PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia tengah mengalami pergeseran pola penyakit, yaitu
2015).
terjadi di negara-negara Asia yaitu 60% kasus dari seluruh dunia (Hu,
kenaikan dari 9,1 juta pada tahun 2014 menjadi 21,1 juta pada tahun
infeksi saluran pernapasan bawah dan infeksi di tempat lain. Data WHO
dengan diabetes juga lebih sering gagal dalam pengobatan dan lebih
dengan 1 kasus per 1 juta penduduk pada tahun 2050 yang sejalan
A. IDENTITAS
Nama : Tn. M
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 65 tahun
Tanggal Lahir : 1 Januari 1954
No. RM : 02099887
Alamat : Bogowonto no 209 RT 002/RW 008 Donan,-
Cilacap, Kabupaten Cilacap Jawa Tengah
Pekerjaan : Nelayan
Tgl Masuk : 27 Mei 2019
Tgl Anamnesa : 4 Juni 2019
Bangsal : Asoka
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Kaki kiri kebas
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien baru dari poli Endokrin Metabolik dan Diabetes Melitus
RSMS dengan keluhan kaki kiri kebas. Kaki kiri kebas sudah dirasakan
sejak 1 minggu SMRS. Pasien mengaku awalnya kaki kiri terasa panas
dan kemudian timbul warna kehitaman pada kulit di ujung jari-jari kaki
kiri dan telapak kaki kiri. Semakin hari pasien mulai mengeluhkan timbul
rasa kebas dan warna kulit yang kehitaman pada ujung jari kaki yang
menjalar sampai ke betis, dan pada akhirnya kaki kiri pasien dirasa
dingin dan juga kebas. Keluhan dirasakan terus-terusan dan semakin
memberat. Pasien merasa keluhan ini mengganggu aktivitas. Akibatnya,
pasien selama seminggu SMRS tidak bisa berjalan normal dan harus
dibantu untuk berjalan. Pasien mengaku tidak ada faktor yang
memperberat dan memperingan. Pasien hanya mengoleskan minyak kayu
putih saat kaki kiri mulai terasa dingin dan kebas.
Pasien juga mengeluhkan batuk dengan dahak berwarna putih
sejak 5 bulan yang lalu dan pasien merasa terkadang muncul sesak nafas
setelah batuk-batuk. Pasien mengaku setiap keluhan batuk muncul,
pasien hanya membeli obat batuk di warung tetapi keluhan tidak
membaik. Selain itu, pasien mengeluh demam, kembung, mual dan
tenggorokan sakit sejak 1 minggu SMRS. Keluhan lain yang dirasakan
oleh pasien adalah nyeri punggung bawah yang sudah dirasakan sejak 1
tahun terakhir ini. Pasien mengaku jika nyeri punggungnya akibat
kebiasaan pasien duduk terlalu lama saat bekerja sebagai nelayan.
Pasien mengaku sering kencing terutama di malam hari, sering
merasa lapar, haus dan juga terjadi penurunan berat badan sejak 1 bulan
yang lalu. Pasien mengakui tidak pernah memeriksakan kadar gula
darahnya dan tidak pernah meminum obat diabetes. Pasien saat ini
sedang menjalani pengobatan TB minggu ke 2 dari RSUD Cilacap.
Sebelumnya pasien dirawat di RSUD Cilacap selama 4 hari dengan
spondilitis TB dan diabetes melitus. Pasien mengatakan jika baru
pertama kali ini dirawat di rumah sakit dan baru mengetahui jika
memiliki penyakit diabetes melitus dan juga tuberkulosis.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan yang sama : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat DM : diakui
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat penyakit TB : diakui
Riwayat konsumsi OAT : diakui
Riwayat penyakit ginjal : disangkal
Riwayat penyakit lambung : disangkal
Riwayat hepatitis : disangkal
Riwayat penyakit empedu : diakui
Riwayat alergi ` : disangakal
Riwayat operasi : disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan yang sama : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat penyakit TB : disangkal
Riwayat penyakit ginjal : disangkal
Riwayat penyakit lambung : disangkal
Riwayat hepatitis : disangkal
Riwayat penyakit empedu : disangkal
Riwayat alergi ` : disangkal
Riwayat operasi : disangkal
5. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tinggal di lingkungan pedesaan. Hubungan antara pasien
dengan tetangga dan keluarga baik. Anggota kelurga yang tinggal dengan
pasien tidak memiliki keluhan serupa dengan pasien. Dalam satu rumah
terdiri dari 3 orang. Pasien tinggal dirumah bersama istri dan anak.
