Anda di halaman 1dari 89

Antimikroba

Em Sutrisna
Pendahuluan
 Antimikroba: obat pembunuh mikroba (yg
merugikan manusia)
 Antibiotika (AB): Zat yg dihasilkan oleh suatu
mikroba terutama fungi yg dpt membasmi
mikroba lain
 Dewasa ini Banyak antibiotik yg dibuat secara
sintetik/semisintetik yg dalam
perkembangannya sering juga digolongkan
antibiotika misal sulfonamid, quinolon dll
 Antibiotika yang akan digunakan untuk
membasmi mikroba, penyebab infeksi
pada manusia, harus mememiliki sifat
toksisitas selektif setinggi mungkin.
 Artinya, antibiotika tersebut haruslah
bersifat sangat toksik untuk mikroba,
tetapi relatif tidak toksik untuk manusia.
Aktivitas antibiotika
 Bakterisid: membunuh bakteri
 Bakteriostatik: menghambat pertumbuhan
bakteri
 AB spektruk luas (broad spectrum): bisa
membunuh/menghambat bakteri gram + dan –
 AB spektruk sempit (narrow spectrum): hanya
membunuh/menghambat bakteri gram + atau -
saja
Penggolongan antibiotik
 Antibiotika golongan aminoglikosid, bekerja
dengan menghambat sintesis protein dari
bakteri.
 Antibiotika golongan sefalosforin, bekerja
dengan menghambat sintesis peptidoglikan
serta mengaktifkan enzim autolisis pada
dinding sel bakteri.
 Antibiotika golongan klorampenikol, bekerja
dengan menghambat sintesis protein dari
bakteri.
 Antibiotika golongan makrolida, bekerja dengan
menghambat sintesis protein dari bakteri.
 Antibiotika golongan penisilin, bekerja dengan
menghambat sintesis peptidoglikan.
 Antibiotika golongan beta laktam golongan lain,
bekerja dengan menghambat sintesis peptidoglikan
serta mengaktifkan enzim autolisis pada dinding sel
bakteri.
 Antibiotika golongan kuinolon, bekerja dengan
menghambat satu atau lebih enzim topoisomerase
yang bersifat esensial untuk replikasi dan transkripsi
DNA bakteri.
 Antibiotika golongan tetrasiklin, bekerja
dengan menghambat sintesis protein
dari bakteri.
 Kombinasi antibakteri
Mekanisme kerja AB
1. Mengganggu metabolisme sel mikroba
2. Menghambat sintesis dinding sel mikroba
3. Mengganggu permiabilitas membran sel
mikroba
4. Menghambat sintesis protein sel mikroba
5. Menghambat sintesis /merusak asam nukleat
sel mikroba
AB yg menghambat
metabolisme sel mikroba
 Termasuk ini:
• Sulfonamid
• Trimetoprim
• Asam-p aminosalisilat(PAS)
 Mikroba perlu asam folat
 Obat ini bersaing dg PABA(para aminobensoic acid)
membentuk asam folat non fungsionalakibatnya
mikroba mati
 Obat ini bersifat bakteriostatik
 PAS merupakan analog PABA yg menghmabat sintesis
asam folat pd M TBC
AB yg menghambat sintesis
dinding sel
 Termasuk disini:
• Penisilin
• Sefalosforin
• Basitrasin
• Vankomisin
• sikloserin
AB yg mengganggu keutuhan
membran sel mikroba
 Termasuk:
• Polimiksin
• Golongan polien
• Antimikroba untuk kemoterapi
 Jika dinding sel rusakprotein,asam
nukleat, nukleotida bakteri keluar dai
dalam sel bakterimati
AB yg menghambat sintesis
protein sel mikroba
 Termasuk:
• Aminoglikosida
• Makrolid
• Linkomisin
• Tetrasiklin
• klorampenikol
AB yg menghmabat sintesis
asam nukleat sel mikroba
 Termasuk:
• Rimfamisin
• kuionolon
Uraian antibiotik tiap golongan
Aminoglikosida
 Aminoglikosid merupakan produk
streptomises atau fungus lainnya.
Seperti Streptomyces griseus untuk
Streptomisin, Streptomyses fradiae
untuk Neomisin, Streptomyces
kanamyceticus untuk Kanamisin,
Streptomyces tenebrarius untuk
Tobramisin, Micromomospora purpures
untuk Gentamisin dan Asilasi kanamisin
A untuk Amikasin.
 Aminoglikosid dari sejarahnya digunakan
untuk bakteri gram negatif.
Aminoglikosid pertama yang ditemukan
adalah Streptomisin.
