Anda di halaman 1dari 55

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehamilan merupakan suatu proses pembuahan dalam rangka melanjutkan

keturunan sehingga menghasilkan janin yang tumbuh didalam rahim seorang wanita

(Waryono, 2010). Kehamilan bisa terjadi ketika adanya pertemuan antara sel telur

(ovum) dan sel sperma (spermatozoa) di ampula tuba yang sering dikenal dengan tahap

fertilisasi (Sutanto & Fitriana 2015). Kehamilan, melahirkan, dan menjadi seorang ibu

merupakan pengalaman penting dalam kehidupan seorang wanita dan sebagaimana

tahap transisi lain dalam fase kehidupan, pengalaman itu dapat pula menimbulkan rasa

cemas, sehingga respons yang terjadi dapat berupa kebahagiaan, maupun sebaliknya

(Elvira, 2016).

Kehamilan bagi setiap wanita merupakan hal yang sangat membahagiakan

sekaligus menggelisahkan. Membahagiakan karena akan melahirkan seorang anak

sebagai pelengkap dan penyempurna fungsinya sebagai wanita, namun juga

menggelisahkan karena ada perasaan takut dan cemas mengenai hal-hal yang buruk

yang dapat menimpa dirinya terutama pada saat proses persalinan (Sani, 2012). Secara

psikologis, ibu yang sedang hamil biasanya mengalami ketakutan, kecemasan, dan

berbagai emosi lain yang muncul secara tiba-tiba (Hawari, 2009). Perubahan psikologis

yang terjadi pada usia kehamilan trimester I, hal ini sering disebabkan karena

ketidaknyamanan fisik, misalnya tubuh yang dulu langsing kini membesar, sehingga

dapat menurunkan rasa percaya diri pada ibu hamil. Pada trimester III ibu hamil tidak

bisa untuk bergerak secara leluasa, mulai memikirkan persalinan dan khawatir pada

anak yang dilahirkan normal atau tidak (Reeder, 2013).


2

Kecemasan atau anxiety merupakan emosi dan pengalaman subjektif dari

seseorang. Emosi dan ketegangan yang memuncak menimbulkan kegelisahan dan

kehilangan kendali akibat adanya penilaian yang subjektif dari proses komunikasi

interpersonal yang dapat diartikan sebagai sebuah perasaan kekhawatiran yang tidak

jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya

(Kusumawati dan Hartono, 2011). Gejala cemas bisa berbeda-beda pada setiap individu

dan gangguan cemas lebih banyak terjadi pada wanita (30,5%) dari pada pria (19,2%)

(Sadock, 2015). Gejala cemas dapat berupa pusing, gemetaran, jantung berdebar,

perasaan ketakutan, merasa terancam dan gelisah (Nasir dan Muhith, 2011).

Kecemasan dapat menganggu aktivitas kehidupan sehari-hari pada ibu hamil dan

kehamilan merupakan salah satu sumber stressor kecemasan terutama pada ibu hamil

yang jiwanya masih labil (Usman, 2016).

Kecemasan pada ibu hamil merupakan reaksi ibu hamil terhadap perubahan diri

dan lingkungannya yang membuat perasaan tidak senang atau tidak nyaman yang

disebabkan oleh prasangka akan bahaya atau frustasi yang membahayakan, membuat

rasa tidak aman, keseimbangan atau kehidupan seorang individu atau kelompok

sosialnya (Mandagi, 2013). Setiap ibu hamil memiliki respon terhadap tingkat

kecemasan yang berbeda tergantung bagaimana ibu mempersiapkan kehamilannya,

karena tidak semua ibu hamil menyadari bahwa aspek fisik dan psikis adalah dua hal

yang terkait dan saling mempengaruhi (Saseno, 2013).

World Health Organization (WHO) (2016) mengatakan ada sebanyak 13% ibu

hamil yang mengalami kecemasan di dunia dan lebih tinggi angkanya di negara-negara

berkembang yakni sebanyak 15,6%. Di Indonesia dari 373.000 ibu hamil ada sekitar

107.000 ibu hamil (28,7%) diantaranya mengalami kecemasan dalam menghadapi

proses persalinan. Provinsi riau menjadi urutan ke 17 dari 34 provinsi yang mengalami
3

gangguan mental emosional, dan prevalensi ini naik dibandingkan tahun 2013, yakni

dibawah 5% menjadi diatas 10% (Riskesdas, 2018).

Laporan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2016 melaporkan

bahwa jumlah ibu hamil adalah 5.355.710 orang. Sedangkan untuk Provinsi Riau tahun

2016 jumlah ibu hamil adalah 168.336 orang. Provinsi Riau terdiri dari 12 kabupaten

dan diantara kabupaten tersebut jumlah ibu hamil terbanyak terdapat di Kota

Pekanbaru dengan jumlah ibu hamil 25.377 orang pada tahun 2017 (Dinkes Kota

Pekanbaru, 2017). Puskesmas Harapan Raya tahun 2019 dari bulan Januari-Juli jumlah

ibu hamil adalah 1.432 orang.

Penelitian Shodiqoh (2014) tentang perbedaan tingkat kecemasan dalam

menghadapi persalinan antara primigravida dan multigravida mengatakan tingkat

kecemasan pada kelompok responden yang berpendidikan terakhir SMP/sederajat

mengalami tingkat kecemasan ringan sebanyak 1 orang (14,3%), tingkat kecemasan

sedang sebanyak 1 orang (14,3%) dan tingkat kecemasan berat sebanyak 5 orang

(71,4%). Pada kelompok responden yang berpendidikan terakhir SMA/sederajat

mengalami tingkat kecemasan berat sebanyak 3 orang (28,6%), tingkat kecemasan

sedang sebanyak 8 orang (28,6%), dan tingkat kecemasan ringan sebanyak 17 orang

(60,7%). Pada kelompok responden yang berpendidikan terakhir Akademi/PT

mengalami tingkat kecemasan berat sebanyak 0 orang (0%), tingkat kecemasan ringan

sebanyak 3 orang (37,5%), dan tingkat kecemasan sedang sebanyak 5 orang (62,5%).

Penelitian lain yang dilakukan Anastasia (2013) dengan judul tingkat kecemasan

primigravida trimester III dalam menghadapi persalinan di BPM Sang Timur Klaten

mengatakan bahwa mayoritas responden dari segi karakteristik kecemasan dalam

menghadapi persalinan yang berada dalam kategori tidak ada kecemasan sebanyak 2
4

orang (6,7%), kecemasan ringan 9 orang (30%), kecemasan sedang 12 orang (40%),

kecemasan berat 7 orang (23,3%).

Kecemasan dan kekhawatiran pada ibu hamil jika tidak segera ditangani akan

membawa dampak dan pengaruh terhadap fisik dan psikis ibu maupun calon bayi

(Ibrahim, 2012). Kecemasan selama kehamilan akan berdampak pada kualitas tidur

ibu hamil, sehingga bisa berdampak buruk terhadap kesejateraaan janin dan ibu yang

akan mengakibatkan bayi lahir prematur dan bahkan bisa terjadi keguguran. Hal ini

terjadi karena dalam proses tidur ada pengaruh hormon melatonin (Komalasari, 2012).

Hormon melatonin merupakan hormon yang berperan dalam proses detoksifikasi

tubuh dan jika ibu hamil mengalami gangguan pada hormon ini dapat menyebabkan

kondisi kesehatan ibu hamil menjadi menurun emosi gampang meledak, kurang

bersemangat dalam melakukan aktivitas, depresi dan stress yang akan berdampak

buruk pada janin (Hani et al, 2010).

Penatalaksanaan terapi untuk mengurangi kecemasan dapat dilakukan secara

farmakologis dan non farmakologis (Sari, 2013). Penatalaksanaan terapi nyeri secara

farmakologis merupakan terapi yang menggunakan obat-obatan. Penggunaan obat-

obatan selama masa kehamilan sangat beresiko karena pada periode organogenesis

sedang berlangsung sehingga resiko terjadi cacat janin lebih besar. Sehingga pada fase

ini ibu hamil perlu berhati-hati karena dalam plasenta obat mengalami proses

biotransformasi, sebagai upaya perlindungan dan dapat terbentuk senyawa yang reaktif,

yang bersifat teratogenik/dismorfogenik. Obat- obat teratogenik atau obat-obat yang

dapat menyebabkan terbentuknya senyawa teratogenik dapat merusak janin dalam

pertumbuhan. Obat yang diberikan selama kehamilan harus sesuai dengan kebutuhan

ibu hamil tanpa menghasilkan komplikasi yang tidak diinginkan. Beberapa obat dapat

memberi risiko bagi kesehatan calon ibu dan dapat menyebabkan efek pada janin juga


5

selama trimester pertama, obat dapat menyebabkan cacat lahir (teratogenesis), dan

risiko terbesar adalah pada kehamilan 3-8 minggu. Selama trimester kedua dan ketiga,

obat dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan secara fungsional pada

janin atau dapat meracuni plasenta (Siregar, 2016).

Penatalaksanaan terapi kecemasan yang dianjurkan pada ibu hamil adalah

dengan cara non farmakologis. Terapi non farmakologis dapat dilakukan antara lain

dengan endorphin massage, hormon endorphin yang diproduksi tubuh bisa mengurangi

stres dan mengurangi kecemasan (Kartikasari & Nuryanti, 2016). Selain endorphin

massage ada juga terapi non farmakologis yang bisa dilakukan untuk mengurangi

kecemasan antara lain yoga, meditasi, distraksi dan relaksasi otot progresif (Soewondo,

2012).