Rumah berdinding tembok, berlantai keramik, pencahayaan dan ventilasi
cukup baik. Pasien menuturkan tetangga pasien memelihara unggas.
Pasien adalah seorang nelayan. Pasien mengaku sering duduk lama
untuk membuat jaring ikan. Teman-teman kerja dan tetangga pasien tidak
ada yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien. Pasien mengaku
jika dirinya tidak pernah kontrol rutin untuk mengecek kesehatannya.
Pasien memiliki kebiasaan suka makan-makanan manis dan juga goreng-
gorengan. Psien mengakui jarang berolahraga.
Pasien merupakan perokok berat, pasien mengaku mulai merokok
sejak remaja dan baru berhenti 1 minggu ini setelah kakinya terasa sakit.
Pasien mengatakan orang sekitar rumah sehat tidak ada yang batuk-
batuk. Pasien dirawat di RSUD Margono Soekarjo dengan menggunakan
BPJS Non PBI.
C. OBJEKTIF
1. Keadaan umum : Sakit Sedang
2. Kesadaran : Compos mentis E4M6V5
3. Vital sign :
TD : 110/70 mmHg
N : 75 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36,5 °C
Status Generalis
1. Pemeriksaan Kepala dan Leher
a. Bentuk kepala : Mesochepal
b. Rambut : Warna hitam dan terdistribusi merata
c. Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-),
reflex pupil (+/+) normal isokor (3 mm/3 mm)
d. Telinga : Discharge (-/-), deformitas (-/-)
e. Hidung : Discharge (-/-), deformitas (-), nafas cuping
hidung (-)
f. Mulut : Bibir pucat (+), sianosis (-), atrofi papil lidah
g. Leher : Simetris, deviasi trakhea (-), pembesaran KGB (-)
2. Pemeriksaan Thoraks
a. Pulmo
Anterior
Inspeksi : Dinding dada simetris, retraksi interkostal (-), ketinggalan
gerak (-), jejas (-), barrelchest (-)
Palpasi :Vokal fremitus hemitoraks kanan sama dengan hemitoraks
kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), RBH (-/-), RBK (-/-),
wheezing (-/-)
Posterior
Inspeksi : Dinding punggung simetris, retraksi interkostal (-),
ketinggalan gerak (-), jejas (-), barrel chest (-), kelainan
vertebre (-)
Palpasi :Vokal fremitus hemitoraks kanan sama dengan hemitoraks
kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), RBH (-/-), RBK (-/-),
wheezing (-/-)
b. Cor
Inspeksi : Tidak tampak denyutan Ictus cordis
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V línea mid clavícula sinistra
dan kuat angkat (-)
Perkusi : Batas atas kanan : SIC II LPSD
Batas atas kiri : SIC II LPSS
Batas bawah kanan : SIC IV LPSD
Batas bawah kiri : SIC V LMCS
Auskultasi : S1>S2 reguler, Gallop (-), Murmur (-)
3. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi :Cembung, jaringan parut (-), distensi (-), venectasi (-),
caput medusa (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani, tes pekak alih (-), pekak sisi (-)
Palpasi : Supel, undulasi (-), nyeri tekan (-)
Hepar : Tidak teraba besar
Lien : Tidak teraba besar
4. Pemeriksaan Ekstremitas
Superior : Edema (-/+), akral hangat (+/+), sianosis (-/-), ikterik (-/-
),CRT <2 detik
Inferior : Edema (-/-), akral hangat (+/-), sianosis (-/-), ikterik (-/-
),CRT >2 deti, gangrene regio plantar pedis meluas ke dorsalis pedis dan
cruris sinistra, sensorik function sinistra abnormal dari lutut ke bawah,
pulsasi a.dorsalis pedis (-).
