Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO 1 : JENIS PENELITIAN EPIDEMIOLOGI


Dosen Tutor:
drg. Lusi Hidayati M.Kes
197404152005012002

Penyusun:
Nabela Dhea Ulhaq (171610101080)
Usykuri Naila Iflachiana (171610101081)
Farah Rachmah Aulia Wardhani (171610101082)
Rahmat Agung (171610101083)
Riris Aria Dewanti (171610101084)
Zhafirah Alifia Putri (171610101085)
Johan Al Falah (171610101086)
Nadira Safira (171610101087)
Hafizhun DInmas Fakhriy (171610101088)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS JEMBER
2018
STEP 1
IDENTIFIKASI KATA SULIT
1. Eritematus
Kemerahan karena proses inflamasi.
Jaringan pemisah antara daerah normal dan daerah terinfeksi
2. Multiple
Lebih dari satu, biasanya berdempetan sehingga terlihat seperti koloni yang besar
Salah satu jenis ras yang terdiri dari beberapa ulser
Lesi yang jumlahnya banyak, baik berkelompok maupun diffuse, bisa unilateral maupun
bilateral
3. RAS
Peradangan di mukosa mulut, putih kekuniungan baik dengan ulser tunggal maupun multiple.
Biasanya menyerang mukosa tidak berkeratin.
Recurrent= berulang, aftous=perih/terbakar, stomatitis=radang pada mulut khususnya pada
jaringan lunak rongga mulut
RAS minor dan RAS mayor
Termasuk penyakit yang relatif ringan karena tidak membahayakan jiwa dan tidak menular
Kelainan dengan ulser yang terjadi secara berulang, biasanya terjadi sebatas di rongga mulut
dan tidak ada tanda lain yang mengikuti terjadinya RAS.
4. Ulser
Lesi sekunder atau perkembangan dari lesi-lesi primer (vesikula, bula) yang jika pecah akan
menjadi ulser
Papula atau makula yang terkena trauma atau gesekan dan menyebabkan cekungan
Berbentuk cekung karena terjadi kerusakan di lapisan epitel
Ulser akut= sembuh dalam waktu 2 minggu, kuning putih
Ulser kronis= sembuh lebih dari 2 minggu, berwarna kuning
Diesebut juga lesi terbuka akibat trauma, berwarna abu-abu kekuningan karena terjadi
nekrosis di lapisan epitel (lebih dari membran basalis).
Bentuk mirip kawah, bisa terjadi karena trauma mekanis dan trauma kemis
STEP 2

RUMUSAN MASALAH

1. Mengapa sariawan pada pasien terjadi berulang?


2. Apa etiologi dan faktor predisposisi terjadinya RAS?
3. Bagaimana gambaran klinis dari RAS?
4. Apa saja klasifikasi dari RAS? Termasuk dalam klasifikasi apa penyakit RAS dalam
skenario?
5. Apa hubungan RAS dan menstruasi?
6. Apa yang dimaksud dengan Recurrent Aphtae stomatitis?
7. Adakah hubungan antara penyakit sistemik dan pengobatan dengan RAS?
8. Bagaimana patogenesis RAS?
9. Bagaimana gambaran histologi RAS?
10. Mengapa pada skenario RAS dapat timbul dengan sendirinya dan bisa hilang tanpa diobati?
11. Apakah RAS bisa benar-benar sembuh dan tidak terjadi lagi?
STEP 3

BRAINSTORMING

1. Mengapa sariawan pada pasien terjadi berulang?


a. Terjadi karena perubahan hormon menjelang menstruasi
b. Estrogen dan progesteron menyebabkan tubuh menjadi lebih sensitif terhadap adanya
agen infeksius, sehingga mudah menimbulkan lesi
c. RAS terjadi sekitar 14 hari setelah ovulasi, pada fase luteal hormone progesteron dan
estrogen turun, padahal 2 hormon tersebut merangsang tumbuhnya epitel. Sehingga jika
kadar hormon tersebut turun, akan mudah menimbulkan trauma.
d. Efek self limiting process berkurang menyebabkan terjadi penurunan PMN dan
permeabilitas seluler sehingga mudah terbentuk RAS.
2. Apa saja etiologi dan faktor predisposisi RAS?
a. Penyebab utama RAS yaitu infeksi dan trauma.
Infeksi disebabkan oleh jamur, bakteri, dan virus (jamur dan virus menyebabkan lesi
menjadi ganas/neoplastik). Lesi karena infeksi menimbulkan lesi primer, yang jika
terkena trauma mekanis maupun kimiawi bisa menjadi lesi sekunder, seperti menjadi
ulser.
b. Faktor malnutrisi
Kekurangan vitamin b12, asam folat, zat besi, dan kekurangan vitamin c yang
dibutuhkan dalam proses produksi kolagen (matriks jaringan ikat) menyebabkan
jaringan lunak di rongga mulut akan rentan terhadap infeksi
c. Hormon
d. Stres
e. Faktor herediter/genetik
Anak-anak yang kedua orang tuanya menderita RAS, berkemungkinan lebih besar
untuk menderita RAS daripada anak-anak yang orang tuanya menderita RAS.
f. Alergi terhadap suatu makanan
g. Penurunan IL dan sitokin
Menyebabkan ungsi komunikasi antar sel kurang efektif jadi sistem kekebalan tubuh
akan menurun dan mudah terserang infeksi
h. Obat-obatan
NSID, beta broker, nicorandil
i. Ulser pada RAS merupakan multifaktorial. Kemungkinan penyebab RAS akibat
kelainan imunologis, inflamasi neurogenik, defek mukosa healing, mikrobiologis,
defisiensi nutrisi dan bahan kimia
j. Penyakit sistemik yaitu penyakit Celiac dan sindrom Behcet’s
k. Penggunaan obat kumur yang mengandung SLS.
SLS membuat obat kumur berbusa, juga dapat ditemukan di pasta gigi. Kandungan ini
eningkatkan resiko terjadinya RAS karena epitel menjadi kering dan rentan terhadap
iritasi
l. Kebiasaan buruk
Makan makanan keras dan tajam karena bisa menyebabkan trauma
m. Merokok
Menyebabkan mukosa menjadi kering
n. Trauma mekanis
Kebiasaan menggigit bibir, sikat gigi yang terlalu kencang sehingga bisa melukai
mukosa, dan karena penggunaan alat ortodontis seperti penggunaan bracket

