Anda di halaman 1dari 19

TUGAS ILMIAH KEPANITERAAN KLINIK FK UMS

REFERAT

PENEGAKAN DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA

LARINGITIS TUBERKULOSIS PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT I

PENYUSUN :

Zammira Mutia Zatadin, S.Ked J510185034

Nindya Ayu Pramesti, S.Ked J510185035

PEMBIMBING :

DR. dr. Iwan Setiawan Adji, Sp.THT-KL

PRODI PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

DESEMBER 2019
HALAMAN PENGESAHAN
Tugas Ilmiah Kepaniteraan Klinik FK UMS

REFERAT

Prodi Profesi Dokter Fakultas Kedokteran

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Judul : PENEGAKAN DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA LARINGITIS


TUBERKULOSIS PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT I

Penyusun : Zammira Mutia Zatadin, S.Ked J510185034

Nindya Ayu Pramesti, S.Ked J510185035

Pembimbing : DR. dr. Iwan Setiawan Adji, Sp.THT-KL

Surakarta, .... Desember 2019

Penyusun

Zammira Mutia Zatadin, S.Ked Nindya Ayu Pramesti, S.Ked

Menyetujui,

Pembimbing

DR. dr. Iwan Setiawan Adji, Sp.THT-KL

Mengetahui

Kepala Program Studi Profesi Dokter Fakultas Kedokteran UMS

Dr. Iin Novita N.M., M.Sc., Sp.PD


PENEGAKAN DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA
LARINGITIS TUBERKULOSIS PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT I
Zammira Mutia Zatadin, Nindya Ayu Pramesti
Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah Surakarta
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Telinga, Hidung & Tenggorokan
RSUD Kabupaten Karanganyar

Abstrak
Latar Belakang : TB Laring merupakan bentuk infeksi tuberkulosis yang jarang. Insidensi
Laringitis TB yang teridentikasi secara tepat hanya kurang dari 1%. Hal ini dikarenakan
presentasi klinis yang kurang jelas dan kurangnya kecurigaan klinis. Laringitis TB sering
salah terdiagnosa dengan karsinoma laring ataupun laringitis kronis, karena memiliki gejala
yang hampir sama seperti odinofagi, batuk, dan suara serak. Sedangkan Laringitis TB bersifat
sangat menular sehingga memerlukan diagnosis awal yang tepat. Tuberkulosis Laring adalah
tuberkulosis ekstrapulmonal yang terjadi pada laring disebabkan oleh kuman Mikobakterium
Tuberkulosis. Seperti kita ketahui, Tuberkulosis dengan prevalensi yang cukup tinggi masih
menjadi masalah nasional di negara kita. Peranan ahli THT sangat diperlukan dalam
menegakkan diagnosis pasti Tuberkulosis Laring dan menyingkirkan beberapa diagnosis
banding yang ada.
Tujuan : Dapat menegakkan diagnosis dengan benar dan memberikan penatalaksanaan yang
tepat untuk mengatasi infeksi dan memutus rantai penularan dari kuman Mikobakterium
Tuberkulosis ini.
Tinjauan pustaka : Tuberkulosis Laring merupakan suatu infeksi pada laring disebabkan
oleh kuman Mikobakterium Tuberkulosis. Dalam menegakkan diagnosis diperlukan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang lainnya untuk menyingkirkan
beberapa diagnosis banding yang ada. Pemeriksaan histopatologi dengan biopsi laring masih
menjadi standar baku emas dalam menegakkan diagnosis pasti. Pada penatalaksanaan tidak
terdapat perbedaan antara Tuberkulosis Laring dan Tuberkulosis Paru.
Kesimpulan : Diagnosis Tuberkulosis Laring ditegakkan berdasarkan gejala klinis berupa
gangguan suara seperti disfonia, gambaran tuberkel, granuloma pada laring dan ditemukan
kuman penyebab pada kultur sputum. Pemeriksaan histopatologi laring masih menjadi
standar baku emas dalam menegakkan diagnosis sebagai acuan penatalaksanaan selanjutnya.
Kata kunci : Tuberkulosis Paru, Tuberkulosis Laring, Disfonia, Tuberkel, Pemeriksaan
Histopatologi

Abstract
Background : Laryngeal tuberculosis is a rare form of extrapulmonary tuberculosis (TB).
Currently its incidence is estimated to be less than 1% of all TB cases. Due to its vague
clinical presentation and because of a lack of clinical suspicion, laryngeal TB is frequently
confused with entities like laryngeal carcinoma and chronic laryngitis. Its clinical features
include odynophagia, cough, and hoarseness of voice. It is highly contagious and hence its
early diagnosis is very important. Laryngeal Tuberculosis is an extrapulmonary tuberculosis,
occur on laryngeal that is caused by Mycobacterium Tuberculosis. As known that high
prevalence of Tuberculosis still be a national issue in our country. The role of
Otolaryngologyst is absolutely required on making a diagnose of Laryngeal Tuberculosis and
rule out any differential diagnosis.
Purpose : To make a right diagnosis of Tuberculosis and give an appropriate treatment to
overcome infection and break the transmission of Mycobacterium Tuberculosis.
Literatur review : Laryngeal Tuberculosis is an infection on laryngeal caused by
Mycobacterium Tuberculosis. On making the diagnosis needs anamnesis, physical
examination, and other supporting tests to rule out the differential diagnosis. Histopatologic
examination still be a gold standard on making the diagnosis. There is no difference on
management of both Laryngeal Tuberculosis and Pulmonary Tuberculosis.
Conclusion : The diagnosis of Laryngeal Tuberculosis is determined by symptoms such as
dysfonia, tubercles appearance, laryngeal granuloma and found a bacteria on culture of
sputum. Histopathologic examination of the larynx is still the gold standards in diagnosis as
a reference for further management.

