Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Definisi
Hipokalemia didefinisikan sebagai kadar kalium serum yang kurang
dari 3,5 mEq/L. Hanya 2% dari K+ tubuh yang berada
sehingga kadar K+ serum tidak selalu mencerminkan K+ tubuh total. pH
darah m empengaruhi
k s K u adar
s p erum p s +. ntuk
0,1 unit, K+ serum meningkat sebanyak 0,5 mEq/L; tiap peningkatan pH
0,1 unit, K+ menurun sebanyak 0,5 mEq/L. 1

1.2 Epidemiologi
Pada populasi umum, data mengenai hipokalemia sukar diperkirakan,

namun kemungkinan besar kurang dari 1% subyek sehat mempunyai kadar

kalium lebih rendah dari 3,5 mEq/L. Diperkirakan sampai 21

rawat i m nap k emiliki


k l r adar d 3 alium
m d ebih
5 endah

pasien m emiliki
k k l adar
r d alium
3m P ebih
p y endah ari

menggunakan diuretik non-hemat kalium, hipokalemia dapat

pada 20-50% pasien. Kelompok lain dengan insidens tingg

hipokalemia termasuk kelompok dengan gangguan pola makan, insi

berkisar antara 4,6% sampai 19,7%; pasien dengan AIDS di mana sampai

23,1% pasien rawat inap menderita hipokalemia dan juga pasien alkoholik

y a n g b e r k i s a r s a m p a i 1 2 , 6 % d a n d i d u g a d i s e b a b k a

1
r e a b s o r p s i k a

hipomagnesemia. 4,5

BAB II

ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI

2.1 Etiologi

2.1.1 Penurunan asupan kalium


 Kelaparan
 Anorexia
 Pasien sakit berat yang tidak dapat makan dan minum melalui mulut
selama beberapi hari tanpa penambahan suplemen K+ dalam caira
infusnya
2.1.2 Peningkatan ekskresi kalium
 Kehilangan kalium melalui gastrointestinal
 Muntah yang banyak
 Pemasangan NGT
 Diare, penggunaan laksatif kronik
 Ileostomi, fistula
 Adenoma vilosa kolon
 Kehilangan kalium melalui urin
 Obat-obat diuretic
 Penyakit ginjal: GGA dan Asidosis tubulus ginjal
 Asidosis diabetic yang menyebakan dieresis osmotic
 Efek mineralkortikoid yang berlebihan:
- Hiperaldosteronisme primer atau sekunder

2
- Deficit volume ECF
- Sindrom Cushing: pengobatan kortikosteroid
 Antibiotic ( karbenisislin, aminoglikosida)
 Depelsi magnesium
 Poliuri
 Anion tak terserap
 Kehilangan yang meningkat melalui keringat pada udara panas

2.1.3 Peningkatan masuknya kalium ke dalam sel


 Alkalosis metabolic
 Penanganan ketoasidosis diabetic dengan glukosa dan insulin
 Beta-adrenergik
 Intoksikasi barium
 Intoksikasi kuinolon
 Hipotermia
 Paralisis periodic hipokalemik
 Peningkatan sel-sel darah

2.2 Klasifikasi
Hipokalemia terbagi tiga berdasarkan kadar kalium dalam pl

yaitu:

 Hipokalemia: K+ 3.0-3.5 mEq/L


 Hipokalemia sedang: K+ 3.1-3.0 mEq/L
 Hipokalemia berat: K+ < 3.1 mEq/L

3
BAB III

PATOMEKANISME

3.1 Penurunan Asupan Kalium

A supan
k n alium
b a ormal
4 m erkisar
p h k ntara 0-120

diekskresikan kembali di dalam urin. Ginjal memiliki kemampuan untu

menurunkan ekskresi kalium menjadi 5 sampai 25 mEq per

keadaan kekurangan kalium. Oleh karena itu, penurunan asupan k

dengan s endirinya
h a m anya h kan p kenyebabkan

jarang. Meskipun demikian, kekurangan asupan dapat berperan terh

d e r a j a t k e b e r a t a n h i p o k a l e m i a , s e p e r t i d

p e n g g u n a a n t e r a p i p r o t e i n c a i r u n t u k p e n u r u n a n

cepat. 2,4,5

3.2 Peningkatan Laju Kalium Masuk Kedalam Sel

D i s t r i b u s i n o r m a l k a l i u m a n t a r a s e l d a n c a

d i pe rt a ha n ka n ol e h p om pa N a -K A T P a s e ya ng t e rd a pa t p a da m e m br an s el .

4
Pada k eadaan
t d tertentup apat
l k erjadi
m k d eningkatan
2,7,8
sel sehingga terjadi hipokalemia transien.

1. Peningkatan pH ekstraselular

A lkalosis
m a etabolik
r d m tau espiratorik
k m apat

ke dalam sel. Pada keadaan ini ion-ion hidrogen meninggalkan sel untuk

m e m i n i m a l k a n p e r u b a h a n p H e k s t r a s e l

n e t r a l i t a s e l e k t r i k m a k a d i p e r l u k a n m a s u k n y a

natrium) masuk ke dalam sel. Secara umum efek langsung ini kecil, oleh

karena k onsentrasi
k t h 0alium
m u urun
s p anya ,4 Eq/

0,1 unit pH. Meskipun demikian, hipokalemia sering d

a l k a l o s i s m e t a b o l i k . M u n g k i n k e a d a a n i n i d i s e b a b

dengan kelainan yang menyebabkan alkalosis metabolik tersebut (diuretik,

vomitus, hiperaldosteron).

2. Peningkatan jumlah insulin

Insulin membantu masuknya kalium ke dalam otot skeletal dan sel

hepatik, d c engan
m araa eningkatkan
p N ( ktivitas

3). Efek ini paling nyata pada pemberian insulin untuk pasi

ketoasidosis diabetikum atau hiperglikemia nonketotik berat. Konsentrasi

kalium plasma juga dapat menurun oleh karena pemberian karb

Oleh karenanya, pemberian kalium klorida di dalam larutan mengandung

dekstrosa pada terapi hipokalemia dapat menurunkan kadar kalium plasma

lebih lanjut dan menyebabkan aritmia jantung.

5
G a m b a r 3H
. ormon-hormon penyebab perpindahan kalium ke dalam sel, yang
terutama adalah insulin dan beta-adrenergik.

3. Peningkatan aktivitas beta adrenergic

Katekolamin, y b m ang r ekerja b elalui


2 eseptor-resepto

dapat m embuat
k m k alium
d s t asuk d me alam el, er

a k t i v i t a s N a - K - A T P a s e ( g a m b a r 1 ) . S e b a g a i

t rans ien dapa t dis ebabka n oleh ke adaan-ke adaan di mana t erja di pel epas an

epinefrin oleh karena stres, seperti penyakit akut, iskemia koron

intoksikasi t E eofilin.
y s j dfek d ango p ama b uga apat

agonis (seperti terbutalin, albuterol atau dopamin) untuk mengobati asma,

g a g a l j a n t

prematur.