 Aktivitas bakteri Aminoglikosid
(Gentamisin, Tobramisin, Kanamisin,
Netilmisin dan Amikasin) terutama
tertuju pada basil gram negatif yang
aerobik (yang hidup dengan oksigen).
 Sediaan dari Aminoglikosid dapat dibagi dalam dua
kelompok :
• Sediaan Aminoglikosid sistemik untuk pemberian
IM atau IV yaitu Amikasin, Gentamisin, Kanamisin
dan Streptomisin
• Sediaan Aminoglikosid topikal terdiri dari
Aminosidin, Kanamisin, Neomisin, Gentamisin
dan Streptomisin. Dalam kelompok topikal
termasuk juga semua Aminoglikosid yang
diberikan per oral untuk mendapatkan efek lokal
dalam lumen saluran cerna.
 Streptomisin
• Untuk suntikan tersedia bentuk bubuk kering dalam vial yang
mengandung 1 atau 5 g zat. Kadar larutan tergantung dari
cara pemberian yang direncanakan; dan cara penyuntikan
tergantung dari jenis dan lokasi infeksi.
• Suntikan IiM merupakan cara yang paling sering diberikan.
Dosis total sehari berkisar 1-2 g (15-25 mg/kg BB); 500 mg - 1
g disuntikkan setiap 12 jam. Untuk infeksi berat dosis harian
dapat mencapai 2-4 g dibagi dalam 2-4 kali pemberian. Dosis
untuk anak ialah 20-30 mg/kgBB sehari, dibagi untuk dua kali
penyuntikkan.
 Gentamisin
• Tersedia sebagai larutan steril dalam vial atau
ampul 60mg/1,5 ml; 80 mg/2 ml; 120 mg/3 ml
dan 280 mg/2 ml. Salep atau krim dalam
kadar 0,1 and 0,3 % salep mata 0,3 %.
 Kanamisin
• Untuk sediaan tersedia larutan dan bubuk
kering. Larutan dalam vial ekuivalen dengan
basa Kanamisin 500 mg/2 ml dan 1 g/3 ml
untuk orang dewasa; serta 75 mg/2 ml untuk
anak. Vial bubuk kering berisi 1 g dan 0,5 g.
Untuk pemberian oral tersedia bentuk
kapsul/tablet 250 mg dan sirup 50 mg/ml.
 Amikasin
• Obat ini tersedia untuk suntikan IM dan IV dalam
vial berisi 100; 250; 500; 1.000; da 2.000 mg.
Dosis total sehari umumnya tidak lebih dari 1,5
gram sehari. Penyesuaian dosis perlu
dipertimbangkan pada berbagai keadaan. Adanya
gangguan faal ginjal memerlukan pengurangan
dosis dan perpanjangan interval waktu antara
dosis, dengan berpedoman pada kadar efektif
dalam darah yang berkisar antar 5-10 ug/ml
sampai 20-25 ug/ml.
 Tobramisin
• Obat ini tersedia sebagai larutan 80 mg/2 ml
untu suntikan IM. Untuk infus Tobramisin
dilarutkan dalam Dekstrose 5% atau larutan
NaCl isotonis dan diberikan dalam 30-60
menit. Jangan diberikan lebih dari 10 hari.
 Netilmisin
• Obat ini boleh diberikan IM atau IV, dan
tersedia sebagai larutan 50 dan 100, 150
mg/2 ml. Dosisnya ialah 4-6,5 mg/kg BB
sehari yang dibagi dalam 2-3 dosis.
• Untuk penggunaan intravena dosis tunggal
diencerkan dalam 50 sampai 200 ml pelbagai
larutan.
 Neomisin
• Neomisin tersedia untuk penggunan topikal
dan oral, penggunaan parenteral tidak lagi
dibenarkan karena toksisitasnya.
• Salep mata dan kulit mengandung 5 mg/g
untuk digunakan 2-3 kali sehari. Untuk oral
tersedia tablet 250 mg. Dosis oral neomisin
dapat mencapai 4-8 g sehari, dalam dosis
terbagi
Sefalosporin
 Sefalosporin termasuk golongan antibiotika
Betalaktam. Seperti antibiotik Betalaktam lain,
mekanisme kerja antimikroba Sefalosporin ialah
dengan menghambat sintesis dinding sel mikroba.
Yang dihambat adalah reaksi transpeptidase tahap
ketiga dalam rangkaian reaksi pembentukan dinding
sel.
 Sefalosporin aktif terhadap kuman gram positif
maupun garam negatif, tetapi spektrum masing-
masing derivat bervariasi.
 Hingga tahun 2006 golongan
Sefalosporin sudah menjadi 4 generasi,
pembedaan generasi dari Sefalosporin
berdasarkan aktivitas mikrobanya dan
yang secara tidak langsung sesuai
dengan urutan masa pembuatannya.
Generasi I : cefadroksil, cefaleksin, cephradine, cefazolin

Generasi II: cefaclor, cefprozil, cefuroksim

Generasi III: cefdinir, cefotaksim, ceftriakson, cefixime

Generasi IV: cefepim


Generasi awal (I) mempunyai efek terhadap gram + lebih baik dari
generasi berikutnya

Generasi lebih tinggi lebih kuat thd gram –

Kecuali: cefepim yg punya aktifitas thd grma + sekuat generasi I, dan


gram – sekuat generasi 3

Generasi I tidak dapat menembus BBB, generasi II,III&IV dapat


menembus BBB dg kadar 3% dari serum pada CSF yg normal &
meningkat menjadi 8-9% jika terjadi inflamsi pada CSF
Sefalosporin generasi I
aktivitas kinetik indikasi

- Baik terhadap - Sediaan oral diabsorbsi baik. Infeksi yang


kokus gram + · Kadar terapeutik tercapai pada disebabkan oleh
termasuk MSSA sebagian besar jaringan (pleura, MSSA dan
dan streptokokus. cairan sinovial, dan tulang), streptokokus.
· Tidak mempunyai kecuali cairan pada telinga tengah. · Tidak
aktivitas terhadap · Penetrasi sawar darah otak direkomendasikan
enterokokus, & sangat kurang, sehingga tidak sebagai antibiotik lini
MRSA direkomendasikan untuk I
meningitis bakterialis
Sefalosporin generasi II
Aktivitas kinetik indikasi
- Aktivitas lebih baik -Cefaclor dan cefprozil -Antibiotik lini II pada
terhadap gram negatif diabsorpsi dengan baik. infeksi kulit, jaringan
(Enterobacteriaceae, H · Absorbsi cefuroxime lunak, ISPA,
influenzae, dan M axetil <50% tapi meningkat pneumonia, dan otitis
catarrhalis) dibandingkan bila diberikan bersama media akut.
dengan generasi I. makanan.
- baik terhadap gram · Konsentrasi terapeutik
positif, tapi terhadap S tercapai pada sebagian
aureus kurang. besar jaringan (pleura,
· Tidak mempunyai cairan sinovial, dan tulang).
aktivitas terhadap · Cefuroxime dapat
enterococci, Listeria, menembus sawar darah
Pseudomonas, otak tapi tidak
MRSA,atau S direkomendasikan untuk
epidermidis meningitis karena
potensi delayed CSF
sterilization.
Sefalosporin generasi III
Aktivitas kinetik indikasi
Per oral Intravena Oral
· Baik thd MSSA · Ceftriaxone: t ½ 6- · sinusitis
· Cefixime dan ceftibuten lebih stabil 9 jam, dosis bakterial akut,
thd beta laktamase dibandingkan pemberian 1 atau 2 OMA, UTI dan
sefalosporin oral lainnya. kali sehari. pharingitis
Intravena · Cefotaxime: waktu caused
-baik terhadap grup A dan grup B paruh lebih pendek streptococus
streptokokus dan S pneumoniae. dari pada yang alergi
· Bacterisid terhadap gram negatif, ceftriaxone, interval penisilin.
terutama H influenzae (termasuk setiap 6-8 jam Intravena
beta-lactamase-producing strains), M meningitis,
catarrhalis, E coli, Klebsiella infeksi Neisseria
pneumoniae, Morganella, Neisseria, gonorrhea,
Proteus, Enterobacter sp, Serratia Pseudomonas,
marcescens, dan Acinobacter sp. Pneumonia, &
· · Aktivitas anaerob minimal sinusitis
Sefalosporin generasi IV
Aktivitas kinetik indikasi

