Anda di halaman 1dari 15

Bagian Ilmu Anestesiologi, Terapi Intensive dan Reanimasi

Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairat

Rumah Sakit Umum Anutapura, Palu

Journal Reading
Februari 2020

SEDASI DAN ANALGESIA

Disusun Oleh :

Nadhillah Alkatiri, S.Ked (12 16 777 14 146)

Pembimbing : dr. Salsiah Hasan, Sp.An

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU ANESTESIOLOGI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ALKHAIRAAT PALU
2020

1
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa mahasiswa yang

bersangkutan sebagai berikut :

Nama : Nadhillah Alkatiri

Stambuk : 12 16 777 14 146

Program Studi : Pendidikan Dokter

Fakultas : Kedokteran

Universitas : Al Khairaat

Judul Jurnal : Sedasi Dan Analgesia


Bagian : Ilmu Anestesiologi, Terapi Intensive dan Reanimasi

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian

Anestesiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Al Khairaat

Palu, 12 Februari 2020

Mengetahui,

Pembimbing Dokter Muda

dr. Salsiah Hasan, Sp.An Nadhillah Alkatiri, S.Ked

2
SEDASI DAN ANALGESIA

Seorang pasien pria berusia 48 tahun dirujuk ke Unit Perawatan Intensif dengan
kelurhan sindrom gangguan respirasi akut akibat influensa H1N1. Pasien terlihat
mengalami hipoksemia dan membutuhkan suplai FiO2 yang tinggi. Pasien kemudian
diintubasi dan dipasangi ventilator. Pasien mengalami takipnea, takikardia dan agitasi
dan bernapas dengan kecepatan 40 kali per menit dan melawan udara yang
dihembuskan dari ventilator.
Pasien dengan kondisi kritis yang menggunakan bantuan ventilasi umumnya
dirawat dengan sedasi dan analgesik. Rasa nyeri sangat umum dirasakan oleh pasien di
Unit Perawatan Intensif. Kegagalan dalam mengenali rasa nyeri ini dapat menyebabkan
agitasi dan peningkatan penggunaan sedatif. Mayoritas pasien bahkan merasa bahwa
rutinitas prosedur yang ada di ICU tidak nyaman dan menyakitkan. Ketidakmampuan
menyampaikan rasa sakit ini akibat adanya selang endotrakeal dapat meningkatkan level
kecemasan dan dapat memicu berkembangnya gangguan stres pasca trauma atau PTSD.
Saat ini direkomendasikan untuk menangani rasa sakit secara agresif.

Langkah 1: Identifikasi kebutuhan sedasi dan analgesia (Tabel 33.1)


 Agen analgesia yang tepat mungkin dapat mencegah kebutuhan sedasi atau
menurunkan kadarnya.
 Di kelompok pasien tertentu, sedasi sangat penting untuk mencegah pasien
membahayakan dirinya sendiri (melepas selang) atau untuk mengurangi kerja
pernapasan dan otomatis mengurangi tuntutan oksigen.
 Indikasi-indikasi yang umum penggunaan analgesia dan sedasi (Tabel 33.1)
Tabel 33.1 Indikasi untuk sedasi dan analgesia
Fasilitasi intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanis (untuk amnesia, anxiolysis,
penurunan agitasi, toleransi untuk penggunaan endotracheal tube (ETT) dan mengurangi
batuk, meringankan dispnea, untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah ekstubasi
sendiri
Saat melakukan prosedur invasif
Untuk memfasilitasi perawatan yang dilakukan oleh perawat
Rasa sakit pasca operasi/trauma

3
Untuk mentoleransi pengaruh-pengaruh lingkungan ICU (lingkungan yang stres, alat
pemantau, suara bising, ketakutan akan penyakit yang diderita, terpisah dari keluarga)
Selama hipoksemia berat (ventilasi volume tidal rendah, high-frequency oscillation
(HFO), dan posisi tengkurap
agar pasien mampu menanggung penyakit yang mendasari atau penyakit medis yang
diperoleh di rumah sakit.

