Anda di halaman 1dari 12

PROPOSAL PENELITIAN

EFEKTIVITAS SATASIMA (SARUNG TANGAN REFLEKSI MANUAL)


TERHADAP GEJALA PARESTESIA TANGAN DAN KAKI
PADA PASIEN DIABETES MELLITUS

Disusun oleh:

RAHMAT NOVRIANSYAH
NIM.1811165701

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes mellitus (DM) saat ini termasuk salah satu penyakit tidak

menular (PTM) paling umum dan menjadi masalah kesehatan yang serius

serta paling banyak dijumpai di seluruh dunia. World Health Organization

(WHO) tahun 2016 dan juga Perkumpulan Endrokrinologi Indonesia

(Perkeni) tahun 2015 menerangkan bahwa DM merupakan penyakit

metabolik kronis dengan karakteristik hiperglikemia (kelebihan glukosa

dalam darah) yang terjadi ketika tubuh tidak bisa secara efektif

menggunakan insulin (hormon yang mengatur kadar glukosa darah), tidak

memproduksi cukup insulin, atau tidak memproduksi insulin sama sekali

sesuai dengan jenis atau tipe DM itu sendiri.

Tipe DM berdasarkan kategori utamanya diklasifikasikan menjadi

dua tipe, yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2. DM tipe 1 disebut

Juvenille/Chilhood-Onset Diabetes atau lebih dikenal dengan Insulin

dependent, ditandai dengan kurangnya produksi insulin. DM tipe 2

disebabkan karena tidak efektifnya sel tubuh dalam menggunakan insulin

yang ada, oleh sebab itu DM tipe 2 ini disebut Non-Insulin-Dependent atau

Adult-Onset Diabetes (Kemenkes RI, 2014). Diantara kedua tipe tersebut,

DM tipe 2 merupakan penyakit yang paling banyak ditemukan di dunia,

yaitu mencapai 90% dari total seluruh kasus DM (Kemenkes RI, 2016).

Prevalensi DM di dunia terus meningkat setiap tahunnya,

International Diabetes Federation (IDF) melaporkan bahwa pada tahun


2017 penderita DM dengan rentang umur 20-79 tahun berjumlah sekitar

425 juta orang dan pada tahun 2045 diperkirakan dapat mencapai 629 juta

orang. Prevalensi DM di Indonesia juga menunjukkan angka yang tinggi

yaitu 10 juta kasus sehingga menempatkan Indonesia menjadi negara yang

memiliki penderita DM terbanyak ke-7 di dunia (IDF, 2017)

Di Pekanbaru Riau, penyakit DM menduduki peringkat ke-2

terbanyak setelah Hipertensi dilihat dari 10 besar kunjungan kasus PTM di

Puskesmas se kota Pekanbaru tahun 2017 dengan jumlah 13.006 orang

dimana dari 10 penyakit terbesar di Puskesmas Harapan Raya, kunjungan

pasien DM berada pada peringkat ke-2 dengan jumlah kunjungan 1134

orang pada tahun 2017 dan pada tahun 2018 jumlah kunjungan meningkat

menjadi 1212 orang (Dinkes Kota Pekanbaru, 2018).

Tingginya jumlah penderita DM di Pekanbaru, disebabkan oleh

faktor obesitas dan juga gaya hidup yang tidak baik seperti jarang

berolahraga serta diet yang tidak sehat (Qiao, Q., et al, 2015). Hasil

penelitian yang dilakukan Hasneli (2009) tentang “The effect of health

belief model on dietary behavior to prevent complications of DM type 2”

menyatakan bahwa peningkatan jumlah pasien DM di kota Pekanbaru

disebabkan karena gaya hidup atau pola hidup masyarakatnya yang kurang

sehat, terutama karena mayoritas masyarakat pekanbaru yang bersuku

Minang dan Melayu cenderung menyukai makanan berminyak atau

bersantan yang mengandung kadar kolesterol tinggi. Seiring dengan

meningkatnya prevalensi DM pada masyarakat, maka dapat

mengakibatkan peningkatan angka kejadian komplikasi yang menyertai

penyakit ini.
Komplikasi DM berdasarkan onset kejadiannya diklasifikasikan

menjadi dua kategori, yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronik.

