Anda di halaman 1dari 20

DESAIN PERCOBAAN KIMIA ZAT WARNA

Penggunaan Zat Warna Alam (Ekstraksi Bunga Rosella) Pada


Pewarnaan Kain Kapas dengan Variasi pH dan Suhu

KELOMPOK 1 2K1:
ADINDA AMALIANINGRUM 18020004
ADIRA NAUFAL RACHMAT 18020005
ALFINA PUTRI PERTIWI 18020012
ALLYARISNA NOVIA R 18020014

DOSEN : IKA NATALIA M., S. ST., MT


ASISTEN DOSEN : WITRI A S.,S.ST.
DAVID CHRISTIAN, S.ST.

POLITEKNIK STTT BANDUNG


KIMIA TEKSTIL
2020
1. Maksud dan Tujuan
1.1. Maksud

Membuat zat warna alam dari eksrak bunga rosella ungu lalu diaplikasikan
pada pencelupan kain kapas metode exhaust dengan variasi suhu dan pH.

1.2. Tujuan

Menentukan titik optimum pencelupan serat sutera menggunakan zat warna


alam dengan variasi suhu dan pH.

2. Kerangka Pemikiran
2.1. Teori Pendekatan
a. Kapas
Serat kapas dihasilkan dari rambut biji tanaman Gossypium. Analisa
menunjukkan bahwa serat kapas tersusun atas selulosa. Selulosa (C6H10O5)n
merupakan polimer linier yang tersusun dari kondensasi molekul glukosa
(C6H12O6). Derajat polimerisasi selulosapada kapas kira-kira 10.000 dengan berat
molekul kira-kira 1.500.000. Dinding sekunder serat terdiri dari selulosa murni
dan dinding primer juga mengandung selulosa. Pada setiap molekul glukosa
terdapat 3 gugus reaktif hidroksil (OH) yang mempunyai kemampuan untuk
mengikat molekul air/zat kimia.

Struktur molekul selulosa

b. Zat Warna
Zat warna adalah hal yang paling penting untuk proses pada tekstil
khususnya pada proses pencapan dan pencelupan, dan penggunaan zat warna
alam banyak digunakan pada awalnya. Akan tetapi, karena terbatasnya jumlah
dan sifat dari zat warna alam tersebut maka banyak orang yang menggunakan zat
warna sintetik untuk meminimalisir kekurangan yang terdapat pada zat warna
alam.
Zat warna alami adalah zat warna yang diperoleh dari alam atau tumbuhan
baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara tradisional zat warna alami
diperolah dengan ekstraksi atau perebusan tanaman yang ada disekitarnya. Bagian-
bagian tanaman yang dapat dipergunakan untuk zat warna alami adalah kulit,
ranting, daun, akar, bunga, biji atau getah. (Fitrihana, 2007).

c. Rosella (Hibiscus sabdariffa)


Rosella (Hibiscus sabdariffa) adalah tanaman asli dari daerah yang terbentang
dari India hingga Malaysia yang kini telah menyebar luas di semua negara tropis
dan sub tropis, termasuk Indonesia. Rosella mulai dilirik oleh masyarakat karena
banyak manfaat yang diperoleh masyarakat setelah mengkonsumsi produk-produk
yang terbuat dari kelopak bunga rosella salah satunya untuk zat warna merah alami
misalnya pada industri makanan maupun kosmetik (Erianto 2009).

