Anda di halaman 1dari 16

1

2
3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Peserta didik adalah makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, ia


membutuhkan orang lain untuk dapat tumbuh dan berkembang menjadi manusia
yang utuh. Dalam perkembangannya, pendapat dan sikap peserta didik dapat
berubah karena interaksi yang saling berpengaruh antar sesama peserta didik
maupun dengan proses sosialisasi. Dengan mempelajari perkembangan hubungan
sosial diharapkan dapat memahami pengertian dan proses sosialisasi peserta didik.
Pada awal manusia dilahirkan belum bersifat sosial, dalam artian belum
memiliki kemampuan dalam berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan sosial
anak diperoleh dari berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul dengan orang-
orang di lingkungannya.
Kebutuhan berinteraksi dengan orang lain telah dirasakan sejak usia
enam bulan, disaat itu mereka telah mampu mengenal manusia lain, terutama ibu
dan anggota keluarganya. Anak mulai mampu membedakan arti senyum dan
perilaku sosial lain, seperti marah (tidak senang mendengar suara keras) dan kasih
sayang.
Perkembangan sosial pada masa remaja berkembang kemampuan untuk
memahami orang lain sebagai individu yang unik. Baik menyangkut sifat-sifat
pribadi, minat, nilai-nilai atau perasaan sehingga mendorong remaja untuk
bersosialisasi lebih akrab dengan lingkungan sebaya atau lingkungan masyarakat
baik melalui persahabatan atau percintaan. Pada masa ini berkembangan sikap
cenderung menyerah atau mengikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran,
keinginan orang lain. Ada lingkungan sosial remaja (teman sebaya) yang
menampilkan sikap dan perilaku yang dapat dipertanggungjawabkan misalnya:
taat beribadah, berbudi pekerti luhur, dan lain-lain. Tapi ada juga beberapa remaja
yang terpengaruh perilaku tidak bertanggung jawab teman sebayanya, seperti :
mencuri, free sex, narkotika, miras, dan lain-lain. Remaja diharapkan memiliki
penyesuaian sosial yang tepat dalam arti kemampuan untuk mereaksi secara tepat

4
terhadap realitas sosial, situasi dan relasi baik di lingkungan keluarga, sekolah dan
masyarakat.
Masa dewasa, yang merupakan masa tenang setelah mengalami berbagai
aspek gejolak perkembangan pada masa remaja. Meskipun segi-segi yang
dipelajari sama tetapi isi bahasannya berbeda, karena masa dewasa merupakan
masa pematangan kemampuan dan karakteristik yang telah dicapai pada masa
remaja. Oleh karena itu, perkembangan sosial orang dewasa tidak akan jauh
berbeda kaitannya dengan perkembangan sosial remaja.
Dalam setiap tahap kehidupan, perkembangan yang terjadi pada
seseorang akan memiliki ciri khas yang berbeda pada masing-masing tahap
kehidupan. Makalah ini akan membahas perkembangan sosial seseorang,
khususnya peserta didik dalam proses kehidupannya.

B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud perkembangan sosial?
2. Bagaimana karakteristik perkembangan sosial remaja?
3. Apa saja faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial?
4. Bagaimana pengaruh perkembangan sosial terhadap tingkah laku?
5. Bagaimanakah contoh problematika perkembangan sosial pada peserta
didik?
C. Tujuan
1. Dapat mengetahui apa yang dimaksud perkembangan sosial
2. Dapat memehami karakteristik perkembangan sosial remaja
3. Dapat mengetahui faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial
4. Dapat memahami pengaruh perkembangan sosial terhadap tingkah
laku
5. Dapat memahami contoh problematika perkembangan sosial pada
peserta didik