Baik thd MSSA, E coli, H Waktu paruh 1,7 – 2,3 Infeksi yang
influenzae, M catarrhalis, S jam. disebabkan
pyogenes, S pneumonia, N pseudomonas
gonorrhoea, P aeruginosa,
Morganella morganii, Proteus
mirabilis, Citrobacter,
Enterobacter, Klebsiella,
Providencia, dan serratia sp.
· Tidak punya aktivitas
terhadap MRSA, enterokokus.
Sefalosporin generasi baru tidak
selalu lebih baik dari generasi
awal

Pertimbangkan harga
Klorampenikol
 Kloramfenikol diisolasi pertama kali pada
tahun 1947 dari Streptomyces
venezuelae. Karena ternyata
Kloramfenikol mempunyai daya
antimikroba yang kuat maka
penggunaan Kloramfenikol meluas
dengan cepat sampai pada tahun 1950
diketahui bahwa Kloramfenikol dapat
menimbulkan anemia aplastik yang fatal.
 Efek antimikroba
• Kloramfenikol bekerja dengan jalan
menghambat sintesis protein kuman. Yang
dihambat adalah enzim peptidil transferase
yang berperan sebagai katalisator untuk
membentuk ikatan-ikatan peptida pada
proses sintesis protein kuman.
 Efek samping
• Reaksi hematologik
• Terdapat dalam 2 bentuk yaitu;
• Reaksi toksik dengan manifestasi depresi
sumsum tulang.
Kelainan ini berhubungan dengan dosis,
menjadi sembuh dan pulih bila pengobatan
dihentikan. Reaksi ini terlihat bila kadar
Kloramfenikol dalam serum melampaui 25
mcg/ml.
• Bentuk yang kedua bentuknya lebih buruk
karena anemia yang terjadi bersifat menetap
seperti anemia aplastik dengan pansitopenia.
Timbulnya tidak tergantung dari besarnya
dosis atau lama pengobatan. Efek samping ini
diduga disebabkan oleh adanya kelainan
genetik.
• Reaksi alergi
• Kloramfenikol dapat menimbulkan kemerahan
kulit, angioudem, urtikaria dan anafilaksis.
Kelainan yang menyerupai reaksi Herxheimer
dapat terjadi pada pengobatan demam Tifoid
walaupun yang terakhir ini jarang dijumpai.
• Reaksi saluran cerna
• Bermanifestasi dalam bentuk mual, muntah,
glositis, diare dan enterokolitis.
• Sindrom gray
• Pada bayi baru lahir, terutama bayi prematur yang
mendapat dosis tinggi (200 mg/kg BB) dapat timul
sindrom Gray, biasanya antara hari ke 2 sampai hari ke
9 masa terapi, rata-rata hari ke 4.
• Mula-mula bayi muntah, tidak mau menyusui,
pernafasan cepat dan tidak teratur, perutkembung,
sianosis dan diare dengan tinja berwarna hijau dan bayi
tampak sakit berat. Pada hari berikutnya tubuh bayi
menjadi lemas dan berwarna keabu-abuan; terjadi pula
hipotermia (kedinginan).
Makrolida
 Golongan Makrolida menghambat sintesis
protein kuman dengan jalan berikatan secara
reversibel dengan Ribosom subunit 50S, dan
bersifat bakteriostatik atau bakterisid
tergantung dari jenis kuman dan kadar obat
Makrolida.
 Sekarang ini antibiotika Makrolida yang
beredar di pasaran obat Indonesia adalah
Eritomisin, Spiramisin, Roksitromisin,
Klaritromisin dan Azithromisin.
 Eritromisin
• Eritromisin dighasilkan oleh suatu strain
Streptomyces erythreus. Aktif terhadap
kuman gram positif seperti Str. Pyogenes dan
Str. Pneumoniae. Yang biasa digunakan
untuk infeksi Mycloplasma pneumoniae,
penyakit Legionnaire, infeksi Klamidia, Difter,
Pertusis, iInfeksi Streptokokus, Stafilokokus,
infeksi Camylobacter, Tetanus, Sifilis,
Gonore.
 Klaritromisin
• Klaritromisin juga digunakan untuk indikasi
yang sama denga Eritromisin. Secara in vitro
(di laboratorium), obat ini adalah Makrolida
yang paling aktif terhadap Chlamydia
trachomatis.
• Absorpsinya tidak banyak dipengaruhi oleh
adanya makanan dalam lambung.
• Efek sampingnya adalah iritasi saluran cerna