Kingdom : Plantae(tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta(berpembuluh)
Superdivisio : Spermatophyta(menghasilkanbiji)
Divisio : Magnoliophyta(berbunga)
Kelas : Magnoliopsida(berkepingdua/dikotil)
Sub-kelas : Dilleniidae
Ordo : Malvales
Familia : Malvaceae(sukukapas-kapasan)
Genus : Hibiscus
Spesies : Hibiscus sabdariffa L (Comojime, 2008).
Rosella mempunyai nama ilmiah “Hibiscus sabdarifa linn” merupakan
anggota famili Malvaceae. Rosella dapat tumbuh baik di daerah beriklim tropis
dan sub tropis. Tanaman ini mempunyai habitat asli di daerah terbentang dari
India hingga Malaysia. Saat ini rosella telah tersebar luas di seluruh daerah
tropis maupun sub trobis. Rosella memiliki nama berbeda-beda di setiap negara.
Rosella merupakan herba tahunan yang bisa mencapai ketinggian 0,5 – 3
meter. Batangnya bulat, tegak, berkayu dan berwarna merah. Daunnya tunggal,
berbentuk bulat telur, pertulangannya menjari, ujung tumpul namun bergerigi,
pangkal berlekuk, panjang daun 6-15 cm dan lebarnya 5-8 cm, tangkai daun
bulat berwarna hijau.(Anonim , 2009)
Bagian bunga yang dapat dimanfaatkan sebagai zat warna adalah
kelopaknya. Kandungan penting yang terdapat dalam kelopak bunga rosella
adalah pigmen antosianin yang membentuk flavonoid yang berperan sebagai
anti oksidan. Flavonoid rosella terdiri dari flavonols dan pigmen antosianin.
Pigmen antosianin ini membentuk warna ungu kemerahan di kelopak bunga
rosella. Antosianin diyakini sebagai antioksidan yang dapat menyembuhkan
berbagai penyakit degeneratif. (Mardiah et al,2009).

d. Antosianin

Antosianin merupakan senyawa flavonoid yang memiliki kemampuan


sebagai antioksidan. Umumnya senyawa flavonoid berfungsi sebagai antioksidan
primer, chelator dan scavenger terhadap superoksida anion. Antosianin dalam
bentuk aglikon lebih aktif daripada bentuk glikosidanya (Santoso, 2006).

Kemampuan antioksidatif antosianin timbul dari reaktifitasnya yang tinggi


sebagai pendonor hidrogen atau elektron dan kemampuan radikal turunan polifenol
untuk menstabilkan dan mendelokalisasi elektron tidak berpasangan, serta
kemampuannya mengelat ion logam (terminasi reaksi Fenton) (Ariviani S, 2010).
Struktur kimia antosianin dapat dilihat pada gambar berikut
Struktur kimia antosianin

Gugus pengganti pada struktur kation flavilium (antosianidin) untuk membentuk


antosianin

e. Pengaruh Suhu dan pH Pada Antosianin

Antosianin merupakan salah satu senyawa yang terkandung pada kelopak


bunga rosella dan perlu dikaji lebih mendalam baik fungsi dan kegunaannya bagi
tubuh ataupun zat-zat makanan. Kestabilan warna senyawa antosianin dipengaruhi
oleh pH atau tingkat keasaman, dan akan lebih stabil apabila dalan suasana asam
atau pH yang rendah (Belitz and Grosch, 1999).
Struktur antosianin pada kondisi pH yang berbeda (Wrolstad dan Giusti, 2001)

Kestabilan antosianin juga dipengaruhi oleh suhu. Laju kerusakan (degradasi)


antosianin cenderung meningkat selama proses penyimpanan yang diiringi dengan
kenaikan suhu. Degradasi termal menyebabkan hilangnya warna pada antosianin
yang akhirnya terjadi pencoklatan. Laju termal degradasi mengikuti kinetika orde
pertama. Kenaikan suhu bersamaan dengan pH menyebabkan degradasi antosianin
pada buah cherri (Rein, 2005).

f. Polifenol

Polifenol adalah kelompok zat kimia yang ditemukan pada tumbuhan. Zat ini
memiliki tanda khas yakni memiliki banyak gugus fenol dalam molekulnya.
Polifenol berperan dalam memberi warna pada suatu tumbuhan.