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan laboratorium RSMS 27 Mei 2019
Fisis
Warna : kuning kemerahan
kekeruhan : agak keruh
bau : khas
kimia
urobilinogen : 0.1 mg/dl
keton : negative
berat jenis : 1.010
eritrosit : negative
PH : 6.0
Protein : negative
Nitrit : negative
Leukosit : negative
Sedimen
Eritrosit : 5-7
Leukosit : 2-3
Epitel : 5-7
Silinder hialin : negative
Silinder lilin : negative
Silinder eritrosit : negative
Silinder leukosit : negative
Granuler halus : negative
Granuler kasar : negative
Kristal : negative
Bakteri : 11-20
Trikomonas : negative
Jamur : negative
c. Pemeriksaan angiografi RSMS 31 Mei 2019
Kesan : Kontras tak mengisi muali dari a.iliaca kiri, letak obstruksi sulit
ditentukan
b. Pemeriksaan Rontgen Thorax 18 Mei 2019 di RSUD Cilacap:
Kesan :
Cor : Besar dan bentuk normal
Paru : Tampak fibro infiltrat di kedua lapang paru, Sinus phrenicocostalis
kanan kiri tajam
Kesimpulan : TB paru
c. Pemeriksaan Foto Thoracolumbosacral AP/Lateral 21 Mei 2019 RSUD
Cilacap
Kesimpulan :
Pyogenic spondylitis dengan Spondylosis VL 4 ke anterior terhadap VL 5 grade 1
E. DIAGNOSIS
DM tipe 2 dengan gangrene inferior sinistra, TB paru dalam
pengobatan minggu ke 3
F. PLANNING
1. Medikamentosa
a. IVFD Nacl 0,9 % 20 Tpm
b. Inj. Ceftriaxone 2x1 Gr
c. Inj. Ranitidin 2x50 Mg
d. Inj. Mecobalamin 2x1000 Mcg
e. Pletaal 1x100 Mg
f. Albumin 20% 100 Cc + Drip Kcl Extra 2 Fls
g. Salep Kalmicetine 2%
2. Non Medikamentosa
a. Diet rendah natrium
b. Pro Amputasi + Embolektomi Elektif Jika Ku Baik
c. Mengurangi asupan cairan
d. Diet rendah glukosa
e. Diet kaya serat
G. EDUKASI
1. Edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai kondisi pasien.
2. Edukasi mengenai penyakit dan pengobatannya.
3. Hindari makanan asin, berlemak, kopi, dan minuman bersoda.
4. Edukasi kepada pasien untuk meningkatkan aktivitas seperti
berolahraga ringan.
H. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad malam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1. DM
A. Definisi DM
pankreas tidak dapat memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak dapat
menyerang semua umur dengan gejala klinis yang khas yaitu “Triaspoli”
1) DM tipe 1
2) DM tipe 2
resistensi insulin dan tingkat aktifitas fisik yang rendah serta diet yang
tinggi menjadi faktor risiko utama (ADA, 2018; Zhang et al., 2013).
C. Klasifikasi DM
5) DM Tipe Lain
4) Endokrinopati
6) Infeksi
7) Imunologi
6) Diabetes Kehamilan
D. Penegakan Diagnosis DM
7) Kadar glukosa darah puasa (GDP) ≥126 mg/dL dengan syarat puasa
9) Kadar glukosa plasma pada tes toleransi glukosa oral (TTGO) ≥200
E. Patomekanisme DM
insulin terhadap jaringan target yaitu otot skeletal, jaringan adiposa dan
yang luas pada tubuh. Hiperglikemia adalah kondisi kadar glukosa darah
F. Hubungan DM dengan TB
didapatkan 50% nya juga menderita TB. Pada awal abad 20 ketoasidosis
TB paru aktif akan lebih sering muncul pada pasien DM yang tergantung
bahwa pasien dengan nilai HbA1c >7 memiliki resiko 7 kali untuk
yang artinya kontrol gula darah yang buruk menjadi faktor risiko
Kalra, 2012).
bentuk klinis yang lebih berat. Respons imun seluler menjadi tergagnggu
pada pasien DM padahal respon imun ini merupakan respon imun yang
kadar TNF-α dan IFN-γ pada pasien TB dan DM. Hal ini menunjukkan
yang lebih tinggi untuk optimalisasi respons imun (Baghaei et al, 2013).
