Anda di halaman 1dari 32

REFORMASI ADMINISTRASI PUBLIK

Disusun oleh :

Bethesda Simanjuntak (170903147)

ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019
Kata reformasi berasal dari kata bahasa asing “reformation” (Inggris) atau “reformatie”
(Belanda). Kata dasar reformation berasal dari kata reform, yang berarti membentuk
kembali.Reform berasal dari kata form, yang berarti bentuk atau membentuk. Konsepsi dasar
reformasi adalah melakukan perubahan, perbaikan, penataan dan pengaturan secara
komprehensif dan sistematik terhadap banyak hal, terutama yang berkaitan dengan pimpinan
dan kepemimpinan, serta sistem bernegara, berorganisasi dan berpemerintahan.

Reformasi diartikan sebagai proses perubahan dari kondisi lama menuju kondisi baru yang
dikehendaki (Abidin, 2006:17). Sedangkan menurut pendapat Wibawa (2005:207-208)
adalah gerakan untuk mengubah bentuk dan perilaku suatu tatanan, karena tatanan tersebut
tidak lagi disukai atau tidak sesuai kebutuhan zaman – baik karena tidak efisien tidak bersih,
tidak demokratis, dll. Menurut Hidayat (2007:1), reformasi adalah perbaikan atau perubahan
bentuk.

Reformasi Administrasi Publik

Reformasi Administrasi Publik menurut Suk Choon Cho (dalam Zauhar, 1996:10) adalah
“Administrative reform as a consious human effort to introduce changes into the behavior
and performances of administrators”.

Reformasi Administrasi Publik menurut Montgomery (dalam Hidayat, 2007:1) adalah suatu
proses politik yang didesain untuk menyesuaikan hubungan antara birokrasi dan elemen-
elemen lain dalam masyarakat, atau di dalam birokrasi itu sendiri, dengan kenyataan politik.

Sedangkan menurut Ibrahim (2008:13), dan Zauhar (1996:11), Reformasi Administrasi


Publik adalah usaha yang sadar dan terencana untuk mengubah struktur dan prosedur
birokrasi (aspek reorganisasi kelembagaan, sikap, dan perilaku birokrat/aspek perilaku atau
kinerja), meningkat efektivitas organisasi (aspek program), sehingga dapat diciptakan
administrasi publik yang sehat dan terciptanya tujuan pembangunan nasional.

Reformasi Administrasi Publik diartikan secara sederhana oleh Abidin (2006:19) adalah
proses reformasi atas paradigma dan sistem administrasi publik.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Reformasi Administrasi Publik adalah suatu
upaya perubahan yang dilakukan secara sadar dan terencana dari segala aspek kehidupan
terutama aspek penyelenggaraan administrasi negara sehingga dapat mencapai tujuan secara
rasional.

Kenyataan ini memberi suatu isyarat bahwa reformasi birokrasi perlu dilakukan dalam rangka
perubahan yang sesuai dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat. alasan untuk
melakukan reformasi adalah dalam rangka: (1) merealisasikan pendekatan baru untuk
menjalankan fungsi pelayanan publik yang lebih baik ke arah manajerial daripada
sekedaradministratif, (2) sebagai respon terhadap skala penanganan dan cakupan tugas
pemerintah, (3) perubahan dalam teori dan masalah ekonomi, dan (4) perubahan peran sektor
swasta dalampenyelenggaraan pelayanan public (Li, Dor, Deyo, & Hughes, 2017).Reformasi
birokrasi adalah upaya mendasar untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik.
Dampak perubahannya adalah kepada struktur dan sistem yang ada di dalam birokrasi
tersebut. Sistem adalah kaitan antar unsur atau elemen yang saling mempengaruhi satu sama
lainnya. Sedangkan struktur berkaitan dengan tatanan secara teratur. Perubahannya mencakup
sumber daya manusia, sarana prasarana, organisasi maupun lingkungannya. Oleh karena itu,
reformasi birokrasi mengikat terhadap sistem dan struktur yang ada dalam birokrasi untuk
melakukan berbagai perubahan secara komprehensif dan dinamis sesuai dengan kebutuhan
menuju tatanan yang lebih baik (Mayahati, dkk. 2014:357).

Reiventing Government

Kata Reinventing Government (pemerintahan wirausaha) berasal dari kata "wirausaha dan
pemerintah". Wirausaha (entrepreneur) tidak sekedar mempunyai arti menjalankan bisnis,
oleh J.B Say (1800) diartikan sebagai memindahkan berbagai sumber ekonomi dari suatu
wilayah yang produktivitasnya rendah ke wilayah dengan produktivitas lebih tinggi dan
hasilnya lebih besar. Dengan kata lain, seorang wirausahawan menggunakan sumber daya
dengan cara baru untuk memaksimalkan produktivitas dan efektivitas. Dengan demikian
pemerintahan wirausaha adalah pemerintahan yang mempunyai kebiasaan bertindak dengan
menggunakan sumber daya dengan cara baru untuk meningkatkan/ mempertinggi efisiensi
dan efektifitasnya.

Definisi J.B Say ini berlaku bagi sektor swasta, pemerintah, dan sukarelawan atau sektor
ketiga. Jika dihubungaan dengan kata pemerintah, maka pemerintahan wirausaha berarti
usaha-usahayang dilakukan oleh pemerintah mengelola berbagai sumber daya dari cara
dengan produktifitas rendah ke cara dengan produktifitas tinggi dengan hasil yang lebih
besar.
Gagasan-gagasan Osborne dan Gaebler tentang Reinventing Government mencakup 10
prinsip untuk mewirausahakan birokrasi. Adapun 10 prinsip tersebut adalah :

1. Pemerintahan katalis

Mengarahkan ketimbang mengayuh. Artinya, jika pemerintahan diibaratkan sebagai perahu,


maka peran pemerintah seharusnya sebagai pengemudi yang mengarahkan jalannya
perahu,bukannya sebagai pendayung yang mengayuh untuk membuat perahu bergerak.
Pemerintah entrepreneurial seharusnya lebih berkonsentrasi pada pembuatan kebijakan-
kebijakan strategis (mengarahkan) daripada disibukkan oleh hal-hal yang bersifat teknis
pelayanan (mengayuh). Cara ini membiarkan pemerintah beroperasi sebagai seorang pembeli
yang terampil, mendongkrak berbagai produsen dengan cara yang dapat mencapai sasaran
kebijakannya. Wakil-wakil pemerintah tetap sebagai produsen jasa dalam banyak hal,
meskipun mereka sering harus bersaing dengan produsen swasta untuk memperoleh hak
istimewa. Tetapi para produsen jasa publik ini terpisah dari organisasi manajemen yang
menentukan kebijakan. Upaya mengarahkan membutuhkan orang yang mampu melihat
seluruh visi dan mampu menyeimbangkan berbagai tuntutan yang saling bersaing untuk
mendapatkan sumber daya. Upaya mengayuh membutuhkan orang yang secara-sungguh-
sungguh memfokuskan pada satu misi dan melakukannya dengan baik.

Metode-metode yang digunakan antara lain: privatisasi, lisensi, konsesi, kerjasama


operasional, kontrak, voucher, insentif pajak, dll. Pemerintah harus menyediakan (providing)
beragam pelayanan publik, tetapi tidak harus terlibat secara langsung dengan proses
produksinya (producing). Pemerintah memfokuskan pada pemberian arahan, sedangkan
produksi pelayanan publik diserahkan kepada swasta atau pihak ketiga. Produksi pelayanan
publik oleh Pemerintah harus dijadikan sebagai perkecualian, bukan suatu keharusan.
Pemerintah hanya memproduksi pelayanan publik yang belum dapat dilakukan pihak non
publik.

Pemerintahan katalis berarti memberi peran kepada pemerintah untuk menempatkan birokrasi
lebih sebagai pengatur dan pengendali daripada sebagai pelaksana langsung suatu urusan dan
pemberi layanan.

Dalam perjalanan pemerintahan terlihat bahwa hampir seluruh sendi kehidupan masyarakat
dinaungi unsur politis yang mengakibatkan penguasa memiliki kewenangan. Pemerintah saat
ini seperti ahli dalam mengatur dan melaksanakan, padahal dua hal ini sangat intens terhadap
perkembangan bangsa. Menurut Drucker, organisasi yang berhasil memisahkan manajemen
puncak dari operasi, akan memungkinkan manajemen puncak konsentrasi pada pengambilan
keputusan dan pengarahan. Sedangkan operasi sebaiknya dijalankan oleh staf sendiri,
masing-masing memiliki misi, sasaran, ruang lingkup dan tindakan serta otonomi sendiri.
Jika tidak para manajer akan terkacaukan oleh tugas-tugas operasional dan tidak dapat
menghasilkan keputusan dasar yang bersifat mengarahkan.