o. Kelainan darah
Orang dengan penyakit anemia maupun leukimia cenderung sering mengalami RAS.
Karena pada penderita anemia dan leukimia sel darah tidak banyak mengalir ke mukosa
rongga mulut sehingga mukosa menjadi mudah terserang RAS
p. Abnormalitas imunologi
Beberapa orang mudah alergi terhadap mikroorganisme di rongga mulut
3. Bagaimana gambaran klinis RAS?
a. Ulser berukuran 1-30 mm, tertutup selaput kuning keabu-abuan, berbatas jelas,
dikelilingi tepi yang eritematus.
b. Berbentuk bulat atau oval
c. RAS akut berwarna kuning karena terjadi supurasi
d. RAS kronis dilapisi pseudomembran atau keratin tinggi sehingga warnanya keabu-
abuan dan agak tebal
4. Apa saja klasifikasi dari RAS? Termasuk dalam klasifikasi apa penyakit RAS dalam
skenario?
a. RAS Minor
 Ukuran bervariasi antara 3-5 mm dan 5-10 mm
 Bisa tunggal maupun multiple
 Multiple terdiri dari 1-5 ulser
 Terjadi pada daerah non keratin (labial, bukal, dasar mulut)
 Waktu sembuh 10-14 hari, bisa hilang dalam 10 hari
 Jika sembuh tidak menimbulkan bekas luka
 Prevalensinya 75-85% dari seluruh kasus RAS
b. RAS Mayor
 >1 cm
 Sembuh lebih dari 14 hari atau lebih
 Ulser lebih dalam dan lebih besar
 Jika sudah sembuh akan meninggalkan bekas luka/jaringan parut berupa jaringan
fibromembranous
 Terjadi di mukosa berkeratin
 Terdiri dari 1-3 ulser
 Prevalensinya 10-85% dari seluruh kasus RAS
c. RAS Herpetiformis
 10-100 ulser
 Ukuran bervariasi
 Multiple ulser
 Dikelilingi eritematous
 Terjadi di hampir semua mukosa rongga mulut
 Berwarna kelabu putih
 Setiap ulser berlangsung selama 1 minggu
 Mirip dengan lesi infeksi herpes, tapi tidak berhubungan
 Jika lesi pecah akan bergabung
 Jika sembuh tidak akan meninggalkan bekas luka
Dalam skenario termasuk dalam RAS tipe minor.

5. Apa hubungan RAS dengan menstruasi?

Estrogen dan progesteron menyebabkan tubuh menjadi lebih sensitif terhadap adanya agen
infeksius, sehingga mudah menimbulkan lesi. RAS terjadi sekitar 14 hari setelah ovulasi,
dimana pada fase luteal progesteron dan estrogen turun, padahal 2 hormon tersebut
merangsang tumbuhnya epitel. Sehingga jika kadar hormon tersebut turun, akan mudah
menimbulkan trauma.

6. Apa yang dimaksud dengan Recurrent Aphtous Stomatitis?

Recurrent berarti berulang, aftous berarti perih atau terbakar, stomatitis berarti radang pada
mulut khususnya pada jaringan lunak rongga mulut. Sehingga RAS Merupakan peradangan
di mukosa mulut dengan sensasi rasa terbakar dan terjadi secara berulang. Lesi RAS
berwarna putih kekuniungan baik dengan ulser tunggal maupun multiple. Biasanya
menyerang mukosa tidak berkeratin. Meskipun terjadi berulang, RAS termasuk penyakit
yang relatif ringan karena tidak membahayakan jiwa dan tidak menular Kelainan dengan
ulser yang terjadi secara berulang, biasanya terjadi sebatas di rongga mulut dan tidak ada
tanda lain yang mengikuti terjadinya RAS.

