Anda di halaman 1dari 3

Pengertian Logika

Secara etimologi Logika berasal dari Bahasa Yunani Logos yang berarti “kata” atau
“pikiran yang benar”. Secara terminologi logika adalah hasil pertimbangan akal pikiran yang
diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Sebagai sebuah ilmu, logika disebut dengan
logike episteme (bahasa Latin: logica scientia) atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang
mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur. Ilmu di sini mengacu pada
kemampuan rasional untuk mengetahui dan kecakapan mengacu pada kesanggupan akal budi
untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Kata logis yang dipergunakan tersebut bisa
diartikan dengan masuk akal.
Para ahli telah mendefinisikan beberapa pengertian logika diantaranya :
Aristoteles
Pengertian logika adalah ajaran tentang berpikir yang secara ilmiah membicarakan bentuk
pikiran itu sendiri dan hukum-hukum yang menguasai pikiran.
W. Poespoprodjo, Ek. T. Gilarso. (2006: 13)
Logika merupakan ilmu dan kecakapan menalar, berpikir dengan tepat.
Soekadijo, (1983-1994: 3)
Pengertian Logika menurut Soekadijo adalah suatu metode atau teknik yang diciptakan untuk
meneliti ketepatan nenalar.
Tokoh-tokoh logika
1. Aristoteles (384-322 SM): mempelopori perkembangan logika sejak awal.
2. Boethlus (489-524 M): menterjemahkan buku logika dari bahasa yunani ke bahasa latin.
3. Al-Farabi (873-950 M): menterjemahkan karya aristoteles secara menyeluruh menjadi 4
judul buku : Kutubul manthiqil-tsamaniat: Muqaddamat Isaguji Allati Wadha’aha Purpurius;
Risalat-filmanthiqi, al-qaulu fi saraaitil-yaqini (merumuskan syarat-syarat kombinasi dari
Aristoteles) dan Risalat filQias, fushulun Yatalju ilaiha fi shina’atil-Manthiki (membahas
bentuk-bentuk silogisme dan merumuskan persyaratan berdasarkan buku Aristoteles).
4. Joan stuart Mill : mempertemukan system induksi dengan system deduksi

Sejarah Logika
Masa Yunani Kuno
Logika dimulai sejak Thales (624 SM - 548 SM), filsuf Yunani pertama yang berpaling kepada
akal budi untuk memecahkan rahasia alam semesta. Thales mengatakan bahwa air adalah arkhe
(Yunani) yang berarti prinsip atau asas utama alam semesta. Saat itu Thales telah mengenalkan
logika induktif.
Aristoteles kemudian mengenalkan logika sebagai ilmu, yang kemudian disebut logica scientica.
Aristoteles mengatakan bahwa Thales menarik kesimpulan bahwa air adalah arkhe alam semesta
dengan alasan bahwa air adalah jiwa segala sesuatu.
Pada masa Aristoteles logika masih disebut dengan analitica , yang secara khusus meneliti
berbagai argumentasi yang berangkat dari proposisi yang benar secara khusus meneliti
argumentasi yang berangkat dari proposisi yang masih diragukan kebenarannya. Inti dari logika
Aristoteles adalah silogisme.
Kemudian muncullah zaman dekadensi logika. Salama ini logika mengembang karena menyertai
perkembangan pengetahuan dan ilmu yang menyadari betapa berseluk beluknya kegiatan
berpikir yang langkahnya mesti dipertanggungjawabkan.
Masa Pertengahan dan Modern
Pengembangan dan penggunaan logika Aristoteles secara murni diteruskan oleh Thomas Hobbes
(1588 - 1679) dengan karyanya Leviatan dan John Locke (1632-1704) dalam An Essay
Concerning Human Understanding Francis Bacon (1561 - 1626) mengembangkan Logika
Induktif yang diperkenalkan dalam bukunya Novum Organum Scientiarum. J.S. Mills (1806 -
1873) melanjutkan logika yang menekankan pada pemikiran induksi dalam bukunya System of
Logic.

Masa Pertumbuhan dan Perkembangan Pada Masa Islam


Buah tangan Aristotes diterjemahkan ke dalam bahasa Arab pada sekitar Abad 7 Masehi, dan
kemudian diberinya nama ilmu al-Mantiq.
Ilmu Mantiq yang merupakan terjemahan dari Ilmu Logika adalah hasil karya para filosof Yunani
sejak abad ke-4 SM. Kaum Sofis, Socrates dan Plato adalah perintis lahirnya Logika. Sedangkan
Logika lahir sebagai suatu ilmu adalah atas jasa Aristoteles, Theoprostus dan kaum Stoa.
Aristoteles (384-322 SM) sebagai peletak dasar Ilmu Logika, meninggalkan enam buah buku
yang oleh murid-muridnya disebut Organon. Buku tersebut terdiri dari :
1. Categoriae (mengenai pengertian-pengertian)
2. De Interpretiae (mengenai keputusan-keputusan)
3. Analitica priora (tentang silogisme atau menarik kesimpulan)
4. Analitica posteriora (tentang pembuktian)
5. Topika (mengenai berdebat)
6. De Sophisticis Elenchis (tentang kesalahan-kesalahan berpikir).
Buku-buku inilah yang kemudian menjadi dasar Logika Tradisional. Theoprostus
mengembangkan Logika Aristoteles ini, sedangkan kaum Stoa mengajukan bentuk-bentuk
berpikir yang sistematis.
Pada abad ke-8 Masehi, ketika agama Islam telah tersebar di Jazirah Arab dan dipeluk secara
meluas sampai ke timur dan barat, perkembangan ilmu pengetahuan pun mengalami kemajuan
yang pesat. Puncaknya terjadi pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah, yaitu pada masa
pemerintahan Khalifah Harun al Rasyid dan Al-Makmun. Pada masa itu terjadi penerjemahan
ilmu-ilmu filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab, termasuk Ilmu Logika. Ilmu ini sangat menarik
perhatian kaum muslimin pada saat itu sehingga dipelajari secara.