Sampai saat ini bangsa Indonesia belum memiliki pemerintah katalisator, yang membantu
masyarakat dalam memperkuat infrastruktur warganya. Dengan cara ini pemerintah
memberikan wewenang kepada masyarakat untuk memecahkan setiap masalah sendiri.
Dengan kata lain, pemerintah yang memfokuskan pada fungsi “pengarahan”, secara aktif
akan membuat lebih banyak keputusan / kebijakan yang menggerakan lebih banyak lembaga
sosial dam ekonomi, bahkan lebih banyak mengatur daripada merekrut lebih banyak pegawai
negeri. Untuk mempercepat terwujudnya pemerintahan katalis, upaya swastanisasi perlu
dikembangkan, namun tetap harus diingat bahwa hanya aspek pelayanan saja yang dapat
dikontrakkan ke sektor swasta, sedangkan kepemerintahan (government) tidak. Pemerintah
dapat menswastakan fungsi-fungsi pengarah yang terpisah, tetapi tidak keseluruhan proses
kepemerintahan. Swasta dapat melakukan beberapa hal lebih baik dari pemerintah, begitu
pula pemerintah dalam beberapa hal akan lebih baik daripada swasta.

Sektor pemerintah lebih baik dari swasta, misalnya, dalam hal-hal: manajemen kebijakan,
regulasi, menjamin kepastian hukum dan keadilan, mencegah diskriminasi, serta menjamin
kesinambungan dan stabilitas pelayanan. Sementara swasta biasanya lebih baik dalam
menangani tugas-tugas ekonomi, inovasi, mengulangi pengalaman yang berhasil,
mengadaptasi perubahan yang pesat, menghentikan kegiatan-kegiatan yang tidak berhasil dan
usang, serta pelaksanaan yang bersifat teknis lainnya. Dengan demikian, menyerahkan
pelaksanaan layanan masyarakat ke tangan swasta, dapat lebih efektif, efisien, adil maupun
bertanggungjawab.

Pemerintahan katalis juga memiliki suatu fungsi yang mampu memisahkan sebagai pengarah
(membuat kebijakan, peraturan, undang-undang) dengan fungsi sebagai pelaksana. selain itu,
kemudian mereka menggunakan berbagai metode (kontrak, voucher, hadiah, insentif pajak,
dsb.) untuk membantu organisasi publik mencapai tujuan, memilih metode yang paling sesuai
untuk mencapai efisiensi, efektivitas, persamaan, pertanggung jawaban, dan fleksibilitas.
2. Pemerintahan milik rakyat

Memberi wewenang ketimbang melayani.

Artinya, birokrasi pemerintahan yang berkonsentrasi pada pelayanan menghasilkan


ketergantungan dari rakyat. Hal ini bertentangan dengan kemerdekaan sosial ekonomi
mereka. Oleh karena itu, pendekatan pelayanan harus diganti dengan menumbuhkan inisiatif
dari mereka sendiri. Pemberdayaan masyarakat, kelompok-kelompok persaudaraan,
organisasi sosial, untuk menjadi sumber dari penyelesaian masalah mereka sendiri.
Pemberdayaan semacam ini nantinya akan menciptakan iklim partisipasi aktif rakyat untuk
mengontrol pemerintah dan menumbuhkan kesadaran bahwa pemerintah sebenarnya adalah milik
rakyat. Ketika pemerintah mendorong kepemilikan dan kontrol ke dalam masyarakat, tanggung
jawabnya belum berakhir. Pemerintah mungkin tidak lagi memproduksi jasa, tetapi masih
bertanggung jawab untuk memastikan bahwa kebutuhan-kebutuhan telah terpenuhi.

Mendorong mekanisme control atas pelayanan lepas dari birokrasi dan diserahkan kepada
masyarakat; Masyarakat dapat membangkitkan komitmen mereka yang lebih kuat, perhatian
lebih baik dan lebih kreatif dalam memecahkan masalah; Mengurangi ketergantungan
masyarakat kepada pemerintah. Dengan adanya prinsip ini, Pemerintah sebaiknya memberi
wewenang kepada masyarakat, sehingga menjadi masyarakat yang mampu menolong dirinya
sendiri (community self-help).

Lembaga Kemasyarakatan

Lembaga kemasyarakatan adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan
kebutuhan dan merupakan mitra pemerintah daerah dalam pemberdayaan masyarakat.

Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat adalah suatu strategi yang digunakan dalam pembangunan


masyarakat sebagai upaya untuk mewujudkan kemampuan dan kemandirian dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Pemberdayaan ini sendiri adalah untuk meningkatkan partisipasi masyarakat yang mana
melihat definisi dari partisipasi itu adalah keikutsertaan dan keterlibatan masyarakat secara
aktif dalam proses pembangunan. Tak lupa juga masyarakat dalam hal ini juga diberikan
pedoman, standar pelaksanaan, perencanaan, penelitian, pengembangan, bimbingan,
pendidikan dan pelatihan, konsultasi, supervisi, monitoring, pengawasan umum, dan evaluasi.
Pengadaan pemberdayaan juga melalui pengadaan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat.
Atau disingkat dengan LPM. LPM adalah lembaga atau wadah yang dibentuk atas prakarsa
masyarakat sebagai mitra pemerintah daerah dalam menampung dan mewujudkan aspirasi
serta kebutuhan masyarakat dibidang pembangunan.

3. Pemerintahan yang kompetitif

menyuntikkan persaingan ke dalam pemberian pelayanan. Artinya, berusaha memberikan


seluruh pelayanan tidak hanya menyebabkan risorsis pemerintah menjadi habis terkuras,
tetapi juga menyebabkan pelayanan yang harus disediakan semakin berkembang melebihi
kemampuan pemerintah (organisasi publik), hal ini tentunya mengakibatkan buruknya
kualitas dan efektifitas pelayanan publik yang dilakukan mereka. Oleh karena itu, pemerintah
harus mengembangkan kompetisi (persaingan) di antara masyarakat, swasta dan organisasi
non pemerintah yang lain dalam pelayanan publik. Hasilnya diharapkan efisiensi yang lebih
besar, tanggung jawab yang lebih besar dan terbentuknya lingkungan yang lebih inovatif. Di
antara keuntungan paling nyata dari kompetisi adalah efisiensi yang lebih besar sehingga
mendatangkan lebih banyak uang, kompetisi memaksa monopoli pemerintah (atau swasta)
untuk merespon segala kebutuhan pelanggannya, kompetisi menghargai inovasi, dan
kompetisi membangkitkan rasa harga diri dan semangat juang pegawai negeri.

Persaingan adalah kekuatan yang fundamental yang tidak memberikan pilihan lain yang
harus dilakukan oleh organisasi public.

Dalam konsep ini, birokrasi harus menciptakan iklim persaingan antara aparat negara dengan
pihak swasta dalam melakukanpelayanan publik. Dengan adanya persaingan dengan sektor
swasta, maka aparat pemerintah akan terdorong untuk bekerja dengan lebih efektif dan
efisien.

Pemerintah yang kompetetif dengan cara menyuntikkan persaingan dalam pemberian


pelayanan (Injecting Competition into service Delivery). Suatu pelayanan yang kompentitif
dianggap suatu hal yang sehat. Berbeda dengan cara monopoli, bila dibiarkan akan timbul
kembali ketergantungan pada satu pemilik. Pemerintah yang kompetitif disini lebih diartikan
pemerintah wirausaha yang mampu bersaing dengan organisasi bisnis. Sehingga semuanya
dapat mengembangkan krativitas inovasi yang sangat menguntungkan bagi Negara dan
masyarakatnya. Dengan pemberian penghargaan dan pembiayaan kepada suatu lembaga-
lembaga pemerintah yang berhasil maju di suatu wilayah akan sangat diperhatikan oleh
masyarakatnya. Di sanalah letak kompetisi yang akan mebuat masyarakat dan pemerintahnya
semangat seperti layaknya dalam sebuah perlombaan. Kompetisi merupakan satu-satunya
cara untuk menghemat biaya sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan. Dengan kompetisi,
banyak pelayanan publik yang dapat ditingkatkan kualitasnya tanpa harus memperbesar
biaya.

Lelang Jabatan

Menurut Logemann, bilamana seseorang mengikat dirinya untuk tunduk pada perintah dari
pemerintah untuk melakukan sesuatu atau beberapa macam jabatan itu dihargai dengan
pemberian gaji dan beberapa keuntungan lain. Berarti inti dari hubungan dinas publik adalah
kewajiban bagi pegawai yang bersangkutan untuk tunduk pada pengangkatan dalam beberapa
macam jabatan tertentu yang berakibat bahwa pegawai yang bersangkutan tidak menolak
(menerima tanpa syarat) pengangkatannya dalam satu jabatan yang telah ditentukan oleh
pemerintah, sebaliknya pemerintah berhak mengangkat seseorang pegawai dalam jabatan
tertentu tanpa harus adanya penyesuaian kehendak dari yang bersangkutan.

Lelang jabatan merupakan suatu sistem pengangkatan pejabat yang belum tentu tercapainya
reformasi birokrasi yang baik. Lelang jabatan tidaklah menjadi jaminan akan adanya suatu
pencapaian yang diharapkan dari reformasi birokrasi itu sendiri.