Key words: Tuberculosis Pulmonal, Laryngeal Tuberculosis, Dysfonia, Tubercle,


Histopatology Examination

A. Pendahuluan jelas dan kurangnya kecurigaan klinis.


TB Laring merupakan bentuk Laringitis TB sering salah terdiagnosa
infeksi tuberkulosis yang jarang. Insidensi dengan karsinoma laring ataupun laringitis
Laringitis TB yang teridentifikasi secara kronis,28 karena memiliki gejala yang
27
tepat hanya kurang dari 1%. Hal ini hampir sama seperti odinofagi, batuk, dan
dikarenakan presentasi klinis yang kurang suara serak.29 Sedangkan Laringitis TB
bersifat sangat menular sehingga Gejala pada saluran pernapasan seperti
memerlukan diagnosis awal yang tepat. batuk kronis, hemoptisis dan gejala
Laringitis adalah salah satu sistemik seperti demam, keringat malam,
penyakit yang sering dijumpai pada daerah dan penurunan berat badan merupakan
laring. Laringitis merupakan suatu proses gejala-gejala umum yang sering dijumpai
inflamasi pada laring yang dapat terjadi, pada pasien dengan tuberkulosis.2
baik secara akut maupun kronik. Laringitis Pada laringitis tuberkulosis proses
akut biasanya terjadi mendadak dan inflamasi akan berlangsung secara
berlangsung dalam kurun waktu kurang progresif dan dapat menyebabkan
dari 3 minggu. Bila gejala telah lebih dari kesulitan bernapas. Kesulitan bernafas ini
3 minggu dinamakan laringitis kronis. dapat disertai stridor, baik pada periode
Salah satu bentuk laringitis kronis spesifik inspirasi, ekspirasi atau keduanya. Jika
adalah laringitis tuberkulosis. tidak segera diobati, stenosis dapat
Laringitis tuberkulosis adalah berkembang, sehingga diperlukan
penyakit granulomatosa yang paling trakeostomi. Akan tetapi, sering kali
umum dari laring dan seringkali setelah diberi pengobatan, tuberkulosis
dihubungkan dengan tuberkulosis paru parunya sembuh tetapi laringitis
aktif. Laringitis tuberkulosis merupakan tuberkulosisnya menetap. Hal ini terjadi
salah satu komplikasi dari tuberkulosis karena struktur mukosa laring yang sangat
paru. Pada awal abad ke-20, laringitis lekat pada kartilago serta vaskularisasi
tuberkulosis mengenai 25-30% pasien yang tidak sebaik di paru, sehingga bila
tuberkulosis paru. Sedangkan sekarang sudah mengeni kartilago, pengobatannya
hanya 1% kasus laringitis tuberkulosis.1 lebih lama.3
Penurunan kejadiaan laringitis tuberkulosis Oleh karena itu, pembahasan
ini terjadi sebagai akibat dari peningkatan mengenai laringitis tuberculosis lebih
perawatan kesehatan masyarakat dan lanjut diperlukan agar dapat memberi
perkembangan antituberkulosis yang pengetahuan mengenai cara diagnosis dan
efektif. penatalaksanaan yang tepat guna
Penderita dengan laringitis mencegah komplikasi yang akan terjadi.
tuberkulosis biasanya datang dengan
gejala, seperti disfonia, odynophagia, B. Patogenesis
dyspnea, odynophonia, dan batuk. Laringitis tuberkulosis umumnya
Obstruksi pernafasan bisa terjadi pada merupakan sekunder dari lesi tuberkulosis
stadium lanjut penyakit. Pemahaman paru aktif, jarang merupakan infeksi
bahwa karsinoma laring juga sering primer dari inhalasi basil tuberkel secara
menunjukkan gejala serupa merupakan langsung. Secara umum, infeksi kuman ke
keharusan untuk mengevaluasi laringitis. laring dapat terjadi melalui udara
pernapasan, sputum yang mengandung a. Penyebaran melalui sputum (Bronkogen)
kuman, atau penyebaran melalui darah Penyebaran infeksi basil tuberkel
atau limfe. Berdasarkan mekanisme ke laring melalui mekanisme bronkogenik
terjadinya laringitis tuberkulosis merupakan teori yang lazim dipahami.
dikategorikan menjadi 2 mekanisme, yaitu: Adanya bronkogen dalam hal ini, sputum
1. Laringitis Tuberkulosis Primer yang mengandung bakteri M. tuberculosis
Laringitis tuberkulosis primer mendasari patogenesis terjadinya laringitis
jarang dilaporkan dalam literatur tuberkulosis. Terjadinya laringitis
medis. Laringitis tuberkulosis primer tuberkulosis dapat disebabkan oleh
terjadi jika ditemukan infeksi tersangkutnya sputum yang mengandung
Mycobacterium tuberculosa pada basil tuberkulosis di laring, terutama pada
laring, tanpa disertai adanya struktur posterior laring termasuk
keterlibatan paru. Rute penyebaran aritenoid, ruang interaritenoid, pita suara
infeksi pada laringitis tuberkulosis bagian posterior dan permukaan epiglotis
primer yang saat ini diterima adalah yang menghadap ke laring.
invasi langsung dari basil tuberkel Antigen dari basil TB yang berada
melalui inhalasi. Berdasarkan di laring dicerna sel dendritik lalu dibawa
penelitian yang dilakukan, menyatakan ke kelenjar limfe regional dan
bahwa sebanyak 40,6% pasien dengan mempresentasikan antigen M.
laringitis tuberkulosis memiliki paru Tuberculosis ke sel Th1. Th1 kemudian
yang normal. berproliferasi dan dapat kembali ke tempat
2. Laringitis Tuberkulosis Sekunder awal infeksi. Restimulasi oleh sel penyaji
Laringitis tuberkulosis sekunder setempat menghasilkan produksi IFN g
terjadi jika ditemukan infeksi laring dan mengaktifasi makrofag. Bila eliminasi
akibat Mycobacterium tuberculosa mikroorganisme ini gagal akan berlanjut
