Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial
yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Pemeliharaan kesehatan adalah upaya penaggulangan dan pencegahan
gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan/atau
perawatan termasuk kehamilan dan persalinan. Pendidikan kesehatan adalah
proses membantu sesorang, dengan bertindak secara sendiri-sendiri ataupun
secara kolektif, untuk membuat keputusan berdasarkan pengetahuan mengenai
hal-hal yang mempengaruhi kesehatan pribadinya dan orang lain.
Pendidikan kesehatan sendiri meurut Larry Green adalah kombinasi
pengalaman belajar yang dirancang untuk mempermudah adaptasi sukarela
terhadap perilaku yang kondusif bagi kesehatan. Data terakhir menunjukkan
bahwa saat ini lebih dari 80 persen rakyat Indonesia tidak mampu mendapat
jaminan kesehatan dari lembaga atau perusahaan di bidang pemeliharaan
kesehatan dalam memperoleh akses jaminan kesehatan yang memadai.
Masyarakat kadang terpinggirkan dari sisi kemerataan dalam memperoleh
jaminan kesehatan tersebut. Hal tersebut menjadi lebih kompleks dalam
konteksnya manajemen pelayanan kesehatan baik secara kelompok maupun
sifat dari pelayanan kesehatan itu sendiri.
UU No.23,1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa: Kesehatan
adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan
hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka
kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-
unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa
merupakanbagian integral kesehatan.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang
banyak membawa perubahan terhadap kehidupan manusia baik dalam hal
perubahan pola hidup maupun tatanan sosial termasuk dalam bidang
kesehatan yang sering dihadapkan dalam suatu hal yang berhubungan
langsung dengan norma dan budaya yang dianut oleh masyarakat yang
bermukim dalam suatu tempat tertentu.
Pengaruh sosial budaya dalam masyarakat memberikan peranan
penting dalam mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Perkembangan sosial budaya dalam masyarakat merupakan suatu tanda bahwa
masyarakat dalam suatu daerah tersebut telah mengalami suatu perubahan
dalam proses berfikir. Perubahan sosial dan budaya bisa memberikan dampak
positif maupun negatif.
Hubungan antara budaya dan kesehatan sangatlah erat hubungannya,
sebagai salah satu contoh suatu masyarakat desa yang sederhana dapat
bertahan dengan cara pengobatan tertentu sesuai dengan tradisi mereka.
Kebudayaan atau kultur dapat membentuk kebiasaan dan respons terhadap
kesehatan dan penyakit dalam segala masyarakat tanpa memandang
tingkatannya. Karena itulah penting bagi tenaga kesehatan untuk tidak hanya
mempromosikan kesehatan, tapi juga membuat mereka mengerti tentang
proses terjadinya suatu penyakit dan bagaimana meluruskan keyakinan atau
budaya yang dianut hubungannya dengan kesehatan.
BAB II
KAJIAN TEORI

2.1 Pengaruh Sosial Budaya dalam Kesehatan Masyarakat

Perubahan dunia memberi kita sebuah pelajaran yang berarti tetntang


sebuah pergeseran. Berbagai perubahan sosial, ekonomi, budaya, teknologi dan
politik mengharuskan jalinan hubungan di antara masyarakat manusia di
seluruh dunia. Fenomena ini dirangkum dalam terminologi globalisation.
Ditengah riuh rendah globalisasi inilah muncul wacana Dampak Perubahan
Sosial dan Budaya. Dampak dari perubahan sosial dan budaya sendiri diartikan
sebagai perubahan dalam skala besar pada sistem bio-fisik dan ekologi yang
disebabkan aktifitas manusia. Perubahan ini terkait erat dengan sistem
penunjang kehidupan planet bumi (life-support system). Ini terjadi melalui
proses historis panjang dan merupakan agregasi pengaruh kehidupan manusia
terhadap lingkungan, yang tergambar misalnya pada angka populasi yang terus
meningkat, aktifitas ekonomi, dan pilihan-pilihan teknologi dalam memacu
pertumbuhan ekonomi. Saat ini pengaruh dan beban terhadap lingkungan hidup
sedemikian besar, sehingga mulai terasa gangguan-gangguan terhadap Sistem
Bumi kita.