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Perkembangan Sosial


Beberapa teori tentang perkembangan manusia telah
mengungkapkan bahwa manusia tumbuh dan berkeembang dari masa bayi
ke masa dewasa melalui beberapa langkah dan jenjang . kehidupan anak
dalam menelusuri perkembangannya itu pada dasarnya merupakan
kemampuan mereka berinteraksi dengan lingkungan. Pada proses integrasi
dan interaksi ini faktor intelektual dan emosional mengambil peranan
penting (Gunarsa, 2003). Proses tersebut merupakan proses sosialisasi
yang menempatkan anak- anak sebagai insan yang secara aktif melakukan
proses sosialisasi.
Manusia tumbuh dan berkembang dalam lingkungan sekitarnya.
Lingkungan ini dapat dibedakan atas lingkungan fisik dan lingkungan
sosial. Lingkungan sosial memberikan banyak pengaruh terhadap
pembentukan berbagai aspek kehidupan, terutama kehidupan sosio-
psikologi. Manusia sebagai makhluk sosial, senantiasa berhubungan
dengan sesama manusia. Bersosialisasi pada dasarnya merupakan proses
penyesuaian diri terhadap lingkungan kehidupan sosial, bagaimana
seharusnya seseorang hidup di dalam kelompoknya, baik dalam kelompok
kecil maupun kelompok masyarakat luas (Sunarto, 1995). Interaksi
seseorang dengan manusia lain diawali sejak manusia lahir, dengan cara
yang amat sederhana. Sepanjang kehidupannya pola aktivitas sosial anak
mulai terbentuk. Menurut Gunarsa (2003), interaksi sosial seorang anak
pada tahun pertama sangat terbatas, terutama hanya dengan ibunya.
Perilaku seorang anak tersebut berpusat pada dirinya sendiri atau
egocentric dan hampir keseluruhan perilakunya berpusat pada dirinya.
Bayi belum banyak memperhatikan lingkungannya; dengan demikian
apabila kebutuhan dirinya telah terpenuhi , bayi itu tidak peduli lagi
terhadap lingkungannya, sisa waktu hidupnya di gunakan untuk tidur.
Pada tahun kedua, anak sudah belajar kata “tidak“ dan sudah belajar
menolak lingkungan, seperti mengatakan ”tidak mau ini“, ”tidak mau itu”,

6
“tidak pergi“ dan semacamnya. Anak telah mulai mereaksi lingkungan
secara aktif, ia telah belajar membedakan dirinya daripada orang lain,
perilaku emosionalnya telah mulai berkembang dan lebih berperan.
Perkenalan dan pergaulan dengan manusia lain segera menjadi semakin
luas. Ia mengenal kedua orang tuanya, anggota keluarganya, teman
bermain sebaya, dan teman- teman sekolahnya.
Pada usia-usia selanjutnya , sejak anak mulai belajar di sekolah ,
mereka mulai belajar mengembangkan interaksi sosial dengan belajar
menerima pandangan kelompok (masyarakat), memahami tanggung
jawab, dan berbagai pengertian dengan orang lain (Syah, 1995).
Menginjak masa remaja, interaksi dan pengenalan atau pergaulan dengan
teman sebaya terutama lawan jenis menjadi semakin penting. Pada
akhirnya pergaulan sesama manusia menjadi suatu kebutuhan.
Kebutuhan bergaul dan berhubungan dengan orang lain ini telah
mulai dirasakan sejak anak berumur enam bulan, terutama ibu dan anggota
keluarganya. Anak mulai mengenal dan mampu membedakan arti senyum
dn perilaku sosial yang lain seperti marah, ( tidak senang mendengar suara
keras ) dan kasih saying. Akhirnya setiap orang menyadari bahwa manusia
itu saling membutuhkan (Syamsu, 2011). Dapat dimengerti bahwa
hubungan sosial (sosialisasi) merupakan hubungan antarmanusia yang
saling membutuhkan. Hubungan sosial dimulai dari tingkat sederhana dan
terbatas, yang didasari oleh kebutuhan yang sederhana. Semakin dewasa
dan bertambah umur, kebutuhan manusia menjadi kompleks dan dengan
demikian, tingkat hubungan sosial juga berkembang menjadi amat
kompleks. pada jenjang perkembangan remaja , seorang remaja bukan saja
memerlukan orang lain demi memenuhi kebutuhan pribadinya, tetapi
mengandung maksud untuk disimpulkan bahwa pengertian perkembangan
sosial adalah berkembannya tingkat hubungan antarmanusia sehubungan
dengan meningkatnya kebutuhan hidup manusia (Sunarto, 1995).
B. Karakteristik Perkembangn Sosial Remaja
Remaja adalah tingkat perkembangn anak yang telah mencapai
jenjang menjelang dewasa. Pada jenjang ini, kebutuhan remaja telah cukup

