Anda di halaman 1dari 37

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PASIEN

DISUSUN
KOMITE KEPERAWATAN
(SUB KOMITE MUTU KEPERAWATAN)

PEDOMAN
STANDAR MUTU PELAYANAN
KEPERAWATAN

BADAN LAYANAN UMUM DAERAH ( BLUD )


RUMAH SAKIT KONAWE
TAHUN 2018

1
PEDOMAN
STANDAR MUTU PELAYANAN KEPERAWATAN
SUB KOMITE MUTU KEPERAWATAN

DISUSUN
KOMITE KEPERAWATAN
(SUB KOMITE MUTU KEPERAWATAN)

BADAN LAYANAN UMUM DAERAH ( BLUD )


RUMAH SAKIT KONAWE
TAHUN 2022
2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang kompleks.
Kompleksitas ini dikarenakan pelayanan di rumah sakit mencakup berbagai fungsi
pelayanan, pendidikan penelitian, serta berbagai tingkatan maupun jenis disiplin.
Rumah sakit sedianya memiliki sumber daya manusia yang professional, baik di
bidang tekhis medis maupun administrasi kesehatan sehingga mampu melaksanakan
fungsi sebagaimana mestinya. Sebagai upaya dalam menjaga dan meningkatkan
mutu, rumah sakit seyogyanya memiliki suatu ukuran yang menjamin peningkatan
mutu di semua tingkatan.
Mutu (kualitas) pelayanan kesehatan menurut Wijono (1999) adalah derajat
dipenuhinya standar profesi atau standar operasional prosedur (SOP) dalam
pelayanan dan terwujudnya outcome seperti yang diharapkan oleh profesi maupun
pasien, meliputi pelayanan, diagnosa terapi, prosedur atau tindakan penyelesaian
masalah klinis. Sedangkan menurut Giebing (1994), kualitas pelayanan kesehatan
adalah tercapainya kriteria keberhasilan pelayanan yang telah ditentukan.
Peningkatan mutu dan keselamatan pasien adalah upaya untuk meningkatkan
mutu secara komprehensif dan berkesinambungan untuk mengurangi risiko
terjadinya kejadian yang tidak diharapkan, baik dalam proses klinis maupun
lingkungan fisik, demi tercapainya keinginan masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan yang berkualitas yang menjunjung/berorientasi pada keselamatan pasien.
Cross & Blue dalam Giebing (1994) mengemukakan bahwa kualitas pelayanan
kesehatan berhubungan dengan lima karakteristik proses pelayanan kesehatan yaitu
dapat dicapai, diterima masyarakat, komprehensif, berkesinambungan dan
terdokumentasi.
Menurut UU No.38 tahun 2014 tentang Keperawatan, pelayanan keperawatan
adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari
pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan ditujukan
kepada individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat, baik sehat maupun sakit.
Menurut Gilles (1994), keberadaan perawat dalam pelayanan kesehatan merupakan

3
“key position” . Pelayanan rumah sakit 40-60 % merupakan pelayanan keperawatan
dan sebagian besar pelayanan promosi kesehatan dan pencegahan penyakit baik di
rumah sakit maupun tatanan pelayanan kesehatan lain dilakukan oleh perawat.
Menurut Nursalam (2008), keperawatan sebagai pelayanan yang professional
bersifat humanistik, menggunakan pendekatan holistik, dilakukan berdasarkan ilmu
dan kiat keperawatan, berorientasi kepada kebutuhan obyektif klien, mengacu pada
standar profesional keperawatan dan menggunakan etika keperawatan sebagai
tuntunan utama. Keperawatan profesional secara umum merupakan tanggung jawab
seorang perawat yang selalu mengabdi kepada manusia dan kemanusiaan, sehingga
dituntut untuk selalu melaksanakan asuhan keperawatan dengan benar (rasional)
dan baik (etikal).
Pelayanan keperawatan selalu berusaha menciptakan pelayanan asuhan
keperawatan yang baik serta mampu menghadapi berbagai macam perubahan serta
tuntutan masyarakat. tuntutan dan harapan masyarakat akan pelayanan yang
paripurna memerlukan manajemen bangsal yang baik dan terencana. Salah satu
perencanaan manajemen bangsal adalah dengan adanya penambahan tenaga
keperawatan untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan. Namun,
penambahan jumlah dari tenaga keperawatan akan berbanding lurus dengan
cost yang harus dikeluarkan Rumah Sakit untuk anggaran kesejahteraan dan
operasional pelaksanaan. Keadaan seperti ini dibutuhkan upaya penjaminan mutu
berupa adanya standar mutu pelayanan keperawatan untuk mengatur agar semua
pemberian pelayanan keperawatan tetap sesuai harapan dan tuntutan masyarakat.
Untuk menjamin mutu pelayanan yang diterima oleh masyarakat di BLUD
Rumah Sakit Konawe (secara khusus di bidang pelayanan keperawatan), maka Sub
Komite mutu keperawatan membuat Standar Mutu Pelayanan Keperawatan untuk
meningkatkan pelayanan keperawatan di BLUD Rumah Sakit Konawe.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Meningkatkan mutu pelayanan keperawatan di BLUD Rumah Sakit Konawe.
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatkan mutu pelayanan klinis
b. Meningkatkan mutu manajemen

4
c. Meningkatkan pemenuhan sasaran keselamatan pasien
d. Tercapainya monitoring/evaluasi pelayanan/asuhan kesehatan pasien
e. Tercapainya profesionalisme petugas kesehatan dalam melakukan tindakan
berdasarkan SPO.
f. Tercapainya kinerja yang tinggi dari staf Komite Keperawatan
C. Manfaat
Standar mutu keperawatan ini diharapkan memberikan manfaat bagi praktisi
keperawatan, serta adanya upaya dalam menerapkan manajemen mutu
dalam pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien.

5
BAB II
STANDAR MUTU KEPERAWATAN

A. Landasan Hukum
1. UU RI No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, menjamin ketersediaan, pemerataan
dan keterjangkauan perbekalan kesehatan
2. UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
3. UU RI No. 38 tahun 2014 tentang keperawatan
4. PERMENKES No.HK.02.02/MENKES/148/I/2010 tentang izin dan
penyelenggaraan praktik perawat sebagaimana telah diubah dengan
PERMENKES No. 17 tahun 2013
5. KEPMENKES RI No. 129/MENKES/SK/II/2008 tentang standart pelayanan
minimal rumah sakit
6. KEPMENKES RI No. 1457/MENKES/SK/XII/2003 tentang standart pelayanan
minimal bidang kesehatan di kabupaten/kota
7. SK Direktorat Pelayanan Medik No. YM 00.03.2.6.7637 tahun 1993 tentang
Standar asuhan Keperawatan (SAK) di rumah sakit
8. KEPMENKES RI No. 496/MENKES/SK/IV/2005 tentang pedoman audis medis
dan keperawatan di rumah sakit
B. Konsep Mutu Pelayanan Keperawatan
1. Mutu pelayanan kesehatan
a. Definisi mutu pelayanan kesehatan
Menurut Departemen Kesehatan RI (1998), mutu pelayanan
didefinisikan sebagai suatu hal yang menunjukkan keoptimalan pelayanan
kesehatan yang dapat menimbulkan kepuasan klien, serta terciptanya
pelayanan yang sesuai dengan kode etik dan standard pelayanan professional
yang telah ditetapkan.
Pengertian mutu pelayanan kesehatan bersifat multi-dimensional yang
berarti mutu dilihat dari sisi pemakai pelayanan kesehatan dan penyelenggara
pelayanan kesehatan (Azwar, 1996). Dari sudut pandang penerima jasa
pelayanan, mutu berhubungan erat dengan ketanggapan dan keterampilan
petugas kesehatan dalam memenuhi kebutuhan klien. Komunikasi, keramahan

