Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN KASUS

F 20.0 Skizofrenia Paranoid

Disusun sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian akhir di


SMF Psikiatri RS Jiwa Abepura

Oleh :

Jack Johanes

Pembimbing :

dr. Manoe Bernd Paul Sp.KJ, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS CENDERAWASIH
RUMAH SAKIT JIWA ABEPURA
2019

1
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dipresentasikan, diterima dan disetujui oleh penguji, LAPORAN KASUS


dengan judul, F 20.0 Skizofrenia Paranoid sebagai salah satu syarat untuk
mengikuti ujian akhir Kepaniteraan Klinik Madya Pada SMF ILMU KEJIWAAN
Rumah Sakit Jiwa Daerah Abepura.

Yang dilaksanakan pada :

Hari :

Tanggal :

Tempat : SMF ILMU KEJIWAAN RUMAH SAKIT JIWA DAERAH ABEPURA

Mengetahui

Pembimbing/ Penguji

dr. Manoe Bernd Paul, Sp.KJ, M.Kes

2
BAB I
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
No Status / No. Reg : 0003632
Masuk RS : 5 November 2019
Nama : Tn. Y. W
Jenis Kelamin : Laki-laki
TTL : 15 Desember 1991 (28 tahun)
Status Perkawinan : Belum Nikah
Agama : Kristen Protestan
Warga Negara : Indonesia
Suku Bangsa : Biak
Pendidikan terakhir : Sarjana
Pekerjaan : Belum bekerja
Alamat/No. Tlp : Perumnas III Waena
Pemberi Informasi : Ayah pasien

1.2. RIWAYAT PENYAKIT


A. Keluhan Utama
Mendengar suara-suara bisikan

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien diantar oleh ayahnya ke IGD RSJD Abepura dengan keluhan
mendengar suara-suara bisikan lagi, kurang lebih semenjak putus obat
sebulan yang lalu. Ayah pasien mengatakan bahwa pasien susah tidur
dan menunjukkan perubahan perilaku yang tidak biasanya seperti
bepergian ketempat yang jauh tanpa tujuan yang jelas serta merokok.
Menurut ayah pasien, pasien mengatakan kepada tantenya bahwa ada
kekuatan dari luar yang seolah-olah remukan tulang-tulangnya dan
menghilangkan tulang rusuknya hilang sehingga dia merasa tak berdaya,
pasien juga mulai terlihat lebih sering menyendiri, dan pemalas mandi.
Pasien mengatakan mendengar suara bisikan bahwa ada orang yang
tidak menyukai dan mendiskusikan tentang dirinya. Pasien tidak ada

3
keinginan untuk melukai diri, dan menurut keluarga dirumah pasien
cukup tenang tidak tindak agresif untuk melukai diri sendiri maupun
orang lain.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


1. Gangguan Mental atau Emosi
Pasien merupakan pasien lama di RSJD Abepura, dirawat kurang
lebih satu bulan pada tahun 2018. Pada waktu itu pasien dirawat
karena sering mendengar suara-suara bisikan yang mendiskusikan
tentang dirinya, pasien merasa seolah-olah ada yang mengejar ingin
melukainya, pasien tidak tenang, dan jarang mandi.
2. Gangguan Psikosomatik
migrain, hay fever, gastritis, arthritis, alergi, pilek berulang,
gangguan kulit, malaise : tidak ada
3. Gangguan Medis
- Sistem tubuh : Malaria (-), Asma, hipertensi, diabetes melitus,
jantung, paru, trauma tidak ada
- Penyakit Hubungan Seksual : tidak ada
- Riwayat NAPZA
1. Ganja : (-)
2. Alkohol : (+)
3. Psikotropik : (-)
4. Zat adiktif lainnya : pinang (+), rokok (+)
4. Gangguan Neurologis
- Trauma kepala : tidak ada
- Kehilangan Kesadaran : tidak ada
- Kejang : tidak ada
- Tumor : tidak ada

D. Riwayat Pribadi
1. Masa Kanak-kanak Awal ( usia 0 - 3 tahun)
Pasien dilahirkan dengan usia kandungan cukup bulan dan
dilahirkan secara spontan, tanpa kecacatan maupun trauma lahir.
Semasa bayi, pasien mendapat cukup ASI dan tidak memiliki
masalah makan.
2. Masa Kanak-kanak Pertengahan (usia 3 – 11 tahun)
Pasien dapat menyesuaikan diri saat masuk sekolah. Pasien
mempunyai banyak teman bermain dan bergaul baik dengan teman
dilingkungan tempat tinggalnya.
3. Masa Kanak-kanak akhir (11 – 18 tahun)
a. Hubungan keluarga: Hubungan baik.