7. Apa hubungan penyakit sistemik dan penggunaan obat dengan RAS?


Manifestasi oral dari penyakit sistemik seperti kanker ovarium
8. Bagaimana patogenesis RAS?
a. Tahap Premonitori
 Tejadi pada 24 jam pertama
 Pasien merasakan sensasi mulut terbakar di tempat lesi karena adanya sel-sel
mononuklear dan sel radang yang menginvasi dan merupakan tahap inflamasi
 Secara mikroskopis, sel-sel mononuklear menginfeksi epitel dan edema mulai
berkembang
 Didahului oleh infeksi bakteri maupun trauma
b. Tahap Pre-ulserasi
 18-72 jam pertama
 Makula dan papula berkembang dengan tepi eretematous
 Intensitas rasa nyeri meningkat
 Infiltrasi sel-sel mononuklear ke dalam inti vakuola epitel
 Sebagian besar limfosit masuk ke dalam lamina propia
c. Tahap Ulseratif
 Beberapa hari sampai beberapa minggu
 Papula-papula berulserasi
 Ulser akan diselaputi oleh lapisan fibromembbranous
 Intensitas nyeri lama-kelamaan berkurang
 Infiltrasi sel-sel mononuklear pada jaringan terutama di epitel yang rusak
 Edema
 Degenerasi epitel yang berkembang menjadi ulser dimana terdapat membran fibril
pada ulsernya
d. Tahap Penyembuhan
 Bisa terjadi pada hari ke-4 maupun ke-35
 Ulser tertutup epitelium
 Terjadi penyembuhan luka
 Tidak meninggalkan jaringan parut
9. Bagaimana gambaran HPA RAS?
a. Lapisan epitel hilang maupun rusak karena RAS merupakan lesi ulsertaif
b. Di daerah ulser terdapat infiltrasi sel-sel radang
Sel radang akut berupa PMN sedangkan sel radang kronis berupa limfosit dan makrofag
c. Ditemukan proliferasi sel fibroblas untuk memulihkan jaringan-jaringan rusak di bawah
epitel
d. Proliferasi kapiler darah di lamina propia
e. Pada tahap pre-ulserasi terdapat infiltrasi limfosit pada epitel dan lamina propia
f. Pada tahap ulserasi, infiltrasi sel-sel radang meningkat, disertai edema dan kerusakan
epitel
g. Pada fase penyembuhan, sel-sel radang mengalami penurunan
h. Terdapat jaringan nekrosis yang ditutupi oleh fibrinopuluren dan terdapat debris
jaringan, neutrofil, dan limfosit.
10. Mengapa pada skenario RAS dapat timbul dengan sendirinya dan bisa hilang tanpa diobati?
RAS tidak mungkin timbul dengan sendirinya, pasti ada faktor-faktor etiologi dan
predisposisi yang menyebabkan terjadinya penyakit tersebut.
Bisa sembuh sendiri tanpa diobati karena tubuh bisa memproduksi kolagen secara rutin
terutama ketika ada kerusakan jaringan, ada re-epitelisasi di sel basal yang selalu
memproduksi sel-sel epitel. Selain itu,
Apabila etiologi dan predisposisi hilang. pada fase luteal atau menjelang menstruasi,
progesteron dan estrogen menurun, ketika menstruasi selesai dan hormon-hormon kadarnya
kembali normal maka akan merangsang maturasi sel epitel.
Ketika kondisi sistemik manusia normal dan kebersihan oral terjaga, maka RASakan hilang.
seperti konsumsi makanan sehari-hari baik, maka RAS hilang.
11. Apakah RAS bisa benar-benar sembuh dan tidak terjadi lagi?
Bisa apabila factor terjadinya dihilangkan.
STEP 4

MAPPING
STEP 5

LEARNING OBJECTIVE

1. MMM definisi dari RAS


2. MMM etiologi dan faktor predisposisi RAS
3. MMM klasifikasi RAS
4. MMM patogenesis RAS
5. MMM gambaran klinis dan HPA RAS
6. MMM diagnosa banding RAS

STEP 6
PEMBELAJARAN MANDIRI DAN PENCARIAN REFERENSI

STEP 7
PEMBAHASAN DAN DISKUSI

1. MMM Definisi Recurrent Aphtous Stomatitis


 Recurrent berarti berulang, aphtous berarti ulser, dan stomatitis berarti keradangan pada
mukosa oral.
 Lesi pada mukosa berupa ulser yang kambuhan dan tidak disertai penyakit lain
 Umumnya disebut sariawan di jaringan lunak rongga mulut, disebut recurrent karena
umumnya lesi ini hilang timbul
 Inflamasi ulseratif mukosa oral yang kronis dan bisa sembuh dengan sendirinyalesi pada
oral yang paling sering terjadi dimana termasuk kondisi inflmmatory disease yang
ditandai dengan ulser sakit dan recurrent.
 Ulser berbentuk oval pada mukosa mulut yang timbul di lokasi yang tidak berkeratin,
dapat berupa ulser tunggal maupun multiple
 Ulser di mukosa oral berbentuk oral/lingkaran berwarna abu-abu/kuning dengan tepi
eritematus
 Diperkirakan terjadi sebanyak 20% dari populasi, dibawah 30 tahun, dimulai pada 5
tahun, puncaknya 10-15 tahun. Jika terjadi dibawah 5 tahun atau diatas 30 tahun harus
diwaspadai mengalami kelainan yang lebih kompleks seperti sindrom Behcet’s

 Recurrent aphthous stomatitis (RAS) adalah salah satu inflamasi ulseratif mukosa oral
yang kronis dan bersifat dapat sembuh dengan sendirinya (self-limiting disease) pada
hampir semua kasus (Slebioda et al, 2013; Guallar et al, 2014). Lokasi lesi umumnya pada
area dengan mukosa oral tidak berkeratin seperti bibir, pipi, dasar mulut dan vestibulum,
palatum lunak dan keras. Nyeri yang sering mengganggu bicara dan menelan dapat
menyertai perkembangan lesi ini (Slebioda et al, 2013).