6
dan kesungguhan juga termasuk didalamnya. Sedangkan, dari pihak
penyelenggara pelayanan kesehatan, mutu berhubungan dengan dokter,
paramedis, derajat mutu pemakaian dan pelayanan yang sesuai dengan
prosedur dan perkembangan teknologi.
Menurut Donabedian (1988) aspek pelayanan kesehatan adalah sebagai
berikut:
1) Struktur, sarana fisik, perlengkapan, dan perangkat organisasi dan
manajemen mulai dari keuangan, SDM, dan sumber daya lainnya
2) Proses, semua kegiatan medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan mulai
dari dokter, perawat, apoteker dan professional lainnya dalam berinteraksi
dan berkomuniksi dengan klien.
3) Output, hasil akhir kegiatan dan pelayanan professional yang telah
diberikan kepada klien dalam meningkatkan derajat kesehatan dan
kepuasan klien
Sehingga dapat disimpulkan bahwa mutu pelayanan kesehatan sesuatu
hal yang dapat meningkatkan kepuasan dan kenyamanan klien dengan
menyelenggarakan sebuah pelayanan yang optimal sesuai dengan kode etik
dan standard pelayanan professional yang berlaku serta selalu menerapkan
pelayanan yang dinamis berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
b. Dimensi mutu pelayanan
Lima dimensi mutu pelayanan (Service Quality), terdiri dan:
1) Wujud nyata (tangibles) adalah wujud Iangsung yang meliputi fasilitas
fisik, yang mencakup kemutahiran peralatan yang digunakan, kondisi
sarana, kondisi SDM perusahaan dan keselarasan antara fasilitas fisik
dengan jenis jasa yang diberikan.
2) Kehandalan (reliability) adalah aspek-aspek keandalan system pelayanan
yang diberikan oleh pemberi jasa yang meliputi kesesuaian pelaksanaan
pelayanan dengan rencana kepedulian perusahaan kepada permasalahan
yang dialami pasien, keandalan penyampaian jasa sejak awal, ketepatan
waktu pelayanan sesuai dengan janji serta keakuratan penanganan.

7
3) Ketanggapan (responsiveness) adalah keinginan untuk membantu dan
menyediakan jasa yang dibutuhkan konsumen. Hai ini meliputi kejelasan
informasi waktu penyampaian jasa, ketepatan dan kecepatan dalam
pelayanan administrasi, kesediaan pegawai dalam membantu konsumen,
keluangan waktu pegawai dalam menanggapi permintaan pasien dengan
cepat.
4) Jaminan (assurance) adalah adanya jaminan bahwa jasa yang ditawarkan
memberikan jaminan keamanan yang meliputi kemampuan SDM, rasa aman
selama berurusan dengan karyawan, kesabaran karyawan, dan dukungan
pimpinan terhadap staf. Dimensi kepastian atau jaminan ini merupakan
gabungan dari dimensi :
a) Kompetensi (Competence), artinya keterampilan dan pengetahuan yang
dimiliki oleh para karyawan untuk melakukan pelayanan
b) Kesopanan (Courtesy), yang meliputi keramahan, perhatian dan sikap
para karyawan
c) Kredibilitas (Credibility), meliputi hal-hal yang berhubungan dengan
kepercayaan kepada perusahaan, seperti reputasi, prestasi dan
sebagainya.
5) Empati (empathy) berkaitan dengan memberikan perhatian penuh kepada
konsumen yang meliputi perhatian kepada konsumen, perhatian staf secara
pribadi kepada konsumen, pemahaman akan kebutuhan konsumen,
perhatian terhadap kepentingan, kesesuaian waktu pelayanan dengan
kebutuhan konsumen. Dimensi empati ini merupakan penggabungan dari
dimensi :
a) Akses (Acces), meliputi kemudahan untuk memafaatkan jasa yang
ditawarkan
b) Komunikasi (Communication), merupakan kemapuan melaukan
komunikasi untuk menyampaikan informasi kepada pelanggan atau
memperoleh masukan dari pelanggan
c) Pemahaman kepada pelanggan (Understanding the Customer), meliputi
usaha perusahaan untuk mengetahui dan memahami kebutuhan dan
keinginan pelanggan

8
c. Strategi mutu pelayanan
Strategi peningkatan mutu pelayanan, ialah sebagai berikut :
1) Quality Assurance (Jaminan Mutu)
Quality Assurance berasal  dari  kata to assure  yang artinya 
meyakinkan, mengusahakan  sebaik-baiknya,  mengamankan atau 
menjaga.  Quality  Assurance  mulai  digunakan  di  rumah  sakit  sejak 
tahun  1960-an implementasi  pertama  yaitu  audit  keperawatan.  Menurut
Wijono (2000),  Quality  Assurance  sering  diartikan  sebagai  menjamin 
mutu  atau memastikan  mutu  yang  dalam  pelaksanaannya  menggunakan 
teknik-teknik seperti  inspeksi,  internal  audit  dan  surveilan  untuk 
menjaga  mutu  yang mencakup dua tujuan yakni mengikuti prosedur
kualitas dan efektifitas prosedur untuk menghasilkan hasil yang diinginkan. 
Dengan  demikian  quality  assurance  dalam  pelayanan 
keperawatan  adalah kegiatan  menjamin  mutu    yang  berfokus  pada 
proses  agar  mutu pelayanan keperawatan  yang  diberikan  sesuai  dengan 
standar.  Dimana  metode  yang digunakan  adalah  :  audit  internal  dan 
surveilan  untuk  memastikan  apakah proses pengerjaannya (pelayanan
keperawatan  yang diberikan kepada pasien) telah  sesuai  dengan  standar 
operating  procedure  (SOP);  evaluasi  proses; mengelola  mutu;    dan 
penyelesaian  masalah.  Sehingga  sebagai  suatu  sistem (input,  proses, 
outcome),  menjaga  mutu  pelayanan  keperawatan  difokuskan hanya 
pada  satu  sisi  yaitu  pada  proses  pemberian  pelayanan  keperawatan
untuk menjaga mutu pelayanan keperawatan.
2) Continuous  Quality  Improvement  (Peningkatan  Mutu  Berkelanjutan)
Continuous  Quality  Improvement  dalam  pelayanan  kesehatan 
merupakan perkembangan  dari  Quality  Assurance  yang  dimulai  sejak 
tahun  1980-an. Continuous  Quality  Improvement  (Peningkatan  mutu 
berkelanjutan)  sering diartikan sama dengan Total Quality Management
karena semuanya mengacu pada  kepuasan  pasien  dan  perbaikan  mutu 
menyeluruh.  Namun  menurut Loughlin  dan  Kaluzny  (1994,  dalam 
Wijono  2000)  bahwa  ada  perbedaan sedikit  yaitu  Total  Quality 
Management dimaksudkan  pada  program  industri sedangkan  Continuous 

9
Quality  Improvement  mengacu  pada  klinis.  Wijono (2000)  mengatakan 
bahwa  Continuous  Quality  Improvement  itu  merupakan upaya
peningkatan mutu secara terus menerus yang dimotivasi oleh keinginan
pasien.  Tujuannya  adalah  untuk  meningkatkan  mutu  yang  tinggi  dalam
pelayanan  keperawatan  yang  komprehensif  dan  baik,  tidak  hanya 
memenuhi harapan aturan yang ditetapkan standar yang berlaku. 
Pendapat  lain  dikemukakan  oleh  Shortell  dan  Kaluzny  (1994)
bahwa  Quality Improvement  merupakan  manajemen  filosofi  untuk 
menghasilkan  pelayanan yang baik. Dan Continuous Quality Improvement
sebagai filosofi peningkatan mutu  yang berkelanjutan  yaitu proses  yang
dihubungkan dengan memberikan pelayanan  yang  baik  yaitu  yang  dapat 
menimbulkan  kepuasan  pelanggan (Shortell,  Bennett  &  Byck,  1998)
Sehingga  dapat  dikatakan  bahwa  Continuous  Quality 
Improvement  dalam pelayanan  keperawatan  adalah  upaya  untuk 
meningkatkan  mutu  pelayanan keperawatan  secara  terus  menerus  yang 
memfokuskan  mutu  pada perbaikan mutu secara keseluruhan dan
kepuasan pasien. Oleh karena itu perlu dipahami mengenai  karakteristik-
karakteristik  yang  dapat  mempengaruhi  mutu  dari outcome yang
ditandai dengan kepuasan pasien.
3) Total quality manajemen (TQM)
Total Quality Manajemen (manajemen kualitas menyeluruh) adalah
suatu cara meningkatkan performansi secara terus menerus pada setiap
level operasi atau proses,  dalam  setiap  area  fungsional  dari  suatu 
organisasi,  dengan menggunakan  semua  sumber  daya  manusia  dan 
modal  yang  tersedia  dan berfokus pada kepuasan pasien dan perbaikan
mutu menyeluruh
2. Mutu Pelayanan Keperawatan
a. Definisi pelayanan keperawatan
Standar praktek keperawatan telah disahkan oleh MENKES Rl dalam
Surat Keputusan Nomor : 660/Menkes/SK/IX/1987. Kemudian diperbaharui
dan disahkan berdasarkan SK DIRJEN YANMED Rl No : 00.03.2.6.7637, tanggal
18 Agustus 1993. Kemudian pada tahun 1996,DPP PPNI menyusun standar