Pada dasarnya Lelang jabatan atau sering disebut dengan istilah job tender ini bukan hal baru
dalam perspekif administrasi publik. Dalam konsep New Public Management (NPM), lelang
jabatan sudah dikenalkan dan dipraktekkan di negara-negara Barat, dengan istilah yang
berbeda-beda. Tujuannya adalah untuk memilih aparatur yang memiliki kapasitas,
kompetensi dan integritas yang memadai untuk mengisi posisi/jabatan tertentu sehingga dapat
menjalankan tugas yang lebih efektif dan efisien Lelang jabatan merupakan katalis
terciptanya good governance di dalam pemerintahan yang nantinya mampu memperkecil
potensi korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Hal ini dikarenakan rekrutmen jabatan
dilakukan secara transparan, menggunakan indikator tertentu dan dilakukan oleh pihak yang
netral dan kompeten melakukan seleksi.

Sistem ini akan menjadi salah satu pengungkit keberhasilan reformasi birokrasi baik di level
pusat maupun daerah. Mekanisme lelang jabatan mampu mencegah terjadinya politisasi
birokrasi, atau sikap pemimpin yang memilih pejabat bermodal suka dan tidak suka
berdasarkan kesubjektifan dalam memilih. Stigma masyarakat bahwa PNS adalah sebuah
comfort zone harus diubah menjadi sebuah competitive zone sehingga tercipta persaingan
yang sehat diantara para pegawai. Dan, lelang jabatan adalah salah satu di antara pemicunya.

4. Pemerintahan yang digerakkan oleh misi

Mengubah organisasi yang digerakkan oleh peraturan. Artinya, pemerintahan yang dijalankan
berdasarkan peraturan akan tidak efektif dan kurang efisien, karena bekerjanya lamban dan
bertele-tele. Oleh karena itu, pemerintahan harus digerakkan oleh misi sebagai tujuan
dasarnya sehingga akan berjalan lebih efektif dan efisien. Karena dengan mendudukkan misi
organisasi sebagai tujuan, birokrat pemerintahan dapat mengembangkan sistem anggaran dan
peraturan sendiri yang memberi keleluasaan kepada karyawannya untuk mencapai misi
organisasi tersebut. Di antara keunggulan pemerintah yang digerakkan oleh misi adalah lebih
efisien, lebih efektif, lebih inovatif, lebih fleksibel, dan lebih mempuyai semangat yang tinggi
ketimbang pemerintahan yang digerakkan oleh aturan.

Mengubah organisasi yang digerakkan oleh peraturan (Transforming Rule-Driven


Organizations) menjadi digerakkan oleh misi (mission-driven). Secara internal, dapat dimulai
dengan mengeliminasi peraturan internal dan secara radikal menyederhanakan system
administrasi. Perlu ditinjau kembali visi tentang apa yang harus dilakukan oleh pemerintah
Misi pemerintah harus jelas dan peraturan perundangan tidak boleh bertentangan dengan misi
tersebut. Apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan oleh Pemerintah diatur dalam mandatnya.
Tujuan Pemerintah bukan mandatnya, tetapi misinya. Contoh: Cara penyusunan APBD.
APBD memang harus disusun berdasarkan suatu prosedur yang benar dan baku, tetapi
pemenuhan prosedur bukanlah tujuan. Tujuan APBD adalah meningkatkan kesejahteraan
masyarakatnya.

Setiap organisasi memiliki visi dan misi yang hendak dicapai. Suatu organisasi dapat
dikatakan berhasil apabila dapat mencapai visi dan misi tersebut. Untuk dapat mencapainya,
organisasi harus merumuskan strategi yang kemudian dijabarkan dalam bentuk program-
program atau aktivitas. Keberhasilan suatu organisasi tidak hanya tergantung dari indahnya
strategi yang telah dirumuskan, tetapi lebih penting lagi terletak pada keberhasilan
pengimplementasiannya sehingga tujuan yang ingin diwujudkan dapat tercapai. Dalam
sebuah organisasi atau suatu lembaga, adanya visi dan misi merupakan hal yang penting
dalam usaha untuk menjalankan seluruh kegiatan dalam organisasi atau lembaga tersebut.
Setiap organisasi memiliki visi dan misi yang berbeda-beda sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai oleh masing-masing organisasi. Karena visi dan misi akan menjadi landasan dasar
bagi organisasi, maka biasanya visi dan misi diciptakan saat organisasi sedang akan
dibangun.

Oleh karena itu visi dan misi memiliki peranan penting bagi berjalannya sebuah organisasi.
Organisasi publik harus didorong oleh misi mereka, bukan oleh aturan dan anggaran mereka.
Aturan tentang operasi, anggaran, personel, pengadaan, dan akuntansi tertanam dalam sistem
yang didorong oleh aturan, yang mengakibatkan terbuangnya waktu dan ketidakefisienan
dalam pemerintahan. Di sisi lain, organisasi yang digerakkan oleh misi membebaskan
karyawan mereka untuk mengejar misi organisasi, menghasilkan sistem yang lebih efisien,
efektif, inovatif, dan fleksibel.

5. Pemerintahan yang berorientasi hasil

Membiayai hasil, bukan masukan.Artinya, bila lembaga-lembaga pemerintah dibiayai


berdasarkan masukan (income), maka sedikit sekali alasan mereka untuk berusaha keras
mendapatkan kinerja yang lebih baik. Tetapi jika mereka dibiayai berdasarkan hasil
(outcome), mereka menjadi obsesif pada prestasi. Sistem penggajian dan penghargaan,
misalnya, seharusnya didasarkan atas kualitas hasil kerja bukan pada masa kerja, besar
anggaran dan tingkat otoritas. Karena tidak mengukur hasil, pemerintahan-pemerintahan
yang birokratis jarang sekali mencapai keberhasilan. Mereka lebih banyak mengeluarkan
untuk pendidikan negeri, namun nilai tes dan angka putus sekolah nyaris tidak berubah.
Mereka mengeluarkan lebih banyak untuk polisi dan penjara, namun angka kejahatan terus
meningkat.

Membiayai hasil bukan masukan (Funding outcomes, Not input).

a. Berusaha mengubah bentuk penghargaan dan insentif: membiayai hasil dan bukan
masukan.

b. Mengembangkan standar kerja, yang mengukur seberapa baik mampu memecahkan


masalah.

c. Semakin baik kinerja, semakin banyak dana yang dialokasikan untuk mengganti dana
yang dikeluarkan unit kerja.

Pemerintahan harus lebih berorientasi pada hasil (result oriented government), tidak sekadar
proses. Karena itu, setiap instansi pemerintah harus mampu mempertanggungjawabkan hasil
program dan kegiatannya kepada masyarakat. Untuk menjaga kualitas implementasi result
oriented government ini, setiap tahunnya Kementerian PANRB melakukan evaluasi terhadap
seluruh instansi pemerintah baik di pusat maupun daerah. Tujuannya untuk menilai sejauh
mana tingkat akuntabilitas atau pertanggungjawaban atas hail terhadap pengguna anggaran
dalam rangka terwujudnya pemerintahan yang berorientasi kepada hasil serta memberikan
saran perbaikan yang diperlukan.

Semakin baik hasil evaluasi menunjukkan semakin baik tingkat efektivitas dan Efisiensi
penggunaan anggaran dibandingkan dengan capaian kinerjanya serta kualitas pembangunan
budaya kinerja birokrasi yang semakin membaik. Pengukuran kinerja menggambarkan
tentang tolak ukur keberhasilan instansi tersebut, Dengan ukuran kinerja yang jelas, akan
mendorong setiap instansi pemerintah memfokuskan seluruh sumberdaya yang ada untuk
menjawab pertanyaan, untukapa organisasi didirikan.

Pemberian pengakuan terhadap prestasi atau hasil kerja tertentu, sangat berdampak positif
terhadap semangat kerja dari setiap anggota organisasi. Hal ini akan memberi kesan positif,
bahwa pimpinan organisasi sangat memperhatikan setiap kerja atau kegiatan anggotanya.
Disamping itu pula, selain harus memperhatikan tingkat kesejahteraan ekonomi anggotanya,
maka apapun yang dilakukan oleh anggota organisasi, pimpinan perlu memberikan semangat
melalui pujian verbal pada setiap prestasi kerja, sekecil apapun tersebut.

6. Pemerintahan berorientasi pelanggan

Memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan boirokrasi. Artinya, pemerintah harus belajar dari
sektor bisnis di mana jika tidak fokus dan perhatian pada pelanggan (customer), maka warga
negara tidak akan puas dengan pelayanan yang ada atau tidak bahagia. Oleh karena itu,
pemerintah harus menempatkan rakyat sebagai pelanggan yang harus diperhatikan
kebutuhannya. Pemerintah harus mulai mendengarkan secara cermat para pelanggannya,
melaui survei pelanggan, kelompok fokus dan berbagai metode yang lain. Tradisi pejabat
birokrasi selama ini seringkali berlaku kasar dan angkuh ketika melayani warga masyarakat
yang datang keistansinya.

Mengidentifikasi pelanggan yang sesungguhnya. Pelayanan masyarakat harus berdasarkan


pada kebutuhan riil, dalam arti apa yang diminta masyarakat, Instansi pemerintah harus
responsif terhadap perubahan kebutuhan dan selera konsumen; Perlu dilakukan penelitian
untuk mendengarkan pelanggan mereka, Perlu penetapan standar pelayanan kepada
pelanggan, Pemerintah perlu meredesain organisasi mereka untuk memberikan nilai
maksimum kepada para pelanggannya. Menciptakan dual accountability (masyarakat dan
bisnis, serta DPRD dan pejabat).

