Anda di halaman 1dari 18

IRIGASI & BANGUNAN AIR II CIVIL ENGINEERING 2017

BAB I
KRITERIA PERENCANAAN

1.1. Kebutuhan Air Irigasi


Efisiensi untuk tujuan – tujuan perencanaan, dianggap bahwa seperempat
sampai sepertiga dari jumlah air yang diambil akan hilang sebesar air itu sampai di
sawah. Kegiatan ini akibat :
a. Kegiatan eksploitasi
b. Evaporasi dan rembesan
Berhubungan rembesan hanya dilakukan apabila kelulusan tanah cukup tinggi.
Kehilangan yang sebenarnya di dalam jaringan bisa lebih tinggi dan efisiensi yang
sebenarnya berkisar antara 30-40 %.
Kriteria perencanaan (KP. 03) bagian saluran menjelaskan pada umumnya
kehilangan air dijaringan irigasi dapat dibagi-bagi sebagai berikut :
- 15 – 22,5 % di petak tersier, antara bangunan sadap tersier dan sawah
- 7,5 – 12,5 % di saluran sekunder
- 7,5 – 12,5 % di saluran utama
Ditetapkan
Untuk tersier 20% e = 80 = 80
Untuk sekunder 10% e = 90 × 80 = 0,72
Untuk primer 10% e = 90 × 90 ×80 = 0,65

I.2 Perhitungan Debit Rencana


Debit rencana saluran akan dihitung dengan menggunakan efisiensi saluran
dengan perumusan adalah sebagai berikut :

Q=

Dimana :
NFR = Kebutuhan persediaan air di sawah (1/ dt / Ha)
Q = Debit rencana (liter/ dt)
C = Koef. Pengurangan ( C = 1) untuk luas areal < 10.000 Ha
e = Efisiensi saluran
A = Luas areal yang akan diairi (Ha)
I.3 Perhitungan Dimensi Saluran
Dalam perhitungan dimensi saluran, aliran saluran dianggap sebagai aliran
tetap (steaty flow). Disamping itu perhitungan dimensi saluran ini berpedoman pada
prinsip perhitungan yang stabil (stabil Canal) yaitu dengan parameter hasil analisa,

SUWARTO M / F111 17 109


IRIGASI & BANGUNAN AIR II CIVIL ENGINEERING 2017

saluran tidak terjadi penggeseran dan pengendapan. Adapun rumus yang digunakan
adalah rumus strickler

V=K. .

R=

F = (b + m.h) h

P = b + 2.h √ m2 + 1

Q=V.F

Dimana :

Q = Debit saluran (m3/dt)


V = Kecepatan aliran (m/dt)
F = Luas penampang basah saluran (m)
P = Keliling basah saluran (m)
b = Lebar dasar saluran (m)
h = Tinggi air disaluran (m)
I = Kemiringan dasar saluran
k = Koefisien kekerasan Strickler (m1/3/dt)
m = Kemiringan talut ( 1 vert : m hor)
n = Tinggi jagaan (m)

A. Rumus kecepatan aliran maksimum ( V maks)


Rumus ini digunakan untuk mengontrol V rencana dimana jenis tanah
saluran yang tidak atau belum diketahui dalamnya dengan kedalaman 0,1 < h
1.m , satu sebagai berikut :

V maks = 0,75 . h 1/6 ( Mc. Donald dan NIPPON KUER)

Dimana :
h = Tinggi muka air rencana (m)

Jika V rencana > V maks ijin, maka saluran tersebut akan terjadi geseran /
erosi.

B. Rumus kecepatan aliran kritis ( V kritis)


Kecepatan aliran kritis dihitung untuk mengontrol kecepatan aliran
perencanaan ( V rencana) masih berada di atas kecepatan minimum hal ini jika

SUWARTO M / F111 17 109


IRIGASI & BANGUNAN AIR II CIVIL ENGINEERING 2017

V rencana < V kritis maka di saluran akan terjadi pengendapan sedimen / atau
timbulnya tetumbuhan air. Teori Kenedy - buku sediment transport
memberikan rumusan aliran sebagai berikut :

V kritis = 0,55 . h0.64

Dimana: h = Tinggi muka air rencana (m)

Tabel 1.1 Karakteristik saluran yang akan dipakai bersama untuk perencanaan
dimensi saluran.
Perbandingan Faktor
Q Kemiringan talud
b/h kekerasan
m3 / dt 1:m
n k=1/n

