Anda di halaman 1dari 20

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

ASUHAN KEPERAWATAN LUKA BAKAR

“Disusun guna memenuhi salah satu tugasKeperawatan Medika Bedah III”

Disusun Oleh

1. Anif Maghfiroh (920173008)


2. Anggita Hendaya M (920173006)
3. Desi Ratnasari (920173011)
4. Ihda Maulidya Paramita (920173021)
5. Irfan Sahzuri (920173022)
6. Karina Purnama Savitri (920173026)
7. Kelvina (920173027)
8. Khoirun Nisa (920173029)
9. Nawa Evalatul Hawa (920173036)
10. Noor Effa Yumaeda (920173140)

IIIA – S1 Ilmu Keperawatan


Universitas Muhammadiyah Kudus
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan.
Makalah ini kami susun sebagai tugas dari mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah
III dengan judul “Asuhan Keperawatan Luka Bakar”.
Terima kasih kami sampaikan kepada Bapak Tri Suwarto,S.Kep,Ners., M.Kep dosen
mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah yang telah membimbing dan memberikan kuliah
demi lancarnya terselesaikan tugas makalah ini.
Demikianlah tugas ini kami susun semoga bermanfaat dan dapat memenuhi tugas
mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah dan penulis berharap semoga makalah ini
bermanfaat bagi diri kami dan khususnya untuk pembaca.Tak ada gading yang tak retak,
begitulah adanya makalah ini. Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang
konstruktif dan membangun sangat kami harapkan dari para pembaca guna peningkatan
pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.

Kudus, 11 September 2019

Tim Penyusun
Daftar Isi

Judul Halaman .................................................................................................................


Kata Pengantar …………………………………………………………………………
Daftar isi ..........................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ....................................................................................................
1.2 Rumusan masalah ...............................................................................................
1.3 Tujuan makalah ...................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Luka Bakar….……………………………………………………..


2.2 Penyebab Luka Bakar….………………………………………………………
2.3 Manifestasi Klinik Luka Bakar….…………………………………………….
2.4 Patofisiologi Luka Bakar…..…………………………………………………..
2.5 Pemeriksaan Diagnostik Luka Bakar………………………………………….
2.6 Penatalaksanaan Luka Bakar ………….……………………………………….
2.7 Pengkajian-Evaluasi Luka Bakar…….……………………………………….
2.8 Pencegahan primer, sekunder, tersier …………………………………………

BAB III PENUTUP

3.1 Simpulan ..............................................................................................................


3.2 Saran …………………………………………………………………………....

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Luka bakar dapat mengakibatkan masalah yang kompleks yang dapat meluas
melebihi kerusakan fisik yang terlihat pada jaringan yang terluka secara
langsung.Masalah kompleks ini mempengaruhi semua system tubuh dan beberapa
keadaan yang mengancam kehidupan.Seorang dengan luka bakar 50% dari luas
permukaan tubuh dan mengalami komplikasi dari luka dan pengobatan dapat terjadi
gangguan fungsional, hal ini mempunyai harapan hidup kurang dari 50%. Sekarang,
serang dewasa dengan uas bakar 75% mempunyai harapan hidup 50% dan bukan
merupakan hal yang luar biasa untuk memulangkan pasien dengan luka bakar 95% yang
diselamatkan. Pengurangan waktu penyembuhan, antisipasi dan penanganan secara dini
untuk mencegah komplikasi, pemeliharaaan fungsi tubuh dalam perawatan luka dan
tehnik rehabilitasi yang lebih efektif semuanya dapat meningkatkan rata-rata harapan
hidup pada sejumlah klien dengan luka bakar serius.
Beberapa karakteristik luka bakar yang terjadi membutuhkan tindakan khusus yang
berbeda.Karakteristik ini meliputi luasnya, penyebab (etiologi) dan anatomi luka
bakar.Luka bakar yang melibatkan permukaan tubuh yang besar atau yang meluas ke
jaringan yang lebih dalam, memerlukan tindakan yang lebih intensif daripada luka bakar
yang lebih kecil dan superficial. Luka bakar yang disebabkan oleh cairan yang panas
(scald burn) mempunyai perbedaan prognosis dan komplikasi daripada luka bakar yang
sama yang disebabkan oleh api atau paparan radiasi ionisasi. Luka bakar karena bahan
kimia memerlukan pengobatan yang berbeda dibandingkan karena sengatan listrik
(elektrik) atau percikan api. Luka bakar yang mengenai genetalia menyebabkan resiko
infeksi yang lebih besar daripada di tempat lan dengan ukuran yang sama. Uka bakar
pada kaki atau tangan dapat mempengaruhi kemampuan fungsi kerja klien dan
memerlukan tehnik pengobatan yang berbeda dari lokasi pada tubuh yang lain.
Pengetahuan umum perawat tentang anatomi disiologi kulut, patofisiologi luka bakar
sangat diperlukan untuk mengenal perbedaan dan derajat luka bakar tertentu dan berguna
untuk mengantisipasi harapan hidup serta terjadinya komplikasi muli organ yang
menyertai.
Prognosis klien yang mengalami suatu luka bakar berhubunan langsung dengan
lokasi dan ukuran luka bakar. Factor lain seperti umur, status kesehatan sebelumnya dan
inhalasi asap dapat mempengaruhi beratny luka bakar dan pengaruh lain yang menyertai.
Klien luka bakar sering mengalami kejadian bersamaan yang merugikan, seperti luka atau
kematian anggota keluarga yang lain, kehilangan rmah dan lainnya.Klien luka bakar
harus dirujuk untuk mendapatkan fasilitas perawatan yang lebih baik untuk menangani
segera dan masalah jangka panjang yang menyertai pada luka bakar tertentu.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah pada makalah dtiujukan untuk merumuskan permasalahan yang akan
dibahas pada pembahasan dalam makalah. Adapun rumusan masalah yang akan dibahas
dalam makalah, sebagai berikut :
1. Apakah Pengertian Luka Bakar ?
2. Apakah Penyebab Luka Bakar ?
3. Bagaimanakah Manifestasi Klinik Luka Bakar ?
4. Bagaimanakah Patofisiologi Luka Bakar ?
5. Bagaimanakah Pemeriksaan Diagnostik Luka Bakar ?
6. Bagaimanakah Penatalaksanaan Luka Bakar ?
7. Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Luka Bakar ?
8. Bagaimanakah Pencegahan primer, sekunder, tersier ?

