Anda di halaman 1dari 46

I.

PENDAHULUAN

Permenkes RI nomer 67 tahun 2016 menyatakan bahwa Tuberkulosis

masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang menimbulkan kesakitan,

kecacatan, dan kematian yang tinggi sehingga perlu dilakukan upaya

penanggulangan. Tuberkulosis (TB) sampai dengan saat ini masih merupakan

salah satu masalah kesehatan masyarakat di dunia walaupun upaya

penanggulangan TB telah dilaksanakan di banyak negara sejak tahun 1995.

Menurut laporan WHO tahun 2015, ditingkat global diperkirakan 9,6 juta

kasus TB baru dengan 3,2 juta kasus diantaranya adalah perempuan. Dengan

1,5 juta kematian karena TB dimana 480.000 kasus adalah perempuan. Dari

kasus TB tersebut ditemukan 1,1 juta (12%) HIV positif dengan kematian

320.000 orang (140.000 orang adalah perempuan) dan 480.000 TB Resistan

Obat (TB-RO) dengan kematian 190.000 orang. Dari 9,6 juta kasus TB baru,

diperkirakan 1 juta kasus TB Anak (di bawah usia 15 tahun) dan 140.000

kematian/tahun (Kemenkes RI, 2016).

Berdasarkan Global Tuberculosis Report 2015 yang dirilis oleh WHO,

sebanyak 58% kasus TB baru terjadi di Asia Tenggara dan wilayah Western

Pacificpada tahun 2014.India, Indonesia dan Tiongkok menjadi negara dengan

jumlah kasus TB terbanyak di dunia, masing-masing 23%, 10% dan 10% dari

total kejadiandi seluruh dunia. Indonesia menempati peringkat kedua bersama

Tiongkok.Satujuta kasus baru pertahun diperkirakan terjadi di

Indonesia(WHO, 2015).

1
Jumlah kasus TB di Indonesia menurut Laporan WHO tahun 2015,

diperkirakan ada 1 juta kasus TB baru pertahun (399 per 100.000 penduduk)

dengan 100.000 kematian pertahun (41 per 100.000 penduduk). Diperkirakan

63.000 kasus TB dengan HIV positif (25 per 100.000 penduduk). Angka

Notifikasi Kasus (Case Notification Rate/CNR) dari semua kasus, dilaporkan

sebanyak 129 per 100.000 penduduk. Jumlah seluruh kasus 324.539 kasus,

diantaranya 314.965 adalah kasus baru. Secara nasional perkiraan prevalensi

HIV diantara pasien TB diperkirakan sebesar 6,2%. Jumlah kasus TB-RO

diperkirakan sebanyak 6700 kasus yang berasal dari 1,9% kasus TB-RO dari

kasus baru TB dan ada 12% kasus TB-RO dari TB dengan pengobatan ulang

(Kemenkes RI, 2016).

Penatalaksanaan yang baik ditentukan antara lain oleh pemahaman yang

tepat mengenai patofisiologi, manifestasi klinik, diagnosis, komplikasi,

penatalaksanaan dan prognosis dari penyakit Tuberkulosis.

2
II. STATUS PASIEN

A. IDENTITAS

Nama : Tn. Aji Wahyudiarto

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 42 tahun

Tanggal Lahir : 20 Juli 1977

No. RM : 00717060

Alamat : Keleleng RT 03/03, Kesugihan-Keleng, Cilacap

B. ANAMNESIS

1. Keluhan Utama

Batuk berdahak warna kuning

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien lama dari poli Paru RSMS dengan keluhan batuk berdahak

warna kuning. Batuk berdahak dirasakan sejak 3 minggu SMRS. Pasien

mengaku awalnya batuk dan kemudian batuk disertai dahak warna

kuning. Keluhan dirasakan terus-menerus dan semakin memberat. Pasien

merasa keluhan ini mengganggu aktivitas. Faktor yang memperberat

keluhan pasien tidak ada. Faktor memperingan keluhan pasien adalah

saat pasien minum obat batuk. Keluhan lain yang dirasakan oleh pasien

adalah sering berkeringat pada malam hari dan terjadi penurunan berat

badan sejak 1 bulan yang lalu. Pasien saat ini sedang menjalani

pengobatan TB minggu ke 4 dari RSMS Margono Soekarjo. Pasien

3
mengatakan pernah dirawat di geriatri RSMS dan baru mengetahui jika

memiliki penyakit tuberkulosis.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat keluhan yang sama : disangkal

Riwayat hipertensi : disangkal

Riwayat DM : disangkal

Riwayat penyakit jantung : disangkal

Riwayat penyakit TB : diakui

Riwayat konsumsi OAT : diakui

Riwayat penyakit ginjal : disangkal

Riwayat penyakit lambung : disangkal

Riwayat hepatitis : disangkal

Riwayat penyakit empedu : diakui

Riwayat alergi ` : disangkal

Riwayat operasi : disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat keluhan yang sama : disangkal

Riwayat hipertensi : disangkal

Riwayat DM : disangkal

Riwayat penyakit jantung : disangkal

Riwayat penyakit TB : disangkal

Riwayat penyakit ginjal : disangkal

Riwayat penyakit lambung : disangkal

Riwayat hepatitis : disangkal


4
Riwayat penyakit empedu : disangkal

Riwayat alergi ` : disangkal

Riwayat operasi : disangkal

5. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien tinggal di lingkungan pedesaan. Hubungan antara pasien

dengan tetangga dan keluarga baik. Anggota kelurga yang tinggal dengan

pasien tidak memiliki keluhan serupa dengan pasien. Dalam satu rumah

terdiri dari 3 orang. Pasien tinggal dirumah bersama istri dan anak.