yang disertai adanya keterlibatan paru. pada inflamasi kronik terjadi dimana
Laringitis tuberkulosis sekunder patogen persisten di dalam tubuh, maka
merupakan komplikasi dari lesi terjadi pengalihan respon imun berupa
tuberkulosis paru aktif. Mekanisme reaksi hipersensitifitas tipe lambat
penyebaran infeksi ke laring dapat membentuk granuloma. Setelah kontak
berupa penyebaran langsung di awal dengan antigen, sel Th disensitisasi,
sepanjang saluran pernapasan dari berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi
infeksi paru primer berupa sputum sel DTH (delayed type hypersensitivity)
yang mengandung kuman maupun dimana pengerahan makrofag yang
penyebaran melalui sistem darah berkelanjutan akan membentuk sel-sel
ataupun limfatik. epitloid berupa sel datia dalam granuloma.
Tuberkel yang avaskular berisikan daerah
perkijuan di tengah dikelilingi oleh sel limfohematogen biasanya mengenai laring
epiteloid dan di bagian perifer oleh sel-sel anterior dan epiglotis.
mononukleus. Kemudian tuberkel-tuberkel
ini bersatu membentuk nodul. Karena C. Penegakan Diagnosis
letaknya di subepitel, epitel yang Diagnosis tuberkulosis laring dapat
melampisinya mungkin hilang dan sering ditegakkan dari anamnesis yang cermat,
terjadi ulserasi dengan infeksi sekunder. pemeriksaan klinis, laringoskopi langsung
Proses ini pertama kali cenderung maupun tidak langsung, pemeriksaan
akan mengenai prosesus vokalis dan patologi anatomi, mikrobiologi, dan foto
epiglotis. Adanya tuberkel mungkin akan rontgen toraks.20
merangsang terjadinya hiperplasia epitel Indeks kecurigaan yang tinggi
dan jaringan fibrosis subepitel. Hal ini sangat diperlukan untuk mendiagnosa
mungkin bermanifestasi pada daerah suatu tuberkulosis laring. Laringoskopi
interaritenoid berupa penebalan yang langsung dan biopsi harus dilakukan pada
menyerupai pakiderma. Prosesus vokalis semua kasus untuk menegakkan diagnosis
mungkin di tutupi oleh nodul yang tuberkulosis laring dan untuk
menyerupai morbili. Hal ini merupakan menyingkirkan ada tidaknya karsinoma
manifestasi dari proses perbaikan karena atau penyakit lain.4
hanya ditemukan sedikit perkijuan pada 1. Anamnesis
lesi. Edema jelas pada keadaan lebih lanjut Gejala permulaan tuberkulosis
dan mungkin terjadi sebagai akibat laring adalah suara parau yang
obstruksi jaringan limfe oleh granuloma. berlangsung berminggu-minggu,
Edema dapat timbul di fossa interaritenoid, mulanya ringan tetapi dapat progresif
kemudian ke aritenoid, plika vokalis, plika menjadi disfonia atau afonia berat pada
ventrikularis, epiglottis serta terakhir ialah stadium lanjut. Di tenggorok mungkin
subglotik. Epiglotis dan jaringan ikat di ada perasaan kering, panas dan nyeri.
atas aritenoid merupakan tempat yang Rasa nyeri biasanya tidak berat,
paling tampak edema. Penyembuhan kecuali jika ada perikondritis yang
tuberkulosis laring disertai oleh akan menyebabkan odinofagia berat
pembentukan kapsul jaringan fibrosa dan dan odinofonia yang dapat menjalar ke
jaringan menggantikan tuberkel. telinga sehingga terjadi otalgia. Nyeri
b. Penyebaran melalui limfohematogen waktu menelan yang lebih hebat bila
Selain mekanisme bronkogenik, dibandingkan dengan nyeri oleh karena
penyebaran M. tuberculosis pada laring radang lainnya merupakan tanda yang
dapat juga melalui sistem limfohematogen. khas. Sumbatan jalan nafas dapat
Penyebaran melalui sistem terjadi pada stadium lanjut penyakit
ini, dan diperkirakan seperempat dari
penderita tuberkulosis laring terutama permukaan yang menghadap
mengalami sumbatan jalan nafas pada laring.4
saat mereka datang pertama kali. Menurut Clery dan Batsakis, saat
Sumbatan jalan nafas dapat terjadi ini keterlibatan daerah anterior laring
akibat udem, tuberkuloma atau adanya terjadi sama besar dengan daerah
fiksasi pita suara bilateral pada garis setengah posterior laring, pita suara
median.4,8,10,18,20-22 asli merupakan lokasi paling sering (50
Gejala sistemik tuberkulosis paru -70%), diikuti pita suara palsu (40 –
biasanya juga ditemukan antara lain 50%) dan epiglotis, plika ariepiglotika,
berupa keluhan demam, menggigil, komisura posterior dan subglotis (10 -
berkeringat pada malam hari, berat 15%).18
badan menurun dan rasa lelah. Batuk Pada beberapa kasus, infiltrasi
dengan sputum yang mukopurulen dan proses inflamasi mungkin terlokalisasi
kadang- kadang batuk darah juga dapat pada satu pita suara, memberikan
terjadi.4,20-21 gambaran bentuk kumparan. Nodul
2. Pemeriksaan Klinis berwarna kekuningan mungkin terlihat
Hasil pemeriksaan laringoskopi di bawah mukosa yang utuh pada
pada tuberkulosis laring bermacam- daerah interaritenoid dan epiglotis.
macam, tergantung pada lokasi lesi. Nodul ini mungkin bersatu dan daerah
Bila mukosa melekat pada struktur di yang kena menjadi merah muda,
bawahnya seperti pada daerah korda membengkak dan noduler, yang khas
vokalis asli, maka ulserasi merupakan terjadi pada daerah interaritenoid.4
gambaran yang paling sering tampak, Pada saat itu, mungkin terlihat
sedangkan apabila mukosa tidak permukaan yang kasar atau erosi pada
melekat pada struktur di bawahnya, satu atau kedua pita suara. Tahap
seperti pada daerah plika ariepiglotik, selanjutnya ditandai dengan ulserasi
maka hiperemia dan udem merupakan yang cenderung berlokasi pertama kali
gambaran yang sering muncul.3,20,22 pada prosesus vokalis, tetapi kemudian
Pada pemeriksaan laringoskopi, menyebar ke anterior. Ulkus biasanya
didapatkan tanda dini tuberkulosis dangkal dan ditutupi oleh eksudat
laring berupa hiperemia di daerah kasar berwarna abu-abu kotor dan
interaritenoid dan pita suara bagian memberi gambaran pita suara seperti
posterior, dan mungkin disertai digigiti tikus (mouse eaten appearance)
pembengkakan di daerah interaritenoid (Gambar 1).4,18
dan timbulnya eksudat berwarna
kekuningan. Epiglotis dapat juga
berwarna merah dan membengkak,
infiltrasi tuberkulosis ke pleura atau
kelenjar limfe mediastinum dapat
mengenai n.rekuren dan menyebabkan
paralisis.4
3. Laringoskopi Direk atau Indirek
Pemeriksaan dengan laringoskop
direk atau indirek dapat membantu
menegakkan diagnosis. Dari
18
Gambar 1. Tuberkulosis laring
pemeriksaan ini plika vokalis berwarna
merah dan tampak edema terutama di
Epiglotis dan atau daerah
bagian atas dan bawah glotis.
interaritenoid dapat sangat udem dan
4. Pemeriksaan Bakteriologik
terlihat merah muda dan bening.
Pemeriksaan bakteriologik untuk
Gambaran ini khas, epiglotis sering
menemukan kuman tuberkulosis
berbentuk turban atau jantung, dan
mempunyai arti yang sangat penting
aritenoid berbentuk buah pear atau
dalam menegakkan diagnosis. Bahan
daun semanggi (Gambar 2). Udem
untuk pemeriksaan bakteriologik ini
pada kasus demikian dapat menutup
dapat berasal dari dahak, cairan pleura,
seluruh lumen laring dan menyumbat
liquor cerebrospinal, bilasan bronkus,
4,16
jalan nafas.
bilasan lambung, kurasan
bronkoalveolar (bronchoalveolar
lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan
biopsi (termasuk biopsi jarum
halus/BJH).
Cara pengumpulan dan pengiriman
bahan Cara pengambilan dahak 3 kali
(SPS):
a. Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat
Gambar 2. Udem mukosa
kunjungan)
interaritenoid16
b. Pagi (keesokan harinya)
c. Sewaktu / spot (pada saat
Tahap terakhir perubahan laring
mengantarkan dahak pagi) atau
mungkin ditandai oleh kombinasi
setiap pagi 3 hari berturut-turut.
ulserasi, udem, granulasi yang penuh
Peran biakan dan identifikasi
dan pembentukan tuberkuloma.
M.tuberkulosis pada penanggulangan
Paralisis pita suara mungkin terjadi
TB khususnya untuk mengetahui
akibat infiltrasi ke otot atau fiksasi
sendi krikoaritenoid. Selain itu,
apakah pasien yang bersangkutan masih tubuh penderita, tuberkel akan
peka terhadap OAT yang digunakan. dikelilingi oleh jaringan ikat fibrosis
4. Pemeriksaan Histopatologi yang pada akhirnya akan
Tuberkulosis laring harus menggantikan tuberkel.4,10,16
dibedakan dari kanker dan penyakit
granulomatosis lainnya yang mirip
secara klinis. Diagnosis pasti
tuberkulosis laring dapat ditunjukkan
oleh adanya gambaran radang
granulomatosa dengan granuloma
kaseosa atau pengejuan yang khas,
hiperplasia pseudoepitelial atau adanya
sel Langhans pada pemeriksaan
Gambar 3. Sel Langhans16
histopatologi, serta ditemukannya
bakteri tahan asam pada hapusan dan
Gambaran mukosa secara
atau kultur sputum atau bilasan
histologi bisa tampak normal,
lambung penderita dengan pewarnaan
hiperkeratosis atau hilang pada lesi
Ziehl Nielsen 4,8
yang ulserasi. Submukosa terisi
Berdasarkan patologi anatomi dari
dengan granuloma kaseosa yang
hasil biopsi, pada tuberkulosis laring
dapat meluas ke kartilago yang
didapatkan 2 macam lesi, yaitu:4
berdekatan. Lesi tuberkel juga ada
a. Jenis eksudatif
kalanya verukosa dan displastik,
Mula- mula terdapat fase
dengan demikian lesi sering
inflamasi akut difus yang ditandai
dibingungkan dengan suatu
dengan hiperemia, udem, dan
karsinoma skuamosa (Gambar
infiltrasi ruang subepitel oleh sel –
4).10,23
sel eksudat nonspesifik.4
b. Jenis produktif
Fase eksudatif diikuti oleh
perkembangan granuloma
tuberkulosa pada jaringan subepitel.
Tuberkel yang avaskular berisikan
daerah pengejuan di tengah,
dikelilingi oleh sel epiteloid atau sel
Langhans dan di bagian perifer oleh
Gambar 4. Tuberkulosis laring23
sel- sel mononuklear (Gambar 3).
Hal ini tergantung pada daya tahan
Tuberkel bersatu membentuk ikat di atas aritenoid merupakan
nodul yang secara makroskopis tempat yang paling tampak udem.
berwarna kuning kelabu, dan karena Penyembuhan tuberkulosis laring
letaknya di subepitel, dan epitel disertai oleh pembentukan kapsul
yang melapisinya mungkin hilang, jaringan fibrosa dan jaringan yang
maka sering terjadi ulserasi dengan menggantikan tuberkel.
infeksi sekunder. Proses ini pertama Penyembuhan lesi pada stadium
kali cenderung mengenai prosesus lanjut berakhir dengan stenosis oleh
vokalis dan epiglotis karena tipisnya jaringan fibrosis atau fiksasi sendi
mukosa yang melapisi tulang rawan krikoaritenoid, serta kontraksi
yang avaskular. Ulserasi dan infeksi jaringan parut akibat ulkus yang
menyebabkan perikondritis dan menyembuh.4,10
kondritis, terutama pada aritenoid 4. Pemeriksaan Foto Toraks
dan epiglotis, menimbulkan Untuk melihat apabila terdapat
destruksi tulang rawan dan jika pembengkakan dan adanya gambaran
aritenoid yang terkena, maka akan tuberkulosis paru. CT scanning dan
terjadi destruksi sendi MRI juga dapat digunakan dan
krikoaritenoid.4,10 memberikan hasil yang lebih baik.
Adanya tuberkel dapat Gambaran radiologik yang dicurigai
merangsang terjadinya hiperplasia sebagai lesi TB aktif :
epitel dan jaringan fibrosis a. Bayangan berawan/nodular di
subepitel. Hal ini mungkin akan segmen apikal dan posterior lobus
bermanifestasi pada daerah atas paru dan segmen superior lobus
interaritenoid berupa penebalan bawah.
yang menyerupai pakiderma. b. Kavitas, terutama lebih dari satu,
Prosesus vokalis dan daerah lain dikelilingi oleh bayangan opak
mungkin ditutupi oleh nodul yang berawan atau nodular.
menyerupai morbili atau massa
jaringan granulomatosis berbentuk
papil. Pada beberapa kasus massa
ini besar, soliter, bertangkai dan
dikenal sebagai tuberkuloma.4
Udem tampak jelas pada
keadaan yang lebih lanjut. Hal ini
mungkin terjadi sebagai akibat
Gambar 5. Foto Toraks
obstruksi aliran limfe oleh
Tuberkulosis Paru
granuloma. Epiglotis dan jaringan
D. Gambaran Klinis 2. Stadium Ulserasi
Secara klinis manifestasi laringitis Ulkus yang timbul pada akhir
tuberkulosis terdiri dari 4 stadium stadium infiltrasi membesar. Ulkus ini
yaitu:9,10,12 dangkal, dasarnya ditutupi perkijuan
1. Stadium Infiltrasi dan dirasakan sangat nyeri oleh pasien.
Mukosa laring bagian posterior 3. Stadium Perikondritis
mengalami pembengkakan dan Ulkus makin dalam sehingga
hiperemis pada bagian posterior, mengenai kartilago laring terutama
kadang-kadang dapat mengenai pita kartilago aritenoid dan epiglottis.
suara. Pada stadium ini mukosa laring Dengan demikian terjadi kerusakan
berwarna pucat. tulang rawan, sehingga terbentuk
nanah yang berbau, proses ini akan
melanjut dan terbentuk sekuester. Pada
stadium ini pasien sangat buruk dan
dapat meninggal dunia. Bila pasien
dapat bertahan maka proses penyakit
berlanjut dan msuk dalam stadium
terakhir yaitu fibrotuberkulosis.
4. Stadium Fibrotuberkulosis
Pada stadium ini terbentuk
fibrotuberkulosis pada dinding
Gambar 6. Temuan Laringoskopi pada posterior, pita suara dan subglotik.
Laringitis Tuberkulosis, A. Lesi Ulseratif Berdasarkan Shin dkk (2000),
(pada seluruh laring), B. Lesi Granuloma temuan pada laringitis tuberkulosis
(pada glotis posterior), C. Lesi Polyploid dapat dikategorikan menjadi empat
(pada plika vokalis palsu kanan), D. Lesi grup, antara lain (a) lesi ulserasi
Nonspesifik (pada plika vokalis kanan) (40,9%), (b) lesi inflamasi non spesifik
(27,3%), (c) lesi polipoid (22,7%), dan
Kemudian di daerah submukosa (d) lesi massa ulcerofungative
terbentuk tuberkel, sehingga mukosa (9,1%).14
tidak rata, tampak bintik berwarna
kebiruan. Tuberkel makin membesar E. Gejala Klinis Tambahan
dan beberapa tuberkel yang berdekatan Tergantung pada stadiumnya,
bersatu, sehingga mukosa diatasnya disamping itu terdapat gejala sebagai
meregang. Pada suatu saat, karena berikut:
sangat meregang, maka akan pecah dan 1. Rasa kering, panas, dan tertekan di
terbentuk ulkus. daerah laring.
2. Suara parau yang berlangsung G. Tatalaksana
berminggu-miggu, sedangkan pada 1. Non-medikamentosa6
stadium lanjut dapat timbul afoni. a. Mengistirahatkan pita suara
3. Hemoptisis. dengan cara pasien tidak banyak
4. Nyeri waktu menelan yang lebih hebat berbicara.
bila dibandingkan dengan nyeri karena b. Menghindari iritan yang memicu
radang lainnya, merupakan tanda yang nyeri tenggorokan atau batuk
khas. misalnya goreng-gorengan,
5. Keadaan umum buruk. makanan pedas.
6. Pada pemeriksaan paru (secara klinis c. Konsumsi cairan yang banyak.
dan radiologis) terdapat proses aktif d. Berhenti merokok dan konsumsi
(biasanya pada stadium eksudatif atau alkohol.
pada pembentukan kaverne). 2. Medikamentosa
7. a. Obat Anti Tuberkulosis
F. Diagnosis Banding American Thoracic Society
TB laring sulit dibedakan dengan (ATS) menyatakan prinsip
gambaran karsinoma laring, untuk itu perlu pengobatan TB ekstrapulmonal
ketepatan diagnosis dan pemeriksaan tidaklah berbeda denngan TB
penunjang dalam menegakkan diagnosis pulmonal, termasuk TB laring.
secara pasti.10 Ling, Zhou, dan Wang11 Tujuan tatalaksana dari laryngitis
melaporkan bahwa TB laring sering salah TB adalah memutuskan mata
diagnosis dengan keganasan laring rantai penularan, mengobati
(42,9%), polip pita suara (21,4%), infeksi yang terjadi, mencegah
papiloma laring (14,3%), epiglositis akut kematian, dan mencegah
(14,3%), dan kista pita suara (7,2%).11 kekambuhan tau resistensi
Beberapa diagnosis banding untuk serak terhadap OAT. Pemberian terapi
yaitu laringitis luetika, paralisis pita suara, selama 6 bulan merupakan standar
dan laringitis kronik26. yang dipakai untuk pengobatan TB
pulmonal dan TB ekstrapulmonal
secara umum.18,19,20,21
Tabel 1. Dosis dan efek samping dari obat anti tuberculosis lini pertama21,24
Nama Obat Dosis Harian Efek Samping