1.3 Tujuan Masalah


1. Untuk mengetahui apa itu pengertian luka bakar
2. Untuk mengetahui apa itu penyebab luka bakar
3. Untuk mengetahui bagaimana manifestasi klinik luka bakar
4. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi luka bakar
5. Untuk mengetahui bagaimana pemeriksaan diagnostic luka bakar
6. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan luka bakar
7. Untuk mengetahui bagaimana Asuhan Keperawatan luka bakar
8. Untuk mengetahui bagaimana pencegahan primer, sekunder, tersier
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Luka Bakar


Luka bakar merupakan suatu bentuk kerusakan dan atau kehilangan jaringan
disebabkan kontak dengan sumber yang memiliki suhu yang sangat tinggi (misalnya api,
air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi) atau suhu yang sangat rendah. Saat terjadi
kontak dengan sumber termis (atau penyebab lainnya), berlangsung reaksi kimiawi yang
menguras energi dari jaringan sehingga sel tereduksi dan mengalami kerusakan
(Moenadjat, 2009).
Combutsio (Luka bakar) adalah injury pada jaringan yang disebabkan oleh suhu
panas ( thermal), kimia, elektrik dan radiasi ( Suriadi, 2010).
Luka bakar adalah kerusakan jaringan tubuh terutama kulit akibat
langsung atau peratara dengan sumber panas (teermal ), kimia, elektrik, dan
radiasi luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh trauma panas yang memberikan
gejala tergantung luas, dalam, dan lokasi lukanya.(Andradan Yessie, 2013).

2.2 Penyebab Luka Bakar


Penyebab luka bakar dibagi dalam beberapa hal berdasarkan :
1. Luka Bakar Suhu Tinggi (Thermal Burn)
a. Gas
b. Cairan
c. Bahan padat (Solid)
2. Luka Bakar Bahan Kimia (Chemical Burn)
3. Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn)
4. Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)
Setelah mengalami luka bakar maka seorang penderita akan berada dalam tiga tingkatan
fase, yaitu :
1. Fase Akut
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Secara umum pada fase ini, seorang
penderita akan berada dalam keadaan yang bersifat relatif life thretening. Dalam
fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan jalan nafas (airway),
mekanisme bernafas (breathing), dan sirkulasi (circulation). Gangguan airway
tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih
dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam
pasca trauma.Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderita pada fase
akut.Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
akibat cedera termal yang berdampak sistemik.Masalah sirkulasi yang berawal
dengan kondisi syok (terjadinya ketidakseimbangan antara pasokan O2 dan tingkat
kebutuhan respirasi sel dan jaringan) yang bersifat hipodinamik dapat berlanjut
dengan keadaan hiperdinamik yang masih ditingkahi dengan masalah instabilitas
sirkulasi.
2. Fase Subakut
Berlangsung setelah fase syok teratasi.Masalah yang terjadi adalah kerusakan
atau kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas. Luka yang terjadi
menyebabkan proses inflamasi dan infeksi; masalah penutupan luka dengan titik
perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur
atau organ – organ fungsional, keadaan hipermetabolisme.
3. Fase Lanjut
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan
pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Masalah yang muncul pada fase ini
adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, keloid, gangguan pigmentasi,
deformitas dan kontraktur.