Rumah berdinding tembok, berlantai keramik, pencahayaan dan ventilasi

cukup baik

C. OBJEKTIF

1. Keadaan umum : Sakit Sedang

2. Kesadaran : Compos mentis E4M6V5

3. Vital sign :

TD : 130/90 mmHg

N : 105 x/menit

RR : 20 x/menit

S : 36,5 °C

4. Berat Badan : 48 kg

5. Tinggi Badan : 165 cm

Status Generalis

1. Pemeriksaan Kepala dan Leher

a. Bentuk kepala : Mesochepal

b. Rambut : Warna hitam dan terdistribusi merata


5
c. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),

reflex pupil (+/+) normal isokor (3 mm/3 mm)

d. Telinga : Discharge (-/-), deformitas (-/-)

e. Hidung : Discharge (-/-), deformitas (-), nafas cuping

hidung (-)

f. Mulut : Bibir pucat (-), sianosis (-), atrofi papil lidah

g. Leher : Simetris, deviasi trakhea (-), pembesaran KGB (-)

2. Pemeriksaan Thoraks

a. Pulmo

Anterior

Inspeksi : Dinding dada simetris, retraksi interkostal (-), ketinggalan

gerak (-), jejas (-), barrelchest (-)

Palpasi :Vokal fremitus hemitoraks kanan sama dengan hemitoraks

kiri

Perkusi : Sonor di kedua lapang paru

Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), RBH (+/+), RBK (-/-),

wheezing (-/-)

Posterior

Inspeksi : Dinding punggung simetris, retraksi interkostal (-),

ketinggalan gerak (-), jejas (-), barrel chest (-), kelainan

vertebre (-)

Palpasi :Vokal fremitus hemitoraks kanan sama dengan hemitoraks

kiri

Perkusi : Sonor di kedua lapang paru


6
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), RBH (+/+), RBK (-/-),

wheezing (-/-)

b. Cor

Inspeksi : Tidak tampak denyutan Ictus cordis

Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V línea mid clavícula sinistra

dan kuat angkat (-)

Perkusi : Batas atas kanan : SIC II LPSD

Batas atas kiri : SIC II LPSS

Batas bawah kanan : SIC IV LPSD

Batas bawah kiri : SIC V LMCS

Auskultasi : S1>S2 reguler, Gallop (-), Murmur (-)

3. Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi :Cembung, jaringan parut (-), distensi (-), venectasi (-),

caput medusa (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Perkusi : Timpani, tes pekak alih (-), pekak sisi (-)

Palpasi : Supel, undulasi (-), nyeri tekan (-)

Hepar : Tidak teraba besar

Lien : Tidak teraba besar

4. Pemeriksaan Ekstremitas

Superior : Edema (-/-), akral hangat (+/+), sianosis (-/-), ikterik (-/-

),CRT <2 detik

Inferior : Edema (-/-), akral hangat (+/+), sianosis (-/-), ikterik (-/-

),CRT <2 detik


7
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Rontgen Thorax 1 Agustus 2019 di RSMS :

E. DIAGNOSIS
Tuberkulosis Paru Kasus Baru Lesi Minimal TCM positif dalam
pengobatan Minggu ke 4

F. PLANNING
a. Injeksi Streptomisin 1 gram
b. Etambutol 500 mg tab 1x2
c. Isoniazid 300 mg tab 1x1
8
d. Kodein 10 mg tab 3x1
e. Piridoxil (Vit B6) 10 mg tab 1x1 a
f. Tabas Syrup 3X1 C
G. EDUKASI
1. Edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai kondisi pasien.
2. Edukasi mengenai penyakit dan pengobatannya.
H. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

9
III. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Tuberkulosis paru (TB) adalah suatu penyakit yang menyerang

jaringan paru disebabkan infeksi basil Mycobacterium

tuberculosis.(Depkes RI, 2014). Perhimpunan Dokter Paru Indonesia

(PDPI) mendefinisikan TB Paru sebagai penyakit yang disebabkan oleh

infeksi Mycobacterium tuberculosis complex (PDPI, 2011). Tuberkulosis

(TB) merupakan suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh

bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai

organ, terutama paru-paru (Kemenkes RI, 2015).

B. Anatomi Paru

Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang

ujungnya berada di atas tulang iga pertama dan dasarnya berada pada

diafragma. Paru terbagi menjadi dua yaitu, paru kanan dan paru kiri. Paru-

paru kanan mempunyai tiga lobus sedangkan paruparu kiri mempunyai

dua lobus. Kelima lobus tersebut dapat terlihat dengan jelas. Setiap paru-

paru terbagi lagi menjadi beberapa subbagian menjadi sekitar sepuluh unit

terkecil yang disebut bronchopulmonary segments. Paru-paru kanan dan

kiri dipisahkan oleh ruang yang disebut mediastinum (Sherwood, 2014)

Paru-paru dibungkus oleh selaput tipis yaitu pleura. Pleura terbagi

menjadi pleura viseralis dan pleura pariental. Pleura viseralis yaitu selaput

yang langsung membungkus paru, sedangkan pleura parietal yaitu selaput

10
yang menempel pada rongga dada. Diantara kedua pleura terdapat rongga

yang disebut kavum pleura (Guyton, 2012).

Paru manusia terbentuk setelah embrio mempunyai panjang 3 mm.

Pembentukan paru di mulai dari sebuah Groove yang berasal dari Foregut.

Pada Groove terbentuk dua kantung yang dilapisi oleh suatu jaringan yang

disebut Primary Lung Bud. Bagian proksimal foregut membagi diri

menjadi 2 yaitu esophagus dan trakea. Pada perkembangan selanjutnya

trakea akan bergabung dengan primary lung bud. Primary lung bud

merupakan cikal bakal bronchi dan cabang-cabangnya. Bronchial-tree

terbentuk setelah embrio berumur 16 minggu, sedangkan alveoli baru

berkembang setelah bayi lahir dan jumlahnya terus meningkat hingga anak

berumur 8 tahun. Alveoli bertambah besar sesuai dengan perkembangan

dinding toraks. Jadi, pertumbuhan dan perkembangan paru berjalan terus

menerus tanpa terputus sampai pertumbuhan somatic berhenti (Evelyn,

2009).

11
Gambar 1. Anatomi paru (Tortora, 2012)

Sitem pernafasan dapat dibagi ke dalam sitem pernafasan bagian

atas dan pernafasan bagian bawah.