Langkah 2: Pertimbangkan sedasi dan analgesia yang umumnya digunakan


(Tabel 33.2)
Langkah 3: Pilih agen yang tepat
 Tidak ada agen sedasi yang ideal untuk ICU
 Rejimen sedatif dan analgesik yang ideal harus memberikan sedasi dan kontrol
rasa sakit yang cukup, memiliki onset aksi yang cepat dan memungkinkan
pemulihan yang cepat setelah berhenti, efek samping yang minimal, akumulasi di
sistem yang minimal, dan menyebabkan delirium yang minimal tanpa menambah
biaya pengobatan secara keseluruhan.
 Pada skenario klinis yang berbeda, beberapa agen telah menunjukkan kemampuan
yang lebih baik dibandingkan agen lainnya. Pertimbangkan hal-hal berikut sebelum
memilih agen sedasi dan analgesik:
 Semua pasien membutuhkan analgesik baik itu dengan atau tanpa sedatif.
Studi-studi terbaru menunjukkan bahwa penggunaan sedasi berkelanjutan yang
minimal mungkin dilakukan tanpa efek samping yang nyata.
 Lakukan pendekatan yang berfokus pada pasien. Pilih obat-obat analgesik dan
sedatif yang didasarkan pada kebutuhan pasien.
 Ingat bahwa tingkat sedasi/anxiolysis dan analgesia yang dibutuhkan bervariasi
diantara pasien dan pada pasien yang sama dari waktu ke waktu (fisioterapi, saat
dihentikan).
 Identifikasi faktor-faktor mempercepat dan membuat kecenderungan – kondisi
medis yang mendasari seperti rasa sakit kronis atau arthritis, riwayat alkohol, atau
penyalahgunaan zat. Penyakit kejiwaan dapat mempengaruhi medikasi. Sebagai
contoh, pasien yang terlihat meracau atau sangat agitasi di ICU dapat memiliki
kadar obat yang berlebih saat diberikan obat sedatif karena pengobatan mereka
diabaikan/dilewatkan.

4
 Analgesia yang cukup harus dipastikan sebelum memberikan agen sedasi kepada
pasien.
 Pada pasien tanpa intubasi yang agitasi akibat rasa sakit, ketika menggunakan
analgesik opioid seperti morfin atau fentanil, ingat bahwa agen-agen tersebut dapat
menyebabkan depresi respirasi. Pada pasien dengan obstructive sleep apnea,
bahkan dosis kecil agen tersebut harus digunakan dengan sangat hati-hati.
 Untuk rasa sakit/trauma pasca operasi, analgesia epidural, jika tersedia, adalah
pilihan yang terbaik.
 Gamma-aminobutyric acid agonists (benzodiazepine, propofol) cenderung
menyebabkan disfungsi kognitif akut.
 Lorazepam adalah faktor risiko independen untuk kondisi transisi ke delirium.
 Sedasi dengan dexmedetomidine menyebabkan delirium yang lebih ringan
dibandingkan dengan midazolam atau propofol.
 Analgosedasi atau ko-sedasi – seringkali medikasi analgesik ditambahkan kedalam
infus sedatif (contoh midazolam dan fentanil) dengan reduksi dosis kedua agen dan
di beberapa kasus terapi yang lebih efektif.