2. MMM Etiologi dan Faktor Predisposisi RAS


a. Faktor genetik
Prevalensi lebih tinggi pada pasien dengan riwayat keluarga positif, khususnya
jika kedua orang tuanya juga terkena. Faktor genetik memberikan pengaruh onset
penyakit menyerang lebih awal dan lebih sering daripada kasus tanpa faktor genetik.
Faktor genetik diperkuat adanya identifikasi tipe histocompatibility antigen (HLA)
tertentu pada beberapa kelompok pasien aftosa.
Jurge, 2006 menyatakan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebuah
kecenderungan genetik ditemukan, 20% pasien yang mengalami SAR memiliki riwayat
keluarga positif SAR. Akkoca, 2014 dalam American Journal of Internal Medicine
menyebutkan ada hubungan antara riwayat genetik dengan pasien SAR dan 32,8% pasien
memiliki riwayat keluarga positif SAR Porter, 1998 dalam RAS journal menyebutkan
bahwa pasien dengan riwayat keluarga SAR akan menderita sar sejak usia muda dan
lebih berat dibandingkan dgn pasien tanpa riwyat keluarga SAR.
b. Trauma
Terdapat beberapa fakta yang menunjukkan bahwa trauma pada bagian rongga mulut
dapat menyebabkan RAS. Dalam banyak kasus, trauma ini disebabkan oleh masalah–
masalah yang sederhana. Trauma merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan
ulser terutama pada pasien yang mempunyai kelainan tetapi kebanyakan RAS mempunyai
daya perlindungan yang relatif dan mukosa mastikasi adalah salah satu proteksi yang
paling umum.
Faktor lain yang dapat menyebabkan trauma di dalam rongga mulut meliputi:
 Pemakaian gigi tiruan
Rekuren apthous stomatitis disebabkan oleh pemasangan gigi palsu. Seringkali,
gigitiruan yang dipasang secara tidak tepat dapat mengiritasi dan melukai jaringan
yang ada di dalam rongga mulut. Masalah yang sama sering pula dialami oleh orang-
orang yang menggunakan gigitiruan kerangka logam. Logam dapat melukai bagian
dalam rongga mulut.
 Trauma sikat gigi
Beberapa pasien berpikir bahwa ulser terjadi karena trauma pada mukosa rongga
mulut yang disebabkan oleh cara penggunaan dari sikat gigi yang berlebihan dan cara
menyikat gigi yang salah dapat merusak gigi dan jaringan yang ada dalam rongga
mulut.
 Menggigit bagian dalam mulut
Banyak orang yang menderita luka di dalam mulutnya karena menggigit bibir dan
jaringan lunak yanga da di dalam rongga mulut secara tidak sengaja. Seringkali, hal
ini dapat menjadi kebiasaan yang tidak disadari atau dapat terjadi selama tidur dan
luka juga disebabkan oleh tergigitnya mukosa ketika makan dan tertusuk kawat gigi
sehingga dapat menimbulkan ulser yang mengakibatkan RAS. Luka tergigit pada
bibir atau lidah akibat susunan gigi yang tidak teratur.
c. Penyakit autoimun
Menyebabkan terjadinya RAS. Produksi T helper berlebihan menyebabkan induksi
ptoliferasi T killer, kemokin, dan makrofag berlebihan. Sehingga dapat merusak epitel
dan menyebabkan ulser. Diduga penyakit autoimun menjadi penyebab utama terjadinya
RAS. Pada pasien yang memiliki kelainan sistem imun, terdapat ketidakseimbangan
produksi sitokin proinflamasi dan sitokin antiinflamasi. Usaha pertahanan tubuh berlebih
yang menyebabkan sekresi sitokin proinflamasi Th 1 seperti IL-2, IFN- γ and TNF-α
meningkat. Sementara itu, sekresi sitokin antiinflamasi, yaitu TGF-β dan IL-10 secara
signifikan menurun. Oleh sebab itu, akan mudah terjadi ulser pada mukosa oral
(Slebioda, et al, 2013).
d. Faktor hormonal
e. Faktor stres
Kebanyakan literature Recurrent Apthous Stomatitis (RAS) menyatakan bahwa
stress atau kelelahan berperan sebagai penyebab. Tetapi dalam beberapa penelitian
terdapat perbedaan, beberapa penelitian hasilnya mendukung pernyataan tersebut,
sedangkan beberapa penelitian hasilnya tidak sesuai dengan pernyataan tersebut.
Indikator yang perlu diperhatikan adalah hormone kortisol, karena kortisol merupakan
indicator terjadinya stress dan RAS. Penelitian yang dilakukan oleh Mc Cartan, Lakey,
dan Wallace (1996) menyatakan bahwa hormone kortisol meningkat pada pasien yang
mengalami RAS dan pasien yang dalam tahap penyembuhan dari RAS.
Teori yang mendukung bahwa RAS dapat terjadi karena stress atau kelelahan
adalah teori syndrome adaptasi umum (GAS) dari Saye’s (1956), teori ini menyebutkan
bahwa ketika tubuh bertemu dengan stressor maka mekanisme penyesuaian akan terjadi,
hal ini adalah usaha yang dilakukan tubuh untuk mencapai atau tetap dalam
keseimbangan (haemostatic).
Tahap pertama dari GAS adalah reaksi dari alam, yaitu segala bentuk fisik atau
mental akan memicu beberapa reaksi diri yang akan melawan stress. Karena system imun
pada tahap awal sudah tertekan, maka pertahanan tubuh akan menurun, hal ini
menyebabkan tubuh lebih mudah terserang infeksi dan penyakit. Jika stress yang terjadi
tidak menetap atau menahun maka tubuh mampu mentoleransi akan kembali ke keadaan
normal. Tetapi jika stress tersebut tetap ada dan menahun maka GAS akan berlanjut ke
tahap kedua yang disebut adaptasi dari pertahanan tubuh. Pada tahap ini tubuh melakukan
adaptasi terhadap stress, jika tubuh mampu beradaptasi maka tubuh akan lebih tahan
terhadap infeksi dan penyakit, tetapi jika tidak maka system pertahanan tubuh akan
bekerja lebih keras lagi. Tahap ketiga dari GAS tersebut adalah kelelahan. Pada tahap ini
tubuh telah kehabisan cadangan energy dan imunitas. Mental, fisik, dan emosi menjadi
sangat menderita, tubuh menjadi kehabisan adrenalin. Kandungan gula dalam darah
menurun seiring dengan habisnya adrenalin, dimana hal ini akan berakibat terhadap
gagalnya toleransi tubuh terhadap stress, kelelahan fisik, dan mental yang progresif
hingga tubuh menjadi sakit atau terjadi pingsan (collaps).