Relaksasi otot progresif adalah teknik yang digunakan untuk menginduksi

keadaan relaksasi yang mendalam melalui keterlibatan ketegangan otot berurutan

sistemik (selama 5-7 detik) diikuti oleh relaksasi (selama 10-12 detik) (Sundram et al,

2016). Edmund Jacobson melakukan penelitian dan dilaporkan dalam sebuah buku

Progressive Relaxation yang diterbitkan oleh Chicago University Press pada tahun

1938 dimana salah satu tujuan relaksasi untuk mengurangi ketegangan otot (Jacobson,

1938 dalam Peciuliene et al, 2015). Selama intervensi ibu hamil dianjurkan untuk

mengambil napas dalam dan tahan selama kondisi ketegangan otot lalu buang napas

saat keadaan relaksasi. Teknik ini akan membantu ibu hamil untuk mendapatkan

manfaat dari latihan pernapasan dalam.

Penelitian Sutrisno (2017) mengemukakan ibu inpartu kala 1 sebanyak 100%

mengalami kecemasan berat sebelum dilakukan teknik relaksasi dan setelah dilakukan

teknik relaksasi sebanyak 42,5 % berada pada kecemasan sedang dan 57,1 % berada
6

pada kecemasan ringan. Berdasarkan analisa data membuktikan bahwa ada pengaruh

teknik relaksasi terhadap penurunan kecemasan ibu inpartu kala1 fase latin.

Penelitian Triana (2017) mengatakan bahwa kecemasan ibu primigravida

intranatal kala 1, sebelum dan sesudah dilakukan relaksasi otot progresif dari

sebelumnya cemas ringan 3 orang (6,5%), cemas sedang sebanyak 21 orang (45,7%)

dan cemas berat sebanyak 22 orang (47,8%). Setelah dilakukan terjadi penurunan

kecemasan sebanyak 23 orang (50,0%) cemas ringan dan sebanyak 23 orang (50,0%)

cemas sedang. Penelitian lain yang dilakukan oleh Sutira (2017) mengatakan bahwa

sesudah dilakukan relaksasi otot progresif sebelumnya dari cemas ringan sebanyak 2

orang (10%), cemas sedang 6 orang (30%) dan cemas berat 12 orang (60%). Setelah

dilakukan terjadi penurunan sebanyak 13 orang (65%) cemas ringan, dan sebanyak 7

orang (35%) cemas sedang. Kedua penelitian tersebut membuktikan bahwa terdapat

penurunan tingkat kecemasan yang signifikan antara sebelum dan sesudah dilakukan

relaksasi otot progresif.

Penelitian Rahmawati (2017) tentang pengaruh relaksai otot progresif terhadap

kecemasan ibu pre operasi section secarea diruang bersalin mengatakan tingkat

kecemasan pre test pada kelompok eksperimen dengan mean 39,62 dan kelompok

kontrol dengan mean 40,08 dan setelah dilakukan post test tingkat kecemasan pada

kelompok eksperimen berkurang dengan mean 25,85 dan tingkat kecemasan pada

kelompok kontrol dengan mean 37,23. Terdapat perbedaaan yang cukup signifikan

antara tingkat kecemasan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Penelitian lain

oleh Praptini (2014) yang berjudul pengaruh relaksasi otot progresif terhadap tingkat

kecemasan pasien kemoterapi di Rumah Singgah Kanker Denpasar mengatakan data

pada kelompok perlakuan menunjukkan sebelum diberikan latihan relaksasi otot

progresif sebagian besar responden mengalami kecemasan berat yaitu sebanyak 6


7

responden (55%), dan setelah dilakukan latihan relaksasi otot progresif sebanyak 6

kali (3 hari setiap pagi dan sore) didapatkan tidak ada responden yang mengalami

kecemasan berat (0%).

Penelitian yang dilakukan oleh Utami (2016) dengan judul efektifitas latihan

Progressive Muscle Relaxation (PMR) terhadap mual muntah kemoterapi pasien

kanker ovarium, didapatkan hasil latihan PMR efektif menurunkan mual muntah

kemoterapi pasien kanker ovarium dengan intensitas mual pada kelompok eksperimen

menurun dari 7,93 menjadi 3,93 dan intensitas muntah pada kelompok eksperimen

menurun dari 3,73 menjadi 1,53.

Berdasarkan paparan diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

tentang “Pengaruh relaksasi otot progresif terhadap tingkat kecemasan menghadapi

persalinan pada ibu hamil trimester III”

B. Rumusan Masalah

Kehamilan merupakan fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum di

ampula tuba dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi (Sarwono, 2011). Ibu hamil

sering mengalami masalah pada sistem muskuloskeletal, yakni merasakan nyeri pada

daerah punggung terutama punggung bagian bawah, bila nyeri punggung ini tidak

diatasi maka bisa mengganggu aktivitas sehari-hari. Untuk itu, penatalaksanaan non

farmakologis yang dapat dilakukan salah satunya dengan cara relaksasi otot progresif.

Berdasarkan paparan di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah “Adakah

pengaruh relaksasi otot progresif terhadap tingkat kecemasan menghadapi persalinan

pada ibu hamil trimester III”.


8

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh relaksasi otot progresif terhadap tingkat kecemasan

menghadapi persalinan pada ibu hamil trimester III.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran karakteristik ibu hamil meliputi, usia ibu, pendidikan,

pekerjaan, riwayat kehamilan dan usia kehamilan.

b. Mengidentifikasi tingkat kecemasan pada ibu hamil trimester III dalam

menghadapi persalinan sebelum dan sesudah diberikan tindakan relaksasi otot

progresif pada kelompok eksperimen.

c. Mengidentifikasi tingkat kecemasan pada ibu hamil trimester III dalam

menghadapi persalinan sebelum dan sesudah tanpa diberikan tindakan relaksasi

otot progresif pada kelompok kontrol.

d. Mengidentifikasi perbedaan tingkat kecemasan pada ibu hamil trimester III

dalam menghadapi persalinan sebelum dan sesudah diberikan tindakan relaksasi

otot progresif pada kelompok eksperimen dan tanpa diberikan tindakan

relaksasi otot progresif pada kelompok kontrol.

e. Menganalisis perbandingan tingkat kecemasan sesudah diberikan tindakan

relaksasi otot progresif antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut:

1. Bagi institusi kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang manfaat

relaksasi otot progresif dibidang kesehatan terutama pada ibu hamil trimester III
9

yang mengalami kecemasan sehingga dapat diaplikasikan dalam pemberian rencana

keperawatan.

2. Bagi institusi pendidikan

Penelitian ini dapat menjadi ilmu dan informasi terutama tentang manfaat relaksasi

otot progresif dibidang keperawatan.

3. Bagi ibu hamil

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu bentuk latihan fisik yang

bisa dilakukan oleh ibu hamil dalam mengurangi kecemasan menghadapi

persalinan.

4. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi dan data dasar

bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan relaksasi otot progresif terhadap

kecemasan ibu Post Sectio Caesaria.


10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Konsep Kehamilan

a. Definisi

Kehamilan merupakan suatu masa dimana adanya fetus atau embrio

didalam rahim seorang wanita. Kehamilan dimulai pada saat masa fertilisasi

hingga lahirnya janin, usia kehamilan normal sekitar 40 minggu dan tidak

melebihi 43 minggu terhitung mulai dari haid pertama haid terakhir (Kuswanti,

2014). Menurut Walyani (2015) Kehamilan merupakan sebuah proses fertilisasi

atau penyatuan sel sperma dari laki-laki dan sel ovum dari perempuan di ampula

tuba setelah terjadi fertilisasi dilanjutkan dengan proses implantasi atau nidasi.

Kehamilan merupakan masa dimana seorang wanita membawa embrio atau fetus

yang berada didalam uterusnya. (Hasan et al, 2017).

Usia kehamilan terhitung mulai dari Haid Pertama Haid Terakhir (HPHT),

usia kehamilan normal berlangsung selama 9 bulan 7 hari atau 40 minggu,

dihitung dari hari pertama haid terakhir. Kehamilan terbagi menjadi tiga periode

yang sering dikenal dengan istilah trimester. Pada masa trimester I usia

kehamilan 1-12 minggu, pada masa ini organ akan mulai terbentuk dan

berkembang. Pada masa trimester II usia kehamilan 13-27 minggu, dimana pada

masa ini merupakan tahap lanjutan dari proses tumbuh kembang organ pada janin

dan pada masa trimester III usia kehamilan 28 sampai dengan persalinan atau 28-

40 minggu, yang merupakan masa pertumbuhan perkembangan janin dan

persiapan kelahiran karena pada masa ini janin telah siap hidup di dunia luar

Rahim dengan atau tanpa bantuan medis (Ronald, 2011).


11

b. Tanda dan Gejala Kehamilan

Tanda-tanda kehamilan merupakan sekumpulan gejala yang terlihat pada

ibu hamil dan terjadi akibat adanya perubahan psikologi dan fisiologi pada masa

kehamilan (Nugroho, et al. 2014).