Komplikasi akut merupakan kondisi kadar gula darah yang secara tiba-tiba

mengalami peningkatan sampai pada kadar diatas normal (Hiperglikemi)

atau bahkan turun dibawah batas normal (hipoglikemi) dimana kedua

kondisi ini bersifat emergency, tetapi tidak akan menimbulkan dampak

serius atau merusak organ lain jika dilakukan resusitasi glukosa darah

secara cepat dan tepat. Komplikasi kronik merupakan kondisi kadar

glukosa dalam darah yang tidak terkendali dan berlangsung lama (lebih

dari 5 tahun) yang melemahkan dan merusak dinding pembuluh darah,

baik pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) maupun pembuluh darah besar

(makrovaskuler). Kerusakan pada dinding pembuluh darah kecil atau

pembuluh kapiler yang menutrisi sel saraf dapat menyebabkan kerusakan

saraf seperti neuropaty diabetik. Jika kerusakan pembuluh darah kecil

terjadi pada ginjal, dapat terjadi nefropaty serta retinopaty jika terjadi pada

mata. Kerusakan pada pembuluh darah besar dapat menyebabkan

aterosklerosis yang mengakibatkan terjadinya penyakit jantung koroner,

hipertensi, stroke, dan gangguan sirkulasi ke perifer; tangan dan kaki

(Krisnatuti, Yenrina & Rajmida, 2014).

Gangguan sirkulasi ke perifer tangan dan kaki merupakan

komplikasi mikrovaskuler yang paling sering dialami pasien DM. Hasil

riset yang dilakukan oleh Yuhelma, Hasneli, dan Nauli (2015) tentang

“Identifikasi dan analisis komplikasi makrovaskuler dan mikrovaskuler

pada pasien diabetes mellitus” menyatakan bahwa sebagian responden usia

dewasa akhir mengalami komplikasi mikrovaskuler lebih tinggi (80%)


dibandingkan makrovaskuler (44.6%) dengan Odds Ratio 3,467 yang

artinya usia dewasa akhir memiliki risiko terkena komplikasi mikrovaskuler

dan makrovaskuler 3,467 kali lebih besar dibandingkan usia dewasa awal

dimana angka kejadian komplikasi yang paling banyak dialami pasien DM

adalah komplikasi mikrovaskuler.

Salah satu manifestasi klinis komplikasi mikrovaskuler adalah

gejala parestesia berupa sensasi kebas, kaku, dingin, kulit serasa ditusuk-

tusuk jarum seperti tersengat listrik atau pada masyarakat umum dikenal

dengan istilah kesemutan. Gejala ini merupakan sensasi abnormal yang

tidak menyenangkan dan sangat mengganggu terutama bila frekuensi

kejadiannya sering berulang pada pasien DM. Hal ini terjadi karena kadar

glukosa dalam darah yang tidak terkendali pada pasien DM dapat merusak

serabut saraf dan menghasilkan sensasi kesemutan pada area yang

mengalami kerusakan pada sel sarafnya (Black & Hawks, 2014).

Kerusakan saraf yang diawali dari gangguan pembuluh darah

kapiler dan rusaknya pembuluh darah tepi ini dapat dicegah dengan

pengendalian DM yang baik yaitu menjaga kadar gula darah berada dalam

rentang normal, gula darah puasa >100 mg/dl, gula darah biasa >126 mg/dl,

gula darah sesudah makan >200 mg/dl (Darryl & Barnes, 2012). Upaya

yang dapat dilakukan tentu dengan menjaga pola makan serta konsultasi

dengan tim ahli untuk mendapatkan terapi medis yang tepat, baik berupa

terapi farmakologi maupun terapi non farmakologi yang ada.

Berbagai bentuk terapi non farmakologi dalam mengatasi masalah

terkait DM telah banyak dikembangkan, mulai dari pengobatan herbal yang

menjadi terapi pendamping dalam membantu menurunkan kadar gula darah,


sampai pada metode serta alat yang secara khusus dirancang untuk

menurunkan gejala komplikasi DM dan memperbaiki fungsi pankreas

sebagai organ penting terkait penyakit DM. Diantara metode tersebut adalah

metode reiki, akupunktur, akupresur dan juga pijat refleksi.

Pijat refleksi merupakan suatu cara penyembuhan penyakit melalui

pemijatan pada urat saraf tertentu untuk memperlancar peredaran darah.

Sistem saraf adalah sistem organ yang terdiri atas sel-sel saraf yang saling

terhubung dan tersebar hampir pada seluruh bagian tubuh. Daerah refleksi

merupakan daerah titik urat saraf diseluruh organ yang berhubungan

(Mahendra & Ruhito, 2009). Teori refleksologi menyatakan bahwa titik-titik

refleksi di telapak kaki berhubungan dengan seluruh organ tubuh, seperti

kandung kemih, usus, lambung, hati, ginjal, limfa, pankreas dan jantung.

