Fixx SK 1 Blok 18
Fixx SK 1 Blok 18
Perilaku adala respon individu terhadap suatu stimulus atau tindakan yang dapat
diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik disadari ataupun
tidak (Dewi dan Wawan 2010).
Perilaku adalah suatu reaksi psikis seseorang terhadap lingkungannya, reaksi tersebut
mempunyai bentuk bermacam-macam yang pada hakekatnya digolongkan menjadi 2
yakni dalam bentuk pasif (tanpa tindakan nyata atau konkrit), dan dalam bentuk aktif
(dengan tindakan konkrit). Bentuk perilaku ini dapat diamati melalui sikap dan
tindakan, namun demikian tidak berarti bentuk perilaku itu hanya dapat dilihat dari
sikap dan tindakan saja, perilaku juga dapat bersifat potensial, yakni dalam bentuk
pegetahuan, motivasi dan persepsi.
Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2010), merumuskan bahwa
perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan
dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap
organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut
teori “S-O-R” atau Stimulus-Organisme–Respon.
Yang membedakan perilaku manusia dengan mahluk lain adalah sebagai berikut:
Kepekaan Sosial
Kelangsungan Perilaku
Antara perilaku satu berhubungan dengan perilaku lain, dengan kata lain
perilaku manusia terjadi secara berkesinambungan bukan secara serta merta.
Misal ketika masih muda, seseorang pernah menderita batu ginjal, sehingga ia
tidak pernah lagi menahan kencing dengan tujuan untuk menghindari
kumatnya penyakit batu ginjal tersebut.
Orientasi Tugas
Setiap perilaku merupakan orientasi tugas yang memiliki tugas tertentu dan
tujuan tertentu, untuk mewujudkan tugas tertentu dibutuhkan perilaku-perilaku
tertentu pula.
Misal seorang pria paruh baya selalu menghindari makanan dengan kadar
purin tinggi untuk menghindari kumatnya penyakit asam urat yang dideritanya
Usaha dan perjuangan pada manusia telah dipilih dan ditentukan sendiri,, dan
manusia tidak akan memperjuangkan sesuatu yang memang tidak ingin
diperjuangkan
a. Faktor Genetik/Endogen
b. Faktor Situasional
Meliputi faktor lingkungan, pendidikan, agama, sosial, faktorfaktor yang lain
yaitu susunan saraf pusat persepsi emosi.
Mencakup faktor lingkungan di mana manusia itu tinggal, baik itu lingkungan
fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya. Faktor tersebut
merupakan kondisi objektif di luar manusia yang mempengaruhi perilakunya.
Faktor Ekologis
Faktor Temporal
Faktor Teknologi
Faktor Sosial
Peran faktor sosial seperti umur, status pendidikan, agama, status sosial
berpengaruh terhadap perilaku seseorang
c. Faktor Sosio-Psikologis
Sikap
Kecenderungan untuk berpikir, berpresepsi, dan bertindak. Sikap
mengandung aspek penilaian atau evaluatif terhadap objek dan
mempunyai 3 komponen:
2. Komponen Afektif
3. Komponen Konatif
Emosi
Kepercayaan
Kebiasaan
Kemauan
PERILAKU KESEHATAN
New Comb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap itu
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan
pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan akan tetapi
merupakan predisposisi tindakan sikap perilaku.
Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu
stimulus atau objek. Sikap tidak langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan
terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan
konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam
kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap
stimulus sosial (Notoatmodjo, 2010). Secara umum sikap dapat dirumuskan
sebagai kecenderungan untuk merespon (secara positif atau negatif) terhadap
orang, objek atau situasi tertentu. Sikap mengandung suatu penelitian
emosional/afektif (senang, benci, sedih, dan sebagainya). Selain bersifat positif
dan negatif, sikap memiliki tingkat kedalaman yang berbeda-beda (sangat
benci, agak benci, dan sebagainya). Sikap itu tidaklah sama dengan perilaku
dan perilaku tidaklah selalu mencerminkan sikap seseorang. Sebab sering kali
terjadi bahwa seseorang dapat berubah dengan memperlihatkan tindakan yang
bertentangan dengan sikapnya. Sikap seseorang dapat berubah dengan
diperolehnya tambahan informasi tentang objek tersebut melalui persuasi serta
tekanan dari kelompok sosialnya. Sikap merupakan reaksi atau respon yang
masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi
sikap itu tidak langsung dapat dilihat, tetapi dapat ditafsirkan terlebih dahulu
dari perilaku yang tertutup.
1. Ciri-Ciri Sikap
a. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari
sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan
objeknya. Sifat ini membedakannya dengan sifat motif-motif
biogenetis seperti lapar, haus, atau kebutuhan akan istirahat.
b. Sikap dapat berubah-ubah karena sikap dapat dipelajari dan karena
itu pula sikap dapat berubah-ubah pada orang bila terdapat
keadaan-keadaan dan syaratsyarat tertentu yang mempermudah
sikap pada orang itu.
c. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan
tertentu terhadap suatu objek. Dengan kata lain, sikap itu dibentuk,
dipelajari atau berubah senantiasa.
d. Objek sikap itu dapat merupakan satu hal tertentu tetapi juga
merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.
e. Sikap mempunyai segi motivasi dari segi-segi perasaan. Sifat
ilmiah yang membedakan sikap dan kecakapan-kecakapan atau
pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang (Notoamojo, 2010).
