Anda di halaman 1dari 13

Hipokalemi periodik paralisis familial

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Alamat Korespondensi Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510

Pendahuluan

Hipokalemia dapat timbul akibat kurangnya asupan kalium melalui makanan, kehilangan
kalium melalui gangguan saluran cerna atau kulit, atau akibat redistribusi kalium
ekstraselular ke dalam cairan intraselular.Paralisis periodik hipokalemik (PPH) merupakan
salah satu spektrum klinis akibat hipokalemia yang disebabkan oleh redistribusi kalium
secara akut ke dalam cairan intraselular. Paralisis periodik hipokalemik dapat terjadi secara
familial atau didapat. PPH didapat bisa ditemui pada keadaan tirotoksikosis, disebut
thyrotoxic periodic paralysis, sedangkan bentuk PPH familial disebut familial hypokalemic
periodic paralysis.
Familial hypokalemic periodic paralysis merupakan kelainan yang diturunkan secara
autosomal dominan, ditandai dengan kelemahan otot atau paralisis fl aksid akibat
hipokalemia karena proses perpindahan kalium ke ruang intraselular otot rangka.Kelainan ini
dapat mengenai semua ras,dengan awitan tersering pada usia 10 tahun (periode peripubertas).
Risiko PPHF lebih tinggi pada orang Asia dengan rasio laki-laki:perempuan ialah 2:1.
Insidens PPHF di Eropa pada tahun 1994 mencapai 1 tiap 100.000 orang. Sebanyak 50%
laki-laki dan perempuan pembawa gen tidak memiliki gejala atau hanya gejala ringan.
Hipokalemia dan paralisis sering dijumpai di instalasi gawat darurat anak. Penyebab yang
mendasarinya perlu dipahami, apakah karena proses redistribusi kalium ke ruang intaselular
atau akibat berlebihnya ekskresi kalium melalui urin. Kegagalan menentukan penyebab dapat
menyebabkan kesalahan tata laksana.

Skenario
Seorang perempuan berusia 30 tahun, datang ke poliklinik dengan keluhan utama kelemahan
pada kedua tungkai bawah sejak 1 hari yang lain. Keluhan disertai dengan nyeri otot dan

badan terasa lemas. Adanya diare disangkal. Pasien mengaku ibunya sering mengalami
keluhan seperti ini.

Analisis Masalah (Mind Map)


Pencegahan

anamnesis

etiologi

epidemiologi

prognosis
Rumusan
Masalah

Patogenesis
Pemeriksaan Fisik
& Penunjang
Gejala Klinik

Penanganan
Terapi
Diagnosis Banding
& Diagnosis kerja

Komplikasi

Anamnesis
Tidak seperti dokter hewan, maka seorang dokter manusia harus melakukan wawancara
yang seksama terhadap pasiennya atau keluarga dekatnya mengenai masalah yang
menyebabkan pasien mendatangi pusat pelayanan kesehatan. Anamnesis yang baik akan
terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu,
riwayat penyakit dalam keluarga, anamnesis susunan sistem dan anamnesis pribadi (meliputi
keadaan sosial ekonomi, budaya, kebiasaan, obat-obatan dan lingkungan.
Pada kasus diketahui identitas pasien adalah seorng perempuan berusia 30 tahun. Keluhan
utama pasien adalah kelemahan pada kedua tungkai bawah sejak satu hari yang lalu, disertai
nyeri otot dan badan terasa lemas. Diketahui riwayat penyakit keluarga adalah ibunya ini
sering mengalami keluhan seperti ini.

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik untuk kasus seperti ini, yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan
seperti pada kasus-kasus lainnya, yaitu kesadaran umum, tanda-tanda vital dan yang perlu di

tambahkan adalah inspeksi dan palpasi. Inspeksi untuk kasus ini adalah dengan melihat
apakah ada perubahan warna kulit dan adanya pembengkakan. Sedangkang palpasi untuk
kasus terdapat nyeri pada pasien.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium:
1.