1. Pernafasan bagian atas meliputi, hidung, rongga hidung,

sinus paranasal, dan faring.

2. Pernafasan bagian bawah meliputi, laring, trakea, bronkus,

bronkiolus dan alveolus paru (Guyton, 2012) Pergerakan

dari dalam ke luar paru terdiri dari dua proses, yaitu

inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi adalah pergerakan dari

atmosfer ke dalam paru, sedangkan ekspirasi adalah

pergerakan dari dalam paru ke atmosfer. Agar proses

ventilasi dapat berjalan lancar dibutuhkan fungsi yang baik

pada otot pernafasan dan elastisitas jaringan paru. Otot-otot

pernafasan dibagi menjadi dua yaitu,

12
a. Otot inspirasi yang terdiri atas, otot interkostalis

eksterna, sternokleidomastoideus, skalenus dan

diafragma.

b. Otot-otot ekspirasi adalah rektus abdominis dan

interkostalis internus ( Alsagaff dkk., 2005).

Gambar 2. Otot-otot pernapasan isnpirasi dan ekspirasi (Tortora, 2012)

C. Epidemiologi

Tuberkulosis (TB) sampai sekarang ini masih menjadi persoalan

yang global, World Health Organization tahun 2011 menyatakan penyakit

ini setiap tahunnya menginfeksi sekitar 9.000.000 orang dan membunuh

hampir 1.400.000 orang di seluruh dunia. Di wilayah Asia Timur dan juga

Selatan merupakan penyumbang kasus terbesar yaitu 40% atau 3.500.000

kasus setiap tahunnya, dengan angka kematian yang cukup tinggi yaitu 26

orang per 100.000 penduduk.

13
D. Etiologi

Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang, berukuran panjang

1-4 mikron dan tebal 0,3-0,6 mikron, mempunyai sifat khusus yaitu tahan

terhadap asam pada pewarnaan, oleh karena itu disebut sebagai Basil

Tahan Asam (BTA). Kuman tuberculosis cepat mati dengan sinar

matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat

yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat atau

tertidur atau dormant lama dalam beberapa tahun(PDPI, 2011).

E. Faktor Resiko

Faktor risiko terjadinya TB dibagi menjadi dua yaitu faktor host

atau personal dan faktor lingkungan.

a. Faktor Personal

1) Kebiasaan dan paparan, seseorang yang merokok memiliki

risiko yang lebih tinggi untuk terkena TB.

2) Status nutrisi, seseorang dengan berat badan kurang memiliki

risiko yang lebih tinggi untuk terkena TB. Vitamin D juga

memiliki peran penting dalam aktivasi makrofag dan

membatasi pertumbuhan Mycobacterium. Penurunan kadar

vitamin D dalam serum akanmeningkatkan risiko terinfeksi

TB.

3) Penyakit sistemik, pasien pasien dengan penyakit-penyakit

seperti keganasan, gagal ginjal, diabetes, ulkus peptikum

memiliki risiko untuk terkena TB.

4) Immunocompromised, seseorang yang terkena HIV memiliki


14
risikountuk terkena TB primer ataupun reaktifasi TB. Selain

itu, pengguna obat-obatan seperti kortikosteroid dan TNF-

inhibitor juga memiliki risiko untuk terkena TB.

5) Usia, di Amerika dan negara berkembang lainnya, kasus TB

lebih banyak terjadi pada orang tua daripada dewasa muda dan

anak-anak.

b. Faktor lingkungan

Orang yang tinggal serumah dengan seorang penderita TB

akan berisiko untuk terkena TB. Selain itu orang yang tinggal di

lingkungan yang banyak terjadi kasus TB juga memiliki risiko

lebih tinggi untuk terkena TB.Selain itu sosioekonomi juga

berpengaruh terhadap risiko untuk terkena TB dimana

sosioekonomi rendah memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena TB

(Horsburgh, 2009).

Pada anak, faktor risiko terjadinya infeksi TB antara lain

adalah anak yang terpajan dengan orang dewasa dengan TB aktif

(kontak TB positif), daerah endemis, kemiskinan, lingkungan yang

tidak sehat (higiene dan sanitasi tidak baik), dan tempat

penampungan umum (panti asuhan, penjara, atau panti perawatan

lain), yang banyak terdapat pasien TB dewasa aktif. Sumber

infeksi TB pada anak yang terpenting adalah pajanan terhadap

orang dewasa yang infeksius, terutama dengan Basil Tahan Asam

(BTA) positif. Berarti bayi dari seorang ibu dengan BTA sputum

positif memiliki risiko tinggi terinfeksi TB.Semakin erat bayi


15
tersebut dengan ibunya, semakin besar pula kemungkinan bayi

tersebut terpajan percik renik (droplet nuclei) yang infeksius

(Kartasasmita, 2009).

F. Cara Penularan

Penularan tuberkulosis paru adalah melalui percikan dahak

(droplet). Sumber penularan adalah penderita tuberkulosis paru BTA (+),

namun bukan berarti bahwa pasien TB dengan hasil BTA (-) tidak

mengandung kuman di dalam dahaknya. Tingkat penularan pasien dengan

BTA (+) mencapai 65%, pasien BTA (-) dengan kultur dahak (+) adalah

26% dan pasien BTA (-) dengan kultur (-) dan foto toraks positif adalah

17%.

Pada waktu penderita tuberkulosis paru batuk atau bersin

menyebarkan kuman melalui udara. Dengan demikian, penularan penyakit

TB terjadi melalui hubungan dekat antara penderita dan orang yang

tertular (terinfeksi), misalnya berada di dalam ruangan tidur atau ruang

kerja yang sama. Penderita TB sering tidak tahu bahwa ia menderita

tuberkulosis. Droplet yang mengandung kuman TB dapat bertahan di

udara pada suhu kamar selama beberapa jam, sekali batuk dapat

menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.

Secara umum penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan

dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah

percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman,

percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap

16
dan lembab. Orang lain dapat terinfeksi kala droplet tersebut terhirup ke

dalam saluran pernapasan.