4. Paralisis hipokalemik periodik

Kelainan ini jarang ditemui dan disebabkan oleh etiologi yang belum

pasti d d an d itandais engan k erangan-serangan


o p f

atau paralisis yang dapat memengaruhi otot-otot pernapas

akut, p k ada d eadaan


t a imana
k m kerjadi
d s s liran alium

6
tiba-tiba d m apat k enurunkan
k p s sadar 1 alium
-2 lasma

mEq/L, seringkali dicetuskan oleh istirahat sehabis olahraga, stres

makanan tinggi karbohidrat, yang merupakan keadaan-ke

terjadi pelepasan epinefrin atau insulin. Hipokalemia seringkal

dengan hipofosfatemia dan hipomagnesemia. Serangan berulang

k a d a r k a l i u m p l a s m a n o r m a l d i a n t a r a s e r a n g a

paralisis p d eriodikp h engan l aralisis


s y d ipokalemik

dijumpai pada beberapa hipokalemia berat oleh karena asidosi

g i n j a rl e (n a l t u b u l a r a, c R
i dToAs i) s. M e s k i p u n d e m i k i a n , k e m a m p u a

untuk membedakan antara kelainan kelainan ini sulit secara klinis.

5. Peningkatan produksi sel-sel darah

Peningkatan akut produksi sel-sel hematopoietik dikaitkan den

p e n i n g k a t a n a m b i l a n k a l i u m o l e h s e l

m e n y e b a b k a n h i p o k a l e m i a . H a l i n i p a l i n g s

p e m b e r i a n v i t a m i n B 1 2 a t a u a s a m f o l a t u

m e g a l o b l a s gt ri ka n au t l ao uc y t e - m a c r o p h a g e - c o l o n y s t

(GM-CSF) u m ntuk n engobati


S y a etropenia.
s m el-sel

juga d m
apat kengambil
s p aliumd K etelahi t engambilan

ditemukan pada pasien-pasien leukemia mielositik akut dengan kadar sel

darah p y utiht Pang k inggi.


i p ada k keadaan p ni, engu

dapat dibawah 1 mEq/L (tanpa gejala) apabila darah dibiarkan pada suhu

ruangan. Hal ini dapat dicegah dengan pemisahan plasma dari sel secara

cepat atau penyimpanan darah pada suhu 4°C.

7
6. Hipotermia

Hipotermia karena kecelakaan atau diinduksi secara sengaja

m e n y e b a b k a n k a l i u m m a s u k k e d a l a m s e l d

konsentrasi kalium plasma sampai di bawah 3,0 sampai 3,5 mEq/L.

7. Intoksikasi barium

I n t o k s i k a s i b a r i u m b i a s a n y a d i s e b a b k a n o l e h

t e r k o n t a m i n a s i , d a p a t m e n y e b a b k a n h i p o k a l e m i

k a n a l k a l i u m p a d a m e m b r a n s e l y a n g b i a s a n y a m e n y

mampu berdifusi ke cairan ekstraselular. Pasien-pasien yan

prosedur radiologik tidak berisiko untuk menderita komplikasi in

karena barium sulfat yang digunakan tidak masuk ke dalam

sistemik.

8. Intoksikasi klorokuin

Hipokalemia dengan kadar kalium jatuh sampai di bawah 2,0 mEq/L

p a d a k e a d a a n - k e a d a a n b e r a t , m e r u p a k a n t

intoksikasi klorokuin akut. Efek ini mungkin dimediasi oleh perger

kalium ke dalam sel dan dapat dieksakserbasi oleh pemberian epin

yang digunakan untuk membantu mengatasi intoksikasi.

3.3 Peningkatan kehilangan gastrointestinal

8
Kehilangan sekresi gastrik atau intestinal dari peny

(muntah, diare, laksatif atau drainase tabung) dikaitkan dengan kehilangan

kalium d k an emungkinan
h K kipokalemia.
p k onsentrasi

kalium saluran cerna bawah cukup tinggi (20-50 mEq/L) pada seba

besar k Sasus. p ebagai k erbandingan,


k p s g onsentrasi

hanya 5-10 mEq/L; sehingga deplesi kalium pada keadaan ini utaman

d i s e b a b k a n o l e h k a r e n a k e h i l a n g a n u r i n . K e a

menyebabkan kehilangan kalium urin pada kebocoran

Alkalosis metabolik terkait meningkatkan konsentrasi bikarbonat pla

dan oleh karenanya beban bikarbonat pada filtrasi ginjal ber

a m b a n g b a t a s r e a b s o r p t i f . S e b a g a i a k i b a t n y a

bikarbonat dan air yang dihantarkan kepada lokasi sekresi kalium di

dalam kombinasi peningkatan aldosteron terinduksi hi

nettonya adalah peningkatan sekresi kalium dan kehilangan kalium

secara besar-besaran. Pada keadaan ini juga terjadi pengeluaran natr

secara

t i d a k w a j a r , s e h i n g g a h a n y a r e n d a h n y

menunjukkan adanya deplesi volume. Kebocoran kalium urin yang diamati

pada kehilangan sekresi gastrik biasanya paling jelas pada beberapa hari

pertama, s i etelah
k r tu, emampuan
b m s eabsorsi ikar

terjadi p engurangan
k n behilangan d k u atrium,
s ikarbon

signifikan. Pada saat ini, pH urin jatuh dari diatas 7,0 menjadi asam (d

b a w a h 6 , 0 ) . S e b a l i k n y a k e h i l a n g a n d a r i s a l u r a n c

9
(terutama karena diare) biasanya dikaitkan dengan kehilangan bikarbonat

dan asidosis metabolik. Meskipun demikian, beberapa pasien dengan diare

f a k t i s i o s a a t a u p e n g g u n a a n l a k s a t

h i p o k a l e m i a d e n g a n m e t a b o l i k a l k a l o s i

k e h i l a n g a n s a l u r a n c e r n a b a g i a n b a w a h p a l

saat

ke hilanga n tim bul dal am j angka w aktu l ama, s epe rti pa da adenom a vil osa

atau t umor
p p ensekresi
i v eptida
( Pntestinal
b asoaktif

kasus, meskipun demikian, peningkatan kehilangan fae

menjelaskan semua defisit kalium. Subyek normal biasanya mendapatkan

asupan k s alium 8 m pekitar


h E 0 k Eq n erh tari. kskresi

di bawah 15-25 mEq/hari pada keadaan defisit kalium. oleh karen

kehilangan faeses (biasanya sekitar 10 mEq/hari) harus melewat

m E q / h a r i u n t u k d a p a t m e n g i n d u k s

hipokalemik mempunyai kadar ekskresi kalium faeses yang lebih rendah,

sehingga mengindikasikan bahwa factor-faktor lain (se

a supan da n mungkin e kskre si kalium urin te rinduks i hipe raldos teroni sm e)


2,7,8
juga memainkan peranan penting.

3.4 Peningkatan kehilangan urin

E ks k re s i ka l iu m u ri n s e b ag i an b e s a r di ke n da l i ka n ol e h s e kr e s i k al i um

di nefron distal, terutama oleh sel-sel prinsipal di tu

kortikal. Proses ini dipengaruhi oleh dua faktor: aldosteron dan hantaran

10
a i r s e r t a n a t r i u m d i s t a l . A l d o s t e r o n b e r

perangsangan reabsorpsi natrium, pemindahan natrium kationik membuat

lumen menjadi elektronegatif relatif, sehingga mendorong sekresi kalium

pasif dari sel tubular ke lumen melalui kanal-kanal spesifik

membran luminal. Dengan demikian, kebocoran kalium uri

m e m e r l u k a n p e n i n g k a t a n a n t a r a k a d a r a l d o s t

sementara parameter lainnya normal atau juga meningkat. Pada sisi lain,

h i p e r a l d o s t e r o n i s m e t e r k a i t h i p o v o l e m i a b i a s a

hipokalemia, oleh karena penurunan aliran distal terkait (seb

peningkatan reabsorpsi proksimal, sebagian dipengaruhi oleh angiotensin

II) mengimbangi efek stimulasi aldosteron.