Isoniazid 4-6 mg/kgBB (max 300 mg) Hepatitis, neuropati perifer,


psikosis toksik, kejang,
agranulositosis,ginekomastia

Rifampisin 8-12 g/kgBB (max 600 mg) Hepatitis, gangguan


pencernaan, demam, eritem
kulit, trombositopeni,
nefritis interstisial, sindrom
flu, anemia hemolitik, skin
rash

Pirazinamid 20-30 mg/kgBB Hepatitis, hiperurisemia,


muntah, nyeri sendi, eritem
kulit

Streptomisin 15-18 mg/kgBB Ototoksik, nefrotoksik

Etambutol 15-20 mg/kgBB Neuritis retrobulbar, nyeri


sendi, hiperurisemia,
neuropati perifer
Skema 1. Alur Penegakan Diagnosis Laringitis TB pada Faskes Primer

Gejala Laring
1. Suara Serak 4. Nyeri alih otalgia
2. Disfagia 5. Batuk kadang disertai sesak
3. Odinofagia disertai gejala TB / tanpa gejala TB

.
Vocal cord paralysis Polip pita suara Laringitis kronik Papiloma laring Laringitis TB Epiglositis akut Karsinoma laring Laringitis luetika

Laringoskopi indirek

Pemeriksaan dahak mikroskopis (sewaktu-pagi-sewaktu)

Hasil BTA
Hasil BTA Hasil BTA
+++
++- +-- ---

Antibiotik non-OAT

Foto thoraks &


pertimbangan
Dokter
Tidak ada perbaikan Ada perbaikan

Pemeriksaan dahak mikroskopis

Hasil BTA
Hasil BTA
+++
---
++-
+--

Foto thorax Pemeriksaan bakteriologi


mikroskopis ekstrapulmoner

Laringitis TB
dengan TB
paru BTA (+) BTA (-)