5
Tabel 33.2 Rincian obat-obatan sedasi dan analgesia
Jenis obat Waktu hingga Durasi efek Kehadiran Akumulasi dalam
onset (menit) dari satu dosis metabolit aktif gagal ginjal Dosis (IV) Komentar
Fentanil 1–2 2–4 Tidak Tidak B+ = 50 – 100 mcg Mereduksi takipnea

Depresi respirasi

I+ = 0,7 – 10 mcg/kg/jam Akumulasi di gagal hepar/ginjal

Morphine 5 – 10 2–4 Ya Ya B = 1 – 10 mg Sama setiap opioid lainnya

I = 2 – 10 mg/jam

Remifentanil 1–2 10 – 20 menit Tidak Tidak B = 1 mcg/kg Menurunkan denyut jantung dan tekanan darah

I = 0,25 – 1,0 mcg/kg/jam Meningkatkan tekanan intrakranial

Hydromorphone 5 – 10 2–4 Ya Ya B = 0,2 – 0,6 mg Dapat bekerja pada pasien yang toleran terhadap
morphine dan fentanyl, depreso respirasi
I = 0,5 – 3 mg/jam Sangat adiktif

Lorazepam 5 – 20 6–8 Tidak Ya B = 2 – 4 mg Keracunan propylene glycol (asidosis metabolik


anion gap, insufiensi ginjal)
2 – 6 mg q4 – 6 jam (durasi Faktor risiko independen untuk delirium
terlalu lama untuk infus yang
efektif)
Midazolam 2 – 10 1–4 Ya Ya B = 2 – 5 mg Interaksi banyak obat

I = 1 – 20 mg/jam Dapat meningkatkan level midazolam

Propofol 30 – 50 detik 3 – 10 (dose Tidak Tidak signifikan B = 0,2 – 2 mg/kg (maks. Hipotensi
dependent) 20mg) Meningkatkan serum trigliserid
I = 10 – 150 mcg/kg/menit Sindrom infus Propofol (> 5 mg/kg/jam selama
lebih dari 48 jam)
Dexmedetomidine 30 4 Tidak Tidak B = 1 µg/kg (harus diberikan Sifat sedatif, anxiolysis dengan analgesik
selama 15-20 menit) (menurunkan kebutuhan akan opioid sampai >
50%)
I = 0,2 – 0,7 µg/kg/jam Efek samping yang nyata yaitu bradikardia

6
Rasa sakit (Lihat Tabel 33.3)

Ya
 Asesmen ulang target harian
Pasien  Titrasi dan turunkan terapi
Nyaman/tanpa rasa nyeri untuk mempertahankan target
 Lakukan awakening trial

Tidak

Tidak diintubasi Diintubasi

Berikan analgesia untuk


rasa nyeri pasca
operasi/trauma/penyakit
akut menggunakan salah
satu pilihan berikut:
 Bolus analgesik Hemodinamis stabil  Bolus Fentanyl 50-
intermiten IV dari (Langkah 3) 100 mcg f/b 50
fentanyl/morphine/NSA mcg/jam. Evaluasi
Fentanyl Skor rasa nyeri
ID ulang dalam 15
 Dll.  Hydromorphone
menit. Target
 Gunakan analgesik PO
 Morphine  Jika belum cukup, CPOT = 0 – 1
jika memungkinkan
berikan bolus
 PCA intravena Numeric PS = 3
tambahan 50-100
 Epidura (jika tersedia) –
mcg dan
analgesia dengan Hemodinamis tidak (rasa nyeri ringan)
tingkatkan drip
kombinasi infus/PCEA stabil sampai 50%.
anestetik lokal dan
opioid  Fentanyl  Evaluasi ulang
 Hilangkan/perbaiki dalam 30 menit
penyebab reversibel dan tingkatkan atau
 Gunakan pengobatan Gangguan fungsi turunkan dosis
non farmakologi ginjal hingga 50% jika
 Optimasi lingkungan sedasi belum
 Fentanyl cukup atau berlebih