Struktur Polifenol

g. Mordanting
Mordanting adalah bagian dari proses pewarnaan dengan zat warna alam
karena akan menentukan berhasil tidaknya proses pewarnaan. Proses mordanting
harus dilakukan secara akurt dan hati-hati supaya dihasilkan warna yang stabil.
Proses mordanting juga dimaksudkan untuk meningkatkan daya tarik zat warna
alam terhadap bahan tekstil serta berguna untuk menghasilkan kerataan dan
ketajaman warna yang baik. Mordanting dibutuhkan untuk menghasilkan warna
yang permanen. Sebagian besar pewarnaan dengan zat warna alam akan mudah
luntur sehingga diperlukan proses terlebih dahulu dengan mordating. Garam logam
akan mengikat secara kimia zat pembawa warna yang ada pada zat warna alam lebih
mudah larut dan mudah bereaksi dengan kain. (Sulistiyani,2015)

h. Ekstraksi
Ekstraksi merupakan suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia dari
jaringan tumbuhan ataupun hewan dengan menggunakan penyari tertentu. Ekstrak
adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan cara mengekstraksi zat aktif dengan
menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut
diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian, hingga
memenuhi baku yang ditetapkan.
Ekstraksi bertujuan untuk menarik semua komponen kimia yang terdapat
dalam simplisia. Ekstraksi didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat
ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka,
kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut. Proses pengekstraksian komponen
kimia dalam sel tanaman yaitu pelarut organik akan menembus dinding sel dan
masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam
pelarut organik di luar sel, maka larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan
proses ini akan berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentras
cairan zat aktif di dalam dan di luar sel. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
laju ekstraksi adalah tipe persiapan sampel, waktu ekstraksi, kuantitas pelarut, suhu
pelarut, dan tipe pelarut (Depkes RI 1995).

i. Pencelupan
Menurut teori pencelupan perpindahan zat warna dari larutan ke dalam serat
terjadi secara bertahap yaitu:
1. Zat warna absorbsi pada permukaan serat
2. Difusi dari permukaan serat ke dalam serat
3. Pengikatan zat warna di dalam serat
Jumlah zat warna yang dapat diikat oleh serat dibatasi oleh banyaknya
tempat-tempat yang dapat diisi oleh zat warna. Sebelum zat warna mencapai
tempat-tempat di dalam serat, maka zat warna harus mampu berpenetrasi
pada serat. (Hadiyat,1987)
Mekanisme Pencelupan
Pada proses pencelupan, biasanya terjadi tiga peristiwa penting yaitu:
(1) Migrasi : proses pelarutan zat warna dan mengusahakan agar larutan zat
warna tersebut bergerak menempel pada bahan. Semakin tinggi suhu
larutan zat warna, maka akan semakin cepat gerakan molekul zat warna.
(2) Adsorpsi : proses pendorongan zat warna agar dapat terserap menempel
pada bahan. Pada peristiwa ini molekul zat warna telah memiliki tenaga
yang cukup besar untuk dapat mengatasi gaya-gaya tolak dari
permukaan serat.
(3) Difusi dan Fiksasi : merupakan bagian terpenting dalam proses
pencelupan, yaitu masuknya zat warna dari permukaan bahan kedalam
bahan. Pada peristiwa difusi ini biasanya digunakan sebagai tolok ukur
untuk menentukan kecepatan celup. Setelah difusi kemudian terjadi
fiksasi. (Widihastuti,2014)

2.2. Hipotesis

Kestabilan warna pada senyawa antosianin dipengaruhi oleh suhu dan pH.
Semakin tinggi kenaikan suhu dan pH maka akan terjadi degradasi zat warna yang
menyebabkan hilangnya warna. Semakin rendah pH maka kestabilan warna pada
senyawa antosianin akan tetap terjaga.

3. PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
NO. PENGUJIAN ALAT
1. Neraca
2. Bejana
1. Ekstrasi
3. Kompor Gas
4. Saringan
2. Pembuatan Zat Warna Bubuk 1. Spray Dryer
2. Labu ukur
3. Spektrofotometri Zat Warna
3. Tabung Cuvet
4. Neraca Analitik
5. Spektrofotometer
6. Botol Semprot
1. Bejana
2. Kompor Gas
3. Pengaduk
Aplikasi Pencelupan pada Kain
4. 4. Termometer
sutera
5. Stopwatch
6. Gunting
7. Neraca
1. Launderometer/Lini Test
2. Gray Scale dan Staining
5. Evaluasi Kain Scale
3. Meja yang dilengkapi Lampu
4. Crockmeter

NO. PENGUJIAN BAHAN UTAMA


1. Bunga rosela
1. Ekstrasi
2. Air
2. Pembuatan Zat Warna Larutan 1. Filtrat
2. Aquades
3. Spektrofotometri Zat Warna
3. Zat warna larutan
1. Kain kapas
2. NaCl
4. Aplikasi Pencelupan pada Kain kapas 3. CH3COOH 30%
4. Zat Warna Ekstrak bunga
rosela
a. Uji Tahan Luntur
1. Larutan sabun netral 150
5. Evaluasi Kain
ml
2. Asam Asetat 0,014 %
3. Kain 4 cm x 10 cm
diletakkan diantara dua
kain putih (kapas dan
sutera) dengan ukuran
yang sama lalu jahit
bagian lebar kain
b. Uji Tahan Gosok
1. Air suling
2. Kain kapas 5cm x 5cm (
basah dan kering)
3. Kain contoh uji dengan
ukuran 4 cm x 20 cm.

3.2 Resep
3.2.1 Resep Pencelupan Tanpa Mordan
a. pH Asam
 Zat Warna =x%
 Asam asetat 30% = 2-3 tetes (pH 5)
 NaCl = 20 g/l
 Suhu = suhu kamar, 50oC, 70oC, 90 oC
 Waktu = 30 menit
 Vlot = 1:20

b. pH Netral
 Zat Warna =x%
 NaCl = 20 g/l
 Suhu = suhu kamar, 50oC, 70oC, 90 oC
 Waktu = 30 menit
 Vlot = 1:20
3.2.2 Resep Celup-Mordan
a. Variasi Tawas
 Tawas (Al2SO3) = 3 g/l
 NaCl = 10 g/l
 Suhu = 70oC
 Waktu = 30 menit
 Vlot = 1:50
b. Variasi Kationik Fixing Agent
 Kationik Fixing Agent = 3 g/l
 NaCl = 10 g/l
 Suhu = 70oC
 Waktu = 30 menit
 Vlot = 1:50

3.3 Diagram
a. Pembuatan zat warna
Ekstraksi bunga rosela

Persiapkan alat dan


bahan

Homogenkan filtrat

Panaskan

Saring
Masukkan dalam spray dryer

b. Penentuan Konsentrasi Zat Warna Pada Ekstraksi Bunga Rosela


Siapkan alat
spectrofotometri

Alat dikalibrasi sesuai


dengan petunjuk
penggunaan alat

Data dan hasil


pengamatan diamati
dan dianalisa

Diperoleh panjang
gelombang maksimum, nilai
absorbansi larutan

Didapat
konsentrasi zat
warna
c. Aplikasi pencelupan pada kain kapas
Persiapkan alat dan
bahan

Pembuatan larutan pencelupan (sesuai


variasi dan resep)

Masukkan kain uji ke dalam larutan,


kemudian panaskan hingga suhu mencapai
70°C selama 30 menit.

Pencucian dan keringkan

Potong kain 5 x 10 cm

Lakukan pencelpan
variasi Celup-
Mordan
Pencucian

Pengeringan

Evaluasi warna:
λ maksimum
Ketuaan
Kerataan
Lab

3.4. Skema Proses


a. 30ºC
( oC)

30oC

Waktu (menit)
30’
b. Suhu 50oC
( oC)

50 oC

Waktu (menit)
30’

c. Suhu 70oC
( oC)