Laringitis TB
tanpa TB paru Non TB
b. Mengurangi ruang rugi (dead air
Respon pengobatan pada space) di saluran napas bagian atas
TB laring dapat terjadi dalam 2 seperti daerah rongga mulut, sekitar
minggu. Suara serak yang lidah, dan faring.
disebabkan karena hipertrofi dapat c. Mempermudah penghisapan secret
mengalami perbaikan, namun dari bronkus pada pasien yang tidak
pergerakan pita suara yang dapat mengeluarkan secret secara
terbatas akibat fibrosis dapat fisiologik.
menetap.7,22 Respon OAT terhadap d. Untuk memasang respirator (alat
laring cukup baik rata-rata 2 bulan bantu pernapasan).
dimana sebagian kasus lesi yang e. Untuk menambil benda asing dari
terjadi sebelumnya tidak terlihat subglotik, apabila tidak mempunyai
lagi.7 fasilitas bronkoskopi.
b. Terapi simtomatik Trakeostomi pada kasus laringitis
Analgetik, antipiretik tuberkulosis dilakukan atas indikasi
c. Kortikosteroid yaitu jika terjadi obstruksi laring dan
Kortikosteroid tidak mengurangi ruang rugi di saluran
memberikan peranan penting pada napas bagian atas seperti daerah
TB laring. Kortikosteroid dapat rongga mulut, sekitar lidah, dan faring.
diberikan untuk mencegah fibrosis
yang dapat menyebabkan H. Kesimpulan
sumbatan jalan nafas atas pada Laringitis tuberkulosis disebabkan
kasus-kasus dengan fiksasi pita oleh Mycobacterium tuberculosa adalah
suara.21,23 penyakit granulomatosa yang paling
3. Operatif umum dari laring dan seringkali
Tindakan operatif dilakukan dihubungkan dengan tuberkulosis paru
dengan tujuan untuk pengangkatan aktif. Laringitis tuberkulosis merupakan
sekuester. Trakeostomi diindikasikan salah satu komplikasi dari tuberkulosis
bila terjadi obstruksi laring. paru. Setelah diobati biasanya tuberkulosis
Trakeostomi paru sembuh namun laringitis
Trakeostomi adalah tindakan tuberkulosisnya menetap, karena struktur
membuat lubang pada dinding mukosa laring sangat lekat pada kartilago
depan/anterior trakea untuk bernafas. serta vaskularisasi tidak sebaik paru.10,11,12
Trakeostomi dilakukan atas indikasi, Penderita dengan laringitis
berikut: tuberkulosis biasanya datang dengan
a. Mengatasi obstruksi laring gejala, seperti disfonia, odynophagia,
dyspnea, odynophonia, dan batuk.
Obstruksi pernafasan bisa terjadi pada DAFTAR PUSTAKA
stadium lanjut penyakit. Proses inflamasi 1. Aditama TY. Situasi Epidemiologik.
akan berlangsung secara progresif dan Tuberkulosis, diagnosis, terapi dan
dapat menyebabkan kesulitan bernapas. masalahnya. Jakarta: Yayasan Penerbit Ikatan
Kesulitan bernafas ini dapat disertai Dokter Indonesia;1997. h. 2-6.
stridor, baik pada periode inspirasi, 2. Pedoman nasional penanggulangan
ekspirasi atau keduanya. Jika tidak segera tuberkulosis. Department Kesehatan Republik
diobati, stenosis dapat berkembang, Indonesia. Cetakan ke 5. Jakarta 2000
sehingga diperlukan trakeostomi. 3. Kulkarni NS, Gopal GS, Ghaisas SG, Guptel
Pemeriksaan histopatologi atau AN. Epidemiological considerations and
biopsi laring yang merupakan standar baku clinical features of ENT tuberculosis. The J
emas untuk menegakkan diagnosis TB Laryngology & Otology. 2001;115:555-8.
laring. 9,15 Namun pada Fasilitas Kesehatan 4. Shin JE, Nam SY, Yoo SJ, Kim SY. Changing
Primer tindakan biopsi sulit untuk trends in clinical manifestations of laryngeal
dilakukan karena memerlukan tindakan tuberculosis. The Laryngoscope.
pembedahan. Sehingga diharapkan dengan 1984;94:1094-7.
anamnesis, pemeriksaan fisik dan 5. Ling L, Zhou AH, Wang. Changing Trends In
penunjang berupa pemeriksaan The Clinical Features of Laryngeal Disease.
laringoskopi indirek, sputum, dan Rontgen International Journal of Infectious Disease.
thorax tenaga medis pada faskes primer International Journal of Infectious Diseases.
dapat mendiagnosis dan memberikan 2010; 14: 230-5.
tatalaksana yang tepat guna mencegah 6. Lim JY,Kim KM, Choi EC, Kim YH, Kim
komplikasi Laringitis TB (Skema 1). HS, Choi HS. Current Clinical Propensity of
Terapinya dibagi menjadi Laryngeal Tuberculosis: Review of 60 Cases.
medikamentosa dan pembedahan. Terapi Eur Arch Otorhinolaryngol. 2006; 263: 838-
non medikamentosa yaitu 42.
mengistirahatkan pita suara dengan cara 7. Yelken K,. Guven M, Guven M, Gultekin E.
pasien tidak banyak berbicara, Efek of Antituberculosis Tratment On Safe
menghindari iritan yang memicu nyeri Assesment, Perceptual Analysis And Acoustik
tenggorokan atau batuk misalnya goreng- Analysis Of Voice Quality In Laryngeal
gorengan, makanan pedas, konsumsi Tuberculosis. 2008; 122: 378- 82.
cairan yang banyak, berhenti merokok dan 8. World Earth Organization. Improving the
konsumsi alkohol. Sedangkan terapi diagnosis and treatment of smear-negative
medikamentosa adalah OAT (Obat Anti pulmonary and extrapulmonary tuberculosis
Tuberkulosis). Terapi pembedahannya among adults andadolescents. 2012; 26-33.
pengangkatan sekuester dan trakeostomi 9. Yvette E Smulders, dkk. Laryngeal
bila terjadi obstruksi laring. tuberculosis presenting as a supraglottic
carcinoma: a case report and review of the Department Warsaw Medical University,
literature. Smulders et al; licensee BioMed Polandia. Pp 1160-1166.
Central Ltd. 2009 17. Akkara SA, Singhania A, Akkara AG, Shah A,
10. Gupta, Summer K, Gregory N. Postma, Jamie Adalja M, Chauhan N (2014). A study of
A. Koufman. Laryngitis. Dalam: Bailey, Manifestations of extrapulmonary tuberculosis
Byron, Johnson, Jonas T. editor. Head & Neck in the ENT region. Indian Journal
Surgery – Otolaryngology, edisi ke-4. Otolaryngology and Head Neck Surgery. p 66
Newlands: Lippincott William & Wilkins; (1)46-50.
2006. Hal 831-832. 18. Treatment of Tuberculosis Disease. In:
11. Soepardi EA, Iskandar N. Buku Ajar Ilmu Management of Tuberculosis. Federal Bureau
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan of Prisons Clinical Practice Guidelines. 2010;
Kepala Leher: Disfonia. Edisi Keenam. 15-8
Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran 19. World Earth Organization. Improving the
Universitas Indonesia; 2008. Hal 231-234 diagnosis and treatment of smear-negative
12. Ballenger, J.J. Anatomy of the larynx. In : pulmonary and extrapulmonary tuberculosis
Diseases of the nose, throat, ear, head and among adults andadolescents. 2012; 26-33.
neck. 13th ed. Philadelphia: Lea & Febiger; 20. Sharma SK, Mohan A. Extrapulmonary
1993. Tuberculosis. Indian J Med Res. 2004; 120:
13. Novialdi ST (2012). Tuberkulosis Laring. 316-353.
Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah 21. Isbaniyah F, Thabrani Z, Soepandi PZ, Burhan
Kepala Leher FK Universitas Andalas/RSUP E, Reviono, Soedarsono, Sugiri YJ, Iswanto,
Dr M Djamil. Padang et al. Pengobatan Tuberkulosis Pada Keadaan
14. Hermani B, Abdurrachman H, Cahyono A Khusus. In: Perhimpunan dokter Paru
(2012). Kelainan laring. Dalam Soepardi EA, Indonesia. Pedoman Diagnosis dan
Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD :Buku Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia.
Ajar Ilmu Kesehaan THT-KL. Badan Penerbit 2011; 39.
FKUI; Jakarta. Hal 216-219 22. Fernandez GP. Tuberculosis Infections of the
15. Michael RC, Michael Js (2011). Tuberculosis Head and Neck. Acta Otorinolaringol Esp.
in otolaryngology: clinical presentation and 2009; 60 (1): 59-66.
diagnostic challenges. International Journal of 23. Park KH, Park SI. Concurrent Tuberculosis of
Otolaryngology. Hindawi Publishing The Larynx and The Tonsil. Yonsei Medical
Corporation. Pp 1-4 Journal. 1998; Vol.29:1
16. Bruzgielewicz A, Rzepakowska A, 24. Dinihari TN, Siagian V. Pedoman Nasional
Wojkcikewicz EO, Niemczyk K, Chmielewski Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta:
R (2014).Tuberculosis of the head and neck- Kementrian Kesehatan RI. 2014
epidemiological and clinical presentation. 25. Hermani B, Abdurrachman H, Cahyono A.
Arch Medical Science Otolaryngology Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin
J, Restuti RD (eds). Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher
Edisi Ketujuh. Jakarta: FKUI. 2012. Hal: 216-
9
26. Agrawal, Anil. et all. Differential Diagnosis of
Hoarseness of voice in the Present Scenario: a
Clinicopathological Study. Indian Journal.
2016. 7(1) : 179-182
27. Uslu C, Oysu C, Uklumen B. Tuberculosis of
the epiglottis: A case report. Eur Arch
Otorhinolaryngol 2008;265:599-601.
28. Lin CJ, Kang BH, Wang HW. Laryngeal
tuberculosis masquerading as carcinoma. Eur
Arch Otorhinolaryngol 2002;259:521-3.
29. Richter B, Fradis M, Köhler G, Ridder GJ.
Epiglottic tuberculosis: differential diagnosis
and treatment. Case report and review of the
literature. Ann Otol Rhinol Laryngol
2001;110:197-201.

Anda mungkin juga menyukai