 Hydromorphone

7
Sedasi (Lihat Tabel 33.4, 33.5, 33.6)

 Titrasi propofol 10-25 Skor sedasi (pilih salah


mcg/kg/menit dengan satu)
penambahan 10-25
mcg/kg/menit setiap 5-10 Target
Sedasi antisipasi menit hingga tercapai level
 RASS = 0 sampai -3
yang diinginkan
(< 72 jam) (waspada, tenang,
Apakah  Gunakan skala sedasi sedasi sedang,
pasien agitasi  Midazolam
gerakan atau
 Pertimbangkan
 Propofol dexmedetomidine 1
membuka mata; tidak
/ khawatir? membuka mata)
mcg/kg yang dlanjutkan
 Dexmedetormidine
dengan 0,2-0,7 mcg/kg/jam
Sedasi antisipasi  Bolus Lorazepam 2 mg
 SAS = 3-4
dilanjutkan dengan infus 1
(< 72 jam)
mg/jam (Dibius, sulit untuk
 Midazolam bangun namun
terjaga oleh stimulus
 Lorazepam verbal atau goyangan
halus)
(Perhatikan efek
delirium akibat infus
jangka panjang)
 Ramsay = 3
Pasien memiliki
(Hanya merespon
gangguan fungsi
perintah verbal)
ginjal

 Lorazepam

 Propofol

 Pertimbangkan
bolus intermiten

8
Delirium

 Dexmedetomidine 0,2-1,5 mcg/kg/jam (Pertimbangkan


penggunaan pada pasien gagal spontaneous breathing
trial akibat agitasi)

 Haloperidol 2,5-5 mg intravena q 15 menit hingga


Perawatan
muncul delirium (maksimal yang disarankan 35 mg/hari)
farmakologis (Pertimbangkan penurunan dosis pada pasien delirium
hipoaktif)

 Haloperidol 2,5 – 5 mg PO q 6 jam (Hati-hati jika


baseline QTc > 440 milidetik)

 Quetiapine 50-200 mg PO q 12 jam (Pertimbangkan jika


Apakah menginginkan efek sedatifnya)
pasien  Risperidone 0,5-1 mg PO q 12 jam (Hati-hati jika
mengalami baseline QTc > 440 milidetik)
delirium?
 Daily awakening trial

 Orientasi ulang pasien secara teratur

 Mobilisasi awal
Perawatan
 Terapkan siklus tidur/bangun yang efektif
Non farmakologis
 Melepas kateter/ikatan dibadan tepat waktu

 Gunakan kacamata, lensa pembesar dan alat bantu


dengar

 Minimalkan suara bising/stimulus di malam hari

 Penggunaan benzodiazepine yang minimal untuk sedasi

9
Tabel 33.3 Critical care pain observation tool (CPOT) (target 0 sampai 1)
Ekspresi wajah Tegang 1
Menyeringai 2
Gerakan tubuh Tidak ada gerakan atau posisi 0
normal
Melindungi 1
Keagitasian 2
Kepatuhan terhadap ventitor Mentoleransi ventilator atau 0
gerakan
(pasien intubasi) Batuk-batuk tapi dapat 1
mentoleransi
Melawan ventilator 2
Vokalisasi (pasien ekstubasi) Berbicara dengan suara normal 0
atau tidak ada suara
Mengeluh atau menguap 1
Menangis keras, menangis 2
sesenggukan
Ketegangan otot Relaks 0
Tegang, kaku 1
Sangat tegang atau kaku 2

10
0 1 2 3 4 5
Tidak nyeri Agak nyeri Sedikit lebih Lebih Sangat Nyeri sangat
nyeri nyeri nyeri hebat
Tersenyum Tidak bercanda Alis mengerut Hidung berkerut Kedipan mata Mata tertutup
Wajah serius Bibir Bibir bagian lambat Tangisan
mengerucut atas terangkat Mulut terbuka mengaduh
Menahan napas Bernapas cepat
Tidak ada nyeri Dapat diabaikan Mengganggu Mengganggu Mengganggu Membutuhkan
aktifitas konsentrasi kebutuhan bed rest
hidup dasar
Activity Tolerance Scale
Numeric pain Scale 0-10 ** (lingkari salah satu)