Adapun mekanismenya adalah sebagai berikut :


1. Hipotalamus membentuk ACTH yang berfungsi untuk merangsang korteks adrenal
2. Korteks adrenal menghasilkan hormone kortisol, glukokortikoid, dan adrenalin yang
mempunyai sifat imunosuppresive
3. Oleh sebab itu aktifitas sel menurun sehingga dapat menyebabkan :
 Adanya fagosit dan kebersihan menurun sehingga sel-sel asing bertambah serta
menimbulkan inflamasi bila ada jejas
 Produksi sitokin inflamatori menurun menghasilkan IL-2, IL-5, IL-8, TNF, dan
IFN yang bertugas meregulasi pembentukan epitel fibrosis menurun
 Natural killer menurun
f. Penyakit sistemik
HIV terjadi kelemahan sistem imun sehingga tubuh semakin mudah terserang penyakit
g. Kebiasaan buruk
Merokok meningkatkan prevalensi RAS. Ketika merokok mempengaruhi produksi saliva
sehingga mulut mengalami kekeringan dan mudah iritasi.
Merokok meningkatkan kemampuan mukosa untuk memproduksi keratin, sehingga
perlindungan mukosa semakin tinggi, jadi mengurangi prevalensi RAS.
Mantan perokok cenderung menderita RAS. Perokok ringan prevalensi RAS-nya lebih
ringan daripada perokok berat
h. Defisiensi nutrisi
RAS disebabkan defisiensi beberapa faktor nutrisi diantaranya zat besi, folat, dan vitamin
B12. Pasien RAS yang menunjukkan tanda fisik dan gejala defisiensi nutrisi atau
diskrasia darah, diperlukan pemeriksaan untuk mendapatkan hitung darah lengkap dan
serum folat, vitamin B12, dan ferritin.
i. Obat-obatan
Beberapa obat seperti anti inflamasi non steroid seperti asam propionat, asam fenilasetik,
dan diklofenak dapat memicu terjadinya ulser oral. Beberapa ulser biasanya terjadi
sebagai efek samping dan menghilang dengan penghentian obat.
j. Bahan kimia
Kandungan pasta gigi berupa SLS meningkatkan prevalensi RAS
SLS merupakan agen berbusa yang efeknya menyebabkan epitel oral menjadi kering dan
rentan terhadap iritasi.
k. Infeksi bakteri dan virus
Menurut Preeti et al (2011), beberapa mikroorganisme yang berpengaruh terhadap
pathogenesis RAS yaitu :
 RAS dan Streptokokus Oral
Bakteri streptokokus oral terlibat secara langsung dalam pathogenesis lesi atau agen
yang berperan sebagai stimulus antigen, yang merangsang produksi antibodi mukosa
oral. Bentuk L streptokokus alfa hemolitikus, Streptococcus sanguis; yang kemudian
disebut Streptococcus mitis adalah agen penyebab dari penyakit ini
 RAS dan Heliobacter pylori
H. pylori adalah bakteri gram negatif, berbentuk S yang berhubungan dengan
gastritis dan ulser infeksi duodenum secara kronis. Bakteri ini juga dilaporkan
banyak terlihat pada kepadatan plak gigi yang tinggi.
 Virus
Penelitian oleh Sun et al pada tahun 1998 yang dikutip oleh Preeti et al (2011)
menunjukkan adanya genom human cytomegalovirus (HCMV) melalui reaksi rantai
polimerasi pada jaringan pra ulserasi aftosa oral. Jika infeksi terjadi pada sel-sel
epitel oral menunjukkan kompleks molekel kelas II (MHC-II), respon sel T secara
intens keluar melawan virus yang terkandung pada sel-sel epitel. Penelitian tersebut
juga menunjukkan adanya kemungkinan hubungan Epstein-barr virus pada lesi oral
pra ulserasi pasien RAS.
l. Faktor lingkungan
Stres, trauma lokal, hipersensitifitas makan, merokok.
m. Alergi dan sensitifitas
Alergi adalah suatu respon imun spesifik yang tidak diinginkan (hipersensitifitas)
terhadap alergen tertentu. Alergi merupakan suatu reaksi antigen dan antibodi. Antigen
ini dinamakan alergen, merupakan substansi protein yang dapat bereaksi dengan antibodi,
tetapi tidak dapat membentuk antibodinya sendiri. SAR dapat terjadi karena sensitifitas
jaringan mulut terhadap beberapa bahan pokok yang ada dalam pasta gigi, obat kumur,
lipstik atau permen karet dan bahan gigi palsu atau bahan tambalan serta bahan makanan.
Setelah berkontak dengan beberapa bahan yang sensitif, mukosa akan meradang dan
edematous. Gejala ini disertai rasa panas, kadang-kadang timbul gatal-gatal, dapat juga
berbentuk vesikel kecil, tetapi sifatnya sementara dan akan pecah membentuk daerah
erosi kecil dan ulser yang kemudian berkembang menjadi SAR.
Alergi merupakan reaksi antigen dan antibodi. Alergen dapat berupa bahan dari
pasta gigi, lipstik, permen karet, bahan tambalan, bahan makanan. Setelah berkontak
dengan bahan-bahan sensitif, mukosa akan meradang dan mengalami edema. Contoh
alergen yang berhubungan dengan RAS minor yaitu benzoid acid, cinnamic aldehyde

