Anda di halaman 1dari 4

Dermatitis Numularis

No. ICPC II : S87 Dermatitis/atopic


eczema No. ICD X : L20.8 Other atopic
dermatitis

Tingkat Kemampuan: 4A
No. :
Dokumen
SO No. Revisi :
P Tanggal :
Terbit
Halaman :

PUSKESMAS dr. YORDAN


PANDU PRADIKSA

SENJAYA NIP. 19820121


201001 1 011

1. Pengertian Dermatitis numularis adalah dermatitis berbentuk lesi mata (koin)


atau lonjong,berbatas tegas,dengan efloresensi berupa
papulovesikal,biasanya mudah pecah sehingga basah
(oozing/madidans). Penyakit ini pada orang dewasa lebih sering
terjadi pada pria dari pada wanita. Usia puncak awitan pada
kedua jenis kelamin antara 55 dan 65 tahun, pada wanita usia
puncak terjadi juga pada usia 15 sampai 25 tahun. Dermatitis
numularis tidak biasa ditemukan pada anak, bila ada timbulnya
jarang pada usia sebelum satu tahun,umumnya kejadian
meningkat seiring dengan meningkatnya usia.
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk melakukan
penegakan diagnosis penyakit di puskesmas.
3. Kebijakan Surat Keputusan Kepala Puskesmas Nomor : …/…/SK/PS/2020
tentang panduan praktek klinis di fasilitas pelayanan kesehatan
tingkat pertama
4. Referensi Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia 514 Tahun
2015
5. Prosedur 1. Hasil Anamnesis
(Subjective) Keluhan Bercak merah yang basah pada
predileksi tertentu dan sangat gatal. Keluhan hilang timbul dan

1
sering kambuh.
2. Faktor Risiko
a. Pria.
b. Usia 55-65 tahun (pada wanita 15-25 tahun).
c. Riwayat trauma fisis dan kimiawi (fenomena Kobner:
gambaran lesi yang mirip dengan lesi utama).
d. Riwayat dermatitis kontak alergi.
e. Riwayat dermatitis atopik pada kasus dermatitis numularis
anak.
f. Stress emosional.
g. Minuman yang mengandung alkohol.
h. Lingkungan dengan kelembaban rendah.
i. Riwayat infeksi kulit sebelumnya.
3. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang
Sederhana (Objective) Pemeriksaan Fisik Tanda
Patognomonis

a. Lesi akut berupa vesikel dan papulo vesikel (0.3 – 1.0 cm),
berbentuk uang logam, eritematosa, sedikit edema, dan
berbatas tegas.

b. Tanda eksudasi, karena vesikel mudah pecah, kemudian


mengering menjadi krusta kekuningan.

c. Jumlah lesi dapat satu, dapat pula banyak dan tersebar,


bilateral, atau simetris, dengan ukuran yang bervariasi.
Tempat predileksi terutama di tungkai bawah, badan,
lengan, termasuk punggung tangan.

4. Pemeriksaan Penunjang

Tidak diperlukan, karena manifestasi klinis jelas dan klasik

5. Penegakan Diagnosis (Assessment)

a. Dermatitis kontak

b. Dermatitis atopi.

c. Neurodermatitis sirkumskripta.

d. Dermatomikosis.

6. Rencana Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

a. Pasien disarankan untuk menghindari faktor yang mungkin


memprovokasi seperti stres dan fokus infeksi di organ lain

b. . Farmakoterapi yang dapat diberikan, yaitu:

2
Topikal (2x sehari)

- Kompres terbuka dengan larutan PK (Permanganas


Kalikus) 1/10.000, menggunakan 3 lapis kasa bersih,
selama masingmasing 15-20 menit/kali kompres (untuk
lesi madidans/basah) sampai lesi mengering.

- Kemudian terapi dilanjutkan dengan kortikosteroid


topikal: Desonid krim 0.05% (catatan: bila tidak tersedia
dapat digunakan fluosinolon asetonid krim 0.025%)
selama maksimal 2 minggu.

- Pada kasus dengan manifestasi klinis likenifikasi dan


hiperpigmentasi, dapat diberikan golongan betametason
valerat krim 0.1% atau mometason furoat krim 0.1%).

- Pada kasus infeksi sekunder, perlu dipertimbangkan


pemberian antibiotik topikal atau sistemik bila lesi
meluas.

Oral sistemik

- Antihistamin sedatif yaitu: hidroksisin (2 x 1 tablet)


selama maksimal 2 minggu, atau

- Loratadine 1x10 mg/ hari selama maksimal 2 minggu.

- Jika ada infeksi bakterial, diberikan antibiotik topikal atau


sistemik bila lesi luas.

7. Komplikasi

Infeksi sekunder

8. Konseling dan edukasi

a. Memberikan edukasi bahwa kelainan bersifat kronis


danberulang, sehingga penting untuk pemberian obat
topikal rumatan.

b. Menjaga terjadinya infeksi sebagai faktor risiko terjadinya


relaps

9. Kriteria rujukan

a. Apabila kelainan tidak membaik dengan pengobatan


topikal standard.

b. Apabila diduga terdapat faktor penyulit lain, misalnya fokus


infeksi pada organ lain, maka konsultasi dan/atau disertai
rujukan kepada dokter spesialis terkait (contoh: Gigi mulut,

3
THT, obsgyn, dll) untuk penatalaksanaan fokus infeksi
tersebut.

10. Sarana prasarana

a. Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan KOH.

b. Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan Gram

11. Prognosis

Prognosis pada umumnya bonam, apabila kelainan ringan


tanpa penyulit dapat sembuh tanpa komplikasi, namun bila
kelainan berat dan dengan penyulit, prognosis menjadi
dubia ad bonam

12. Unit Prosedur ini terkait semua bagian di Puskesmas Pandu Senjaya.
Terkait
13. Dokumen Buku Konsultasi
Terkait

14. Rekaman
Historis
Perubaha No Yang diubah Isi perubahan Tanggal

n mulai
diberlakukan

Anda mungkin juga menyukai