Menurut Dewi & Sunarsih (2011) ada beberapa tanda dan gejala yang

sering dialami wanita hamil. Berikut beberapa tanda dan gejala yang

menunjukkan kehamilan:

1) Tanda pasti kehamilan

a) Gerakan janin yang dapat dilihat/dirasa/diraba, juga bagian-bagian janin

b) Denyut jantung janin

(1) Didengar menggunakan stetoskop monoral Laennec

(2) Dicatat dan didengar menggunakan Doppler

(3) Dicatat dengan menggunakan feto Elektrokardiogram

(4) Dilihat pada hail Ultrasonografi (USG)

c) Terlihat tulang-tulang janin dalam poto rontgen

2) Tanda-tanda tidak pasti kehamilan (presumptive)

a) Amenorea

Normalnya seorang wanita yang tidak hamil akan mengalami haid

atau datang bulan, namun hal ini tidak terjadi pada wanita yang sedang

hamil dikarenakan adanya pertemuan antara sel telur dan sel sperma

dirahim seorang wanita. Sehingga pada seorang wanita yang hamil tidak

terjadi haid.

b) Mual dan muntah

Tanda-tanda ini juga dikenal dengan istilah morning sickness dan

dirasakan oleh 50% wanita hamil. Mual dan muntah ini terjadi karena ada
12

perubahan berbagai hormon dalam tubuh pada awal kehamilan. Adapun

respon masing-masing ibu hamilberbeda-beda ada yang ringan, sampai ada

yang berat. Bahkan bisa sampai muntah-muntah berat (hiperemesis

gravidarium).

c) Sering buang air kecil

Sering buang air kecil ini terjadi karena bertambahnya berat janin

dan rahim mulai membesar hal ini bisa menekan kandung kemih sehingga

ibu hamil cenderung sering buang air kecil. Tanda ini sering terjadi pada

saat usia kehamilan 6-8 minggu setelah pembuahan.

d) Susah buang air besar

Susah buang air besar terjadi karena kerja dari hormon progesteron

dimana hormon progesteron ini membuat kerja usus menjadi mengendur

sehingga kotoran susah keluar.

e) Membesarnya payudara

Meningkatnya hormon estrogen dan progesteron dapat

mempengaruhi perkembangan kelenjar susu sehingga payudara ibu hamil

akan tampak lebih besar, areola dan sekitar puting susu juga akan terlihat

lebih gelap.

f) Pigmentasi kulit

Pigmentasi kulit dipengaruhi oleh hormon kortikosteroid plasenta,

sering dijumpai di muka (chloasma gravidarum), aerola payudara, leher,

dan dinding perut (linea nigra=grisea).

g) Rahim dan perut membesar

Bertambahnya usia kehamilan dan berat janin akan membuat perut

ibu hamil akan semakin membesar.


13

3) Tanda-tanda kemungkinan hamil

a) Perut membesar

Gambar 1 Postur tubuh ibu hamil berdasarkan berat janin


Sumber: Wagei, 2001

b) Uterus membesar, terjadi perubahan dalam bentuk besar dan konsistensi

dari rahim

c) Tanda Hegar

Tanda ini biasanya ditemukan pada usia kehamilan 6-12 minggu,

yaitu adanya uterus segmen bawah rahim menjadi lebih lunak, terutama

daerah ismus.

d) Tanda Chadwick

Perubahan ini terjadi pada organ serviks dan vagina yang menjadi

kebiru-biruan. Perubahan ini terjadi karena adanya hipervaskularisasi yang

mengakibatkan vagina dan vulva tampak lebih merah dan kebiru-biruan

(livide).
14

e) Tanda Piscaseck

Adanya tempat yang tidak terisi pada rongga uterus karena embrio

bisaanya yang terletak disebelah atas, dengan bimanual akan terasa

benjolan yang asimetris.

f) Kontraksi-kontraksi kecil pada uterus bila dirangsang (Braxton Hicks)

Tanda ini khas untuk uterus dalam masa kehamilan. Ketika uterus

dirangsang maka uterus akan mudah berkontraksi. Waktu pemeriksaan

dalam atau palpasi dalam uterus yang tadinya lunak akan menjadi keras

karena berkontraksi (Ronald, 2011).

g) Reaksi kehamilan positif

Cara yang paling khas dan sering dilakukan ialah dengan

menentukan Human Chorionic Gonadotropin (HCG) pada kehamilan muda

adalah air kencing pertama pada pagi hari. Tes ini dapat menentukan

diagnosa kehamilan sedini mungkin.

c. Anatomi Fisiologi Kehamilan

Pada saat kehamilan sering terjadi perubahan pada tubuh ibu hamilyang

dapat menimbulkan ketidaknyamanan pada wanita hamil. Dimana rasa

ketidaknyamanan ini bisa membuat perubahan anatomi dan fisiologi pada ibu

hamil yang bekaitan dengan aspek emosional dalam masa kehamilan (Walsh,

2010).

Kehamilan merupakan masa perubahan bagi seorang wanita hamil,

dimana pada masa kehamilan akan banyak perubahan-perubahan yang terjadi

baik fisik maupun psikologis.


15

Menurut Dartiwen dan Nurhayati (2019) ada beberapa perubahan anatomi

dan fisiologi pada saat kehamilan yang sering dialami wanita hamil. Berikut

beberapa perubahan anatomi dan fisiologi pada saat kehamilan yaitu:

1) payudara

Gambar 2 Anatomi Mammae


Sumber: Cardozo Linda, 2004

Payudara akan membesar dan tegang akibat hormon somatomatropin,

progesterone dan estrogen, namun air susu belum keluar. Pada saat kehamilan

akan terbentuk lemak sehingga ukuran payudara wanita yang sedang hamil

akan menjadi lebih besar, aerola mengalami hiperpigmentasi. Pada usia

kehamilan 12 minggu keatas dari puting susu akan keluar cairan berwarna

putih jernih yang sering disebut colostrum.

2) Sistem reproduksi

Perubahan yang terjadi pada uterus pada awal kehamilan dikarenakan

pengaruh hormon estrogen dan progesterone yang meningkat. Pada kehamilan

8 minggu uterus mulai membesar. Minggu pertama ukuran istmus Rahim

bertambah panjang dan hipertropi sehingga terasa lebih lunak. Pada kehamilan

5 bulan rahim teraba seperti berisi cairan ketuban, dinding Rahim tipis
16

sehingga bagian janin dapat diraba melalui dinding perut, terbentuk segmen

atas rahim dan segmen bawah rahim.

Perubahan juga terjadi pada vagina dan vulva karena Adanya

hipervaskularisasi yang menyebabkan vulva dan vagina terlihat lebih merah,

kebiruan (livide) yang sering disebut dengan istilah Chadwick sign. Kebiruan

yang terjadi pada vagina disebabkan karena adanya perubahan pelebaran

pembuluh darah, selain itu vagina juga bisa mengalami edematous dan

hypertrophy yang disebabkan karena meningkatnya produksi asam laktat

karena kerja lactobaci Acidophilus.

3) Sistem kardiovaskular

Perubahan yang terjadi pada sistem kardiovaskuler yaitu cardiac

output dimana ini bisa terjadi karena penurunan darah arterial, tekanan

vascular dan peningkatan metabolisme darah. Pada saat usia kehamilan

memasuki trimester II ibu hamil sering mengeluh pusing dikarenakan rahim

semakin membesar dan menekan pembuluh darah besar sehingga

menyebabkan tekanan darah menurun dan tampak terjadi pembengkakan pada

wajah dan terutama terlihat pada ekstrimitas bawah ibu hamil seperti kaki

bagian bawah dan pergelangan kaki.

4) Sistem perkemihan

Progesteron dengan efek relaksan pada serabut-serabut otot polos

menyebabkan terjadinya dilatasi penekukan ureter dan pemanjangan.

Penumpukan urine terjadi didalam ureter bagian bawah dan penurunan tonus

otot kandung kemih dapat mengakibatkan pengosongan kandung kemih yang

tidak tuntas sehingga sering terjadi pielonefritis.


17

Pada akhir kehamilan ketika kepala janin mulai turun ke pintu atas

panggul keluhan sering kencing akan timbul kembali karena kandung kemih

mulai tertekan.

5) Sistem respirasi

Kebutuhan oksigen ibu hamil meningkat sebagai bentuk respons

terhadap percepatan laju metabolik dan peningkatan kebutuhan oksigen

jaringan payudara dan uterus. Janin membutuhkan oksigen agar dapat

membuang karbon dioksida. Peningkatan kadar esterogen menyebabkan

ligamentum pada kerangka iga berelaksasi sehingga ekspansi rongga dada

menjadi meningkat. Ibu hamil bernapas lebih dalam tetapi frekuensi napasnya

hanya sedikit meningkat. Peningkatan pernapasan yang berhubungan dengan

frekuensi napas menyebabkan peningkatan volume napas satu menit sekitar

26%. Peningkatan volume napas ini disebut dengan hiperventilasi kehamilan,

yang menyebabkan konsentrasi karbon dioksida di alveoli menurun. Pada saat

usia kehamilan memasuki trimester III akan terjadi kompensasi desakan rahim

dan kebutuhan oksigen meningkat.

6) Sistem integumen

Perubahan sistem integumen yang sering terjadi pada ibu hamil yaitu

hiperpigmentasi, peningkatan ketebalan kulit dan lemak sub dermal,

pertumbuhan rambut dan kuku, percepatan aktivitas kelenjar keringat dan

kelenjar sebasea, peningkatan sirkulasi dan aktivitas. Jaringan elastis kulit

mudah pecah dan mengakibatkan striae gravidarium.

Akibat peningkatan Melanocyt Stimulating Hormone (MSH) yang

merupakan perangsangan estrogen dan progesterone, terjadi perubahan deposit

pigmen dan hiperpigmentasi karena pengaruh MSH dan pengaruh kelenjar


18

suparenalis. Hiperpigmentasi ini terjadi pada striae gravidarium livide atau

alba, papilla mamae, aerola mamae, pipi (chloasma gravidarium), linea nigra,

setelah persalinan hiperpigmentasi akan menghilang.

7) Sistem gastrointestinal

Menurut Dartiwen dan Nurhayati (2019) ibu hamil mengalami mual

dan muntah atau Morning sicknes yang bisaanya terjadi mulai sejak awal

kehamilan. Pada usia kehamilan 14 minggu mual bisaanya sudah berakhir

namun ada beberapa kasus dapat berlanjut sampai kehamilan trimester II dan

III. Mual pada saat kehamilan masih dapat dikatakan normal karena adanya

perubahan hormonal.