3. MMM Klasifikasi RAS


a. RAS minor

Ulser aftosa minor dikenal juga sebagai Miculiz aphthous atau ulser aftosa ringan. Aftosa
minor terjadi terutama pada kelompok usia 10-40 tahun, mempunyai gejala yang minim,
dan berbentuk ulser bulat atau oval, dangkal, berwarna kuning-kelabu, dengan diameter
sekitar 2-4 mm, margin halo eritematosus dan disertai odema, dan ditemukan terutama
pada mukosa non-keratin seperti pada mukosa labial, mukosa bukal, dasar mulut, sulkus
atau ventral lidah dan jarang terjadi pada mukosa berkeratin seperti gingiva, palatum, dan
dorsal lidah. Lesi sembuh dalam 7 sampai 10 hari, dan berulang pada interval 1 sampai 4
bulan meninggalkan jaringan parut sedikit atau tidak sama sekali (Scully and Felix, 2005;
Preeti et al, 2011) .
b. RAS Mayor
Ulser aftosa mayor dikenal juga sebagai Sutton aphthous atau periadenitis mucosa
necrotica recurrens, mempunyai durasi lebih lama dan lebih menyakitkan dibandingkan
ulser minor. Ulser aftosa mayor berbentuk bulat atau ovoid seperti ulser minor, tetapi
ukuran lebih besar biasanya berdiameter sekitar 1 cm atau bahkan lebih dan dikelilingi
odema. Ulser ditemukan pada mukosa oral seperti dorsal lidah atau palatum, terjadi
hanya beberapa ulser (1 sampai 6) pada satu waktu dan sembuh dengan lambat selama 10
sampai 40 hari. Ulser dapat sering berulang, kemungkinan sembuh meninggalkan
jaringan parut (Scully and Felix, 2005).
c. RAS Herpetiformis

 2-3 cm
 Berkelompok 10-100 buah
 Dikelilingi daerah eritematous
 Pada seluruh mukosa oral
 Tepi ireguler
 Sembuh dalam waktu 14 hari atau lebih
 Perbedaan dengan ulser herpes, di ras herpetiformis tidak mengandung virus dan
sering menyerang wanita
5. MMM Patogenesis RAS