(lebih jarang dibandingkan dengan iritasi
saluran cerna dan peningkatan enzim
 Azitromisin
• Azitromisin digunakan untuk mengobati infekti
tertentu yang disebabkan oleh bakteri seperti
bronkitis, pneumonia, penyakit akibat
hubungan seksual dan infeksi dari telinga,
paru-paru, kulit dan tenggorokan.
Penisilin
 Penisilin merupakan kelompok antibiotika
Beta Laktam yang telah lama dikenal.
 Pada tahun 1928 di London, Alexander
Fleming menemukan antibiotika pertama
yaitu Penisilin yang satu dekade kemudian
dikembangkan oleh Florey dari biakan
Penicillium notatum untuk penggunaan
sistemik. Kemudian digunakan P.
chrysogenum yang menghasilkan Penisilin
lebih banyak.
 Penisilin yang digunakan dalam pengobatan
 Termasuk kelompok penislin
• Amooksilin (dan campurannya asam
calvulanat)
• Ampicilin
• Cloxacilin
• Flucloxacilin
• Piperacilin
Kuinolon
 Asam Nalidiksat adalah prototip antibiotika
golongan Kuinolon lama yang dipasarkan
sekitar tahun 1960. Walaupun obat ini
mempunyai daya antibakteri yang baik
terhadap kuman gram negatif, tetapi
eliminasinya melalui urin berlangsung terlalu
cepat sehingga sulit dicapai kadar
pengobatan dalam darah.
 Karena itu penggunaan obat Kuinolon lama
ini terbatas sebagai antiseptik saluran kemih
saja.
 Pada awal tahun 1980, diperkenalkan
golongan Kuinolon baru dengan atom Fluor
pada cincin Kuinolon ( karena itu dinamakan
juga Fluorokuinolon). Perubahan struktur ini
secara dramatis meningkatkan daya
bakterinya, memperlebar spektrum
antibakteri, memperbaiki penyerapannya di
saluran cerna, serta memperpanjang masa
kerja obat.
 Golongan Kuinolon ini digunakan untuk
infeksi sistemik. Yang termasuk
golongan ini antara lain adalah
Spirofloksasin, Ofloksasin,
Moksifloksasin, Levofloksasin,
Pefloksasin, Norfloksasin,
Sparfloksasin, Lornefloksasin,
Flerofloksasin dan Gatifloksasin.
 Efek samping
• Golongan antibiotika Kuinolon umumnya dapat
ditoleransi dengan baik. Efek sampingnya yang
terpenting ialah pada saluran cerna dan susunan
saraf pusat.
• Manifestasi pada saluran cerna,terutama berupa
mual dan hilang nafsu makan, merupakan efek
samping yang paling sering dijumpai.
• Efek samping pada susunan syaraf pusat
umumnya bersifat ringan berupa sakit kepala,
vertigo, dan insomnia.
 Kontrindikasi quinolon
• Alergi
• anak
Tetrasiklin
 Tetrasiklin pertama kali ditemukan oleh
Lloyd Conover. Berita tentang Tetrasiklin
yang dipatenkan pertama kali tahun
1955. Tetrasiklin merupakan antibiotika
yang memberi harapan dan sudah
terbukti menjadi salah satu penemuan
antibiotika penting.
 Antibiotika golongan tetrasiklin yang
pertama ditemukan adalah Klortetrasiklin
yang dihasilkan oleh Streptomyces
aureofaciens.
 Kemudian ditemukan Oksitetrasiklin dari
Streptomyces rimosus. Tetrasiklin
sendiri dibuat secara semisintetik dari
Klortetrasiklin, tetapi juga dapat
diperoleh dari spesies Streptomyces
lain.
 Mekanisme kerja
 Golongan Tetrasiklin menghambat sintesis protein
bakteri pada ribosomnya. Paling sedikit terjadi 2
proses dalam masuknya antibiotika Tetrasiklin ke
dalam ribosom bakteri gram negatif; pertama yang
disebut difusi pasif melalui kanal hidrofilik, kedua
ialah sistem transportasi aktif.
 Setelah antibiotika Tetrasiklin masuk ke dalam
ribosom bakteri, maka antibiotika Tetrasiklin
berikatan dengan ribosom 30s dan menghalangi
masuknya komplek tRNA-asam amino pada lokasi
asam amino, sehingga bakteri tidak dapat
 Iritasi lambung pada pemberian oral.
Tromboflebitis pada pemberian injeksi (IV).