G. Patogenesis

Perjalanan penyakit Tuberkulosis ini dibagi menjadi dua, yaitu

tuberkulosis primer dan tuberkulosis pasca primer (tuberkulosis sekunder)

(Depkes RI, 2014).

a. Tuberkulosis Primer

Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau

dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita.

Partikel infeksi dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam,

tergantung pada ada atau tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang

buruk dan kelembapan. Dalam suasana lembap dan gelap kuman

dapat bertahan berhari hari sampai berbulan bulan. Bila partikel

infeksi ini terhisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran

napas atau jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar apabila

ukuran partikel <5 mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali

oleh neutrofil, kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini

akan mati atau akan dibersihkan oleh makrofag keluar dari

percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya.

Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam

sitoplasma makrofag. Disini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh

lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk

sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau

afek primer atau sarang (fokus) Ghon. Sarang primer ini dapat terjadi
17
di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar sampai ke pleura maka

terjadilah efusi pleura. Kuman dapat juga masuk melalui saluran

gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring dan kulit, terjadi

limfadenopati regional kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan

menjalar ke seluruh organ seperti paru, otak, ginjal dan tulang. Bila

masuk ke arteri pulmonalis maka terjadilah penjalaran ke seluruh

bagian paru menjadi TB milier.

Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening

menuju hilus (limfangitis lokal) dan juga diikuti pembesaran kelenjar

getah bening hilus (limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis

lokal ditambah limfadenitis regional membentuk komplek primer

(Ranke). Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu. Komplek

primer ini selanjutnya dapat menjadi (WHO, 2014):

a. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang

banyak terjadi.

b. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis garis

fibrotik, kalsifikasi di hilus, keadaaan ini terdapat pada lesi

pneumonia yang luasnya >5 mm dan ± 10% di antaranya dapat

terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang dormant.

c. Berkomplikasi dan menyebar secara a) per kontinuitatum,

yakni menyebar ke sekitarnya, b) secara bronkogen pada paru

yang bersangkutan maupun paru di sebelahnya, kuman dapat

juga tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke

18
usus, c) secara limfogen, ke organ organ tubuh lainnya, d)

secara hematogen, ke organ tubuh lainnya.

b. Tuberkulosis Pasca Primer (Tuberkulosis Sekunder)

Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul

bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi

tuberkulosis dewasa (TB pasca primer = TB sekunder). Mayoritas

reinfeksi mencapai 90%. Tuberkulosis sekunder terjadi karena

imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna,

diabetes, AIDS, dan gagal ginjal. Tuberkulosis sekunder ini dimulai

dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru (bagian apikal

posterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah

parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hilus paru.TB sekunder juga

dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda menjadi usia tua

(elderly tuberculosis). Tergantung dari jumlah kuman, virulensinya

dan imunitas pasien, sarang dini ini dapat menjadi (WHO, 2014):

a. Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat

b. Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh

dengan serbukan jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri

menjadi keras sehingga menimbulkan perkapuran. Sarang dini

yang meluas sebagai granuloma berkembang menghancurkan

jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami

nekrosis, menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila

jaringan keju dibatukkan keluar akan terjadi kavitas. Kavitas

ini mula mula berdinding tipis, lama lama dindingnya menebal


19
karena infiltrasi jaringan fibroblas dalam jumlah besar,

sehingga menjadi kavitas sklerotik (kronik). Terjadinya

perkejuan dan kavitas adalah karena hidrolisis protein lipid dan

asam nukleat oleh enzim yang diproduksi oleh makrofag, dan

proses yang berlebihan sitokin dengan TNF- nya.

H. Klasifikasi Tuberkulosis

Klasifikasi tuberkulosis adalah sebagai berikut (Depkes RI, 2014):

a. Berdasarkan letak anatomi penyakit

1) Tuberkulosis paru adalah kasus TB yang mengenai parenkim

paru. Tuberkulosis milier diklasifikasikan sebagai TB paru

karena letak lesinya yang terletak dalam paru. Pasien yang

mengalami TB paru dan ekstra paru diklasifikasikan sebagai TB

paru.

2) Tuberkulosis ekstraparu adalah TB yang mengenai organ

lainnya selain paru seperti pleura, kelenjer getah bening

(termasuk mediastinum dan atau hilus), abdomen, traktus

genitourinarius, kulit, sendi tulang dan selaput otak. Kasus TB

ekstra paru dapat ditegakkan secara klinis atau histologis setelah

diupayakan semaksimal mungkin dengan konfrimasi

bakteriologis.

20
b. Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya

1) Pasien baru TB: adalah pasien yang belum pernah

mendapatkan pengobatan TB sebelumnya atau sudah pernah

menelan OAT namun kurang dari 1 bulan (˂ dari 28 dosis).

2) Pasien yang pernah diobati TB: adalah pasien yang sebelumnya

pernah menelan OAT selama 1 bulan atau lebih (≥ dari 28

dosis). Pasien ini selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil

pengobatan TB terakhir, yaitu:

a) Pasien kambuh: adalah pasien TB yang pernah

dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap dan saat ini

didiagnosis TB berdasarkan hasil pemeriksaan

bakteriologis atau klinis (baik karena benar-benar

kambuh atau karena reinfeksi).

b) Pasien yang diobati kembali setelah gagal: adalah pasien

TB yang pernah diobati dan dinyatakan gagal pada

pengobatan terakhir.

c) Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to

follow-up): adalah pasien yang pernah diobati dan

dinyatakan lost to follow up (klasifikasi ini sebelumnya

dikenal sebagai pengobatan pasien setelah putus berobat

/default).

d) Lain-lain: adalah pasien TB yang pernah diobati namun

hasil akhir pengobatan sebelumnya tidak diketahui.

2) Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui.


21
c. Berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat

Pengelompokan pasien disini be rdasarkan hasil uji

kepekaan contoh uji dari Mycobacterium tuberculosis terhadap

OAT dan dapat berupa :

1. Mono resistan (TB MR): resistan terhadap salah satu jenis

OAT lini pertama saja.