4
b. Hubungan dengan rekan sebaya: pasien memiliki banyak teman,
namun cenderung lebih kepada teman laki – laki daripada
perempuan dan tidak mengalami kesulitan dalam perkenalan
dengan orang baru. perilaku anti sosial tidak ada. Tidak ada
riwayat berkelahi dengan teman-teman sebayanya.
c. Masalah khusus emosi dan fisik: mimpi buruk, fobia,
masturbasi, ngompol, kenakalan (dengan teman sebaya),
merokok, alkohol, obat-obatan, masalah berat badan, rendah diri
(disangkal oleh pasien).
d. Riwayat perkembangan psikoseksual
1) Keingintahuan dini, masturbasi infantile, permainan seks
belum dievaluasi
2) Pengetahuan seksual yang diperoleh saat pasien remaja
3) Pasien menyukai lawan jenis. Sempat berpacaran
e. Latar belakang keagamaan : Baik

4. Masa Dewasa
a. Riwayat pendidikan: Pasien menyelesaikan pendidikannya
sampai sarajana.
b. Riwayat Pekerjaan : Pada tahun 2017 pasien sempat bekerja di
BPJS Sorong, namun berhenti karena bosan dengan lingkungan
tempat dia bekerja. Pasien mengaku sering dibully oleh senior
dikantor. Untuk saat ini pasien sedang menunggu hasil tes CPNS.
c. Aktifitas Sosial : Pasien cenderung pendiam, tidak suka
bersosialisasi
d. Seksualitas Dewasa
1) Hubungan seks sebelum nikah (-)
2) Belum menikah
3) Gejala-gejala seksual : anorgasmik, impotensia, ejakulasi
dini, kurang hasrat seksual : (-) tidak dievaluasi
e. Riwayat Militer : penyesuaian umum, peperangan, cedera, tipe
pemberhentian, status veteran : (-) tidak dievaluasi
f. Sistem nilai yang dianut : sikap terhadap agama sebuah
rutinitas ke gereja hari minggu.
5. Riwayat Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang memiliki keluhan sama dengan pasien.

5
Keterangan :
Pasien :
Perempuan :
Laki-laki :
Meninggal :

Pasien merupakan anak kedua dari lima bersaudara, riwayat orang tua
bercerai pada tahun 2015.

STATUS PSIKIATRI
A. Deskripsi Umum (5 November 2019)
1. Penampilan Sesuai usia, tidak Tampak seorang laki-laki
terurus berpenampilan sesuai umur,
postur tegap berisi, rambut
pendek-keriting, penampilan
tampak kurang terurus,
memakai baju kaos berwarna
hitam dan celana pendek,
memakai sandal.
2. Perilaku dan Tampak tenang Tenang
aktivitas psikomotor
3.Pembicaraan -Artikulasi - Jelas
-Kecepatan - Normal
-Intonasi - Normal
4.Sikap terhadap -Kooperatif - Ketika ditanya dapat
pemeriksa -Atentif menjawab
- Ketika ditanya pasien
memperhatikan lawan
bicara

B. Keadaan Afektif (Mood), Perasaan, dan Empati


1. Mood Eutimia ekspresi wajah pasien muncul
bergantian dan berubah-ubah
2. Afek Appropriate Ekspresi emosi yang luas dengan

6
sejumlah variasi
3. Empati dapat meraba- bisa turut merasakan apa yang
rasakan dirasakan orang sekitarnya