Kadar kalium serum


Kalium serum merupakan pemeriksaan laboratorium yang paling penting. Diantara
serangan paralisis, kalium serum abnormal pada tipe paralisis periodik sekunder,
tetapi biasanya normal pada paralisis periodik primer. Selama serangan kadar kalium
serum dapat tinggi, rendah, atau di atas batas normal dan bisa di bawah batas normal.
Pemeriksaan secara random kadar kalium serum dapat menunjukan fluktuasi yang
periodik pada paralisis periodik normokalemik.

2.

Fungsi ginjal

3.

Kadar glukosa darah pengambilan glukosa darah ke dalam sel menyebabkan kalim
berpindah dari luar sel (darah) ke dalam sel-sel tubuh.

4.

pH darah
Dibutuhkan untuk menginterpretasikan K+ yang rendah. Alkalosis biasa menyertai
hipokalemia dan menyebabkan pergeseran K+ ke dalam sel. Asidosis menyebabkan
kehilangan K+ langsung dalam urin.

5.

Hormon tiroid: T3,T4 dan TSH untuk menyingkirkan penyebab sekunder


hipokalemia.

6.

Kadar CPK (creatinin phospokinase) dan mioglobin serum


Kadar CPK tinggi pada paralisis periodik primer selama atau baru saja setelah
serangan.Kadar mioglobin serum juga mungkin tinggi.

1.

EKG

Perubahan pada EKG ini dapat mulai terjadi pada kadar kalium serum dibawah 3,5
dan 3,0 mEq/L. Kelainan yang terjadi berupa inversi gelombang T, timbulnya
gelombang U dan ST depresi, pemanjangan dari PR, QRS, dan QT interval.
2.

Biopsi otot
Biopsi otot diperlukan pada beberapa kasus yang dengan penampilan klinis yang tidak
spesifik.Pada paralisis periodik hipokalemik primer mungkin terdapat vakuola sentral
yang tunggal atau mutipel.Pada paralisis periodik hiperkalemik sekunder, vakuola dan
agregat tubular dapat ditemukan.

Diagnosis banding
Hipokalemi periodik paralisis ec sporadik
Hipokalemi periodik paralisis ec tirotoksikosis
Hipokalemi periodik paralisis ec keracunan barium
Hipokalemi periodik paralisis ec renal tubular
Gitelmen sindrom
Bartter sindrom
Bentuk kebocoran kalium pada ginjal, ditandai oleh hipokalemia, tekanan darah normal,
ketidak pekaan pembulu darah terhadap agen pressor dan kenaikan kadar renin serta
aldosteron plasma. Terjadi hiperplasia menyeluruh pada apparatus juksta glomerolus dan
tempat pruduksi renin.
Penyebab penyakit ini karena adanya faktor keturunan, dimana keluarga mewarisi dari
keluarga yang terlebih dahulu terkena sindrom bartter.
Gejala yang dirasakan oleh para penderita sindrom bartten ini seperti:
-

Kelemahan otot, kontipasi, poliuria

Kegagalan pertumbuhan pertumbuhannya

Otot menjadi lemah

Kehilangan garam dan air daalam urin.

Diagnosi kerja
Paralisis periodik dibagi menjadi dua golongan berdasarkan penggolongan secara
konvensional yaitu paralisis periodik primer atau familial dan paralisis periodik sekunder.
Paralisis periodik primer atau familial merupakan kelompok gangguan akibat mutasi gen
tunggal yang mengakibatkan kelainan saluran kalsium, kalium natrium, dan klorida pada sel
otot - membran. Oleh karena itu, ini juga dikenal sebagai channelopathies atau
membranopathies 1.
Paralisis periodik sekunder mungkin karena terbukti diketahui oleh beberapa penyebab. Pada
paralisis periodik sekunder, bahkan antar-iktal tingkat kalium dalam serum tidak normal.
Riwayat

penggunaan ACE inhibitor, angiotensin-II-reseptor-blocker, diuretik, atau

carbenoxolone memberikan petunjuk untuk diagnosis paralisis periodik sekunder.