8) Sistem endokrin

Korpus luteum dalam ovarium pada usia kehamilan minggu pertama

menghasilkan estrogen dan progesterone, dalam level ini memiliki fungsi

utama yaitu untuk mempertahankan pertumbuhan desidua dan mencegah

pelepasan serta pembebasan desidua tersebut. Sel-sel trofoblast menghasilkan

hormone korionik gonadotropin yang akan mempertahankan korpus luteum

sampai berkembang dan mengambil alih estrogen dan progesterone dari

korpus luteum.

9) Sistem muskuloskeletal

Gambar 3 Perubahan tulang punggung ibu hamil


Sumber: Reinhard Putz, 2006
19

Berat uterus dan janin bisa menyebabkan perubahan pada garis bentuk

tubuh dan titik pusat gaya gravitasi. Lengkung tulang belakang akan berubah

bentuk untuk menyesuaikan terhadap pembesaran abdomen dan menjelang

waktu kelahiran banyak ibu hamil yang memperlihatkan tubuh yang khas

seperti lordosis. Jaringan ikat pada persendian panggul akan melunak untuk

membantu dalam mempersiapkan persalinan.

Sikap tubuh lordosis merupakan keadaan yang khas pada ibu hamil

karena kompensasi posisi uterus yang membesar dan menggeser daya berat ke

belakang lebih tampak pada masa trimester III yang menyebabkan rasa sakit

bagian belakang karena meningkatnya beban berat dari janin dalam kandungan

yang dapat mempengaruhi bentuk tubuh ibu. Usia kehamilan yang semakin

hari semakin bertambah meningkatan tekanan pada ekstrimitas bawah ibu

seperti daerah kaki dan pergelangan kaki ibu hamil dan tidak jarang dapat

mengakibatkan edema pada tangan yang disebabkan oleh perubahan hormonal

akibat retensi cairan

d. Perubahan dan adaptasi psikologis dalam masa kehamilan

Menurut Dartiwen & Nurhayati (2019) perubahan psikologis pada masa

kehailan, yaitu:

1) Trimester I

Trimester pertama sering dipersepsikan sebagai masa penyesuaian.

Penyesuaian yang dilakukan oleh ibu adalah terhadap kenyataan kalau ia

sedang mengandung. Trimester pertama sering menjadi waktu yang sangat

menyenangkan untuk nelihat apakah kehamilan dapat berkembang dengan

normal. Pada awal kehamilan wanita terkadang merasa senang dan sedih,

biasanya juga sering disebabkan karena rasa mual, sering kencing, dan lelah.
20

Trimester pertama adalah saat yang special karena seorang ibu akan

menyadari kehamilannya. Seorang ibu akan mencari tanda-tanda untuk lebih

menyakinkan bahwa dirinya memang sedang mengandung, perubahan yang

terjadi pada wanita hamil akan selalu diperhatikan dengan seksama dan juga

akan mengalami ketakutan karena akan ada perubahan pada tubuhnya. Wanita

hamil akan merasa khawatir akan perubahan terhadap bentuk tubuh dan

psikologisnya, apalagi kalau multigravida yang mempunyai pengalaman pada

kehamilan yang lalu.

2) Trimester II

Trimester kedua sering dikatakan sebagai periode kesehatan yang baik,

yakni ketika wanita merasa nyamn dan bebas dari segala ketidaknyamanan

yang dialami saat hamil. Trimester kedua dibagi menjadi 2 fase yakni pra

quickening (sebelum adanya gerakan janin yang dirasakan ibu) dan pasca

quickening (setelah adanya gerakan janin yang dirasakan ibu). Pada fase ini

wanita hamil akan mengevaluasi kembali semua aspek hubungan yang ia jalani

dengan ibunya.

Sebagian besar wanita merasa lebih erotis selama trimester kedua.

Kurang lebih 80% wanita mengalami kemajuan yang nyata dalam hubungan

seksual mereka disbanding pada trimester pertama sebelum hamil. Trimester

kedua wanita hamil relative terbebas dari segala ketidaknyamanan fisik dan

ukuran perut belum menjadi besar. Lubrikasi vagina semakin banyak,

kecemasan, kekhawatiran dan masalah-masalah yang sebelumnya

menimbulkan ambivalensi pada wanita mereda.


21

3) Trimester III

Trimester ketiga sering disebut periode penantian dengan penuh

kewaspadaan. Pada periode ini wanita mulai menyadari kehadiran bayi sebagai

makhluk yang terpisah sehingga ia menjadi tidak sabar menanti kehadiran sang

bayi dan rasa cemas yang kadfang timbul karena bayi dapat lahir kapanpun.

Hal ini membuat wanita hamil ataupun suami berjaga-jaga sambil

memperhatikan dan menunggu tanda dan gejala persalinan.

Wanita hamil mungkin merasa cemas dengan kehidupan bayi dan

kehidupannya sendiri apakah bayinya dapat lahir secara normal atau malah

abnormal dan juga terkait proses persalinan dan kelahiran, apakah bayinya

mampu keluar karena perutnya sudah membesar atau organ vitalnya akan

mengalami cidera akibat tendangan bayi. Rasa cemas dan takut akan proses

persalinan dan kelahiran meningkat, yang menjadi perhatian yaitu rasa sakit,

kesehatan bayinya, luka saat melahirkan, kemampuan jadi ibu yang

bertanggung jawab dan bagaimana perubahan hubungan dengan suami

nantinya. Proses persalinan harus dijelaskan pada ibu hamil agar ia dapat

melalui proses persalinan dengan baik.

2. Konsep Cemas

a. Definisi Cemas

Kusumawati dan Hartono (2011) mengatakan kecemasan adalah emosi

dan pengalaman subjektif dari seseorang. Emosi dan ketegangan yang memuncak

menimbulkan kegelisahan dan kehilangan kendali akibat adanya penilaian yang

subjektif dari proses komunikasi interpersonal yang dapat diartikan sebagai

sebuah perasaan kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan

dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya.


22

Kecemasan adalah perasaan yang menetap berupa (was-was, khawatir,

dan cemas) yang merupakan respons terhadap ancaman yang akan datang yang

dianggap bahaya. Hal tersebut merupakan perasaan yang ditekan kedalam alam

sadar bila terjadi peningkatan akan adanya bahaya dari dalam (Ibrahim,2012).

b. Etiologi cemas

Penyebab kecemasan menurut Kusumawati dan Hartono (2011) adalah :

1) Faktor Predisposisi (Pendukung)

Ketegangan dalam kehidupan dapat berupa hal-hal sebagai berikut :

a) Peristiwa traumatik, berkaitan dengan krisis yang dialami individu baik

krisis perkembangan atau situasional.

b) Konflik emosional, yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan

baik.

c) Gangguan konsep diri, mengakibatkan individu tidak mampu berfikir secara

realita sehingga menimbulkan kecemasan.

d) Frustasi, akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil

keputusan yang berdampak terhadap ego.

e) Gangguan fisik, akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman

integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu.

2) Faktor Presipitasi

a) Ancaman terhadap integritas fisik, sumber internal meliputi : kegagalan

mekanisme fisiologis sistem imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis

normal (misalnya hamil). Sumber eksternal meliputi : paparan terhadap

infeksi virus dan bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan

nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal.


23

b) Ancaman terhadap harga diri, sumber internal meliputi : kesulitan dalam

berhubungan interpersonal dirumah dan tempat kerja, penyesuain terhadap

peran baru. Sumber eksternal meliputi: kehilangan orang yang dicintai,

perceraian, perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.

c. Tanda dan Gejala Kecemasan

Tanda dan gejala kecemasan menurut Nasir dan Muhith (2011) adalah:

1) Perasaan ketakutan

2) Perasaan kekhawatiran

3) Merasa terancam

4) Gugup

5) Terganggu berkonsentrasi

6) Merasa tegang dan gelisah

7) Antisipasi yang buruk

8) Cepat marah, resah

9) Merasa adanya tanda-tanda bahaya

10) Merasa seperti hilang dari pikiran kosong

11) Jantung berdebar

12) Berkeringat

13) Mual-mual atau pusing

14) Peningkatan frekuensi BAB atau diare

15) Sesak nafas, tremors, dan kejang

16) Ketegangan otot

17) Sakit kepala

18) Kelelahan, insomnia

19) Kurang percaya diri, tidak bisa tenang saat duduk berbicara cepat
24

d. Tingkat Kecemasan

Kecemasan (Anxiety) memiliki tingkatan, Tarwoto dan Wartonah (2010)

mengemukakan tingkat kecemasan diantaranya:

1) Cemas ringan

Berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa dalam kehidupan

sehari-hari. Keadaan cemas ringan ini lapangan persepsi melebar sehingga

individu menjadi waspada dan meningkatkan lapang persepsinya. Kecemasan

ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.

Kecemasan ringan mempunyai karakteristik sebagai berikut:

a) Respon fisik: ketegangan otot ringan, sadar akan lingkungan, rileks atau

sedikit gelisah, penuh perhatian, rajin.

b) Respon kognitif: lapang persepsi luas, terlihat tenang, percaya diri, perasaan

gagal sedikit, waspada dan memperhatikan banyak hal, mempertimbangkan

informasi, tingkat pembelajaran optimal.

c) Respon emosional: prilaku otomatis, sedikit tidak sadar, aktivitas

menyendiri terstimulasi, tenang.

2) Cemas sedang

Keadaan cemas sedang ini lapang persepsi terhadap masalah menurun,

individu lebih fokus pada hal-hal penting saat itu dan mengesampingkan hal

lain. Kecemasan sedang merupakan perasaan yang mengganggu bahwa ada

sesuatu yang benar-benar berbeda, individu menjadi gugup atau agitasi.