1. Diuretik

Jenis diuretic apapun yang beraksi pada daerah proksimal

s e k r e s i k a l i u m , a s e t a z o l a m i d , d i u r e t i k a n s a

meningkatkan hantaran distal dan juga, lewat induksi penurunan volume,

m e n g a k t i v a s i s i s t e m r e n i n - a n g i o t e n s i n - a l

ekskresi kalium urin akan meningkat, menyebabkan hipokalemia apabi

kehilangan ini lebih besar dari asupan (diagram 1). 2,7,8

11
Diagram 1. Efek diuretik terhadap penurunan kadar kalium di dalam darah.

2. Kelebihan mineralokortikoid primer

K e b o c o r a n k a l i u m u r i n d a p a t j u g a m e r

hipersekresi primer mineralokortikoid, seperti adenoma adrenal penghasil

aldosteron. Pasien-pasien ini hampir selalu hiperten

diferensialnya meliputi terapi diuretik pada pasien dengan hipertensi dan

penyakit renovaskular, dimana terjadi peningkatan sekresi renin yang pada

akhirnya meningkatkan pelepasan aldosteron. 2,7,8

3. Anion tak-terserap

Gradien elektronegatif lumen yang diciptakan oleh reabsorpsi natrium

di tubulus koledokus kortikal sebagian ditekan oleh reabsorps

12
Namun demikian, terdapat beberapa keadaan klinis dimana natrium berada

d i n ef ro n di s t a l d a la m j u m la h y an g ba n ya k ol e h k ar e na a d an ya an i on t a k-

terserap, t bermasuk p v ikarbonat


a a t ada g tomitus ta

2 , b e t a h i d r o k s i b u t i r a t p a d a k e t o a s i d o s i s d

p e n g g u n a a n t o l u e n a t a u t u r u n a n p e n i s i l i n . P a d a k e a

sebagian besar natrium akan diserap kembali ditukar

sehingga menghasilkan ekskresi kalium yang meningkat. Sebagai contoh,

konsentrasi kalium plasma dilaporkan sampai di bawah 2 mE

seperempat p d asien
m a engan t etabolik
t E a sidosis

tak terserap paling nyata pada saat terjadi kehilangan cairan bersama

Pada keadaan ini, penurunan hantaran klorida distal

sekresi aldosteron keduanya meningkatkan sekresi kalium. 2,7,8

4. Asidosis metabolic

Peningkatan kehilangan kalium lewat urin juga dapat timbul

beberapa b a entukm sidosis


m m etabolik,
y k l elalui

s a m a d e n g a n d i a t a s . P a d a k e t o a s i d o s i s d i a

h i p e r a l d o s t e r o n i s m e t e r i n d u k s i h i p o v

berperan sebagai anion tak-terserap semua dapat berkon

kehilangan kalium. Kebocoran kalium juga dapat timbul pa

tubular ginjal tipe 1 (distal) dan 2 (proksimal). Pada kedua keadaan in

derajat kehilangan kalium tersamar oleh kecenderungan asidem

menggerakkan kalium keluar dari sel. Oleh karenanya, konsentrasi kalium

13
plasma lebih tinggi daripada yang seharusnya terjadi dibandingkan dengan

kehilangan k P alium.
b p ada
k eberapa
k p dasien, onsen

n o r m a l a t a u b a h k a n m e n i n g k a t , w a l a u p
2,7,8
menyingkapkan keadaan keseimbangan kalium sebenarnya.

5. Hipomagnesemia

Hipomagnesemia timbul pada sampai 40% pasien dengan hipokalemia.

Pada b anyak
k s pasus, t d eperti v ada
a d erapi
t iuretik,

k e h i l a n g a n k a l i u m d a n m a g n e s i u m s e

hipomagnesemia juga dapat meningkatkan kehilangan kalium urin l

suatu mekanisme yang belum dipastikan, kemungkinan

peningkatan jumlah kanal kalium yang terbuka. Menentukan apakah a

h i po ma g ne s e m i a s a ng at pe n ti n g, o l eh k a re na hi po ka l e m ia s e ri ng ka l i t i da k

dapat dikoreksi sampai defisit magnesium dapat dite

h i p o k a l s e m i a s e r i n g k a l i m e n j a d i p e t

magnesium. 2,7,8

6. Nefropati dengan kebocoran garam

P enyakit-penyakit
g d d injal
p r ikaitkan n engan

d i t u b u l u s p r o k s i m a l , a n s a h e n l e a t a u d

hipokalemia melalui mekanisme yang mirip dengan diuretik. Keadaan ini

d a p a t d i j u m p a i p a d a s i n d r o m a B a r

tubulointerstitial (seperti nefritis interstitial oleh karena sindrom Sjogren

atau L upus),
h iperkalsemia
d j t t t an l uga p rauma ub

pasien d lengan P eukemia.a k eningkatan


o s l j supan

14
d a p a t b e r k o n t i b u s i p a d a p e n u r u
2,7,8

7. Poliuria

Orang normal pada keadaan kekurangan kalium, dapat menurunk

konsentrasi kalium sampai 5 – 10 mEq/L. Namun apabila produksi ur

sampai melebihi 5-10 L/hari, maka kehilangan kalium wajib dapat diatas

50-100 mEq per hari. Permasalahan ini paling mungk

keadaan polidipsia primer, dimana produksi urin dapat meningkat selama

jangka waktu lama. Derajat poliuria yang sama juga dapat dijumpai pada

diabetes i nsipidus
s n b entral,p d amun
k i iasanya
c asie
2,7,8
mencari bantuan medis segera setelah poliuria dimulai.

3.5 Peningkatan pengeluaran keringat

Pengeluaran keringat harian biasanya dapat diabaikan, oleh karen

volumenya rendah dan konsentrasi kalium hanya berkisar antara 5 –

mEq/L. Namun pada pasien-pasien yang berolahraga pada ik

dapat mengeluarkan keringat sampai 10 L atau lebih per hari, sehi

menyebabkan p k enurunan
k b k adari t dalium ila ehi

Kehilangan kalium dari keringat juga dapat terjadi pada fibrosis

Ekskresi kalium urin juga dapat berkontribuis, oleh k

aldosteron ditingkatkan baik oleh olahraga ataupun kehilangan volume.

1. Dialisis

15
M eskipun
p d pasien g engan
t a b enyakitm injal ah

kalium d c an h enderung h iperkalemia,


d t p p ipokalemia

pasien dengan dialisis kronik. Kehilangan kalium lewa

mencapai 30 mEq per hari pada pasien dengan dialisis peritoneal kronik.

Keadaan ini dapat menjadi penting apabila terjadi penurunan asupan atau
2,7,8
bila terjadi kehilangan gastrointestinal bersamaan.

BAB IV

MANIFESTASI KLINIS

Derajat manifestasi cenderung seimbang dengan tingkat berat dan lama

hipokalemia. Gejala biasanya tidak timbul sampai kadar kalium berada di

bawah 3,0 mEq/L, kecuali kadar kalium turun secara cepat atau

tersebut m empunyai
f y m aktor-faktors k ang emperbera

aritmia karena penggunaan digitalis. Gejala biasanya mem

koreksi hipokalemia. 4

4.1 Kelemahan Otot Berat Atau Paralisis

Kelemahan otot biasanya tidak timbul pada kadar kalium diatas 2,5

mEq/L apabila hipokalemia terjadi perlahan. Namun, k

signifikan dapat terjadi dengan penurunan tiba-tiba, seperti pada paralisis

hipokalemik periodik, meskipun penyebab kelemahan pada ke

mungkin lebih kompleks.