7
kompleks, cakrawala interaksi sosial dan pergaulan remaja telah cukup
luas. Dalam penyesuaian diri terhadap lingkungannya, remaja telah mulai
memperhatikan dan mengenal berbagai norma pergaulan, yang berbeda
dengan norma yang berlaku sebelumnya didalam keluarganya (Samio,
2018). Remaja menghadapi berbagai lingkungan , bukan saja bergaul
dengan berbagai kelompok umur. Dengan demikian, remaja mulai
memahami norma pergaulan dengan kelompok remaja, kelompok anak-
anak, kelompok dewasa, dan kelompok orang tua. Pergaulan dengan
sesama remaja lawan jenis dirasakan yang paling penting tetapi cukup
sulit, karena disamping harus memperhatikan norma pergaulan sesama
remaja, juga terselip pemikiran adanya kebutuhan masa depan untuk
memilih teman hiidup.
Kehidupan sosial pada jemjang remaja ditandai dengan
menonjolnya fungsi intelektual dan emosional (Gunarsa, 2003). Seseorang
remaja dapat mengalami sikap hubungan sosial yang bersifat tertutup
sehubungan dengan masalah yang dialami remaja. Keadaan atau peristiwa
ini dinyatakan bahwa anak telah dapat mengalami krisis identitas. Proses
pembentukan identitas diri dan konsep diri seseoranng adalah sesuatu yang
kompleks. Konsep diri anak tidak hanya terbentuk dari bagaimana orang
lain percaya tentang keberadaan dirinya. Seringkali anak menemukan jati
dirinya sesuai dengan atau berdasarkan pada situasi kehidupan yang
mereka alami. Banyak remaja yang sangat percaya pada kelompok mereka
dalam menemukan jati dirinya.
Pergaulan remaja banyak diwujudkan dalam bentuk kelompok,
baik kelompok kecil maupun kelompok besar. Dalam menentukan pilihan
kelompok yang diikuti, didasari oleh berbagai pertimbangan, seperti
moral, sosial ekonomi, minat, dan kesamaan bakat. Baik dalam kelompok
kecil maupun kelompok besar, masalah yang umum dihadapi oleh remaja
dan paling rumit adalah faktor penyesuaian diri. Di dalam kelompok besar
akan terjadi persaingan yang berat, masing-masing individu bersaing
untuk tampil menonjol, memperlihatkan dirinya. Oleh karena itu, sering
terjadi perpecahan dalam kelompok tersebut yang di sebabkan oleh

8
menonjolnya kepentingan pribadi setiap orang (Gunarsa, 2003). Tetapi
sebaliknya, dalam kelompok itu terbentuk suatu persatuan yang kokoh,
yang diikat oleh norma kelompok yang telah disepakati.
Nilai positif dalam kehidupan kelompok adalah tiap anggota
kelompok belajar berorganisasi, memilih pemimpin, dan mematuhi aturan
kelompok. Sekalipun dalam hal-hal tertentu tindakan suatu kelompok
kurang memperhatikan norma umum yang berlaku didalam masyarakat,
karena yang lebih diperhatikan adalah keutuhan kelompoknya. Didalam
mempertahankan dan melawan “serangan “ kelompok lsin, lebih dijiwai
keutuhsn kelompoknya tanpa memperdulikan objektifitas kebenaran.
Penyesuaian diri dalam kelompok kecil, kelompok yang terdiri dari
pasangan berbeda jenis sekalipun, tetapi menjadi permasalahan yang
cukup berat. Didalam proses penyesuaian diri, kemampuan intelektual dan
emosional mempunyai pengaruh yang sangat kuat (Mappiare, 2002).
Saling pengertian akan kekurangan masing- masing dan upaya menahan
sikap menonjolakn diri atau tindakan dominasi terhadap pasangannya,
diperlukan indakan intelektual yang tepat dan kemampuan
menyeimbangkan pengendalian emosional. Dalam hal hubungan sosial
yang lebih khusus, yang mengarah ke pemilihan pasangan hidup,
pertimbangan faktor agama dan suku sering menjadi masalah yang sangat
rumit. Pertimbangan masalah agama dan suku ini bukan saja menjadi
kepentingan masing-masing individu ysng bersangkutan, tetapi dapat
menyangkut kepentingan keluarga dan kelompok yang lebih besar (sesama
agama atau sesama suku).
C. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial
Perkembangan sisial manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Menurut Sunarto (1995), faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
sosial yaitu keluarga, kematangan anak, status sosial ekonomi keluarga,
tingkat pendidikan, dan kemampuan mental terutama emosi dan
intelegensi.