2. TUBERKULOSIS
A. Definisi
Tuberkulosis paru (TB) adalah suatu penyakit yang menyerang
B. Epidemiologi
hampir 1.400.000 orang di seluruh dunia. Di wilayah Asia Timur dan juga
kasus setiap tahunnya, dengan angka kematian yang cukup tinggi yaitu 26
C. Etiologi
1-4 mikron dan tebal 0,3-0,6 mikron, mempunyai sifat khusus yaitu tahan
terhadap asam pada pewarnaan, oleh karena itu disebut sebagai Basil
D. Cara Penularan
namun bukan berarti bahwa pasien TB dengan hasil BTA (-) tidak
BTA (+) mencapai 65%, pasien BTA (-) dengan kultur dahak (+) adalah
26% dan pasien BTA (-) dengan kultur (-) dan foto toraks positif adalah
17%.
udara pada suhu kamar selama beberapa jam, sekali batuk dapat
dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah
percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap
dan lembab. Orang lain dapat terinfeksi kala droplet tersebut terhirup ke
a. Tuberkulosis Primer
Partikel infeksi dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam,
infeksi ini terhisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran
afek primer atau sarang (fokus) Ghon. Sarang primer ini dapat terjadi
menjalar ke seluruh organ seperti paru, otak, ginjal dan tulang. Bila
banyak terjadi.
dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru (bagian apikal
dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda menjadi usia tua
dan imunitas pasien, sarang dini ini dapat menjadi (WHO, 2014):
F. Klasifikasi Tuberkulosis
paru.
bakteriologis.
pengobatan terakhir.
/default).
secara bersamaan.
ART, atau
1. Gejala Respiratorik
a. Batuk
2011).
b. Dahak
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi
e. Sesak napas
2. Gejala Sistemik
a. Demam
Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan
H. Diagnosis TB
2014):
1) Berdasarkan hasil konfirmasi pemeriksaan bakteriologis
dengan BTA, biakan maupun tes cepat dari contoh uji jaringan
yang terkena.
belum.
mendukung TB.
b. Pasien TB ekstraparu yang terdiagnosis secara klinis maupun
terkonfirmasi bakteriologis.
Anamnesis
minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan lain
berupa dahak berca,put darah, batuk darah, sesak napas, badan lemas,
malam hari tanpa kegiatan fisis, demam meriang lebih dari satu
Pemeriksaan Fisik
demam, badan kurus dan berat badan turun. Tempat kelainan lesi TB
paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks (puncak) paru.
didapatkan juga suara napas tambahan seperti ronkhi basah, kasar dan
nyaring. Tetapi bila infiltrat ini diliputi oleh penebalan pleura, suara
atau pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak
Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah
c. Dahak / Sputum
satu pilihan utama, dengan beberapa alasan antara lain murah, objektif
2) Pemeriksaan biakan
• Pasien TB anak.
tersebut.
BTA positif.
d.Tes Tuberkulin
terutama pada anak anak (balita). Biasanya dipakai tes Mantoux yakni
lainnya. Dasar tes tuberkulin adalah reaksi alergi tipe lambat. Setelah
(WHO, 2014).
e. Pemeriksaan Radiologis
atau nodular.
sebagai berikut:
1. Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas
2. Kalsifikasi
3. Komplek ranke
hal-hal apa (what) yang seharusnya dilakukan dokter dalam mengelola pasien TB,
sedangkan pedoman organisasi profesi berisi panduan bagaimana mengelola pasien TB.
dapat dijelaskan dan berlangsung selama dua minggu atau lebih atau
memiliki HIV atau mereka yang sakit berat harus diperiksakan Xpert
mendiagnosis TB aktif.