70 oC

Waktu (menit)
30’

d. Suhu 90oC
( oC)
90 oC

Waktu (menit)
30’
5. Prosedur Kerja
5.1 Ekstraksi Zat Warna
1) Bunga rosella di potong-potong menjadi ukuran yang relative kecil.
2) Kemudian dikeringkan (dijemur).
3) Bunga rosella yang sudah keringkan kemudian di timbang sesuai
kebutuhan bahan dan direbus dalam air.
4) Bunga rosella direbus sampai warna yang terdapat dari bunga rosella
keluar sesuai dengan yang diinginkan dan jumlah air menjadi ½ dari
semula.
5) Saring untuk memisahkan ekstrak dan ampas.
6) Hasil ekstraksi dipindahkan pada gelas ukur
7) Hasil ekstraksi di spray dryer

5.2 Pencelupan
1) Pencelupan
- Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
- Timbang kain kapas.
- Semua kebutuhan zat yang di hitung sesuai resep, kemudian buat
larutan untuk pencelupan.
- Masukkan kain ke dalam larutan, kemudian panaskan hingga suhu
mencapai 70°C selama 30 menit.
- Angkat dan cuci bersih.
2) Celup-Mordan
- Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
- Timbang kain kapas.
- Semua kebutuhan zat yang dihitung sesuai resep, kemudian buat
larutan untuk mordan.
- Masukkan kain ke dalam larutan, kemudian panaskan hingga suhu
mencapai 70°C selama 30 menit.
- Angkat dan cuci bersih.
5.3 Uji Tahan Gosok
1) Kain contoh uji yang telah dicelup dipotong-potong dengan ukuran
5x20 cm dan siapkan potongan kain kapas putih sebagai pembanding.
2) Kemudian kain contoh uji digosok menggunakan alat yang telah
tersedia di laboratorium sebanyak 10x gosokan.
3) Dilakukan dalam keadaan serat kapas kering dan basah.
4) Membandingkan serat kapas yang telah diuji ketahanan gosoknya,
dengan menggunakan staining scale.

5.4 Uji Tahan Luntur


1) Siapkan tabung besi yang sudah bersih , kemudin maskkan sabun
netral yang telah disiapkan dan 5 buah kelereng besi ke dalam
tabung tersebut.
2) Kemudian siapkan kain contoh uji dan dipotong 5x10cm.
3) Kain 5 cm x 10 cm diletakkan diantara dua kain putih (kapas dan
sutera) dengan ukuran yang sama lalu jahit bagian lebar kain
4) Kemudian masukkan contoh uji pada tabung besi.
5) Masukkan tabung besi pada mesin HTHP selama 45 menit.
6) Kemudian keringkan kain dan bandingkan kain degan grey scale
dan staining scale.