9
1. Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh
terhadap berbagai aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan
sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan
lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Di dalam keluarga
berlaku norma-norma kehidupan keluarga, dan dengan demikian pada
dasarnya keluarga merekayasa perilaku kehidupan budaya anak.
Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian
anak lebih banyak ditentukan oleh keluarga. Pola pergaulan dan
bagaimana norma dalam menempatkan diri terhadap lingkungan yang
lebih luas ditetapkan dan diarahkan oleh keluarga.
2. Kematangan
Bersosialisasi memerlukan kematangan fisik dan psikis. Untuk mampu
mempertimbangkan dalam sosial, memberi dan menerima pendapat
orang lain, memerlukan kematangan intelektual dan emosiaonal. Di
samping itu, kemampuan berbahasa ikut pula menentukan.
Denagn demikian, untuk mampu bersosialisasi dengan baik diperlukan
kematangan fisik sehingga setiap orang fisiknya telah mampu
menjalankan fungsinya dengan baik.
3. Status sosial ekonomi
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status
kehidupan sosial keluarga dalam kehidupan masyarakat. Masyarakat
akan memandang anak, bukan sebagai anak yang independen, akan
tetapi dipandang dalam konteksnya yang utuh dalam keluarga anak
tersebut, ”ia anak siapa“. Secara tidak langsung dalam pergaulan sosial
anak, masyarakat dan kelompoknya akan memperhitungkan norma
yang berlaku di dalam masyarakat (Sunarto, 1995).
Dari pihak anak itu sendiri, perilaku akan banyak memperhatikan
kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh keluarganya. Sehubungan
dengan hal itu, dalam kehidupan sosial anak akan senantiasa
“menjaga” status sosial dan ekonomi keluarganya. Dalam hal tertentu,
maksud “menjaga status sosial keluarganya “ itu mengakibatkan

10
menempatkan dirinya dalam pergaulan sosial yang tidak tepat. Hal ini
dapat berakibat lebih jauh, yaitu anak menjadi “terisolasi” dari
kelompoknya. Akibat lain mereka akan membentuk kelompok elit
dengan normanya sendiri.
4. Pendidikan
Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat
pendidikan sebagai proses pengoprasian ilmu yang normatif, akan
memberi warna kehidupan sosial anak didalam masyarakat dan
kehidupan mereka di masa yang akan dating. Pendidikan dalam arti
luas harus diartikan bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh
kehidupan keluarga, masyarakat, dan kelembagaan. Penanaman norma
perilaku yang benar secara sengaja diberikan kepada peserta didik
yang belajar dikelembagaan pendidikan (sekolah).
Kepada peserta didik bukan saja dikenalkan kepada norma-norma
lingkungan dekat, tetapi dikenalkan kepada norma kehidupan bangsa
(nasional ) dan norma kehidupan antarbangsa. Etik pergaulan dan
pendidikan moral diajarkan secara terperogram dengan tujuan untuk
membentuk perilaku kehidupan bermastarakat dan bernegara.
5. Kapasitas mental: emosi dan intelegensi
Kemampuan berpikir banyak mempengaruhi banyak hal, seperti
kemampuan belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa.
Perkembangan emosi, berpengaruh sekali terhadap perkembangan
sosial anak. Anak yang berkemampuan intelektual tinggi akan
berkemampuan berbahasa secara baik. Oleh karena itu, kemampuan
intelektual tinggi, kemapuan berbahasa baik, dan pengendalian
emosional secara seimbang sangat menentukan keberhasilan dalam
perkembangan sosial anak.
Sikap saling pengertian dan kemampuan memahami orang lain
merupakan modal utama dalam kehidupan sosial dan hal ini akan
dengan mudah dicapai oleh remaja yang berkemampuan intelektual
tinggi.

