Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

AKUT LIMFOBLASTIK LEUKIMIA (ALL)

A. PENGERTIAN
Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah suatu keganasan pada sel-
sel prekursor limfoid, yakni sel darah yang nantinya akan berdiferensiasi
menjadi limfosit T dan limfosit B. LLA ini banyak terjadi pada anak-anak yakni
75%, sedangkan sisanya terjadi pada orang dewasa. Lebih dari 80% dari kasus
LLA adalah terjadinya keganasan pada sel T, dan sisanya adalah keganasan pada
sel B. Insidennya 1 : 60.000 orang/tahun dan didominasi oleh anak-anak usia <
15 tahun, dengan insiden tertinggi pada usia 3-5 tahun (Landier dkk, 2004).

Gambar 1.Akut Limfoblastik Leukimia


B. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi
yang menyebabkan terjadinya leukemia yaitu :
1. Genetik
a. Keturunan
1) Adanya Penyimpangan Kromosom
Insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan kongenital,
diantaranya pada sindroma Down, sindroma Bloom, Fanconi’s
Anemia, sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis van Creveld,
sindroma Kleinfelter, D-Trisomy sindrome, sindroma von
Reckinghausen, dan neurofibromatosis. Kelainan-kelainan
kongenital ini dikaitkan erat dengan adanya perubahan informasi
gen, misal pada kromosom 21 atau C-group Trisomy, atau pola
kromosom yang tidak stabil, seperti pada aneuploidy.
2) Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar
identik dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun
pertama kelahiran. Hal ini berlaku juga pada keluarga dengan
insidensi leukemia yang sangat tinggi.
3) Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan
kerusakan kromosom dapatan, misal : radiasi, bahan kimia, dan
obat-obatan yang dihubungkan dengan insiden yang meningkat
pada leukemia akut, khususnya ALL.
4) Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA
virus menyebabkan leukemia pada hewan termasuk primata.
Penelitian pada manusia menemukan adanya RNA dependent
DNA polimerase pada sel-sel leukemia tapi tidak ditemukan pada
sel-sel normal dan enzim ini berasal dari virus tipe C yang
merupakan virus RNA yang menyebabkan leukemia pada hewan.
(Wiernik, 1985). Salah satu virus yang terbukti dapat
menyebabkan leukemia pada manusia adalah Human T-Cell
Leukemia . Jenis leukemia yang ditimbulkan adalah Acute T- Cell
Leukemia.

2. Bahan Kimia dan Obat-obatan


a. Bahan Kimia
Paparan kromis dari bahan kimia (misal : benzen) dihubungkan
dengan peningkatan insidensi leukemia akut, misal pada tukang sepatu
yang sering terpapar benzen. Selain benzen beberapa bahan lain
dihubungkan dengan resiko tinggi dari AML, antara lain : produk –
produk minyak, cat , ethylene oxide, herbisida, pestisida, dan ladang
elektromagnetik
b. Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik (misal : alkilator dan inhibitor
topoisomere II) dapat mengakibatkan penyimpangan kromosom yang
menyebabkan AML. Kloramfenikol, fenilbutazon, dan
methoxypsoralen dilaporkan menyebabkan kegagalan sumsum tulang
yang lambat laun menjadi AML
c. Radiasi
Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia (ANLL) ditemukan
pada pasien-pasien anxylosing spondilitis yang mendapat terapi
radiasi, dan pada kasus lain seperti peningkatan insidensi leukemia
pada penduduk Jepang yang selamat dari ledakan bom atom.
Peningkatan resiko leukemia ditemui juga pada pasien yang mendapat
terapi radiasi misal : pembesaran thymic, para pekerja yang terekspos
radiasi dan para radiologis .
d. Leukemia Sekunder
Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi lain
disebut Secondary Acute Leukemia ( SAL ) atau treatment related
leukemia. Termasuk diantaranya penyakit Hodgin, limphoma,
myeloma, dan kanker payudara. Hal ini disebabkan karena obat-
obatan yang digunakan termasuk golongan imunosupresif selain
menyebabkan dapat menyebabkan kerusakan DNA .