Perubahan sosial dan budaya yang terjadi seiring tekanan besar yang
dilakukan manusia terhadap sistem alam sekitar, menghadirkan berbagai
macam risiko kesehatan dan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia. Sebagai
contoh, kita terus mempertinggi konsentrasi gas-gas tertentu yang
menyebabkan meningkatkan efek alami rumah kaca (greenhouse) yang
mencegah bumi dari pendinginan alami (freezing). Selama abad 20 ini, suhu
rata-rata permukaan bumi meningkat sekitar 0,6oC dan sekitar dua-per-tiga
pemanasan ini terjadi sejak tahun 1975. Dampak perubahan sosial dan budaya
penting lainnya adalah menipisnya lapisan ozon, hilangnya keaneragaman
hayati (bio-diversity), degradasi kualitas lahan, penangkapan ikan melampaui
batas (over-fishing), terputusnya siklus unsur-unsur penting (misalnya nitrogen,
sulfur, fosfor), berkurangnya suplai air bersih, urbanisasi, dan penyebaran
global berbagai polutan organik. Dari kacamata kesehatan, hal-hal di atas
mengindikasikan bahwa kesehatan umat manusia dipengaruhi oleh berbagai
faktor yang terjadi di luar batas kemampuan daya dukung ruang lingkungan
dimana mereka hidup.

Dalam skala global, selama seperempat abad ke belakang, mulai tumbuh


perhatian serius dari masyarakat ilmiah terhadap penyakit-penyakit yang terkait
dengan masalah lingkungan, seperti kanker yang disebabkan racun tertentu
(toxin related cancers), kelainan reproduksi atau gangguan pernapasan dan
paru-paru akibat polusi udara. Secara institusional International Human
Dimensions Programme on Global Environmental Change (IHDP) membangun
kerjasama riset dengan Earth System Science Partnership dalam menyongsong
tantangan permasalahan kesehatan dan Dampak dari perubahan sosial dan
budaya.

Pengaruh perubahan iklim global terhadap kesehatan umat manusia bukan


pekerjaan mudah. Dibutuhkan kerja keras dan pendekatan inter-disiplin
diantaranya dari studi evolusi, bio-geografi, ekologi dan ilmu sosial. Di sisi lain
kemajuan teknik penginderaan jauh (remote sensing) dan aplikasi-aplikasi
sistem informasi geografis akan memberikan sumbangan berarti dalam
melakukan monitoring lingkungan secara multi-temporal dan multi-spatial
resolution. Dua faktor ini sangat relevan dengan tantangan studi dampak
perubahan sosial dan budaya terhadap kesehatan lingkungan yang memerlukan
analisa historis keterkaitan dampak perubahan sosial dan budaya dan kesehatan
serta analisa pengaruh perubahan sosial dan budaya di tingkat lokal, regional
hingga global.
a) Aspek sosial budaya yang mempengaruhi perilaku kesehatan dan status
kesehatan
Selanjutnya dijelaskan beberapa aspek sosial budaya yang
mempengaruhi perilaku kesehatan dan status kesehatan.yang pertama yaitu:
1) Umur
Golongan penyakit dapat dibedakan menurut umur. misalnya dikalangan
balita banak yang menderita penyakit infeksi,sedangkanpada golongan
dewasa atau usia lanjut lebih banyak menderita penyakit kronis.
2) Jenis kelamin
Jenis kelamin, kaum wanita lebih banyak menderita kanker payudara
dibandingkan pria dan bgtupu pada kaum pria lebih banyak menderita
kanker prostat disbanding perempuan.
3) Pekerjaan
Dilihat dari aspek jenis pekerjaan, dikalangan petani lebih banyak menderita
penyakit cacingan, karena aktifiasnya banyak dilakukan disawah, sedangkan
pada buruh tekstil lebih banyak menderita penyakit salura pernafasan kaena
banyak terpapar debu.
4) Sosial ekonomi
Keadaan sosial ekonomi juga mempengaruhi pada pola penyakit, bahkan
juga berpengaruh pada kematian, misalnya angka kematian lebih tinggi pada
golonga yang status ekonominya rendah dibandingkan dengan status
ekonominya tinggi. demikian juga obesitas lenih ditemukan pada kalangan
masyarakat dengan status ekonoinya tinggi.