16
Pola kelemahan kurang lebih mirip dengan yang d

h i p e r k a l e m i a , b i a s a n y a d i m u l a i d e n g a n e k s t r e m i t a s

sampai ke batang tubuh dan ekstremitas atas serta dapat memburuk sampai

pada titik paralisis. Hipokalemia juga dapat menyebabkan hal berikut ini:

kelemahan otot pernapasan yang dapat begitu berat sampai menyebabkan

kegagalan pernapasan dan kematian. Keterlibatan otot-otot

menyebabkan ileus dan gejala-gejala yang diakibatkannya seperti distensi,

anoreksia, nausea dan vomitus. Kram, parestesia, tetani, nyeri

atrofi. 1,2,3,4

4.2 Aritmia Jantung dan Kelainan EKG

Be b e r a p a t i p e a r i t m i a d a p a t d i l i h a t p a d a p a s i e n d e n g a n h i p o k a l e m i a .

kelainan ini termasuk denyut atrial dan ventrikel prematur, br

s i n u s , t a k i k a r d i a a t r i a lj uant ac ut i o n apla r o k s i s m a l , b l o k a t r i o v e n t r i k u l a r

sampai k t epada a f akikardi


v H tau ibrilasi
m entrikel.

perubahan-perubahan karakteristik pada EKG. Biasanya dapat ditemukan

depresi segmen ST, penurunan amplitudo gelombang T dan peningkat

amplitudo gelombang U yang timbul setelah akhir gelombang T (gambar

4). Gelombang U seringkali dapat dilihat pada lead prekordial V4 sampai

V6.

17
Gambar 4. Gambaran khas gelombang U yang dapat dilihat pada akhir
gelombang T, terutama dapat ditemukan pada lead V4-6.

T erdapat
v y ariabilitas
b d k ang k esar
a t alam onse

dengan progresivitas perubahan EKG. Pada suatu peneliti

terapi tiazid (hidroklorotiazid 50mg/hari) terdapat peningkatan sampai dua

kali lipat dalam kejadian aritmia ventrikular pada pasien-pasien

k o n s e n t r a s i k a l i u m d i b a w a h 31 1, 0S em
b aE gq a/ iL .t a m b a h a n , b e b e r a p a

faktor komorbid seperti iskemia koroner, digitalis, peningkatan aktiv

beta-adrenergik dan kekurangan magnesium dapat menyebabkan aritimia,

setidaknya dua terakhir dapat menyebabkan penurunan kadar kalium lebih

lanjut. Efek yang sama dapat dilihat pada terapi bronkodila

a g o n i s b e t a a d r e n e r g i k . P e n u r u n a n k a d a r m a g n e

diuretik d m apat a enyebabkan


t p p ritmia, y j erutama

diterapi dengan obat-obatan penyebab pemanjangan interval QT (gambar

5 ) , s e b u a h k o m

torsade de pointes. Hipomagnesemia juga dapat menyebabkan peningkatan

k e h i l a n g a n k a l i u m u r i

plasma. 13

18
Gambar 5. Pemanjangan QT, dapat menjadi salah satu gambaran EKG pada
penderita dengan hipokalemia. Interval QT terkoreksi dapat dihitung dengan
membagi interval QT (0,6 s) dengan akar interval RR (0,84 s) sehingga pada EKG
ini QTc adalah 0,65 s.

4.3 Rhabdomiolisis

Penurunan kadar kalium berat (kurang dari 2,5 mE

menyebabkan keram otot, rhabdomiolisis dan mioglobinuri

kalium d s oari s el n totm ecara t ormal


v enyebabkan
d

peningkatan aliran darah ke otot selama olah raga. Penurunan pelepasa

kalium oleh karena hipokalemia berat dapat menurunkan aliran darah ke

otot sebagai respons olah raga. 11,12

4.4 Kelainan Ginjal

Hipokalemia dapat menginduksi beberapa kelain

kebanyakan dapat dipulihkan dengan perbaikan kadar kalium.

keadaan ini termasuk gangguan kemampuan konsentrasi urin (dapat timbul

sebagai nokturia, poliuria dan polidipsia), peningkatan produksi ammonia

renal oleh karena asidosis intraselular, peningkatan reabsorpsi bikarbonat

renal dan juga nefropati hipokalemik. Hipokalemia dapat men


11,12
polidipsia yang berkontribusi terhadap poliuria.

19
BAB V

DIAGNOSIS

5.1 Pemeriksaan Kadar Kalium Plasma

Fungsi kalium adalah memelihara keseimbangan osmotik dalam s

meregulasi aktifitas otot, enzim dan keseimbangan asam b

20
merupakan k u ation
d s N tama
n k alam s a el. 3 ilai ormal

mEq/L. Dikatakan hiperkalemia apabila pada pemeriksaan kadar k

dalam p dlasma k idapatkan


k k > adar
5 m onsentrasi
s al

h i p o k a l e m i a a p a b i l a p a d a p e m e r i k s a a n k a d a r k a

didapatkan kadar konsentrasi kalium < 3,5 mEq/L, hipokalemia

menjadi tiga berdasarkan kadar kalium dalam plasH


m iap yo ak iatlue m i a :

K + 3 . 0 - 3 . 5 m E q / LH, i p o k a l e m i a s e d a n gK: + 3 . 1 - 3 . 0 m E q / LH, i p o k a l e m i a

b e r a tK
: + < 3 . 1 m E q Pe
/ L n. g o b a t a n h a r u s d i d a s a r k a n p a d a p e n g u k u r a n

kalium serum yang akurat.

5.2 Respons urin

S u b y e k n o r m a l , p a d a k e a d a a n p e n u r u n a n k a d a r

menurunkan eksresi kalium urin dibawah 25-30 mEq/hari;

kadar i m ni enggambarkan
p t a k aling
k idak
k danya

urin. Pengukuran acak kadar kalium urin juga dapat dilakuka

mungkin kurang akurat bila dibandingkan dengan pengukuran selama 24

jam. Sangat mungkin terjadi kehilangan ekstrarenal apabila kadar kalium

urin kurang dari 15 mEq/L (kecuali pasien tersebut sangat poliurik). Nilai

yang l tebih m inggi,d eskipun


t h m emikian, a idak a

kebocoran kalium apabila volume urin menurun. Sebagai contoh

kalium urin 40 mEq/L menggambarkan adanya konservasi kaliu

sesuai sebesar 20 mEq/hari apabila volume urin hanya 500cc. Meskipu

demikian, kebocoran kalium dapat diminimalisasi atau bahkan

21
apabila hantaran natrium dan air ke lokasi sekresi kalium distal menurun

oleh karena dehidrasi. Oleh karenanya, ekskresi kalium urin harus diatas

30-40 mEq/hari untuk mengindari permasalahan ini. Kebanyakan kaliu

terfiltrasi diserap kembali di dalam tubulus proksimal dan an

sebagian besar kalium yang diekskresi dihasilkan dari sekre

prinsipal d t ki ubulusk d oledokus


m l R ortikal
t an ed

d e pr es i ka l i um du a ka l i l i pa t : p e nu ru na n s e kr es i ka l i um ol e h s e l p ri ns ip a l

(diperantarakan oleh reduksi konsentrasi kalium di dalam sel, gambar 6)

dan p eningkatan
r k eabsorpsi
a o p H alium d d ktif leh

membran l s uminal
i t A
el d d nterkalasi
t k ipe
k i alam

(gambar 7 P ). ompa-pompa
i y d o h ni, ang
m iaktivasi

kalium dan mensekresikan hidrogen. Penurunan pelepasan hidroge

konsentrasi k s t aliumo k el h ubular m leh p arena ipok

tidak sebagian dari adaptasi tubular ini.