C. PATOFISIOLOGI
Komponen sel darah terdiri atas eritrosit atau sel darah merah (RBC)
dan leukosit atau sel darah putih (WBC) serta trombosit atau platelet. Seluruh sel
darah normal diperoleh dari sel batang tunggal yang terdapat pada seluruh
sumsum tulang. Sel batang dapat dibagi ke dalam lymphpoid dan sel batang
darah (myeloid), dimana pada kebalikannya menjadi cikal bakal sel yang terbagi
sepanjang jalur tunggal khusus. Proses ini dikenal sebagai hematopoiesis dan
terjadi di dalam sumsum tulang tengkorak, tulang belakang., panggul, tulang
dada, dan pada proximal epifisis pada tulang-tulang yang panjang.
ALL meningkat dari sel batang lymphoid tungal dengan kematangan
lemah dan pengumpulan sel-sel penyebab kerusakan di dalam sumsum tulang.
Biasanya dijumpai tingkat pengembangan lymphoid yang berbeda dalam
sumsum tulang mulai dari yang sangat mentah hingga hampir menjadi sel
normal. Derajat kementahannya merupakan petunjuk untuk
menentukan/meramalkan kelanjutannya. Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan
sel muda limfoblas dan biasanya ada leukositosis, kadang-kadang leukopenia
(25%). Jumlah leukosit neutrofil seringkali rendah, demikian pula kadar
hemoglobin dan trombosit. Hasil pemeriksaan sumsum tulang biasanya
menunjukkan sel-sel blas yang dominan. Pematangan limfosit B dimulai dari sel
stem pluripoten, kemudian sel stem limfoid, pre pre-B, early B, sel B intermedia,
sel B matang, sel plasmasitoid dan sel plasma. Limfosit T juga berasal dari sel
stem pluripoten, berkembang menjadi sel stem limfoid, sel timosit imatur,
cimmom thymosit, timosit matur, dan menjadi sel limfosit T helper dan limfosit
T supresor.
Peningkatan prosuksi leukosit juga melibatkan tempat-tempat
ekstramedular sehingga anak-anak menderita pembesaran kelenjar limfe dan
hepatosplenomegali. Sakit tulang juga sering dijumpai. Juga timbul serangan
pada susunan saraf pusat, yaitu sakit kepala, muntah-muntah, “seizures” dan
gangguan penglihatan.
Sel kanker menghasilkan leukosit yang imatur / abnormal dalam
jumlah yang berlebihan. Leukosit imatur ini menyusup ke berbagai organ,
termasuk sumsum tulang dan menggantikan unsur-unsur sel yang normal.
Limfosit imatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer
sehingga mengganggu perkembangan sel normal. Hal ini menyebabkan
haemopoesis normal terhambat, akibatnya terjadi penurunan jumlah leucosit, sel
darah merah dan trombosit. Infiltrasi sel kanker ke berbagai organ menyebabkan
pembersaran hati, limpa, limfodenopati, sakit kepala, muntah, dan nyeri tulang
serta persendian. Penurunan jumlah eritrosit menimbulkan anemia, penurunan
jumlah trombosit mempermudah terjadinya perdarahan (echimosis, perdarahan
gusi, epistaksis dll.). Adanya sel kanker juga mempengaruhi sistem
retikuloendotelial yang dapat menyebabkan gangguan sistem pertahanan tubuh,
sehingga mudah mengalami infeksi. Adanya sel kaker juga mengganggu
metabolisme sehingga sel kekurangan makanan. (Ngastiyah, 1997; Smeltzer &
Bare, 2002; Suriadi dan Rita Yuliani, 2001, Betz & Sowden, 2002).
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Anemia: mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada
2. Anoreksia, kehilangan berat badan, malaise
3. Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel leukemia),
biasanya terjadi pada anak
4. Demam, banyak berkeringat pada malam hari(hipermetabolisme)
5. Infeksi mulut, saluran napas, selulitis, atau sepsis. Penyebab tersering adalah
gramnegatif usus
6. Stafilokokus, streptokokus, serta jamur
7. Perdarahan kulit, gusi, otak, saluran cerna, hematuria
8. Hepatomegali, splenomegali, limfadenopati
9. Massa di mediastinum (T-ALL)
10. Leukemia SSP (Leukemia cerebral); nyeri kepala, tekanan intrakranial naik,
muntah,kelumpuhan saraf otak (VI dan VII), kelainan neurologik fokal, dan
perubahan status mental.