2. Komponen Sikap (Allport 1954)
Secara garis besar sikap terdiri dari
a. Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu obyek
b. Kecenderungan untuk bertindak
Berpengaruh terhadap respon sesuai atau tidak sesuai
c. Kehidupan emosional terhadap suatu obyek
Menimbulkan respon-respon yang konsisten
Kesehatan spiritual atau kesejahteraan adalah” rasa keharmonisan saling kedekatan antara diri dengan
orang lain, alam, dan dengan kehidupan yang tertinggi “(Hungelmann et al,1985).
Kesehatan jiwa ( spiritual ) menurut ilmu kedokteran saat ini adalah suatukondisi yang memungkinkan
perkembangan fisik, intelektual dan emosional yan optimaldari seseorang dan perkembangan itu
berjalan selaras dengan orang lain (suliswati,Hj.tji anita,2004).
Kesehatan (wellness) adalah suatu keseimbangan dimensi kebutuhan manusia yang
berbeda secara terus menerus-spiritual, sosial, emosional, intelektual, sik,
okupasional, dan lingkungan. Kesehatan atau kesejahteraan spiritual adalah rasa
keharmonisan, saling kedekatan antara diri dengan orang lain, alam dan dengan
kehidupan yang tertinggi.
Rasa keharmonisan ini dicapai ketika seseorang menemukan keseimbangan antara nilai,
tujuan, dan sistem keyakinan mereka dengan hubungan mereka di dalam diri mereka
sendiri dan dengan orang lain. Ketidakseimbangan spiritual (spirituality disequilibrium)
adalah sebuah kekacauan jiwa yang terjadi ketika kepercayaan yang dipegang teguh
tergoncang hebat. Kekacauan ini seringkali muncul ketika penyakit yang mengancam
hidup berhasil didiagnosis (Taylor, 1991).
Kesehatan spiritual adalah kondisi yang dalam pandangan su stik disebut sebagai
terbebasnya jiwa dari berbagai penyakit ruhaniah, seperti syirik (polytheist), kufur
(atheist), nifaq atau muna k (hypocrite), dan fusuq (melanggar hukum). Kondisi
spiritual yang sehat terlihat dari hadirnya ikhlas (ridha dan senang menerima
pengaturan Illahi), tauhid (meng-Esa-kan Allah), tawakal (berserah diri sepenuhnya
kepada Allah). Spiritualitas adalah pandangan pribadi dan perilaku yang
mengekspresikan rasa keterkaitan ke dimensi transcendental atau untuk sesuatu yang
lebih besar dari diri (Asy’arie, 2012). Dubos memandang sehat sebagai suatu proses
kreatif dan menjelaskannya sebagai kualitas hidup, termasuk kesehatan sosial,
emosional, mental, spiritual, dan biologis dari individu, yang disebabkan oleh adaptasi
terhadap lingkungan. Kontinum sehat dan kesehatan mencakup enam dimensi sehat
yang mempengaruhi gerakan di sepanjang kontinum.
Dimensi ini diuraikan sebagai berikut :
Sehat fisik ukuran tubuh, ketajaman sensorik, kerentanan terhadap penyakit, fungsi
tubuh, kebugaran fisik, dan kemampuan sembuh
Sehat intelektual kemampuan untuk berfikir dengan jernih dan menganalisis secara
kritis untuk memenuhi tantangan hidup.
Sehat sosial kemampuan untuk memiliki hubungan interpersonal dan interaksi
dengan orang lain yang memuaskan.
Sehat emosional ekspresi yang sesuai dan control emosi; harga diri, rasa percaya
dan cinta.
Sehat lingkungan penghargaan terhadap lingkungan eksternal dan peran yang
dimainkan seseorang dalam mempertahankan, melindungi, dan memperbaiki
kondisi lingkungan.
Sehat spiritual keyakinan terhadap Tuhan atau cara hidup yang ditentukan oleh
agama; rasa terbimbing akan makna atau nilai kehidupan.
Banyak orang meyakini kesehatan optimum paling baik dicapai dengan pendekatan
holistik saat terdapat keseimbangan antara dimensi-dimensi. Manusia terdiri dari
dimensi fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual dimana setiap dimensi harus
dipenui kebutuhannya. Seringkali permasalahan yang muncul pada klien ketika
mengalami suatu kondisi dengan penyakit tertentu (misalnya penyakit fisik)
mengakibatkan terjadinya masalah psikososial dan spiritual. Ketika klien mengalami
penyakit, kehilangan dan stress, kekuatan spiritual dapat membantu individu tersebut
menuju penyembuhan dan terpenuhinya tujuan dengan atau melalui pemenuhan
kebutuhan spiritual.