 Tetrasiklin terikat pada jaringan tulang yang
sedanag tumbuh dan membentuk kompleks.
Pertumbuhan tulang akan terhambat
sementara pada janin sampai anak tiga
tahun.
 Pada gigi susu atau gigi tetap, Tetrasiklin
dapat merubah warna secara permanen dan
cenderung mengalami karies.
 Absorbsi Tetrasiklin dihambat oleh
antasida, susu, Koloidal bismuth,
Fenobarbital, Fenitoin dan
Karbamazepin sehingga mengurangi
kadar dalam darah karena
metabolismenya dipercepat.
 Termasuk kelompok tetrasiklin
• Tetrasiklin
• Doksisiklin
• Minosiklin
• oksitetrasiklin
Kombinasi antibiotika
(Trimetoprim-sulfametoksazol)
 Mekanisme kerja antimikroba kombinasi
• Aktivitas kombinasi antimikroba Kotrimoksazol
berdasarkan atas kerjanya pada dua tahap yang
berurutan dalam reaksi enzimatik untuk membentuk
Asam tetrahidrofolat. Sulfometoksazol menghambat
masuknya molekul PABA ke dalam molekul Asam
folat dan Trimetropim menghambat terjadinya reaksi
reduksi dari Asam dihidrofolat menjadi
Tetrahidrofolat.Trimetropim menghambat enzim
Dihidrofolat reduktase mikroba secara sangat
selektif. Hal ini penting, karena enzim tersebut juga
terdapat pada sel manusia.
Antibiotika golongan lain
 Klindamisin
 Metronidazol
 vancomisin
 Klindamisin
• Klindamisin digunakan untuk infeksi bakteri
anaerob. Seperti infeksi pada saluran nafas,
septikemia, dan peritonitis. Untuk pasien yang
sensitif terhadap penisilin Klindamisin juga
dapat digunkan untuk infeksi bakteri aerobik.
Klindamisin juga dapat digunakan untuk
infeks pada tulang yang disebabkan
staphylococcus aureus.
 Metronidazol
• Metronidazol efektif untuk bakteri anaerob
dan protozoa yang sensitif karena beberapa
organisme memiliki kemampuan untuk
mengurangi bentuk aktif metronidazol di
dalam selnya. Secara sistemik metronidazol
digunakan untuk infeksi anaerobik,
trikomonasis, amubiasis, lambiasis dan
amubiasis hati.
 Vancomycin
• Vancomycin bekerja dengan membunuh atau menghentikan
perkembangan bakteri.
• Vancomycin digunakan untuk mengobati infeksi pada
beberapa bagian tubuh. Kadangkala digabung dengan
antibiotika lain.Vancomycin juga digunakan untuk penderita
dengan gangguan hati (mis demam rematik) atau prosthetic
(artificial) hati yang alergi dengan penisilin.Dengan kondisi
khusus, antibiotika ini juga dapat digunakan untuk mencegah
endocarditis pada pasien yang telah melakukan operasi gigi
atau operasi saluran nafas atas (hidung atau tenggorokan).
Resistensi &sensitivitas
 Resistensi: Mikroba kebal terhadap bakteri
 Sensitivitas: mikroba peka thd AB
 3 pola reisistensi/sensitivitas:
• Pola I: belum pernah terjadi resistensi bermakna yg
menimbulkan kesulitan di klinik
• Pola II: pergeseran dari sifat peka menjadi kurang
peka tetapi tidak sampai terjadi resistensi sepenuhnya
• Pola III: resisten sangat tinggi
Lanj.
 Resistensi dibagi:
• Resistensi genetik
• Mutasi spontan
• Resistensi dipindahkan
• Resistensi non genetik: bakteri dalam
keadaan istirahat tidak dipengaruhi AB
• Resistensi silang/transfer genetik
Kegagalan terapi AB
 Dosis kurang
 Lama terapi kurang
 Adanya faktor mekanik(nanah, abses dll)
 Kesalahan dalam menetapkan etiologi
 Faktor farmakokinetik
 Pilihan AB yg kurang tepat
 Faktor pasien( keadaan umum pasien
buruk/kurang gizi dll)
 17. Al Israa'
(49) Dan mereka berkata: "Apakah bila
kami telah menjadi tulang belulang dan
benda-benda yang hancur, apa benar-
benarkah kami akan dibangkitkan
kembali sebagai makhluk yang baru?"
PRINSIP UMUM PENGGUNAAN AB