F. KOMPLIKASI
1. Perdarahan
Akibat defisiensi trombosit (trombositopenia). Angka trombosit yang rendah
ditandai dengan :
a. Memar (ekimosis)
b. Petchekie (bintik perdarahan kemerahan atau keabuan sebesar ujung
jarum dipermukaan kulit)
c. Perdarahan berat jika angka trombosit < 20.000 mm3 darah. Demam dan
infeksi dapat memperberat perdarahan
2. Infeksi
Akibat kekurangan granulosit matur dan normal. Meningkat sesuai derajat
netropenia dan disfungsi imun.
3. Pembentukan batu ginjal dan kolik ginjal.
Akibat penghancuran sel besar-besaran saat kemoterapi meningkatkan kadar
asam urat sehingga perlu asupan cairan yang tinggi.
4. Anemia
5. Masalah gastrointestinal.
a. Mual
b. Muntah
c. Anoreksia
d. Diare
e. Lesi mukosa mulut
Terjadi akibat infiltrasi lekosit abnormal ke organ abdominal, selain
akibat kemoterapi.
G. PENATALAKSAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN
1. Leukemia Limfoblastik Akut :
Tujuan pengobatan adalah mencapai kesembuhan total dengan
menghancurkan sel-sel leukemik sehingga sel normal bisa tumbuh kembali
di dalam sumsum tulang. Penderita yang menjalani kemoterapi perlu dirawat
di rumah sakit selama beberapa hari atau beberapa minggu, tergantung
kepada respon yang ditunjukkan oleh sumsum tulang.
Sebelum sumsum tulang kembali berfungsi normal, penderita
mungkin memerlukan: transfusi sel darah merah untuk mengatasi anemia,
transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan, antibiotik untuk mengatasi
infeksi. Beberapa kombinasi dari obat kemoterapi sering digunakan dan
dosisnya diulang selama beberapa hari atau beberapa minggu. Suatu
kombinasi terdiri dari prednison per-oral (ditelan) dan dosis mingguan dari
vinkristin dengan antrasiklin atau asparaginase intravena. Untuk mengatasi
sel leukemik di otak, biasanya diberikan suntikan metotreksat langsung ke
dalam cairan spinal dan terapi penyinaran ke otak. Beberapa minggu atau
beberapa bulan setelah pengobatan awal yang intensif untuk menghancurkan
sel leukemik, diberikan pengobatan tambahan (kemoterapi konsolidasi)
untuk menghancurkan sisa-sisa sel leukemik. Pengobatan bisa berlangsung
selama 2-3 tahun. Sel-sel leukemik bisa kembali muncul, seringkali di
sumsum tulang, otak atau buah zakar. Pemunculan kembali sel leukemik di
sumsum tulang merupakan masalah yang sangat serius. Penderita harus
kembali menjalani kemoterapi. Pencangkokan sumsum tulang menjanjikan
kesempatan untuk sembuh pada penderita ini. Jika sel leukemik kembali
muncul di otak, maka obat kemoterapi disuntikkan ke dalam cairan spinal
sebanyak 1-2 kali/minggu. Pemunculan kembali sel leukemik di buah zakar,
biasanya diatasi dengan kemoterapi dan terapi penyinaran.
Penatalaksanaan lain :
1. Pelaksanaan Kemoterapi
a. Melalui mulut
b. Dengan suntikan langsung ke pembuluh darah balik (atau intravena)
c. Melalui kateter (tabung kecil yang fleksibel)
d. Dengan suntikan langsung ke cairan cerebrospinal
e. Pengobatan umumnya terjadi secara bertahap, meskipun tidak semua
fase yang digunakan untuk semua orang.
2. Tahap 1 (terapi induksi)
Tujuan dari tahap pertama pengobatan auntuk membunuh sebagian besar
sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Terapi induksi
kemoterapi biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit yang
panjang karena obat menghancurkan banyak sel darah normal dalam
proses membunuh sel leukemia. Pada tahap ini dengan memberikan
kemoterapi kombinasi yaitu daunorubisin, vincristin, prednison dan
asparaginase.
3. Tahap 2 (terapi konsolidasi/ intensifikasi)
Setelah mencapai remisi komplit, segera dilakukan terapi intensifikasi
yang bertujuan untuk mengeliminasi sel leukemia residual untuk
mencegah relaps dan juga timbulnya sel yang resisten terhadap obat.
Terapi ini dilakukan setelah 6 bulan kemudian.
4. Tahap 3 ( profilaksis SSP)
Profilaksis SSP diberikan untuk mencegah kekambuhan pada SSP.
Perawatan yang digunakan dalam tahap ini sering diberikan pada dosis
yang lebih rendah. Pada tahap ini menggunakan obat kemoterapi yang
berbeda, kadang-kadang dikombinasikan dengan terapi radiasi, untuk
mencegah leukemia memasuki otak dan sistem saraf pusat.
5. Tahap 4 (pemeliharaan jangka panjang)
Pada tahap ini dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi. Tahap
ini biasanya memerlukan waktu 2-3 tahun. Angka harapan hidup yang
membaik dengan pengobatan sangat dramatis. Tidak hanya 95% anak
dapat mencapai remisi penuh, tetapi 60% menjadi sembuh. Sekitar 80%
orang dewasa mencapai remisi lengkap dan sepertiganya mengalami
harapan hidup jangka panjang, yang dicapai dengan kemoterapi agresif
yang diarahkan pada sumsum tulang dan SSP.
6. Terapi Biologi
Orang dengan jenis penyakit leukemia tertentu menjalani terapi biologi
untuk meningkatkan daya tahan alami tubuh terhadap kanker. Terapi ini
diberikan melalui suntikan di dalam pembuluh darah balik. Bagi pasien
dengan leukemia limfositik kronis, jenis terapi biologi yang digunakan
adalah antibodi monoklonal yang akan mengikatkan diri pada sel-sel
leukemia. Terapi ini memungkinkan sistem kekebalan untuk membunuh
sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Bagi penderita
dengan leukemia myeloid kronis, terapi biologi yang digunakan adalah
bahan alami bernama interferon untuk memperlambat pertumbuhan sel-
sel leukemia.
7. Terapi Radiasi
Terapi Radiasi (juga disebut sebagai radioterapi) menggunakan sinar
berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia. Bagi sebagian besar
pasien, sebuah mesin yang besar akan mengarahkan radiasi pada limpa,
otak, atau bagian lain dalam tubuh tempat menumpuknya sel-sel
leukemia ini. Beberapa pasien mendapatkan radiasi yang diarahkan ke
seluruh tubuh. (radiasi seluruh tubuh biasanya diberikan sebelum
transplantasi sumsum tulang.)
8. Transplantasi Sel Induk (Stem Cell)
Beberapa pasien leukemia menjalani transplantasi sel induk (stem cell).
Transplantasi sel induk memungkinkan pasien diobati dengan dosis obat
yang tinggi, radiasi, atau keduanya. Dosis tinggi ini akan menghancurkan
sel-sel leukemia sekaligus sel-sel darah normal dalam sumsum tulang.
Kemudian, pasien akan mendapatkan sel-sel induk (stem cell) yang sehat
melalui tabung fleksibel yang dipasang di pembuluh darah balik besar di
daerah dada atau leher. Sel-sel darah yang baru akan tumbuh dari sel-sel
induk (stem cell) hasil transplantasi ini. Setelah transplantasi sel induk
(stem cell), pasien biasanya harus menginap di rumah sakit selama
beberapa minggu. Tim kesehatan akan melindungi pasien dari infeksi
sampai sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi mulai menghasilkan
sel-sel darah putih dalam jumlah yang memadai.
9. Transfusi darah, biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%.
Pada trombositopenia yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan
transfusi trombosit dan bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan
heparin.
10. Kortikosteroid
11. Sitostatika.
12. Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam
kamar yang suci hama).
13. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai
remisi dan jumlah sel leukemia cukup rendah (105 - 106), imunoterapi
mulai diberikan. Pengobatan yang aspesifik dilakukan dengan pemberian
imunisasi BCG atau dengan Corynae bacterium dan dimaksudkan agar
terbentuk antibodi yang dapat memperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan
spesifik dikerjakan dengan penyuntikan sel leukemia yang telah
diradiasi. Dengan cara ini diharapkan akan terbentuk antibodi yang
spesifik terhadap sel leukemia, sehingga semua sel patologis akan
dihancurkan sehingga diharapkan penderita leukemia dapat sembuh
sempurna.
Cara pengobatan :
a. Induksi
Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberian berba-
gai obat tersebut di atas, baik secara sistemik maupun intratekal sam-
pai sel blast dalam sumsum tulang kurang dari 5%.
b. Konsolidasi
Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.
c. Rumat (maintenance)
Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat-dapatnya suatu masa
remisi yang lama. Biasanya dilakukan dengan pemberian sitostatika
separuh dosis biasa.
d. Reinduksi
Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya dilakukan
setiap 3-6 bulan dengan pemberian obat-obat seperti pada induksi se-
lama 10-14 hari.
e. Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat.
Untuk hal ini diberikan MTX intratekal pada waktu induksi untuk
mencegah leukemia meningeal dan radiasi kranial sebanyak 2.400-
2.500 rad. untuk mencegah leukemia meningeal dan leukemia sereb-
ral. Radiasi ini tidak diulang pada reinduksi.
f. Pengobatan imunologik
Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang sama sekali
dan dengan demikian diharapkan penderita dapat sembuh sempurna.
(Sutarni Nani, 2003)