G a m b a r P e6 n. u r u n a n s e k r e s i k a l i u m d i s e l p r i n s i p a l ,
penurunan kadar kalium intraselular.

22
Konsentrasi kalium urin yang dapat dicapai dengan hi

berkis ar antara 5 – 15 mEq/L, nilai yang lebih ting

k e m a m p u a n u n t u k m e n g e l i m i n a s i n a t r i u m

dehidrasi. Kebocoran kalium minimal ini dengan penurunan kadar kalium

d a p a t m e n g g a m b a r k a n k e b o c o r a n k a l i u m

k o l e d o k u s m e d u l a r i n t e r n a k e

m e n g u n t u n g k a n m e l a l u i k a n a l k a t i o n n o n - s e l e k t i f
9,13
luminal.

Gambar 7 Peningkatan
. r k eabsorpsi
a o p alium
H d ktif
d leh om
membran luminal oleh sel interkalasi tipe A di dalam tubulus koledokus.

5.3 Diagnosis

Setelah kadar kalium dalam plasma dan ekskresi kalium urin dapat diukur,

b e b e r a p a k e m u n g k i n a n d i a g n o s i s h a r u s d i p e r t i m

hipokalemia dengan penyebab yang belum jelas:

 A s i d o s i s m e t a b o l i k d e n g a n e k s k r e s i k a l i u m

asimtomatik, menandakan adanya kehilangan gastrointestinal bawah oleh

karena adanya penyalahgunaan laksatif atau adenoma vilosa.

23
 Asidosis metabolik dengan kebocoran kalium paling sering disebabkan

oleh ketoasidosis diabetikum, atau asidosis tubular renal tipe 1 dan 2.

 N efropatid k engan g j ebocoran


d m aram
t y uga apat

sama, seperti insufisiensi ginjal bertanggung jawab terhadap asidemia.

 Alkalosis metabolik dengan ekskresi kalium rendah diseb

karena vomitus (sering pada bulimia yang berusaha untuk me

berat badan) atau penggunaan diuresis (dimana koleksi u

setelah efek diuresis sudah hilang).

 Alkalosis metabolik dengan kebocoran kalium dan tekanan darah normal

seringkali disebabkan oleh vomitus, diuretik atau sindroma Bartter. Pada

keadaan ini, pengukuran kadar klorida urin seringkali membantu, rendah

pada vomitus saat ekskresi natrium dan kalium urin secara relative tinggi

oleh karena kebutuhan mempertahankan elektronetralitas saat

bikarbonat diekskresi. Kemungkinan ini dapat ditentukan di sisi

tidur dengan kadar pH yang lebih dari 7,0 apabila terdapat bikarbonaturia

signifikan.

 A lkalosism d etabolik
k k engan
d h ebocoran
m alium

a d a n y a t e r a p i d i u r e t i k p a d a p a s i e

renovaskular atau disebabkan oleh karena beberapa kelaina

mineralokortikoid primer. Salah satu cara yang mudah dan cepat

mengevaluasi t p enaga
s k engendali
n a r ekresi
g alium

k o n s e n t r a s i k a l it ur am n st rt au nb su tl ua br u kl a rl i (u m c o

g r a d i e n/ Tt T K G ) . R u m u s T T K G m e r u p a k a n r a s i o n a n t a r a k o n s e n t r a s i i o n

24
kalium di dalam lumen duktus koligentes dengan kapiler peritubular atau

plasma (diagram 2). Validitas pengukuran ini tergantung pada tiga asumsi:

1. Sedikit solut yang direabsorpsi oleh duktus koledokus medular,

2. Ion kalium tidak disekresikan atau direabsorpsi di duktus ko

medular,

3. Osmolalitas cairan di duktus koledokus terminal diketahui. Reabsorpsi

atau sekresi ion kalium di dalam duktus koledokus medular jarang terjadi,

kecuali pada keadaan penurunan atau kelebihan kalium hebat. Pada s

hormon ADH bekerja (osmolaritas urin > osmolaritas plasma), osmolaritas

di bagian terminal duktus koledokus sama dengan plasma dan konsentrasi

i o n k a l i u m p a d a n e f r o n d i s t a l d a p a t d i p e r k i r

konsentrasi ion kalium ruin dengan rasio antara osmolalitas plasma

urin.

T TK G = [U ri ne K ÷ (Ur in e os molali ty / Pl asma os molal ity)] ÷ Pl asma

Hipokalemia dengan TTKG diatas 4 menandakan adanya kehilangan

kalium renal oleh karena peningkatan sekresi kalium distal. Kadar ren

dan aldosteron plasma seringkali membantu untuk membed

beberapa penyebab hiperaldosteronisme. Bikarbonaturia dan adanya anion

lainnya y t dang d ak j apat


m iserap
T d muga eningkatkan

kebocoran kalium ginjal. 9,13,14

25
Diagram 2. Pendekatan diagnosis hipokalemia dengan menggunakan TTKG.

5.4 Alkalosis Metabolik dan Hipokalemia Tak Terjelaskan: Vomitus;

Diuretik; Sindrom Gitelman Atau Bartter

A lkalosis
m d hetabolik t t an ( ipokalemia
e ak e

kelebihan mineralokortikoid primer) biasanya disebabkan oleh salah satu

dari tiga kelainan ini: vomitus hebat dan diinduksi sendiri (seperti p

keadaan anoreksia nervosa atau bulimia); penyalahgunaan

s i n d r o m G i t e l m a n a t a u B a r t t e r p a d a p a s i e n y

Kehilangan cairan gastrointestinal bawah oleh karen

l a k s a t i f a t a u a d e n o m a v i l o s a b i a s a n y a t i d

diagnosis banding ini oleh karena keadaan-keadaan ini biasanya dikaitkan

26
dengan asidosis metabolik. Namun demikian, untuk alasan yan

dapat d imengerti
d b b engan
d p aik,
i d d eberapa
d ari

a s i d o s i s m e t a b o l i k . K e l a i n a n - k e l a i n a n i n i s e r i

dengan pemeriksaan fisik teliti untuk tanda-tanda vomitus provokatus dan

juga dengan pengukuran konsentrasi klorida urin. Sebagai perbandingan

aktivitas renin plasma dan sekresi aldosteron sama-sama meningkat pada

tiga keadaan normotensif diatas (vomitus, diuretik dan sindrom Gitelman

atau Bartter) sehingga hanya mempunyai sedikit keguna

Menginduksi muntah dengan menyucukkan jari ke belakang tenggorokan

da pat me nyebabkan be berapa t emua n patognom onik.

kalus dan jaringan ikat pada punggung tangan, erosi gigi

paparan kronik terhadap sekresi asam lambung dan pipi tembam

hipertrofi kelenjar saliva. 9

5.5 Sekresi klorida urin

Sekresi klorida urin biasanya sangat rendah pada pasien

v o m i t u s d a n a l k a l o s i s m e t a b o l i k . P a s i e n - p a s i e n

d e p l e s i c a i r a n , o l e h k a r e n a r e t e n s i n a t r i u m t e r k

m e m p e r t a h a n k a n a l k a l o s i s . A p a b i l a

diekskresi, maka alkalosis dapat dengan mudah dikoreksi oleh

n a t r i u m b i k a r b o n a t . P a d a k e a d a a n i n i k o

h i p o k l o r e m i a ( o l e h k a r e n a k e h i l a n g a n H C

menyebabkan r k etensi
s s lorida;
a k ehingga
k u ebagai

27
harus berada di bawah 25 mEq/L. Sebagai perbandingan, pasien deng

k e l e b i h a n m i n e r a l o k o r t i k o i d b i a s a n y a e u v o l e m i k d

seimbang dengan asupan, yang pada diet biasa, menghasilkan konsentrasi

klorida u d rin4 m iatasN d 0 p Eq/L. d ilaib engan eng

biasanya bervariasi: tinggi pada saat efek diuretik masih bekerja, namu

re ndah (oleh ka rena depl es i volum e) apabi la e fek diuret ik s udah berhent i.