Karakteristik klinis atau biokimia dari gagal ginjal kronis, tirotoksikosis, paramyotonia
kongenital, atau sindrom Andersen dapat ditemukan kelumpuhan periodik sekunder. Berikut
di bawah ini penggolongan paralisis periodik secara konvensional.
Paralisis periodik primer atau familial terdiri dari paralisis periodik hipokalemik, paralisis
periodik hiperkalemik, paralisis periodik normokalemik,semua di atas diturunkan secara
autosomal dominan. Paralisis periodik sekunder disebabkan oleh paralisis periodik
hipokalemik, tirotoksikosis, thiazide atau loop-diuretic induced, nefropati yang menyebabkan
kehilangan

kalium,

drug-induced:

gentamicin,

carbenicillin,amphotericin-B,

turunan

tetrasiklin, vitaminB12 , alkohol, carbenoxolone, hiperaldosteron primer atau sekunder,


keracunan akut akibat menelan barium karbonat sebagai rodentisida, gastro-intestinal
potassium loss.
Paralisis periodik hiperkalemik disebabkan oleh gagal ginjal kronis,terapi ACE-inhibitor
dosis tinggi, ataunefropati diabetik lanjut, potassium supplements jika digunakan bersama
potassium sparing diuretics (spironolactone,triamterene,amiloride) dan atau ACE-inhibitors,
andersens cardiodysrhythmic syndrome, paramyotonia congenita-periodic paralysis terjadi
spontan atau dipicu oleh paparan suhu dingin.
Hipokalemi periodik paralise adalah kelainan yang ditandai dengan kadar potasium (kalium)
yang rendah kurang dari 3,5 mmol/L pada saat serangan, disertai riwayat episodie kelemahan
sampai kelumpuhan otot skelet.

Periodik paralisis merupakan kelainan neuromuscular yang jarang serta diturunkan, yang
secara karakteristik ditandai dengan serangan episodik dari kelemahan otot. Berbagai
kepustakaan membagi kelainan ini secara bervariasi, kelainan ini dapat dibedakan sebagai
primer atau sekunder.2 Pada yang primer secara umum dikarakteristikkan dengan : (1).
kelainan yang diturunkan; (2). sering berhubungan dengan kadar kalium di dalam darah; (3).
kadang disertai miotonia; (4) miotonia dan periodik paralisis tersebut disebabkan karena
defek dari ion channels.4
Sedangkan secara klasik dibagi menjadi dua kategori besar berdasarkan kadar kalium darah
saat terjadinya serangan kelemahan otot : periodik paralisis hiperkalemi dan periodik paralisis
hipokalemi. Pada kelainan sekunder suatu keadaan hipokalemi dapat disebabkan oleh
beberapa keadaan diantaranya : asupan kalium yang kurang, renal tubular asidosis, gangguan
gastrointestinal seperti diare, intoksikasi obat seperti amphotericin B dan barium, dan
hipertiroid.4
Periodik paralisis hipokalemi (HypoPP) merupakan bentuk umum dari kejadian periodik
paralisis yang diturunkan. Dimana kelainan ini diturunkan secara autosomal dominan. Dari
kebanyakan kasus pada periodik paralisis hipokalemi terjadi karena mutasi dari gen reseptor
dihidropiridin pada kromosom 1q. Reseptor ini merupakan calcium channel yang bersama
dengan reseptor ryanodin berperan dalam proses coupling pada eksitasi-kontraksi otot.
Fontaine et.al telah berhasil memetakan mengenai lokus gen dari kelainan HypoPP ini
terletak tepatnya di kromosom 1q2131. Dimana gen ini mengkode subunit alfa dari L-type
calcium channel dari otot skeletal secara singkat di kode sebagai CACNL1A3. Mutasi dari
CACNL1A3 ini dapat disubsitusi oleh 3 jenis protein arginin (Arg) yang berbeda,
diantaranya Arg-528-His, Arg-1239-His, dan Arg-1239-Gly.Pada Arg-528-His terjadi sekitar
50 % kasus pada periodik paralisis hipokalemi familial dan kelainan ini kejadiannya lebih
rendah pada wanita dibanding pria.Pada wanita yang memiliki kelainan pada Arg-528-His
dan Arg-1239-His sekitar setengah dan sepertiganya tidak menimbulkan gejala klinis.4
Distribusi kelemahan otot dapat bervariasi.Kelemahan pada tungkai biasanya terjadi lebih
dulu daripada lengan dan sering lebih berat kelemahannya dibanding lengan, dan bagian
proksimal