2.3 Manifestasi Klinik Gastroenteritis


Manifestasi klinik yang muncul pada luka bakar sesuai dengan kerusakannya :
1. Grade I
Kerusakan pada epidermis, kulit kering kemerahan, nyeri sekali, sembuh dalam 3-7
dan tidak ada jaringan parut.
2. Grade II
Kerusakan pada epidermis dan dermis, terdapat vesikel dan edema subkutan, luka
merah, basah dan mengkilat, sangat nyeri, sembuh dalam 28 hari tergantung
komplikasi infeksi.
3. Grade III
Kerusakan pada semua lapisan kulit, tidak ada nyeri, luka merah keputih-putihan
dan hitam keabu-abuan, tampak kering, lapisan yang rusak tidak sembuh sendiri
maka perlu Skin graff.
2.4 Patofisiologi Luka Bakar
Menurut Corwin, Elizabeth J (2009), Berat ringannya luka bakar tergantung pada
faktor, agent, lamanya terpapar, area yang terkena, kedalamannya, bersamaan dengan
trauma, usia dan kondisi penyakit sebelumnya.
Derajat luka bakar terbagi menjadi tiga bagian; derajat satu (superficial) yaitu hanya
mengenai epidermis dengan ditandai eritema, nyeri, fungsi fisiologi masih utuh, dapat
terjadi pelepuhan, serupa dengan terbakar mata hari ringan. Tampak 24 jam setelah
terpapar dan fase penyembuhan 3-5 hari. Derajat dua (partial) adalah mengenai dermis
dan epidermis dengan ditandai lepuh atau terbentuknya vesikula dan bula, nyeri yang
sangat, hilangnya fungsi fisiologis. Fase penyembuhan tanpa infeksi 7-21 hari. Derajat
tiga atau ketebalan penuh yaitu mengenai seluruh lapisan epidermis dan dermis, tanpa
meninggalkan sisa-sisa sel epidermis untuk mengisi kembali daerah yang rusak,
hilangnya rasa nyeri, warnanya dapat hitam, coklat dan putih, mengenai jaringan
termasuk (fascia, otot, tendon dan tulang).
Fisiologi syok pada luka bakar akibat dari lolosnya cairan dalam sirkulasi kapiler
secara massive dan berpengaruh pada sistem kardiovaskular karena hilangnya atau
rusaknya kapiler, yang menyebabkan cairan akan lolos atau hilang dari compartment
intravaskuler kedalam jaringan interstisial. Eritrosit dan leukosit tetap dalam sirkulasi
dan menyebabkan peningkatan hematokrit dan leukosit. Darah dan cairan akan hilang
melalui evaporasi sehingga terjadi kekurangan cairan.
Kompensasi terhadap syok dengan kehilangan cairan maka tubuh mengadakan
respon dengan menurunkan sirkulasi sistem gastrointestinal yang mana dapat terjadi ilius
paralitik, tachycardia dan tachypnea merupakan kompensasi untuk menurunkan volume
vaskuler dengan meningkatkan kebutuhan oksigen terhadap injury jaringan dan
perubahan sistem. Kemudian menurunkan perfusi pada ginjal, dan terjadi vasokontriksi
yang akan berakibat pada depresi filtrasi glomerulus dan oliguri.
Repon luka bakar akan meningkatkan aliran darah ke organ vital dan menurunkan
aliran darah ke perifer dan organ yang tidak vital.
Respon metabolik pada luka bakar adalah hipermetabolisme yang merupakan hasil
dari peningkatan sejumlah energi, peningkatan katekolamin; dimana terjadi peningkatan
temperatur dan metabolisme, hiperglikemi karena meningkatnya pengeluaran glukosa
untuk kebutuhan metabolik yang kemudian terjadi penipisan glukosa,
ketidakseimbangan nitrogen oleh karena status hipermetabolisme dan injury jaringan.
Kerusakan pada sel darah merah dan hemolisis menimbulkan anemia, yang
kemudian akan meningkatkan curah jantung untuk mempertahankan perfusi.
Pertumbuhan dapat terhambat oleh depresi hormon pertumbuhan karena terfokus
pada penyembuhan jaringan yang rusak.Pembentukan edema karena adanya peningkatan
permeabilitas kapiler dan pada saat yang sama terjadi vasodilatasi yang menyebabkan
peningkatan tekanan hidrostatik dalam kapiler. Terjadi pertukaran elektrolit yang
abnormal antara sel dan cairan interstisial dimana secara khusus natrium masuk kedalam
sel dan kalium keluar dari dalam sel. Dengan demikian mengakibatkan kekurangan
sodium dalam intravaskuler.Skema berikut menyajikan mekanisme respon luka bakar
terhadap injury pada anak/orang dewasa dan perpindahan cairan setelah injury thermal.