10
profesi keperawatan SK No: 03/DPP /SKI/1996 yang terdiri dari standar
pelayanan keperawatan, praktek keperawatan, standar pendidikan
keperawatan dan standar pendidikan keperawatan berkelanjutan.
Berdasarkan kebijakan Depkes RI (1998), mutu pelayanan keperawatan
adalah pelayanan kepada pasien yang berdasarkan standar keahlian untuk
memenuhi kebutuhan dan keinginan pasien, sehingga pasien dapat
memperoleh kepuasan dan akhirnya dapat meningkatkan kepercayaan kepada
rumah sakit, serta dapat menghasilkan keunggulan kompetitif melalui
pelayanan yang bermutu, efisien, inovatif dan menghasilkan customer
responsiveness. 
Mutu pelayanan  keperawatan  merupakan  suatu pelayanan 
keperawatan  yang komprehensif  meliputi  bio-psiko-sosio-spiritual  yang 
diberikan  oleh  perawat profesional  kepada  pasien  (individu,  keluarga 
maupun  masyarakat),  dimana  perawatan  yang  diberikan  sesuai  dengan 
kebutuhan  pasien dan  standar  pelayanan (Rakhmawati, 2009).
Prinsip utama mutu pelayanan keperawatan ialah :
1) Customer Focus (Berfokus pada pasien)
2) Process Improvement (Proses peningkatan mutu keperawatan yang
berkelanjutan)
3) Variation (Pentingnya variasi dalam proses pelayanan keperawatan)
4) Leadership (Kepemimpian dalam upaya peningkatan kinerja perawat)
5) Employee Involvement (Keterlibatan petugas dalam upaya peningkatan
mutu)
6) Scientic Method (Metode ilmiah yang digunakan dalam pelaksanaan
pelayanan keperawatan)
7) Benchmarking (Study banding dalam upaya peningkatan mutu pelayanan
keperawatan)
b. Standar mutu pelayanan keperawatan
Standar mutu pelayanan keperawatan yakni terdiri dari standar
persyaratan minimal yang didefinisikan sebagai keadaan minimal yang harus
dipenuhi untuk dapat menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan yang
bermutu. Standar persyaratan minimal terdiri dari :

11
a) Standar Masukan (Stuktur)
Dalam standar masukan ditetapkan persyaratan minimal
unsur masukan yang diperlukan untuk dapat menyelenggarakan pelayanan
kesehatan yang bermutu terdiri dari jenis, jumlah dan kualifikasi tenaga
pelaksana, spesifikasi sarana, dan jumlah dana (modal). jika standar
masukan merujuk pada tenaga pelaksana disebutdengan nama standar
ketenagaan (standard of personal). Sedangkan jika standar masukan
merujuk pada sarana dikenal dengan nama standar sarana (standard of
facilities). Untuk dapat menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan
yang bermutu, standar masukan tersebut haruslah dapat
ditetapkan. Standar struktur terdiri dari :
(1) Adanya kebijakan program pengendalian mutu pelayanan keperawatan
di sarana kesehatan.
(2) Adanya program pengendalian mutu pelayanan keperawatan.
(3) Adanya standar pelayanan keperawatan.
(4) Adanya mekanisme pelaksanaan program pengendalian mutu.
(5) Adanya tim pengendalian mutu dalam organisasi Pelayanan Kesehatan.
(6) Adanya sumber daya yang menandai dalam jumlah dan kualitas. 
b) Standar Lingkungan
Dalam standar lingkungan ditetapkan persyaratan minimal
unsur lingkungan yang diperlukan untuk dapat meyelenggarakan
pelayanan kesehatan yang bermutu, terdiri dari garis-garis besar kebijakan
(policy), pola organisasi (organization), sistem manajemen (management)
yang harus dipatuhi oleh setiap pelaksana pelayanan kesehatan. Standar
lingkungan ini populer dengan sebutan standar organisasi dan manajemen
(standard organidation and management). Sama halnya dengan masukan,
untuk dapat menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan yang
bermutu, maka standar lingkungan harus ditetapkan.
c) Standar Proses
Dalam standar proses ditetapkan persyaratan minimal unsur  proses
yang harus dilakukan untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan
yang bermutu, terdiri dari tindakan medis dan tindakan non medis. Standar

12
proses dikenal dengan nama standar tindakan (standar of conduct). Pada
dasarnya baik tidaknya mutu pelayanan kesehatan sangat ditentukan oleh
kesesuaian tindakan dengan standar proses. Standar proses terdiri atas :
(1) Menyusun alat pengendalian mutu sesuai dengan metoda yang dipilih.
(2) Melaksanakan upaya pengendalian mutu antara lain :
audit keperawatan, supervise keperawatan, gugus kendali mutu, survey
kepuasan pasien, keluarga/petugas, presentasi kasus dan ronde
keperawatan.
(3) Menganalisa dan menginterpretasikan hasil evaluasi pengendalian
mutu.
(4) Menyusun upaya tindak lanjut.
d) Standar Penampilan Minimal / Keluaran
Standar penampilan minimal merujuk pada penampilan layanan
kesehatan yang masih dapat diterima. Standar ini, karena merujuk pada
unsur keluaran, disebut dengan nama standar keluaran, atau
populer dengan sebutan standar penampilan (standar of performance).
Standar keluaran merupakan hasil akhir atau akibat dari layanan kesehatan.
Standar keluaran akan menunjukkan apakah layanan kesehatan berhasil
atau gagal. Keluaran (outcome) adalah apa yang diharapkan akan terjadi
sebagai hasil dari layanan kesehatan yang diselenggarakan dan terhadap
apa keberhasilan tersebut akan diukur. Standar keluaran/hasil terdiri dari :
(1) Adanya dokumen hasil pengendalian mutu.
(2) Adanya dokumen umpan balik dan upaya tindak lanjut.
(3) Adanya dokumen hasil survey kepuasan pasien, keluarga dan petugas.
(4) Adanya penampilan klinik tenaga keperawatan sesuai dengan
standar  pelayanan keperawatan.
(5) Menurunya angka kejadian komplikasi sebagai akibat pemberian
asuhan keperawatan antara lain : dekubitus, jatuh, pneumia, pneumia,
orthostatic, infeksi nasokomial, drop foot.
c. Indikator penilaian mutu pelayanan keperawatan
Menurut Nursalam (2014), ada enam indikator utama kualitas pelayanan
keperawatan di rumah sakit yakni sebagai berikut :