Tradisi ini harus diubah dengan menghargai mereka sebagai warga negara yang berdaulat dan
harus diperlakukan dengan baik dan wajar. Di antara keunggulan sistem berorientasi pada
pelanggan adalah memaksa pemberi jasa untuk bertanggung jawab kepada pelanggannya,
mendepolitisasi keputusan terhadap pilihan pemberi jasa, merangsang lebih banyak inovasi,
memberi kesempatan kepada warga untuk memilih di antara berbagai macam pelayanan,
tidak boros karena pasokan disesuaikan dengan permintaan, mendorong untuk menjadi
pelanggan yang berkomitmen, dan menciptakan peluang lebih besar bagi keadilan.

Fungsi pokok pemerintah adalah memberikan pelayanan publik pada gilirannya akan tersedia
dan terselenggara dengan baik dan memuaskan masyarakat. Dalam pelayanan publik pada
umumnya pemerintah melakukan pengaturan terhadap barang publik maupun barang
setengah publik. Secara umum penyelenggaraan kegiatan pelayanan publik mencakup
lingkungan pelaksaan yang luas dan kompleks, rumit serta dalam prosesnya mengandung
kegiatan yang saling berkait dengan kegiatan atau tugas dan fungsi antara unit/instansi yang
satu dengan yang lain (Bambang, 2011). Paradigma customer driven government adalah
paradigma pelayanan publik yang menempatkan pengguna layanan sebagai hal yang terdepan
dan merupakan fokus terpenting dari penyelenggaraan suatu pelayanan atau lebih populer
dengan istilah “putting the customer on the driver seat”. Sebagaimana dalam teori-teori
tentang tata kelola pemerintahan yang baik dan teori tentang pembangunan, masyarakat
adalah pilar utama yang harus diperhatikan untuk menciptakan suatu tatanan negara yang
sejahtera. Tulisan berikut akan membahas bagaimana sebuah pemerintah yang berorientasi
pada pelanggan tidak hanya akan memberikan manfaat buat masyarakat tapi juga untuk para
penyelenggara pemerintahan. Dengan memahami hal ini pemerintah daerah diharapkan dapat
termotivasi untuk memberikan pelayanan publik secara maksimal.

Pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan dengan baik
dan profesional, pelayanan publik (public services) oleh birokrasi publik merupakan salah
satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat di samping sebagai abdi
negara, dalam rangka menciptakan kesejahteraan pada masyarakat.

Pelayanan publik merupakan titik strategis dalam pengembangan good governance. Salah
satu dari tugas-tugas pemerintah yaitu pelayanan pembuatan kartu tanda penduduk (KTP) dan
dalam pelaksanaannya berkaitan erat dengan hak bagi setiap warga Negara Indonesia.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Masrin (2013:68) salah satu dari tugas-tugas umum
pemerintahan adalah sistem administrasi kependudukan, yang dalam pelaksanaannya
berkaitan erat dengan hak sipil atau hak perdata penduduk.

Pemerintah tidak pernah bosan memberikan inovasi terbaru terhadap pelayanan publik
sebagai pelayan bagi masyarakat. Berkembangnya zaman terhadap teknologi informasi kini
telah diterapkan di berbagai bidang sehingga banyak istilah-istilah yang ditambah huruf “e”
(electronic, dibaca dengan lafal “i”) di depannya, contoh: e- commerce, e-book, e-voting, dan
lain-lain. Pemerintah sebagai pihak yang bertugas mengurus sistem kependudukan di
Indonesia dalam hal ini adalah Departemen Dalam Negeri melakukan program terbaru yaitu
e-KTP mengingat bahwa pendataan warga negara banyak terjadi kesalahan yang
mengakibatkan buruknya data kependudukannya di Indonesia.

Customer-Driven Government atau pemerintah yang berorientasi pada pelanggan,


sebagaimana yang diperkenalkan oleh David Osborne dan Ted Gaeblar dalam Reinventing
Governmentnya, untuk saat ini masih sulit ditemui di Indonesia. Meskipun tuntutan
masyarakat untuk mendapatkan pelayanan publik yang memuaskan semakin deras, respon
pemerintah khususnya pemerintah daerah belum bisa dirasakan. Birokrasi yang berbelit-belit,
pembayaran yang tidak sesuai dengan peraturan, waktu pelayanan yang tidak pasti adalah hal
yang sering ditemui mana kala masyarakat berinteraksi dengan pemerintah. Interaksi yang
tidak harmonis antara kedua belah pihak tentunya jika dibiarkan akan menjadi duri yang akan
mengganggu kelangsungan demokrasi yang dengan susah payah telah mulai dibangun.
Legitimasi yang pada awalnya telah diperoleh secara sah melalui pemilihan umum atupun
pilkada lambat laun akan memudar dan menggerus kepercayaan masyarakat terhadap
pemerintahan. Jika hal ini dibiarkan tentu saja roda pemerintahan yang efektif dan efisien
sulit untuk diraih.

Sebagaimana dalam teori-teori tentang tata kelola pemerintahan yang baik dan teori tentang
pembangunan, masyarakat adalah pilar utama yang harus diperhatikan untuk menciptakan
suatu tatanan negara yang sejahtera. Pada tugas ini, akan membahas bagaimana sebuah
pemerintah yang berorientasi pada pelanggan tidak hanya akan memberikan manfaat buat
masyarakat tapi juga untuk para penyelenggara pemerintahan. Dengan memahami hal ini
pemerintah daerah diharapkan dapat termotivasi untuk memberikan pelayanan publik secara
maksimal.
Menurut Lembaga Administrasi Negara (2003 : 27) pada dasarnya terdapat dua paradigma
dalam pelayanan publik pertama adalah paradigma pelayanan publik yang berorientasi pada
pengelola pelayanan. Paradigma ini lebih bersifat birokratis, direktif, dan hanya
memperhatikan / mengutamakan kepentingan pimpinan / organisasi pelayanan itu sendiri.
Paradigma ini banyak mendapat keluhan dari masyarakat pengguna layanan karena kurang
memperhatikan kepentingan masyarakat pengguna layanannya. Masyarakat sebagai
pengguna layanan tidak memiliki kemampuan apapun untuk berkreasi, suka tidak suka, mau
tidak mau, mereka harus tunduk kepada pengelola pelayanan. Seharusnya pelayanan publik
dikelola dengan paradigma yang bersifat supportif dimana lebih memfokuskan diri pada
kepentingan masyarakat pengguna layanan, pengelola harus mampu bersikap menjadi
pelayan yang sadar untuk melayani dan bukan dilayani.

Paradigma kedua merupakan paradigma yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu
paradigma pelayanan publik yang terfokus / berorientasi pada kepuasan pengguna layanan
(customer driven government).

Customer driven government merupakan prinsip ke-enam dari sepuluh prinsip


mewirausahakan birokrasi yang diajukan oleh David Osborne dan Ted Gaebler (1992 : 191).
Prinsip ini menguraikan bahwa pemerintahan yang berorientasi pelanggan adalah pemerintah
yang memenuhi kebutuhan pengguna layanannya, bukan birokrasi.

Pelayanan Publik

Adam Smith (Djayasinga, 2006), menyatakan bahwa sekapitalis apapun suatu negara peran
pemerintah untuk mengatur perekonomian masih sangat diperlukankarena pemerintah
mempunyai 3 persen yang hakiki yang tidak dapat dilakukan oleh pihak manapun. Menurut
Sadono Sukirno (Djayasinga, 2006), kepincangan kepincangan dalam mekanisme pasar
menimbulkan kebutuhan akan campur tangan pemerintah.

Tujuan dari campur tangan pemerintah adalah:

• Menjamin agar pemenuhan hak untuk setiap individu tetap terwujuddan penindasan dapat
dihindari.

• Menjaga agar perekonomian dapat tumbuh dan mengalamiperkembangan yang teratur dan
stabil.
• Mengawasi kegiatan-kegiatan perusahaan, terutama perusahaan besaryang bisa
mempengaruhi pasar,agar tidak menjalankan praktekpraktek monopoli yang merugikan.

• Menyediakan barang bersama (commons goods) yaitu barang-barangyang penggunaannya


dilakukan secara klektif oleh masyarakat agartercipta kesejahteraan sosial.

• Mengawasi agar eksternalitas kegiatan ekonomi yang merugikan dapatdihindari atau


dikurangi.

Bentuk campur tangan pemerintah :

• Membuat peraturan

• Menjalankan kebijakan fiskal dan moneter

• Secara langsung menjalankan kegiatan ekonomi.

Untuk dapat menilai bagaimana mutu pelayanan publik yang diberikan oleh aparat birokrasi,
sekiranya perlu adanya kriteria dimensi yang menunjukan suatu pelayan publik yang
diberikan itu dapat dikatakan baik atau buruk. Ukuran kualitas pelayanan tidak hanya
ditentukan oleh penyedia layanan saja akan t etapi justru lebih banyak ditentukan oleh para
pengguna layanan, dalam hal ini adalah masyarakat. Terdapat lima demensi kualitas
pelayanan menurut Parasuraman dalam Lupiyoadi (2001), yaitu :

1. Tangible, atau bukti fisik yaitu kemampuan dalam menunjukkan eksitensinya kepada pihak
eksternal. Yang dimaksudkan bahwa penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik
dan keadaan lingkungan sekitarnya merupakan bukti nyata dan pelayanan yang diberikan.