11
D. Pengaruh Perkembangan Sosial terhadap Tingkah Laku
Dalam perkembangan sosial para remaja dapat memikirkan perihal
dirinya dan orang lain. Pemikiran itu terwujud dalam refleksi diri, yang
sering mengarah ke penilaian diri dan kritik dari hasil pergaulan dengan
orang lain. Hasil penilaian tentang dirinya tidak selalu diketahui oleh
orang lain, bahkan sering terlihat usaha seseorang untuk menyembunyikan
atau merahasiakannya. Dengan refleksi diri, hubungan dengan situasi
lingkungan sering tidak sepenuhnya diterima, karena lingkungan tidak
senantiasa sejalan dengan konsep dirinya yang tercermin sebagai suatu
kemungkinan bentuk tingkah laku sehari-hari.
Pikiran remaja sering dipengaruhi oleh ide-ide dari teori-teori yang
menyebabkan sikap kritis terhadap situasi dan orang lain, termasuk orang
tuanya. Setiap pendapat orang lain dibandingkan dengan teori yang diikuti
atau diharapkan. Sikap kritis ini juga ditunjukan dalam hal-hal yang sudah
umum baginya pada masa sebelumnya, sehingga tata cara, adat istiadat
yang berlaku dilingkungan keluarga sering terasa terjadi/ada pertentangan
dengan sikap kritis yang tampak pada perilakunya.
Kemampuan abstraksi menimbulkan kemampuan
mempermasalahkan kenyataan dengan peristiwa dengan keadaan
bagaimana yang semestinya menurut alam pikirannya. Situasi ini akhirnya
dapat menimbulkan perasaan tidak puas dan putus asa.
E. Contoh Problematika Perkembangan Sosial pada Peserta Didik
Contoh problematika perkembangan sosial yang penulis cantumkan
pada makalah ini, penulis dapatkan dari Skripsi yang berjudul “Studi
Perkembangan Sosial Anak yang Tinggal dengan Orang Tua yang
Mengalami Hambatan Kejiwaan”” karya Avianingsih, S.Pd. Bentuk
problematika yang terjadi pada anak tersebut adalah sebagai berikut:
Teguh (bukan nama sebenarnya) adalah siswa laki-laki yang berusia 7
tahun dan baru duduk di kelas II sekolah dasar. Dia lahir pada tanggal 17 Mei
2007. Dilihat dari periodesasi perkembangan manusia, Teguh termasuk dalam

12
akhir masa kanak-kanak atau biasa juga disebut sebagai masa usia sekolah
dasar.
Teguh adalah tiga bersaudara, dia mempunyai 2 kakak kandung serta
memiliki orang tua yang lengkap. Ibu Teguh seorang ibu rumah tangga (55
tahun) dan ayahnya (58 tahun) bekerja di Solo, yang pulang sekitar seminggu
sekali. Kakak pertama Teguh sudah menikah dan tinggal bersama suaminya.
Kakak keduanya ikut bersama ayahnya yang bekerja di Solo.
Selama ayahnya bekerja di Solo, Teguh hanya tinggal dan dirawat
oleh ibunya. Ibu Teguh mempunyai kelainan jiwa yang bersifat temporer,
yaitu gangguang jiwa yang tidak selalu menunjukkan tingkah laku abnormal.
Oleh karena itu, di saat-saat tertentu ibu Teguh menunjukkan tingkah laku
abnormal (kelainan jiwa). Pada saat kelainan jiwa itu muncul, ibu Teguh akan
berteriak-teriak sendiri dan mengabaikan keberadaan Teguh. Akan tetapi,
Teguh tetap mendapat perhatian dan perawatan ibunya ketika ibunya dalam
keadaan normal.
Dengan kondisi lingkungan Teguh yang demikian, perkembangan
sosial yang dialami Teguh dalam berhubungan dengan teman sebayanya
adalah sebagai berikut:
Dalam hubungan dengan teman sebaya, subjek mempunyai dua teman
dekat. Dia lebih suka bermain, berbicara, dan bercanda hanya dengan kedua
temannya tersebut dibandingkan dengan teman-teman yang lain. Teguh lebih
memilih teman yang berjenis kelamin sama. Dia tidak pernah bermain dengan
teman perempuan, bahkan berbicara dengan lawan jenis pun tidak pernah.
Di lingkungan kelas, Teguh tidak memperlihatkan sikap yang
menyenangkan terhadap orang lain. Hal itu terlihat dalam keseharian Teguh
yang selalu pasif. Beberapa temannya menganggap dia sebagai patung yang
tidak bisa berbicara. Dia sangat pendiam dan hal tersebut membuat temannya
merasa sebal terhadapnya. Teman yang merasa sebal biasanya mem-bully
Teguh, baik dengan kata-kata maupun tindakan yang tidak menyenangkan.
Kata-kata yang biasa digunakan oleh temannya yaitu „bodo‟, „goblok‟, dan
lain sebagainya. Sedangkan perilaku yang biasa dilakukan temannya yaitu
mengajari Teguh mengerjakan soal tetapi dengan jawaban yang sengaja