DIDASARKAN RASIO MANFAAT


RISIKO
 TEMPAT INFEKSI
 SPEKTRUM AB ( INDIKASI)
 SIFAT FARMAKOKINETIK AB, dll
 EFEKTIVITAS KLINIS/ HASIL UJI KLINIS
 PENGALAMAN KLINIS
 KEAMANAN AB and “MASKING EFFECT”
 POTENSI TIMBULNYA RESISTENSI
 BIAYA OBAT
STRATEGI PEMILIHAN AB

 AB dgn SPEKTRUM SESEMPIT MUNGKIN BILA


KUMAN PENYEBAB PEKA,
KECUALI BILA KUMAN PENYEBAB ??
 PENISILIN G SEBAIKNYA TIDAK DIGANTI dgn
AMPISILIN.
 SEBAIKNYA: AB TUNGGAL dgn DOSIS CUKUP.
 PILIHLAH AB yg DIANJURKAN.
 PRINSIP “HEMAT”.
 AB yg BAIK UNTUK INFEKSI BERAT TDK SELALU
BAIK UNTUK yg RINGAN.
Mis. : FLUOROQUINOLONE
AMINOGLIKOSIDA
SEFALOSPORIN G 3
LINKOMISIN
KAPAN MENGGUNAKAN AB PADA KEADAAN DEMAM ?

INDIKASI PASTI INDIKASI SAMAR TDK ADA INDIKASI

INFILTRAT INFLUENZA MALARIA


ABSES CAMPAK HEPATITIS VIRUS
ERISIPELAS
TONSILITIS AKUT LAK. VARISELA MONONUKLEOSIS
PNEUMONIA PENY. VIRUS LAIN PAROTITIS EPIDEMIKA
OTITIS MEDIA AKUTA (KOMPLIKASI?) HERPES ZOSTER
U T I AKUT
LIMFADENITIS BAKT. BRONCHITIS HODGKIN
MENINGITIS KOLESISTITIS SLE
TBC AKTIF APENDISITIS DEMAM OBAT
LEPTOSPIROSIS
TIFOID PROFILAKSIS
SEPSIS, etc. FUO
What is FUO (fever unknown
origin)?
 Illness > 3 weeks

 Documented fever > 38.30 C

 Negative diagnostic evaluation during


1 week in hospital.
“ There is no such UNIVERSAL
antibiotic good for all infections

“The newest antibiotic is not


necessarily the better antibiotic

Narrow Spectrum Abs should be chosen
when indicated by MO involved:

 PENICILIN G
 PENICILIN V
 ERYTHROMYCIN
 SPIRAMYCIN
 LINCOMYCIN/ CLINDAMYCIN
 ROXITHROMYCIN
 CLARITHROMYCIN +
 AZITHROMYCIN +
KAPAN DIPERLUKAN KULTUR ?

• INFEKSI SALURAN KEMIH KRONIS


• DUGAAN DEMAM TIFOID.
• “FEVER OF UNKNOWN ORIGIN “.
• SEPSIS.
• PENYAKIT INFEKSI YG KRONIS
DAN BERAT.

KULTUR PERLU DILAKUKAN


SEBELUM DIBERI AB
KEGAGALAN PENGOBATAN
• Demam bukan karena infeksi kuman
(Virus atau sebab lain)
• Kuman membentuk PENISILINASE
(PENISILIN G KLOKSASILIN
AMOKSISILIN + KLAVULANAT)
• Salah tafsir kuman penyebab
• Terdapat nanah (perlu disalir)
• Superinfeksi
• Timbul Drug Fever:
- Sulfa / Kotrimoksazol
- Penisilin/ Ampisilin
- Sefalosporin
AB Cyt. P-450 Related Interactions
(clinically significant)

Inhibits Cyt.P-450: Anticoagulants oral -- hypoprothromb.>


Carbamazepine toxicity -- >
 Erythromycins
Cisapride --Ventric. Arrhytmia
 Fluconazole Digoxin bl.levels -- >>
Dilantin bl.levels -- <
 Itraconazole Terfenadine -- Ventric. Arrhytmia
Theophylline bl.levels -- >
 Ketoconazole Valproate bl.levels -- >