Pada derah ulser terdapat lapisan eksudat yang terdiri dari fibrin dan beberapa red blood cells.
Terdapat eritematus karena terjadi peradangan vaskular dan vasodilaasi pembuluh darah
Adanya RAS disebabkan karena inflamasi neurogenik yang akan menghasilkan substansia P
yang merangsang adanya infiltrasi leukosit dan nekrosis sel epitel sehingga terbentuk ulser.
Mekanisme nya yaitu dimulai pada fase inisiasi yang mana pada epitel telah terjadi trauma atau
injury sehingga sel mengeluarkan mediator pro inflamasi yaitu sitokin dan TNF – alpha.
Keluarnya mediator tersebut merangsang leukosit untuk datang ke area jejas. Selanjutnya
masuk ke fase Primary Damage Response dimana mediator inflamasi semakin bertambah dan
TNF alpha mengaktivasi NF (neuron factor) yang menyebabkan sel injury menjadi nekrosis
sehingga terbentuklah ulser yang bagian tengahnya terdapat sel – sel nekrosis (pada gambaran
terlihat sel basal menghilang). Bagian yang ulser tersebut mudah untuk dimasuki agen jejas
seperti bakteri sehingga diperlukan pertahanan yang lebih kuat karena barrier pertama telah
hilang. Maka dari itu, pada lamina propria telah disediakan banyak sekali makrofag yang akan
fagositosis agen jejas tersebut lalu memproduksi sitokin. Sitokin yang banyak tersebut akan
beikatan dengan serabut – serabut saraf di rongga mulut (A delta dan C fibers). Setelah
keduanya berikatan dengan mediator, serabut C mensekresikan Substansia P untuk
menginisiasi rasa sakit. Setelah faktor predisposisi dihilangkan dan juga penggunaan obat anti
inflamasi maka mediator akan berkurang sehingga akan terjadi fase healing. Sel basalis yang
aktif membelah akan menuju maturasi dan menghasilkan keratin.

Tahap perkembangan SAR dibagi kepada 4 tahap yaitu:

a. Tahap Premonitori
Terjadi pada 24 jam pertama perkembangan lesi SAR. Pada waktu prodromal, pasien akan
merasakan sensasi mulut terbakar pada tempat dimana lesi akan muncul. Secara
mikroskopis sel-sel mononuklear akan menginfeksi epitelium, dan edema akan mulai
berkembang.
b. Tahap Pre-ulserasi
Terjadi pada 18-72 jam pertama perkembangan lesi SAR. Pada tahap ini, makula dan
papula akan berkembang dengan tepi eritematus. Intensitas rasa nyeri akan meningkat
sewaktu tahap pre-ulserasi ini.
c. Tahap Ulseratif
Akan berlanjut selama beberapa hari hingga 2 minggu. Pada tahap ini papula-papula akan
berulserasi dan ulser itu akan diselaputi oleh lapisan fibromembranous yang akan diikuti
oleh intensitas nyeri yang berkurang.
d. Tahap Penyembuhan
Terjadi pada hari ke-4 hingga ke-35. Ulser tersebut akan ditutupi oleh epitelium.
Penyembuhan luka terjadi dan sering tidak meninggalkan jaringan parut dimana lesi SAR
pernah muncul. Semua lesi SAR sembuh dan lesi baru berkembang.
6. MMM Gambaran HPA RAS

Pada gambaran HPA, didapati struktur epitelial yang rusak, yang berarti lesi sekunder berupa
ulcer. Kerusakan telah mencapai pada lamina propria, sehingga terlihat permukaan superficial
dari lamina propria yang rusak.

Dibawah lapisan permukaan lamina propria yang terliat rusak, nampak adanya infiltrasi sel
radang menuju area lesi untuk membersihkan iritan. Di lamina propria, juga dilihat proliferasi
pembuluh darah sebagai akibat dari inflamasi, dan juga ada proliferasi fibroblast yang akan
membentuk jaringan ikat penyusun.

7. MMM Diagnosis Banding RAS


a. Behçet Disease (Behçet Syndrome)

Penyakit Behçet (BD) pada awalnya digambarkan oleh Turki dokter kulit Hulusi
Behçet sebagai gejala termasuk ulkus oral berulang. BD sekarang dipahami sebagai
gangguan multisistem yang bersifat kronis dengan banyak kemungkinan manifestasi.
Insiden tertinggi BD telah dilaporkan di Asia Timur, Tengah Timur, dan Mediterania timur,
khususnya Turki dan Jepang, di mana BD adalah penyebab utama kebutaan di usia muda
laki-laki; Namun, kasus telah dilaporkan di seluruh dunia, termasuk Eropa dan Amerika
Utara. BD lebih parah di usia muda pasien dan pasien dengan keterlibatan mata dan GI.

Behçet Disease (BD) adalah vaskulitis sistemik yang ditandai oleh hiperaktivitas
neutrofil dengan peningkatan kemotaksis dan peningkatan proinflamasi sitokin IL-8 dan
IL-17, dengan TNF-α bermain peran utama dalam patogenesis. Genotipe HLA-B51 paling
sering dikaitkan dengan BD, terutama pada pasien dengan bentuk parah penyakit di Asia.