mikroskopik dan Xpert MTB/RIF negatif dan klinis sesuai TB, OAT
J. Penatalaksanaan
b. Tahap lanjutan
Merupakan tahap yang penting untuk membunuh sisa bekteri yang ada
c. Panduan OAT
1) Kategori 1 :
a. 2HRZE/4H3R(3)
b.2HRZE/4HR
c. 2HRZE/6HE
2) Kategori 2 :
a. 2HRZES/HRZE/5H3R3E(3)
b.2HRZES/HRZE/5HRE
3) Kategori 3 :
a. 2HRZ/4H3R3
b.2HRZ/4HR
c. 2HRZ/6HE
Penanggulangan TB di Indonesia:
dewasa
1) Kategori 1 :
2(HRZE)/4(HR)3
atau 2(HRZE)/4(HR).
diberikan untuk
pasien baru:
(2(HRZE)/4(HR))
Tabel 2. Dosis Paduan OAT KDT
Kategori 1 (2(HRZE)/4(HR)3)
2) Kategori 2:
2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3 atau
2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)E.
a. Pasien kambuh.
to follow-up).
Tabel 3. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 2
{2(HRZE)S/(HRZE)/5(HRE)}
Tabel 4. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 2
{2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3)
1. Evaluasi klinik
b. Respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada tidaknya
komplikasi penyakit
2. Evaluasi bakteriologik
setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif) dan pada akhir pengobatan.
3. Evaluasi radiologik
a. Sebelum pengobatan
1. Semua penderita yang telah mendapat OAT adekuat tetapi dahak tetap positif
2. Penderita batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif
3. Penderita dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi
secara konservatif.
50
lndikasi relatif adalah sebagai berikut :
I. PROGNOSIS
status imun, dan komorbiditas. Baik bila pasien patuh menelan obat, dalam waktu 6
bulan.
51
BAB IV
KESIMPULAN
Pasien datang ke RSMS dengan keluhan lemas seluruh bagian tubuh. Keluhan
lemas dirasakan sejak tiga hari yang lalu SMRS. Keluhan dirasakan terus-menerus
beraktivitas dan membaik saat pasien beristirahat. Keluhan lemas dirasakan antara
skala 1-10 ada di skala 8. Selain keluhan lemas, pasien mengeluhkan pusing dan
sesak nafas. BAK pasien dalam batas normal, warna kuning, lancar. BAB pasien
dalam batas nomal, tidak berwarna hitam atau berdarah. Pasien mengeluh nafsu
Pada tanggal 14 Mei 2019 pasien sudah program untuk hemodialisa. Setelah
adalah 6,7 mg/dl sehingga program hemodialisa pada pasien ditunda terlebih dahulu
untuk memperbaiki kondisi umum pasien. Pasien dirawat terlebih dahulu di bangsal
RSR atas untuk memperbaiki keadaan umum lalu direncanakan hemodialisa apabila
kondisi pasien sudah membaik dengan kadar hemoglobin yang mencukupi. Pasien
didiagnosis CKD, Anemia, Hipertensi dan Diabetes Melitus. Pasien diberi terapi
INF Kidmin 200 cc/24 jam, Inj Furosemid 1 Amp/8 jam, Kandesartan 1x8 mg,
Klonidin 2x1, Amlodipin 1x10 mg, Akarbose 1x100 mg, Ferous Sulfat 1x1,
Vipalbumin 1x1 , Asam Folat 3x1, Calos 3x1, Transfusi PRC 2 Kolf Premed lasik 1
Amp, Hemodialisa PRC 2 Kolf durante HD 4 Jam dialisa bicnat, Heparin standard
52
DAFTAR PUSTAKA
Alfarisi, S., Basuki W., Susantiningsih T. 2013. Perbedaan kadar kreatinin serum pasien
diabetes melitus tipe-2 yang terkontrol dengan yang tidak terkontrol di RSUD dr. H.
Abdul Moeloek bandar lampung tahun 2012. Majority. Vol. 2: 5, Hlm. 36-129.