2. Poli resistan (TB PR): resistan terhadap lebih dari satu jenis

OAT lini pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R)

secara bersamaan.

3. Multi drug resistan (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid

(H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan

4. Extensive drug resistan (TB XDR): adalah TB MDR yang

sekaligus juga resistan terhadap salah satu OAT golongan

fluorokuinolon dan minimal salah satu dari OAT lini kedua

jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin dan Amikasin)

5. Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin

dengan atau tanpa resistensi terhadap OAT lain yang

terdeteksi menggunakan metode genotip (tes cepat) atau

metode fenotip (konvensional).

d. Berdasarkan status HIV

1) Pasien TB dengan HIV positif (pasien koinfeksi TB-HIV) :

adalah pasien TB dengan :

a) Hasil tes HIV positif sebelumnya atau sedang mendapatkan

ART, atau
22
b) Hasil tes HIV positif saat diagnosis TB.

2) Pasien TB dengan HIV negatif : adalah pasien TB dengan :

a) Hasil tesh HIV negatif sebelumnya, atau

b) Hasil tes HIV negatif saat diagnosis TB

I. Gejala Klinis

1. Gejala Respiratorik

a. Batuk

Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan

yang paling sering dikeluhkan. Batuk terjadi karena iritasi bronkus

yang pada awalnya tidak berdahak, tetapi karena terjadi

peradangan maka batuk akan menjadi produktif. Biasanya batuk

ringan sehingga dianggap batuk biasa. Apabila batuk telah

berlangsung lebih dari 2 minggu, maka harus dipikirkan adanya

TB (PDPI, 2011).

b. Dahak

Dahak bersifat mukoid dan keluar dalam jumlah sedikit,

kemudian berubah menjadi mukopurulen/kuning atau kuning hijau

sampai purulen. Dahak berubah menjadi kental apabila sudah

terjadi perlunakan (PDPI, 2011).

c. Batuk darah (hemoptysis)

Darah yang dikeluarkan penderita mungkin berupa garis

atau bercak-bercak darah, gumpalan-gumpalan darah atau darah

segar dalam jumlah sangat banyak. Keadaan ini terjadi akibat

pecahnya aneurisma (Rasmussen’s aneurysm) pada pembuluh


23
darah yang berdilatasi di kavitas atau dari formasi aspergiloma

pada kavitas lama. Berat ringannya batuk darah tergantung dari

besar atau kecilnya pembuluh darah yang terkena (PDPI, 2011).

d. Nyeri dada

Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila

infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan

pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien

menarik/melepaskan napasnya (PDPI, 2011).

e. Sesak napas

Pada penyakit yang ringan belum dirasakan sesak napas.

Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang

infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.

2. Gejala Sistemik

a. Demam

Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi

kadang kadang panas badan dapat mencapai 40-41oc. Serangan

demam dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul

kembali.

Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan

berat ringannya infeksi Tuberkulosis yang masuk(PDPI, 2011).

b. Malaise dan nafsu makan berkurang

Tuberkulosis bersifat radang menahun sehingga dapat terjadi rasa

tidak enak badan, pegal-pegal, nafsu makan berkurang, badan

makin kurus, sakit kepala dan mudah lelah (PDPI, 2011).


24
J. Diagnosis TB

Definisi pasien TB dapat dibagi berdasarkan hasil konfirmasi

pemeriksaan Bakteriologis dan berdasarkan diagnosis klinis (Depkes RI,

2014):

1) Berdasarkan hasil konfirmasi pemeriksaan bakteriologis

Seorang pasien TB yang dikelompokkan berdasarkan hasil

pemeriksaan contoh uji biologinya dengan pemeriksaan mikroskopis

langsung, biakan atau tes diagnostik cepat yang direkomendasi oleh

Kemenkes RI (misalnya: GeneXpert). Termasuk dalam kelompok

pasien ini adalah:

a. Pasien TB paru BTA positif

b. Pasien TB paru hasil biakan M.tb positif

c. Pasien TB paru hasil tes cepat M.tb positif

d. Pasien TB ekstraparu terkonfirmasi secara bakteriologis, baik

dengan BTA, biakan maupun tes cepat dari contoh uji jaringan

yang terkena.

e. TB anak yang terdiagnosis dengan pemeriksaan bakteriologis.

Semua pasien yang memenuhi definisi tersebut diatas harus dicatat

tanpa memandang apakah pengobatan TB sudah dimulai ataukah

belum.

2) Berdasarkan diagnosis klinis

Pasien yang tidak memenuhi kriteria terdiagnosis secara

bakteriologis tetapi didiagnosis sebagai pasien TB aktif oleh dokter,

dan diputuskan untuk diberikan pengobatan TB.


25
Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah:

a. Pasien TB paru BTA negatif dengan hasil pemeriksaan foto toraks

mendukung TB.

b. Pasien TB ekstraparu yang terdiagnosis secara klinis maupun

laboratoris dan histopatologis tanpa konfirmasi bakteriologis.

c. TB anak yang terdiagnosis dengan sistem skoring.

Pasien TB yang terdiagnosis secara klinis dan kemudian

terkonfirmasi bakteriologis positif (baik sebelum maupun setelah

memulai pengobatan) harus diklasifikasi ulang sebagai pasien TB

terkonfirmasi bakteriologis.

Diagnosis TB dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang.

 Anamnesis

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2

minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan lain

berupa dahak berca,put darah, batuk darah, sesak napas, badan lemas,

nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat

malam hari tanpa kegiatan fisis, demam meriang lebih dari satu

bulan. Riwayat dengan keluhan yang sama sebelumnya perlu

ditanyakan beserta dengan riwayat pengobatannya. Adanya keluarga

atau tetangga yang memiliki keluhan yang sama dapat lebih

mengarahkan diagnosis sebagai TB. Perlu juga ditanyakan mengenai

pencahayaan dan sirkulasi udara dirumah (ventilasi).