13
1) Keselamatan Pasien
Keselamatan pasien (patient safety) merupakan suatu variable untuk
mengukur dan mengevaluasi kualitas pelayanan keperawatan yang
berdampak terhadap pelayanan kesehatan. Program keselamatan pasien
adalah suatu usaha untuk menurunkan angka kejadian tidak diharapkan
(KTD) yang sering terjadi pada pasien selama dirawat di rumah sakit
sehingga sangat merugikan baik pasien itu sendiri maupun pihak rumah
sakit. KTD bisa disebabkan oleh berbagai faktor antara lain beban kerja
perawat yang tinggi, alur komunikasi yang kurang tepat, penggunaan
sarana yang kurang tepat dan lain sebagainya.
Indikator keselamatan pasien, sebagaimana dilaksanakan di SGH
(Singapore General Hospital, 2006) meliputi:
a) Pasien jatuh disebabkan kelalaian perawat, kondisi kesadaran pasien,
beban kerja perawat, model tempat tidur, tingkat perlukaan, dan
keluhan keluarga
b) Pasien melarikan diri atau pulang paksa, disebabkan kurangnya
kepuasan pasien, tingkat ekonomi pasien, respons pasien terhadap
perawat, dan peraturan rumah sakit
c) Clinical incident diantaranya jumlah pasien flebitis, jumalah pasien
ulkus decubitus, jumlah pasien pneumonia, jumlah pasien tromboli, dan
jumlah pasien edema paru karena pemberian cairan yang berlebih
d) Sharp injury, meliputi bekas tusukan infus yang berkali-kali, kurangnya
ketrampilan perawat, dan complain pasien.
e) Medication incident, meliputi lima tidak tepat(jenis, obat, dosis, pasien,
cara, waktu)

WHO Collaborating Centre for Patient safety pada tanggal 2 Mei 2007
resmi menerbitkan “Nine Life Saving Patient safety Solutions” (“Sembilan
Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit”). Panduan ini mulai
disusun sejak tahun 2005 oleh pakar keselamatan pasien dan lebih 100
negara, dengan mengidentifikasi dan mempelajari berbagai masalah
keselamatan pasien.

14
Solusi keselamatan pasien adalah sistem atau intervensi yang dibuat,
mampu mencegah atau mengurangi kejadian tidak diharapkan (KTD), baik
yang tidak dapat dicegah (non error) mau pun yang dapat dicegah (error),
yang berasal dari proses asuhan pasien. Sembilan Solusi ini merupakan
panduan yang sangat bermanfaat membantu RS, memperbaiki proses
asuhan pasien, guna menghindari cedera maupun kematian yang dapat
dicegah.
Sub Komite Mutu Keperawatan mendorong BLUD RS Konawe untuk
menerapkan Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit,
atau 9 Solusi, langsung atau bertahap, sesuai dengan kemampuan dan
kondisi BLUD RS Konawe.
(a) Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (look-alike, sound-
alike medication names)
Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM), yang
membingungkan staf pelaksana adalah salah satu penyebab yang paling
sering dalam kesalahan obat (medication error) dan ini merupakan
suatu keprihatinan di seluruh dunia. Solusi NORUM ditekankan pada
penggunaan protokol untuk pengurangan risiko dan memastikan
terbacanya resep, label, atau penggunaan perintah yang dicetak lebih
dulu, maupun pembuatan resep secara elektronik.
(b) Pastikan identifikasi pasien
Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk
mengidentifikasi pasien secara benar sering mengarah kepada
kesalahan pengobatan, transfusi maupun pemeriksaan; pelaksanaan
prosedur yang keliru orang; penyerahan bayi kepada bukan
keluarganya, dsb. Rekomendasi ditekankan pada metode untuk
verifikasi terhadap identitas pasien, termasuk keterlibatan pasien
dalam proses ini; standardisasi dalam metode identifikasi di semua
rumah sakit dalam suatu sistem layanan kesehatan; dan partisipasi
pasien dalam konfirmasi ini; serta penggunaan protokol untuk
membedakan identifikasi pasien dengan nama yang sama.

15
(c) Komunikasi secara benar saat serah terima/pengoperan pasien
Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima/ pengoperan
pasien antara unit-unit pelayanan, dan didalam serta antar tim
pelayanan, bisa mengakibatkan terputusnya kesinambungan layanan,
pengobatan yang tidak tepat, dan potensial dapat mengakibatkan
cedera terhadap pasien. Rekomendasi ditujukan untuk memperbaiki
pola serah terima pasien termasuk penggunaan protokol untuk
mengkomunikasikan informasi yang bersifat kritis; memberikan
kesempatan bagi para praktisi untuk bertanya dan menyampaikan
pertanyaan-pertanyaan pada saat serah terima,dan melibatkan para
pasien serta keluarga dalam proses serah terima.
(d) Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar
Penyimpangan pada hal ini seharusnya sepenuhnya dapat
dicegah. Kasus-kasus dengan pelaksanaan prosedur yang keliru atau
pembedahan sisi tubuh yang salah sebagian besar adalah akibat dan
miskomunikasi dan tidak adanya informasi atau informasi yang tidak
benar. Faktor yang paling banyak kontribusinya terhadap kesalahan-
kesalahan macam ini adalah tidak ada atau kurangnya proses pra-
bedah yang distandardisasi. Rekomendasinya adalah untuk mencegah
jenis-jenis kekeliruan yang tergantung pada pelaksanaan proses
verifikasi prapembedahan; pemberian tanda pada sisi yang akan
dibedah oleh petugas yang akan melaksanakan prosedur; dan adanya
tim yang terlibat dalam prosedur Time out sesaat sebelum memulai
prosedur untuk mengkonfirmasikan identitas pasien, prosedur dan sisi
yang akan dibedah.
(e) Kendalikan cairan elektrolit pekat (Concentrated)
Sementara semua obat-obatan, biologis, vaksin dan media kontras
memiliki profil risiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk
injeksi khususnya adalah berbahaya. Rekomendasinya adalah membuat
standardisasi dari dosis, unit ukuran dan istilah; dan pencegahan atas
campur aduk/bingung tentang cairan elektrolit pekat yang spesifik.

16
(f) Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan
Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat
transisi/pengalihan. Rekonsiliasi (penuntasan perbedaan) medikasi
adalah suatu proses yang didesain untuk mencegah salah obat
(medication errors) pada titik-titik transisi pasien. Rekomendasinya
adalah menciptakan suatu daftar yang paling lengkap dan akurat dan
seluruh medikasi yang sedang diterima pasien juga disebut sebagai
“home medication list”, sebagai perbandingan dengan daftar saat admisi,
penyerahan dan/atau perintah pemulangan bilamana menuliskan
perintah medikasi; dan komunikasikan daftar tsb kepada petugas
layanan yang berikut dimana pasien akan ditransfer atau dilepaskan.
(g) Hindari salah kateter dan salah sambung slang (Tube)
Slang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan harus didesain
sedemikian rupa agar mencegah kemungkinan terjadinya KTD
(Kejadian Tidak Diharapkan) yang bisa menyebabkan cedera atas
pasien melalui penyambungan spuit dan slang yang salah, serta
memberikan medikasi atau cairan melalui jalur yang keliru.
Rekomendasinya adalah menganjurkan perlunya perhatian atas
medikasi secara detail/rinci bila sedang mengenjakan pemberian
medikasi serta pemberian makan (misalnya slang yang benar), dan
bilamana menyambung alat-alat kepada pasien (misalnya
menggunakan sambungan & slang yang benar).
(h) Gunakan alat injeksi sekali pakai
Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran dan
HIV, HBV, dan HCV yang diakibatkan oleh pakai ulang (reuse) dari
jarum suntik. Rekomendasinya adalah penlunya melarang pakai ulang
jarum di fasilitas layanan kesehatan; pelatihan periodik para petugas di
lembaga-lembaga layanan kesehatan khususnya tentang prinsip-
pninsip pengendalian infeksi,edukasi terhadap pasien dan keluarga
mereka mengenai penularan infeksi melalui darah;dan praktek jarum
sekali pakai yang aman.