Pijat refleksi pada telapak kaki selain dapat memperlancar peredaran darah

pada area tersebut juga dapat berefek pada fungsi organ lain yang

berhubungan, sehingga pijat refleksi tidak hanya bisa menghilangkan gejala

penyakit, tapi penyebab gejalanya juga dapat dihilangkan

(Mangoenprasodjo & Hidayati, 2005).

Penyebab gejala diabetes dapat berawal dari menurunnya fungsi

organ pankreas. Pijat refleksi yang dilakukan pada telapak tangan di area

titik organ bermasalah tersebut akan memberikan rangsangan atau stimulus

pada pankreas agar menjadi aktif untuk memproduksi insulin melalui titik-

titik saraf tersebut.

Penelitian yang dilakukan Hasneli, Y. (2015) “Pengaruh pijat

refleksi SATASIMA terhadap sensitivitas & peredaran darah kaki & tangan

pasien diabetes mellitus tipe 2”, didapatkan hasil bahwa terapi pijat refleksi
dapat membantu dalam memperbaiki peredaran darah yang terganggu dan

dapat meningkatkan sensitivitas tangan dan kaki pada pasien DM.

Penelitian lain terkait pijat refleksi yang dilakukan oleh Silva, Chaves, L

Carvalho, Lunes, dan E Carvalho (2015) membuktikan bahwa pijat refleksi

bermanfaat dalam menurunkan angka kejadian kerusakan kaki pada pasien

diabetes mellitus tipe 2. Hal ini menunjukkan bahwa penekanan pada titik

tertentu bermanfaat dalam meningkatkan respon saraf sebagai bagian sistem

metabolisme tubuh, sehingga kinerja dan fungsi organ tersebut dapat lebih

optimal.

Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti memalui wawancara

terhadap 15 orang penderita diabetes yang berobat di Puskesmas Harapan

Raya pada tanggal 9 Maret s.d. 12 Maret 2019 didapatkan data bahwa 9 dari

15 orang diantara mereka sering mengalami gejala parestesia dan 13 dari 15

diatara mereka tidak mengetahui bahwa gejala komplikasi DM yang mereka

alami dapat diberikan terapi refleksi dengan tujuan untuk memperlancar

peredaran darah, meningkatkan sensitivitas ekstremitas, merangsang

produksi insulin, mencegah komplikasi mikrovaskuler serta menurunkan

gejala klinis neoropaty termasuk gejala parestesia yang sering dialami.

Berdasarkan uraian diatas, telah banyak cara pengobatan dilakukan.

Salah satu upaya tersebut adalah mengontrol gula darah. Terapi modern

dilakukan dengan menggunakan obat dan diet. Namun, terapi tersebut

menimbulkan pengaruh yang berbeda pada setiap orang. Pengobatan

farmakologi memiliki efek samping yang dapat membahayakan terhadap

kesehatan penderita. Adanya komplikasi DM yang dialami terkadang akan

menambah jumlah dan jenis obat yang dikonsumsi penderita untuk


mengurangi gejala yang dirasakan, sehingga berisiko dalam meningkatkan

efek samping bagi penderita DM. Terapi pijat refleksi dapat menjadi

pengobatan alternatif dalam mengatasi penyakit DM dan juga komplikasi

yang dialami penderita. Pengobatan dengan terapi pijat refleksi pada tangan

menggunakan SATASIMA (Sarung Tangan Refleksi Manual) merupakan

terapi yang dapat dilakukan dengan mudah dan ekonomis. Pengguanaan alat

serta metodenya yang praktis memungkinkan penderita DM untuk lebih

mudah melakukan terapi secara mandiri dirumahnya, terutama bagi

penderita DM yang telah mengalami hambatan atau penurunan pada fungsi

tubuhnya. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

tentang “Efektivitas SATASIMA (Sarung Tangan Refleksi Manual) terhadap

gejala parestesia tangan dan kaki pada pasien diabetes”.


B. Rumusan Masalah Penelitian

Peningkatan prevalensi DM berdampak pada tingginya angka

komplikasi DM yang terjadi. Komplikasi DM yang paling umum dialami

adalah neuropati diabetik yang dapat menimbulkan gejala parestesia

terutama pada tangan dan kaki berupa sensasi dingin, kaku, tangan terasa

menebal, serasa ditusuk-tusuk jarum, dan bahkan nyeri yang dapat

mengganggu kenyamanan dan mengurangi kualitas hidup penderita DM.