C. Fungsi Intelektual
1. Taraf Baik Pengetahuan pasien cukup baik
pendidikan, ketika diskusi tentang bidang
pengetahuan ilmunya. (pengetahuan social)
umum, dan Sesuai dengan pendidikan
kecerdasan
terakhirnya.
2. Daya Baik Saat ditanya mampu menjawab
konsentrasi pertanyaan dengan baik dan Saat
ditanya pasien dapat mengingat
kejadian masa lampau dengan baik
3. Orientasi - Waktu: baik - Pasien dapat membedakan pagi
- Tempat : baik siang malam
- Orang : baik - tau saat ini dia berada di RSJ.
- dapat menyebutkan dengan
benar siapa yang mengantar ke
RSJD
4. Daya ingat - Jangka segera - Mengingat nama pemeriksa
- Jangka pendek - Pasien mengingat apa yang
- Jangka panjang dimakan saat makan pagi
- Mengingat tanggal lahir

D. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi Auditorik (+)
2. Ilusi -
3. Depersonalisasi -
4. Derealisasi -

E. Proses Berfikir
1. Bentuk - Produktivitas - Baik
Pikiran - Arus pikiran - Koheren
- Hendaya - Tidak ada
Bahasa
2. Isi Pikiran - Preokupasi

7
- Waham - Kejar
- Phobia - Tidak ada

F. Pengendalian Impuls
Baik
G. Daya Nilai
1. Norma Sosial baik, ketika ditanyakan tentang merokok baik atau
tidak pasien mengatakan “tidak baik”
2. Uji Daya Nilai Baik, pasien ditanyakan istilah panjang tangan
pasien mengerti
3. Penilaian Realitas Tidak dapat membedakan realitas dan fantasi
H. Tilikan (insight)
Derajat 5 = Menyadari penyakitnya dan faktor yang berhubungan
dengan penyakitnya namun tidak menerapkan dalam perilaku
praktisnya.
I. Taraf dapat dipercaya
Dapat dipercaya
1.3. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT
A. Pemeriksaan Fisik
Status internus
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Respirasi : 22 x/menit
Suhu badan : 36,5 0C
SpO2 : 98%
Status generalis
1. Kepala dan Leher
Normosefali, CA (-/-), SI (-/-), > KGB (-/-)
2. Thorax
Simetris, ikut gerak napas, suara napas vesikuler (+/+), ronchi (-/-),
wheezing (-/-)
3. Abdomen
Datar, supel, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba.
4. Ekstremitas
Gerak sendi normal, deformitas (-), kemerahan (-), varises (-) , akral
hangat (+), edema (-), CRT <2 dtk.
Kesan secara keseluruhan: Dalam batas normal

1.4. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


Pasien berumur 28 tahun Pasien diantar oleh ayah pasien ke IGD RSJD
Abepura dengan keluhan berupa mendengar kembali suara-suara bisikan
semenjak putus obat sebulan yang lalu. Penampilan pasien tampak kurang

8
terurus. Pasien menggunakan pakaian yang sesuai dengan umur pasien.
Kesadaran pasien berubah, artikulasi jelas; pasien berbicara dengan nada
normal. Kooperatif dan atentif. Mood labil. Afek appropriate. Tilikan 5.

1.5. FORMULASI DIAGNOSIS


Berdasarkan heteroanamnesa, pasien merupakan pasien lama di RSJD
Abepura. Pada pasien ini didapatkan adanya penderitaan (distress) dan
hendaya (disability) yaitu adanya halusinasi auditorik. Adanya delusion of
passivity ketik pasien mengatakan kepada tantenya bahwa ada kekuatan
dari luar yang seolah-olah remukan tulang-tulangnya dan menghilangkan
tulang rusuknya sehingga dia merasa tak berdaya, pasien juga mulai
terlihat lebih sering menyendiri, dan pemalas mandi. Pasien mengatakan
sering mendengar bisikan-bisikan ada orang yang tidak menyukai dirinya.
Berdasarkan PPDGJ-III Maka kasus ini digolongkan ke dalam gangguan
Skizofrenia Paranoid F20.0
Diagnosis banding: - Paranoid (F.22.0) Gangguan Waham
- Gangguan waham menetap lainnya (F.22.8)