dari

ekstremitas

lebih

jelas

terlihat

kelemahannya

dibanding

bagian

distalnya.Terkecuali, kelemahan ini dapat juga terjadi sebaliknya dimana kelemahan lebih
dulu terjadi pada lengan yang kemudian diikuti kelemahan pada kedua tungkai dimana terjadi
pada pasien ini. Otot-otot lain yang jarang sekali lumpuh diantaranya otot-otot dari mata,
wajah, lidah, pharing, laring, diafragma, dan spingter, namun pada kasus tertentu kelemahan

ini dapat saja terjadi. Saat puncak dari serangan kelemahan otot, refleks tendon menjadi
menurun dan terus berkurang menjadi hilang sama sekali dan reflek kutaneus masih tetap
ada. Rasa sensoris masih baik.Setelah serangan berakhir, kekuatan otot secara umum pulih
biasanya dimulai dari otot yang terakhir kali menjadi lemah.Miotonia tidak terjadi pada
keadaan ini, dan bila terjadi dan terlihat pada klinis atau pemeriksaan EMG menunjukkan
terjadinya miotonia maka diagnosis HypoPP kita dapat singkirkan.

Gejala Klinis
Kelemahan pada otot, perasaan lelah, nyeri otot, restless legs syndrome, merupakan gejala
pada otot yang timbul pada kadar kaliuam > 3 meq/L. Penurunan yang lebih berat dapat
menimbulkan kelumpuhan atau rabdomiolisis.Aritmia berupa timbulnya fibrilasi atrium,
takikardia ventrikular merupakan efek hipokalemia pada jantung. Hal ini terjadi akibat
perlambatan repolarisasi ventrikel pada keadaan hipokalemi yang menimbulkan peningkatan
kasus re-entery.Tekanan darah dapat meningkat pada keadaan hipokalemia dengan
mekanisme yang tak jelas. Hipoklemia dapat menimbulkan gangguan toleransi glukosa dan
gangguan metabolisme protein.
Efek hipokalemia pada ginjal berupa timbulnya vakuolisasi pada tubulus proksimal dan
distal. Juga terjadi gangguan pemekatan uin sehingga menimbulkan poliuria dan polidipsia.
Hipokalemia juga akan meningkatkan produksi NH4 (amonia) dapat mencetuskan koma pada
pasien dengan gangguan fungsi hati.

Diagnosis pada hipokalemia


Pada keadaan normal, hipokalemi akan menyebabkan kalium melalui ginjal turun sehingga <
25 meq/hari sedang ekskresi kalium dalam urin > 40 meq/hari menandakan adanya
pembuangan kalium berlebihan melalui ginjal.Ekskresi kalium yang rendah melalui ginjal
dengan disertai asidosis metabolik merupakan pertandanya pembuangan kalium berlebihan
melalui saluran cerna seperti diare akibat infeksi atau pencahar. Ekskresi kalium yang
berlebihan melalui ginjal dengan disertai asidosis metabolik merupakan petanda adanya
ketoasidosis diabetik atau adanya RTA (renal tubular asidosis) baik yang distal maupun

proksimal.Ekskresi kalium dalam urin rendah disertai alkalosis metabolik, petanda dari
muntah kronik atau pemberian diuretik lama. Ekskresi kalium dalam urin tinggi disertai
alkalosis metabolik dan tekanan darah yang rendah, petanda dari sindrom Bartter. Ekskresi
kalium dalam urin tinggi disertai alkalosis metabolik dan tekanan darah yang tinggi, petanda
dari hiperaldosteronisme.
Epidemiologi
Angka kejadian adalah sekitar 1 diantara 100.000 orang, pria lebih sering dari wanita dan
biasanya lebih berat. Usia terjadinya serangan pertama bervariasi dari 1-20 tahun, frekuensi
serangan terbanyak di usia 15-35 tahun dan kemudian menurun dengan peningkatan usia.2
Etiologi
Hipokalemia periodik paralise biasanya disebabkan oleh kelainan genetik otosomal dominan.
Hal lain yang dapat menyebabakan terjadinya hipokalemia periodic paralise adalah
tirotoksikosis
1. Peningkatan ekskresi (atau kerugian) dari kalium dari tubuh Anda.
2. Beberapa obat dapat menyebabkan kehilangan kalium yang dapat menyebabkan
hipokalemia. Obat yang umum termasuk diuretik loop (seperti Furosemide). Obat lain
termasuk steroid, licorice, kadang-kadang aspirin, dan antibiotik tertentu.
3. Ginjal disfungsi - ginjal tidak dapat bekerja dengan baik karena suatu kondisi yang
disebut Asidosis Tubular Ginjal (RTA). Ginjal akan mengeluarkan terlalu banyak
kalium. Obat yang menyebabkan RTA termasuk Cisplatin dan Amfoterisin B.
4. Kehilangan cairan tubuh karena muntah yang berlebihan, diare, atau berkeringat.
5. Endokrin atau hormonal masalah (seperti tingkat aldosteron meningkat) - aldosteron
adalah hormon yang mengatur kadar potasium. Penyakit tertentu dari sistem endokrin,
seperti aldosteronisme, atau sindrom Cushing, dapat menyebabkan kehilangan
kalium.
6. Miskin diet asupan kalium

Patofiologi
Hipokalemia merupakan kelainan elektrolit yang sering terjadi pada praktek klinis yang
didefinisikan dengan kadar kalium serum kurang dari 3,5 mEq/L, pada hipokalemia sedang
kadar kalium serum 2,5-3 mEq/L, dan hipokalemia berat kadar kalium serumnya kurang dari

2,5 mEq/L. Keadaan ini dapat dicetuskan melalui berbagai mekanisme, termasuk asupan
yang tidak adekuat, pengeluaran berlebihan melalui ginjal atau gastrointestinal, obat-obatan,
dan perpindahan transelular (perpindahan kalium dari serum ke intraselular). Gejala
hipokalemi ini terutama terjadi kelainan di otot. Konsentrasi kalium serum pada 3,0-3,5
mEq/L berhubungan dengan suatu keadaan klinis seperti kelemahan otot ringan, fatigue, dan
mialgia. Pada konsentrasi serum kalium 2,5-3,0 mEq/L kelemahan otot menjadi lebih berat
terutama pada bagian proximal dari tungkai. Ketika serum kalium turun hingga dibawah dari
2,5 mEq/L maka dapat terjadi kerusakan struktural dari otot, termasuk rhabdomiolisis dan
miogobinuria. Peningkatan osmolaritas serum dapat menjadi suatu prediktor terjadinya
rhabdomiolisis. Selain itu suatu keadaan hipokalemia dapat mengganggu kerja dari organ
lain, terutama sekali jantung yang banyak sekali mengandung otot dan berpengaruh terhadap
perubahan kadar kalium serum. Perubahan kerja jantung ini dapat kita deteksi dari
pemeriksaan elektrokardiogram (EKG). Perubahan pada EKG ini dapat mulai terjadi pada
kadar kalium serum dibawah 3,5 dan 3,0 mEq/L. Kelainan yang terjadi berupa inversi
gelombang T, timbulnya gelombang U dan ST depresi, pemanjangan dari PR, QRS, dan QT
interval 1,6.
Periodik paralisis hipokalemi (HypoPP) merupakan bentuk umum dari kejadian periodik
paralisis yang diturunkan, dimana kelainan ini diturunkan secara autosomal dominan. Dari
kebanyakan kasus pada periodik paralisis hipokalemi terjadi karena mutasi dari gen reseptor
dihidropiridin pada kromosom 1q. Reseptor ini merupakan calcium channel yang bersama
dengan reseptor ryanodin berperan dalam proses coupling pada eksitasi-kontraksi otot.
Fontaine et.al telah berhasil memetakan mengenai lokus gen dari kelainan HypoPP ini
terletak tepatnya di kromosom 1q2131. Dimana gen ini mengkode subunit alfa dari L-type
calcium channel dari otot skeletal secara singkat di kode sebagai CACNL1A3. Mutasi dari
CACNL1A3 ini dapat disubsitusi oleh 3 jenis protein arginin (Arg) yang berbeda,
diantaranya Arg-528-His, Arg-1239-His, dan Arg-1239-Gly.Pada Arg-528-His terjadi sekitar
50 % kasus pada periodik paralisis hipokalemi familial dan kelainan ini kejadiannya lebih
rendah pada wanita dibanding pria.Pada wanita yang memiliki kelainan pada Arg-528-His
dan Arg-1239-His sekitar setengah dan sepertiganya tidak menimbulkan gejala klinis.
Sebagai gejala klinis dari periodik paralisis hipokalemi ini ditandai dengan kelemahan
dari otot-otot skeletal episodik tanpa gangguan dari sensoris ataupun kognitif yang
berhubungan dengan kadar kalium yang rendah di dalam darah dan tidak ditemukan tandatanda miotonia dan tidak ada penyebab sekunder lain yang menyebabkan hipokalemi. Gejala