2. Reliability, atau kehandalan yaitu kemampuan dalam memberikan pelayanan sesuai yang
dijanjikan secara akurat dan terpercaya.

3. Responsiveness, atau tanggapan yaitu suatu kemauan untuk membantu dan memberikan
pelayanan yang cepat dan tepat kepada masyarakat dengan menyampaikan informasi yang
jelas.

4. Assurance, atau jaminan dan kepastian yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan


kemampuan para pegawai untuk menumbuhkan rasa percaya terhadap pelanggan.Terdiri dari
beberapa komponen di antaranya adalah komunikasi, kredibilitas, keamanan, kompetensi dan
sopan santun.
5. Empathy, yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang
diberikan kepada pelanggan dengan berupaya memahami keinginan pelanggan.

7. Pemerintahan wirausaha

menghasilkan ketimbang membelanjakan. Artinya, sebenarnya pemerintah mengalami


masalah yang sama dengan sektor bisnis, yaitu keterbatasan akan keuangan, tetapi mereka
berbeda dalam respon yang diberikan. Daripada menaikkan pajak atau memotong program
publik, pemerintah wirausaha harus berinovasi bagaimana menjalankan program publik
dengan dengan sumber daya keuangan yang sedikit tersebut. Dengan melembagakan konsep
profit motif dalam dunia publik, sebagai contoh menetapkan biaya untuk public service dan
dana yang terkumpul digunakan untuk investasi membiayai inoasi-inovasi di bidang
pelayanan publik yang lain. Dengan cara ini, pemerintah mampu menciptakan nilai tambah
dan menjamin hasil, meski dalam situasi keuangan yang sulit.

Pemerintah wirausaha memfokuskan energinya bukan hanya membelanjakan uang


(melakukan pengeluaran uang) melainkan memperolehnya. Dapat diperoleh dari biaya yang
dibayarkan pengguna dan biaya dampaknya (impact fees); pendapatan atas investasinya dan
dapat menggunakan insentif seperti dana usaha (swadana). Partisipasi pihak swasta perlu
ditingkatkan sehingga dapat meringankan beban pemerintah.

Contoh pelaksanaan : a. Dapat mengembangkan beberapa pusat pendapatan, misal : BPS dan
Bappeda dapat menjual informasi tentang daerahnya kepada pusat-pusat penelitian. b. BUMD
menjual barang maupun jasa c. Memberi hak guna usaha, menyertakan modal dan lain-lain.

Yang dimaksud dengan pemerintah wirausaha adalah lembaga sektor pemerintah yang
mempunyai kebiasaan bertindak seperti ini-yang tetap menggunakan sumber daya dengan
cara baru untuk mempertinggi efisien dan efektivitas. Pada organisasi publik konsep
kewirausahaan harus dimasukkan dalam pola pikir aparatur-aparatur penyelenggara negara.
Artinya hal terpenting adalah merubah orientasi aparatur organisasi publik agar lebih
antisipatif, kraeatif, inovatif, dan mampu menangkap peluang. Orientasi semacam inilah yang
dimiliki oleh seorang wirausaha (entrepreneur).

Pemikiran menarik dari Osborne dan Gaebler (1992), agar kinerja organisasi pemerintah
daerah dapat optimal dalam pengelolaan sumber dayanya, maka ia harus mengikuti prinsip-
prinsip yang dianut organisasi bisnis. Untuk itu organisasi pemerintah harus mempunyai
semangat atau jiwa entrepreneurial (semangat kewirausahaan) seperti yang dimiliki
organisasi bisnis. Semangat entrepreneurial disini dapat diartikan sebagai usaha dalam
pemanfaatan sumber daya guna meningkatkan produktivitas dan efiktivitas. Namun demikian
harus disadari bahwa meskipun organisasi pemerintah menganut prinsip-prinsip organisasi
bisnis, ia tidak bekerja berdasarkan profit oriented. Dengan demikian di implementasikannya
semangat kewirausahaan pada organisasi sektor publik diharapkan aparatur pemerintah
(Pemda) mampu mengembangkan kinerja pelayanan kepada masyarakat. Berikut kajian
secara teoritis dan empiris tentang implementasi entrepreneurial government.

Entrepreneurial Government (Pemerintahan Bergaya Wirausaha) Kewirausahaan dikenal


sebagai suatu proses penciptaan nilai dengan menggunakan berbagai sumber daya tertentu
untuk mengeksploitasi peluang (Lupiyoadi,1999). Konsep kewirausahaan telah mendapat
perhatian yang sangat luas dan intensif dikalangan pakar akademis maupun dikalangan
praktisi baik ekonomi, manajemen bisnis serta para pejabat yang bergerak disektor publik.

Dalam sejarah perkembangan konsep kewirausahaan selalu dikaitkan dengan persoalan


ekonomi dan bisnis perusahaan. Dalam bukunya yang berjudul The Management Challenge
James M. Higins (Dalam Mutis,1995) telah menguraikan secara historis mengenai konsep
kewirausahaan dan dianggap sebagai salah satu fungsi ekonomi. Menurut Hisrich (1986)
yang dimaksud kewirausahaan adalah “ wirausaha adalah usaha untuk menciptakan nilai
dengan mengenali peluang bisnis, pengelolaan atas pengambilan resiko peluang dan melalui
komunikasi serta ketrampilan melakukan mobilitas manusia, finansial dan sumber-
sumberyang dibutuhkan agar rencana dapat terlaksana dengan baik.

8. Pemerintahan antisipatif

mencegah daripada mengobati. Artinya, pemerintahan tradisional yang birokratis


memusatkan pada penyediaan jasa untuk memerangi masalah. Misalnya, untuk menghadapi
sakit, mereka mendanai perawatan kesehatan. Untuk menghadapi kejahatan, mereka
mendanai lebih banyak polisi. Untuk memerangi kebakaran, mereka membeli lebih banyak
truk pemadam kebakaran.

Bersikap proaktif. Menggunakan perencanaan strategis untuk menciptakan visi daerah. Visi
membantu meraih peluang tidak terduga, menghadapi krisis tidak terduga, tanpa menunggu
perintah.

Pola pemerintahan semacam ini harus diubah dengan lebih memusatkan atau berkonsentrasi
pada pencegahan. Misalnya, membangun sistem air dan pembuangan air kotor, untuk
mencegah penyakit; dan membuat peraturan bangunan, untuk mencegah kebakaran. Pola
pencegahan (preventif) harus dikedepankan dari pada pengobatan mengingat persoalan-
persoalan publik saat ini semakin kompleks, jika tidak diubah (masih berorientasi pada
pengobatan) maka pemerintah akan kehilangan kapasitasnya untuk memberikan respon atas
masalah-masalah publik yang muncul.

Kejadian bencana di Indonesia, baik yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non-alam
maupun faktor manusia akan menyebabkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis lainnya (Vivanews, 2011).
Pengalaman bencana yang terjadi di Indonesia selama ini selalu menimbulkan kerugian, baik
materi maupun korban jiwa dalam angka yang besar. Kejadian tersebut menunjukkan
kurangnya pengetahuan dan mengaplikasikan kedalam kegiatan keseharian tentang kegiatan
mitigasi dan kesiapsiagaan menghadapi benana.

Guna mengatasi berbagai hal tersebut maka pemerintah membentuk Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB). Dimana BNPB ini akan menjadi kepanjangan tangan
pemerintah dalam hal penanganan bencana. BNPB ini dibentuk berdasarkan Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 8 tahun 2008. Pembentukan BNPB merupakan realisasi Pasal 10
ayat (1) Undang-undang RI Nomor 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana. Pada
Pasal 10 ayat (2) dari Undang-undang Penanggulangan Bencana menyatakan bahwa lembaga
ini merupakan lembaga pemerintah nondepartemen sebagai menteri.

Bencana di Indonesia terjadi bukan di daerah tertentu saja bahkan hampir di setiap daerah
mengalami bencana. Maka Undang-undang nomor 24 tahun 2007 Pasal 8 di dalam
mengamanatkan dibentuknya Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di tingkat
Provinsi, Kabupaten/kotamadya. Pembentukan BPBD 2 didasarkan pada regulasi daerah,
pemerintah pusat menyerahkan pembentukan BPBD kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) yang harus berkoordinasi dengan Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri)
dan BNPB, hingga saat ini sebagian besar provinsi rawan bencana di Indonesia secara hukum
telah diwajibkan mendirikan BPBD. Pemerintah kabupaten dan kota dapat memutuskan
perlunya pendirian BPBD di daerahnya. BNPB dan BPBD dirancang untuk penanggulangan
bencana secara menyeluruh yang merupakan perubahan dari pendekatan konvensional yaitu
tanggap darurat menuju perspektif baru. Dimana perspektif ini memberi penekanan merata
pada semua aspek penanggulangan bencana dan berfokus pada pengurangan resiko. Bisa
dikatakan pembentukan BPBD sudah menjadi kewenangan pemerintah daerah dan sesuai
dengan hal tersebut maka pemerintah daerah harus mengeluarkan peraturan daerah mengenai
penanggulangan Bencana.