26
 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin

didapatkan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia,

demam, badan kurus dan berat badan turun. Tempat kelainan lesi TB

paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks (puncak) paru.

Apabila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas, maka didapatkan

perkusi yang redup dan auskultasi suara napas bronkial. Akan

didapatkan juga suara napas tambahan seperti ronkhi basah, kasar dan

nyaring. Tetapi bila infiltrat ini diliputi oleh penebalan pleura, suara

napas menjadi vesikuler yang melemah. Bila terdapat kavitas yang

cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau timpani dan

auskultasi memberikan suara amforik(Depkes RI, 2014).

Pada pleuritis TB kelainan pemeriksaan fisis tergantung dari

banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan redup

atau pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak

terdengar pada posisi yang terdapat cairan. Pada limfadenitis TB

terlihat pembesaran kelenjar getah bening tersering didaerah leher

kadang didaerah ketiak. Pembesaran tersebut dapat menjadi cold

abscess (PDPI, 2011).

 Pemeriksaan Laboratorium

Beberapa penunjang laboratorium bisa membantu dalam

menegakkan diagnosis TB. Tetapi tidak semua pemeriksaan ini harus

dilakukan, sesuaikan dengan keperluan penunjang saja.


27
a. Darah

Pada saat TB paru mulai aktif akan didapatkan jumlah leukosit

yang sedikit meninggi, laju endap darah mulai meningkat. Hasil

pemeriksaan darah lain juga didapatkan :

1. Anemia ringan dengan gambaran normokrom normositer.

2. Gama globulin meningkat

3. Kadar natrium darah meningkat. Pemeriksaan tersebut tidak

spesifik.

b. Pemeriksaan Tes Cepat Molekuler (TCM) TB

Pemeriksaan tes cepat molekuler dengan metode Xpert MTB/RIF.

TCM merupakan sarana untuk penegakan diagnosis, namun tidak

dapat dimanfaatkan untuk evaluasi hasil pengobatan.

c. Dahak / Sputum

Hingga sekarang prinsip penemuan BTA tetap merupakan salah

satu pilihan utama, dengan beberapa alasan antara lain murah, objektif

dan spesifik. Teknik pewarnaan yang kini banyak digunakan adalah

Ziehl Neelsen. Dibutuhkan tiga spesimen dahak untuk menegakkan

diagnosis TB. Untuk kenyamanan penderita, pengumpulan dahak

dilakukan dengan prinsip Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS). Pemeriksaan

bakteriologi dapat dilakukan dengan pemeriksaan sedian langsung

dengan mikroskop biasa, mikroskop fluorensens atau biakan kuman

(Depkes RI, 2014).

28
1) Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis,

menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi

penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis

dilakukan dengan mengumpulkan 3 contoh uji dahak yang

dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa

dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS) (Depkes RI, 2014):

a) S (sewaktu): dahak ditampung pada saat terduga pasien TB

datang berkunjung pertama kali ke fasyankes. Pada saat

pulang, terduga pasien membawa sebuah pot dahak untuk

menampung dahak pagi pada hari kedua.

b) P (Pagi): dahak ditampung di rumah pada pagi hari kedua,

segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan

sendiri kepada petugas di fasyankes.

c) S (sewaktu): dahak ditampung di fasyankes pada hari kedua,

saat menyerahkan dahak pagi.

2) Pemeriksaan biakan

Pemeriksaan biakan untuk identifikasi Mycobacterium

tuberkulosis (M.tb) dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis pasti

TB pada pasien tertentu, seperti (Depkes RI, 2014).:

• Pasien TB ekstra paru.

• Pasien TB anak.

• Pasien TB dengan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis

langsung BTA negatif.


29
Pemeriksaan tersebut dilakukan disarana laboratorium yang

terpantau mutunya. Apabila dimungkinkan pemeriksaan dengan

menggunakan tes cepat yang direkomendasikan WHO maka untuk

memastikan diagnosis dianjurkan untuk memanfaatkan tes cepat

tersebut.

Diagnosis TB pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan

ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikrokopis.

Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari

tiga spesimen SPS BTA hasilnya positif. Apabila ke tiga spesimen

dahaknya negatif, diberikan antibiotik spektrum luas selama 2

minggu. Apabila tidak ada perubahan, namun gejala klinis tetap

mencurigakan TB dilakukan pengulangan pemeriksaan dahak SPS

dengan kriteria sebagai berikut (Depkes RI, 2014):

 Hasil SPS positif maka didiagnosis sebagai penderita TB

BTA positif.

 Hasil SPS tetap negatif, lakukan pemeriksaan foto toraks

untuk mendukung diagnosis TB.

d.Tes Tuberkulin

Dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis tuberkulosis

terutama pada anak anak (balita). Biasanya dipakai tes Mantoux yakni

dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin P.D.D (Prurified Protein

Derivative) intrakutan. Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah

seorang individu sedang atau pernah mengalami infeksi M.

30
Tuberkulosis, M. Bovis, vaksinasi BCG dan mycobacteria patogen

lainnya. Dasar tes tuberkulin adalah reaksi alergi tipe lambat. Setelah

48-72 jam tuberkulin disuntikkan akan timbul reaksi berupa indurasi

kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni reaksi

persenyawaan antara antibodi seluler dengan antigen tuberkulin

(WHO, 2014).

e. Pemeriksaan Radiologis

Sebagian besar TB paru didiagnosis dengan pemeriksaan dahak secara

mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi

tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesui indikasi sebagai

berikut (PDPI, 2011):

- Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

Pemeriksaan foto toraks pada kasus ini diperlukan untuk mendukung

diagnosis TB paru BTA positif

- Ketiga spesimen dahak tetap negatif setelah pemeriksaan 3 spesimen

dahak SPS sebelumnya dan tidak ada perbaikan setelah pemberian

antibiotik non OAT

- Penderita tersebut diduga menderita kompilkasi sesak napas berat

yang memerlukan penanganan.