13
disalahkan. Teguh merupakan anak yang tidak populer. Bagi sebagian anak
dia masuk ke dalam kategori anak yang diabaikan, biasanya oleh siswa
perempuan. Sedangkan bagi beberapa anak lain dia masuk ke dalam kategori
anak yang ditolak, biasanya oleh anak laki-laki yang tidak mau bermain
dengannya dan menganggapnya aneh. Bahkan oleh teman dekatnya, dia
masuk dalam kategori anak yang kontroversi, dia kadang dianggap sebagai
teman baik tapi terkadang dia tidak disukai sama sekali.
Teguh lebih cenderung termasuk anak yang introvert. Dia tidak
memiliki banyak teman dalam kesehariannya di sekolah. Teguh hanya dekat
dengan dua teman laki-laki yang bernama Reza dan Feri. Teguh lebih sering
terlihat bermain bersama mereka berdua, meskipun terkadang Teguh hanya
bermain berdua bersama Reza. Mereka tergabung dalam kumpulan teman
sebaya. Mereka berdua merupakan anak yang mempunyai karakteristik
hampir sama dengan Teguh dan sama-sama dianggap aneh oleh temannya,
hal tersebutlah yang membuat mereka bertiga selalu bersama.

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Manusia tumbuh dan berkembang di alam di dalam lingkungan .
lingkungan ini dapat di bedakan atas lingkungan fisik dan lingkungan
sosial. Lingkungan sosial memberikan banyak pengaruh terhadap
pembentukan berbagai aspek kehidupan, terutama kehidupan sosio-
psikologi. Manusia sebagai makhluk sosial, senantiasa berhungan dengan
sesama manusia.
Dalam penyesuaian diri terhadap lingkungannya, remaja telah
mulai memperhatikan dan mengenal berbagai norma pergaulan, yang
berbeda dengan norma yang berlaku sebelumnya di dalam keluarganya.
Remaja menghadapi berbagai lingkungan , bukan saja bergaul dengn
berbagai kelompok umur.
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan
sosial yitu keluarga, kematangan status sosial pendidikan dan kapasitas
mental.
Dengan refleksi diri, hubungan dengan situasi lingkungan sering
tidak sepenuhnya diterima, karena lingkungan tidak senantiasa sejalan
dengan konsep dirinya yang tercermin sebagai suatu kemungkinan bentuk
tingkah laku sehari-hari.
B. Saran
Dalam mempelajari makalah ini, sebaiknya para pembaca juga
membaca buku atau meteri yang bersangkutan dengan makalah ini, karena
makalah ini disajikan secara ringkas untuk memudahkan pembaca,
memperoleh inti dari bahasan yang terdapat dalam makalah. Selain itu
untuk dapat lebih memahami apa yang tersaji dalam makalah ini alangkah
baiknya bila di barengi dengan melakukan penelitian sederhana tentang
perkembangan sosial.

15
DAFTAR PUSTAKA

Avianingsih.2015. (Skripsi) Studi Perkembangan Sosial Anak yang Tinggal


dengan Orang Tua yang Mengalami Hambatan
Kejiwaan.Yogyakarta:Universitas Negeri Yogyakarta.

Gunarsa, Yulia Singgih.2003 Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.Jakarta:


PT.BPK Gunung Mulia.
Mappiare, Andi.2002.Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional.

Samio.2018. Aspek – Aspek Pertumbuhan Dan Perkembangan Peserta


Didik.Medan: BEST JOURNAL (Biology Education Science &
Technology).
Sunarto, Hartono Agung.1995.Perkembangan Peserta Didik Jakarta:Rineka cipta.

Syah, Muhibbin.1995. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Syamsu,Yusuf.2011.PerkembanganPeserta Didik.Jakarta: Raja Grafindo Persada.

16

Anda mungkin juga menyukai