2.5 Pemeriksaan Penunjang Gastronteritis


1. L a b o r a t o r i u m
a. H b ( H e m o g l o b i n ) t u r u n m e n u n j u k k a n a d a n ya p e n g e l u a r a n
d a r a h ya n g banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan
adanya cedera.
b. Ht (Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya kehilangan cairan
sedangkan Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan
k e r u s a k a n ya n g diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh darah.
c. Leukosit: Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau
inflamasi.
d. G D A (Gas Darah Arteri): Untuk mengetahui adanya
kecurigaaan cedera inhalasi. Penurunan tekanan oksigen
( P a O 2 ) a t a u p e n i n g k a t a n t e k a n a n karbon dioksida (CO2) mungkin
terlihat pada retensi karbon monoksida.
e. Elektrolit serum: Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan
dengan cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada
awal mungkin menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat
konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
f. Glukosa serum: Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
g. A l b u m i n serum: Untuk mengetahui adanya
k e h i l a n g a n p r o t e i n p a d a edema cairan.
h. B U N / K r e a t i n i n : P e n i n g g i a n m e n u n j u k k a n p e n u r u n a n p e r f u s i
a t a u f u n g s i ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
i. A l k a l i fosfatase: peningkatan sehubungan dengan
p e r p i n d a h a n c a i r a n interstisial/gangguan pompa natrium.
j. Kultur luka: data dasar dan diulang secara periodik.
k. U r i n e Lengkap: warna hitam kemerahan pada urine
s e h u b u n g a n d e n g a n mioglobin.
2. R o n t g e n : F oto thorak, dll (mengetahui adanya edema paru dll)
3. Scan Paru: dilakukan untuk men entukan luasnya cedera inhalasi.
4. E K G : U n t u k m e n g e t a h u i a d a n y a t a n d a i s k e m i a m i o k a r d i a l
a t a u d i s t r i t m i a , terutama pada luka bakar listrik.
5. CVP: Untuk mengetahui tekanan vena sentral, diperlukan pada luka bakar
lebihdari 30% dewasa dan lebih dari 20% pada anak.