1.6. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL


a. Aksis I : Gangguan Skizofrenia Paranoid
b. Aksis II : Tidak ada
c. Aksis III : Tidak ada
d. Aksis IV : - Masalah dengan: “Primary Support Group” (keluarga)
- Masalah pekerjaan
e. Aksis V : GAF Scale 80-71 (Gejala sementara dan dapat diatasi,
disabilitas ringan dalam social, pekerjaan, sekolah, dll.
1.7. PENATALAKSANAAN
2.7.1. Farmakoterapi.
Haloperidol 5 mg tab 1-0-1
Trihexyphenidyl 2 mg 1-1-1
Clozapine 25 mg 1-0-1
2.7.2. Non Farmakoterapi
a. Edukasi
Dilakukan psikoedukasi pada pasien dan keluarganya
mengenai penyakit yang dialami pasien, gejala yang mungkin
terjadi, rencana tatalaksana yang mungkin diberikan, pilihan
obat, efek samping pengobatan, dan prognosis penyakit.
b. Terapi suportif

9
 Menanamkan pikiran kepada pasien dan membangkitkan
kepercayaan bahwa gejala-gejala tersebut akan hilang.
 Menimbulkan kesadaran pada pasien akan penyakitnya
sehingga dapat memperbaiki kembali kepribadian pasien
yang telah mengalami goncangan akibat adanya stressor
sosial yang tidak dapat diatasi oleh pasien.
 Pemberian dukungan pada pasien dan keluarga agar
mempercepat penyembuhan pasien dan diperlukan
rehabilitasi yang disesuaikan dengan psikiatrik serta minat
dan bakat penderita
c. Terapi spiritual
Memotivasi pasien agar selalu rajin beribadah dan selalu
mengingat Tuhan di setiap saat.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Penegakan Diagnosa


Berdasarkan riwayat gangguan pasien, ditemukan adanya riwayat pola
perilaku yang secara klinis bermakna dan secara khas berkaitan dengan suatu
gejala yang menimbulkan penderitaan (distress) dan menimbulkan disabilitas
(disability) dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Dengan demikian berdasarkan
Pedoman dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ III), dapat disimpulkan bahwa
pasien menderita gangguan jiwa. Diagnosis gangguan mental organik (F00- F09)
dapat disingkirkan karena dari anamnesis tidak didapatkan adanya riwayat pasien
tidak pernah mengalami kejang atau epilepsi. Adanya riwayat penyakit seperti
diabetes mellitus, asma, penyakit jantung dan paru-paru, serta penyakit yang
mengharuskan pasien minum obat dalam jangka waktu lama disangkal oleh pasien
maupun keluarga. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik juga tidak ditemukan
kondisi medis umum yang mempengaruhi fungsi otak. Pada pemeriksaan status
mental juga tidak ditemukan adanya gejala kelainan organik. Berdasarkan gejala

10
yang diamati dan ditemukan, diagnosis mengarah pada gangguan skizofrenia
(F20).
Adapun untuk menegakkan diagnosis skizofrenia pasien harus memenuhi
kriteria Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 5th Edition
(DSMV) atau International Statistical Classification of Diseases (ICD-X ).
Adapaun kriteria berdasarkan DSM- V, yaitu:

a. Dua (atau lebih) dari gejala berikut, masing-masing timbul sebagian


besar selama periode 1 bulan (atau jika kurang berhasil diobati).
Setidaknya satu dari ini harus ada (1), (2), atau (3):
(1) Delusi
(2) Halusinasi
(3) Berbicara tidak teratur (misalnya, seringnya keluar dari
pembicaraan atau tidak logis)
(4) Perilaku yang sangat tidak teratur atau katatonik
(5) gejala negatif (misalnya., ekspresi emosional berkurang, atau
avolition)
b. Sebagian besar waktu sejak timbulnya gangguan, tingkat fungsi di satu
atau lebih bagian utama, seperti pekerjaan, interpersonal, atau perawatan
diri, di bawah tingkat yang dicapai sebelum onset (atau kapan onset di
masa kanak-kanak atau remaja, ada kegagalan untuk mencapai tingkat
yang diharapkan dari interpersonal, akademis, atau pekerjaan yang aktif.
c. Tanda-tanda terus menerus dari gangguan tersebut bertahan setidaknya
selama 6 bulan. Periode 6 bulan ini harus mencakup setidaknya 1 bulan
gejala (atau kurang jika berhasil diobati) yang memenuhi Kriteria A
(yaitu, gejala fase aktif) dan mungkin termasuk gejala prodromal atau
periode residu. Selama periode prodromal atau residu ini, tanda-tanda
gangguan dapat dimanifestasikan hanya dengan gejala negatif atau dua
atau lebih gejala yang tercantum dalam Kriteria A yang muncul dalam
kondisi yang lemah (misalnya, keyakinan aneh, pengalaman persepsi
yang tidak biasa).
d. Gangguan schizoafektif dan gangguan depresif atau bipolar dengan
gambaran psikotik telah dikesampingkan karena 1) tidak ada episode
utama depresi atau manik.

11
e. Gangguan terjadi bersamaan dengan gejala fase aktif; atau 2) jika
episode suasana hati telah terjadi selama gejala fase aktif, telah hadir
singkat dari minoritas dari total durasi aktif dan sisa periode penyakit.
f. Gangguan ini tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat (misalnya,
penyalahgunaan obat, pengobatan) atau kondisi medis lain.
g. Jika ada riwayat gangguan spektrum autisme atau gangguan komunikasi
onset masa kanak-kanak, diagnosis tambahan skizofrenia dibuat hanya
jika delusi atau halusinasi yang menonjol, selain gejala skizofrenia lain
yang diperlukan, juga muncul setidaknya selama 1 bulan (atau kurang
jika berhasil ditangani).

Pada kasus ini pasien didiagnosa sebagai gangguan skizofrenia paranoid


(F20.0). Kriteria diagnostik skizofrenia paranoid berdasarkan PPDGJ III harus
memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia, yaitu;
 Halusinasi dan/atau waham harus menonjol
a) suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi
perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi
peluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa
laughing);
b) halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual,
atau lain-lain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi
jarang menonjol;
c) waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan
(delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence) , atau
“passivity” (delusion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang
beraneka ragam, adalah yang paling khas;
 Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala
katatonik secara relatif tidak nyata/tidak menonjol.
Skizofrenia paranoid paling stabil dan paling sering. Awitan subtipe ini
biasanya terjadi lebih belakangan bila dibandingkan dengan bentuk-bentuk
skizofrenia lain. Gejala terlihat sangat konsiten, pasien dapat atau tidak bertindak
sesuai dengan wahamnya. Pasien sering tidak koperatif dan sulit untuk kerjasama,
mungkin agresif, marah, atau ketakutan, tetapi pasien jarang sekali
memperlihatkan perilaku disorganisasi. Waham dan halusinasi menonjol
sedangkan afek dan pembicaraan hampir tidak terpengaruh.

12
Pada pasien ini, keluhan-keluhan yang timbul sudah memenuhi kriteria
diagnostik untuk skizofrenia, yaitu berupa halusinasi hal ini sudah mulai
dirasakan sejak 1 bulan lebih , pada kriteria ICD-X /PPDGJ III adalah 1 bulan
atau lebih.

