Journal Reading
Februari 2020
Disusun Oleh :
1
HALAMAN PENGESAHAN
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Al Khairaat
Mengetahui,
2
SEDASI DAN ANALGESIA
Seorang pasien pria berusia 48 tahun dirujuk ke Unit Perawatan Intensif dengan
kelurhan sindrom gangguan respirasi akut akibat influensa H1N1. Pasien terlihat
mengalami hipoksemia dan membutuhkan suplai FiO2 yang tinggi. Pasien kemudian
diintubasi dan dipasangi ventilator. Pasien mengalami takipnea, takikardia dan agitasi
dan bernapas dengan kecepatan 40 kali per menit dan melawan udara yang
dihembuskan dari ventilator.
Pasien dengan kondisi kritis yang menggunakan bantuan ventilasi umumnya
dirawat dengan sedasi dan analgesik. Rasa nyeri sangat umum dirasakan oleh pasien di
Unit Perawatan Intensif. Kegagalan dalam mengenali rasa nyeri ini dapat menyebabkan
agitasi dan peningkatan penggunaan sedatif. Mayoritas pasien bahkan merasa bahwa
rutinitas prosedur yang ada di ICU tidak nyaman dan menyakitkan. Ketidakmampuan
menyampaikan rasa sakit ini akibat adanya selang endotrakeal dapat meningkatkan level
kecemasan dan dapat memicu berkembangnya gangguan stres pasca trauma atau PTSD.
Saat ini direkomendasikan untuk menangani rasa sakit secara agresif.
3
Untuk mentoleransi pengaruh-pengaruh lingkungan ICU (lingkungan yang stres, alat
pemantau, suara bising, ketakutan akan penyakit yang diderita, terpisah dari keluarga)
Selama hipoksemia berat (ventilasi volume tidal rendah, high-frequency oscillation
(HFO), dan posisi tengkurap
agar pasien mampu menanggung penyakit yang mendasari atau penyakit medis yang
diperoleh di rumah sakit.
4
Analgesia yang cukup harus dipastikan sebelum memberikan agen sedasi kepada
pasien.
Pada pasien tanpa intubasi yang agitasi akibat rasa sakit, ketika menggunakan
analgesik opioid seperti morfin atau fentanil, ingat bahwa agen-agen tersebut dapat
menyebabkan depresi respirasi. Pada pasien dengan obstructive sleep apnea,
bahkan dosis kecil agen tersebut harus digunakan dengan sangat hati-hati.
Untuk rasa sakit/trauma pasca operasi, analgesia epidural, jika tersedia, adalah
pilihan yang terbaik.
Gamma-aminobutyric acid agonists (benzodiazepine, propofol) cenderung
menyebabkan disfungsi kognitif akut.
Lorazepam adalah faktor risiko independen untuk kondisi transisi ke delirium.
Sedasi dengan dexmedetomidine menyebabkan delirium yang lebih ringan
dibandingkan dengan midazolam atau propofol.
Analgosedasi atau ko-sedasi – seringkali medikasi analgesik ditambahkan kedalam
infus sedatif (contoh midazolam dan fentanil) dengan reduksi dosis kedua agen dan
di beberapa kasus terapi yang lebih efektif.
5
Tabel 33.2 Rincian obat-obatan sedasi dan analgesia
Jenis obat Waktu hingga Durasi efek Kehadiran Akumulasi dalam
onset (menit) dari satu dosis metabolit aktif gagal ginjal Dosis (IV) Komentar
Fentanil 1–2 2–4 Tidak Tidak B+ = 50 – 100 mcg Mereduksi takipnea
Depresi respirasi
I = 2 – 10 mg/jam
Remifentanil 1–2 10 – 20 menit Tidak Tidak B = 1 mcg/kg Menurunkan denyut jantung dan tekanan darah
Hydromorphone 5 – 10 2–4 Ya Ya B = 0,2 – 0,6 mg Dapat bekerja pada pasien yang toleran terhadap
morphine dan fentanyl, depreso respirasi
I = 0,5 – 3 mg/jam Sangat adiktif
Propofol 30 – 50 detik 3 – 10 (dose Tidak Tidak signifikan B = 0,2 – 2 mg/kg (maks. Hipotensi
dependent) 20mg) Meningkatkan serum trigliserid
I = 10 – 150 mcg/kg/menit Sindrom infus Propofol (> 5 mg/kg/jam selama
lebih dari 48 jam)
Dexmedetomidine 30 4 Tidak Tidak B = 1 µg/kg (harus diberikan Sifat sedatif, anxiolysis dengan analgesik
selama 15-20 menit) (menurunkan kebutuhan akan opioid sampai >
50%)
I = 0,2 – 0,7 µg/kg/jam Efek samping yang nyata yaitu bradikardia
6
Rasa sakit (Lihat Tabel 33.3)
Ya
Asesmen ulang target harian
Pasien Titrasi dan turunkan terapi
Nyaman/tanpa rasa nyeri untuk mempertahankan target
Lakukan awakening trial
Tidak
Hydromorphone
7
Sedasi (Lihat Tabel 33.4, 33.5, 33.6)
Lorazepam
Propofol
Pertimbangkan
bolus intermiten
8
Delirium
Mobilisasi awal
Perawatan
Terapkan siklus tidur/bangun yang efektif
Non farmakologis
Melepas kateter/ikatan dibadan tepat waktu
9
Tabel 33.3 Critical care pain observation tool (CPOT) (target 0 sampai 1)