Pada pemeriksaan foto toraks tuberkulosis dapat memberikan

gambaran berbagai macam bentuk (multiform). Berikut merupakan

gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif:

31
1.Bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus

atas paru dan segmen superior lobus bawah.

2.Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi bayangan opak berawan

atau nodular.

3.Bayangan bercak milier

4.Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (Jarang)

Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif adalah

sebagai berikut:

1. Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas

2. Kalsifikasi

3. Komplek ranke

4. Fibrotoraks/fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleura

5.

6.

7.

Gambar 3. Algoritma penegakan diagnosis tuberkulosis paru

(Depkes, RI, 2014).


32
Tabel 1 : Skoring TB anak (Safhitri, 2011).

K. Diagnosis TB Paru berdasarkan ISTC

International Standards for Tuberculosis Care merupakan

program dalam penanggulangan TB nasional yang awalnya

direkomendasikan oleh WHO. ISTC dimaksudkan bukan untuk

menggantikan berbagai pedoman (guideline) manajemen TB yang telah

disusun secara rinci oleh masing-masing organisasi profesi seperti Directly

Observed Treatment Short-course (DOTS), tetapi berperan sebagai rambu-

rambu minimal untuk tenaga medis yang mengelola kasus TB. ISTC

memuat hal-hal apa (what) yang seharusnya dilakukan dokter dalam

mengelola pasien TB, sedangkan pedoman organisasi profesi berisi

33
panduan bagaimana mengelola pasien TB. ISTC berisi 21 standar yang

terdiri dari 6 standar diagnosis, 7 standar terapi, dan 4 standar penanganan

TB dengan infeksi HIV dan kondisi komorbid lain serta 4 standar

kesehatan masyarakat.

Standar diagnosis berdasarkan ISTC terdapat di standar 1 sampai

6, yaitu (Depkes RI, 2013):

1. Untuk menentukan diagnosis awal, petugas kesehatan harus

memperhatikan faktor risiko TB pada individu dan kelompok serta

melakukan evaluasi klinik dan uji diagnostik yang sesuai dengan

gejala dan temuan klinis lain sesuai TB.

2. Semua pasien, termasuk anak, yang mengalami batuk yang tidak

dapat dijelaskan dan berlangsung selama dua minggu atau lebih atau

temuan klinis lain pada pemeriksaan foto toraks yang dicurigai TB

harus dievaluasi sebagai TB.

3. Semua pasien, termasuk anak, yang dicurigai memiliki TB paru dan

mampu mengeluarkan dahak harus diambil setidaknya dua sediaan

dahak untuk pemeriksaan mikroskopik atau satu sediaan dahak untuk

pemeriksaan Xpert MTB/RIF di laboratorium yang terjamin

kualitasnya. Pasien dengan risiko tinggi resistens obat, yang berisiko

memiliki HIV atau mereka yang sakit berat harus diperiksakan Xpert

MTB/RIF sebagai alat uji diagnostik awal. Pemeriksaan serologi dan

interferon-gamma release assay (IGRA) tidak boleh digunakan untuk

mendiagnosis TB aktif.

34
4. Semua pasien, termasuk anak, yang dicurigai memiliki TB ekstra paru,

sediaan yang sesuai dengan lokasi yang dicurigai terinfeksi harus

diambil untuk pemeriksaan mikrobiologi dan histologi. Xpert

MTB/RIF direkomendasikan pemeriksaan awal meningitis TB sebagai

kebutuhan untuk diagnosis yang cepat.

5. Pasien yang dicurigai TB paru dengan sediaan BTA negatif, Xpert

MTB/RIF dan kultur harus dilakukan. Orang dengan pemeriksaan

mikroskopik dan Xpert MTB/RIF negatif dan klinis sesuai TB, OAT

harus dimulai setelah pemeriksaan sediaan untuk dikultur.

6. Untuk anak yang dicurigai memiliki TB intratoraks (seperti paru,

pleura, mediastinum, atau kelenjar getah bening hilus), konfirmasi

bakteriologis harus dilakukan melalui pemeriksaan sekret saluran

napas (ekspetorasi dahak, induksi sputum, dan bilas lambung) untuk

apusan mikroskopik, Xpert MTB/RIF, dan/atau kultur.

L. Penatalaksanaan

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan penderita,

mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai

penularan, mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT,

melindungi keluarga dan komunitas penderita. Pengobatan TB dilakukan

dengan prinsip-prinsip sebagai berikut (Depkes RI, 2014):

a. Tahap awal (intensif)

Penderita mendapat obat setiap hari, awasi langsung. Pengobatan

tahap awal dimaksudkan untuk menurunkan jumlah bakteri dan

meminimalisir perngaruh dari sebagian bakteri yang mungkin sudah


35
resisten sebelum pasien mendapat pengobatan. Diberikan pada semua

pasien baru selama 2 bulan. Bila pengobatan tahap awal diberikan

secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam 2

minggu. Sebagian besar penderita BTA positif akan menjadi negatif

pada akhir pengobatan.

b. Tahap lanjutan

Merupakan tahap yang penting untuk membunuh sisa bekteri yang

ada dalam tubuh khususnya kuman persisten sehingga pasien dapat

sembuh dan mencegah kekambuhan

c. Panduan OAT

WHO dan IUATLD (International Union Against

Tuberculosis and Lung Disease) merekomendasikan paduan

OAT standar, yaitu :

1) Kategori 1 :

a. 2HRZE/4H3R(3)

b.2HRZE/4HR

c. 2HRZE/6HE

2) Kategori 2 :

a. 2HRZES/HRZE/5H3R3E(3)

b.2HRZES/HRZE/5HRE

3) Kategori 3 :

a. 2HRZ/4H3R3
36
b.2HRZ/4HR

c. 2HRZ/6HE

Panduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional

Penanggulangan TB di Indonesia:

Tabel 2. Dosis rekomendasi OAT Lini pertama untuk

dewasa

1) Kategori 1 :

2(HRZE)/4(HR)3

atau 2(HRZE)/4(HR).

