan orientasi
pemimpin (hubungan atau tugas), unsur-unsur situasi (hubungan
pemimopin anggota, tugas struktur, dan kekuasaan pemimpin posisi),
dan orientasi pemimpin yang ditemukan paling efektif karena situasi
berubah dari rendah sampai sedang untuk kontrol tinggi.Fiedler
menemukan bahwa tugas pemimpin berorientasi lebih efektif dalam
situasi kontrol rendah dan moderat dan hubungan manager
berorientasi lebih efektif dalam situasi kontol moderat.
2) Teori jalur tujuan kepemimpinan
Path goal theory of leadership
Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena efek
positif yang mereka berikan terhadap motivasi pada pengikut, kinerja
dan kepuasan. Teori ini dianggap sebagai path goal karena terfokus
pada bagaimana pemimpin menpengaruhi persepsi dari pengikutnya
tentang tujuan pekerjaan, tujuan pengembangan diri, dan jalur yang
dibutuhkan dalam mencapai tujuan ( Ivancevich, dkk, 2007).
Dasar dari path goal adalah teori motivasi ekspetasi.Teori awal
dari path goal menyatakan bahwa pemimpin efektif adalah pemimpin
yang bagus dalam membrikann imbalan pada bawahan dan membuat
imbalan tersebut dalam suatu kesatuan (contingent).Dengan
pencapaian bawahan terhadap tujuan spesifik. Perkembangan awal
teori path goal menyebutkan 4 gaya perilaku spesifik dari seorang
pemimpin meliputi direktif, suporrtif, partisipatif, dan berorientasi
pencapaian dan tiga sikap bawahan meliputi kepuasan kerja,
penerimaan terhadap pimpinan, dan harapan mengenai hubungan
antara usaha – kinerja – imbalan.

H. Discharge Planning
1. Pengertian Discharge Planning
Discharge Planning adalah proses sitematis yang diberikan kepada pasien ketika
akan meninggalkan tempat pelayanan kesehatan, baik pulang kerumah maupun akan
melakukan perawatan di rumah sakit lain (taylor).
34
Kozier (2004), mendefenisikan Discharge Planning sebagai proses
mempersiapkan pasien untuk meniggalkan suatu unit pelayanan kepada unit yang
lain di dalam atau diluar suatu agen pelayanan kesehatan umum.
Ackson (1994), menyatakan bahwa Discharge Planning merupakan proses
mengidentifikasi kebutuhan pasien dan perencanaannya dituliskan untuk
memfasilitasi keberlanjutan suatu pelayanan kesehatan dari suatu lingkungan yang
lain.
Rindhianto (2008), mendefenisikan Discharge Planning sebagai perencanaan
kepulangan pasien dan memberikan informasi kepada klien dan keluarganya tentang
hal-hal yang perlu dihindari dan dilakukan sehubungan kondisi penyakitnya.

2. Manfaat Discharge Planning


a. Bagi pasien
1) Dapat memenuhi kebutuha pasien
2) Merasakan bahwa dirinya adalah bagian dari proses perawatan sebagai
baian yang aktif dan bukan objek yang pasif
3) Menyadari hak nya untuk dipenuhi
4) Merasa nyaman untuk kelanjutan perawatannya untuk memperoleh
support sebelum timbulnya masalah
5) Dapat memilih prosedur perawatannya
6) Mengerti apa yang akan terjadi pada dirinya dan mengetahui siapa yang
dapat dihubungi
b. Bagi perawat
1) Merasa bahwa keahliannya dapat diterima dan dapt digunakan
2) Menerima informasi kunci setiap waktu
3) Memahami perannya dalam sistem
4) Dapat mengembangkan keterampilan dalam prosedur baru
5) Memiliki kesempatan untuk bekerja dalam seting yang berbeda dan cara
yang berbeda
6) Bekerja dalam suatu sistim dengan efekif

35
3. Prinsip Discharge Planning
a. Koordinasi ( saling berhubungan )
b. Interdisiplin ( salling menjaga, disiplin ilmu, keterampilan sesuai standar
keperawatan )
c. Pengenalan secara dini mungkin ( penjelasan tentang apa yang kita
informasikan )
d. Perencanaan secara hati-hati
e. Melibatkan klien dalam keluarga dalam memberikan perawatan

4. Karakteristik Indikasi Kebutuhan Discharge Planning


a. Kurang pengetahuan tentang pengobatan
b. Isolasi sosial
c. Diagnosa baru penyakit kronik
d. Operasi besar
e. Perpanjangan operasi besar
f. Orang labil
g. Penatalaksanaan dirumah secara komplek
h. Kesulitan financial
i. Ketidakmampuan menggunakan sumber rujukan/fasillitas pelayanan kesehatan
j. Panyakit terminal

5. Mekanisme Discharge Planning Menurut proses keparawatan


a. Pengkajian
Elemen penting dari pengkajian Discharge Planning, meliputi :
1) Data kesehatan
2) Data pribadi
3) Pemberi perawatan
4) Lingkungan
5) Keuangan dan pelayanan yang dapat mendukung
b. Diagnosa
Diagnosa keperawatan berdasarkan pada pengkajian Discharge Planning,
dikembangkan untuk mengetahui kebutuhan klien dan keluarga. Yaitu
mengetahui problem, etiologi ( penyebab ) support sistem (hal yang mendukung
sehingga dilakukan Discharge Planning).
36
c. Perencanaan
Menurut Luverne dan Barbara (1998 ),perencanaan pemulangan pasien
membutuhkan identifikasi kebutuhan klien.Kelompok perawat berfokus pada
kebutuhan rencana pengajaran yang baik untuk persiapan pulang klien, yaitu:
1) Medication ( obat )
Pasien sebaiknya mengtahui obat yang harus dilanjutkan setelah
pulang.
2) Environment (lingkungan)
Lingkungan tempat klien akan pulang dari rumah sakit sebaiknya
aman. Pasien juga sebaiknya memiliki fasilitas pelayanan yang dibutuhkan
untuk kelanjutan perawatannya.
3) Treatment (pengobatan)
Perawat harus memastikan bahwa pengobatan dapat berlanjut setelah
kien pulang, yang dilakukian oleh klien dan anggota keluarga.
4) Health Teaching (pengajaran kesehatan)
Klien yang akan pulang sebaiknya diberitahu bagaimana mempertahankan
kesehatan. Termasuk tanda dan gejala yang mengidentifikasikan kebutuhan
perawatan kesehatan tambahan.
5) Diet
Klien sebaiknya dibritahu tentang pembatasan pada dietnya.Ia sebaiknya
mampu memilih diet yang seduai untuk dirinya.
d. Implementasi
Implementasi dalam Discharge Planning adalah pelaksanaan rencana
pengajaran referral.Seluruh pengajaran yang diberikan harus didokumentasikan
pada catatan perawat dan ringkasan pulang (Discharge Summary).Instruksi
tertulis dibrikan kepada klien.Demontrasi ulang harus menjadi
memuaskan.Klien dan pemberi perawatan harus memiliki keterbukaan dan
melakunanya dengan alat yang digunakan dirumah.
e. Evaluasi
Evaluasi terhadap Discharge Planning adalah penting dalam membuat
kerja proses Discharge Planning. Perencanaan dan penyerahan harus diteliti
denga cermat untuk menjamin kualitas dan pelayanan yang sesuai.
Keberhasilan program perencanaan pemulangan tergantung pada 6
variabel :
37
1) Derajad penyakit
2) Hasil yang diharapkan dari perawatan
3) Durasi perawatan yang dibutuhkan
4) Jenis-jenis pelayanan yang diperlukan
5) Komplikasi tambahan
6) Ketersediaan sumber-sumber untuk mencapai pemulihan.

I. Fungsi Manajemen
George R. Terry,1958 dalam bukunya Principles of Management (Sukarna, 2011:
10) membagi empat fungsi dasar manajemen, yaitu Planning (Perencanaan), Organizing
(Pengorganisasian), Actuating (Pelaksanaan) dan Controlling (Pengawasan). Keempat
fungsi manajemen ini disingkat dengan POAC.
a) Planning (Perencanaan)
George R. Terry dalam bukunya Principles of Management (Sukarna, 2011: 10)
mengemukakan tentang Planning sebagai berikut, yaitu
“Planning is the selecting and relating of facts and the making and using of
assumptions regarding the future in the visualization and formulation to proposed of
proposed activation believed necesarry to accieve desired result”.
“Perencanaan adalah pemilih fakta dan penghubungan fakta-fakta serta pembuatan
dan penggunaan perkiraan-perkiraan atau asumsi-asumsi untuk masa yang akan
datang dengan jalan menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan yang
diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan.”
b) Organizing (Pengorganisasian)
Pengorganisasian tidak dapat diwujudkan tanpa ada hubungan dengan yang lain dan
tanpa menetapkan tugas-tugas tertentu untuk masingmasing unit. George R. Terry
dalam bukunya Principles of Management (Sukarna, 2011: 38) mengemukakan
tentang organizing sebagai berikut, yaitu
“Organizing is the determining, grouping and arranging of the various activities
needed necessary forthe attainment of the objectives, the assigning of the people to
thesen activities, the providing of suitable physical factors of enviroment and the
indicating of the relative authority delegated to each respectives activity“
Pengorganisasian ialah penentuan, pengelompokkan, dan penyusunan macam-macam
kegiatan yang dipeelukan untuk mencapai tujuan, penempatan orang-orang (pegawai),
terhadap kegiatan-kegiatan ini, penyediaan faktor-faktor physik yang cocok bagi

38
keperluan kerja dan penunjukkan hubungan wewenang, yang dilimpahkan terhadap
setiap orang dalam hubungannya dengan pelaksanaan setiap kegiatan yang
diharapkan.
Terry (Sukarna, 2011: 46) juga mengemukakan tentang azas-azas organizing, sebagai
berikut, yaitu :
1. The objective atau tujuan.
2. Departementation atau pembagian kerja.
3. Assign the personel atau penempatan tenaga kerja.
4. Authority and Responsibility atau wewenang dan tanggung jawab.
5. Delegation of authority atau pelimpahan wewenang.
c) Actuating (Pelaksanaan/Penggerakan)
Menurut George R. Terry dalam bukunya Principles of Management (Sukarna,
2011: 82) mengatakan bahwa
“Actuating is setting all members of the group to want to achieve and to strike
to achieve the objective willingly and keeping with the managerial planning and
organizing efforts”
“....Penggerakan adalah membangkitkan dan mendorong semua anggota
kelompok agar supaya berkehendak dan berusaha dengan keras untuk mencapai
tujuan dengan ikhlas serta serasi dengan perencanaan dan usaha-usaha
pengorganisasian dari pihak pimpinan.
Definisi diatas terlihat bahwa tercapai atau tidaknya tujuan tergantung kepada
bergerak atau tidaknya seluruh anggota kelompok manajemen, mulai dari tingkat atas,
menengah sampai kebawah. Segala kegiatan harus terarah kepada sasarannya,
mengingat kegiatan yang tidak terarah kepada sasarannya hanyalah merupakan
pemborosan terhadap tenaga kerja, uang, waktu dan materi atau dengan kata lain
merupakan pemborosan terhadap tools of management. Hal ini sudah barang tentu
merupakan mis-management.

Tercapainya tujuan bukan hanya tergantung kepada planning dan organizing


yang baik, melainkan juga tergantung pada penggerakan dan
pengawasan.Perencanaan dan pengorganisasian hanyalah merupakan landasan yang
kuat untuk adanya penggerakan yang terarah kepada sasaran yang dituju.
Penggerakan tanpa planning tidak akan berjalan efektif karena dalam perencanaan

39
itulah ditentukan tujuan, budget, standard, metode kerja, prosedur dan program.
(Sukarna, 2011: 82-83).
Faktor-faktor yang dierlukan untuk penggerakan yaitu:
1. Leadership (Kepemimpinan)
2. Attitude and morale (Sikap dan moril)
3. Communication (Tatahubungan)
4. Incentive (Perangsang)
5. Supervision (Supervisi)
6. Discipline (Disiplin).
d) Controlling (Pengawasan)
Control mempunyai perananan atau kedudukan yang penting sekali dalam
manajemen, mengingat mempunyai fungsi untuk menguji apakah pelaksanaan kerja
teratur tertib, terarah atau tidak. Walaupun planning, organizing, actuating baik,
tetapi apabila pelaksanaan kerja tidak teratur, tertib dan terarah, maka tujuan yang
telah ditetapkan tidak akan tercapai. Dengan demikian control mempunyai fungsi
untuk mengawasi segala kegaiatan agara tertuju kepada sasarannya, sehingga tujuan
yang telah ditetapkan dapat tercapai.
Untuk melengkapi pengertian diatas, menurut George R. Terry (Sukarna,
2011: 110) mengemukakan bahwa Controlling, yaitu:
“Controlling can be defined as the process of determining what is to
accomplished, that is the standard, what is being accomplished. That is the
performance, evaluating the performance, and if the necessary applying corrective
measure so that performance takes place according to plans, that is conformity with
the standard. “
Pengawasan dapat dirumuskan sebagai proses penentuan apa yang harus
dicapai yaitu standard, apa yang sedang dilakukan yaitu pelaksanaan, menilai
pelaksanaan, dan bilaman perlu melakukan perbaikan-perbaikan, sehingga
pelaksanaan sesuai dengan rencana, yaitu selaras dengan standard (ukuran).
Terry (Sukarna, 2011: 116), mengemukakan proses pengawasan sebagai
berikut, yaitu:

1. Determining the standard or basis for control (menentukan standard atau dasar
bagi pengawasan)
2. Measuring the performance (ukuran pelaksanaan)

40
3. Comparing performance with the standard and ascerting the difference, it any
(bandingkan pelaksanaan dengan standard dan temukan jika ada perbedaan)
4. Correcting the deviation by means of remedial action (perbaiki penyimpangan
dengan cara-cara tindakan yang tepat).

41

Anda mungkin juga menyukai