17
(i) Tingkatkan Kebersihan Tangan (Hand hygiene) untuk Pencegahan
lnfeksi Nosokomial
Diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang di
seluruh dunia menderita infeksi yang diperoleh di rumah-rumah sakit.
Kebersihan Tangan yang efektif adalah ukuran preventif yang pimer
untuk menghindarkan masalah ini. Rekomendasinya adalah mendorong
implementasi penggunaan cairan “alcohol-based hand-rubs” tersedia
pada titik-titik pelayan tersedianya sumber air pada semua kran,
pendidikan staf mengenai teknik kebarsihan taangan yang benar
mengingatkan penggunaan tangan bersih ditempat kerja; dan
pengukuran kepatuhan penerapan kebersihan tangan melalui
pemantauan/observasi dan tehnik-tehnik yang lain.
2) Kenyamanan
Fenomena nyeri timbul karena adanya kemampuan system saraf
untuk mengubah berbagai stimulus mekanis, kimia, termal, elektris menjadi
potensial aksi yang dijalarkan ke sistem saraf pusat. Nyeri merupakan suatu
mekanisme protektif bagi tubuh yang akan muncul bila jaringan tubuh
rusak, sehingga individu akan bereaksi atau berespons untuk
menghilangkan mengurangi rangsang nyeri. Nyeri adalah sensasi subjektif,
rasa yang tidak nyaman biasanya berkaitan dengan kerusakan jaringan
aktual dan potensial (Nursalam, 2014).
a) Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri
(1) Arti nyeri terhadap individu
Persepsi adalah interpretasi pengalaman nyeri dimulai saat pertama
pasien sadar adanya nyeri. Arti nyeri bagi setiap individu berbeda,
bisa dianggap sebagai respon positif atau negatif
(2) Toleransi individu terhadap nyeri
Toleransi nyeri adalah toleransi seseorang yang berhubungan dengan
intensitas nyeri dimana individu dapat merespon nyeri lebih baik atau
sebaliknya
(3) Ambang nyeri

18
Ambang nyeri adalah intensitas rangsang terkecil yang akan
menimbulkan rangsang nyeri, suatu batas kemampuan seseorang
untuk mau beradaptasi serta berespon terhadap nyeri
(4) Pengalaman lampau
Pengalaman sebelumnya dapat mengubah sensasi pasien terhadap
nyeri
(5) Lingkungan
Lingkungan yang ramai, dingin, panas, lembab meningkatkan
intensitas nyeri individu
(6) Usia
Makin dewasa seseorang maka semakin dapat mentoleransi rasa sakit
(7) Kebudayaan
Norma/aturan dapat menumbuhkan perilaku seseorang dalam
memandang dan berasumsi terhadap nyeri yang dirasakan
(8) Kepercayaan
Ada keyakinan bahwa nyeri merupakan suatu penyucian atau
pembersihan dan hukuman atas dosa mereka terhadap Tuhan
(9) Kecemasan dan stres
Stres dan kecemasan dapat mengahmbat keluarnya endorfin yang
berfungsi menurunkan persepsi nyeri
b) Angka tata laksana nyeri

c) Instrumen Intensitas Nyeri


Indikasi : dewasa dan anak (berusia lebih dari sembilan tahun) atau
pasien pada semua area perawatan yang mengerti tentang penggunaan
angka untuk menentukan tingkat dari intensitras rasa nyeri yang
dirasakan.

19
Instruksi:
(1) Menanyakan kepada pasien tentang berapa angka yang diberikan
untuk  menggambarkan rasa nyeri yang saat ini dirasakan
(2) Berikan penjelasan tentang skala nyeri yang diberikan
   0  =  tidak nyeri
1-3  =  nyeri ringan, mengomel, sedikit mengganggu ADL
4-6  =  nyeri sedang, cukup mengganggu ADL
7-10 =  nyeri berat dan tidak mampu melakukan ADL
(3) Tim kesehatan di dalam kolaborasinya dengan pasien/keluarga (bila
perlu), dapat menentukan intervensi yang dibutuhkan untuk
menangani nyeri pasien.
3) Kepuasan Pasien
Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul
sebagai hasil dari kinerja layanan kesehatan yang diperoleh setelah pasien
membandingkannya dengan apa yang diharapkan (Imbalo, 2006). Sedangkan
Irawan (2003) mengatakan bahwa kepuasan adalah perasaan senang dari
seseorang yang mendapat kesan dari membandingkan hasil pelayanan kinerja
dengan harapan-harapannya. Sejalan dengan Oliver (1997, dalam Irawan,
2003) mengungkapkan kepuasan sebagai respon pemenuhan harapan dan
kebutuhan pasien. Respon ini sebagai hasil dari penilaian pasien bahwa
produk/pelayanan sudah memberikan tingkat pemenuhan kepuasan. Tingkat
pemenuhan kepuasan dan harapan ini dapat lebih atau kurang (Paparaya.
2009).
Pasien adalah orang dengan kebutuhan-kebutuhan yang sangat jauh
berbeda dari orang sehat. Kebutuhan-kebutuhannya pada saat itu bukan saja
sangat menonjol tetapi mungkin sudah dalam tingkatan ekstrim.Tidak saja
harus makan agar penyakitnya cepat sembuh tetapi harus disuapin.Tidak saja
harus diberi obat tetapi harus disertai perhatian ekstra.
Bagi pasien kebutuhan yang paling menonjol bukanlah yang berkaitan
dengan harga diri atau untuk diakui kehebatannya tetapi adalah kebutuhan
belongingness and social needs. Merasa dicintai, didengarkan, tidak dianggap

20
sebagai orang yang menyusahkan saja dan tidak pula diperlakukan sebagai
manusia yang tidak berguna (Tobing, 2008)
Ada beberapa cara mengukur kepuasan pelanggan:
a) Sistem keluhan dan saran
b) Survey kepuasan pelanggan
c) Pembeli bayangan
d) Analisis kehilangan pelanggan
Menurut Leonard L. Barry dan pasuraman “Marketing servis competin
through quality” (New York Freepress, 1991:16) yang dikutip Parasuraman
dan Zeithaml (2001) mengidentifikasi lima kelompok karakteristik yang
digunakan oleh pelanggan dalam mengevaluasi kualitas jasa layanan, antara
lain:
a) Tangible (kenyataan), yaitu berupa penampilan fasilitas fisik, peralatan
materi komunikasi yang menarik, dan lain-lain.
b) Empati, yaitu kesediaan karyawan dan pengusaha untuk memberikan
perhatian secara pribadi kepada konsumen.
c) Cepat tanggap, yaitu kemauan dari karyawan dan pengusaha untuk
membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat serta mendengar
dan mengatasi keluhan dari konsumen.
d) Keandalan, yaitu kemampuan untuk memberikan jasa sesuai dengan yang
dijanjikan, terpercaya dan akurat dan konsisten.
e) Kepastian, yaitu berupa kemampuan karyawan untuk menimbulkan
keyakinan dan kepercayaan terhadap janji yang telah dikemukakan kepada
konsumen.
Supardi (2008) mengatakan model kepuasan yang komprehensif dengan
fokus utama pada pelayanan barang dan jasa meliputi lima dimensi penilaian
sebagai berikut :
a) Responsiveness (ketanggapan), yaitu kemampuan petugas memberikan
pelayanan kepada pasien dengan cepat. Dalam pelayanan rumah sakit
adalah lama waktu menunggu pasien mulai dari mendaftar sampai
mendapat pelayanan tenaga kesehatan.

21
b) Assurance (jaminan), yaitu kemampuan petugas memberikan pelayanan
kepada pasien sehingga dipercaya. Dalam pelayanan rumah sakit adalah
kejelasan tenaga kesehatan memberikan informasi tentang penyakit dan
obatnya kepada pasien.
c) Emphaty (empati), yaitu kemampuan petugas membina hubungan,
perhatian, dan memahami kebutuhan pasien. Dalam pelayanan rumah sakit
adalah keramahan petugas kesehatan dalam menyapa dan berbicara,
keikutsertaan pasien dalam mengambil keputusan pengobatan, dan
kebebasan pasien memilih tempat berobat dan tenaga kesehatan, serta
kemudahan pasien rawat inap mendapat kunjungan keluarga/temannya.
d) Tangible (bukti langsung), yaitu ketersediaan sarana dan fasilitas fisik
yang dapat langsung dirasakan oleh pasien. Dalam pelayanan rumah  sakit
adalah kebersihan ruangan pengobatan dan toilet
e) Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan petugas memberikan
pelayanan kepada pasien dengan tepat. Dalam pelayanan rumah sakit
adalah penilaian pasien terhadap kemampuan tenaga kesehatan.