Alfonso, A. A., Mongan, M. F., Memah. 2016. Gambaran kadar kreatinin serum pada pasien
penyakit ginjal kronik stadium 5 non dialysis. e-Biomedik. 4(1): 178-183.
Ariputri, F.A. 2015. Efek Protektif Ekstrak Meniran terhadap Gambaran Mikroskopis Ginjal
Mencit atau Tikus yang Diinduksi Bermacam-Macam Radikal Bebas. Karya Tulis
Ilmiah. Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro.
Arora, R., Vig AP, Arora S. 2013. Lipid Peroxidation: A Possible Marker for Diabetes.
Journal of Diabetes and Metabolism. 11(1):1-6.
Cintari, L. 2008. Pengaruh Pemberian Ekstrak Air Daun Ceplikan (Ruellia tuberosa L)
terhadap Kadar Kreatinin dan Kreatinin dalam Serum serta Gambaran Histologis
Ginjal Tikus Putih (Rattus novergicus) Diabetes Melitus.Tesis. Program Studi Ilmu
dan Kesehatan Masyarakat.UGM, Yogyakarta.
Clevo M., R., Margareth T.H. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Badah Penyakit
Dalam.Yogyakarta: Nuha Medika.
Cryer, PE. 2011. Harrison’s Principles of Internal Medicine Edisi 18. New York: Mc Graw
Hill: 1325 – 1329.
53
Desminarti, S., Rimbawan, Faisal, A., Adi, W. 2012. Efek Bubuk Tempe Instan Terhadap
Kadar Malonaldehid (Mda) Serum Tikus Hiperglikemik. Jurnal Kedokteran Hewan.
6(2): 72-74.
Gustiawan, A. 2016. Hubungan Indeks Masa Tubuh dengan Hasil Test TGT (Test glukosa
Tolerans) sebagai Screening Diabetes Melitus di Wilayah Puskesmas Kembaran I.
Skripsi. Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
Hammami, S., Mehri S., Hajem S., Koubaa N., Souid H., Hammami M. 2012. Prevalence of
diabetes mellitus among non institutionalized elderly in Monastir City. BMC
Endocrine Disorders.12 (15).
Handani, A.R., M. Nur S., Abdul H., Hamdani B., Zainuddin, Sugito. 2015. Pengaruh
Pemberian Kacang Panjang (Vigna Unguiculata) Terhadap Struktur Mikroskopis
Ginjal Mencit (Mus Musculus) yang Diinduksi Aloksan. Jurnal Medika
Veterinaria. 9(1): 18-22.
Hu, F.B. 2011. Globalization of diabetes: The role of diet, lifestyle, and genes. Diabetes
Care. 34(6): 1249 – 1257.
Kemenkes RI. 2014. Situasi dan Analisis Diabetes. Pusat Data dan Informasi Kementerian
Kesehatan RI.
Malik, M. I., Nasrul, E., Asterina. 2015. Hubungan Hiperglikemia dengan Prothrombin Time
pada Mencit (Mus musculus) yang Diinduksi Aloksan. Jurnal Kesehatan Andalas.
4(1): 182-188.
Murnah, Indranila K.S. 2014. Pengaruh Ekstrak Etanol Mengkudu (Morinda Citrifolia L)
Terhadap Diabetik Nefropati Pada Tikus Spraque Dawley yang Diinduksi
Streptozotocin (Stz). Journal of Nutrition and Health. 2(1): 1-15.
Nugroho, F.A., Riska M.S.G., Nurdiana. 2015. Kadar NF- Kβ Pankreas Tikus Model Type 2
Diabetes Mellitus dengan Pemberian Tepung Susu Sapi. Indonesian Journal of
Human Nutrition. 2(2): 91-100.
Okoduwa, S.I.R., Umar A., Ibrahim S., Bello F. 2013. Relationship of oxidative stress with
type 2 diabetes and hypertension. Journal of Diabetology. 1(1): 1-2.
Pardede, S.O. 2008. Nefropati Diabetik pada Anak. Sari Pediatri. 10(1): 8-17.