Ekspresi wajah Tegang 1
Menyeringai 2
Gerakan tubuh Tidak ada gerakan atau posisi 0
normal
Melindungi 1
Keagitasian 2
Kepatuhan terhadap ventitor Mentoleransi ventilator atau 0
gerakan
(pasien intubasi) Batuk-batuk tapi dapat 1
mentoleransi
Melawan ventilator 2
Vokalisasi (pasien ekstubasi) Berbicara dengan suara normal 0
atau tidak ada suara
Mengeluh atau menguap 1
Menangis keras, menangis 2
sesenggukan
Ketegangan otot Relaks 0
Tegang, kaku 1
Sangat tegang atau kaku 2
10
0 1 2 3 4 5
Tidak nyeri Agak nyeri Sedikit lebih Lebih Sangat Nyeri sangat
nyeri nyeri nyeri hebat
Tersenyum Tidak bercanda Alis mengerut Hidung berkerut Kedipan mata Mata tertutup
Wajah serius Bibir Bibir bagian lambat Tangisan
mengerucut atas terangkat Mulut terbuka mengaduh
Menahan napas Bernapas cepat
Tidak ada nyeri Dapat diabaikan Mengganggu Mengganggu Mengganggu Membutuhkan
aktifitas konsentrasi kebutuhan bed rest
hidup dasar
Activity Tolerance Scale
Numeric pain Scale 0-10 ** (lingkari salah satu)
11
Tabel 33.4 Richmond agitation-sedation scale (RASS) (target 0 sampai -3)
Melawan, kasar, berbahaya bagi staf +4
Menarik atau melepaskan selang atau kateter, agresif +3
Gerakan tidak disengaja yang sering, melawan udara dari ventilator +2
Agitasi, khawatir, tapi tidak agresif +1
Waspada dan tenang 0
Terbangun saat mendengar suara (membuka/kontak mata) > 10 detik -1
Sedasi ringan, langsung terbangun saat ada suara (membuka/kontak mata) < -2
10 detik
Sedasi sedang, ada gerakan atau membuka mata (tidak ada kontak mata) -3
Sedasi dalam, tidak merespon suara, namun ada gerakan atau membuka mata -4
terhadap stimulus fisik
Tidak bergerak sama sekali, tidak merespon terhadap suara atau stimulus fisik -5
12
6 Tertidur dengan tidak ada respon terhadap stimulus
B. Sedasi
Richmond agitation-sedation scale (RASS) (Tabel 33.4)
Riker sedation-agitation scale (SAS) (Tabel 33.5)
Skor sedasi Ramsay (Tabel 33.6)
C. Delirium
Metode asesmen kebingungan untuk ICU
Intensive care delirium screening checklist
Sedasi
Gunakan skala RASS/SAS/Ramsay untuk evaluasi. Titrasi menurut tabel target.
Infus lorazepam/midazolam kontinu: Hentikan infus hingga pasien mencapai target
RASS, dan kemudian lanjutkan kembali dengan setengah dari dosis sebelumnya.
Titrasi sesuai perintah tertulis.
Infus Propofol kontinu: Turunkan kecepatan menjadi 5 – 10 mcg/kg/menit setiap 10
menit hingga pasien mencapai target RASS. Titrasi sesuai perintah tertulis.
Infus Morfin/fentanil kontinu: Hentikan hingga pasien mencapai target RASS, lalu
kembali lanjutkan dengan kecepatan setengah dari sebelumnya. Titrasi sesuai
perintah tertulis.
13
Langkah 6: Daily awakening trial
Daily awakening trial dibutuhkan untuk mengevaluasi sedasi dan dosis sedasi
minimal yang efektif.
Direkomendasikan untuk melaksanankan protokol spontaneous breathing trial
(SBT) bersamaan dengan protokol sedasi. Temuan menunjukkan bahwa kombinasi
pendekatan spontaneous breathing trial dan daily awakening dapat mengurangi
lama waktu penggunaan ventilasi mekanik dan kebutuhan perawatan intensif serta
lama waktu menginap di rumah sakit.
Latihan dan mobilisasi sejak awal (terapi fisik dan okupasi) selama periode
interupsi sedasi harian telah menunjukkan tingkat keamanan dan toleransi yang
baik dan memberikan outcome fungsional yang lebih baik saat keluar dari rumah
sakit, durasi delirium yang lebih pendek, dan lebih banyak hari tanpa menggunakan
ventilator dibandingkan dengan perawatan standar.
14
Langkah 7: Penyapihan (weaning) dari sedasi dan analgesia
Setelah pasien berhasil melewati SBT dengan baik, maka langkah terbaik untuk
penyapihan awal adalah dengan mengubah infus kontinu sedatif dan analgesik menjadi
bolus intermiten.
Flumazenil
Dosis 0,2 mg )2ml) IV selama 30 detik. Tunggu 30 detik lalu asesmen kembali.
Anda dapat memberikan tambahan sebanyak 30 mg selama 30 detik, jika dibutuhkan,
lalu asesmen kembali. Dosis tambahan sebanyak 0,5 mg dapat diberikan selama
interval 30 detik hingga 1 menit sesuai yang dibutuhkan. Dosis kumulatif maksimal
adalah 3 mg.
Pembalikan opioid
Naloxone
Dosis 0,1 – 2 mg IM/IV/SC. Titrasi hingga pasien memberikan respon. Dapat
diulang pada interval 2 – 3 menit. Dosis maksimal adalah 10 mg.
15