9. Pemerintahan desentralisasi

Dari hierarki menuju partisipasi dan tim kerja. Artinya, pada saat teknologi masih primitif,
komunikasi antar berbagai lokasi masih lamban, dan pekerja publik relatif belum terdidik,
maka sistem sentralisasi sangat diperlukan. Akan tetapi, sekarang abad informasi dan
teknologi sudah mengalami perkembangan pesat, komunikasi antar daerah yang terpencil
bisa mengalir seketika, banyak pegawai negeri yang terdidik dan kondisi berubah dengan
kecepatan yang luar biasa, maka pemerintahan desentralisasilah yang paling diperlukan. Tak
ada waktu lagi untuk menunggu informasi naik ke rantai komando dan keputusan untuk
turun. Beban keputusan harus dibagi kepada lebih banyak orang, yang memungkinkan
keputusan dibuat "ke bawah" atau pada "pinggiran" ketimbang menngonsentrasikannya pada
pusat atau level atas. Kerjasama antara sektor pemerintah, sektor bisnis dan sektor civil socity
perlu digalakkan untuk membentuk tim kerja dalam pelayanan publik.

Dengan melihat beberapa tantangan dari masyarakat, diantaranya : (a) Perkembangan


teknologi sudah sangat maju. (b) Kebutuhan masyarakat dan bisnis semakin kompleks. (c)
Staf banyak yang berpendidikan tinggi Maka pemerintah perlu untuk:Menurunkan wewenang
melalui organisasi, dengan mendorong mereka yang berurusan langsung dengan pelanggan
untuk lebih banyak membuat keputusan (Pengambilan keputusan bergeser kepada
masyarakat, asosiasi, pelanggan, LSM). Tujuan : Untuk memudahkan partisipasi masyarakat,
serta terciptanya suasana kerja Tim. Pejabat yang langsung berhubungan dengan masyarakat
(from-line workers) harus diberi kewenangan yang sesuai. Karena dengan kewenangan yang
diberikan akan memeungkikan terjadinya koordinasi “cross functional” antar semua instansi
yang terkait.

Negara Republik Indonesia sebagai negara kesatuan menganut asas desentralisasi dalam
penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan
kepada Daerah untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah. Terbitnya Undang-undang Nomor
32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian direvisi dengan Undang-
undang Nomor 23 Tahun 2014, semakin menguatkan posisi daerah dalam upaya
meningkatkan kemampuan di segala bidang, karena semua yang menyangkut kemajuan
daerah diserahkan pengelolaan sepenuhnya kepada daerah, terutama kabupaten dan kota
sebagai titik berat otonomi daerah.
Desa sebagai ujung tombak pemerintahan terbawah memiliki otonomi dalam mengatur
pembangunan untuk mensejahterakan rakyatnya. Seperti yang dijelaskan dalam Undang-
Undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang mengandung esensi kepada
masalah otonomi daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Otonomi Daerah juga merupakan hak daerah untuk melakukan
kegiatan-kegiatan yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,
berdasarkan tuntutan dan dukungan dari masyarakat sebagai bentuk pelayanan kepada
masyarakat.

Dari sisi kesejahteraan, Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Peraturan
Pemerintah No. 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No 6 Tahun
2014 tentang Desa memang telah membawa visi kesejahteraan melalui disain kelembagaan
otonomi Desa. Semua pihak mengetahui bahwa tujuan besar desentralisasi dan otonomi Desa
adalah membangun kesejahteraan rakyat. Pemerintah Desa mempunyai kewajiban dan
tanggungjawab besar meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui kewenangan besar dan
keuangan yang dimilikinya.

Menurut Devas (1997), pengertian dan penafsiran terhadap desentralisasi ternyata sangat
beragam dikarenakan perbedaan latar belakang politik, pengalamandan pengaruh bentuk
negara di mana masing-masingdari mereka tinggal dan berkembang, serta pendekatan
terhadap desentralisasipun juga sangat bervariasi dari negara yang satu ke negara yang lain.

Dari pengertian diatas, maka secara umum dapat dijelaskan bahwa Desentralisasi
mengandung beberapa hal yaitu :

a.Adanya pelimpahan wewenang dan urusan dari Pemerintah pusat.

b. Adanya Daerah-Daerah yang menerima pelimpahan wewenang dari penyerahan urusan.

c. Daerah-Daerah tersebut mempunyai hak dan kewajiban untuk mengurus dan mengatur
rumah tangganya sendiri.

d. Kewenangan dari urusan yang dilimpahkan adalah kewenangan dari urusan rumah tangga
Daerah yang bersangkutan.

Definisi menurut undang-undang yang saat ini digunakan di Indonesia yaitu UU Nomor 32
Tahun 2004. Jika ditinjau dari sudut formal, menurut pasal 1 ayat (7) UU Nomor 32 Tahun
2004, diartikan sebagai penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

10. Pemerintahan berorientasi pasar

Mendongkrak perubahan melalui pasar . Artinya, daripada beroperasi sebagai pemasok


masal barang atau jasa tertentu, pemerintahan atau organisasi publik lebih baik berfungsi
sebagai fasilitator dan pialang dan menyemai pemodal pada pasar yang telah ada atau yang
baru tumbuh. Pemerintahan entrepreneur merespon perubahan lingkungan bukan dengan
pendekatan tradisional lagi, seperti berusaha mengontrol lingkungan, tetapi lebih kepada
strategi yang inovatif untuk membentuk lingkungan yang memungkinkan kekuatan pasar
berlaku. Pasar di luar kontrol dari hanya institusi politik, sehingga strategi yang digunakan
adalah membentuk lingkungan sehingga pasar dapat beroperasi dengan efisien dan menjamin
kualitas hidup dan kesempatan ekonomi yang sama.

Mengadakan perubahan dengan mekanisme pasar (sistem insentif) dan bukan dengan
mekanisme administratif (sistem prosedur dan pemaksaan). Ada dua cara alokasi
sumberdaya, yaitu mekanisme pasar dan mekanisme administratif. Mekanisme pasar terbukti
yang terbaik di dalam mengalokasi sumberdaya.

(a) Pemerintah wirausaha menggunakan mekanisme pasar, tidak memerintah dan mengawasi,
tetapi mengembangkan dan menggunakan sistem insentif agar tidak merugikan masyarakat.

(b) Lebih baik merekstrukturisasi pasar guna memecahkan masalah daripada menggunakan
mekanisme administrasi seperti pemberian layanan atau regulasi, komando dan control;

(c) Tidak semua pelayanan public harus dilakukan oleh pemerintah sendiri.

(d) Kebijaksanaan public harus dapat memanfaatkan mekanisme pasar untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat.

(e) Partisipasi pihak swasta perlu ditingkatkan.

Dengan bergulirnya waktu, pasar terus berkembang. Pada mulanya pasar merupakan tempat
bertemunya pedagang dan pembeli dan terjadinya transaksi langsung, seiring berjalannya
waktu dan tuntutan konsumen pasar yang terus berubah maka pasar tidak hanya sekedar
menjadi tempat bertemunya pedagang dankonsumen. Pasar sudah merupakan entitas bisnis
yang lengkap dan kompleks dimana kenyamanan dan kepuasan pelanggan (consumer
satisfaction) yang menjadi tujuan utama.

Maksud dan tujuan pendirian BUMD ditegaskan dalam Pasal 2 Ayat (1) UUBUMD, yaitu :

1. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian daerah pada umumnya dan


penerimaan negara pada khususnya; Dengan tujuan ini BUMD diharapkan dapat
meningkatkan mutu pelayanan pada masyarakat sekaligus memberikan kontribusi dalam
meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah dan membantu penerimaan keuangan
negara.

2. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang


bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak; Dengan
maksud dan tujuan seperti ini, setiap hasil usaha dari Badan Usaha Milik Maksud dan tujuan
pendirian BUMD ditegaskan dalam Pasal 2 Ayat (1) UUBUMD, yaitu :

1. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian daerah pada umumnya dan


penerimaan negara pada khususnya; Dengan tujuan ini BUMD diharapkan dapat
meningkatkan mutu pelayanan pada masyarakat sekaligus memberikan kontribusi dalam
meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah dan membantu penerimaan keuangan negara.

2. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang


bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak; Dengan
maksud dan tujuan seperti ini, setiap hasil usaha dari Badan Usaha Milik Daerah, baik
barang maupun jasa, diharapkan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.

3. Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor
wisata dan koperasi; Kegiatan perintisan merupakan suatu kegiatan usaha untuk
menyediakan barang dan/atau jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat, namun kegiatan
tersebut belum dapat dilakukan oleh swasta dan koperasi karena secara komersial tidak
menguntungkan. Oleh karena itu, tugas tersebut dapat dilakukan melalui penugasan
kepada Badan Usaha Milik Daerah. Dalam hal adanya kebutuhan masyarakat luas yang
mendesak, pemerintah dapat pula menugasi suatu Badan Usaha Milik Daerah yang
mempunyai fungsi pelayanan kemanfaatan umum untuk melaksanakan program kemitraan
dengan pengusaha golongan ekonomi lemah.
4. Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan
ekonomi lemah, koperasi dan masyarakat. Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1962, yang dimaksud perusahaan daerah adalah semua perusahaan yang didirikan
berdasarkan Undang-Undang ini yang modalnya untuk seluruh atau untuk sebagian
merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan, kecuali ditentukan lain dengan atau
berdasarkan Undang-Undang. Dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Perusahaan
Daerah ditentukan, perusahaan daerah didirikan dengan peraturan daerah ( PERDA )
atas kuasa Undang-Undang ini. Perusahaan daerah merupakan badan hukum yang
kedudukannya sebagai badan hukum diperoleh dengan berlakunya PERDA yang
bersangkutan. Menurut ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang
Perusahaan Daerah, perusahaan daerah merupakan badan usaha yang bersifat memberi
jasa, menyelenggarakan kemanfaatan umum, dan memupuk pendapatan.Tujuan perusahaan
daerah ialah untuk turut serta melaksanakan pembangunan daerah khususnya dan
pembangunan ekonomi nasional umumnya dalam rangka ekonomi terpimpin untuk
memenuhi kebutuhan rakyat dengan mengutamakan industrialisasi dan ketenteraman serta
ketenangan kerja dalam perusahaan, menuju masyarakat yang adil dan makmur.

Ada lima (5) strategi untuk menuju pemerintahan agar berjalan sesuai harapan masyarakat,
yaitu :

1. Strategi inti, strategi ini menghapus fungsi-fungsi yang tidak lagi menjalankan tujuan
pemerintah yang sebenarnya, fungsi yang bisa lebih baik jika dikerjakan oleh sektor swasta
sebaiknya dilepaskan. Jika suatu organisasi tidak jelas tujuannya atau punya tujuan ganda dan
saling bertentangan – organisasi itu tidak bisa mencapai kinerja yang tinggi. Kami menyebut
strategi yang menjelaskan tujuan sebagai strategi inti, karena berkaitan dengan fungsi inti
pemerintahan: fungsi mengarahkan.

2. Strategi konsekuensi, strategi ini berusaha mengubah insentif dengan menciptakan


konsekuensi atas kinerja yang dihasilkan dengan memasukkan organisasi-organisasi
pemerintah ke dalam pasar dan membuat mereka bergantung langsung pada pelanggan dalam
hal pendapatan. Pasar dan persaingan menciptakan kinerja yang lebih besar, tetapi tidak
semua kegiatan pemerintah dapat dimasukkan ke pasar yang kompetitif.

3. Strategi pelanggan, Strategi ini memberi pilihan kepada pelanggan mengenai organisasi
yang memberikan pelayanan dan menetapkan standard pelayanan pelanggan yang harus
dipenuhi oleh organisasi-organisasi itu. Hal itu tidak berarti organisasi pemerintah tidak lagi
bertanggungjawab kepada wakil terpilih mereka; ini berarti mereka sering memiliki
pertanggungjawaban ganda.

4. Strategi kontrol (pengendalian), strategi ini merubah bentuk pengendalian yang digunakan
dari aturan-aturan yang rinci serta komando yang hirarkhis ke misi bersama dan sistem yang
menciptakan akuntabilitas kerja. Strategi ini memberdayakan organisasi dengan melepaskan
kontrol yang dilakukan oleh pusat.

5. Strategi budaya, strategi ini akan berusaha bagaimana merubah nilai-nilai, norma-norma,
sikap, dan harapan pegawai sesuai dengan tujuan organisasi, sistem insentif, sistem
pertanggungjawaban, dan struktur kekuasaannya.
Good Governance

Good Governance sebagai kriteria Negara-negara yang baik dan berhasil dalam
pembangunan, bahkan dijadikan semacam kriteria untuk memperoleh kemampuan bantuan
optimal dan Good Governance dianggap sebagai istilah standar untuk organisasi publik hanya
dalam arti pemerintahan. Secara konseptual “good” dalam bahasa Indonesia “baik” dan
“Governance” adalah “kepemerintahan”.

Menurut LAN (Lembaga Administrasi Negara) dalam Sedarmayanti (2008:130)


mengemukakan arti good dalam good governance mengandung dua arti:

1. Nilai-nilai yang menjunjung tinggi keinginan/kehendak rakyat dan nilai yang dapat
meningkatkan kemampuan rakyat yang dalam pencapaian tujuan (nasional) kemandirian,
pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial.
2. Aspek-aspek fungsional dari pemerintahan efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya
mencapai tujuan-tujuan tersebut.

Menurut bank dunia (Word Bank) adalah cara kekuasaan digunakan dalam mengelola
berbagai sumber daya sosial dan ekonomi untuk pengembangan masyarakat. Governance,
yang diterjemahkan menjadi tata pemerintahan, adalah penggunaan wewenang ekonomi,
politik dan administrasi guna mengelola urusan-urusan negara pada semua tingkat. Tata
pemerintahan mencakup seluruh mekanisme, proses dan lembaga-lembaga dimana warga dan
kelompok-kelompok masyarakat mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak
hukum, memenuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan diantara mereka.

Menurut dokumen United Nations Development Program (UNDP), tata pemerintahan adalah
“penggunaan wewenang ekonomi politik dan administrasi guna mengelola urusan-urusan
negara pada semua tingkat. Tata pemerintahan mencakup seluruh mekanisme, proses dan
lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok-kelompok masyarakat mengutarakan
kepentingan mereka, menggunakan hak hukum, memenuhi kewajiban dan menjembatani
perbedaan-perbedaan diantara mereka.

Good governance adalah masalah perimbangan antara negara, pasar dan masyarakat.
Memang sampai saat ini, sejumlah karakteristik kebaikan dari suatu governance lebih banyak
berkaitan dengan kinerja pemerintah. Pemerintah berkewajiban melakukan investasi untuk
mempromosikan tujuan ekonomi jangka panjang seperti pendidikan kesehatan dan
infrastuktur. Tetapi untuk mengimbangi negara, suatu masyarakat warga yang kompeten
dibutuhkan melalui diterapkannya sistem demokrasi, rule of law, hak asasi manusia, dan
dihargainya pluralisme. Good governance sangat terkait dengan dua hal yaitu: good
governance tidak dapat dibatasi hanya pada tujuan ekonomi dan tujuan ekonomi pun tidak
dapat dicapai tanpa prasyarat politik tertentu.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 prinsip-prinsip kepemerintahan yang
baik terdiri dari :
1. Profesionalitas, meningkatkan kemampuan dan moral penyelenggara pemerintahan agar
mampu memberi pelayanan yang mudah, cepat, tepat dengan biaya yang terjangkau.
2. Akuntabilitas, meningkatkan akuntabilitas para pengambil keputusan dalam segala bidang
yang menyangkut kepentingan masyarakat.
3. Transparansi, menciptakan kepercayaan timbal balik antara pemerintah dan masyarakat
melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi
yang akurat dan memadai.
4. Pelayanan prima, penyelenggaraan pelayanan publik yang mencakup prosedur yang baik,
kejelasan tarif, kepastian waktu, kemudahan akses, kelengkapan sarana dan prasarana serta
pelayanan yang ramah dan disiplin.
5. Demokrasi dan Partisipasi, mendorong setiap warga untuk mempergunakan hak dalam
menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan, yang menyangkut
kepentingan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung.
6. Efisiensi dan Efektifitas, menjamin terselenggaranya pelayanan kepada masyarakat
dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal dan bertanggung jawab.
7. Supremasi hukum dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat, mewujudkan adanya
penegakkan hukum yang adil bagi semua pihak tanpa pengecualian.