Menurut H Ray Elling(1970)ada beberapa faktor sosial yang berpengaruh pada


perilaku kesehatan. antara lain :
1) Self concept
2) Image kelompok.

G.M foster menambahkan, bahwa identifikasi individu kepada kelompoknya juga


berpengaruh terhadap perilaku kesehatan.

1) Pengaruh self concept


Kita ditentukan oleh tingkat kepuasan atau tidak kepuasan yang kita
rasakan terhadap diri kita sendiri, terutama bagaimana kita ingin
memperlihatkan diri kita kepada orang lain,oleh karena itu, secara tidak
langsung self concept kita cenderung mementukan, apakah kita akan
menerima keadaan diri kita seperti adanya atau berusaha untuk
mengubahnya.self concept adalah faktor yang penting dalam kesehatan,
karena mempengaruhi perilaku masyarakat dan juga perilaku petugas
kesehatan.
2) Pengaruh image kelompok
Image seseorang individu sangat dipengaruhi oleh image kelompok.
Sebagai contoh, seorang anak dokter akan terpapar oleh organisasi kedokteran
dan orang-orang dengan pendidikan tinggi, sedangkan anak petani tidak
terpapar dengan lingkungan medis, dan besar kemungkinan juga tidak becita-
cita untuk menjadi dokter.
3) Pengaruh identifikasi kelompok sosialnya terhadap perilaku kesehatan
Identifikasi kelompok kecilnya sangat penting untuk memberikan
keamanan psikologis dan kepuasan dalam pekerjaan mereka.
b) Aspek Sosial budaya yang mempengaruhi status kesehatan dan perilaku
kesehatan
Menurut G.M foster(1973)Aspek budaya yang dapat mempengaruhi
kesehatan seseorang antaa lain adalah:
· Tradisi
· Sikap fatalisme
· Nilai
· Ethnocentrisme
· Unsur budaya dipelajari pada tingkat awal dalam proses sosialisasi.
1) Pengaruh tradisi terhadap perilau kesehatan dan status kesehatan.
Ada beberapa tradisi dalam masyarakat yang dapat berpengaruh
negatif terhadap kesehatan masyarakat, misalnya di New Guinea, pernah
terjadi wabah penyakit kuru. penyakit ini menyerang susunan saraf otak dan
penyebabnya adalah virus. penderita hamya terbatas pada anak-anak dan
wanita. Setelah dilakukan penelitaian ternyata penyakit ini menyebar karena
adanya tadisi kanibalisme.

2) Pengaruh sikap fatalisme terhadap perilaku dan status kesehatan.


Hal ini adalah sikap fatalisme yang juga mempengaruhi perilaku
kesehatan, beberapa anggota masyarakat di kalangan kelompok yang
beragama Islam percaya bahwa anak adalah titipan Tuhan, dan sakit atau
mati itu adalah takdir, sehingga masyarakat kurang berusaha untuk mencari
pertolongan pengobatan bagi anaknya yang sakit, atau menyelamatkan
seseorang dari kematian.
3) Pengaruh sikap Ethnosentris terhadap perilaku dan status kesehatan
Sikap ethnosentrime adalah sikap yang memandang bahwa
kebudayaan sendiri yang paling baik jika dibandingkan dengan kebudayaan
pihak lain. misalnya orang-orang barat merasa bangga terhadap kemajuan
ilmu dan teknologi yang dimilikinya, dan selalu beranggapan bahwa
kebudayaanya paling maju, sehingga merasa superior terhadap budaya dari
masyarakat yang sedang berkembang. tetapi dari sisilain, semua anggota dari
budaya lainnya menganggap bahwa yang dilakukan secar alamiah adalah
yang terbaik. Oleh karena itu, sebagai petugas kesehatan kita harus
menghindari sikap yang menganggap bahwa petugas adalah orang yang
paling pandai, paling mengetahui tentang masalah kesehatan karena
pendidikan petugas lebih tinggi dari pendidikan masyarakat setempat
sehingga tidak perlu mengikut sertakan masyarakat tersebut dalam masalah
kesehatan masyarakat. Dalam hal ini memang petugas lebih menguasai
tentang masalah kesehatan, tetapi masyarakat dimana mereka bekerja lebih
mengetahui keadaan di masyarakatnya sendiri.
4) Pengaruh perasaan bangga pada statusya,terhadap perilaku kesehatan.
Suatu perasaan bangga terhadap budayannya beraku bagi setiap
orang. Hal tersebut berkaitan dengan sikap ethnosentrisme.
5) Pengaruh norma terhadap perilaku kesehatan.
Seperti halnya dengan rasa bangga terhadap statusnya,norma
dimasyarakat sangat mempengaruhi perilaku kesehatan dari anggota
masyarakatnya yang mendukung norma tersebut. Sebagai contoh, untuk
menurunkan angka kematian ibu dan bayi banyak mengalami hambatan
karena adanya norma yang melarang hubungan antara dokter sebagai
pemberi layanan dengan ibu hamil sebagai pengguna layanan.
6) Pengaruh nilai terhadap perilaku kesehatan.
Nilai yang berlaku dalam masyarakat berpengaruh terhadap perilaku
kesehatan. Nilai-nilai tersebut ada yang menunjang da nada yang merugikan
kesehata. Beberapa nilai yang merugikan kesehatan misalnya adalah
penilaian yang tinggi terhadap beras putih meskipun masyarakat mengetahiu
bahwa beras merah lebih banyak mengandung vitamin B1 jika dibandingkan
dengan beras putih, masyarakat ini memberikan nilai bahwa beras putih
lebih enak dan lebih bersih. Contoh lain adalah masih banyak petugas
kesehatan yang merokok meskipun mereka mengetahui bagaimana bahaya
merokok terhadap kesehatan.
7) Pengaruh unsur budaya yang dipelajari pada tingkat awal dari proses
sosialisasi terhadap perilaku kesehatan.
Pada tingkat awal proses sosialisasi, seorang anak diajakan antara lain
bagaimana cara makan, bahan makanan apa yang dimakan, cara buang air
kecil dan besar, dan lain-lain. Kebiasaan tersebut terus dilakukan sampai
anak tersebut dewasa dan bahkan menjadi tua. Kebiasaan tersebut sangat
mempngaruhi perilaku kesehatan yang sangat sulit untuk diubah.
8) Pengaruh konsekuensi dari inovasi terhadap perilaku kesehatan.
Tidak ada perubahan yang terjadi dalam isolasi, atau dengan perkataan
lain, suatu perubahan akan menghasilkan perubahan yang kedua dan
perubahan yang ketiga. Apabila seorang pendidik kesehatan ingin
melakukan perubahan perilaku kesehatan masyarakat, maka yang harus
dipikirkan adalah konsekuensi apa yang akan terjadi jika melakukan
perubahan, menganalisis faktor-faktor yang terlibat/ berpengaruh terhadap
perubahan, dan berusaha untuk memprediksi tentang apa yang akan terjadi
dengan perubahan tersebut apabila ia tahu budaya masyarakat setempat dan
apabila ia tahu tentang proses perubahan kebudayaan, maka ia harus dapat
mengantisipasi reaksi yang muncul yang mempengaruhi outcome diri
perubahan yang telah direncanakan.

2.2 Bagaimana Perubahan Sosial dan Budaya Mempengaruhi Kesehatan


Masyarakat
Ada tiga alur tingkatan pengaruh perubahan sosial dan budaya terhadap
kesehatan. Pengaruh ini dari urutan atas ke bawah menunjukkan peningkatan
kompleksitas dan pengaruhnya bersifat semakin tidak langsung pada
kesehatan. Pada alur paling atas, terlihat bagaimana perubahan pada kondisi
mendasar lingkungan fisik (contohnya: suhu ekstrim atau tingkat radiasi
ultraviolet) dapat mempengaruhi biologi manusia dan kesehatan secara
langsung (misalnya sejenis kanker kulit). Alur pada dua tingkatan lain, di
tengah dan bawah, mengilustrasikan proses-proses dengan kompleksitas lebih
tinggi, termasuk hubungan antara kondisi lingkungan, fungsi-fungsi
ekosistem, dan kondisi sosial-ekonomi.
Alur tengah dan bawah menunjukkan tidak mudahnya menemukan
korelasi langsung antara perubahan lingkungan dan kondisi kesehatan. Akan
tetapi dapat ditarik benang merah bahwa perubahan-perubahan lingkungan ini
secara langsung atau tidak langsung bertanggung jawab atas faktor-faktor
penyangga utama kesehatan dan kehidupan manusia, seperti produksi bahan
makanan, air bersih, kondisi iklim, keamanan fisik, kesejahteraan manusia,
dan jaminan keselamatan dan kualitas sosial. Para praktisi kesehatan dan
lingkungan pun akan menemukan banyak domain permasalahan baru di sini,
menambah deretan permasalahan pemunculan toksi-ekologi lokal, sirkulasi
lokal penyebab infeksi, sampai ke pengaruh lingkungan dalam skala besar
yang bekerja pada gangguan kondisi ekologi dan proses penyangga kehidupan
ini. Jelaslah bahwa resiko terbesar dari dampak perubahan sosial dan budaya
atas kesehatan dialami mereka yang paling rentan lokasi geografisnya atau
paling rentan tingkat sumber daya sosial dan ekonominya.
Menurut Blum ada empat peranan lingkungan dalam menyebabkan gangguan
kesehatan, yaitu :
1) Sebagai agent ( penyebab penyakit)
Contoh peran lingkungan sebagai penyebab penyakit : adanya beberapa
mikroba penyebab penyakit baik dari golongan bakteri, jamur, virus maupun
protozoa, adanya zat-zat kimia di lingkungan, adanya radiasi, tekanan udara,
aliran listrik dan sebagainya.
2) Reservoir
Peran lingkungan sebagai reservoir dapat dijelaskan dengan adanya
manusia, hewan dan benda sebagai tempat berkembang biaknya bibit
penyakit. Contoh : air kotor, sampah dan sebagainya.
3) Vektor
Peran lingkungan sebagai penular atau penyebar penyakit dikarenakan di
lingkungan terdapat beberapa hewan yang berperan sebagai vektor penular
atau pemindah bibit penyakit sehingga terjadi penularan. Contoh: lalat, kecoa,
nyamuk dan sebagainya.
4) Medium transmisi
Peran lingkungan sebagai medium transmisi dikarenakan lingkungan dapat
berperan sebagai benda perantara agent. Contoh: udara, air, makanan dan
sebagainya.
2.3. Budaya yang Mempengaruhi Kesehatan

Dalam teori HL blum tentang status kesehatan, maka dijelaskan


tentang beberapa faktor yang mempengaruhi status kesehatan, antara lain:
 Lingkung fisik,
 Sosial budaya,
 Ekonomi,
 Prilaku,
 Keturunan, dan
 Pelayanan kesehatan.
Selanjutnya Blum juga menjelaskan, bahwa lingkungan sosial budaya
tersebut tidak saja mempengaruhi status kesehatan, tetapi juga mempengaruhi
perilaku kesehatan.
Sebagaimana kita ketahui bahwa masyarakat Indonesia terdiri dari
banyak suku bangsa yang mempunyai latar budaya yang beraneka ragam.
Lingkungan budaya tersebut sangat mepegaruhi tingkah laku manusia yang
memiliki budaya tersebut, sehingga dengan beranekaragam budaya,
menimbulkan variasi dalam perilaku manusia dalam segala hal, termasuk
dalam perilaku kesehatan.
Dengan masalah tersebut, maka petugas kesehatan yang memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat dangan latar budaya yang beraneka
ragam, perlu sekali mengetahui budaya dan masyarakat yang dilayaninya,
agar pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat akan
memberikan hasil yang optimal, yaitu meningkatkan kesehatan masyarakat.
Manusia adalah mahluk sosial yang dalam kehidupannya tidak bisa
hidup sendiri sehingga membentuk kesatuan hidup yang dinamakan
masyarakat. Dengan definisi tersebut, Ternyata pengertian masyarakat masih
dirasakan luas dan abstrak sehingga untuk lebih konkretnya maka ada
beberapa unsur masyarakat, unsur masyarakat dikelompokan menjadi 2
bagian yaitu :

 Kesatuan sosial merupakan bentuk dan susunan dari kesatuan-kesatuan


individu yang berinteraksi dengan kehidupan masyarakat.
 Pranata sosial adalah himpunan norma-norma dari segala tingkatan yang
berkisar pada suatu kebutuhan pokok dalam kehidupan masyarakat.
Norma-norma tersebut memberikan petunjuk bagi tingkah laku seseorang
yang hidup dalam masyarakat.

Kebudayaan dalam pengertian yang terbatas, banyak orang yang


memberikan definisi kebudayaan sebagai bangunan yang indah, candi, tari-
tarian, seni suara dan seni rupa.
Taylor memberikan definisi kebudayaan sebagai keseluruhan yang
komleks yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan dan
kemampuan kesenian.moral hukam adat istiadat dan kemampuan lain serta
kebiasaan-kebiasaan yang didapat manusia sebagai anggota masyarakat.
Sedangkan menurut, Koentjaraningrat mendefinisikan bahwa kebudayaan
adalah seluruh kelakuan dan hasil kelakuan manusia yang teratur oleh tata
kelakuan yang haus didapatkannya dengan belajar dan yang semuanya tesusun
dalam kehidupan masyarakat.
2.3 Aktifitas Masyarakat Terhadap Kesehatan
Sebagaimana disinggung di atas, masyarakat manusia sangat bervariasi
dalam tingkat kerentanan terhadap serangan kesehatan. Kerentanan ini
merupakan fungsi dari k emampuan masyarakat dalam beradaptasi
terhadap perubahan iklim dan lingkungan. Kerentanan juga bergantung pada
beberapa faktor seperti kepadatan penduduk, tingkat ekonomi, ketersediaan
makanan, kondisi lingkungan lokal, kondisi kesehatannya itu sendiri, dan
kualitas serta ketersediaan fasilitas kesehatan publik.
Wabah demam berdarah yang melanda negeri kita menyiratkan betapa
rentannya kondisi kesehatan-lingkungan di Indonesia saat ini, baik dilihat dari
sisi antisipasi terhadap wabah, kesigapan peanggulangannya sampai pada
penanganan para penderita yang kurang mampu. Merebaknya wabah di
kawasan urban juga menyiratkan kerentanan kondisi lingkungan dan
kerentanan sosial-ekonomi. Hal ini terkait dengan patron penggunaan lahan,
kepadatan penduduk, urbanisasi, meningkatnya kemiskinan di kawasan urban,
selain faktor lain seperti rendahnya pemberantasan nyamuk vektor penyakit
sejak dini, atau resistensi nyamuk sampai kemungkinan munculnya strain atau
jenis virus baru.
Pada dekade lalu penelitian ilmiah yang menghubungkan pengaruh
perubahan iklim global terhadap kesehatan dapat dirangkum dalam tiga
katagori besar. Pertama, studi-studi empiris untuk mencari saling-hubungan
antara kecenderungan dan variasi iklim dengan keadaan kesehatan. Kedua,
studi-studi untuk mengumpulkan bukti-bukti munculnya masalah kesehatan
sebagai akibat perubahan iklim. Ketiga, studi-studi pemodelan kondisi
kesehatan di masa depan. Penelitian empiris jenis pertama dan kedua
dimanfaatkan untuk mengisi kekosongan pengetahuan serta memperkirakan
kondisi kesehatan sebagai tanggapan terhadap perubahan iklim dan
lingkungan (scenario-based health risk assessment).
Akan tetapi, menimbang variasi kerentanan sosial-ekonomi yang telah
kita singgung, keberhasilan sumbangan ilmiah di atas hanya akan optimal jika
didukung paling tidak dua faktor lain, yaitu faktor administratif-legislatif dan
faktor cultural-personal (kebiasaan hidup). Administrasi-legislasi adalah
pembuatan aturan yang memaksa semua orang atau beberapa kalangan
tertentu untuk melakukan tindakan-tindakan preventif dan penanggulangan
menghadapi masalah ini. Cakupan kerja faktor ini adalah dari mulai tingkatan
supra-nasional, nasional sampai tingkat komunitas tertentu. Selanjutnya
secara kultural-personal masyarakat didorong secara sadar dan sukarela untuk
melakukan aksi-aksi yang mendukung kesehatan-lingkungan melalui
advokasi, pendidikan atau insentif ekonomi. Faktor ini dikerjakan dari
tingkatan supra-nasional sampai tingkat individu.

Upaya yang Dapat Dilakukan


Aktifitas penelitian yang menghubungkan kajian lingkungan dan
kesehatan secara integral serta kerja praktis sistematis dari hasil penelitian
ilmiah di atas masih sangat sedikit dilakukan di Indonesia. Menghadapi
tantangan lingkungan dan kesehatan ini diperlukan terobosan-terobosan
institusional baru diantara lembaga terkait lingkungan hidup dan kesehatan,
misalnya dilakukan rintisan kerjasama intensif yang diprakarsai Departemen
Kesehatan, Departemen Sosial dan Kementerian Lingkungan Hidup bersama
lembaga penyedia data keruangan seperti Bakosurtanal (pemetaan) dan
LAPAN (analisa melalui citra satelit). Untuk mewujudkan kerjasama di
tataran praktis komunitas atau LSM pemerhati lingkungan hidup mesti
berkolaborasi dengan Ikatan Dokter Indonesia bersama asosiasi profesi seperti
Ikatan Surveyor Indonesia (ISI), Masyarakat Penginderaan Jauh (MAPIN)
dalam mewujudkan agenda-agenda penelitian dan program-program
penanganan permasalahan kesehatan dan perubahan lingkungan di tingkat
lokal hingga nasional.
Hadirnya wacana dan penelitian sosial budaya dengan kompleksitas,
ketidakpastian konsep-metodologi, dan perubahan-perubahan besar di masa
depan, telah menghadirkan tantangan-tantangan dan tugas-tugas bagi
komunitas ilmiah, masyarakat dan para pengambil keputusan. Penelitian
ilmiah yang cenderung lamban, kini harus berganti dengan usaha-usaha
terarah dan cepat menghadapi urgensi penanganan masalah kesehatan-
lingkungan. Kemudian dalam gerak cepat pula informasi yang dihasilkan
dunia ilmiah, walaupun dengan segala ketidaksempurnaan dan asumsi-asumsi,
didorong untuk memasuki arena kebijakan. Masalah kesehatan dan GEC ini
merupakan isu krusial dan bahkan isu sentral dalam diskursus internasional
seputar pembangunan yang berkelanjutan
BAB III
PEMBAHASAN

1. permasalahan sosial budaya di masyarakat

Bicara tentang sosial, erat kaitannya dengan masyarakat dan hubungan antar
masyarakat. Hubungan antar masyarakat yang beragam menciptakan suatu kebiasaan
yang disebut juga budaya. Jadi, sosial budaya membahas tentang fakta-fakta
kebiasaan masyarakat dalam berinteraksi satu dengan yang lain.

Arus globalisasi pasti mempunyai dampak yang menyebabkan terjadinya


perubahan dalam sosial budaya Indonesia. Beberapa pengaruh globalisasi dalam
sosial budaya antara lain:

1. Meningkatnya individualisme.
Di era globalisasi ini, kesempatan individu untuk mengatur dan menentukan
yang baik bagi dirinya sendiri sangat terbuka lebar. Hidup perorangan tanpa
memperdulikan lingungan sekitar, nantinya akan merugikan diri sendiri.
2. Cultur Shock (gegar budaya).
Norma masyarakat yang sebelumnya menjadi pedoman bagi seseorang
bertindak perlahan- lahan berubah menjadi longgar
3. Cultur Lag (kesenjangan budaya).
Cultur lag ditandai dengan kebiasaan anggota masyarakat melanggar aturan
atau hukum.
Contoh minuman keras beralkohol digolongkan kedalam Napza namun
masyarakat masih mengkonsumsi secara berlebihan sehingga menimbulkan
masalah kesehatan.
4. Pola Kerja.
Globalisasi membawa perubahan yang mendalam dalam dunia kerja
Pekerja tanpa ketrampilan akan digantikan oleh pekerja yang memiliki
ketrampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan oleh industri modern
5. Kebudayaan Pop.
Karena globalisasi, image gagasan dan gaya hidup baru menyebar dengan cepat
ke seluruh pelosok dunia. Perdagangan, teknologi informasi baru, dan migrasi
global telah memberi kontribusi besar bagi penyebaran citra, gagasan, dan gaya
hidup baru tersebut melintasi batas- batas negara.
2. Upaya yang Dapat Dilakukan
Aktifitas penelitian yang menghubungkan kajian lingkungan dan
kesehatan secara integral serta kerja praktis sistematis dari hasil penelitian
ilmiah di atas masih sangat sedikit dilakukan di Indonesia. Menghadapi
tantangan lingkungan dan kesehatan ini diperlukan terobosan-terobosan
institusional baru diantara lembaga terkait lingkungan hidup dan kesehatan,
misalnya dilakukan rintisan kerjasama intensif yang diprakarsai Departemen
Kesehatan, Departemen Sosial dan Kementerian Lingkungan Hidup bersama
lembaga penyedia data keruangan seperti Bakosurtanal (pemetaan) dan
LAPAN (analisa melalui citra satelit). Untuk mewujudkan kerjasama di
tataran praktis komunitas atau LSM pemerhati lingkungan hidup mesti
berkolaborasi dengan Ikatan Dokter Indonesia bersama asosiasi profesi seperti
Ikatan Surveyor Indonesia (ISI), Masyarakat Penginderaan Jauh (MAPIN)
dalam mewujudkan agenda-agenda penelitian dan program-program
penanganan permasalahan kesehatan dan perubahan lingkungan di tingkat
lokal hingga nasional.
Hadirnya wacana dan penelitian sosial budaya dengan kompleksitas,
ketidakpastian konsep-metodologi, dan perubahan-perubahan besar di masa
depan, telah menghadirkan tantangan-tantangan dan tugas-tugas bagi
komunitas ilmiah, masyarakat dan para pengambil keputusan. Penelitian
ilmiah yang cenderung lamban, kini harus berganti dengan usaha-usaha
terarah dan cepat menghadapi urgensi penanganan masalah kesehatan-
lingkungan. Kemudian dalam gerak cepat pula informasi yang dihasilkan
dunia ilmiah, walaupun dengan segala ketidaksempurnaan dan asumsi-asumsi,
didorong untuk memasuki arena kebijakan. Masalah kesehatan dan GEC ini
merupakan isu krusial dan bahkan isu sentral dalam diskursus internasional
seputar pembangunan yang berkelanjutan
BAB IV
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Identifikasi masalah kesehatan terkait dengan social dan budaya
merupakan sesuatu yang sangat penting bagi tenaga kesehatan khususnya dan
masyarakat pada umumnya. Banyak sekali hal hal yang kita temukan yang
berdasarkan konsep kesehatan dan social budaya yang kita temukan dilapangan
berlawanan baik secara konsep maupun secara praktik. Kita sebagai tenaga
kesehtan dituntut untuk lebih memahami dan memerikan porsi yang sesuai
demi terciptanya suatu derajat kesehatan yang maksimal dengan tetap menajag
nilai budaya dalam bermasyarakat.
3.2 SARAN
Saya selaku penulis berharap kepada pembaca, agar setelah membaca
makalah ini dapat mengetahui pengaruh sosial budaya terhadap kesehatan di
lingkungan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Promosi Kesehatan Teori Dan Aplikasi, Edisi Revisi,
Rineka Cipta, Jakarta

Robertha Natalia Gracia, 2010. Hubungan Aspek Sosial Terhadap Pembangunan


Kesehatan

Anda mungkin juga menyukai