Langkah 4: Asesmen rasa sakit, sedasi dan delirium


 Penggunaan skala sedasi dan rasa sakit direkomendasikan untuk menitrasi kadar
analgesia dan sedasi yang tepat.
 Terdapat banyak penilaian, namun satu penilaian harus dipilih untuk keseragaman
di ICU.
 Penilaian/skala berikut dibawah ini dapat dipakai:
A. Rasa sakit
 Critical care pain observation tool (Tabel 33.3)
 Rasa sakit yang dilaporkan oleh pasien sendiri
 Wong-Baker FACES pain rating scale (Gbr. 33.1)
 Metode numeric rating scale 0 – 10

11
Tabel 33.4 Richmond agitation-sedation scale (RASS) (target 0 sampai -3)
Melawan, kasar, berbahaya bagi staf +4
Menarik atau melepaskan selang atau kateter, agresif +3
Gerakan tidak disengaja yang sering, melawan udara dari ventilator +2
Agitasi, khawatir, tapi tidak agresif +1
Waspada dan tenang 0
Terbangun saat mendengar suara (membuka/kontak mata) > 10 detik -1
Sedasi ringan, langsung terbangun saat ada suara (membuka/kontak mata) < -2
10 detik
Sedasi sedang, ada gerakan atau membuka mata (tidak ada kontak mata) -3
Sedasi dalam, tidak merespon suara, namun ada gerakan atau membuka mata -4
terhadap stimulus fisik
Tidak bergerak sama sekali, tidak merespon terhadap suara atau stimulus fisik -5

Tabel 33.5 Riker sedation-agitation scale (SAS) (target sedation 3 sampai 4)


Agitasi yang membahayakan, menarik ETT, mencoba melepaskan kateter, 7
memanjat bedrail, menyerang staf, selalu berpindah posisi dari kiri – kanan
Sangat agitasi, harus ditahan badannya dan sering diingatkan akan batasan, 6
menggigit ETT
Agitasi, khawatir atau agitasi, tenang saat diberikan instruksi verbal 5
Tenang dan dapat bekerja sama, mudah dibangunkan, mengikuti perintah 4
Tenang, susah untuk dibangung namun terjaga terhadap stimulus verbal atau 3
goyangan halus, mengikuti perintah sederhana namun tertidur lagi
Bius dalam, terbangun saat ada stimulus fisik namun tidak ada komunikasi 2
atau mengikuti perintah, dapat bergerak secara spontan
Tidak dapat bergerak, respon minimal atau tidak ada respon terhadap stimulus 1
yang berbahaya, tidak ada komunikasi atau mengikuti perintah

Tabel 33.6 Skor sedasi Ramsay (target sedasi 3)


Level/skor Deskripsi klinis
1 Khawatir dan agitasi
2 Kooperatif, memiliki orientasi yang jelas, tenang
3 Respon hanya terhadap perintah verbal
4 Tertidur dengan respon singkat terhadap stimulus cahaya
5 Tertidur dengan respon lambat terhadap stimulus

12
6 Tertidur dengan tidak ada respon terhadap stimulus

B. Sedasi
 Richmond agitation-sedation scale (RASS) (Tabel 33.4)
 Riker sedation-agitation scale (SAS) (Tabel 33.5)
 Skor sedasi Ramsay (Tabel 33.6)

C. Delirium
 Metode asesmen kebingungan untuk ICU
 Intensive care delirium screening checklist

Langkah 5: Titrasi sedasi dan analgesia


Direkomendasikan titrasi dosis sedasi/analgesia hingga titik akhir yang
ditentukan.
Titrasi infus
Analgesia
Potensi efek putus obat opioid harus dipertimbangkan pada pasien yang menerima dosis
tinggi atau terapi berkelanjutan selama 7 hari. Dosis harus dikurangi secara sistematis
(cth., 10 – 30% per hari) untuk mencegah gejala-gejala putus obat.