2.2 Terapi
Untuk penatalaksanaan pasien, diberikan obat antipsikotik oral;
Haloperidol 5 mg/ (pagi siang dan malam) dengan dosis anjuran 5-20mg/hari,
dan Trihexylphenidyl 2 mg (malam), Diazepam 5 mg (pagi dan malam),
dengan anjuran dosis 2,5-40 mg/hari.
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati skizofrenia disebut
antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, waham, dan
perubahan pola pikir yang terjadi pada skizofrenia. Pasien mungkin dapat
mencoba beberapa jenis antipsikotik sebelum mendapatkan obat atau
kombinasi obat antipsikotik yang benar-benar cocok bagi pasien.
Haloperidol merupakan obat antipsikosis golongan tipikal yaitu grup
phenothiazine. Antipsikosis golongan tipikal mempunyai afinitas tinggi dalam
mem-blokade atau menghambat pengikatan dopamin pada reseptor pasca-
sinaptik neuron di otak, khususnya di sistem limbik dan sistem
ekstrapiramidal (Dopamine D2 receptor antagonist), hal inilah yang
diperkirakan menyebabkan reaksi ekstrapiramidal yang kuat.Oleh karena
kinerja obat antipsikosis tipikal, maka obat ini lebih efektif untuk gejala
positif, contohnya gangguan asosiasi pikiran (inkoherensi), isi pikir yang tidak
wajar (waham), gangguan persepsi (halusinasi) dibandingkan untuk terapi
gejala negatif.
Semua obat antipsikosis tipikal dapat menimbulkan efek samping EPS
(ekstrapiramidal), seperti distonia akut, akathisia, sindrom Parkinson (tremor,
bradikinesia, rigiditas).Efek samping ini dibagi menjadi efek akut, yaitu efek
yang terjadi pada hari-hari atau minggu-minggu awal pertama pemberian obat,
sedangkan efek kronik yaitu efek yang terjadi setelah berbulan-bulan atau
bertahun-tahun menggunakan obat. Oleh karena itu, setiap pemberian obat
antipsikosis tipikal, maka harus disertakan obat trihexyphenidyl.

13
Trihexyphenidil merupakan obat antikolinergik. Obat ini menghambat
sistem kolinergik di ganglia basal dan menghambat aksi neurotransmitter otak
yang disebut asetilkolin. Obat ini mampu membantu mengoreksi
keseimbangan antara dopamine dan asetilkolin, sehingga dapat mengurangi
gejala tremor. Pada pemberian dengan antipsikosi tipikal, trihexyphenidil
bertujuan untuk mengurangi efek samping ekstrapiramidal yaitu pandangan
kabur, distonia, dan hipersalivasi.
Diazepam diindikasikan untuk terapi kecemasan (ansietas) dalam
penggunaan jangka lama, karena mempunyai masa kerja panjang. Selain itu
juga sebagai sedatif dan keadaan psikosomatik yang ada hubungan dengan
rasa cemas.
2.2.1 Non Farmakoterapi
a. Edukasi
Dilakukan psikoedukasi pada pasien dan keluarganya mengenai
penyakit yang dialami pasien, gejala yang mungkin terjadi, rencana
tatalaksana yang mungkin diberikan, pilihan obat, efek samping
pengobatan, dan prognosis penyakit.
b. Terapi suportif
 Menanamkan pikiran kepada pasien dan membangkitkan
kepercayaan bahwa gejala-gejala tersebut akan hilang.
 Menimbulkan kesadaran pada pasien akan penyakitnya sehingga
dapat memperbaiki kembali kepribadian pasien yang telah mengalami
goncangan akibat adanya stressor sosial yang tidak dapat diatasi oleh
pasien.
 Pemberian dukungan pada pasien dan keluarga agar mempercepat
penyembuhan pasien dan diperlukan rehabilitasi yang disesuaikan
dengan psikiatrik serta minat dan bakat penderita
c. Terapi spiritual
 Memotivasi pasien agar selalu rajin beribadah dan selalu mengingat
Allah di setiap saat.

14
DAFTAR PUSTAKA
Utama, Hendra. 2014. Buku Ajar Psikiatri, Edisi Kedua. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Jakarta.
Maslim, Rusdi. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III
DSM-V, Cetakan Kedua. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma
Jaya: Jakarta.
Kaplan-Saddock. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis
Jilid 2. Jakarta:Binarupa Aksara Publisher, 2010
Maslim, Rusdi. 2014. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik
Cetakan Keempat. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya:
Jakarta.
American Psychiatric Association. Diagnosis dan statistical manual of mental
disorders (DSM IV TR). Washington DC: APA; 2000
Depkes RI, 1993, Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di
Indonesia III, Jakarta: Depkes RI.

15

Anda mungkin juga menyukai