Tempat keterlibatan Behçet Disease (BD) yang paling umum adalah oral mukosa.
Ulkus oral berulang muncul di lebih dari 90% dari pasien; lesi ini tidak dapat dibedakan
baik secara klinis atau histologis dari RAS (Gambar 4-29). Beberapa pasien mengalami
lesi oral berulang ringan; yang lain memiliki kedalaman, besar, lesi parut karakteristik RAS
besar. Lesi ini dapat muncul di mana saja pada mukosa oral atau faring.

b. Hand, foot and mouth disease


Hand-foot-and-mouth disease (HFMD) adalah suatu penyakit infeksi sistemik akut,
disebabkan oleh enterovirus, ditandai adanya lesi berbentuk ulkus pada mulut dan
eksantema berbentuk vesikel pada ekstremitas bagian distal disertai dengan gejala
konstitusi yang ringan dan biasanya bersifat swasirna. Anak-anak kurang dari 10 tahun
paling banyak terkena penyakit ini dan wabah dapat terjadi di antara anggota keluarga dan
kontak erat. Sanitasi yang jelek, status ekonomi yang rendah dan kondisi tempat tinggal
yang padat sangat mendukung dalam penyebaran infeksi.

HFMD disebabkan oleh sejumlah enterovirus nonpolio termasuk Coxscakievirus


A5, A7, A9, A10, A16, B1, B2, B3, B5, echovirus dan enterovirus lainnya. Paling sering
penyebabnya adalah CV A16 dan EV 71.

Patogenesis tentang HFMD sendiri belum sepenuhnya dapat dijelaskan, namun


secara umum patogenesis enterovirus nonpolio sebagian telah terungkap. Setelah virus
masuk melalui jalur oral atau pernafasan akan terjadi replikasi awal pada faring dan usus,
kemungkinan dalam sel M mukosa. Masing-masing serotipe memiliki reseptor yang
merupakan makromolekul permukaan sel yang digunakan untuk masuk menuju sel inang.

Penyakit ini terutama menyerang anak-anak kecil, yang Sebagian besar kasus
terjadi antara usia enam bulan dan lima tahun. Ini ditandai dengan munculnya lesi
makulopapular, eksantematosa, dan vesikular kulit, terutama yang melibatkan tangan, kaki,
kaki, lengan, dan sesekali pantat. Para pasien umumnya bermanifestasi anoreksia, demam
ringan, coryza dan kadang-kadang limfadenopati, diare, mual, dan muntah.

Sakit mulut dan penolakan makan adalah salah satu yang paling umum temuan
dalam penyakit. Ini karena kecil, ganda lesi lisan vesikuler, dan ulseratif yang lebih banyak
dari yang terlihat di herpangina. Dalam rangkaian kasus yang dilaporkan oleh Adler dan
rekan-rekannya, sakit mulut adalah kepala sekolah gejala di 90% dari pasien, dan lesi oral
hadir dalam 100% pasien. Situs paling umum untuk oral lesi adalah palatum keras, lidah,
dan mukosa bukal, dengan persentase yang jauh lebih kecil dari pasien yang menunjukkan
keterlibatan dari bibir, gingiva dan pharynx, termasuk amandel. Itu lidah juga bisa menjadi
merah dan edematous.
DAFTAR PUSTAKA

Casiglia JM. Aphthous stomatitis clinical presentation. icine.medscape.com/article/1075570-


clhttp://emedinical#showall . (Diakses pada 18 september 2018)
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/27287/;jsessionid=D4998CAE789B95F
037FC0D27F312CB76?sequence=4)
Cawson RA, Odell EW, Porter S. 2017, Cawson’s essentials of oral pathology and oral medicine.
9th ed. London: Elsevier Ltd.
Scully C, Gorsky M, Lozada-Nur F. The diagnosis and management of recurrent aphthous
stomatitis: a consensus approach. J Am Dent Assoc. 2003;134:200-7.
W., Dunne, S. M., 2010, Diagnosis Kelainan Dalam Mulut: Petunjuk Bagi Klinisi, Terjemahan
oleh Hartono Ruslijanto dan Enny M. Rasyad, 2009, EGC, Jakarta. Campisi G, Di Liberto
C, Carroccio A, Compilato D, Iacono G, Procaccini M, Di Fege G, Lo Muzio L, Craxi A,
Catassi C, Scully C. 2008.
Cawson RA, Odell EW. Oral Pathology and Oral Medicine.7nd ed.Churchill Livingstone.
Edinburg,London,Newyor,Oxford,Philadelpia, St.louis Sydney Toronto 2002
Cunningham, S. J., F. B. Quinn, and M.W. Ryan. 2002.
Penyakit Mulut (Clinical Oral Medicine), edisi 2, Jakarta, 1990, EGC, hal: 158 Haikal, M
2009,’Aspek Imunologi Stomatitis Aftosa Rekuren’, Fakultas Kedokteran Gigi,
Universitas Sumatera Utara.
Jean M. Bruch , Nathaniel S. Treister. 2010. Clinical Oral Medicineand Pathology. New York:
Humana Press Jurge, S, et al.2006. MUCOSAL DISEASES SERIES Number VI :
Recurrent aphthous stomatitis.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut, Jurusan Kesehatan Gigi Politeknik Kesehatan
Tasikmalaya, Tasikmalaya.
Noormaniah, F. D., Hidayatullah, T. A., 2012, Manifestasi Penyakit Sistemik Pada Rongga
Mulut, Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Mataram, Mataram.
Textbook of General and Oral Medicine.2nd ed.Edinburg: Harcourt Publisher Limited;2001

Anda mungkin juga menyukai