Induces Cyt. P-450: Anticoagulants -- hypothrombinaeia <


Chloramphenicol levels -- <
 Rifampicin Contraceptives levels -- <
Corticoster. levels -- <
Cyclosporine levels -- <
Typhoid Management
 Chloramphenicol 10 days (oral gives
higher blood levels than IV !!).
 Cipro or Oflox for 8-10 days.
 Amp and cotrimox are less effective.
 Ceftriaxone or cefotaxime when IV is
needed.
 Gentamicin is contraindicated.
 Bed-care is more important than diet.
S. typhi antibiogram (Case:4yrs)
(µg/mL)

Cfz <2 Amp <2 Sx > 256 Chl <8


R
Cfx <2 Pip <8 Cf <8 Cfm <8

Crm 4 Tic <8 Fd < 32 Amo/Cl < 8/4

Caz <2 Gm <1 Tob <4 Nxn <4

Cax <4 Ak <2 Ti/Cla < 16 Imp <4

Tr/Sx < 2/38 Cip <1


Organ Specific Infections
according to evidence: (Bartlett: 2000)

 Acute otitis media: Amox; Alt: Cotrim, amox-clav, ery+SMA, cefurox,


cefacl, tetra, ceftriax (Parent.)
 Chronic OM: Otic drops (Neo-Polymyx-hydrocort); Chloram.
 Malignant OE: Cipro; Alt: Tobra-ticar, piperacil, mezlocil,
cefoper,ceftazid, aztreon, cefepime, imipenem, cipro.
 Ac.diffuse OE: Neo-Polymix drops; Chloram or boric / acetic acid
drops.
 Otomycosis: Boric or acetic acid drops, cresylate actic acid drops.
 Acute mastoiditis: Amox; Cefotaxime or ceftriaxone.
 Chronic mastoiditis: None; surgery

 Sinusitis acute: Amox; cefurox, amoxi-clav, levo,moxi,gati, clari,


azithro, cefpodox, cefpro, cefdinir, loracarbef, doxyc.
 Sinusitis chronic: Penic, amox; amox-vlav, clinda.
Skin and Soft Tissue -
AB Selection

MO: Strep. pyogenes, S.aureus. (mostly streptococcal)


Impetigo, erysipelas, cellulitis:
- Penicillins, erythromycins.
Severe form: necrotizing fasciitis or myositis,
empyema (prompt surgery!).
- Dicloxacillin (flucloxacillin), clindamycin  penicillin

.
Urinary Tract Infections

Symptomatic UTI may be seen as:


A. Cystitis / pyelonephritis:
with fever + leucocytosis + neutrophils shift to the left.

B. Irritative symptoms only:


Urinalysis: WBC < 10 / field.
No culture needed.
Water treatment, but No AB treatment is needed.
UTI Antibiotic Therapy
(IDSA recommendations)

Uncomplicated bacterial cystitis (3 days):


- Cotrimoxazole or TMP
- Oflox, Cipro, other quinolone
- Beta-lactams inferior
- Nitrofurantoin (7 days)

Pyelonephritis:
Oral: - Fluoroquinolone
- Cotrimoxazole if sensitive.
Parenteral (hospitalized): - Fluoroquinolone, Amik + ampi,
-Ceftriaxone/cefotaxime + Amik, Ampi-sulbactam + Amik.
Anaerobic Infections
 Metronidazole (best)
 Chloramphenicol
 Imipenem / meropenem
 Betalactam/betalactam-inhibitor combin.
 Clindamycin
 Antistaph. penicillins
 Cefoxitin
Diarrhea
 Common diarrhea needs no AB.
 Oralit is best when diarrhea is profuse;
should take by small sips.
 Food: no chilli, hot sauce, milk, fatty food
 AB may be needed when assoc. with
cramps, fever, and foul stools:
Cipro or oflox (1-3 days), cotrimoxazole.
Tinea Corporis
Diagnosis is often missed.

 Griseofulvin 500 mg/day for 3 weeks;


boil underwear for one hour on day 10-11.

 Topical agents disappointing.


Antibiotics, a unique
drug group
 Widely used through misuse.
 Life-saving when appropriately used.
 Kill when wrongly applied.
 Destructive when overused.
 Personal and wide social impact.
 And yet … the least recognized!

Anda mungkin juga menyukai