Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHLUAN

A. LATAR BELAKANG

TB MDR (Multidrugs Resistant) suatu penyakit yang menjadi tantangan baru

dalam program pengendalian TB dikarenakan penegakan diagnosis yang sulit, tingginya

angka kegagalan terapi dan kematian. Berbagai penelitian dari negara-negara endemis

TB lainnya telah menunjukkan bahwa penyalahgunaan obat TB lini pertama dan kedua

sangat berpotensi dalam mencetuskan mutasi gen Mycobacterium Tuberculosis menjadi

TB MDR (Kemenkes, 2014).

TB MDR merupakan tahap atau kondisi dimana bakteri Mycobacterium

Tuberculosis menjadi resisten minimal terhadap pemberian 2 golongan obat yaitu

rifampisin dan juga INH/isoniazid dengan atau tanpa OAT (Obat Anti TB) lainnya

(Azmi, 2013). Deteksi dini dan pengobatan TB MDR apabila tidak ditangani dengan

tepat maka akan menyebabkan prognosis yang lebih buruk berupa efek samping dari

pengobatan TB MDR itu sendiri, resiko terkena TB yang lebih parah yaitu TB XDR

(eXtensive Drugs Resistant) serta menigkatkan resiko kematian bagi penderita itu

sendiri (Kemenkes, 2013).

Berdasarkan laporan global dari Word Health Organization (WHO) mengatakan

dari 600.000 kasus baru penemuan TB diseluruh Dunia ditemukan, hampir setengah

dari kasus baru tersebut terdapat ketahanan terhadap rifampisin sebesar 47% dan

menyebabkan sekitar 240.000 kematian ditahun 2016. Sehingga perkiraan angka

keberhasilan pengobatan TB MDR menjadi tetap rendah yaitu sebesar 54% (WHO,

2017).

Selain angka kesembuhan yang rendah, TB MDR juga berisiko menularkan

langsung kuman yang telah resisten sehingga memunculkan resistensi primer pada

1
2

orang yang tertular. Seseorang yang belum pernah terkena TB sebelumnya bisa

langsung tertular TB MDR ketika terpapar dengan pasien TB MDR atau menghirup

bakteri yang telah resisten. Penelitian Sihombing et.al (2012) di Medan menemukan

41,18% kejadian resistensi terhadap obat TB lini pertama, dan 4,71% diantaranya

adalah TB MDR primer.

Kejadian TB MDR di Indonesia dari tahun ketahun terus mengalami

peningkatan, pada tahun 2012 terdapat 696 kasus TB MDR, tahun 2013 meningkat

menjadi 1.094 kasus, kemudian tahun 2014 menjadi 1.752 kasus, tahun 2015 terus

meningkat dengan angka kejadian sebesar 1.860 kasus dan pada tahun 2016 terus

mengalami peningkatan dengan angka kejadian sebesar 32.000 kasus TB yang resisten

terhadap obat. Sehingga Indonesia termasuk negara besar wilayah Asia penyumbang

dari total (76%) kesenjangan beban TB dunia bersama India (25%), Indonesia (16%),

dan Nigeria (8%) (WHO, 2017).

Ketidakpatuhan pasien dalam menyelesaikan pengobatan TB dapat disebabkan

oleh pengobatan TB yang terlalu lama dan kombinasi berbagai obat yang dapat

menimbulkan efek samping multi sistemik (Eddin, 2015). Penelitian yang dilakukan

oleh Nugrahaeni (2015) di Semarang menyebutkan pengobatan sebelumnya yang tidak

adekuat dapat menyebabkan terjadinya resistensi dimana penderita yang tidak

menyelesaikan pengobatan beresiko mengalami resistensi 40 kali lipat.

Diagnosis TB MDR saat ini ditegakkan melalui tes cepat molekuler yang

merupakan penemuan terbaru berdasarkan metode Real Time Polymerase Chain

Reaction Assay (RT-PCR) semi kuantitatif yang terintegrasi secara otomatis mengolah

sediaan dengan ekstraksi deoxyribo nucleic acid (DNA) dalam catridge sekali pakai

(Kurniawan et.al 2016). Penggunaan alat tes cepat Genexpert MTB/RIF saat ini
3

ditujukan untuk mendiagnosis penderita yang terduga TB resisten obat (Manajemen

Terpadu Pengendalian TB Resisten Obat/MTPTRO) (Kemenkes, 2016).