pada penyakit ini biasanya timbul pada usia pubertas atau lebih, dengan serangan kelemahan
yang episodik dari derajat ringan atau berat yang menyebabkan quadriparesis dengan disertai
penurunan kapasitas vital dan hipoventilasi, gejala lain seperti fatigue dapat menjadi gejala
awal yang timbul sebelum serangan, namun hal ini tidak selalu diikuti dengan terjadinya
serangan kelemahan. Serangan sering terjadi saat malam hari atau saat bangun dari tidur dan
dicetuskan dengan asupan karbohidrat yang banyak serta riwayat melakukan aktivitas berat
sebelumnya yang tidak seperti biasanya. Serangan ini dapat terjadi hingga beberapa jam
sampai yang paling berat dapat terjadi beberapa hari dari kelumpuhan tersebut.6
Distribusi kelemahan otot dapat bervariasi.Kelemahan pada tungkai biasanya terjadi lebih
dulu daripada lengan dan sering lebih berat kelemahannya dibanding lengan, dan bagian
proksimal

dari

ekstremitas

lebih

jelas

terlihat

kelemahannya

dibanding

bagian

distalnya.Terkecuali, kelemahan ini dapat juga terjadi sebaliknya dimana kelemahan lebih
dulu terjadi pada lengan yang kemudian diikuti kelemahan pada kedua tungkai dimana terjadi
pada pasien ini. Otot-otot lain yang jarang sekali lumpuh diantaranya otot-otot dari mata,
wajah, lidah, pharing, laring, diafragma, dan spingter, namun pada kasus tertentu kelemahan
ini dapat saja terjadi. Saat puncak dari serangan kelemahan otot, refleks tendon menjadi
menurun dan terus berkurang menjadi hilang sama sekali dan reflek kutaneus masih tetap
ada. Rasa sensoris masih baik.Setelah serangan berakhir, kekuatan otot secara umum pulih
biasanya dimulai dari otot yang terakhir kali menjadi lemah.Miotonia tidak terjadi pada
keadaan ini, dan bila terjadi dan terlihat pada klinis atau pemeriksaan EMG menunjukkan
terjadinya miotonia maka diagnosis HypoPP kita dapat singkirkan.
Selain dari anamnesa, pemeriksaan penunjang lain seperti laboratorium darah dalam hal ini
fungsi ginjal, elektrolit darah dan urin, urinalisa urin 24 jam, kadar hormonal seperti T4 dan
TSH sangat membantu kita untuk menyingkirkan penyebab sekunder dari hipokalemia.
Keadaan lain atau penyakit yang dapat menyebabkan hipokalemi diantaranya intake kalium
yang kurang, intake karbohidrat yang berlebihan, intoksikasi barium, kehilangan kalium
karena diare, periodik paralisis karena tirotoksikosis, renal tubular asidosis, dan
hyperaldosteronism.
Tatalaksana
Medikamentosa
Indkasi mutlak, pemberian kalium mutlak segera diberikan yaitu pada keadaan :

