Anda di halaman 1dari 19

1.

Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS)

Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS) merupakan suatu penyakit yang ditandai

dengan berulangnya ulser dan terbatas pada mukosa rongga mulut pasien tanpa

adanya tanda-tanda penyakit lainnya (Lynch et al., 1994). Terdapat tiga bentuk

recurrent apthous stomatitis, yaitu:

a. Recurrent Apthous Stomatitis Minor

Merupakan penyakit yang paling sering ditemui, sekitar 70%-90%. Pada stadium

awal stomatitis ini timbul rasa sakit dan terbakar pada mukosa 1-2 hari sebelum

ulser terlihat. Lesi bentuknya oval atau bundar dengan diameter <1cm berwarna

abu-abu sampai kuning. Tepi lesi dikelilingi jaringan erimatos dengan lesi yang

dangkal. Lokasi biasanya daerah mukosa bukal, dasar mulut, dan lidah.

Penyembuhan dapat terjadi dalam beberapa hari sampai dua minggu tanpa

meninggalkan jaringan parut.

b. Recurrent Apthous Stomatitis Mayor

Merupakan bentuk yang lebih besar dari stomatitis recurrent apthous stomatitis

minor dengan ukuran diameter >1cm. Periode penyembuhannya lama (beberapa

minggu) dan dapat disertai pembentukan jaringan parut.

c. Recurrent Apthous Stomatitis Herpetiformis

Istilah herpetiformis digunakan karena bentuk klinis dari ulserasi herpetiformis

(dapat terdiri dari 100 ulser kecil pada satu waktu). Biasanya terdapat pada lidah,

dasar mulut dan mukosa bukal. Lesi berbentuk kecil dengan rata-rata diameter
berukuran 1-3mm. Bentuk tidak beraturan dan tidak tegas serta ditemukan daerah

kemerahan yang luas pada membran mukosa.

 Etiologi :

Belum diketahui secara pasti penyebabnya (idiopatik).

 Faktor Predisposisi

 Faktor Genetik

RAS dipercaya meningkat pada pasien yang memiliki riwayat keluarga positif

terkena RAS. Pasien dengan riwayat keluarga RAS akan menderita RAS sejak

usia muda dan lebih berat dibandingkan dengan pasien tanpa riwayat keluarga

RAS.

 Faktor lokal

Trauma,rokok, dan alergi obat atau makanan.

 Gangguan Hormonal

Pada wanita di masa pra menstruasi akan terjadi penurunan hormone estrogen

dan progesteron secara mendadak yang menyebabkan terjadinya penurunan

aliran darah sehingga suplai darah utama ke perifer munurun dan terjadi

gangguan seimbangan sel-sel termasuk rongga mulut. Proses keratinisasi yang

yang lambat dapat menimbulkan reaksi berlebih terhadap gangguan mulut dan

rentan terhadap iritasi lokal sehingga mudah terjadi Recurrent Apthous

Stomatitis.

 Defisiensi nutrisi
Adanya defisiensi zat besi, asam folat atau vitamin B kompleks. Defisiensi ini

menyebabkan menurunnya kualitas mukosa sehingga bakteri mudah melekat

pada mukosa, dan menurunnya sintesis protein sehingga menghambat

metabolisme sel.

 Faktor Stress

Aktifnya hormon glukokortikoid pada orang yang mengalami stress

menyebabkan meningkatnya katabolisme protein sehingga sintesis protein

menurun. Akibatnya metabolisme sel terganggu sehingga rentan terhadap

rangsangan(mudah terjadi ulser).

Gambaran Klinis :

RAS Minor :

 Lokasi : mukosa bukal, mukosa labial, dasar mulut, dan kadang dorsum lidah. Tidak
ditemukan di gingival ataupun mukosa palatum yang memiliki keratin.
 Jumlah ulserasi : bisa satu lesi atau dua hingga tiga lesi. Kadang-kadang multiple.
 Ukuran : diameternya biasanya 2-5 mm.
 Bentuk : bulat atau lonjong, dan dangkal.
 Dasar lesi : kekuningan.
 Tepi lesi : meradang disertai kelim merah.
 Infeksi sekunder jarang terjadi. Bila ada, akan menimbulkan limfadenopati.