0.00 – 0.15 1 1.0 35


0.15 – 0.30 1 1.0 – 1.2 35
0.30 – 0.50 1 1.2 – 1.3 35
0.50 – 0.75 1 1.3 – 1.5 35
0.75 – 1.00 1 1.5 – 1.8 35

1.0 – 1.50 1 1.8 – 2.3 40


1.50 – 3.00 1.5 2.3 – 2.7 40
3.00 – 4.50 1.5 2.7 – 2.9 40
4.50 – 5.00 1.5 2.9 – 3.1 40

SUWARTO M / F111 17 109


IRIGASI & BANGUNAN AIR II CIVIL ENGINEERING 2017

5.00 – 6.00 1.5 3.1 – 3.5 42.5


6.00 – 7.50 1.5 3.5 – 3.7 42.5
7.50 – 9.00 1.5 3.7 – 3.9 42.5
9.00 – 10.00 1.5 3.9 – 4.2 42.5

10.00 – 11.00 2 4.2 – 4.9 45


11.00 – 15.00 2 4.9 – 6.5 45
15.00 – 25.00 2 6.5 – 9.0 45
25.00 – 40.00 2 45

Sumber : data kp. 03 ( Kriteria perencanaan – bagian saluran)

Tabel 1.2. Tinggi Jagaan


Q Sal.tanah Sal. Pas
m3/dt w (m) w (m)

< 0.5
0.40 0.20
0.5 – 1.5
0.50 0.20
1.5 – 5
0.60 0.25
5 – 10
0.75 0.30
10 – 15 0.85 0.40
1.00 0.50
>15
Sumber : data kp. 03 ( bagian saluran)

Tabel 1.3. Lebar minimum tanggul


Q Tanpa jln.inspeksi Dengan jln. Inspeksi
m3/dt m m

Q<1
1.00 3.00
1 < Q <5
1.50 5.00
5 < Q < 10
2.00 5.00
10 < Q < 5
3.50 5.00
Q > 15
3.50 5.00
Sumber : data kp. 03 ( bagian saluran)

SUWARTO M / F111 17 109


IRIGASI & BANGUNAN AIR II CIVIL ENGINEERING 2017

Perhitungan kebutuhan air sawah untuk padi yang disebut NFR (Net
Field Requirement) sangat tergantung pada faktor – faktor sebagai berikut :
1. Cara penyiapan lahan
2. Kebutuhan air untuk tanaman
3. Perlokasi dan rembesan
4. Pergantian lapisan air
5. Curah hujan efektif
Jika air yang dialirkan oleh jaringan saluran juga untuk keperluan selain
irigasi, maka debit rencana harus ditambah dengan jumlah yang dibutuhkan
untuk keperluan itu, dengan memperhitugkan efisiensi pengairan.
Catatan : Metode “Lengkung Kapasitas Tegal” yang dipakai sejak tahun
1891, tidak lagi
digunakan untuk perencanaan kapasitas saluran irigasi, hal ini
dikarenakan bahwa metode tersebut adalah perhitungan debit saluran dimana di
dalam areal yang akan dialiri terdiri dari 20% - 30% tanaman tebu yang pada
masa penjajah Belanda, selalu mengkombinasikan antara tanaman padi da tebu
sebagai bahan pokok pembuatan gula pasir.
Berhubungan sekarang irigasi itu terutama disediakan untuk pemberian
air tanaman padi, dimana tanaman padi adalah tanaman yang paling banyak
membutuhkan air dalam pertumbuhannya dibanding tebu dan palawija, maka
kebutuhan air untuk padi dijadikan sebagai standar dalam perhitungan
kebutuhan debit air di saluran.

I.4 Muka air yang dibutuhkan di bangunan sadap


Perhitungan hidrolis bangunan dimaksudkan selain perhitungan yang berkaitan
dengan penentuan dimensi bangunan, tetapi juga didalamnya termasuk perhitungan
bangunan dan pintu ukur serta penetapan kebutuhan. Elevasi muka air rencana di
bangunan untuk memenuhi tuntutan irigasi dengan memperhitungkan elevasi sawah
terjauh letaknya dari bangunan tersebut.
Untuk penetapan elevasi muka air di bangunan bagi / sadap, elevasi muka air
tertinggi dari semua ruas saluran setelah dianalisa.