Berdasarkan Kementrian Kesehatan (2017) ada 5 kategori resistensi obat yaitu

monoresistant, polyresistant, MDR, XDR dan resisten rifampisin (RR). Berdasarkan

hasil penelitian yang dilakukan oleh Aini (2019) di Sulawesi Tenggara, tentang jenis

resistensi pada penderita TB MDR yang paling banyak yaitu resisten terhadap

rifampisin/ TB RR sebanyak 25 orang 62,5% sedangkan yang multi drugs resistant/ TB

MDR sebanyak 15 orang 37,5%. Dari segi kriteria suspek TB MDR terdapat beberapa

hasil penelitian salah satunya yaitu penelitian yang dilakukan Azwar (2016) yang

dilakukan di Banjarmasin dimana hasil penelitian mengatakan kriteria suspek terbanyak

yaitu kriteria 6 (pasien TB kasus kambuh (relaps), kategori 1 dan 2) sebanyak 13 orang

68,4% dari 19 responden.

RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau merupakan fasilitas pelayanan kesehatan

(fasyankes) pusat rujukan utama untuk pasien TB MDR, pasien yang dicurigai resisten

akan dilakukan diagnosis dan mendapatkan pengobatan. Data yang diperoleh dari Poli

TB MDR pada tahun 2017 terdapat 57 pasien yang positif TB MDR, dan tahun 2018

sebanyak 48 pasien positif TB MDR. Pasien yang positif TB MDR dari Januari sampai

September 2019 sebanyak 45 pasien positif TB MDR (RSUD Arifin Achmad, 2019).

Nawas (2010) menyebutkan faktor klinis yang menyebabkan resisten obat

adalah terlambatnya diagnosis dan isolasi, penggunaan obat yang tidak tepat, kurangnya

pengetahuan, terputusnya ketersediaan OAT, DOTS yang kurang baik dan ketidak

patuhan penderita meminum obat serta pengobatan yang tidak lengkap. Penelitian

tentang karakteristik pasien TB paru yang mengalami MDR dilakukan karena masih

banyak masyarakat yang terinfeksi penyakit TB paru dan banyak dari pasien TB paru

tersebut yang mengalami MDR karena kesalahan dari tenaga kesehatan maupun
4

ketidakteraturan pasien berobat. Berdasarkan fenomena-fenomena yang telah diuraikan

maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Gambaran Karakteristik

Penderita TB yang di Diagnosis Multidrugs Resistant (MDR) di RSUD Arifin

Achmad Pekanbaru”

B. Rumusan Masalah

TB MDR (Multidrugs Resistant) merupakan tantangan baru dalam program

pengendalian TB dikarenakan penegakan diagnosis yang sulit, tingginya angka

kegagalan terapi dan kematian. TB MDR merupakan tahap atau kondisi di mana bakteri

Mycobacterium Tuberculosis menjadi kebal terhadap pemberian 2 golongan obat yaitu

rifampisin dan juga isoniazid dengan atau tanpa OAT lainnya.

Diagnosis dan pengobatan apabila tidak ditangani dengan baik akan

menyebabkan prognosis penyakit yang semakin memburuk, menimbulkan efek samping

yang buruk serta resiko terkena penyakit yang lebih parah yaitu TB XDR. Penelitian

tentang karakteristik pasien TB yang mengalami TB MDR dilakukan karena masih

banyak nya kasus TB paru dan banyak dari pasien TB paru tersebut mengalami TB

MDR karena berbagai faktor yang melatarbelakanginya. Berdasarkan uraian diatas,

maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimanakah Karakteristik

Penderita TB yang di Diagnosis Multidrugs Resistant (MDR) di RSUD Arifin

Achmad Pekanbaru”
5

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Tujuan umum pada penelitian ini untuk mengetahui Gambaran Karakteristik

Penderita TB yang di Diagnosis Multi Drugs Resistant (MDR) di RSUD Arifin

Achmad Pekanbaru.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi karakteristik responden yang akan diteliti berdasarkan usia dan

jenis kelamin.

b. Mengidentifikasi hasil pemeriksaan GeneXpert/TCM penderita TB MDR.

c. Mengidentifikasi kriteria suspek penderita TB MDR.

d. Mengidentifikasi pengobatan penderita TB MDR

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi RSUD Arifin Achmad Pekanbaru

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi RSUD Arifin

Achmad Pekanbaru berupa informasi Gambaran Karakteristik Penderita TB yang di

Diagnosis Multi Drugs Resistant (MDR), sehingga dapat dijadikan sebagai bahan

pertimbangan dalam pembuatan program pencegahan penyakit TB MDR.

2. Bagi Fakultas Keperawatan Universitas Riau

Penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan atau literatur serta dapat

menambah referensi di perpustakaan untuk mahasiswa dan mahasiswi yang akan

melakukan penelitian selanjutnya.


6

3. Bagi Peneliti

Memberikan pengalaman bagi peneliti serta menambah ilmu pengetahuan

dalam melakukan penelitian dan juga sebagai salahsatu syarat untuk menyelesaikan

pendidikan di Fakultas Keperawatan Provinsi Riau.

Anda mungkin juga menyukai