No. Karakteristik 1 2 3 4
1. Reliability (Keandalan)
a. Perawat mampu menangani masalah perawatan
Anda dengan tepat dan professional
b. Perawat memberikan informasi tentang fasilitas
yang tersedia, cara penggunaannya dan tata tertib
yang berlaku di RS
c. Perawat memberitahu dengan jelas tentang hal-hal
yang harus dipatuhi dalam perawatan Anda
d. Perawat memberitahu dengan jelas tentang hal-hal
yang dilarang dalam perawatan Anda
e. Ketepatan waktu perawat tiba di ruangan ketika
Anda membutuhkan
2. Assurance (jaminan)
a. Perawat memberi perhatian terhadap keluhan
yang anda rasakan
b. Perawat dapat menjawab pertanyaan tentang
tindakan perawatan yang diberikan kepada Anda
c. Perawat jujur dalam memberikan informasi
tentang keadaan anda
d. Perawat selalu memberi salam dan senyum ketika

22
bertemu dengan Anda
e. Perawat teliti dan terampil dalam melaksanakan
tindakan keperawatan kepada Anda
3. Tangibles (Kenyataan)
a. Perawat memberi informasi tentang administrasi
yang berlaku bagi pasien rawat inap di RS
b. Perawat selalu me.njaga kebersihan dan kerapihan
ruangan yang Anda tempati
c. Perawat menjaga kebersihan dan kesiapan alat-alat
kesehatan yang digunakan
d. Perawat menjaga kebersihan dan kelengkapan
fasilitas kamar mandi dan toilet
e. Perawat sellau menjaga kerapian dan
penampilannya
4. Empathy (Empati)
a. Perawat memberikan informasi kepada Anda
tindakan perawatan yang akan dilaksanakan
b. Perawat mudah ditemui dan dihubungi bila Anda
membutuhkan
c. Perawat sering menengok dan memeriksa keadaan
Anda seperti mengukur tensi, suhu, nadi,
pernapasan, dan cairan infus
d. Pelayanan yang diberikan perawat tidak
memandang pangkat/ status tetapi berdasarkan
kondisi Anda
e. Perawat perhatian dan memberi dukungan moril
terhadap keadaan Anda (menanyakan dan
berbincang-bincang tentang keadaan Anda)
5. Responsiveness (Tanggung Jawab)
a. Perawat bersedia menawarkan bantuan kepada
Anda ketika mengalami kesulitan walau tanpa
diminta
b. Perawat segera menangani Anda ketika sampai di
ruangan rawat inap
c. Perawat menyediakan waktu khusus untuk
membantu Anda berjalan, BAB, BAK, ganti posisi
tidur, dan lain-lain
d. Perawat membantu Anda untuk memperoleh Obat
e. Perawat membantu Anda untuk pelaksanaan
pelayanan foto dan laboratorium di RS ini
Keterangan:
1. = sangat tidak puas
2. = tidak puas
3. = puas
4. = sangat puas
Tabel 5. Instrumen kepuasan Pasien berdasarkan Lima Karakteristik (RATER)

23
4) Perawatan Diri
a) Angka tidak terpenuhinya kebutuhan mandi, berpakaian, dan eliminasi
yang disebabkan oleh keterbatasan diri.
b) Angka tidak terpenuhi kebutuhan diri (mandi, toilet pada tingkat
ketergantungan parsial dan total).
Persentase kebutuhan perawatan diri pasien :
     Jumlah pasien yang tidak terpenuhi kebutuhan diri             x 100 %
  Jumlah pasien dirawat dengan tingkat ketergantungan parsial dan total

5) Kecemasan
Kecemasan merupakan reaksi yang pertama muncul atau dirasakan oleh
pasien dan keluarganya di saat pasien harus dirawat mendadak atau tanpa
terencana begitu mulai masuk rumah sakit. Kecemasan akan terus menyertai
pasien dan keluarganya dalam setiap tindakan perawatan terhadap penyakit
yang diderita pasien.
Cemas adalah emosi dan merupakan pengalaman subyektif individual,
mempunyai kekuatan tersendiri dan sulit untuk diobsevasi secara
langsung.Perawat dapat mengidentifikasi cemas lewat perubahan tingkah laku
pasien.
Cemas adalah emosi tanpa objek yang spesifik, penyebabnya tidak
diketahui dan didahului oleh penglaman baru.Takut mempunyai sumber yang
jelas dan obyeknya dapat didefinisikan.Takut merupakan penilaian intelektual
terhadap stimulus yang mengancam dan cemas merupakan respon emosi
terhadap penilaian tersebut.
Kecemasan adalah suatu kondisi yang menandakan suatu keadaan yang
mengancam keutuhan serta keberadaan dirinya dan dimanifestasikan dalam
bentuk perilaku seperti rasa tidak berdaya, rasa tidak mampu, rasa takut, dan
fobia tertentu.
Kecemasan muncul bila ada ancaman ketidakberdayaan, kehilangan
kendali, perasaan kehilangan fungsi-fungsi dan harga diri, kegagalan
pertahanan, perasaan terisolasi (Nursalam, 2014).

24
Penilaian tingkat kecemasan
Zung Self-Rating Anxiety Scale (SAS/SRAS) adalah penilaian kecemasan
pada pasien dewasa yang dirancang oleh William W. K. Zung, dikembangkan
berdasarkan gejala kecemasan dalam Diagostic and Statistical Manual of
Mental Disorder (DSM-II). Terdapat 20 pertanyaan, dimana setiap pertanyaan
dinilai 1-4 (1: tidak pernah, 2: kadang-kadang, 3: sebagian waktu, 4: hampir
setiap waktu). Terdapat 15 pertanyaan ke arah peningkatan kecemasan dan 5
pertanyaan ke arah penurunan kecemasan (Zung Self-Rating Anxiety Scale).
Skala peringkat kecemasan digambarkan pada tabel di bawah ini :
Tidak Hampir
Kadang- Sebagian
No Pertanyaan perna setiap
kadang waktu
h waktu
Saya merasa lebih gugup dan cemas
1. 1 2 3 4
dari biasanya
Saya merasa takut tanpa alasan
2. 1 2 3 4
sama sekali
Saya mudah marah atau merasa
3. 1 2 3 4
panic
Saya merasa seperti jatuh terpisah
4. 1 2 3 4
dan akan hancur berkeping-keping
Saya merasa bahwa semuanya baik-
5. baik saja dan tidak ada hal buruk 4 3 2 1
yang akan terjadi
6. Lengan dan kaki saya gemetar 1 2 3 4
Saya terganggu oleh nyeri kepala
7. 1 2 3 4
leher dan nyeri punggung
8. Saya merasa lemah dan mudah lelah 1 2 3 4
Saya merasa tenang dan dapat
9. 4 3 2 1
duduk diam dengan mudah
Saya merasakan jantung saya
10. 1 2 3 4
berdebar-debar
11. Saya merasa pusing tujuh keliling 1 2 3 4
Saya telah pingsan atau merasa
12. 1 2 3 4
seperti itu
13. Saya dapat bernapas dengan mudah 4 3 2 1
Saya merasa jari-jari tangan dan
14. 1 2 3 4
kaki mati rasa dan kesemutan
Saya merasa terganggu oleh nyeri
15. 1 2 3 4
lambung atau gangguan pencernaan
16 Saya sering buang air kecil 1 2 3 4
Tangan saya biasanya kering dan
17. 4 3 2 1
hangat