Respon cemas sedang adalah sebagai berikut:

a) Respon fisik : ketegangan otot sedang, tanda-tanda vital meningkat, pupil

dilatasi, mulai berkeringat, sering mondar-mandir, memukul tangan, suara

berubah (bergetar, nada suara tinggi), kewaspadaan dan ketegangan


25

meningkat, sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri

punggung.

b) Respon kognitif: lapang persepsi menurun, tidak perhatian secara selektif,

focus terhadap stimulus meningkat, rentang perhatian menurun,

penyelesaian masalah menurun, pembelajaran terjadi dengan memfokuskan.

c) Respon emosional: tidak nyaman, mudah tersinggung, kepercayaan diri

goyah, tidak sabar.

3) Cemas berat

Keadaan cemas berat ini lapang pandang sangat sempit, dan cenderung

hanya memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal yang penting.

Seseorang tidak mampu berpikir berat lagi dan membutuhkan lebih banyak

pengarahan dan tuntutan, memperlihatkan respon takut dan distress. Respon

cemas berat sebagai berikut:

a) Respon fisik: ketegangan otot berat, hiperventilasi, kontak mata buruk,

pengeluaran keringat meningkat, bicara cepat, nada suara tinggi, tindakan

tanpa tujuan, rahang menegang, mengertakan gigi, mondar-mandir,

berteriak, meremas tangan, gemetar.

b) Respon kognitif: lapang persepsi terbatas, proses berpikir terpecah-pecah,

sulit berfikir, penyelesaian masalah buruk, tidak mampu

mempertimbangkan informasi, hanya memperhatikan ancaman, preokupasi

dengan pikiran sendiri, egosentris.

c) Respon emosional: sangat cemas, agitasi, takut, bingung, merasa tidak

adekuat, menarik diri, penyangkalan.


26

4) Tingkat panik

Keadaan cemas tingkat panik ini lahan persepsi telah terganggu

sehingga individu tidak dapat menahan diri dan tidak dapat melakukan apa-

apa, walaupun telah diberikan pengarahan. Individu kehilangan kendali dan

detail perhatian hilang. Respon panik sebagai berikut:

a) Respon fisik: ketegangan otot sangat berat, agitasi motorik kasar, pupil

dilatasi, tanda-tanda vital meningkat kemudian menurun, tidak dapat tidur,

hormon stres dan neurotransmitter berkurang, wajah menyeringai, mulut

ternganga.

b) Respon kognitif: persepsi sangat sempit, pikiran tidak logis (terganggu),

kepribadian kacau, tidak dapat menyelesaikan masalah, focus pada pikiran

sendiri, tidak rasional.

c) Respon emosional: merasa terbebani, merasa tidak mampu, tidak berdaya,

lepas kendali, mengamuk, putus asa, marah, sangat takut, mengharapkan

hasil yang buruk, kaget, dan merasa kelelahan.

Skema 1
Rentang respon kecemasan (Tarwoto & Wartonah, 2010)

Respon adaptif Respon maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan menurut Lestari (2015)

adalah sebagai berikut:

1) Umur

Umur yang lebih muda lebih mudah menderita stress dari pada umur tua,

karena belum adanya mekanisme koping yang baik.


27

2) Keadaan fisik

Penyakit adalah salah satu faktor yang menyebabkan kecemasan, orang yang

terdiagnosa penyakit akan lebih mudah mengalami kecemasan dari pada yang

tidak sedang sakit.

3) Sosial budaya

Cara hidup orang dimasyarakat sangat memungkinkan timbulnya stres, orang

yang hidup teratur dan mengikuti peraturan akan sukar mengalami kecemasan.

Namun pada orang yang hidup tidak teratur maka akan sering mengalami

kecemasan. Demikian juga dengan orang yang keyakinan agamanya rendah.

4) Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap kecemasan karena berpengaruh

terhadap memberikan respon tentang sesuatu yang datang baik dari dalam

maupun dari luar. Orang memiliki pendidikan tinggi akan berespon lebih

rasional dibandingkan orang yang berpendidikan rendah atau tidaki

berpendidikan. Kecemasan adalah respon yang dapat dipelajari, dengan

demikian pendidikan yang rendah menjadi faktor penunjang terjadinya

kecemasan.

5) Tingkat pengetahuan

Pengetahuan merupakan salah satu penyebab kecemasan. Pengetahuan yang

rendah mengakibatkan seseorang mudah stres. Ketidaktauhan dan kurangnya

informasi terhadap suatu hal dianggap tekanan yang dapat mengakibatkan

krisis dan dapat menimbulkan kecemasan pada seseorang.


28

f. Proses terjadinya kecemasan

Menurut Safari dan Saputra (2009) secara teori kecemasan terjadi dengan

diawali oleh pertemuan individu dengan stimulasi yang berupa keadaan yang

berpengaruh dalam bentuk kecemasan (keadaan mengancam), yang secara

langsung atau tidak langsung hasil pengamatan atau pengalaman tersebut diolah

melalui proses kognitif dengan skemata (pengetahuan yang telah dimiliki individu

terhadap situasi tersebut yang sebenarnya mengancam atau tidak mengancam dan

pengetahuan tentang kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri dan keadaan

tersebut). Pengetahuan (skemata) tersebut tentunya akan mempengaruhi individu

untuk dapat membuat penilaian (hasil kognitif) sehingga respon yang akan

ditimbulkan tergantung seberapa baik individu tersebut dalam mengendalikan

dirinya.
29

Skema 2
Proses terjadinya kecemasan

Dialog internal dan pikiran individu

Stimulus

(berupa ancaman, baik secara langsung maupun


tidak langsung)

Skemata

(pengetahuan yang telah dimiliki individu terhadap situasi tersebut)

Proses kognitif Respon

Pengalaman kecemasan
Tidak mampu menerima yangsubjektif
Gangguan bawah sadar
pesan dan memberhentikan
pesan
Ganggaun sel saraf Kesiagaan otomatis

Koping individu
Gytus periatalis
Dapat mengendalika diri

Buruk Baik Gemetar

Cemas Hambatan dalam


brtindak

Sumber: Safaria dan Saputra (2009).


30

g. Skala Kecemasan

Menurut Hawari (2008), untuk mengetahui sejauh mana tingkat kecemasan

seseorang termasuk di kategori ringan, sedang, berat atau berat sekali digunakan

alat ukur yang dikenal dengan nama Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS). Skala

HARS merupakan pengukuran kecemasan yang didasarkan pada munculnya

simpton pada individu yang mengalami kecemasan. Alat ukur ini terdiri dari 14

kelompok gejala yang masing-masing kelompok dirinci lagi dengan gejala-gejala

yang lebih spesifik. Masing-masing kelompok gejala diberi penilaian angka (score)

antara 0-4, yang artinya nilai 0 berarti tidak aga gejala, nilai 1 gejala ringan, nilai 2

gejala sedang, nilai 3 gejala berat, nilai 4 gejala berat sekali.

Tabel 1
Alat Ukur Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS)

No Pertanyaan 0 1 2 3 4
1. Perasaan Ansietas
a. Cemas
b. Firasat Buruk
c. Takut Akan Pikiran Sendiri
d. Mudah Tersinggung
2. Ketegangan
a. Merasa Tegang
b. Lesu
c. Tak Bisa Istirahat Tenang
d. Mudah Terkejut
e. Mudah Menangis
f. Gemetar
g. Gelisah
3. Ketakutan
a. Pada Gelap
b. Pada Orang Asing
c. Ditinggal Sendiri
d. Pada Binatang Besar
e. Pada Keramaian Lalu Lintas
f. Pada Kerumunan Orang
Banyak
4. Gangguan Tidur
a. Sukar Masuk Tidur
b. Terbangun Malam Hari
c. Tidak Nyenyak
d. Bangun dengan Lesu
e. Mimpi Buruk
31

f. Mimpi Menakutkan
5. Gangguan Kecerdasan
a. Sukar Konsentrasi
b. Daya Ingat Buruk
6. Perasaan Depresi
a. Hilangnya Minat
b. Berkurangnya Kesenangan
Pada Hobi
c. Sedih
d. Bangun Dini Hari
e. Perasaan Berubah-Ubah
Sepanjang Hari
7. Gejala Somatik (Otot)
a. Sakit dan Nyeri di Otot-Otot
b. Kaku
c. Kedutan Otot
d. Gigi Gemerutuk
e. Suara Tidak Stabil
8. Gejala Somatik (Sensorik)
a. Tinitus
b. Penglihatan Kabur
c. Muka Merah atau Pucat
d. Merasa Lemah
e. Perasaan ditusuk-Tusuk
9. Gejala Kardiovaskuler
a. Takhikardia
b. Berdebar
c. Nyeri di Dada
d. Denyut Nadi Mengeras
e. Perasaan Lesu/Lemas Seperti
Mau Pingsan
f. Detak Jantung Menghilang
(Berhenti Sekejap)
10. Gejala Respiratori
a. Rasa Tertekan atau Sempit Di
Dada
b. Perasaan Tercekik
c. Sering Menarik Napas
d. Napas Pendek/Sesak
11. Gejala Gastrointestinal
a. Sulit Menelan
b. Perut Melilit
c. Gangguan Pencernaan
d. Nyeri Sebelum dan Sesudah
Makan
e. Perasaan Terbakar di Perut
f. Rasa Penuh atau Kembung
g. Mual
h. Muntah
i. Buang Air Besar Lembek
j. Kehilangan Berat Badan
k. Sukar Buang Air Besar
(Konstipasi)
32

12. Gejala Urogenital


a. Sering Buang Air Kecil
b. Tidak Dapat Menahan Air Seni
c. Amenorrhoe
d. Menorrhagia
e. Menjadi Dingin (Frigid)
f. Ejakulasi Praecocks
g. Ereksi Hilang
h. Impotensi
13. Gejala Otonom
a. Mulut Kering
b. Muka Merah
c. Mudah Berkeringat
d. Pusing, Sakit Kepala
e. Bulu-Bulu Berdiri
14. Tingkah Laku Pada Wawancara
a. Gelisah
b. Tidak Tenang
c. Jari Gemetar
d. Kerut Kening
e. Muka Tegang
f. Tonus Otot Meningkat
g. Napas Pendek dan Cepat
h. Muka Merah
Skor Total =

Penilaian derajat kecemasan:

Skor <14 = tidak ada kecemasan

14-20 = kecemasan ringan

21-27 = kecemasan sedang

28-41 = kecemasan berat

42-56 = kecemasan sangat berat


33

3. Konsep relaksasi otot progresif

a. Definisi

Relaksasi otot progresif adalah melepaskan dan menegangkan kelompok

otot secara berturut-turut. Relaksasi otot progresif pertama kali diperkenalkan

oleh Jacobson (1938) dan masih digunakan secara luas sampai saat ini. Perhatian

seseorang tertuju pada membedakan antara perasaan yang dialami ketika

kelompok otot rileks dan ketika tegang.

