BAB I
KRITERIA PERENCANAAN
Q=
Dimana :
NFR = Kebutuhan persediaan air di sawah (1/ dt / Ha)
Q = Debit rencana (liter/ dt)
C = Koef. Pengurangan ( C = 1) untuk luas areal < 10.000 Ha
e = Efisiensi saluran
A = Luas areal yang akan diairi (Ha)
I.3 Perhitungan Dimensi Saluran
Dalam perhitungan dimensi saluran, aliran saluran dianggap sebagai aliran
tetap (steaty flow). Disamping itu perhitungan dimensi saluran ini berpedoman pada
prinsip perhitungan yang stabil (stabil Canal) yaitu dengan parameter hasil analisa,
saluran tidak terjadi penggeseran dan pengendapan. Adapun rumus yang digunakan
adalah rumus strickler
V=K. .
R=
F = (b + m.h) h
P = b + 2.h √ m2 + 1
Q=V.F
Dimana :
Dimana :
h = Tinggi muka air rencana (m)
Jika V rencana > V maks ijin, maka saluran tersebut akan terjadi geseran /
erosi.
V rencana < V kritis maka di saluran akan terjadi pengendapan sedimen / atau
timbulnya tetumbuhan air. Teori Kenedy - buku sediment transport
memberikan rumusan aliran sebagai berikut :
Tabel 1.1 Karakteristik saluran yang akan dipakai bersama untuk perencanaan
dimensi saluran.
Perbandingan Faktor
Q Kemiringan talud
b/h kekerasan
m3 / dt 1:m
n k=1/n
< 0.5
0.40 0.20
0.5 – 1.5
0.50 0.20
1.5 – 5
0.60 0.25
5 – 10
0.75 0.30
10 – 15 0.85 0.40
1.00 0.50
>15
Sumber : data kp. 03 ( bagian saluran)
Q<1
1.00 3.00
1 < Q <5
1.50 5.00
5 < Q < 10
2.00 5.00
10 < Q < 5
3.50 5.00
Q > 15
3.50 5.00
Sumber : data kp. 03 ( bagian saluran)
Perhitungan kebutuhan air sawah untuk padi yang disebut NFR (Net
Field Requirement) sangat tergantung pada faktor – faktor sebagai berikut :
1. Cara penyiapan lahan
2. Kebutuhan air untuk tanaman
3. Perlokasi dan rembesan
4. Pergantian lapisan air
5. Curah hujan efektif
Jika air yang dialirkan oleh jaringan saluran juga untuk keperluan selain
irigasi, maka debit rencana harus ditambah dengan jumlah yang dibutuhkan
untuk keperluan itu, dengan memperhitugkan efisiensi pengairan.
Catatan : Metode “Lengkung Kapasitas Tegal” yang dipakai sejak tahun
1891, tidak lagi
digunakan untuk perencanaan kapasitas saluran irigasi, hal ini
dikarenakan bahwa metode tersebut adalah perhitungan debit saluran dimana di
dalam areal yang akan dialiri terdiri dari 20% - 30% tanaman tebu yang pada
masa penjajah Belanda, selalu mengkombinasikan antara tanaman padi da tebu
sebagai bahan pokok pembuatan gula pasir.
Berhubungan sekarang irigasi itu terutama disediakan untuk pemberian
air tanaman padi, dimana tanaman padi adalah tanaman yang paling banyak
membutuhkan air dalam pertumbuhannya dibanding tebu dan palawija, maka
kebutuhan air untuk padi dijadikan sebagai standar dalam perhitungan
kebutuhan debit air di saluran.
menjadi tinggi muka air dalam petyak tersier. Ketinggian tersebut ditambah
lagi dengan kehilangan tinggi energi dibangunan sadap tersier dan variasi muka
air akibat eksploitasi jaringan utama pada tinggi muka air parsial (sebagian).
P = A + a + b + n.c + d + m.a + f + g + ∆h + Z
Dimana :
P = Muka air yang dibutuhkan dijaringan utama dihulu bangunan bagi sadap
A = Elevasi tanah sawah tertinggi dipetak tersier +
a = Dalamnya genangan air disawah = 0,10 m
b = Kehilangan tinggi energi dari saluran kuarter sampai sawah = 0,1 m
n = Jumlah boks bagi kuarter saluran yang direncanakan
C = Kehilangan tinggi energy di boks bagi kuartyer 0,10 m
D = Kehilangan tinggi energy selama pengaliran disaluran tersier dan kuarter (
1 × 1 km)
a = Kehilangan tinggi energi diboks bagi tersier = 0,10 m / boks
m = Jumlah boks tersier pada saluran yang direncana
F = Kehilangan tinggi energi di gorong – gorong = 0,005 m
Z = Kehilangan tinggi energi di pintu romijn
∆h = Variasi tinggi muka air dijaringan utama dihulu bangunan sadap
(iii) Bentuk mercu datar dan lingkaran tunggal sebagai peralihan penyempitan
(Gambar 2.8C).
Dimana :
Q = debit, m3 /dt
Cd = koefisien debit
Cv = koefisien kecepatan datang
g = percepatan grafitasi, m/dt2
bc = lebar meja, m
h1 = tinggi energy hulu diatas meja , m
di mana koefisien debit sama dengan
Cd = 0,93 + 0,10 H1 /L ……………(2.5)
dengan
H1 = h1 + v12/2g ……………(2.6)
dimana :
H1 = tinggi energi di atas meja, m
H2 = kecepatan di hulu alat ukur, m/dt
Tabel 1.4. Besaran debit yang dianjurkan untuk alat ukur Romijin Standar
TIPE ROMIJIN STANDAR
I II III IV V VI
Lebar 0,50 0,50 0,75 1,00 1,25 1,50
Kedalaman maks. aliran
0,33 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50
pada muka air rencana
Debit maks. pada muka
160 300 450 600 750 900
air rencana
Kehilangan tinggi energi 0,08 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11
Elevasi dasar di bawah 0,81 + 1,51 + 1,51 + 1,51 + 1,51 +
muka air v v v v v
- Karena alat ukur Romijn ini bisa ini disebut “berambang lebar”, maka sudah
ada teori hidrolika untuk merencanakan bangunan tersebut
- Alat ukur Romijn dengan pintu bawah bisa dieksploitasi oleh orang yang tak
berwenang , yaitu melewatkan air lebih banyak dari yang di izinkan dengan
cara mengangkat pintu bawah lebih tinggi lagi.
Dimana :
Cd = Koefisien debit
g = percepatan grafitasi,
b = lebar mercu, m
= tinggi energy hulu di atas meja (m)
Alat ukur ini diletakan diujung udik saluran atau dihilir bangunan dengan jarak
lazimnya 20m. alat ukur ini harus dilengkapi pintu pengatur tinggi muka air (pintui
Oleh karena itu pada konstruksi bangunan ukur type ini, kehilangan tinggi
energy akan sangat besar berhubung terdapat 3 (tiga) kali kehilangan yaitu pada alat
ukur cipoletti sendiri (sesuai karakternya), kemudian disalurkan pengantar/saluran
penenang dan pintu pengatur (pintu sorong).
Alat ukur ini tidak cocok digunakan pada daerah yang datar, mengingat aliran
pada alat ukur ini adalah aliran-aliran sempurna, yaitu muka air dihilir alat ukur harus
berada dibawah mercu minimal 5cm.
seperti pada pemasangan alat ukur Cipoletti atau Thomson atau juga pada pintu
penerus. Untuk lebar pintu 1,25m dan 1,50m dipakai 2 stang stir.
Perencanaan hidrolisnya digunakan rumus:
Dimana :
g = percepatan grafitasi,
+ M.A.µ
+ M.A.µ
3
Dimana :
Q = debit
g = percepatan grafitasi,
b. Bagian Pembawa
Untuk tinggi kerjun ≤ 150m dipakai bangunan terjun tegak dan untuk tinggi terjun
Jika :
2,3 z/hc 15,0 t = 3 hc + 0,1z . . . (m)