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan penunjang mengenai leukemia adalah :
2. Hitung darah lengkap menunjukkan normositik, anemia normositik.
3. Hemoglobin : dapat kurang dari 10 g/100 ml
4. Retikulosit : jumlah biasanya rendah
5. Jumlah trombosit : mungkin sangat rendah (<50.000/mm)
6. SDP : mungkin lebih dari 50.000/cm dengan peningkatan SDP yang imatur
(mungkin menyimpang ke kiri). Mungkin ada sel blast leukemia.
7. PT/PTT : memanjang
8. LDH : mungkin meningkat
9. Asam urat serum/urine : mungkin meningkat
10. Muramidase serum (lisozim) : penigkatabn pada leukimia monositik akut
dan mielomonositik.
11. Copper serum : meningkat
12. Zinc serum : meningkat/ menurun
13. Biopsi Sumsum Tulang : SDM abnormal biasanya lebih dari 50 % atau
lebih dari SDP pada sumsum tulang. Sering 60% - 90% dari blast, dengan
prekusor eritroid, sel matur, dan megakariositis menurun.
14. Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat
keterlibatan

I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian keperawatan
a. Identitas
Acute lymphoblastic leukemia sering terdapat pada anak-anak usia di
bawah 15 tahun (85%) , puncaknya berada pada usia 2 – 4 tahun. Rasio
lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama : Pada anak keluhan yang sering muncul tiba-tiba adalah
demam, lesudan malas makan atau nafsu makan berkurang, pucat
(anemia) dan kecenderungan terjadi perdarahan.
2) Riwayat kesehatan masa lalu : Pada penderita ALL sering ditemukan
riwayat keluarga yang erpapar oleh chemical toxins (benzene dan arsen),
infeksi virus (epstein barr, HTLV-1), kelainan kromosom dan
penggunaan obat-obatann seperti phenylbutazone dan khloramphenicol,
terapi radiasi maupun kemoterapi.
3) Pola Persepsi - mempertahankan kesehatan : Tidak spesifik dan
berhubungan dengan kebiasaan buruk dalam mempertahankan kondisi
kesehatan dan kebersihan diri. Kadang ditemukan laporan tentang
riwayat terpapar bahan-bahan kimia dari orangtua.
4) Pola Nurisi : Anak sering mengalami penurunan nafsu makan, anorexia,
muntah, perubahan sensasi rasa, penurunan berat badan dan gangguan
menelan, serta pharingitis. Dari pemerksaan fisik ditemukan adanya
distensi abdomen, penurunan bowel sounds, pembesaran limfa,
pembesaran hepar akibat invasi sel-sel darah putih yang berproliferasi
secara abnormal, ikterus, stomatitis, ulserasi oal, dan adanya pmbesaran
gusi (bisa menjadi indikasi terhadap acute monolytic leukemia)
5) Pola Eliminasi : Anak kadang mengalami diare, penegangan pada
perianal, nyeri abdomen, dan ditemukan darah segar dan faeces berwarna
ter, darah dalam urin, serta penurunan urin output. Pada inspeksi
didapatkan adanya abses perianal, serta adanya hematuria.
6) Pola Tidur dan Istrahat : Anak memperlihatkan penurunan aktifitas dan
lebih banyak waktu yang dihabiskan untuk tidur /istrahat karena mudah
mengalami kelelahan.
7) Pola Kognitif dan Persepsi : Anak penderita ALL sering ditemukan
mengalami penurunan kesadaran (somnolence) , iritabilits otot dan
“seizure activity”, adanya keluhan sakit kepala, disorientasi, karena sel
darah putih yang abnormal berinfiltrasi ke susunan saraf pusat.
8) Pola Mekanisme Koping dan Stress : Anak berada dalam kondisi yang
lemah dengan pertahan tubuh yang sangat jelek. Dalam pengkajian dapt
ditemukan adanya depresi, withdrawal, cemas, takut, marah, dan
iritabilitas. Juga ditemukan peerubahan suasana hati, dan bingung.
9) Pola Seksual : Pada pasien anak-anak pola seksual belum dapat dikaji
10) Pola Hubungan Peran : Pasien anak-anak biasanya merasa
kehilangan kesempatan bermain dan berkumpul bersama teman-teman
serta belajar.
11) Pola Keyakinan dan Nilai : Anak pra sekolah mengalami
kelemahan umum dan ketidakberdayaan melakukan ibadah.
12) Pengkajian tumbuh kembang anak.
c. Pemeriksaan Diagnostik
1) Count Blood Cells : indikasi normocytic, normochromic anemia
2) Hemoglobin : bisa kurang dari 10 gr%
3) Retikulosit : menurun/rendah
4) Platelet count : sangat rendah (<50.000/mm)
5) White Blood cells : > 50.000/cm dengan peningkatan immatur WBC
(“kiri ke kanan”)
6) Serum/urin uric acid : meningkat
7) Serum zinc : menurun
8) Bone marrow biopsy : indikasi 60 – 90 % adalah blast sel dengan
erythroid
9) prekursor, sel matur dan penurunan megakaryosit
10) Rongent dada dan biopsi kelenjar limfa : menunjukkan tingkat
kesulitan tertentu