1. Pasien dalam pengobatan digitalis


2. Pasien dengan ketoasidosis diabetik
3. Pasien dengan kelemahan otot pernapasan
4. Pasien dengan hipokalemia berat (K < 2 meq/L).
Indikasi kuat, kalium harus diberikan dalam waktu tidak terlalu lama yaitu pada keadaan:
1. Insufisiensi koroner/ iskemia otot jantung
2. Enselopati hepatikum
3. Pasien memakai obat yang dapat menyebabkan perpindahan kalium dari
eksttrasel ke intrasel
Indikasi sedang, pemberian kalium tidak perlu segera seperti pada ; hipokalemia ringan
(K antara 3-3,5 meq/L).
1. Pemberian kalium lebih disenangi dalam bentuk oral oleh karena lebih muda.
Pemberian 40-60 meq dapat menaikan kadar kalium sebesar 1-1,5 meq, sedang
pemberian 135 160 meq dapat menaikan kadar kalium sebesar 2,5-3,5 meq/L.
2. Pemberian intravena dalam bentuk larutan KCL disarankan melalui vena yang
besar dengan kecepatan 10-20 meq/jam. Pada keadaan aritmia yang berbahaya
atau kelumpuhan otot pernapasan, dapat diberikan dengan kecepatan 40-100
meq/jam. KCL dilarutkan sebanyak 20 meq dalam 100 cc NaCl isotonik. Bila
melalui vena perifer, KCL maksimal 60 meq dilarutkan dalam NaCl isotonik
1000 cc, sebab bila melebihi ini dapat menimbulkan rasa nyeri dan dapat
menybabkan sklerosis vena.
Komplikasi
Batu ginjal akibat efek samping acetazolamide.
Arrhytmia.
Kelemahan otot progresif.

Pencegahan
Penyakit paralisis periodic hipokalemi tidak bias dihindari. Karena merupakan penyakit
herediter dan konsultasi pranikah diperlukan bila ada salah satu mengdapnya.Pengobatan
ditujukan mengatasi serangan yang terjadi dan mengembalikan kelemahan ototnya.Sebelum

serangan didahului oleh rasa kaku atau berat di kaki. Olaraga ringan bila serangan ini terjadi
dan membantu mecegah serangan sesungguhnya.

Prognosis
Prognosis hipokalemia tergantung pada penyebabnya. Serangan akut oleh karena diare
mempunyai prognosis yang baik. Sedangkan hipokalemia karena kelainan kongenital
mempunyai prognosis yang jauh lebih buruk oleh karena seringkali terapi tidak berhasil.
Penutup
Paralisis periodik merupakan sindroma klinis yang dapat menyebabkan kelemahan yang akut
pada anak-anak maupun dewasa muda. Pasien akan mengalami kelemahan progresif dari
anggota gerak baik tungkai maupun lengan tanpa adanya gangguan sensoris.Gangguan ini
secara konvensional dibagi menjadi paralisis periodik primer atau diturunkan (familial), dan
paralisis periodik sekunder. Paralisis periodik primer atau familial merupakan kelompok
gangguan akibat mutasi gen tunggal yang mengakibatkan kelainan saluran kalsium, kalium
natrium, dan klorida pada sel otot - membran. Oleh karena itu, ini juga dikenal sebagai
channelopathies atau membranopathies.
Kalium memiliki fungsi mempertahankan membran potensial elektrik dalam tubuh dan
menghantarkan aliran saraf di otot.Kalium mempunyai peranan yang dominan dalam hal
eksitabilitas sel, terutama sel otot jantung, saraf, dan otot lurik.Kalium mempunyai peran vital
di tingkat sel dan merupakan ion utama intrasel.Paralisis periodik dapat diobati dan
kelemahan progresif dapat dicegah atau bahkan dapat sembuh.

Daftar Pustaka
1.

Arya, SN. Lecture Notes: Periodic Paralysis. Journal Indian Academy of Clinical
Medicine. 2002. Vol 3 No 4.

2.

Supartondo, Setiyohadi B. Anamnesis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,


Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna
Publishing; 2009. hal.25-6

3.

Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2006.


hal.236

4.

Bickley LS. Buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan. Edisi ke-8. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012. hal.461-6

5.

Rachmat J, Puruhito, Tahalele P, Dahlan M, Hakim T, Jusi D. Keseimbangan cairan,


Elektrolit, dan Asam Basa. Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke-3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2007. hal.170-1

6.

Tambunan KL. Hipokalemia . Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata


M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing;
2009. hal.181-2

7.

Graves TD. Hanna MG. Neurological Channelopathies. Postgrad. Med. J 2005;81;2032

8.

Fialho, D & Michael GH. Periodic Paralysis. Chapter 4. 2007;77-105

9.

Widjajanti, A & SM Agutini. Hipokalemik Periodik Paralisis. 2005; 19-22

Anda mungkin juga menyukai