REFARAT
Kepada Yth: dr. Merry Tjandra, M.Kes, Sp.KJ
Dibacakan: 05 Januari 2017
HIPOGLIKEMIA
GANGGUAN
AFEKTIF BIPOLAR (F31)
OLEH:
MANDASARI BARMAWI
09 777 020
OLEH:
AGUNG PERDANA
BAGIAN
BAGIANILMU
ILMUKESEHATAN
KESEHATANANAK
JIWA
FAKULTAS
FAKULTASKEDOKTERAN
KEDOKTERANUNIVERSITAS
UNIVERSITASALKHAIRAAT
ALKHAIRAAT
RSU ANUTAPURA
RSUD PALU
MADANI PALU
2013
2017
LEMBAR PENGESAHAN
1
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL I
HALAMAN PENGESAHAN 1
DAFTAR ISI 2
BAB. I PENDAHULUAN 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi 3
2.1 Epidemiologi 3
2.3 Klasifikasi 3
2.4 Etiopatogenesis 4
2.5 Gejala Klinis 4
2.6 Dignosis 5
2.7 Pengobatan 9
2.8 Prognosis 11
BAB III. KESIMPULAN 13
DAFTAR PUSTAKA
2
BAB I
PENDAHULUAN
Gangguan somatisasi telah dikenal sejak jaman Mesir kuno. Nama awal
untuk gangguan somatisasi adalah histeria, suatu keadaan yang secara tidak tepat
diperkirakan hanya mengenai wanita, (kata “Histeria” di dapatkan dari kata
bahasa Yunani untuk rahim, Hystera). Pada abad ke-17 Thomas Syndenham
menemukan bahwa faktor psikologis yang dinamakannya penderitaan yang
mendahului (antecendent sorrow), terlibat dalam patogenesis gejala gangguan
somatisasi.
3
bermakna pada pasien atau gangguan pada kemampuan pasien untuk berfungsi di
dalam peranan sosial atau pekerjaan
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
GANGGUAN SOMATISASI (F45.0)
2.1 DEFINISI
2.2 EPIDEMIOLOGI
5
2.3 ETIOLOGI
a. Faktor Psikososial
b. Faktor Biologis
c. Faktor Genetika
6
dengan gangguan somatisasi. Di dalam keluarga, tingkat pertama kerabat
laki-laki rentan terhadap penyalahgunaan zat dan gangguan kepribadian
antisosial. Satu studi juga melaporkan tingkat kesesuaian 29 persen pada
kembar monozigot dan 10 persen pada anak kembar dizigotik, suatu
indikasi efek genetik. (1)
7
gamblang dan bermacam-macam. Pasien wanita dengan gangguan somatisasi
mungkin berpakaian eksibisionistik. Pasien mungkin merasa tergantung, berpusat
pada diri sendiri, haus akan pujian atau sanjungan dan manipulatif. (1)
2.5 DIAGNOSIS
1) Ada banyak dan berbagai gejala fisik yang tidak dapat dijelaskan adanya
kelainan fisik yang sudah berlangsung sekitar 2 tahun.
2) Selalu tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter
bahwa tidak ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan-
keluhannya.
3) Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga, yang
berkaitan dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampaak daari
perilakunya. (3,5)
8
1) Riwayat banyak keluhan fisik, yang dimulai sebelum usia 30 tahun yang
terjadi selama periode lebih dari beberapa tahun dan menyebabkan
pencarian pengobatan atau hendaya dalam fungsi sosial, pekerjaan dan
fungsi penting lainnya.
2) Tiap kriteria berikut harus memenuhi, dengan gejala individual yang
terjadi kapan pun selama perjalanan dari gangguan:
Empat gejala nyeri : riwayat nyeri berkaitan dengan sedikitnya 4
tempat atau fungsi yang berbeda (mis: kepala, abdomen, punggung,
sendi, ekstremitas, dada, rektum, selama menstruasi, selama
berhubungan seksual, atau selama buang air kecil)
Dua gejala gastrointestinal : sedikitnya 2 riwayat gejala
gastrointestinal selain nyeri (mis: mual, kembung, muntah bukan
karena kehamilan, diare, atau intoleransi beberapa makanan berbeda)
Satu gejala seksual : sedikitnya 1 riwayat gejala seksual atau
9
Apabila terdapat konsisi medik umum yang terkait, keluhan fisik atau
hendaya sosial atau pekerjaan yang diakibatkannya melebihi daripada
yang diharapkan berdasarkan riwayat, penemuan fisik dan
laboratorium
4) Gejala dihasilkan tanpa disengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan
buatan atau malingering).