Relaksasi otot progresif merupakan teknik relaksasi yang sudah sering

digunakan masyarakat secara luas dengan gerakan yang sederhana. Gerakan

relaksasi otot progresif bertujuan untuk mendapatkan relaksasi pada otot. Proses

relaksasi dilakukan melalui dua cara, yaitu dengan memberikan tegangan pada

otot, dan menghentikan tegangan otot tersebut. Menghentikan tegangan otot

dilakukan dengan cara memusatkan perhatian terhadap bagaimana otot tersebut

menjadi rileks, merasakan sensasi rileks, dan merasakan ketegangan menghilang

(Richmond, 2007). Menurut National Safety Council (2004) Relaksasi Otot

Progresif (ROP) merupakan teknik relaksasi yang dapat meredakan ketegangan

otot yang terjadi ketika sadar. Relaksasi otot progresif dilakukan dengan

melakukan penegangan otot sesuai kemampuan kemudian mengurangi derajat

ketegangan dengan teknik pelepasan ketegangan.

Relaksasi otot progresif merupakan teknik relaksasi yang dilakukan

dengan mengencangkan otot dan kemudian melemaskan kelompok otot yang

berlainan (Hyman, 2006). Berdasarkan beberapa definisi yang telah dijabarkan,

dapat disimpulkan bahwa relaksasi otot progresif merupakan salah satu teknik

relaksasi yang dapat memberikan efek rileks. Relaksasi otot progresif dilakukan

dengan memberikan tegangan otot kemudian melepaskan tegangan secara


34

perlahan untuk dapat merasakan sensasi rileks, merasakan ketegangan

menghilang dan menjadi rileks.

b. Tujuan relaksasi otot progresif

Jacobson mengatakan adapun fungsi atau tujuan dari relaksasi otot

progresif sebagai berikut:

1) Menurunkan ketegangan otot

2) Menurunkan stres dan kecemasan

3) Menurunkan tekanan darah

4) Menurunkan rasa sakit atau nyeri

5) Menurunkan sesak

6) Bisa meningkatkan daya tahan tubuh

c. Indikasi relaksasi otot progresif

Relaksasi otot progresif merupakan salah satu intervensi keperawatan

yang dapat diberikan kepada ibu hamil trimester III untuk meningkatkan relaksasi

dan kemampuan pengelolaan diri. Latihan ini dapat membantu mengurangi

ketegangan otot, stres, nyeri, menurunkan tekanan darah, meningkatkan toleransi

terhadap aktivitas sehari-hari, meningkatkan immunitas, sehingga status

fungsional dan kualitas hidup meningkat (Smeltzer & Bare, 2008).

d. Prosedur dan teknik relaksasi otot progresif

Relaksasi otot progresif merupakan suatu prosedur untuk mendapatkan

relaksasi pada otot melalui dua cara, yaitu memberikan tegangan pada suatu

kelompok otot, dan menghentikan tegangan tersebut kemudian memusatkan

perhatian terhadap bagaimana otot tersebut menjadi rileks, merasakan sensasi

rileks, dan ketegangan menghilang (Gemilang, 2013). Menurut Rochmawati

(2015). Relaksasi otot progresif bisa dilakukan kapan saja, tanpa ada pembatasan
35

waktu sehingga dapat memberikan efek relaks jika gerakkan dilakukan dengan

benar. Rochmawati (2015) menganjurkan untuk melakukan latihan secara

bertahap gerakkan yang dilakukan bisa dibagi dalam 2 atau 3 sesi sesuai kondisi

dan kemampuan responden. Berdasarkan pertimbangan literatur, kondisi

responden maka penelitian memutuskan untuk melakukan latihan relaksasi otot

progresif sebanyak 3 kali latihan dalam waktu 1 minggu.

Menurut Setyoadi (2011) persiapan untuk melakukan teknik relaksasi otot

progresif ini yaitu:

1) Persiapan

Persiapan alat dan lingkungan : kursi, bantal, laptop, pengeras suara, serta

lingkungan yang tenang dan sunyi.

a) Pahami tujuan, manfaat, prosedur.

b) Posisikan tubuh secara nyaman yaitu berbaring dengan mata tertutup

menggunakan bantal di bawah kepala dan lutut atau duduk di kursi dengan

kepala ditopang.

c) Lepaskan aksesoris yang digunakan seperti kacamata, jam, dan sepatu.

d) Longgarkan ikat pinggang atau hal lain sifatnya mengikat.

2) Prosedur

gerakan pertama ditujukan untuk melatih otot tangan yang dilakukan

dengan cara menggenggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan. Pasien

diminta membuat kepalan ini semakin kuat sambil merasakan sensasi

ketegangan yang terjadi. Lepaskan kepalan tangan perlahan-lahan, sambil

merasakan rileks selama  10 detik. Prosedur serupa juga dilakukan pada

tangan yang lainnya. Lakukan gerakkan ini selama 1 menit.


36

Gambar 4 Gerakan pertama latihan relaksasi otot progresif


Sumber: Dokumentasi pribadi

Gerakan kedua adalah untuk melatih otot-otot bisep. Gerakan ini diawali

dengan mengepal kedua tangan kemudian membawa kedua kepalan tangan ke

pundak sehingga otot-otot bisep akan menjadi tegang. Lakukan penegangan otot

 10 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan

antara ketegangan otot dan keadaan rileks.

Gambar 5 Gerakan kedua latihan relaksasi otot progresif


Sumber: Dokumentasi pribadi

Gerakan ketiga adalah gerakan untuk melatih otot tangan belakang.

Gerakan ini dilakukan dengan cara menekuk kedua lengan ke belakang dan
37

lengan bawah, jari-jari menghadap ke langit-langit. Lakukan penegangan  10

detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara

ketegangan otot dan keadaan rileks yang dialami.

Gambar 6 Gerakan ketiga latihan relaksasi otot progresif


Sumber: Dokumentasi pribadi

Gerakan keempat dilakukan untuk melatih otot-otot bahu. Dilakukan

dengan cara mengangkat kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan menyentuh

kedua telinga. Fokus perhatian gerakan ini adalah kontras ketegangan yang terjadi

dipunggung atas leher dan bahu. Rasakan ketegangan otot-otot tersebut  10

detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara

ketegangan otot dan keadaan rileks.

Gambar 7 Gerakan keempat latihan relaksasi otot progresif


Sumber: Dokumentasi pribadi
38

Gerakan kelima sampai kedelapan adalah gerakan gerakan-gerakan yang

ditujukan untuk melemaskan otot-otot wajah. Otot-otot wajah yang dilatih adalah

otot-otot dahi, mata,mulut dan rahang. Gerakan untuk dahi dapat dilakukan

dengan cara mengerutkan dahi dan alis sampai otot-ototnya terasa dan kulitnya

keriput. Rasakan ketegangan otot-otot dahi selama  10 detik, kemudian

relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot

dan keadaan rileks.

Gambar 8 Gerakan kelima latihan relaksasi otot progresif


Sumber: Dokumentasi pribadi

Gerakan keenam ditujukan untuk mengendurkan otot-otot mata diawali

dengan menutup mata sekuat-kuatnya sehingga dapat dirasakan ketegangan

disekitar mata dan otot-otot yang mengendalikan gerakan mata. Lakukan

penegangan otot  10 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan

rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks.


39

Gambar 9 Gerakan keenam latihan relaksasi otot progresif


Sumber: Dokumentasi pribadi

Gerakan ketujuh dilakukan untuk mengendurkan otot-otot sekitar mulut.

Bibir dilebarkan sekuat-kuatnya sehingga akan dirasakan ketegangan disekitar

mulut. Rasakan ketegangan otot-otot sekitar mulut selama  10 detik, kemudian

relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot

dan keadaan rileks.

Gambar 10 Gerakan ketujuh latihan relaksasi otot progresif


Sumber: Dokumentasi pribadi

Gerakan kedelapan dilakukan untuk mengendurkan ketegangan yang

dialami oleh otot-otot rahang dengan cara mengatupkan rahang, diikuti dengan
40

menggigit gigi sehingga terjadi ketegangan disekitar otot rahang. Rasakan

ketegangan otot-otot tersebut  10 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-

lahan dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks.

Gambar 11 Gerakan kedelapan latihan relaksasi otot progresif


Sumber: Dokumentasi pribadi

Gerakan kesembilan dilakukan untuk merilekskan otot-otot leher bagian

belakang. Klien dipandu untuk mengekstensikan kepala atau menengadahkan

kepala ke belakang sehingga pasien dapat merasakan ketegangan dibagian

belakang leher dan punggung atas. Rasakan ketegangan otot-otot tersebut  10

detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara

ketegangan otot dan keadaan rileks.