Oleh karenanya, konsentrasi klorida urin pada pasien denga

m e t a b o l i k t a k t e r j e l a s k a n d a n h i p o k a l e m i a b i a

adanya vomitus atau penggunaan terapi diuretic sebelumnya, pada kasu

jarang temuan yang sama dapat diinduksi oleh kehilangan klorida dan air

dari adenoma vilosa atau dari sekresi cairan abnormal pada fibrosis kistik.

P e r b e d a a n a n t a r a v o m i t u s d a n t e r a p i d i u r e t i k h a n y a

apabila temuan karakteristik pada vomitus provokatus dapat dite

a d a n y a p e m e r i k s a a n p e n y a r i n g u n t u k d i u

konsentrasi klorida urin tinggi pada pemeriksaan berikutnya (oleh karena

diuretik bekerja) sementara pasien tetap mengalami alkalosis metab

Perbedaan antara vomitus dengan adenoma vilosa (mengasumsikan pasien

terus menyangkal) memerlukan pemeriksaan dengan

enema barium. Konsentrasi klorida urin tinggi, dipihak lain, menandakan

a d a n y a p e n g g u n a a n t e r a p i d i u r e

G i t e l m a n / B a r t t e r . K e l a i n a n - k e l a i n a n i n i t i d a

adanya r piwayat d enggunaan


a p p iuretik u u tau emerik

diuretik positif, oleh karena semuanya memiliki manifestasi

28
pa togenes is yang i denti k. Si ndrom Bart ter dis eba bkan oleh ka rena ada nya

gangguan transpor natrium klorida di bagian asendens ansa Henle (tempat

kerja diuretic ansa Henle) dan sindrom Gitelman disebabkan oleh karena

kelainan transpor natrium klorida di tubulus distal (tempat kerja diuretik

tipe tiazid). Sindrom Gitelman biasanya kelainan yang ditemu

dewasa. 10,13,14

Diagram 3. Pendekatan diagnosis berdasarkan kadar kalium plasma

29
BAB VI

TERAPI

6.1 Evaluasi Pasien

E valuasi
p memantau
asien,E d k KG o an
d ekuatan
u tot

menilai akibat fungsional hipokalemia. Pada kadar kalium di bawah

mEq/L, k elemahan
o b a p tot e erat tau s erubahan

d a p a t m e n g a n c a m j i w a d a n m e m e r l u k a n t e r a p i s e g e r

d i i n d i k a s i k a n a p a b i l a t e r d a

neuromuskular perifer.

D efisit
k tidakalium,
t erdapat
p j erbedaan
a k k elas ntara

serum dengan cadangan kalium tubuh total, sehingga defisit kalium total

pada pasien hipokalemia oleh karena kehilangan kal

diperkirakan. P p d ada h asien k engan


d k 2ipokalemia

400 mEq diperlukan untuk menurunkan kadar kalium serum

mEq/L. Pada saat kadar kalium jatuh sampai kurang le

30
kehilangan kalium lebih jauh tidak akan mengakibatkan hipokalemia lebih

jauh o k leh a arena


p kdanya d c elepasan
s P alium ari

ini mengasumsikan bahwa terdapat distribusi normal kalium di antara sel

dan cairan ekstraselular, dengan kata lain tidak ada kelainan asam

bersamaan. Keadaan paling sering dimana perkiraan ini

adalah ketoasidosis diabetikum atau hiperglikemia nonketotik

keadaan lain seperti paralisis hipokalemik periodik. Pa

diabetikum, h iperosmolaritas,
d i d m jefisiensi
a nsulin

menyebabkan p k ergerakan
k d s S aliuma eluar
p ari e

dengan k elainan
i m m ni kungkink t m
empunyai a adar

normal pada saat presentasi, meskipun memiliki deficit kalium berat oelh

k a r e n a k e h i l a n g a n d a r i u r i n d a n s a l u r a n c e r

suplementasi kalium biasanya dimulai pada saat konsentrasi kalium serum

mencapai 4,5 mEq/L atau lebih rendah, mengingat pemberian insulin dan

cairan seringkali menyebabkan penurunan kadar kali


1,2,9,13
cepat.

6.2 Sediaan kalium

Kalium klorida baik oral maupun intravena secara

disukai

dibandingkan kalium sitrat atau bikarbonat, terutama pada pasien dengan

a l k a l o s i s m e t a b o l i k o l e h k a r e n

hiperaldosteronisme. Pada keadaan lain, kalium sitra

31
seringkali d p isukai
p d ada
h asien
d a engan
m ipokalemia

Keadaan diatas paling sering terjadi pada asidosis tu

keadaan diare kronik. Kalium klorida oral dapat diberikan dalam bentu

kristal, cairan atau dalam bentuk tablet lepas lambat. Kristal p

garam mengandung antara 50-65 mEq tiap sendok teh,

s e d i a a n i n i a m a n , d a p a t d i t o l e r a n s i d e n g a n

dibandingkan dengan sediaan lain sehingga dapat menjadi pilihan apabila

biaya menjadi salah satu faktor pertimbangan. Sebagai bandingan cair

kalium klorida seringkali tidak enak dan tablet lepas lambat pada keadaan-

keadaan tertentu dapat menyebabkan lesi ulseratif a

saluran cerna oleh karena akumulasi kalium konsentrasi tinggi. Beberapa

m a k a n a n j u g a d a p a t d i g u n a k a n u n t u k m e m b a n t u m e n

k a l i u m , w a l a u p u n k u r a n g e f e k t i f d i b a n d i n g k
1,2,9,13

6.3 Terapi intravena

Kalium klodrida dapat diberikan secara intravena untuk pasien yang

tidak dapat makan atau sebagai tambahan terapi orap pada pasien dengan

h i p o k a l e m i a s i m t o m a t i k b e r a t . P a d a s e b a g i

intravena diberikan sebagai tambahan cairan infus dengan konsentrasi 20-

4 0 m E q p e r l i t e r c a i r a n l e w a t v e n a p e r i f e r . K o n s

mEq/liter juga dapat digunakan, namun biasanya konsentrasi setinggi ini

a k a n m e n y a k i t k a n b a g i p a s i e n . C a i r a n s a l i n l e b

daripada dekstrosa, oleh karena pemberian dekstrosa akan menyebab

32
penurunan kadar kalium transien sebesar 0,2-1,4 mEq/L. Efek ini

menginduksi aritmia pada pasien-pasien dengan risiko seperti pemakaian

digitalis dan diperantarai oleh pelepasan insulin akibat dekst

akan mendorong kalium ke dalam sel dengan meningk

pompa Na-K-ATPase selular. Pada pasien yang tidak dapat menoler

jumlah cairan besar, larutan dengan konsentrasi lebih ti

mEq/L) dapat diberikan lewat vena-vena besar apabila pas


1,2,9,13
mengalami hipokalemia berat.