1) Satu atau lebih gejala somatic kesukaran atau hasil dari gangguan
signifikan dalam kehidupan sehari-hari.
2) Pikiran, perasaan, perilaku atau kebiasaan yang berlebihan atau terlalu
banyak terkait dengan gejala somatic atau terkait masalah kesehatan
seperti yang diwujudkan paling tidak satu dari dibawah ini :
Pikiran yang tidak seimbang dan terus-menerus tentang keseriusan
dari suatu gejala.
Kecemasan yang menetap dalam level tinggi tentang kesehatan
atau gejala-gejala.
Waktu dan energy berlebihan yang dicurahkan untuk gejala-gejala
tersebut atau kekhawatiran tentang kesehatan.
3) Meskipun beberapa gejala somatic tidak muncul berkelanjutan, keadaan
saat mengalami gejala muncul menetap (biasanya lebih dari 6 bulan). (4)
2.6 PENATALAKSANAAN
Pasien dengan gangguan somatisasi paling baik diobati jika mereka memiliki
seorang dokter tunggal sebagai perawat kesehatan umumnya. Klinisi primer harus
memeriksa pasien selama kunjungan terjadwal yang teratur, biasanya dengan
interval satu bulan.
10
Jika gangguan somatisasi telah didiagnosis, dokter yang mengobati pasien
harus mendengarkan keluhan somatik sebagai ekspresi emosional, bukannya
sebagai keluhan medis. Tetapi, pasien dengan gangguan somatisasi dapat juga
memiliki penyakit fisik, karena itu dokter harus mempertimbangkan gejala mana
yang perlu diperiksa dan sampai sejauh mana.
Strategi luas yang baik bagi dokter perawatan primer adalah meningkatkan
kesadaran pasien tentang kemungkinan bahwa faktor psikologis terlibat dalam
gejala penyakit. Psikoterapi dilakukan baik individual dan kelompok. Dalam
lingkungan psikoterapetik, pasien dibantu untuk mengatasi gejalanya, untuk
mengekspresikan emosi yang mendasari dan untuk mengembangkan strategi
(1,2,4,)
alternatif untuk mengekspresikan perasaan mereka. Spesifik terapi
dengan cognitive-behavior approach adalah efektif dan sering digunakan dalam
membantu pasien untuk melihat gejala-gejala fisik yang dialaminya dan
memahami keadaan gangguan yang dihadapinya.
11
salah bahwa mereka memiliki penyakit tertentu, sedangkan pasien dengan
gangguan somatisasi mengkhawatiran banyak gejala. Gejala gangguan konversi
terbatas pada satu atau dua system neurologis bukannya gejala gangguan
somatisasi yang sangat beragam. Gangguan nyeri terbatas pada satu atau dua
keluhan gejala nyeri. (1)
12
BAB III
KESIMPULAN
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock BJ. Sadock VA. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry 10 th ed.
Lippincott Williams and Wilkins: Philadelphia. 2007. Page 635-638
2. Mansjoer, A.A., dkk: Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I, Edisi ke-3, Media
Aesculapius FK-UI, Jakarta, 1999, hal:216-7.
3. Maulany RF. Setio M: Buku Saku Psikiatri, Edisi I, Jakarta; EGC, 1997, hal
224-226
4. Maslim, R.: Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari
PPDGJ III, Jakarta, 2001, hal:84.
5. Duran VM, Barlow D. Abnormal Psychology 5th ed. Wadsworth Cengage
Learning: USA. 2005. Page 175-179
6. Spratt, Eve G. Somatization Disorder; 2014. Available from:
www.emedicine.medscape.com
14
REFARAT
GANGGUAN
AFEKTIF BIPOLAR (F31)
OLEH:
AGUNG PERDANA
2017
15