Gambar 12 Gerakan kesembilan latihan relaksasi otot progresif


Sumber: Dokumentasi pribadi
41

Gerakan kesepuluh dilakukan dengan tujuan untuk melatih otot-otot leher

bagian depan. Gerakan ini dilakukan dengan cara membawa kepala kemuka atau

fleksi, kemudian klien diminta untuk menekuk leher sampai dagu menyentuh

dada. Sehingga dapat merasakan ketegangan didaerah leher bagian depan.

Rasakan ketegangan otot-otot tersebut  10 detik, kemudian relaksasikan secara

perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks.

Gambar 13 Gerakan kesepuluh latihan relaksasi otot progresif


Sumber: Dokumentasi pribadi

Gerakan kesebelas dilakukan dengan tujuan untuk melatih otot-otot

punggung dan otot perut. Gerakan ini dilakukan dengan cara mengangkat tubuh

dari sandaran kursi, kemudian punggung dilengkungkan, busungkan dada dan

tarik abdomen kedalam. Kondisi tegang dipertahankan selama  10 detik,

kemudian rileks. Pada saat rileks letakkan kembali tubuh ke kursi, sambil

membiarkan otot-otot menjadi lemas. Rasakan ketegangan otot-otot tersebut  10

detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara

ketegangan otot dan keadaan rileks.


42

Gambar 14 Gerakan kesebelas latihan relaksasi otot progresif


Sumber: Dokumentasi pribadi

Gerakan kedua belas dilakukan dengan tujuan untuk melatih otot-otot

paha, gerakan ini dapat dilakukan dengan cara mengangkat kaki dari lantai dan

meluruskan kaki , pada ujung kaki diekstensikan atau tekuk kebagian dalam dan

rasakan ketegangan selama  10 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-

lahan dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks.

Gambar 15 Gerakan kedua belas latihan relaksasi otot progresif


Sumber: Dokumentasi pribadi

Gerakan ketiga belas dilakukan dengan tujuan untuk melatih otot-otot

betis gerakan ini dapat dilakukan dengan cara mengangkat kaki dari lantai, pada
43

ujung kaki difleksikan atau tekuk kebagian luar dan rasakan ketegangan selama 

10 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan

antara ketegangan otot dan keadaan rileks.

Gambar 16 Gerakan ketiga belas latihan relaksasi otot progresif


Sumber: Dokumentasi pribadi

B. Kerangka konsep

Kerangka konsep merupakan suatu kaitan atau hubungan antara konsep satu

dengan konsep yang lainnya dari masalah yang diteliti. Kerangka konsep berguna

untuk menghubungkan ataupun menjelaskan secara menyeluruh tentang suatu topik

yang akan dibahas dari konsep teori dan ilmu yang dipakai sebagai panduan dari

penelitian (Setiadi, 2013).


44

Skema 3
Pengaruh relaksasi otot progresif terhadap tingkat kecemasan

Kecemasan Kelompok Kecemasan


sebelum perlakuan eksperimen setelah perlakuan
relaksasi otot perlakuan relaksasi otot
progresif pada relaksasi otot progresif pada
kelompok progresif kelompok
eksperimen(pre eksperimen (post
Ibu hamil
test) test)

kecemasan Kelompok kontrol: Kecemasan


sebelum tanpa ibu dianjurkan tanpa perlakuan
perlakuan untuk melakukan relaksasi otot
relaksasi otot hal yang biasa progresif pada
progresif pada dilakukan untuk kelompok
kelompok kontrol mengurangi kontrol (post
(pre test) kecemasan test)

C. Hipotesa penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara dari suatu penelitian, dalil sementara

atau patokan duga, yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut.

Setelah melalui pembuktian dari hasil penelitian, maka hipotesis ini dapat benar atau

salah, ditolak atau gagal ditolak (Setiadi, 2013). Menurut Ruslan (2013) hipotesis

adalah sebuah kesimpulan atau pendapat yang sifatnya masih sementara yang perlu

diuji kebenarannya.

a. Hipotesis Nol (Ho)

Tidak ada pengaruh relaksasi otot progresif terhadap tingkat kecemasan

menghadapi persalinan pada ibu hamil trimester III

b. Hipotesis Alternatif

Ada pengaruh relaksasi otot progresif terhadap tingkat kecemasan menghadapi

persalinan pada ibu hamil trimester III


45

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan rencana penelitian yang disusun sedemikian rupa

sehingga peneliti bisa terarahkan untuk mendapatkan jawaban terhadap pertanyaan

penelitian (Setiadi, 2013). Desain penelitian mengarah pada jenis atau macam penelitian

yang dipilih untuk mencapai tujuan penelitian, serta berperan sebagai alat dan pedoman

untuk mencapai tujuan penelitian. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan

desain penelitian quasy experiment dengan rancangan penelitian non-equivalent kontrol

group. Rancangan ini memberikan perlakuan pada kelompok eksperimen sedangkan

kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan. Pada kedua kelompok perlakuan diawali

dengan pengukuran awal (pre-test) dan setelah pemberian perlakuan dilakukan

pengukuran kembali (post-test) (Setiadi, 2013).

Untuk lebih jelasnya, rancangan penelitian dapat dilihat pada tabel

Tabel 2
Rancangan penelitian
Kelompok Pre-test Intervensi Post-test
Kelompok eksperimen 01 X 02
Kelompok kontrol 01 - 02
Sumber: notoatmodjo (2012)

Keterangan:

01: Pengukuran tingkat kecemasan pada ibu hamil trimester III saat pre-test pada

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

02: Pengukuran tingkat kecemasan pada ibu hamil trimester III saat post-test pada

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

X: Pemberian intervensi relaksasi otot progresif pada kelompok eksperimen


46

B. Lokasi dan waktu penelitian

1. Lokasi penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan diwilayah kerja Puskesmas Harapan Raya

Pekanbaru. Pertimbangan dilakukannya penelitian ini di Puskesmas Harapan Raya

karena berdasarkan data yang didapatkan oleh peneliti dari Dinas Kesehatan Kota

Pekanbaru tahun 2017 jumlah ibu hamil diwilayah kerja Puskesmas Harapan Raya

termasuk 5 besar jumlah kehamilan paling banyak di Pekanbaru dengan jumlah

2682 wanita hamil.

2. Waktu penelitian

Kegiatan penelitian ini dimulai dari pengajuan proposal penelitian sampai

seminar hasil penelitian yaitu dari bulan Juli sampai Desember 2019. Dapat dilihat

dari table berikut:

Tabel 3
rencana kegiatan dan waktu penelitian
Waktu Pelakanaan
Kegiatan
Juli Agustus September Oktober
Novembe Desembe
r r
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pengajuan
judul
Penyusunan
proposal
Seminar
Proposal
Izin Penelitian
Pengumpulan
Data
Pengolahan
data
Penyusunan
Laporan
Seminar Hasil
47

C. Populasi dan sampel

1. Populasi

Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas subjek atau objek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk mempelajari atau menjadi objek penelitian (Suprapto, 2017).

Menurut Ruslan (2013) populasi bisa diukur dengan suatu objek dan benda-

benda alam yang lain, populasi juga meliputi seluruh karakteristik atau sifat yang

dimiliki oleh suatu subjek atau objek. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh ibu

hamil di wilayah kerja Puskesmas Harapan Raya.

2. Sampel

Menurut Suprapto (2017) sampel merupakan bagian dari unit yang dimiliki

oleh populasi tersebut. Bila populasi besar dan penelitian tidak mungkin

mempelajari semua yang ada pada populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari

populasi harus betul-betul respentative (mewakili). Teknik yang digunakan untuk

pengambilan sampel pada penelitian ini adalah non-probability. Pemilihan sampling

yang digunakan adalah teknik purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel

dari populasi yang sesuai dengan kriteria peneliti berdasarkan tujuan ataupun

masalah penelitan (Notoatmojo, 2012).

Besar sampel yang digunakan yaitu 34 orang. Jumlah ini telah memenuhi

syarat jumlah sampel minimum yang harus dipenuhi dalam penelitian eksperimental

(Ruslan, 2013). Serta ditambah dengan antisipasi drop out sesuai dengan rumus

menurut Satroasmoro & Ismael (2014) yaitu:

n
n'=
n−f
48

30
n'=
(1−0,1)

n' =¿ 33,33 dibulatkan menjadi 34

Keterangan :

n' : Ukuran sampel setelah revisi

n : Besar sampel yang dihitung

1-f : Perkiraan proporsi drop out, yang diperkirakan 10% (f=0,1)

Semua responden yang diambil sebagai sampel dipilih sesuai dengan kriteria

inklusi sebagai berikut:

a. Ibu hamil dengan usia kehamilan >28 minggu yang ada diwilayah kerja

Puskesmas Harapan Raya

b. Ibu hamil yang mengalami kecemasan dalam menghadapi persalinan

c. Ibu hamil yang bersedia menjadi responden

Sedangkan kriteria eksklusi pada penelitian ini yaitu:

a. Ibu hamil yang memiliki riwayat penyakit kronis yang mengakibatkan kecemasan

D. Etika penelitian

Etika dalam penelitian merupakan salah satu hal yang penting dalam

pelaksanaan penelitian, karena penelitian keperawatan akan berhubungan secara

langsung dengan manusia. Etika penelitian harus sangat diperhatikan karena manusia

mempunyai hak asasi yang harus dihormati dalam kegiatan penelitian. Masalah etika

yang harus diperhatikan peneliti dalam melakukan penelitian menurut Hidayat (2011),

diantaranya yaitu:

1. Surat permohonan responden


49

Peneliti akan membuat surat pernyataan yang berisi penjelasan tentang

penelitian yang akan dilakukan, meliputi topik penelitian, tujuan penelitian serta

ketentuan-ketentuan untuk menjadi responden dalam penelitian.