2.6 Penatalaksanaan Luka Bakar

Prinsip penanganan luka bakar adalah dengan menutup lesi sesegera mungkin,
pencegahan infeksi dan mengurangi rasa sakit. Pencegahan trauma pada kulit yang vital
dan elemen didalamnya dan pembatasan pembentukan jaringan parut ( Kapita Selekta
Kedokteran, 2002).
Pada saat kejadian, hal yang pertama harus dilakukan adalah menjauhkan korban dari
sumber trauma. Padamkan api dan siram kulit yang panas dengan air. Pada trauma
dengan bahan kimia, siram kulit dengan air yang mengalir. Proses koagulasi protein pada
sel di jaringan yang terpajan suhu yang tinggi berlangsung terus menerus walau api telah
dipadamkan, sehingga destruksi tetap meluas. Proses tersebut dapat dihentikan dengan
mendinginkan daerah yang terbakar dan mempertahankan suhu dingin pada jam pertama
setelah kejadian. Oleh karena itu, merendam bagian yang terkena selama lima belas
menit pertama sangat bermanfaat. Tindakan ini tidak dianjurkan untuk luka bakar >10%,
karena akan terjadi hipotermia yang menyebabkan cardiac arrest.
Tindakan selanjutnya adalah sebagai berikut :
1. Lakukan resusitasi dengan memperhatikan jalan napas (airway), pernapasan
(breathing) dan sirkulasi (circulation).
2. Periksa jalan napas.
3. Bila dijumpai obstruksi jalan napas, buka jalan napas dengan pembersihan jalan
napas (suction dan lain sebagainya), bila perlu lakukan trakeostomi atau intubasi.
4. Berikan oksigen.
5. Pasang intravena line untuk resusitasi cairan, berikan cairan ringer laktat untuk
mengatasi syok.
6. Pasang kateter buli – buli untuk pemantau diuresis.
7. Pasang pipa lambung untuk mengosongkan lambung selama ada ileus paralitik.
8. Pasang pemantau tekanan vena sentral (central venous pressure/CVP) untuk
pemantauan sirkulasi darah, pada luka bakar ekstensif.
9. Periksa cedera seluruh tubuh secara sistematis untuk menentukan adanya cedera
inhalasi, luas dan derajat luka bakar. Dengan demikian jumlah dan jenis cairan dapat
yang diperlukan untuk resusitasi dapat ditentukan. Terapi cairan lebih diindikasikan pada
luka bakar derajat 2 dan 3 dengan luas >25%, atau pasien tidak dapat minum. Terapi
cairan dapat dihentikan bila masukkan oral dapat menggantikan parenteral. Dua cara
yang lazim digunakan untuk menghitung kebutuhan cairan pada penderita luka bakar,
yaitu :
a. Cara Evans.
Untuk menghitung jumlah cairan pada hari pertama hitunglah :
1) Berat badan (kg) x % luka bakar x 1cc NaCl (1)
2) Berat badan (kg) x % luka bakar x 1cc larutan koloid (2)
3) 2000 cc glukosa 5% (3)
Separuh dari jumlah (1), (2) dan (3) diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan
dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan cairan setengah dari hari pertama.
Pada hari ketiga berikan cairan setengah dari hari kedua. Sebagai monitoring pemberian
cairan lakukan penghitungan diuresis.
b. Cara Baxter.
Merupakan cara lain yang lebih sederhana dan banyak dipakai. Jumlah cairan hari
pertama dihitung dengan rumus = %luka bakar x BB (kg) x 4cc. Separuh dari jumlah
cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam selanjutnya.
Hari pertama diberikan larutan ringer laktat karena terjadi hipotermi. Untuk hari kedua
di berikan setengah dari jumlah hari pertama
Prinsip penatalaksanaan luka bakar adalah :
1. Langkah – langkah perawatan luka bakar Derajat I adalah sebagai berikut :
a) Memberikan salam kepada klien dengan nada lembut dan senyum serta
menanyakan luka bakar di bagian tubuh sebelah mana.
b) Menjelaskan tujuan perawatan luka bakar untuk mencegah infeksi, mempercepat
penyembuhan luka serta mencegah kecacatan.
c) Menanyakan kepada klien apakah ada yang belum di mengerti mengenai
perawatan luka bakar dan menanyakan kesiapan klien untuk dilakukan tindakan luka
bakar ,jika klien siap maka dilanjutkan penandatanganan informed consent.
d) Mengatur posisi klien di bed tindakan supaya luka dapat terlihat jelas dan mudah
dilakukan perawatan luka oleh pemeriksa, misalnya apabila luka ada di tubuh sebelah
kiri maka tubuh klien miring ke kanan dan begitu juga sebaliknya dan posisi luka
menghadap ke atas.
e) Membuka peralatan medis dan meletakkan di samping kiri klien.
f) Bila luka bakar tertutup pakaian maka minta ijin untuk membuka pakaian
supaya luka terlihat jelas dan membuka pakaian dengan hati-hati, bila sulit basahi
dengan NaCl 0,9%.
g) Membersihkan luka bakar dengan cara mengirigasi yaitu dengan cara mengaliri
bagian luka menggunakan NaCl 0,9% dengan meletakan bengkok di bawah luka terlebih
dahulu.
h) Melakukan debridement bila terdapat jaringan nekrotik dengan cara memotong
bagian nekrotik dengan mengangkat jaringan nekrotik menggunakan pinset chirurgis
dan digunting dengan gunting chirurgis mulai dari bagian yang tipis menuju ke bagian
tebal , dan bila ada bula dipecah dengan cara ditusuk dengan jarum spuit steril sejajar
dengan permukaan kulit dibagian pinggir bula kemudian dilakukan pemotongan kulit
bula dimulai dari pinggir dengan menggunakan gunting dan pinset chirugis.
i) Mengeringkan luka dengan cara mengambil kasa steril dengan pinset
anatomis lalu kasa steril ditekankan pelan-pelan sehingga luka benar-benar dalam
kondisi kering.
j) Memberikan obat topical (silver sulfadiazin) sesuai luas luka dengan
menggunakan dua jari yang telah diolesi obat tersebut.
k) Menutup luka dengan kasa steril.
l) Memasang plester dengan digunting sesuai ukuran dan ditempelkan di atas
kasa steril.
m) Menjelaskan bahwa perawatan luka telah selesai.
n) Membersihkan alat medis
o) Membersihkan sampah medis
p) Membersihkan ruangan.
2. Langkah – langkah perawatan luka bakar Derajat II – III adalah memberikan tindakan
resusitasi cairan :
a) Pada orang dewasa, dengan luka bakar tingkat II-III 20 % atau lebih sudah ada
indikasi untuk pemberian infus karena kemungkinan timbulnya syok.Sedangkan pada
orang tua dan anak-anak batasnya 15%.
b) Formula yang dipakai untuk pemberian cairan adalah formula menurut Baxter.
Formula Baxter terhitung dari saat kejadian (orang dewasa) :
1). 8 jam pertama ½ (4cc x KgBB x % luas luka bakar) Ringer Laktat.
2). 16 jam berikutnya ½ (4cc x KgBB x % luas luka bakar) Ringer Laktat ditambah 500-
1000cc koloid.
c) Modifikasi Formula Baxter untuk anak-anak adalah:
1) Replacement : 2cc/ KgBB/ % luas luka bakar
2) Kebutuhan faali : Umur sampai 1 tahun 100cc/ KgBB
Umur 1-5 tahun 75cc/ KgBB
Umur 5-15 tahun 50cc/ Kg BB
d) Sesuai dengan anjuran Moncrief maka 17/20 bagian dari total cairan diberikan
dalam bentuk larutan Ringer Laktat dan 3/20 bagian diberikan dalam bentuk koloid.
Ringer laktat dan koloid diberikan bersama dalam botol yang sama. Dalam 8 jam
pertama diberikan ½ jumlah total cairan dan dalam 16 jam berikutrnya diberikan ½
jumlah total cairan.
3. Bila luka bakar Derajat II dalam, III atau lebih dari 25 % pasien dirujuk ke Rumah
Sakit.

2.7 Asuhan Keperawatan Luka Bakar


A. Pengkajian
1. Pengkajian Primer
Setiap pasien luka bakar harus dianggap sebagai pasien trauma, karenanya harus
dicek Airway, breathing dan circulation-nya terlebih dahulu.
a. Airway
Apabila terdapat kecurigaan adanya trauma inhalasi, maka segera pasang
Endotracheal Tube (ET). Tanda-tanda adanya trauma inhalasi antara lain
adalah: terkurung dalam api, luka bakar pada wajah, bulu hidung yang
terbakar, dan sputum yang hitam.
b. Breathing
Eschar yang melingkari dada dapat menghambat pergerakan dada untuk
bernapas, segera lakukan escharotomi.Periksa juga apakah ada trauma-
trauma lain yang dapat menghambat pernapasan, misalnya pneumothorax,
hematothorax, dan fraktur costae.
c. Circulation
Luka bakar menimbulkan kerusakan jaringan sehingga menimbulkan
edema, pada luka bakar yang luas dapat terjadi syok hipovolumik karena
kebocoran plasma yang luas.Manajemen cairan pada pasien luka bakar,
dapat diberikan dengan Formula Baxter.
Formula Baxter

a) Total cairan: 4cc x berat badan x luas luka bakar


b) Berikan 50% dari total cairan dalam 8 jam pertama, sisanya dalam 16
jam berikutnya.
2. Pengkajian sekunder
1. Identitas pasien
Resiko luka bakar setiap umur berbeda: anak dibawah 2 tahun dan diatas 60
tahun mempunyai angka kematian lebih tinggi, pada umur 2 tahun lebih
rentan terkena infeksi.
2. Riwayat kesehatan sekarang
a. Sumber kecelakaan
b. Sumber panas atau penyebab yang berbahaya
c. Gambaran yang mendalam bagaimana luka bakar terjadi
d. Faktor yang mungkin berpengaruh seperti alkohol, obat-obatan
e. Keadaan fisik disekitar luka bakar
f. Peristiwa yang terjadi saat luka sampai masuk rumah sakit
g. Beberapa keadaan lain yang memeperberat luka bakar
3. Riwayat kesehatan dahulu
Penting untuk menentukan apakah pasien ,mempunyai penyakit yang merubah
kemampuan utuk memenuhi keseimbangan cairan dan daya pertahanan terhadap
infeksi (seperti DM, gagal jantung, sirosis hepatis, gangguan pernafasan).