25
Wajah saya terasa panas dan merah
18. 1 2 3 4
merona
Saya mudah tertidur dan istirahat
19. 4 3 2 1
malam dengan baik
20. Saya mimpi buruk 1 2 3 4
Rentang penilaian 20-80, dengan pengelompokan antara lain:
1. Skor 20-44: normal/tidak cemas
2. Skor 45-59: kecdemasan ringan
3. Skor 60-74: kecemasan sedang
4. Skor 75-80: kecemasan berat

6) Pengetahuan
Menurut Notoadmodjo (2003:121) Pengetahuan merupakan hasil “tahu”,
dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek
tertentu. Jadi pengetahuan ini diperoleh dari aktivitas pancaindra yaitu
penglihatan, penciuman, peraba dan indra perasa, sebagian besar pengetahuan
diperoleh melalui mata dan telinga (Nursalam, 2014).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
dalam membentuk tindakan seseorang. Penelitian Rogers (1974) dalam buku
pendidikan dan perilaku kesehatan (Notoatmodjo, 2003 dan Nursalam, 2007)
mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, didalam
diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu:
a) Awareness (kesadaran), ketika seseorang menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek);
b) Interst (tertarik), ketika seseorang mulai tertarik pada stimulus;
c) Evaluation (menimbang-nimbang), terhadap baik dan tidaknya stimulus
tersebut baginya;
d) Trial (mencoba), ketika seseorang telah mencoba perilaku baru;
e) Adoption (adaptasi), ketika seseorang telah berprilaku baru yang sesuai
dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Namun, berdasarkan penelitian selanjutnya, Rogers menyimpulkan
bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahapan di atas. Jika
penerima perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini yaitu
dengan didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka

26
perilaku itu akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku
itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran, perilaku itu tidak akan
berlangsung lama (Nursalam, 2014).
C. Data Profil Keperawatan
Data dasar profil tenaga keperawatan menunjukkan profil individu perawat
meliputi Profil Pendidikan Keperawatan Berkelanjutan (PKB/CPD), Riwayat praktek,
Riwayat Pelanggaran Etik dan Hukum yang disusun berdasarkan area praktik dari
masing-masing perawat dan bidan yang bertujuan agar data keperawatan/kebidanan
dapat terorganizir secara baik.
Profil CPD menggambarkan log dari aktifitas CPD secara terus menerus beserta
jumlah jam yang telah dipenuhi, sehingga perkembangannya dapat dievaluasi setiap
tahunnya. Dokumentasi dalam bentuk format terdiri dari tanggal/ waktu, activitas
CPD yang terdiri atas pelatihan, seminar, in service, audit klinik, atau membaca
jurnal, serta berapa lama/ jam dan dampak terhadap praktik.

Gambar : Profil pendidikan keperawatan berkelanjutan (PKB/CPD)

Riwayat praktek merupakan pernyataan yang di tanda tangani oleh kepala ruangan
yang menggambarkan jam praktek sesuai kualifikasinya minimal 3 bulan Full Time
Equivalent (FTE): 38 jam/ minggu X 12 minggu = 456 jam / tahun. Status full time/
part time, periode praktik (STR), kualifikasi / PK.

27
Gambar : Riwayat praktek keperawatan

Untuk riwayat pelanggaran etik dan disiplin ditanda tangani oleh ketua komite
keperawatan mencakup jenis pelanggaran dan alasan, waktu serta rekomendasi
seperti pembinaan ataupun pencabutan kewenangan.

Gambar : Riwayat pelanggaran etik dan disiplin profesi

Untuk catatan kriminal diperoleh dari Lembaga Resmi (berdasarkan Criminal History
Registration Standar) dibadan hukum nasional. Jika tidak diperoleh jelaskan
alasannya.

28
Gambar : Riwayat pelanggaran hukum
D. Pengembangan professional perawat ( Clinical Staff Development )
1. Rencana pengembangan perawat
Untuk menunjang pencapaian Visi dan Misi BLUD RS Konawe, kualitas
sumber daya manusia (SDM) harus selalu ditingkatkan secara terus menerus dan
berkesinambungan melalui pengembangan professional perawat dan program
pendidikan formal maupun non formal.
Pengembangan professional perawat merupakan proses aktif sepanjang
hidup dari perawat dalam aktifitas pembelajaran yang mendukung bagi
pengembangan dan pemeliharaan kompetensi, memperkuat praktek profesional,
dan mendukung pencapaian tujuan karier (AWA, 2000).
Kemampuan yang berkelanjutan secara terus menerus dari perawatan
dalam mengintegrasikan dan menerapkan pengetahuan, keterampilan-
keterampilan, pertimbangan/ penilaian dan atribut personal (sikap nilai,
kepercayaan) yang diperlukan agar praktik keperawatan aman dan etis pada
peran dan tatanan yang sesuai/ dirancang.
Tujuan dari pengembangan professional perawat, ialah sebagai berikut :
a. Meningkatkan kebutuhan atas akuntabilitas
b. Perubahan - perubahan dalam praktik dan peran - peran praktik dalam
pelayanan kesehatan
c. Perubahan cepat pada tehknologi kesehatan

29
d. Perubahan language dalam keperawatan yakni accountability, countinuous
learning, professional responsibility, competencies, reflective practice, learning
plans dan evidence, based practice.
e. Memperluas kompetensi melalui “Live Long Learning”
f. Perlu kerjasama & tanggung jawab bersama antara perawat-perawat secara
individu, organisasi keperawatan, sarana yankes, institusi pendidikan dan
pemerintah
g. Kompetensi berkelanjutan mempunyai kontribusi yang besar dalam
peningkatan kualitas praktik keperawatan
h. Memberdayakan perawat-perawat berdasarkan praktik sesuai dengan
kenyataan, fakta, sehingga menghasilkan kualitas asuhan keperwatan &
membantu mencegah praktik yang buruk sehingga melindungi masyarakat
i. Mengembangkan dan memperluas kompetensi dengan tepat
j. Program sertifikasi mendorong program-program kompetensi berkelanjutan
pada badan-badan regulatory

Gambar : Model Pengembangan Staf Klinik

Hasil dari pengembangan staf klinik kemudian dikaji dan direkomendasikan


dalam program pendidikan dan pelatihan sebagai upaya perbaikan dan
peningkatan mutu keperawatan berdasarkan:

30
a. Hasil audit pencapaian indikator mutu pelayanan keperawatan yang
menemukan kelemahan pada perawat sebagai rekomendasi
b. Hasil audit pencapaian indikator mutu pelayanan kesehatan/rumah sakit
yang menemukan kelemahan perawat sebagai rekomendasi
c. Hasil RCA insiden keselamatan pasien yang memerlukan tindak lanjut CPD
perawat

Gambar : Gap kompetensi hasil asessment kompetensi

2. Program pendidikan dan pelatihan


Dengan semakin berkembangnya pengetahuan masyarakat mengenai
pelayanan kesehatan terutama pelayanan keperawatan maka perlu adanya
peningkatan kualitas SDM khususnya dilingkungan keperawatan.
Program pendidikan formal keperawatan dilaksanakan secara bertahap
melalui seleksi intern maupun ekstern, diantaranya :
a. Pendidikan S1 Keperawatan
Direncanakan koordinator ruangan (Ka. Ruangan) semuanya telah
mempunyai dasar pendidikan S1 Keperawatan.
b. Pendidikan dan Pelatihan