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
3. Resiko terhadap cedera: perdarahan berhubungan dengan penurunan jumlah
trombosit
4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan
muntah
5. Perubahan membran mukosa mulut: stomatitis berhubungan dengan efek
samping , agen kemoterapi
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau
stomatitis
7. Nyeri berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia
8. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens
kemoterapi, radioterapi, imobilitas.

K. RENCANA KEPERAWATAN

DIAGNOSA
NO TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
KEPERAWATAN
1 Resiko infeksi NOC : NIC :
Definisi : Peningkatan resiko  Immune Status Infection Control (Kontrol
masuknya organisme patogen Knowledge : Infection control infeksi)
Faktor-faktor resiko :  Risk control  Bersihkan lingkungan setelah
- Prosedur Infasif Kriteria Hasil : dipakai pasien lain
- Ketidakcukupan  Klien bebas dari tanda dan  Pertahankan teknik isolasi
pengetahuan untuk gejala infeksi  Batasi pengunjung bila perlu
menghindari paparan patogen Mendeskripsikan 
proses Instruksikan pada pengunjung
- Trauma penularan penyakit, factor untuk mencuci tangan saat
- Kerusakan jaringan dan yang mempengaruhi berkunjung dan setelah berkunjung
peningkatan paparan penularan serta meninggalkan pasien
lingkungan penatalaksanaannya,  Gunakan sabun antimikrobia
- Ruptur membran amnion  Menunjukkan kemampuan untuk cuci tangan
- Agen farmasi untuk mencegah timbulnya Cuci tangan setiap sebelum dan
(imunosupresan) infeksi sesudah tindakan kperawtan
- Malnutrisi  
Jumlah leukosit dalam batas Gunakan baju, sarung tangan
- Peningkatan paparan normal sebagai alat pelindung
lingkungan patogen  
Menunjukkan perilaku hidup Pertahankan lingkungan aseptik
- Imonusupresi sehat selama pemasangan alat
- Ketidakadekuatan imum  Ganti letak IV perifer dan line
buatan central dan dressing sesuai dengan
- Tidak adekuat pertahanan petunjuk umum
sekunder (penurunan Hb,  Gunakan kateter intermiten untuk
Leukopenia, penekanan menurunkan infeksi kandung
respon inflamasi) kencing
- Tidak adekuat pertahanan
 Tingktkan intake nutrisi
tubuh primer (kulit tidak utuh,
 Berikan terapi antibiotik bila
trauma jaringan, penurunan
perlu
kerja silia, cairan tubuh statis,
Infection Protection (proteksi
perubahan sekresi pH,
terhadap infeksi)
perubahan peristaltik)
- Penyakit kronikhiperplasia  Monitor tanda dan gejala infeksi
dinding bronkus, alergi jalan sistemik dan lokal
nafas, asma.  Monitor hitung granulosit, WBC
- Obstruksi jalan nafas :  Monitor kerentanan terhadap
spasme jalan nafas, sekresi infeksi
tertahan, banyaknya mukus,  Batasi pengunjung
adanya jalan nafas buatan,  Saring pengunjung terhadap
sekresi bronkus, adanya penyakit menular
eksudat di alveolus, adanya  Partahankan teknik aspesis pada
benda asing di jalan nafas. pasien yang beresiko
 Pertahankan teknik isolasi k/p
 Berikan perawatan kuliat pada
area epidema
 Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan, panas,
drainase
 Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
 Dorong masukkan nutrisi yang
cukup
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep
 Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan cara menghindari infeksi
 Laporkan kecurigaan infeksi
 Laporkan kultur positif