5.5 Uji Spektrofotometri Zat Warna


a. Persiapan Larutan Induk dan Larutan Contoh
 Buat larutan induk dengan konsentrasi 1 g/L
 Dengan sistem pengenceran, buat larutan dengan beberapa
konsentrasi berbeda, dan lakukan pengukuran awal menggunakan
Spectronic 20 untuk menentukan rentang konsentrasi dengan
hasil pengukuran paling baik atau teliti (untuk menghindari
terjadinya penyimpangan hukum Lambert-Beer)
b. Penentuan Transmitansi dan Absorbansi Larutan Zat Warna
 Baca terlebih dahulu tata cara mengoprasikan Spectronic 20,
kalibrasi, dan persiapan cuvette sebelum melakukan percobaan
 Ukur nilai % transmitasi larutan zat warna yang sudah
dipersiapkan pada setiap panjang gelombang (400-700 nm)
 Konversikan nilai %T ke nilai absorbansi (A), dengan
menggunakan alat atau dengan perhitungan sebagai berikut :
A = 2 – log %T
 Buat grafik hubungan antara % T vs. panjang gelombang dan A
vs. panjang gelombang
 Tentukan panjang gelombang maksimum, minimum, dan antara
dari zat warna yang diukur.
c. Penentuan Kurva Kalibrasi Larutan Zat Warna
 Siapkan contoh larutan zat warna pada lima konsentrasi berbeda
dengan rentang konsentrasi yang sama
 Ukur nilai absorbansi kelima larutan tersebut pada panjang
gelombang maksimumnya
 Buat grafik A vs. konsentrasi pada panjang gelombang
maksimum tersebut
 Lakukan analisa regresi (tentukan persamaan regresi y=ax=b,
dimana y=nilai absorbansi, x=konsentrasi) dengan menggunakan
Microsoft Excel atau dihitung manual sebagai berikut :
𝑛(∑ 𝑥𝑦)(∑ 𝑥)(∑ 𝑦)
𝑎= 2
𝑛(∑ 𝑥 2 )(∑ 𝑥)
(∑ 𝑦)(∑ 𝑥 2 ) − (∑ 𝑥)(∑ 𝑥𝑦)
𝑏= 2
𝑛(∑ 𝑥 2 )(∑ 𝑥)
𝑛 = 𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ
d. Penentuan Konsentrasi Larutan Zat Warna yang Belum
Diketahui
 Buat satu konsentrasi larutan zat warna
 Dengan asumsi bahwa konsentasi larutan tersebut belum
diketahui, ukur nilai absorbansi tersebut
 Tentukan konsentrasi larutan tersebut dengan menggunakan
persamaan regresi yang sudah diperoleh dari percobaan 3.3
e. Pengoperasian Spectronic 20
 Periksa voltage stabilizer dan spectronic 20
 Panaskan alat selama 15 menit
 Kalibrasi alat dengan aquades tepat pada nilai 0% T dan 100% T.
Lakukan kalibrasi ini pada setiap perubahan panjang gelombang
 Ukur nilai %T atau A larutan zat warna

Catatan: Cara membersihkan cuvette

 Jangan pernah menggunakan sikat untuk membersihkan cuvette


 Bilas cuvette dengan air selama beberapa menit
 Masukkan kurang lebih 1 mL larutan contoh yang akan diukur.
Bolak balik cuvette sehingga terjadi kontak antara permukaan
dalam cuvette dengan larutan zat warna sebanyak dua kali
 Masukkan larutan yang akan diukur sebanyak ¾ penuh tabung
cuvette
 Bersihkan permukaan luar cuvette dengan tissue khusus
 Sebaiknya cuvette dipegang pada bagian pinggir sehingga badan
cuvette tidak mengalami kontaminasi
Daftar Pustaka

Fitrihana, N. 2007, Teknik Eksplorasi Zat Pewarna Alam Dari Tanaman Di


Sekitar Kita Untuk Pencelupan Bahan Tekstil. www.batikyogya.wordpress.com
Erianto. 2009. Budidaya Rosella. www.makalahbudidayarosella
Ariviani S. 2010. Total antosianin Ekstrak Buah Salam dan Korelasinya
dengan Kapasitas Anti Peroksidasi pada Sistem Linoleat AGROINTEK Vol 4, No.
2 121:127
Sea Fast Center, 2013, Merah Ungu Antosianin ”. Ebook IPB,
Ebookdig.biz/ebook/q/pdf/ antosianin/html
Belitz, H. D. and Grosch, W., 1999, Food Chemistry, 2nd Edition, Springer,
Germany
Rein, M., 2005, Copigmentation Reactions and Color Stability of Berry
Anthocyanin, Academic Dissertation, Helsinki: University of Heslinki
Hayati. 2012. Konsentrasi Total Senyawa Antosianin Ekstrak Kelopak Bunga
Rosella : Pengaruh Temperatur dan pH
Wrolstad, R. E. and Giusti, M. M., 2001, Characterization and Measurement
of Anthocyanin by UV-Visible Spectroscopy: Current Protocols in Food Analytical
Chemistry, John Wiley and Son, New York
Id.m.wikipedia.org/polifenol
Hollen.N, Textiles, (1984), I. Mac Millan Publishing Co., Inc, NewYork
Departemen Kesehatan RI. 1995. Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Depkes
RI. Hal 143-147 : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai