Anda di halaman 1dari 3

G.

PEMBAHASAN

Metode pengukuran menggunakan prinsip spektrofotometri adalah berdasarkan


absorpsi cahaya pada panjang gelombang tertentu melalui suatu larutan yang
mengandung kontaminan yang akan ditentukan konsentrasinya. Proses ini disebut
“absorpsi spektrofotometri”. Selain gelombang cahaya tampak, spektrofotometri juga
menggunakan panjang gelombang pada gelombang ultraviolet dan infra merah. Prinsip
kerja dari metode ini adalah jumlah cahaya yang diabsorpsi oleh larutan sebanding
dengan konsentrasi kontaminan dalam larutan (Lestari, 2010). Pada praktikum ini
digunakan cahaya dengan panjang gelombang 649 nm dan 665 nm. Hal ini karena
pigmen-pigmen daun akan menyerap cahaya secara maksimal pada gelombang cahaya
tersebut
Menurut Cairns (2009), spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitansi
atau absorbansi suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Tiap media akan
menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu. Secara garis besar spektrofotometer
terdiri dari 4 bagian penting yaitu sumber cahaya, monokromator, kuvet, dan detektor.
Pengenceran larutan pada saat percobaan dilakukan dengan tujuan agar mengurangi
kepekatan dan untuk mengetahui nilai absorbansi dari larutan. Pembersihan kuvet
dilakukan agar tidak mengurangi transmisi cahaya dan nilai absorbansinya menjadi
akurat. Sidik jari, lemak atau pengendapan zat pengotor pada kuvet akan mengurangi
transmisi. Sehingga, sebelum digunakan, kuvet yang berisi larutan harus bersih dan tidak
ada pengotor yang bisa mengganggu transmisi dan absorbsi (Skoog dan West, 1971).
Larutan blanko digunakan sebagai kontrol dalam suatu percobaan memiliki nilai
transmitansi 100%. Pada praktikum ini, praktikan menggunakan alkohol 96% sebagai
larutan blangko. Alkohol merupakan pelarut organik sehingga mudah melarutkan
pigmen-pigmen daun sehingga pigmen-pigmen daun dapat terlarut maksimal dan
dihasilkan pengukuran kadar klorofil yang akurat.
Pada praktikum spektrofotometer akan didapatkan kurva standar. Kurva standar
merupakan standar dari sampel tertentu yang dapat digunakan sebagai pedoman ataupun
acuan untuk sampel tersebut pada percobaan. Pembuatan kurva standar bertujuan untuk
mengetahui hubungan antara konsentrasi larutan dengan nilai absorbansinya sehingga
konsentrasi sampel dapat diketahui. Terdapat dua metode untuk membuat kurva standar
yakni dengan metode grafik dan metode least square (Day dan Underwood, 1999).
Pada praktikum ini, praktikan melakukan spektrofotometri untuk mengetahui kadar
klorofil pada daun markisa (Passiflora ligularis). Berdasarkan hasil praktikum yang
dilakukan, grafik antara panjang gelombang dan absorbansi rata-rata pada daun muda dan
daun tua markisa adalah sebagai berikut:

Setelah mendapatkan nilai absorbansi pada daun markisa, praktikan menghitung kadar
klorofil a, klorofil b, dan kadar klorofil total dari daun muda dan daun tua markisa
menggunakan rumus dari Wintermans dan de Mots (Tenzer dan Setiowati, 2016)
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan pada hasil praktikum yang dilakukan, kadar
klorofil total rata-rata pada daun muda markisa adalah 15,812 mg/l dengan kadar klorofil a
rata-rata adalah 5,562 mg/l dan kadar klorofil b rata-rata adalah 10,208 mg/l. Sedangkan
kadar klorofil total rata-rata pada daun tua markisa adalah 20,885 mg/l dengan kadar klorofil
a rata-rata adalah 7,194 mg/l dan kadar klorofil b rata-rata adalah 13,708 mg/l. Jika kadar
klorofil pada daun muda tersebut dibandingkan dengan kadar klorofil pada daun tua, maka
daun tua memiliki kadar klorofil yang lebih besar. Hal ini sesuai dengan literatur yang
praktikan dapatkan. Perbedaan kandungan klorofil total pada suatu tanaman diakibatkan oleh
perbedaan metabolisme yang berkaitan dengan umur, morfologi, dan faktor genetik daun
pada tanaman (Biber, 2007). Kandungan klorofil pada daun yang berumur tua lebih tinggi
daripada daun yang berumur muda karena pada daun yang berumur muda kloroplasnya aktif
membelah khususnya apabila organ yang mengandung kloroplas tertimpa cahaya,
menyebabkan daun dewasa atau tua banyak mengandung beberapa ratus kloroplas (Salisbury
dan Ross, 1995).

Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan, daun markisa memiliki kadar klorofil b
yang lebih banyak daripada kadar klorofil a. Kadar klorofil b pada daun markisa yang
praktikan amati adalah merupakan bentuk adaptasi fisiologis tanaman terhadap penyinaran
rendah. Meningkatnya klorofil b berdampak positif terhadap efektivitas penyerapan energi
matahari pada kondisi yang ternaungi (Sirait, 2008)

I. KESIMPULAN

Spektrofotometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur kadar zat terlarut
dalam suatu larutan. Prinsip kerja spektrofotometer adalah berdasarkan pada serapan
cahaya monokromatik oleh zat terlarut. Sinar monokromatik yang melewati suatu larutan
akan diabsorbsi dan menghasilkan suatu nilai absorbansi, kemudian ditransmisikan
dengan nilai transmitansi tertentu. Secara garis besar spektrofotometer terdiri dari 4
bagian penting yaitu sumber cahaya, monokromator, kuvet, dan detektor. Berdasarkan
prinsip kerja tersebut, spektrofotometri dapat dilakukan untuk mengetahui kadar pigmen
daun dengan cara melarutkan pigmen daun pada suatu pelarut organik. Pelarut organik
yang digunakan haruslah pelarut organik yang dapat melarutkan pigmen daun dengan
maksimal, misalnya adalah alkohol 96%.
Dalam spektrofotometri, kadar klorofil daun ditentukan dengan cara menghitung nilai
absorbansi sampel, kemudian menghitung kadar klorofil a, klorofil b, dan kadar klorofil
total dengan menggunakan rumus Wintermans dan de Mots. Secara umum, kadar klorofil
pada daun tua lebih banyak daripada kadar klorofil pada daun muda. Hal ini karena pada
daun yang berumur muda kloroplasnya aktif membelah khususnya apabila organ yang
mengandung kloroplas tertimpa cahaya, menyebabkan daun dewasa atau tua banyak
mengandung kloroplas.

Anda mungkin juga menyukai