2 Intoleransi aktivitas b/d NOC : NIC :


fatigue  Energy conservation Energy Management
Definisi : Ketidakcukupan  Self Care : ADLs  Observasi adanya pembatasan klien
energu secara fisiologis dalam melakukan aktivitas
maupun psikologis untuk Kriteria Hasil :  Dorong anak untuk mengungkapkan
meneruskan atau  Berpartisipasi dalam aktivitas perasaan terhadap keterbatasan
menyelesaikan aktifitas yang fisik tanpa disertai  Kaji adanya factor yang
diminta atau aktifitas sehari peningkatan tekanan darah, menyebabkan kelelahan
hari. nadi dan RR.  Monitor nutrisi dan sumber energi
 Mampu melakukan aktivitas tangadekuat
Batasan karakteristik : sehari hari (ADLs) secara  Monitor pasien akan adanya
a. melaporkan secara verbal mandiri kelelahan fisik dan emosi secara
adanya kelelahan atau berlebihan
kelemahan.  Monitor respon kardivaskuler
b. Respon abnormal dari terhadap aktivitas
tekanan darah atau nadi  Monitor pola tidur dan lamanya
terhadap aktifitas tidur/istirahat pasien
c. Perubahan EKG yang 
menunjukkan aritmia atau Activity Therapy
iskemia
d. Adanya dyspneu atau  Kolaborasikan dengan Tenaga
ketidaknyamanan saat Rehabilitasi Medik
beraktivitas. dalammerencanakan progran terapi
yang tepat.
Faktor factor yang
berhubungan :  Bantu klien untuk mengidentifikasi
· Tirah Baring atau aktivitas yang mampu dilakukan
imobilisasi
 Bantu untuk memilih aktivitas
· Kelemahan menyeluruh
· Ketidakseimbangan antara konsisten yangsesuai dengan
suplei oksigen dengan kemampuan fisik, psikologi dan
kebutuhan social
· Gaya hidup yang
dipertahankan.  Bantu untuk mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
 Bantu untuk mendpatkan alat
bantuan aktivitas seperti kursi roda,
krek
 Bantu untu mengidentifikasi aktivitas
yang disukai
 Bantu klien untuk membuat jadwal
latihan diwaktu luang
 Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
 Sediakan penguatan positif bagi yang
aktif beraktivitas
 Bantu pasien untuk mengembangkan
motivasi diri dan penguatan
 Monitor respon fisik, emoi, social
dan spiritual
3 Resiko terhadap Tujuan : klien tidak  Gunakan semua tindakan untuk
cedera/perdarahan yang menunjukkan bukti-bukti
berhubungan dengan perdarahan mencegah perdarahan khususnya
penurunan jumlah trombosit pada daerah ekimosis
 Cegah ulserasi oral dan rectal
 Gunakan jarum yang kecil pada saat
melakukan injeksi

 Menggunakan sikat gigi yang lunak


dan lembut
 Laporkan setiap tanda-tanda
perdarahan (tekanan darah menurun,
denyut nadi cepat, dan pucat)
 Hindari obat-obat yang mengandung
aspirin
 Ajarkan orang tua dan anak yang
lebih besar ntuk mengontrol
perdarahan hidung
4 Defisit Volume Cairan NOC: NIC :
Definisi : Penurunan cairan  Fluid balance Fluid management
intravaskuler, interstisial,  Hydration  Timbang popok/pembalut jika
dan/atau intrasellular. Ini  Nutritional Status : Food and diperlukan
mengarah ke dehidrasi, Fluid Intake  Pertahankan catatan intake dan
kehilangan cairan dengan Kriteria Hasil : output yang akurat
pengeluaran sodium  Mempertahankan urine output  Monitor status hidrasi (
sesuai dengan usia dan BB, kelembaban membran mukosa, nadi
Batasan Karakteristik : BJ urine normal, HT normal adekuat, tekanan darah ortostatik ),
- Kelemahan  Tekanan darah, nadi, suhu jika diperlukan
- Haus tubuh dalam batas normal  Monitor vital sign
- Penurunan turgor kulit/lidah Tidak ada tanda tanda  Monitor masukan makanan /
- Membran mukosa/kulit dehidrasi, Elastisitas turgor cairan dan hitung intake kalori
kering kulit baik, membran mukosa harian
- Peningkatan denyut nadi, lembab, tidak ada rasa haus Kolaborasikan pemberian cairan
penurunan tekanan darah, yang berlebihan IV
penurunan volume/tekanan
 Monitor status nutrisi
nadi
 Berikan cairan IV pada suhu
- Pengisian vena menurun
ruangan
- Perubahan status mental
- Konsentrasi urine meningkat  Dorong masukan oral
- Temperatur tubuh meningkat  Berikan penggantian nesogatrik
- Hematokrit meninggi sesuai output
- Kehilangan berat badan  Dorong keluarga untuk membantu
seketika (kecuali pada third pasien makan
spacing)  Tawarkan snack ( jus buah, buah
segar )
Faktor-faktor yang  Kolaborasi dokter jika tanda
berhubungan: cairan berlebih muncul meburuk
- Kehilangan volume cairan  Atur kemungkinan tranfusi
secara aktif  Persiapan untuk tranfusi
- Kegagalan mekanisme
pengaturan

5 Perubahan membran mukosa Tujuan : pasien tidak  Inspeksi mulut setiap hari untuk
mulut : stomatitis yang mengalami mukositis oral adanya ulkus oral
berhubungan dengan efek  Gunakan sikat gigi berbulu lembut,
samping agen kemoterapi aplikator berujung kapas, atau jari
yang dibalut
kasa
 Berikan pencucian mulut yang sering
dengan cairan salin normal atau
tanpa larutan
bikarbonat
 Gunakan pelembab bibir
 Hindari penggunaan larutan lidokain
pada anak kecil
 Berikan diet cair, lembut dan lunak
 Inspeksi mulut setiap hari
 Dorong masukan cairan dengan
menggunakan sedotan
 Hindari penggunaa swab gliserin,
hidrogen peroksida dan susu
magnesi
 Berikan obat-obat anti infeksi sesuai
ketentuan
 Berikan analgetik