Berdasarkan data dan masalah yang telah diuraikan diatas, dapat

disimpulkan bahwa pasien diabetes sangat membutuhkan pengetahuan dan

intervensi untuk pencegahan dan penanganan komplikasi DM tersebut,

sehingga diharapkan dapat meningkatkan rasa nyaman, pencegahan injury

dan akhirnya kualitas hidup penderita DM dapat meningkat. Untuk itu

rumusan masalah penelitian ini adalah “Apakah SATASIMA efektif

terhadap gejala parestesia pada tangan dan kaki pasien diabetes?”.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan penelitian diatas, maka tujuan penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas

SATASIMA terhadap gejala parestesia pada tangan dan kaki pasien

diabetes.

2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui karakteristik responden meliputi kelompok

umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir, pekerjaan, suku, lama

menderita DM, serta obat yang dikonsumsi dalam 1x24 jam pada

kelompok eksperimen dan kelompok control.

b. Membandingkan frekuensi, durasi dan kualitas gejala parestesia

pre test dan post test pada kelompok eksperimen dengan

menggunakan SATASIMA.

c. Membandingkan frekuensi, durasi dan kualitas gejala parestesia

pre test dan post test pada kelompok kontrol tanpa menggunakan

SATASIMA.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi perkembangan ilmu keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber informasi

dalam pengembangan ilmu pengetahuan tentang pengobatan

komplementer khususnya pijat refleksi. Penerapan pijat refleksi

khususnya SATASIMA dalam ilmu keperawatan untuk mengatasi gejala

parestesia pasien DM.

2. Bagi institusi yang menjadi tempat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran

tentang manfaat SATASIMA pada penderita DM yang dapat dijadikan

dasar dalam mendukung upaya preventif dan promosi kesehatan yang

menjadi program institusi.

3. Bagi masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu masyarakat dalam

mengatasi DM dan mencegah komplikasi DM, sehingga kualitas hidup

masyarakat dapat meningkat.


4. Bagi peneliti berikutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi

penelitian yang lebih mendalam bagi peneliti selanjutnya mengenai

pengobatan alternatif dengan menggunakan pijat refleksi khususnya

SATASIMA (Sarung Tangan Refleksi Manual).

DAFTAR PUSTAKA
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Menejemen Klinis
Untuk Hasil Yang di Harapkan. Edisi 8. Jakarta: Salemba Medika.

Darryl & Barnes. (2012) Diabetes panduan untuk mengendalikan glukosa darah.
Yogyakarta: Citra Aji Parama.

Dinkes KP. (2018). Profil kesehatan kota Pekanbaru tahun 2018. Pekanbaru: Dinkes Kota
Pekanbaru

IDF (International Diabetes Federation). (2017). Diabetes atlas. (8th ed). Diperoleh tanggal
10 Maret 2019 dari www.diabetesatlas.org.

Kemenkes RI. (2016). Menkes: Mari kita cegah diabetes dengan cerdik. Biro komunikasi
dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Diperoleh tanggal 11 Maret
2019 dari http://www.depkes.go.id/article/print/16040700002/menkes-mari-kita-
cegah-diabetes-dengan-cerdik.html.

Krisnatuti, D., Yenrina, R., Rasjmida, D. (2014). Diet sehat untuk penderita diabetes
mellitus. Jakarta: Penebar Swadaya.

Mahendra, B., & Ruhito, F. (2009) Pijat kaki untuk kesehatan. Jakarta: Penebar Plus+.

Mangoenprasodjo, A. S., & Hidayati, S. M. (2015). Terapi alternative dan gaya hidup
sehat. Yogyakarta: Pradipta Publishing.

Perkeni (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia). (2015). Konsensus: Pengelolaan dan


pencegahan diabetes mellitus tipe 2 di Indonesia, diperoleh tanggal 10 Maret 2019
darihttp://pbperkeni.or.id/newperkeni/wpcontent/plugins/downloadattachments/sched
ules/download.php?id=109.

Silva., Chaves., Carvalho, L., Carvalho, E., Lunes. (2015). Reflexologia podal no
comprometimento dos pés de pessoas com diabetes mellitus tipo 2: ensaio
randomizado. Rev.Latino-Am.Enfermagem. 23(4):603-10.

Qiao, Q., et al. (2015) Epidemiology and geography of type 2 diabetes mellitus, diperoleh
tanggal 10 Maret 2019 dari https://doi.org/10.1002/9781118387658.ch3.

WHO (World Health Organization). (2016). Global report on diabetes, diperoleh tanggal
10 Maret 2019 dari http://www. Who.int/diabetes/global-report/en.

Anda mungkin juga menyukai