Pada masa kemunduran ilmu pengetahuan di dunia Islam, timbullah berbagai kritikan terhadap
Ilmu Mantiq / Logika karena dianggap logika sebagai penyebab lahirnya paham-paham zindiq
(atheis) karena terlalu memuja akal fikiran di dalam mencari kebenaran. Menjelang penghujung
abad ke-19 bangkitlah gerakan pembaharuan dunia Islam yang dipelopori Jamaluddin al-
Afghani, Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Sejalan dengan itu perhatian penuh terhadap
logika muncul kembali di Mesir.
Di Indonesia, Ilmu Mantiq pada mulanya dipelajari secara terbatas di perguruan-perguruan
agama dan pesantren. Ilmu Mantiq sampai ke Indonesia bersama ilmu-ilmu agama lainnya yang
dibawa oleh pelajar-pelajar muslim yang belajar di Timur Tengah.
Ilmu logika baru dipelajari lebih luas setelah diperkenalkannya buku Madilog karangan Tan
Malaka yang terbit tahun 1951. Pada tahun 1954 Ilmu Mantiq telah dipelajari secara lebih luas
dan dimasukkan ke dalam kurikulum perguruan tinggi.[14]
Demikian bahwa Logika merupakan salah satu disipilin ilmu yang menitikberatkan pada
berpikir atau bernalar dengan teliti dan teratur dengan tujuan untuk mengetahui dan memperoleh
suatu kebenaran serta membedakan pernyatan benar dan pernyataan yang salah. Bisa juga
Logika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari aturan-aturan dan cara berpikir serta
mengatur penelitian hukum-hukum akal manusia yang mana hasilnya dapat menyampaikan
pikiran atau pikiran mencapai kebenaran serta mengetahui mana yang salah.
Objek Kajian Logika
Sebelum mengetahui lebih lanjut objek kajian logika alangkah baiknya mengetahui
maksud dari objek itu sendiri. Objek adalah sesuatu yang merupakan bahan atau sasaran dari
penelitian atau pembentukan pengetahuan. Dilihat dari segi objeknya, objek logika ada dua yaitu
objek material dan objek formal. Objek material adalah suatu bahan yang menjadi tinjauan
penelitian atau pembentukan pengetahuan, yang diselidiki, dipandang, atau disorot oleh suatu
disiplin ilmu. Sedangkan objek formal adalah sudut pandang yang ditujukan pada bahan dari
penelitian atau pementukan pengetahuan itu, atau dari sudut pandang apa objek material itu
disoroti
Oleh karena yang berpikir itu manusia, maka yang menjadi objek atau lapangan penyelidikan
logika secara materia (sebagai sasaran umum) ialah manusia itu sendiri. Tetapi manusia ini
disoroti dari sudut tertentu (secara khusus) sebagai objek forma, ialah budinya (Poedjawijatana,
1992: 14). Cara pemikiran dalam objek-objek logika secara radikal dibagi menjadi dua. Cara
pertama disebut berpikir deduktif (umum ke khusus) dipergunakan dalam Logika Forma yang
mempelajari dasar-dasar persesuaian (tidak adanya pertentangan) dalam pemikiran dengan
mempergunakan hukum-hukum, rumus-rumus dan patokan – patokan yang benar. Cara kedua,
berpikir induktif (khusus ke umum) dipergunakan dalam Logika Materia, yang mempelajari
dasar-dasar persusaian pikiran dengan kenyataan. Logika Materia menilai hasil pekerjaan Logika
Forma dan menguji benar tidaknya dengan kenyataan empiris.
Secara garis besar, objek bahasan - bahasan logika dapat dikelompokkan menjadi tiga aspek,
yaitu bahasan ‘kata-kata’, bahasan proposisi dan bahasan pemikiran atau penalaran Sesuai
dengan objek bahasan logika, pertama-tama yang harus dipelajari adalah bahasan kata-kata,
kemudian bahasan proposisi dan diakhiri bahasan penalaran. Karena tidak mungkin seseorang
dapat melakukan penalaran atau berpikir tanpa mengetahui proposisi suatu kegiatan berpikir,
begitu juga tidak mungkin mengetahui proposisi berpikir tanpa mengetahui kata-kata yang
sesuai. Tujuan yang paling utama dari pelajaran ilmu logika adalah tentang penalaran, tetapi
sesungguhnya penalaran itu tersusun dari beberapa kata-kata.

Anda mungkin juga menyukai