6 Ketidakseimbangan nutrisi NOC : NIC :


kurang dari kebutuhan tubuh  Nutritional Status : food and Nutrition Management
b/d pembatasan cairan, diit, Fluid Intake  Kaji adanya alergi makanan
dan hilangnya protein Kriteria Hasil :  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
Definisi : Intake nutrisi tidak  Adanya peningkatan berat menentukan jumlah kalori dan
cukup untuk keperluan badan sesuai dengan tujuan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
metabolisme tubuh.  Berat badan ideal sesuai  Anjurkan pasien untuk meningkatkan
Batasan karakteristik : dengan tinggi badan intake Fe
- Berat badan 20 % atau lebih Mampu mengidentifikasi  Anjurkan pasien untuk meningkatkan
di bawah ideal kebutuhan nutrisi protein dan vitamin C
- Dilaporkan adanya intake  Tidak ada tanda tanda  Berikan substansi gula
makanan yang kurang dari malnutrisi  Yakinkan diet yang dimakan
RDA (Recomended Daily  Tidak terjadi penurunan berat mengandung tinggi serat untuk
Allowance) badan yang berarti mencegah konstipasi
- Membran mukosa dan  Berikan makanan yang terpilih ( sudah
konjungtiva pucat dikonsultasikan dengan ahli gizi)
- Kelemahan otot yang  Ajarkan pasien bagaimana membuat
digunakan untuk catatan makanan harian.
menelan/mengunyah  Monitor jumlah nutrisi dan kandungan
- Luka, inflamasi pada rongga kalori
mulut  Berikan informasi tentang kebutuhan
- Mudah merasa kenyang, nutrisi
sesaat setelah mengunyah  Kaji kemampuan pasien untuk
makanan mendapatkan nutrisi yang
- Dilaporkan atau fakta adanya dibutuhkan
kekurangan makanan
- Dilaporkan adanya Nutrition Monitoring
perubahan sensasi rasa  BB pasien dalam batas normal
- Perasaan ketidakmampuan  Monitor adanya penurunan berat
untuk mengunyah makanan badan
- Miskonsepsi  Monitor tipe dan jumlah aktivitas
- Kehilangan BB dengan yang biasa dilakukan
makanan cukup  Monitor interaksi anak atau orangtua
- Keengganan untuk makan selama makan
- Kram pada abdomen  Monitor lingkungan selama makan
- Tonus otot jelek  Jadwalkan pengobatan dan tindakan
- Nyeri abdominal dengan atau tidak selama jam makan
tanpa patologi  Monitor kulit kering dan perubahan
- Kurang berminat terhadap pigmentasi
makanan  Monitor turgor kulit
- Pembuluh darah kapiler  Monitor kekeringan, rambut kusam,
mulai rapuh dan mudah patah
- Diare dan atau steatorrhea  Monitor mual dan muntah
- Kehilangan rambut yang  Monitor kadar albumin, total protein,
cukup banyak (rontok) Hb, dan kadar Ht
- Suara usus hiperaktif  Monitor makanan kesukaan
- Kurangnya informasi,  Monitor pertumbuhan dan
misinformasi perkembangan
 Monitor pucat, kemerahan, dan
Faktor-faktor yang kekeringan jaringan konjungtiva
berhubungan :  Monitor kalori dan intake nuntrisi
Ketidakmampuan pemasukan  Catat adanya edema, hiperemik,
atau mencerna makanan atau hipertonik papila lidah dan cavitas
mengabsorpsi zat-zat gizi oral.
berhubungan dengan faktor  Catat jika lidah berwarna magenta,
biologis, psikologis atau scarlet
ekonomi.
7 Nyeri NOC : NIC :
Definisi :  Pain Level, Pain Management
Sensori yang tidak  Pain control,  Lakukan pengkajian nyeri secara
menyenangkan dan  Comfort level komprehensif termasuk lokasi,
pengalaman emosional yang Kriteria Hasil : karakteristik, durasi, frekuensi,
muncul secara aktual atau  Mampu mengontrol nyeri kualitas dan faktor presipitasi
potensial kerusakan jaringan (tahu penyebab nyeri, mampu  Observasi reaksi nonverbal dari
atau menggambarkan adanya menggunakan tehnik ketidaknyamanan
kerusakan (Asosiasi Studi nonfarmakologi  Gunakan teknik komunikasi terapeutik
untuk
Nyeri Internasional): serangan mengurangi nyeri, mencari untuk mengetahui pengalaman nyeri
mendadak atau pelan bantuan) pasien
intensitasnya dari ringan  Melaporkan bahwa nyeri  Kaji kultur yang mempengaruhi
sampai berat yang dapat berkurang dengan respon nyeri
diantisipasi dengan akhir yang menggunakan manajemen  Evaluasi pengalaman nyeri masa
dapat diprediksi dan dengan nyeri lampau
durasi kurang dari 6 bulan.  Mampu mengenali  Evaluasi bersama pasien dan tim
nyeri
Batasan karakteristik : (skala, intensitas, frekuensi kesehatan lain tentang
- Laporan secara verbal atau dan tanda nyeri) ketidakefektifan kontrol nyeri masa
non verbal  Menyatakan rasa nyaman lampau
- Fakta dari observasi setelah nyeri berkurang  Bantu pasien dan keluarga untuk
- Posisi antalgic untuk  Tanda vital dalam rentang mencari dan menemukan dukungan
menghindari nyeri normal  Kontrol lingkungan yang dapat
- Gerakan melindungi mempengaruhi nyeri seperti suhu
- Tingkah laku berhati-hati ruangan, pencahayaan dan
- Muka topeng kebisingan
- Gangguan tidur (mata sayu,  Kurangi faktor presipitasi nyeri
tampak capek, sulit atau  Pilih dan lakukan penanganan nyeri
gerakan kacau, menyeringai) (farmakologi, non farmakologi dan
- Terfokus pada diri sendiri inter personal)
- Fokus menyempit  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
(penurunan persepsi waktu, menentukan intervensi
kerusakan proses berpikir,  Ajarkan tentang teknik non
penurunan interaksi dengan farmakologi
orang dan lingkungan)  Berikan analgetik untuk mengurangi
- Tingkah laku distraksi, nyeri
contoh : jalan-jalan, menemui  Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
orang lain dan/atau aktivitas,  Tingkatkan istirahat
aktivitas berulang-ulang)  Kolaborasikan dengan dokter jika ada
- Respon autonom (seperti keluhan dan tindakan nyeri tidak
diaphoresis, perubahan berhasil
tekanan darah, perubahan  Monitor penerimaan pasien tentang
nafas, nadi dan dilatasi pupil) manajemen nyeri
- Perubahan autonomic
dalam tonus otot (mungkin Analgesic Administration
dalam rentang dari lemah ke  Tentukan lokasi, karakteristik,
kaku) kualitas, dan derajat nyeri sebelum
- Tingkah laku ekspresif pemberian obat
(contoh : gelisah, merintih,  Cek instruksi dokter tentang jenis
menangis, waspada, iritabel, obat, dosis, dan frekuensi
nafas panjang/berkeluh kesah)  Cek riwayat alergi
- Perubahan dalam nafsu  Pilih analgesik yang diperlukan atau
makan dan minum kombinasi dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
Faktor yang berhubungan :  Tentukan pilihan analgesik tergantung
Agen injuri (biologi, kimia, tipe dan beratnya nyeri
fisik, psikologis)  Tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
 Pilih rute pemberian secara IV, IM
untuk pengobatan nyeri secara
teratur
 Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali
 Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
 Evaluasi efektivitas analgesik, tanda
dan gejala (efek samping)