6.4 Kehilangan berkelanjutan dan keadaan setimbang

Rekomendasi p kenggantian
d m alium t a ibawah e

kehilangan berkelanjutan (mis. Vomitus, diare, isapan nasogastrik, terapi

diuretik) dan pasien tidak mempinyai kondisi kebocoran kaliu

s e p e r t i d e n g a n t e r a p i d i u r e t i k , a l d o s t e r o n i s

G i t e l m a n . P a d a p a s i e n - p a s i e n d e n g a n k e h i l a n

pemberian kalium yang direkomendasikan di bawah haru

dengan laju kehilangan kalium untuk menghasilkan laju pemulihan kalium

yang d iinginkan.
P s asien-pasien
d t d k tabil
( engan

dosis tetap), aldosteronisme primer atau sindrom Gitelman biasanya tidak

m e n g a l a m i h i p o k a l e m i a p r o g r e s i f

kaliumnya cepat diimbangi dengan retensi kalium terpicu hi

sehingga menetapkan keadaan kesetimbangan baru dimana luaran kalium

menyamai asupan kalium, meskipun terdapat kadar kalium plasma

33
lebih r endah
d n P ari p ormal. i p ada k asien-pasien
k

biasa akan memberikan peningkatan kalium serum secara ringan. Seger

setelah kadar kalium meningkat, retensi kalium terpicu hipokalemia akan

menurun d s an b ebagian
k y d esar a d alium d u ang iberika

Koreksi hipokalemia pada pasien-pasien ini biasanya memerlukan diuretik

hemat kalium. Sebuah antagonis mineralokortikoid seperti spironola

atau eplerenon lebih disukai dibandingkan dengan penyekat kanal natrium

(amilorid, triamteren) pada pasien-pasien dengan aldosteronism

oleh karena penghambatan efek kelebihan aldosteron di hati meru

tujuan tambahan. 1,2,9,13

6.5 Kewaspadaan

Kombinasi diuretik hemat kalium dengan suplementasi kalium har

digunakan d h engan
u m ati-hatio ntuk
d h encegah v

Hal ini dapat menjadi masalah untuk pasien dengan gagal jantung sedang

berat dan berat, dimana beberapa faktor dapat berkerja bers

menurunkan kadar ekskresi kalium (penurunan perfusi ginjal oleh karena

penurunan luaran jantung, terapi dengan penghambat A

d e n g a n a n t a g o n i s a l d o s t e r o n s e p e r t i s p i r
1,2,9,13

6.6 Hipokalemia Ringan Sedang

34
Se b a g i a n b e s a r p a s i e n m e m p u n y a i k o n s e n t r a s i k a l i u m s e r u m a n t a r a 3 , 0

sampai 3,5 mEq/L; pada derajat penurunan kalium seperti ini

tidak memberikan gejala apapun, keculai untuk pasien dengan p

jantung ( terutama
b m d ila a endapatkan
b j a p igitalis

pasien-pasien dengan sirosis lanjut. Terapi pada keadaan ini ditujukan ke

a r a h p e n g g a n t i a n k a l i u m y a n g h i l a n g d a n m e

mendasar ( v sepertid d omitus


P b an d iare).d engobatan

10-20 m kEq/L k alium


d 2 – 4lorida
k p ( iberikan
m a

t e r g a n t u n g k e p a d a k e b e r a t a n h i p o k l a e m i a d a n j u g a

k r o n i k . P e m a n t a u a n k a l i u m s e r i a l p e n t i n g u n t u k

diperlukan terapi lanjut, dengan frekuensi pemantauan tergantung derajat

keberatan hipokalemia. 1,2,9,13

6.7 Hipokalemia Berat

Kalium harus diberikan lebih cepat pada pasien dengan hipokalemia

berat (kadar kaliun <2,5 sampai 3,0 mEq/L) atau simtomati

kelemahan otot berat). Meskipun demikian, kehati-hatian harus dilakukan

pada saat memberikan kalium pada pasien dengan kelainan penyerta, yang

akan m embuat
k m k alium
d s d m
asuk eh alam el an

Dua contoh utama adalah terapi insulin pada ketoasidosis diabet

hiperglikemia nonketotik dan terapi bikarbonat pada asidosis metab

Terapi kalium paling mudah diberikan peroral. Konsentrasi kalium serum

dapat naik dengan cepat sekitar 1-1,5 mEq/L setelah dosis

35
mEq/L dan sekitar 2,5-3,5 mEq/L setelah terapi 135- 160 mEq/L; kad

kalium kemudian akan turun kembali ke arah nilai dasar

sebagian besar kalium eksogen akan diambil oleh sel. Pasien dengan kadar

kalium serum 2 mEq/L sebagai contoh, mungkin memiliki defisit kalium

antara 400-800 mEq/L. Oleh karenanya, kalium klorida dapat dib

secara oral dengan dosis 40-60 mEq/L, tigasampai empa

A p a b i l a d a p a t d i t o l e r a n s i , h a r u s d i b e

konsentrasi kalium serum terus berada diatas 3,0 sa

dan/atau gejala membaik; selanjutnya dosis dan frekuensi pemberian dapat

dikurangi untuk mencegah iritasi lambung. Selama koreksi, peman

kadar kalium serum diperlukan untuk memastikan suplementa

d i l a n j u t k a n s a m p a i c a d a n g a n t

hiperkalemia. Selama terapi kronik, kadar kalium serum harus di

a n t a r a 3 s a m p a i 4 b u l a n a t a u b i l
1,2,9,13

6.8 Terapi Intravena

K a l i u m k l o r i d a d a p a t d i b e r i k a n i n t r a v e n a s e b a

p e n g g a n t i o r a l p a d a p a s i e n d e n g a n h i p o k

Keterbatasan u u t tamai ntuk


t r erapi k ntravena
c erma

p a d a p a s i e n r i s i k o t i n g g i d a n h i p e r k a l e m i a k a r e

P er l un ya t e ra p i k al i um i nt ra v en a a gr e s i f t er ut a m a

dengan ketoasidosis atau hiperkalemia nonketotok yang da

36
hipokalemia oleh karena kehilangan kalium berat. Terapi dengan kaliu

dan insulin akan memperberat hipokalemia. Sisi baiknya, pa

pasien ini juga mempunyai kekurangan cairan, sehingga t

kl orida 40-60 m Eq/L dalam ½ NS dapa t dibe rikan untuk pe rbaika n caira n

dan kalium, dengan risiko rendah kongesti pulmonar pada kead

M e s k i p u n N S m e r u p a k a n c a i r a n u t a m a y a n g d i

ketoasidosis d a iabetikum
h n tau p iperglikemia
k on

akan membuat cairan ini hipertonik (oleh karena kalium juga aktif secara

osmotik), oleh karenanya menghambat pemulihan hiperosmolaritas

terutama bertanggung jawab untuk gejala neurologis pada kela

Pada sisi lain, kombinasi 40-60 mEq/L kalium dalam ½ NS mempunya

kadar osmotik setara dengan normal salin. Pemberian kalium i

yang direkomendasikan berkisar antara 10-20 mEq/jam; pemberian dengan

laju yang lebih tinggi mempunyai risiko tinggi hiperkalemia. Me

demikian, pemberian sebanyak 40-100 mEq/jam dapat

pasien-pasien t d ertentu
p a a enganm aralisis
j P tau ri

keadaan ini, larutan mengandung 200-400 mEq kalium pe

digunakan; pada praktisnya larutan dengan konsentrasi 100-2

lebih sering digunakan. Konsentrasi setinggi ini harus disipakan seba

larutan 10-20 mEq/L kalium dalam 100 cc cairan untuk

pemberian kalium intravena dalam jumlah besar secara

A p a b i l a k o n s e n t r a s i t i n g g i d i g u n a k a n ,

keamanan harus dilakukan dengan pemberian menggunakan pompa infus.