31
Pendidikan non formal dilingkungan keperawatan dilaksanakan berdasarkan
kebutuhan untuk peningkatan kompetensi melalui pelatihan in house training
dan out house training.
3. Kebijakan pengelolaan pendidikan dan pelatihan intern/ekstern
Dalam pelaksanaan program pendidikan dilingkungan keperawatan,
Komite Keperawatan mengusulkan program dan mengadakan koordinasi
langsung dengan Bidang Keperawatan untuk diteruskan ke Bidang Diklat agar
dalam pelaksanaannya dapat direalisasikan sesuai dengan rencana anggaran dan
program Bidang Keperawatan.
Jenis program pendidikan dan pelatihan didasarkan atas kualifikasi
kompetensi yang harus dimiliki oleh masing-masing perawat dan bidan untuk
mendapat kewenangan klinis (PK) yang disesuaikan dengan kebutuhan, dan
pelaksanaannya dilakukan secara berkala berdasarkan kebutuhan dilingkungan
keperawatan.
4. Kebijakan orientasi perawat dan bidan
Pelaksanaan orientasi secara umum diberikan kepada perawat dan bidan
baru masuk. Tehnik orientasi dilakukan melalui pembimbingan diruangan
keperawatan secara terjadwal selama 3 bulan dengan target pencapaian
kompetensi yang telah ditetapkan, untuk selanjutnya dilakukan Ujian Assesment
guna mendapatkan Kewenangan Klinis (PK) sebagai perawat/bidan terlatih.
E. Audit Klinik dalam Audit Profesi
Audit klinik adalah upaya evaluasi secara profesional terhadap mutu pelayanan
medis yang diberikan kepada pasien melalui kajian sistematis terhadap pelayanan &
upaya perbaikannya. Audit klinik merupakan metode yang terjamin untuk
meningkatkan kualitas. Proses peningkatan mutu dengan tujuan meningkatkan
pelayanan kepada pasien
Mutu/Kualitas dapat ditinjau dari berbagai perspektif baik itu dari perspekstif
pasien dan penyandang dana, manajer dan profesi dari pemberi jasa rumah sakit
maupun pembuat dan pelaksana kebijakan layanan kesehatan di tingkat regional,
nasional dan institusi. Perkembangan evolusi mengenai bidang mutu (Quality), kaidah
teknik mekanisme pengambilan keputusan untuk profesi seperti Evidence-based
(Medicine, Nursing, Healthcare, Health Technology Asssessment), dan Sistem Layanan

32
Kesehatan di rumah sakit sangat perlu dan penting untuk diketahui terlebih dahulu
sebelum menetapkan arah pengembangan suatu sarana layanan kesehatan (rumah
sakit) sehingga akan lebih mudah dalam menilai progresivitas dan kinerja
(performance) dalam bentuk indikator-indikator yang mencerminkan keadaan yang
sesungguhnya.
Audit klinik bertujuan untuk mengidentifikasi dan meningkatkan praktik yang
baik, memberikan pedoman untuk meningkatkan asuhan pasien, menyediakan
informasi tentang efektivitas pelayanan, membantu menyelesaika masalah yang terjadi
dalam pelayanan, serta meningkatkan kerja tim dan komunikasinya.
Pengorganisasian audit klinik ialah sebagai berikut :
- Penanggung jawab: Sub Komite Mutu Profesi
- Fasilitator : Mitra bestari
- Pelaku audit: perawat klinik
Langkah-langkah audit klinik ialah sebagai berikut :

Gambar : langkah-langkah audit klinik

1. Penetapan Topik
Rapat Komite keperawatan menentukan topik audit yang diikuti oleh staf komite
keperawatan, berdasar:
a.      Data rutin rumah sakit
b.      Survey kepuasan pasien
c.      Observasi pemberian pelayanan
d.      Masukan (direksi, asuransi, unit-unit, dll)
Kriteri dalam penetapan topik ialah sebagai berikut :
- Masalah keperawatan yang dapat diatasi

33
- Masalah keperawatan yang tergolong : High risk, high volume, high impact
- Adanya referensi sesuai topik
2. Penetapan Tujuan
Tujuan audit klinik diarahkan pada peningkatan kompetensi perawat sehingga
dapat memperbaiki kualitas asuhan keperawatan pada pasien dengan
memastikan atau memperbaiki mutu, tidak hanya ”menghitung jumlah” atau
”memeriksa” tapi lebih terfokus dalam usaha peningkatan mutu pelayanan
berdasarkan sasaran yakni sebagai berikut :
- Appropriateness ( sesuai standar )
- Timeliness (ketepatan waktu)
- Effectiveness (sesuai dengan yang hasil diharapkan)
- Acceptability (kepuasan pasien dengan pelayanan yang diberikan)
- Accessibility ( kemudahan pasien dalam mendapatkan pelayanan)
- Efficiency (kemudahan biaya, tenaga dan sumberdaya)
- Equity (Kemerataan pelayanan keperawatan)
3. Review evidence dan Penetapan Standar
Peninjauan bukti (review evidence) diperlukan dan harus ada dalam proses
audit klinik, hal ini dapat membuktikan bahwa klien telah diberikan pelayanan
secara optimal. Peninjauan bukti berkaitan dengan diagnosis, pengobatan,
tindakan, reaksi penderita, atau peristiwa lain yang ada kaitannya dengan
penyakit atau kondisi yang berhubungan dengan judul audit klinik.
Standar dipakai untuk menentukan apakah suatu catatan medik memenuhi
kriteria pedoman audit klinik atau tidak. Standar merupakan batasan yang
menyatakan harus ada (100%) atau tidak ada (0%) pada masing-masing unsur
untuk menemukan ada tidaknya pengecualian. Perkecualian ialah suatu keadaan
klinis yang ada dan dapat menerangkan alasan tidak terpenuhinya suatu standar.

34
Gambar : Contoh uraian standar
4. Pelaksanaan Audit
Pelaksanaan audit melalui beberapa tahapan, yakni sebagai berikut :
- Re-check analisa penyimpangan atau  memastikan apakah hasil audit sudah
benar (yang disebut menyimpang benar-benar menyimpang)
- Mengidentifikasi pola penyimpangan
- Mengidentifikasi penyebab penyimpangan
- Menetapkan perubahan/perbaikan yang merupakan tujuan utama audit
klinik.

Gambar : Contoh format proses audit

5. Rekomendasi

35
Merekomendasikan pelatihan/pendidikan ataupun memfasilitasi proses
pendampingan sesuai kebutuhan.

Gambar : Contoh format rekomendasi hasil audit


F. Preceptor bagi perawat masa pembinaan kompetensi/kewenangan
Pembimbingan ataupun pendampingan merupakan tindak lanjut hasil audit
profesi yang untuk memelihara dan meningkatkan kompetensi perawat.
Pendampingan perawat langsung ke pasien akan memberikan efek yang jauh lebih
besar dibanding sekedar diskusi.
Contoh format pendampingan :

Gambar : Contoh format pendampingan

36
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Standar merupakan pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk
dalam menjalankan profesi secara baik. Perawat profesional dalam memberikan
pelayanan disesuaikan dengan kebutuhan pasien, selalu bertindak secara
komprehensif meliputi bio-psiko-sosio-spiritual dan berdasarkan standar pelayanan
keperawatan. Hal tersebut merupakan wujud dari manajemen mutu pelayanan
keperawatan. Adanya standar dalam pelayanan akan membantu dalam kendali mutu,
salah satu cara untuk mengetahui sejauh mana standar itu berjalan dapat dilakukan
pengukuran kinerja dengan membandingkannya dengan standar yang telah dibuat.
Dalam manajemen mutu dalam pelayanan keperawatan ada beberapa dimensi mutu
yang mencerminkan segala pelayanan keperawatan diantaranya, yakni tengible
(bukti fisik), reliability (keandalan), responsiveness (ketanggapan), assurance
(jaminan dan kepastian) dan empati. Penilaian mutu pelayanan keperawatan berupa
audit struktur yang terdiri dari input, proses, dan hasil. Sesuai dengan peranan yang
dimiliki oleh masing-masing unsur pelayanan kesehatan, standar dalam program
menjaga mutu secara umum dapat dibedakan atas dua macam yakni standar
minimal pelayanan dan standar penampilan minimal.
B. SARAN
Diharapkan kepada tenaga keperawatan agar dapat mulai menerapkan
manajemen standar mutu dikehidupan sehari-hari. Mulai meningkatkan manajemen
mutu mencapai standar dan dapat menjaga kualitas mutu dengan sebaik mungkin.
Terutama manajemen mutu dalam pelayanan keperawatan yang diberikan kepada
klien maupun keluarga sehingga dapat menjadi perawat yang profesional

37

Anda mungkin juga menyukai