Paschou, S.A., Nektaria PM., George PC., Christina KG. 2018. On type 1 diabetes mellitus
pathogenesis. Endocrine Connections. 7(1): 38-46.
54
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2011. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
Potter, P.A., Perry, A.G. 2010. Fundamental Keperawatan. Ed.7. terjemahan oleh Diah Nur
Fitri., Onny Tampubolon., Farah Diba. Jakarta: Salemba Medika
Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. 2016. Tuberkulosis: temukan, obati
sampai tuntas. [internet] Tersedia dari URL:
file:///C:/Users/User/Downloads/InfoDatin-2016-TB.pdf. Diakses pada tanggal 15 Mei
2019.
Rasjid R. Patofisiologi dan Diagnostik Tuberkulosis Paru. Dalam: Yusuf A, Tjokronegoro
A.2011. Tuberkulosis Paru Pedoman Penataan Diagnostik dan Terapi. Jakarta.Balai
penerbit FKUI; 1-11
Rivandi, J., Ade Y. 2015. Hubungan Diabetes Melitus Dengan Kejadian Gagal Ginjal Kronik.
Journal of Majority. 4(9) : 27
Setiawan, B., Eko S. 2005. Stres Oksidatif dan Peran Antioksidan pada Diabetes Melitus.
Majalah Kedokteran Indonesia, 55(1): 86-91.
Subandrate. 2016. Hubungan Kadar Glukosa Darah dengan Peroksidasi Lipid pada Pasien
Diabetes Melitus tipe 2. Jurnal Cermin Dunia Kedokteran-242. 43(7): 480-489.
Suharmiati. 2003. Pengujian Bioaktivitas Anti Diabetes Mellitus Tumbuhan Obat. Jurnal
Cermin Dunia Kedokteran. 140(1): 8-12.
The ACCORD Study Group. 2010. Effects of intensive blood-pressure control in type 2
diabetes melitus. The New England Journal of Medicine. 362(17): 1575–1585.
Toto S., Abdul M. 2013. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: CV.Trans Info Media.
Wahyuni, E. 2011. Pengaruh Pemberian Folat terhadap Kadar Homosistein Serum dan
Malondialdehid Plasma Studi Eksperimental pada Tikus Rattus norvegicus yang
diinduksi Streptozotocin. Tesis. Magister Ilmu Biomedik dan Program Spesialis
PatologiKlinik. Universitas Diponegoro.
Wahyuni, E. 2011. Pengaruh Pemberian Folat terhadap Kadar Homosistein Serum dan
Malondialdehid Plasma Studi Eksperimental pada Tikus Rattus norvegicus yang
diinduksi Streptozotocin. Tesis. Magister Ilmu Biomedik dan Program Spesialis
PatologiKlinik. Universitas Diponegoro.
55
Wisudanti, D.D. 2016. Aplikasi Terapeutik Geraniin dari Ekstrak Kulit Rambutan
(Nephelium Lappaceum) sebagai Antihiperglikemik Melalui Aktivitasnya
Sebagaiantioksidan pada Diabetes Melitus Tipe 2. NurseLine Journal.1(1): 121-138.
World Health Organization. 2014. Global Tuberculosis Report [internet] Tersedia dari URL:
http://www.who.int/tb/publications/global_report/gtbr14_executive_summary.pdf.
Diakses pada tanggal 15 Mei 2019.
Yuliadi, E.P., Chaidir M. 2014 Hiperglikemia dan Hubungannya dengan Fungsi Ginjal pada
Pasien dengan Batu Ginjal. Naskah Ringkas. FK UI. Jakarta.
Yulinta, N.M.R., Ketut T.P.G., I Made K. 2013. Efek Toksisitas Ekstrak Daun Sirih Merah
Terhadap Gambaran Mikroskopis Ginjal Tikus Putih Diabetik yang Diinduksi
Aloksan. Buletin Veteriner Udayana. 5(2): 114-121.
Zhang, D.W., Fu M., GaoSH, Liu J.L. 2013. Curcumin and Diabetes: A Systemic Review.
Hindawi Publishing Corporation Evidence-Based Complementary and Alternative
Medicine, article ID 63603.
56