37
Larutan kalium dengan konsentrasi lebih dari 60 mEq/L seringkali nyer

d a n h a r u s d i b e r i k a n l e w a t v e n a s e n t r a l . P e m a n

hipokalemia berat (kelainan EKG, kelemahan otot atau paralisis) penting,

terutama apabila koreksi cepat digunakan (lebih dari 20 mEq/jam). Segera

setelah permasalahan ini tidak lagi berat, laju penggantian kalium ha

diturunkan (10 sampai 20 meQ/jam) atau diganti hanya dengan k

oral, b ahkan
b t h ila erjadi
p P ipokalemia
k i ersisten.

secara c m epat p empunyai


b P k otensi
r ahaya.
k ada

bahkan dengan laju pemberian lambat dapat menyebabkan hiperkalem

Suatu l aporan
p d adapasien
p p t engan ( aralisis
k erio

dasar 2,0 mEq/L) pada 40% pasien, pemberian kalium denga

mEq/jam (80 mEq/L) menyebabkan terjadinya hiperkalemia (>5,5 mEq/L)

pada 40% pasien, yang dikomplikasi dengan perubahan EKG pada separuh

pasien. 1,2,9,13

38
BAB VII

RINGKASAN

Hipokalemia didefinisikan sebagai kadar kalium serum yang kurang

dari 3,5 mEq/L. Hanya 2% dari K+ tubuh yang berada

sehingga kadar K+ serum tidak selalu mencerminkan K+

Hipokalemia dapat diakibatkan oleh beberapa faktor sepert

asupan kalium, Peningkatan ekskresi kalium, dan Peningkatan eks

kalium.

Hipokalemia terbagi menjadi tiga berdasarkan kadar kalium d

p l a s m a , y a i t u : r i n gKa+n 3: . 0 - 3 . 5 m E q /sLe ,d a n gK: + 3 . 1 - 3 . 0 m E q / L ,

b e r a t :K + < 3 . 1 m E q / LD.e r a j a t m a n i f e s t a s i c e n d e r u n g s e i m b a n g d e n g a n

keberatan dan lama hipokalemia. Gejala biasanya tidak ti

kadar kalium berada di bawah 3,0 mEq/L, kecuali kadar kali

s e c a r a c e p a t a t a u p a s i e n t e r s e b u t m e

39
memperberat seperti kecenderungan aritmia karena penggunaan digitali

G e j a l a b i a s a n y a m e m b a i k d e n g a n k o r e k s i h i p o k a l eGme ij a .l a y a n g d a p a t

ditimbulkan a n t a rKa e l ea m
i na: h a n o t o t b e r a t a t a u p a r a l i s i s , A r i t

j a n t u n g d a n k e l a i n a n E K G , R

Dosis pemberian kalium secara intravena yaitu, 10 – 20 mE

ke adaan ka dar kali um kurang da ri 2,5 ata u menunj ukkan s impt om ringan-

sedang, diberikan kalium secara intravena sebesar 20 – 40 mEq/L.

kadar kalium kurang dari 2,0 atau keadaan yang membahayakan nyaw

diberikan k s alium
i s ecara > 4 m ntravena
N b t ebesar 0

heart block atau gangguan ginjal maka diberikan kalium secara intravena

sebesar 5-10 mEq/L.

DAFTAR PUSTAKA

1. G u n t u r A H , S e p s i s . D a l a m : B u k u A j a r I l m u P e n y a k i t

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk (Editor). Jakarta. P

Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI; 2007:1862-5

2. Price, A. Sylvia, Lorraine Mc. Carty Wilson,


Patofisiologi: Konsep

Klinis Proses-proses P , E disienyakit


6 ( , terjemahan),
P A eter

EGC, Jakarta. 2006.

3. H a r v e y T C . A d d i s o n ' s d i s e a s e a n d t h e r e g u l a t i o n o f p o t a s s i u m : t h e

r ol e o f i ns u l i n an d a ld os te r onMe.e d H yp ot h e s es
. 2 00 7; 6 9( 5) :1 12 0-

6.

4. G r e e n l e e M , W i n g o C S , M c D o n o u g h A A , Y o u n J H , K o

Narrative review: evolving concepts in potassium homeostasis and

40
h y p o k a l e m iAan. n I n t e r n M. eMd a y 2 0 0 9 ; 1 5 0 : 6 1 9 - 6 2 5 . G r e e n f e l d

D, Mickley D, Quinlan DM, Roloff P.

5. Anthony J V M. Miera,N W d, M . Potassium


ph, Doah isorders:
ouk,

H y p o k a l e m i a a n d H yU pn ei rv ke ar ls ei m
t yi a o. f N o r t h C a r o l

at Chapel Hill School of Medicine, Chapel Hill, North Caro

Am Fam Physician. 2015;92(6):487-495

6. H y p o k a l e m i a i n o u t p a t i A e mn t Js w i t

Psychiatry. 152(1):60-3

7. M i l l e r K K , G r i n s p o o n S K , C i a m p a J , e t a l . M e d i c a l f i n d i

o u t p a t i e n t s w i t h a n oAr re cx hi a I nn te er r.v noMsMaa re. d 1 4

2005;165(5):561-6.

8. E l i s a f M , L i b e r o p o u l o s E , B a i r a

Hypokalaemia in alcoholic patients. Drug Alcohol Rev. 21(1):73-6.

9. S u m a n t r i S . p e n d e k a t a n d i a g n o s t i k h i p o k a l e m i a . D e p a r t e m e n I l m u

Penyakit DalamFakultas Kedokteran Indonesia. 2009.

10. S i t p r i j a V . A l t e r e d f l u i d , e l e c t r o l y t e a n d m i n e r a l s t a t u s i n t r o p i c a l

d i s e a s e , w i t h a n e m p h a s i s o n m

Nat Clin Pract Nephrol. Feb 2008;4(2):91-101.

11. R o s e , B D , P o s t , T W , C l i n i c a l P h y s i o l o g y

Electrolyte Disorders, 5th ed, McGrawHill, New York, 2001,

836-856.

12. R o s e , B D , P o s t , T W , C l i n i c a l P h y s i o l o g y

Electrolyte Disorders, 5th ed, McGrawHill, New York, 2001,

857-863.

41
13. A s s a d i . D i a g n o s i s o f h y p o k a l e m i a : A p r o b l e m s o l v i n g a p p r o a c h t o

clinical cases. IJKD 2008;2:115-22.

14. Singer, G B G, B renner,


F a E M. D luid I Fnd lectrolyte

uci A eS,a e t H
l. ditors.
P o arrison’s
I M E rinciples

17. McGrawHill, New York, 2008. P. 282-5

42

Anda mungkin juga menyukai