A. Penentuan Elevasi Muka Air di Bangunan


Untuk menetapkan elevasi muka air di bangunan bagi / sadap ditentukan
oleh elevasi muka air yang tertinggi dari semua saluran. Prosedurnya adalah
menghitung tinggi muka air yang diperlukan dibangunan sadap tersier, lalu
seluruh kehilangan disaluran kuarter dan tersier serta bangunan dijumlahkan

SUWARTO M / F111 17 109


IRIGASI & BANGUNAN AIR II CIVIL ENGINEERING 2017

menjadi tinggi muka air dalam petyak tersier. Ketinggian tersebut ditambah
lagi dengan kehilangan tinggi energi dibangunan sadap tersier dan variasi muka
air akibat eksploitasi jaringan utama pada tinggi muka air parsial (sebagian).

P = A + a + b + n.c + d + m.a + f + g + ∆h + Z
Dimana :
P = Muka air yang dibutuhkan dijaringan utama dihulu bangunan bagi sadap
A = Elevasi tanah sawah tertinggi dipetak tersier +
a = Dalamnya genangan air disawah = 0,10 m
b = Kehilangan tinggi energi dari saluran kuarter sampai sawah = 0,1 m
n = Jumlah boks bagi kuarter saluran yang direncanakan
C = Kehilangan tinggi energy di boks bagi kuartyer 0,10 m
D = Kehilangan tinggi energy selama pengaliran disaluran tersier dan kuarter (
1 × 1 km)
a = Kehilangan tinggi energi diboks bagi tersier = 0,10 m / boks
m = Jumlah boks tersier pada saluran yang direncana
F = Kehilangan tinggi energi di gorong – gorong = 0,005 m
Z = Kehilangan tinggi energi di pintu romijn
∆h = Variasi tinggi muka air dijaringan utama dihulu bangunan sadap

1.5. Dimensi alat ukur Romijn


Pintu Romijn adalah alat ukur ambang lebar yang bisa digerakkan untuk
mengatur dan mengukur debit didalam jaringan saluran irigasi . agar dapat bergerak,
mercunya dibuat dari pelat baja dan dipasang di atas pintu sorong Pintu ini
dihubungkan dengan alat pengangkat.
A. Tipe-tipe alat ukur Romijn
Sejak pengenalanya pada tahun 1932, pintu Romijn telah dibuat dengan tiga
bentuk mercu (Gambar 2.8), yaitu :
(i) Bentuk mercu datar dan lingkaran gabungan untuk peralihan penyempitan
hulu (Gambar 2.8A)
(ii) Bentuk mercu miring keatas 1:25 dan lingakaran tunggal sebagai peralihan
penyempitan (Gambar 2.8B)

SUWARTO M / F111 17 109


IRIGASI & BANGUNAN AIR II CIVIL ENGINEERING 2017

(iii) Bentuk mercu datar dan lingkaran tunggal sebagai peralihan penyempitan
(Gambar 2.8C).

B. Mercu horizontal & lingkaran gabungan


Dipandung dari segi hidrolis, ini merupakan perencanaan yang baik. Tetapi
pembuatan kedua lingkaran gabungan sulit , padahal tanpa lingkaran lingkaran itu
pengarahan air di atas mercu pintu bisa saja di lakukan tanpa pemisahan aliran.

Gambar 1.1. Perencanaan mercu alat ukur romijin

C. Mercu dengan kemiringan 1:25 & lingkaran tunggal


Vlugter (1941) menganjurkan penggunaan pintu Romjin dengan kemiringan
mercu 1:25. Hasil penyelidikan model hidrolis di laboratorium yang mendasari
rekomendasinya itu tidak bisa direproduksi lagi (Bos 1976). Tetapi dalam program
riset terakhir mengenai mercu berkemiringan 1:25, kekurangan-kekurangan mercu
ini menjadi jelas :
(i) Bagian pengontrol tidak berada di atas mercu, melainkan di ataas tepi tajam
hilirnya, di mana garis-garis aliran benar-benar melengkung. Kerusakan
terhadap tepi ini menimbulkan perubahan pada debit alat ukur.
(ii) Kerena garis-garis aliran ini, batas moduler menjadi 0,25 : bukan 0,67 seperti
anggapan umumnya. Pada aliran tenggelam H2/H1 = 0,67, pengurangan dalam
aliran berkisar dari 3% untuk aliran rendah sampai 10% untuk aliran tinggi
(rencana).
Karena mercu berkimiringan 1.25 juga lebih rumit pembuatanya
dibandingkan dengan mercu datar, maka penggunaan mercu dengan kemiringan
ini tidak dianjurkan.

SUWARTO M / F111 17 109


IRIGASI & BANGUNAN AIR II CIVIL ENGINEERING 2017

D. Mercu horizontal & lingkaran tunggal: (lihat Gambar 2.9)


Ini adalah kombinasi yang bagus antara dimensi hidrolis yang benar dengan
perencanaan konstruksi. Jika dilaksanakan pintu Romijn, maka sangat dianjurkan
untuk menggunakan bentuk mercu ini.

1.5.2. Perencaan hidrolis


Dilihat dari segi hidrolis, pintu Romijn dengan mercu horizontal dan
peralihan penyempitan lingkaran tunggal adalah serupa dengan alat ukur
ambang lebar yang telah dibicarakan dalam Pasal 2.2. Untuk kedua bangunan
tersebut, persamaan antara tinggi dan debitnya adalah:

Q = Cd Cv 2/3 bc h 1.5 …………(2.4)

Dimana :
Q = debit, m3 /dt
Cd = koefisien debit
Cv = koefisien kecepatan datang
g = percepatan grafitasi, m/dt2
bc = lebar meja, m
h1 = tinggi energy hulu diatas meja , m
di mana koefisien debit sama dengan
Cd = 0,93 + 0,10 H1 /L ……………(2.5)

SUWARTO M / F111 17 109


IRIGASI & BANGUNAN AIR II CIVIL ENGINEERING 2017

Gambar 1.2. Sketsa isometris alat ukur Romijin

dengan
H1 = h1 + v12/2g ……………(2.6)
dimana :
H1 = tinggi energi di atas meja, m
H2 = kecepatan di hulu alat ukur, m/dt

SUWARTO M / F111 17 109


IRIGASI & BANGUNAN AIR II CIVIL ENGINEERING 2017

Gambar 2.10 Dimensi alat ukur Romijin dengan pintu bawah

Gambar 1.3 Koefisien kecepatan datang Cv dipakai untuk mengoreksi


penggunaan h1 dan bukan H1 di dalam persamaan tinggi energi-debit
(persamaan 2.4)

1.5.3. Dimensi dan tabel debit standar


Lebar standar untuk alat ukur Romijn adalah 0,50, 0,75, 1,00, 1,25 dan
1,50 m untuk harga-harga lebar standar ini semua pintu, kecuali satu tipe,
mempunyai panjang standar mercu 0,50 untuk mercu horizontal dan jari jari
0,10 m untuk meja berunjung bulat . satu pintu lagi ditambahkan agar sesuai
dengan bangunan sadap tersier yang debitnya kurang 160 l/dt. Lebar pintu 0,50
m. tapi mercu horizontalnya 0,33 m dan jari jari 0,07 m untuk ujung meja.
Kehilangan tinggi energy ΔH yang diperlukan di atas alat ukur yang bisa
digerakkan diberikan dibagian bawah Tabel A.2.5, Lampiran 2. Harga-harga ini
dapat dipakai bila alat ukur mempunyai saluran hilir segi empat dengan
potongan pendek , seperti ditunjukkan pada contoh Gambar 2.9. Jika dipakai
saluran hilir yang lebih lebar, maka kehilangan tinggi energi sebaiknya diambil
0,4 Hmaks.

SUWARTO M / F111 17 109


IRIGASI & BANGUNAN AIR II CIVIL ENGINEERING 2017

Harga-harga besaran debit yang dianjurkan untuk standar alat ukur


Romijn diberikan pada Tabel 2.4.

Tabel 1.4. Besaran debit yang dianjurkan untuk alat ukur Romijin Standar
TIPE ROMIJIN STANDAR
I II III IV V VI
Lebar 0,50 0,50 0,75 1,00 1,25 1,50
Kedalaman maks. aliran
0,33 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50
pada muka air rencana
Debit maks. pada muka
160 300 450 600 750 900
air rencana
Kehilangan tinggi energi 0,08 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11
Elevasi dasar di bawah 0,81 + 1,51 + 1,51 + 1,51 + 1,51 +
muka air v v v v v

1.5.4 Papan duga


Untuk pengukuran debit secara sederhana, ada tiga papan duga yang
harus dipasang, yaitu :
- Papan duga muka air di saluran
- Skala sentimeter yang dipasang pada kerangka bangunan
- Skala liter yang ikut bergerak dengan Romijn.
Skala sentimeter dan liter dipasang pada posisi sedemikian rupa sehingga
pada waktu bagian atas meja berada pada ketinggian yang sama dengan muka
air di saluran (dan oleh sebab itu debit di atas meja nol), titik nol pada skala
liter memberikan bacaan pada skala sentimeter yang sesuai dengan bacaan
muka air pada papan duga di saluran (lihat Gambar 2.9).
1.5.5. Karakteristik alat ukur Romijn
- Kalau alat ukur romijn dibuat dengan mercu datar dan peralihan
penyempitan sesuai dengan gambar 2.8C , tabel debitnya sudah ada dengan
kesalahan kurang dari 3%
- Debit yang masuk dapat diukur dan diatur dengan satu bangunan .
- Kehilangan tinggi energy yang diperlukan untuk aliran moduler adalah di
bawah 33% dari tinggi energy hulu dengn mercu sebagai acuannya, yang
relatif kecil.

SUWARTO M / F111 17 109


IRIGASI & BANGUNAN AIR II CIVIL ENGINEERING 2017

- Karena alat ukur Romijn ini bisa ini disebut “berambang lebar”, maka sudah
ada teori hidrolika untuk merencanakan bangunan tersebut
- Alat ukur Romijn dengan pintu bawah bisa dieksploitasi oleh orang yang tak
berwenang , yaitu melewatkan air lebih banyak dari yang di izinkan dengan
cara mengangkat pintu bawah lebih tinggi lagi.

1.5.6. Kelebihan-kelebihan yang dimiliki alat ukur Romijn


 Bangunan itu bisa mengukur dan mengatur sekaligus
 Dapat membilas endapan sedimen halus
 Kehilangan tinggi energi relative kecil
 Ketelitian baik
 Eksploitasi mudah

1.5.7. Kekurangan-kekurangan yang dimiliki alat ukur Romijn


 Pembuatannya rumit dan mahal
 Bangunan itu membutuhkan muka air yang tinggi di saluran
 Biaya pemeliharaan bangunan itu relative mahal
 Bangunan itu dapat disalahgunakan dengan jalan membuka pintu bawah
 Bangunan itu peka terhadap fluktuasi muka air di saluran pengarah

1.5.8. Penggunaan alat ukur Romijn


Alat ukur Romijn adalah bangunan pengukur dan pengatur serba bias
yang dipakai di Indonesia sebagai bangunan sadap tersier. Untuk ini tipe
standar paling kecil (lebar 0,50 m) adalah yang paling cocok. Tetapi, alat untuk
Romijn dapat juga dipakai sebagai bangunan sadap sekunder.
Eksplotasi bangunan itu sederhana dan kebanyakan nuru pintu telah
terbiasa dengannya. Bangunan ini dilengkapi dengan pintu bawah yang dapat
disalahgunakan jika pengawasan kurang.

1.6. Alat Ukur Cipoletti


Alat ukur ini merupakan penyempurnaan alat ukur ambang tajam yang
dikontraksi sepenuhnya. Memiliki potongan pengontrol trapezium, mercunya,
horizontal dan sisi-sisinya miring kesamping dengan kemiringan | vertikal berbanding
0,25 horizontal atau 4:L.
Alat ukur ini mempunyai kapasitas pengukuran debit sampai dengan 2900 hr/dt.
Perencanaan hidrolisnya digunakan rumus:

SUWARTO M / F111 17 109


IRIGASI & BANGUNAN AIR II CIVIL ENGINEERING 2017

Dimana :

Q = debit yang akan diukur

Cd = Koefisien debit

Cv = Koefisien kecepatan data

g = percepatan grafitasi,

b = lebar mercu, m
= tinggi energy hulu di atas meja (m)

= tinggi energy hulu (m)

Alat ukur ini diletakan diujung udik saluran atau dihilir bangunan dengan jarak

lazimnya 20m. alat ukur ini harus dilengkapi pintu pengatur tinggi muka air (pintui

sorong) yang diletakan dibangunan sadap.

Oleh karena itu pada konstruksi bangunan ukur type ini, kehilangan tinggi
energy akan sangat besar berhubung terdapat 3 (tiga) kali kehilangan yaitu pada alat
ukur cipoletti sendiri (sesuai karakternya), kemudian disalurkan pengantar/saluran
penenang dan pintu pengatur (pintu sorong).
Alat ukur ini tidak cocok digunakan pada daerah yang datar, mengingat aliran
pada alat ukur ini adalah aliran-aliran sempurna, yaitu muka air dihilir alat ukur harus
berada dibawah mercu minimal 5cm.

1.7. Pintu Sorong (Sluice Gatel)


Pintu sorong ini merupakan alat pengukur elevasi muka air pada bangunan bagi.
Bagi / sadap dimana salah satu bukaan aliran debit tidak perlu diukur, karena bukaan
aliran debit lainnya sudah dipasang alat ukur sehingga debitnya bias diukur.
Pintu sorong ini dimensinya sudah distandarisasi sebagaimana pintu ukur
Romijn, yaitu lebar pintu mulai 0,50; 0,75; 1,00; 1,25; dan 1,50m. Pintu sorong ini
biasa dipakai dalam kombinasi pemakaian alat ukur yang dipasang secara terpisah

SUWARTO M / F111 17 109


IRIGASI & BANGUNAN AIR II CIVIL ENGINEERING 2017

seperti pada pemasangan alat ukur Cipoletti atau Thomson atau juga pada pintu
penerus. Untuk lebar pintu 1,25m dan 1,50m dipakai 2 stang stir.
Perencanaan hidrolisnya digunakan rumus:

Dimana :

Q = debit yang akan diukur

µ = koefisien debit tergantung lubang masuk


b = lebar pintu sorong (m)
a = tinggi bukaan pintu (m)

g = percepatan grafitasi,

z = tinggi kehilangan energy

+ M.A.µ
+ M.A.µ
3

Gambar 1.4. Ilustrasi Pintu Sorong

SUWARTO M / F111 17 109


IRIGASI & BANGUNAN AIR II CIVIL ENGINEERING 2017

1.8. Bangunan Terjun (Stordam)


Bangunan terjun merupakan bangunan pelengkap dalam suatu ruas saluran pada
jaringan irigasi, yang berfungsi untuk mengatasi kemiringan dasar saluran yang
tracenya melalui punggung medan, dimana pada kondisi ini kemiringan medan
biasanya cukup besar sehingga kalau dibuat saluran tanah akan terjadi penggerusan
pada dasr dan dinding saluran. Bangunan terjun mempunyai 4 fungsional, yaitu:
1. Bagian pengontrol, berfungsi untuk mencegah penurunan muka air secara
berlebihan diruas hulu saluran.
2. Bagian pembawa ke elevasi yang lebih rendah.
3. Peredam energy, berfungsi untuk meredam energy yang berlebihan dihilir saluran
akibat golakan air yang diterjunkan.
4. Lindungan aliran keluar, berfungsi untuk mencegah kerusakan akibat gerusan dan
erosi.

Perencanaan hidrolisnya masing-masing menggunakan rumus sebagai berikut:


a. Bagian pengontrol

Dimana :

Q = debit

B = lebar bagian pengontrol, m


H = kedalaman energy, m

g = percepatan grafitasi,

Cd = 0,93 + 0,10 H/L


L = panjang bagian pengontrol

SUWARTO M / F111 17 109


IRIGASI & BANGUNAN AIR II CIVIL ENGINEERING 2017

b. Bagian Pembawa
Untuk tinggi kerjun ≤ 150m dipakai bangunan terjun tegak dan untuk tinggi terjun

1,50m dipakai bangunan terjun miring.

c. Peredam Energi Untuk Type Vlughter


hc = (q2/B)1/3
Jika :
0,5 z/hc 2,0 t = 2,4 hc + 0,4z . . . (m)

Jika :
2,3 z/hc 15,0 t = 3 hc + 0,1z . . . (m)

SUWARTO M / F111 17 109


IRIGASI & BANGUNAN AIR II CIVIL ENGINEERING 2017

Sumber : KP 03 Hal 29 (2013)

Sumber : KP 02 Hal 104 (2013)

SUWARTO M / F111 17 109


IRIGASI & BANGUNAN AIR II CIVIL ENGINEERING 2017

Sumber : KP 03 Hal 117 (2013)

SUWARTO M / F111 17 109

Anda mungkin juga menyukai