8 Kerusakan intergritas kulit b/d NOC : Tissue Integrity : Skin NIC : Pressure Management
edema dan menurunnya and Mucous Membranes § Anjurkan pasien untuk
tingkat aktivitas Kriteria Hasil : menggunakan pakaian yang longgar
Definisi : Perubahan pada  Integritas kulit yang baik bisa
§ Hindari kerutan padaa tempat
epidermis dan dermis dipertahankan (sensasi,
elastisitas, temperatur, tidur
Batasan karakteristik : hidrasi, pigmentasi) § Jaga kebersihan kulit agar tetap
- Gangguan pada bagian  Tidak ada luka/lesi pada kulit bersih dan kering
tubuh  Perfusi jaringan baik § Mobilisasi pasien (ubah posisi
- Kerusakan lapisa kulit  Menunjukkan pemahaman pasien) setiap dua jam sekali
(dermis) dalam proses perbaikan kulit § Monitor kulit akan adanya
- Gangguan permukaan kulit dan mencegah terjadinya
kemerahan
(epidermis) sedera berulang
Faktor yang berhubungan :  Mampu melindungi kulit dan § Oleskan lotion atau minyak/baby
Eksternal : mempertahankan oil pada derah yang tertekan
- Hipertermia atau hipotermia kelembaban kulit dan § Monitor aktivitas dan mobilisasi
- Substansi kimia perawatan alami pasien
- Kelembaban udara § Monitor status nutrisi pasien
- Faktor mekanik (misalnya : § Memandikan pasien dengan
alat yang dapat menimbulkan
sabun dan air hangat
luka, tekanan, restraint)
- Immobilitas fisik
- Radiasi
- Usia yang ekstrim
- Kelembaban kulit
- Obat-obatan
Internal :
- Perubahan status metabolik
- Tulang menonjol
- Defisit imunologi
- Faktor yang berhubungan
dengan perkembangan
- Perubahan sensasi
- Perubahan status nutrisi
(obesitas, kekurusan)
- Perubahan status cairan
- Perubahan pigmentasi
- Perubahan sirkulasi
- Perubahan turgor
(elastisitas kulit)
DAFTAR PUSTAKA

Aster, Jon.2007.Sistem Hematopoietik dan Limfoid dalam Buku Ajar Patologi Edisi 7.
Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC
Atul, Mehta dan A. Victor Hoffbrand. 2006.At a Glance Hematologi.Edisi 2. Jakarta:
Erlangga
Baldy, Catherine M.2006.Komposisi Darah dan Sistem Makrofag-Monosit dalam
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.
(terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Landier W, Bhatia S, Eshelman DA, Forte KJ, Sweeney T, Hester AL, et al.Development of risk-
based guidelines for pediatric cancer survivors: the Children'sOncology Group Long-
Term Follow-Up Guidelines from the Children's OncologyGroup Late Effects
Committee and Nursing Discipline. J Clin Oncol. Dec 152004;22(24):4979-90.
Margolin JF, Steuber CP, Poplack DG. Acute lymphoblastic leukemia. In: Pizzo
PAPoplack DG, eds. Principles and Practice of Pediatric Oncology. 15th ed. 2006:538-
90.3.
Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby Year-
Book, St. Louis
Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2001-
2002, NANDA
Reeves, Charlene J et al. Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko Setyono. Ed. I.
Jakarta : Salemba Medika; 2001.
Ribera JM, Oriol A. Acute lymphoblastic leukemia in adolescents and young adults.
Hematol Oncol Clin North Am. Oct 2009;23(5):1033-42.2.
Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih
bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001.2.
Tucke
Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes.
Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed.Jakarta : EGC; 19945.

Anda mungkin juga menyukai