Lembaga Administrasi Negara (LAN) merumuskan sembilan aspek fundamental dalam good
governance yang harus diperhatikan yaitu :
1. Partisipasi (participation)
Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik langsung
maupun melalui lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi
menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan prinsip demokrasi yaitu kebebasan berkumpul
dan mengungkapkan pendapat secara konstruktif.
2. Penegakan Hukum (rule of law)
Partisipasi masyarakat dalam proses politik dan perumusan-perumusan kebijakan publik
memerlukan sistem dan aturan-aturan hukum. Tanpa ditopang oleh sebuah aturan hukum dan
penegakannya secara konsekuen, partisipasi publik dapat berubah menjadi tindakan publik
yang anarkis. Santoso menegaskan bahwa proses mewujudkan cita-cita good governance,
harus diimbangi dengan komitmen untuk menegakkan rule of law dengan karakter-karakter
sebagai berikut :
a. Supremasi hukum
b. Kepastian hukum
c. Hukum yang responsitif
d. Penegakan hukum yang konsisten dan non diskriminatif
e. Independensi peradilan

3. Transparansi (transparency)
Transparansi (keterbukaan umum) adalah unsur lain yang menopang terwujudnya good
governance. Akibat tidak adanya prinsip transparansi ini, menurut banyak ahli Indonesia
telah terjerembab dalam kubangan korupsi yang berkepanjangan dan parah. Untuk itu,
pemerintah harus menerapkan transparansi dalam proses kebijakan publik. Menurut Gaffar,
terdapat 8 (delapan) aspek mekanisme pengelolaan negara yang harus dilakukan secara
transparan, yaitu :
a. Penetapan posisi, jabatan dan kedudukan
b. Kekayaan pejabat publik
c. Pemberian penghargaan
d. Penetapan kebijakan yang terkait dengan pencerahan kehidupan
e. Kesehatan
f. Moralitas para pejabat dan aparatur pelayanan publik
g. Keamanan dan ketertiban
h. Kebijakan strategis untuk pencerahan kehidupan masyarakat

4. Responsif (responsive)
Affan menegaskan bahwa pemerintah harus memahami kebutuhan masyarakat-
masyarakatnya, jangan menunggu mereka menyampaikan keinginannya, tetapi mereka secara
proaktif mempelajari dan menganalisa kebutuhan-kebutuhan masyarakat, untuk kemudian
melahirkan berbagai kebijakan strategis guna memenuhi kepentingan umum.
5. Konsesus (consesus)
Prinsip ini menyatakan bahwa keputusan apapun harus dilakukan melalui proses musyawarah
melalui konsesus. Model pengambilan keputusan tersebut, selain dapat memuaskan sebagian
besar pihak, juga akan menjadi keputusan yang mengikat dan milik bersama, sehingga akan
memiliki kekuatan memaksa bagi semua komponen yang terlibat untuk melaksanakan
keputusan tersebut.

6. Kesetaraan (equity)
Clean and good governance juga harus didukung dengan asa kesetaraan, yakni kesamaan
dalam perlakuan dan pelayanan. Asas ini harus diperhatikan secara sungguh-sungguh oleh
semua penyelenggara pemerintahan di Indonesia karena kenyatan sosiologis bangsa kita
sebagai bangsa yang majemuk, baik etnis, agama, dan budaya.

7. Efektivitas dan efisiensi


Konsep efektivitas dalam sektor kegiatan-kegiatan publik memiliki makna ganda, yakni
efektivitas dalam pelaksanan proses-proses pekerjaan, baik oleh pejabat publik maupun
partisipasi masyarakat, dan kedua, efektivitas dalam konteks hasil, yakni mampu membrikan
kesejahteraan pada sebesar-besarnya kelompok dan lapisan sosial.

8. Akuntabilitas (accountability)
Asas akuntabilitas adalah pertanggung jawaban pejabat publik terhadap masyarakat yang
memberinya kewenangan untuk mengurusi kepentingan mereka. Secara teoritik, akuntabilitas
menyangkut dua dimensi yakni akuntabilitas vertikal yang memiliki pengertian bahwa setiap
pejabat harus mempertanggung jawabkan berbagai kebijakan dan pelaksanaan tugas-
tugasnya terhadap atasan yang lebih tinggi, dan yang kedua akuntabilitas horisontal yaitu
pertanggungjawaban pemegang jabatan publik pada lembaga yang setara.

9. Visi Strategis
Visi strategis adalah pandangan-pandangan strategis untuk menghadapi masa yang akan
datang. Tidak sekedar memiliki agenda strategis untuk masa yang akan datang, seseorang
yang memiliki jabatan publik atau lembaga profesional lainnya, harus memiliki kemampuan
menganalisa persoalan dan tantangan yang akan dihadapi oleh lembaga yang dipimpinnya.
Kunci utama memahami good governance adalah pemahaman atas prinsip-prinsip di
dalamnya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini akan didapatkan tolak ukur kinerja suatu
pemerintahan. Baik-buruknya pemerintahan bisa dinilai bila ia telah bersinggungan dengan
semua unsur prinsip-prinsip good governance. Untuk mengimplementasikan prinsip-prinsip
good governance, maka aturan hukum senantiasa dipandang sebagai pemberi arah bagi setiap
proses pembaharuan, karena persepektif reformasi harus berjalan secara gradual, konseptual
dan konstitusional.

Pilar-pilar Good Governance

Konsep good governance adalah seluruh rangkaian proses pembuatan yang mensinergikan
pencapaian tujuan tiga pilar good governance, yaitu pemerintah sebagai good public
governance, masyarakat dan dunia usaha swasta sebagai good corporate governance.

Tiga pilar good governance pertama adalah pemerintah berperan dalam mengarahkan,
memfasilitasi kegiatan pembangunan. Selanjutnya pemerintah juga memiliki peran
memberikan peluang lebih banyak kepada masyarakat dan swasta dalam pelaksanaan
pembangunan.

Kedua, swasta berperan sebagai pelaku utama dalam pembangunan, menjadikan saham sektor
non pertanian sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi wilayah, pelaku utama dalam
menciptakan lapangan kerja, dan kontributor utama penerimaan pemerintah dan daerah.

Ketiga, masyarakat berperan sebagai pemeran utama (bukan berpartisipasi) dalam proses
pembangunan, perlu pengembangan dan penguatan kelembagaan agar mampu mandiri dan
membangun jaringan dengan berbagai pihak dalam melakukan fungsi produksi dan fungsi
konsumsinya, serta perlunya pemberdayaan untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas dan
kualitas produksinya.

Manfaat Tata Pemerintahan Yang Baik (Good Governance)

Jika prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik telah diterapkan maka akan terlaksana
sebuah pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa. Diantara manfaat dari good
governance sebagai berikut :
a. Berkurangnya secara nyata praktik KKN di birokrasi
b. Terciptanya sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan pemerintahan yang bersih, efisien,
transparan,profesional dan akuntabel.
c Terhapusnya peraturan perundang-undangan dan tindakan yang bersifat diskriminatif
terhadap warga negara, kelompok atau golongan masyarakat.
d. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik.
e. Terjaminnya konsistansi dan kepastian hukum seluruh peraturan perundang-undangan, baik
di tingkat pusat maupun daerah.

Perbandingan Ciri-ciri Pemerintahan yang baik dengan


Pemerintahan yang buruk
Pemerintahan Yang Baik Pemerintahan Yang Buruk

1. Proaktif 1. Lamban dan bersifat reaktif


2. Ramah dan Profesional 2. Arogan
3. Transparan 3. Korup
4. Mengutamakan proses dan produk 4. Birokratisme
5. Proporsional dan profesional 5. Boros
6. Bekerja secara sistemik 6. Bekerja secara naluriah
7. Pembelajaran sepanjang hayat 7. Enggan berubah
8. Menempatkan stakeholder & shareholder
8. Kurang berorientasi pada kepentinngan
ditempat utama publik
DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Warsito Utomo. Mei 2001. Reformasi Birokrasi, Kedaulatan Rakyat.

David Limerick and Best Cunington, 1993, Managing The New Organization, A Blue print
For Net Work and Strategic Aliance, Business profesional Publicity, Chatswaed NSW.

David Osborn and Peter Plastrik, 2000, Memangkas Birokrasi, (diterjemahkan oleh Abdul
Rosyid dan Ramelan), Penerbit PPm, Jakarta.

Osborne, David and Ted Gaebler. 1992, Reinventing Government (How The Entrepreneurial
Spirit is Transforming The Public Sector), Addison-Wesley Publishing company, Inc.

David Osborne dan Ted Gaebler. 1996. Mewirausahakan Birokrasi, terjemahan. Abdul
Rasyid, Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo.

Weber, Max. 2000. The Theory of Social and Economic Organization, dalam Peter M.Blau
dan Marshall W. Meyer, Birokrasi Dalam Masyarakat Modern.Jakarta: Prestasi
Pustakakarya.

Sedarmayanti.2013. Manajemen Sumber Daya Manusia,Reformasi Birokrasi dan Manajemen


Pegawai Negeri Sipil. Bandung: Refika Aditama.

Devas,N. 1997. Indonesian “What do we mean by Decentralization” Public


Administration and Development. Vol. 17, 351 – 367.

Sukirno,Sadono. 2006. Ekonomi Pembangunan. Jakarta: Kencana.

UNDANG-UNDANG

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2000 Tentang Pendidikan Dan
Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil.
.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Pasal 8 tentang Dibentuknya Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD)

Undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah


Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa

Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah

JURNAL

Masrin. 2013. Studi Tentang Pelayanan Pembuatan KTP Elektronik (e-KTP) di Kantor
Kecamatan Samarinda Ulu Kota Samarinda dari ejournal. eJournal Pemerintahan
Integratif, 1 (1):68-81.

Yenny. Prinsip-prinsip Good Governance. 2013. http://ejournal.an.fisip-unmul.ac.id/site/wp-


content/uploads/2013/03/EJOURNAL%20YENNY%20(03-02-13-06-48-29).pdf

INTERNET

https://media.neliti.com/media/publications/23384-ID-upaya-menciptakan-birokrasi-yang-
efisien-inovatif-responsif-dan-akuntabel.pdf

http://triwidodowutomo.blogspot.com/2010/08/strategi-banishing-bureaucracy-dalam.html

https://www.academia.edu/28382748/Makalah_Tata_pemerintahan_yang_baik_Good_Governance
_BAB_1_PENDAHULUAN_1.1_Latar_Belakang

Anda mungkin juga menyukai