Sedasi
Gunakan skala RASS/SAS/Ramsay untuk evaluasi. Titrasi menurut tabel target.
 Infus lorazepam/midazolam kontinu: Hentikan infus hingga pasien mencapai target
RASS, dan kemudian lanjutkan kembali dengan setengah dari dosis sebelumnya.
Titrasi sesuai perintah tertulis.
 Infus Propofol kontinu: Turunkan kecepatan menjadi 5 – 10 mcg/kg/menit setiap 10
menit hingga pasien mencapai target RASS. Titrasi sesuai perintah tertulis.
 Infus Morfin/fentanil kontinu: Hentikan hingga pasien mencapai target RASS, lalu
kembali lanjutkan dengan kecepatan setengah dari sebelumnya. Titrasi sesuai
perintah tertulis.

13
Langkah 6: Daily awakening trial
 Daily awakening trial dibutuhkan untuk mengevaluasi sedasi dan dosis sedasi
minimal yang efektif.
 Direkomendasikan untuk melaksanankan protokol spontaneous breathing trial
(SBT) bersamaan dengan protokol sedasi. Temuan menunjukkan bahwa kombinasi
pendekatan spontaneous breathing trial dan daily awakening dapat mengurangi
lama waktu penggunaan ventilasi mekanik dan kebutuhan perawatan intensif serta
lama waktu menginap di rumah sakit.
 Latihan dan mobilisasi sejak awal (terapi fisik dan okupasi) selama periode
interupsi sedasi harian telah menunjukkan tingkat keamanan dan toleransi yang
baik dan memberikan outcome fungsional yang lebih baik saat keluar dari rumah
sakit, durasi delirium yang lebih pendek, dan lebih banyak hari tanpa menggunakan
ventilator dibandingkan dengan perawatan standar.

Asesmen untuk daily awakening


Pengecualian:  Lakukan daily awakening
 Peningkatan tekanan intrakranial
 Blok neuromuskular  Sapih/hentikan sedasi
 PEEP, FiO2 sangat tinggi
 Pertimbangkan mengurangi infus
 CABG-langsung pasca operasi
narkotik 25 - -50%

 Apakah pasien dalam keadaan bangun dan tenang?

 Gunakan skala sedasi

 SAS 3-4 (dibius, sulit untuk bangun namun merespon


stimulus verbal atau goyangan halus, mengikuti perintah
sederhana) atau RASS 0 sampai -1 (waspada dan tenang,
terjaga saat ada suara (membuka/kontak mata) > 10 detik

Spontaneous breathing trial Mulai kembali sedasi pada


dosis yang sama dengan
sebelumnya (tidak ada rapid
shallow breathing index)

14
Langkah 7: Penyapihan (weaning) dari sedasi dan analgesia
Setelah pasien berhasil melewati SBT dengan baik, maka langkah terbaik untuk
penyapihan awal adalah dengan mengubah infus kontinu sedatif dan analgesik menjadi
bolus intermiten.

Langkah 8: Pembalikan (reversal) sedasi berlebih


Sedasi yang berlebihan melibatkan benzodiazepine

Flumazenil
Dosis  0,2 mg )2ml) IV selama 30 detik. Tunggu 30 detik lalu asesmen kembali.
Anda dapat memberikan tambahan sebanyak 30 mg selama 30 detik, jika dibutuhkan,
lalu asesmen kembali. Dosis tambahan sebanyak 0,5 mg dapat diberikan selama
interval 30 detik hingga 1 menit sesuai yang dibutuhkan. Dosis kumulatif maksimal
adalah 3 mg.

Pembalikan opioid
Naloxone
Dosis  0,1 – 2 mg IM/IV/SC. Titrasi hingga pasien memberikan respon. Dapat
diulang pada interval 2 – 3 menit. Dosis maksimal adalah 10 mg.

15

Anda mungkin juga menyukai