B. DIAGNOSA
1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi trakheobronkhial;
oedema mukosa; kompresi jalan nafas
2. Nyeri berhubungan dengan kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema
3. Kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melalui rute
abnormal.
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat;
kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatic
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d peningkatan metabolik

C. INTERVENSI
1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi trakheobronkhial;
oedema mukosa; kompresi jalan nafas.
Ø Tujuan : Oksigenasi jaringan adekuat
Ø Kriteria Hasil:

- Tidak ada tanda-tanda sianosis

- Frekuensi nafas 12 - 24 x/mnt

- SP O2 > 95

Ø Intervensi :

1. Kaji tanda-tanda distress nafas, bunyi, frekuensi, irama, kedalaman nafas

2. Monitor tanda-tanda hypoxia(agitsi,takhipnea, stupor,sianosis)

3. Monitor hasil laboratorium, AGD, kadar oksihemoglobin, hasil oximetri


nadi

4. Tinggikan kepala tempat tidur. Hindari penggunaan bantal di bawah


kepala, sesuai indikasi

5. Dorong batuk/latihan nafas dalam dan perubahan posisi sering

6. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemasangan endotracheal tube atau


tracheostomi tube bila diperlukan

7. Kolabolarasi dengan tim medis untuk pemasangan ventilator bila


diperlukan

8. Kolaborasi dengan tim medis untuik pemberian inhalasi terapi bila


diperlukan

2. Nyeri berhubungan dengan kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema


Ø Tujuan: Pasien dapat mendemonstrasikan hilang dari ketidaknyamanan.
Ø Kriteria Hasil: menyangkal nyeri, melaporkan perasaan nyaman, ekspresi
wajah dan postur tubuh rileks.
Ø Intervensi :
1. Kaji respon pasien terhadap rasa sakit
2. Kaji kualitas, lokasi dan penyebaran dari rasa sakit
3. Berikan posisi yang nyaman
4. Ajarkan teknik relaksasi
5. Kolaborasi pemberian anlgesik narkotik sedikitnya 30 menit sebelum
prosedur perawatan luka
6. Bantu dengan pengubahan posisi setiap 2 jam bila diperlukan.
Dapatkan bantuan tambahan sesuai kebutuhan, khususnya bila pasien tak
dapat membantu membalikkan badan sendiri.

3. Kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melalui rute


abnormal. Peningkatan kebutuhan : status hypermetabolik, ketidakcukupan
pemasukan.
Ø Tujuan: Pasien dapat mendemostrasikan status cairan dan biokimia membaik
Ø Kriteria Hasil: tak ada manifestasi dehidrasi, resolusi oedema, elektrolit serum
dalam batas normal, haluaran urine 1-2 cc/kg BB/jam
Ø Intervensi :
1. Awasi tanda vital, CVP. Perhatikan kapiler dan kekuatan nadi perifer
2. Awasi pengeluaran urine dan berat jenisnya.Observasi warna urine dan
hemates sesuaiindikasi
3. Perkirakan drainase luka dan kehilangan yang tampak
4. Timbang berat badan setiap hari
5. Ukur lingkar ekstremitas yang terbakar tiap hari sesuai indikasi
6. Selidiki perubahan mental
7. Observasi distensi abdomen,hematomesis,feces hitam.
8. Lakukan program kolaborasi meliputi :
a) Pasang / pertahankan kateter urine
b) Pasang/ pertahankan ukuran kateter IV
c) Berikan penggantian cairan IV yang dihitung, elektrolit, plasma,
albumin
9. Awasi hasil pemeriksaan laboratorium (Hb, elektrolit, natrium)
10. Berikan obat sesuai idikasi
11. Tanda-tanda vital setiap jam selama periode darurat, setiap 2 jam selama
periode akut, dan setiap 4 jam selama periode rehabilitasi.
12. Masukan dan haluaran setiap jam selama periode darurat, setiap 4 jam
selama periode akut, setiap 8 jam selama periode rehabilitasi.

4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat;


kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Pertahanan sekunder tidak
adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi.
Ø Tujuan: Pasien bebas dari infeksi
Ø Kriteria Hasil: tak ada demam, pembentukan jaringan granulasi baik
Ø Intervensi :
1. Pantau :
a. Penampilan luka bakar (area luka bakar, sisi donor dan status balutan
di atas sisi tandur bial tandur kulit dilakukan) setiap 8 jam.
b. Suhu setiap 4 jam.
c. Jumlah makanan yang dikonsumsi setiap kali makan.
2. Bersihkan area luka bakar setiap hari dan lepaskan jaringan nekrotik
(debridemen)
3. Lepaskan krim lama dari luka sebelum pemberian krim baru. Gunakan
sarung tangan steril dan berikan krim antibiotika topikal yang diresepkan pada
area luka bakar dengan ujung jari. Berikan krim secara menyeluruh di atas
luka
4. Batasi pengunjung yang menyebabkan infeksi silang
5. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik sistemik dan topical
6. Kolaborasi pemberian diet, berikan protein tinggi, diet tinggi kalori.
Berikan suplemen nutrisi seperti ensure atau sustacal dengan atau antara
makan bila masukan makanan kurang dari 50%.

5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d peningkatan metabolik


Ø Tujuan : Intake nutrisi adekuat dengan mempertahankan 85-90% BB
Ø Kriteria Hasil :
- Intake kalori 1600 -2000 kkal
- Intake protein +- 40 gr /hari
- Makanan yang disajikan habis dimakan
Ø Intervensi :
1. Kaji sejauh mana kurangnya nutrisi
2. Lakukan penimbangan berat badan klien setiap hari (bila mungkin)
3. Pertahankan keseimbangan intake dan output
4. Jelaskan kepada klien tentang pentingnya nutrisi sebagai penghasil
kalori yang sangat dibutuhkan tubuh dalam kondisi luka bakar
5. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian nutrisi parenteral
6. Kolaborsi dengan tim ahli gizi untuk pemberian nutrisi yang adekuat

2.8 PENCEGAHAN PRIMER, SEKUNDER, TERSIER


a. Pencegeahan Primer
Tujuan adalah mencegah pajanan bahan yang menyebabkan sensitisasi d lingkungan
keja.Penghilangan atau modifikasi risiko dari pajanan ahan berbahaya sebelum
penyakit terjadi. Perlu eliminasi dan reduksi pajanan zat berbahaya dan ditujukan
pada timbulnya penyakit: hindari bahan penyebab, pakai APD, tingkatkan kapasitas
pekerja yang dapat meminimalisasi risiko sebelum sensitisasi terjadi.
b. Pencegahan Sekunder
Tujuan: menilai dampak pekerjaan dan temukan penyakit sedini mungkin dengan
identifikasi perubahan preklinik suatu penyakit.
Contoh: pemeriksaan berkala meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan berkala dilakukan selang waktu tertentu yang
teratur – sifat dan luasnya risiko yang terjadi, fokus pemeriksaan lebih ditujukan
pada organ dan system tubuh yang paling mungkin terpengaruh di tempat kerja.
c. Pencegahan Tersier
Untuk meminimalkan komplikasi, menghindari kecacatan, meningkatkan kualitas
hidup agar dapat menjalani kehidupan secara normal dan dapat diterima oleh
lingkungan.
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan
Luka bakar merupakan suatu bentuk kerusakan dan atau kehilangan jaringan
disebabkan kontak dengan sumber yang memiliki suhu yang sangat tinggi (misalnya api,
air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi) atau suhu yang sangat rendah. Saat terjadi
kontak dengan sumber termis (atau penyebab lainnya), berlangsung reaksi kimiawi yang
menguras energi dari jaringan sehingga sel tereduksi dan mengalami kerusakan
(Moenadjat, 2009).
Luka bakar dapat terjadi pada setiap orang dengan berbagai factor penyebab
seperti panas, sengatan listrik, zat kimia, mapun radiasi. Penerita luka bakar memerlukan
penanganan yang serius secara holistic/menyeluruh dari berbagai aspek dan disiplin
ilmu.Pada penderita luka bakar yang luas dan dalam memerlukan perawatan luka bakar
yang lama dan mahal seerta mempunyai efek resiko kematian yang tinggi, dampak luka
bakar bagi penderita dapat menimbulkan bebagai masalh fisik, psikis dan social bagi
pasien dan juga keluarganya. Perawat sebagai tim yang paling banyak berhubungan
dengan pasien dituntut untuk terus meningktakan pengetahuan dan keterampilannya
sehingga mampu merawat pasien luka bakar secara komprehensif dan optimal.

3.2 Saran
d. Dapat mempertahankan tindakan tepat dan cepat pada saat menangani klien dengan
emergensi
e. Diharapkan tetap menjaga kesterilan dalam melakukan perawatan luka bakar untuk
mencegah terjadinya infeksi
DAFTAR PUSTAKA

Moenadjat, Y. 2009. Luka bakar masalah dan tatalaksana. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Hlm90-110

Suriadi, Yuliani, Rita. 2010. Asuhan Keperawatan pada Anak Edisi 2.Jakarta : CV. Sagung
Seto

Andra, S. W., & Yessie, M. P. (2013). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan
Dewasa Teori dan Contoh Askep.Yogyakarta: Nuha Medika.

Elizabeth J. Corwin. (2009). Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Aditya Media.

Arief Mansjoer, dkk. 2002. Askariasis. Dalam :Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1, Edisi 3.
Jakarta : Media Aesculapius FKUI. Halaman : 416 –418.

Anda mungkin juga menyukai