2. Lembar persetujuan (Informed consent)

Informed consent merupakan suatu bentuk persetujuan antara peneliti dengan

responden yang akan diteliti dengan memberikan lembar persetujuan. Informed

consent diberikan sebelum penelitian dilaksanakan dengan memberikan lembar

persetujuan tersebut untuk mengetahui kesediaan subyek untuk menjadi responden

dalam penelitian. Tujuan dari informed consent itu sendiri adalah untuk memberikan

informasi kepada responden mengenai maksud dan tujuan penelitian serta responden

dapat mengetahui dampak dari penelitian yang dilaksanakan. Jika subyek bersedia,

maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak

bersedia, maka peneliti harus menghormatinya.

3. Tanpa nama (Anonimity)

Masalah dalam etika penelitian merupakan masalah yang memberikan

jaminan dalam penggunaan subyek penelitian dengan cara tidak memberikan atau

mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode

pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.

4. Kerahasiaan (Confidentiality)

Masalah kerahasiaan dalam etika penelitian merupakan masalah yang

memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah

lainnya. Semua informasi yang telah terkumpul akan dijamin kerahasiaannya oleh

peneliti.

5. Prinsip manfaat
50

Pada penelitian ini, responden berhak untuk memperoleh manfaat dari latihan

relaksasi otot progresif yang dilakukan. Prosedur relaksasi otot progresif yang

dilakukan merupakan tindakan keperawatan bersifat non invasif sehingga tidak

menimbulkan efek samping dan resiko cedera yang bisa merugikan responden.

E. Definisi operasional

Definisi operasional merupakan penjelasan semua variabel dan istilah yang akan

digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya dapat mempermudah

pembaca dalam memahami atau mengartikan makna penelitian tersebut (Setiadi, 2013).

Untuk lebih jelasnya definisi operasional dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4
Definisi operasional
Variabel Definisi operasional Alat ukur Skala Hasil ukur
Relaksasi Gerakan relaksasi otot Lembar Nominal 1. Dilakukan
otot progresif progresif dilakukan observasi 2. Tidak dilakukan
selama 10-15 menit
Kecemasan Cemas yang dirasakan ibu Hamilton Rasio Skor kecemasan
hamil trimester III Anxiety 1. Tidak ada
sebelum dan sesudah Rating kecemasan (<14)
diberikan perlakuan Scale 2. Ringan (14-20)
relaksasi otot progresif 3. Sedang (21-27)
(HARS).
pada kelompok 4. Berat (28-41)
eksperimen dan tanpa 5. Berat Sekali (42-
perlakuan pada kelompok 56)
kontrol

F. Alat pengumpul data

Jenis instrumen atau alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian

ini berupa kuesioner demografi, standar operasional prosedur (SOP) relaksasi otot

progresif, dan kuisioner dengan penjelasan sebagai berikut:

1. Kuesioner demografi

Kuesioner demografi bertujuan untuk mengetahui karakteristik responden, meliputi

pertanyaan umur, pendidikan, pekerjaan, dan paritas.


51

2. Standar Operasional Prosedur (SOP) relaksasi otot progresif

SOP relaksasi otot progresif berisi prosedur pelaksanaan metode relaksasi otot

progresif yang bertujuan untuk melihat tahapan dan teknik dari pelaksanaan

relaksasi otot progresif itu sendiri.

3. Skala pengukuran tingkat kecemasan

Pada penelitian ini penulis menggunakan kuisioner yang sudah baku yaitu kuisioner

Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS).

G. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dalam penelitian harus disusun secara sistematis

agar penelitian dapat berjalan dengan lancer sehingga tujuan dapat tercapai. Prosedur

penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan

Tahap Persiapan, peneliti terlebih dahulu menentukan masalah penelitian dan

mencari sumber studi kepustakaan, kemudian peneliti menyusun proposal untuk

mendapatkan persetujuan dari pembimbing dan izin penelitian dari pihak Fakultas

Keperawatan Universitas Riau. Peneliti juga telah menjalankan proses administrasi

untuk mengurus permohonan dengan memasukkan surat izin penelitian untuk

Fakultas Keperawatan Universitas Riau.

2. Tahap Pelaksanaan

Tahapan pelaksanaan adalah setelah mendapatkan persetujuan dari pihak

Fakultas Keperawatan Universitas Riau, peneliti melakukan pengecekan kriteria

inklusi dan eksklusi 1 hari sebelum pemberian perlakuan relaksasi otot progresif

dengan mendatangi Puskesmas Harapan Raya untuk meminta data dan alamat ibu

hamil trimester III agar bisa mengunjungi rumah calon responden serta menanyakan
52

beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan kriteria inklusi peneliti. Peneliti

menjelaskan tujuan, manfaat penelitian, prosedur, kontrak waktu serta menjamin

hak-hak responden dan dampak yang akan diperoleh responden jika berpartisipasi

dalam penelitian ini. Pada tahap ini peneliti akan melakukan pengukuran tingkat

kecemasan ibu hamil sebelum (pre test) dan sesudah (post test) baik itu pada

kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. Pada tahap ini peneliti mengajak

1 teman yang berperan sebagai asisten. Sebelum diajak turun menemui responden

asisten sudah diberi tahu oleh peneliti tentang konsep, tujuan, manfaat serta setiap

gerakkan relaksasi otot progresif dimana pada saat pelaksanaan pemberian

perlakuan relaksasi otot progresif asisten akan mengamati setiap gerakan yang

dilakukan ibu hamil apakah sudah benar atau belum.

3. Tahap Akhir

Setelah proses pengumpulan data selesai, peneliti melakukan analisa dengan

menggunakan uji statistik yang sesuai dengan data dan diakhiri dengan penyusunan

laporan hasil penelitian dan penyajian hasil penelitian.


53

Skema 4
Tahap Pelaksanaan Pengumpulan Data

Pengumpulan data

Kelompok eksperimen Kelompok kontrol

Pre test Pre test


Mengukur tingkat kecemasan ibu hamil Mengukur tingkat kecemasan ibu hamil
menggunakan kuisioner HARS yang sudah menggunakan kuisioner HARS yang sudah
disiapkan oleh peneliti disiapkan oleh peneliti

Pelaksanaan
Pelaksanaan
- Menyiapkan ruangan yang membuat ibu nyaman
Mengingatkan wanita hamil untuk
dan relaks
melakukan kegiatan atau cara yang biasa
- Peneliti mencontohkan terlebih dahulu dari setiap
dilakukan untuk mengurangi kecemasan
gerakan relaksasi otot progresif
yang ibu hamil alami
- Ibu hamil akan melakukan gerakan relaksasi otot
progresif, peneliti menjadi instruktur dan 1
asisten peneliti mengawasi setiap gerakan yang Post test
dilakukan wanita hamil saat melakukan relaksasi Setelah 3 hari responden kembali mengisi
otot progresif kuisioner HARS untuk mengukur tingkat
- Ibu hamil melakukan relaksasi otot progresif kecemasan ibu hamil (post test) kemudian
mulai dari gerakan pertama sampai gerakan peneliti melakukan pengecekan untuk
ketiga belas selama 10-15 menit melengkapi isi kuisioner

Post test
Setelah 3 hari melakukan relaksasi otot progresif
responden kembali mengisi kuisioner HARS untuk
mengukur tingkat kecemasan ibu hamil (post test)
kemudian peneliti melakukan pengecekan untuk
melengkapi isi kuisioner

Hasil Dianalisis Hasil


54

H. Pengolahan data

1. Pengolahan data

Data terolah terlebih dahulu sebelum dilakukan analisa untuk mengubah

data menjadi informasi. Informasi yang diperoleh digunakan untuk proses

pengambilan keputusan. Setelah peneliti mengumpulkan data, data lalu

diklasifikasikan dalam beberapa kelompok variabel-variabel yang ada dalam

pernyataan kemudian diolah dengan menggunakan program komputer, dengan

langkah-langkah sebagai berikut (Hidayat, 2011).

a. Editing

Data yang sudah dikumpulkan oleh peneliti diperiksa kembali untuk

memastikan kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan. Data yang

diperoleh berupa kelengkapan data karakteristik responden, serta pengukuran

skala nyeri pada ibu hamil sebelum dan sesudah diberikan intervensi/perlakuan.

b. Coding

Coding adalah kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data

berbentuk angka. Peneliti memberi angka 1 pada kelompok eksperimen dan

angka 2 pada kelompok kontrol.

c. Entry

Data yang sudah dikumpulkan peneliti dimasukkan kedalam komputer

lalu dianalisa menggunakan program yang ada didalam komputer.

d. Cleaning
55

Data yang sudah dikumpulkan peneliti dicek kembali kelengkapannya,

sehingga data siap untuk dianalisa.

e. Processing

Selanjutnya data diproses dengan mengelompokkkan data kedalam

variabel yang sesuai

f. Analyzing

Melakukan analisa data baik secara univariat dan bivariat

I. Analisis data

1. Analisis univariat

Analisis univariat dilakukan untuk menjelaskan atau menggambarkan

karakteristik setiap variabel penelitian. Analisis univariat digunakan untuk

mengetahui gambaran tentang distribusi karakteristik responden (data umum) yaitu

pada umur ibu, tingkat pendidikan dan pekerjaan.

2. Analisis bivariat

Hastono (2007) mengatakan analisis bivariat bisa digunakan untuk

mengetahui apakah ada hubungan yang signifikan antara dua variabel yakni variabel

independen dan variable dependen, atau bisa juga digunakan untuk mengetahui

apakah ada perbedaan yang signifikan antara dua atau lebih kelompok (sampel).

Uji hipotesis yang digunakan pada penelitian ini adalah Dependent sample t

Test dan Indepentent t Test dengan nilai α 0,05.

Anda mungkin juga menyukai