Paduan OAT ini

diberikan untuk

pasien baru:
37
a. Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis.

b. Pasien TB paru terdiagnosis klinis.

c. Pasien TB paru BTA negatif foto toraks


positif

d. Pasien TB ekstra paru.

Tabel 1. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 1 (2(HRZE)/4(HR

Tabel 2. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 1

(2(HRZE)/4(HR)3)
38
2) Kategori 2:

2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3 atau

2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)E.

Paduan OAT ini diberikan kepada :

a. Pasien kambuh.

b. Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan


OAT kategori 1 sebelumnya.

c. Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost


to follow-up).

Tabel 3. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 2

{2(HRZE)S/(HRZE)/5(HRE)}
39
Tabel 4. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 2

{2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3)

3) Paduan OAT untuk pasien TB Resistan Obat: terdiri

dari OAT lini ke-2 yaitu Kanamisin, Kapreomisin,

Levofloksasin, Etionamide, Sikloserin,

Moksifloksasin, PAS, Bedaquilin, Clofazimin,

Linezolid, Delamanid dan obat TB baru lainnya serta

OAT lini-1, yaitu pirazinamid and etambutol.

40
Tabel 5. Perhitungan dosis OAT Resistan Obat
41
Evaluasi penderita meliputi evaluasi klinik, bakteriologik, radiologik, dan

efek samping obat, serta evaluasi keteraturan berobat.

1. Evaluasi klinik

a. Penderita dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama

pengobatan selanjutnya setiap 1 bulan

b. Respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada

tidaknya komplikasi penyakit

c. Evaluasi klinik meliputi keluhan, berat badan, pemeriksaan fisis

2. Evaluasi bakteriologik

Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak.

Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik dilakukan

sebelum pengobatan dimulai, setelah 2 bulan pengobatan (setelah

fase intensif) dan pada akhir pengobatan.

3. Evaluasi radiologik

Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:

a. Sebelum pengobatan

b. Setelah 2 bulan pengobatan

c. Pada akhir pengobatan

Indikasi mutlak operasi pada pasien tuberkulosis adalah sebagai

berikut (Depkes RI, 2014):

1. Semua penderita yang telah mendapat OAT adekuat tetapi dahak

tetap positif

2. Penderita batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara

konservatif

42
3. Penderita dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak

dapat diatasi secara konservatif.

lndikasi relatif adalah sebagai berikut :

1. Penderita dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang

2. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan

3. Sisa kaviti yang menetap

I. PROGNOSIS

Dubia tergantung derajat berat, kepatuhan pasien, sensitivitas

bakteri, gizi, status imun, dan komorbiditas. Baik bila pasien patuh

menelan obat, dalam waktu 6 bulan.

43
IV. KESIMPULAN

Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh

kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit tersebut ditularkan dari manusia

dengan penyakit TB aktif ke manusia lain melalui droplet udara. Gejala

utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih.

Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan lain berupa dahak berca,put

darah, batuk darah, sesak napas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat

badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisis, demam

meriang lebih dari satu bulan.

Pada pemeriksaan fisik biasanya didapatkan perkusi redup pada apeks

paru karena tempat kelainan lesi TB paru yang paling sering adalah bagian

apeks (puncak) paru. Biasanya pada apek mucul infiltrat. Terdapat suara napas

tambahan seperti ronkhi basah, kasar dan nyaring. Pemeriksaan penunjang

untuk TB paru adalah TCM, dahak/sputum, darah lengkap, kultur bakteri, tes

tuberkulin, dan pemeriksaan radiologi foto thorak. Tatalaksana TB

menggunakan obat OAT yang terdiri dari Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid,

dan Ethambutol. Terkadang ditamnbahkan obat Streptomisin pada kondisi

tertentu. Setelah menjalani pengobatan pasien perlu di evaluasi. Evaluasi yang

dilakukan meliputi evaluasi klinis, evaluasi bakteriologis, dan evaluasi

radiologik.

44
DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, H. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga

University Press.

Safhitri, F. 2011. DIAGNOSIS TB DEWASA DAN ANAK BERDASARKAN

ISTC (International Standard for TB Care). Diagnosis TB Dewasa Dan

Anak Berdasarkan ISTC. Vol 7(15). Page 65

Atikawati D, Marhana I. 2015. Sequelae Tuberkulosis dengan Hemoptisis

Rekurens. Jurnal Respirasi.Surabaya 1(3);88-93.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jendral Pengendalian

Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2014. Pedoman Nasional

Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Ikatan Dokter Indonesia. 2010.

Panduan tatalaksana tuberkulosis sesuai ISTC dengan strategi DOTS untuk

dokter praktik swasta. Jakarta: Depkes RI, IDI

Evelyn C.P.2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta. Gramedia

Guyton A.C, dan Hall, J.E. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12.

Penterjemah: Ermita I, Ibrahim I. Singapura: Elsevier

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jendral Pengendalian

Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2011. Terobosan menuju akses

universal strategi nasional pengendalian TB di Indonesia 2010-2014.

Jakarta.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Tata Laksana Tuberkulosis.

Jakarta.

45
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2011. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis

dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru

Indonesia.

Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. 2016. Tuberkulosis:

temukan, obati sampai tuntas. [internet] Tersedia dari URL:

file:///C:/Users/User/Downloads/InfoDatin-2016-TB.pdf. Diakses pada

tanggal 05 Agustus 2019.

Rasjid R. Patofisiologi dan Diagnostik Tuberkulosis Paru. Dalam: Yusuf A,

Tjokronegoro A.2011. Tuberkulosis Paru Pedoman Penataan Diagnostik

dan Terapi. Jakarta.Balai penerbit FKUI; 1-11

Sherwood, L. 2014. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC

Tortora, G.J., Derrickson, B. 2012. Principles of Anatomy & Physiology 13th

Edition. United States of America: John Wiley & Sons, Inc.

World Health Organization. 2014. Global Tuberculosis Report [internet] Tersedia

dari URL:

http://www.who.int/tb/publications/global_report/gtbr14_executive_summar

y.pdf. Diakses pada tanggal 05 Agustus 2019.

46

Anda mungkin juga menyukai