RAS Mayor :

 Lokasi : secara prinsip ditemukan di bagian posterior mulut, termasuk daerah yang
memiliki keratinisasi.
 Meskipun demikian, seluruh daerah di rongga mulut, termasuk mukosa yang tidak
mengalami keratinisasi pada palatum molle dan daerah tonsil yang jarang terkena
RAS minor, dapat menjadi lokasi tempat RAS mayor ditemukan.
 Jumlah ulserasi : bisa soliter atau multiple.
 Ukuran : lebih besar dari 1 cm. Bisa juga mencapai 5 cm.
 Bentuk : bulat atau lonjong.
 Dasar lesi : kekuningan, keabuan.
 Tepi lesi : merah dan meradang. Bisa lebih menonjol dibandingkan jaringan
sekitarnya.
 Jaringan dasar : tetap lunak, tidak mengalami indurasi.
 Ditemukan pada penderita infeksi HIV.

RAS Herpetiformis :

 Lebih banyak ditemukan pada wanita.


 Lokasi : lidah, dasar mulut, dan mukosa bukal.
 Jumlah lesi : multiple, bisa mencapai 100 lesi pada saat yang bersamaan. Beberapa
lesi dapat bergabung menjadi satu.
 Ukuran : kecil, berdiameter 1-3 mm.
 Bentuk : tidak beraturan.
 Dasar lesi : keabuan.
 Tepi lesi – tidak tegas.
 Ditemukan daerah kemerahan yang luas pada membran mukosa

Perawatan :

 Bersihkan dengan kapas steril


 Desinfeksi dengan betadine
 Aplikasi dengan aloclair gel
 DHE

 Resep :

 Metronidazole 500 mg setiap 8 jam

 Ciprofloxacin 500 sampai 750 mg setiap 12 jam

 Differensial Diagnosis :

 Ulkus Traumatik
 Herpes Simplex Virus I

 Sindrom Behcet

2. Ulkus Traumatik

Ulkus traumatik merupakan lesi yang terbentuk oleh kerusakan lokal dari jaringan

epitelium. Ulkus yang terbentuk di mukosa mulut merupakan gambaran lesi oral yang

sangat umum dijumpai pada kebanyakan orang diberbagai usia maupun jenis kelamin.

Etiologi :

Adapun penyebab ulkus traumatik mencakup :

 Faktor fisik/mekanik : Tergigit tanpa sengaja atau memang disengaja.


 Faktor thermal : Luka bakar yang terjadi pada lidah dan palatum akibat
makanan yang panas.
 Faktor kimiawi : Menghirup cairan yang bersifat kaustik.
 Meletakkan aspirin ke dalam sulkus bukalis untuk meredakan sakit gigi,
sehingga dapat menyebabkan cekungan pada epitel dan erosi superfisial.
 Iatrogenik : penggunaan obat-obat kedokteran gigi yang bersifat kaustik,
seperti asam trikloroasetat, beechwood creosote, eugenol, dan asam kromat.
 Akibat berkontak dengan instrument panas.

Faktor Predisposisi : Setelah radioterapi dan kemoterapi mukosa mulut akan mudah
sekali mengalami ulserasi akibat trauma yang paling kecil sekalipun.

Gambaran Klinis :

 Lokasinya bisa bersebelahan dengan gigi yang karies atau patah, tepi pelat gigi
tiruan atau ortodontik.
 Ulkus traumatik biasanya soliter, ukurannya bervariasi, bulat, atau berbentuk
sabit.
 Dasar lesi kekuningan, tepinya merah, dan tidak ada indurasi.

Perawatan :
 Ulkus traumatik sembuh dalam beberapa hari, setelah penyebabnya
dihilangkan.
 Menggunakan obat kumur antiseptik (contohnya klorheksidin 0,2%).
 Semua ulcer traumatic harus ditinjau, jika lesi terus menetap lebih dari 10-14
hari setelah faktor penyebab dihilangkan, sebaiknya dilakukan biopsy untuk
memastikan adanya keganasan rongga mulut atau tidak.
 Penatalaksanaan ulkus akibat trauma kimiawi yaitu dengan mencegah kontak
dengan bahan kimia penyebabnya.

Resep :

 Antiseptik topical : Chlorhexidine gluconate 0,2%


 Kortikosteroid topikal : Triamcinolone acetonide 0,1%
 Antibiotik topikal.

Differential Diagnosa :

 Lesi herpetic
 Pemphigus vulgaris.
Prognosis : Baik, jika penyebab terjadinya ulkus traumatik segera dihilangkan, dan
pasien tetap menjaga oral hygienenya dengan baik.

3. Kandidiasis
Kandidiasis adalah infeksi primer atau sekunder dari genus Candida, terutama Candida

albicans (C.albicans). Manifestasi klinisnya sangat bervariasi dari akut, subakut dan

kronis ke episodik. Kelainan dapat lokal di mulut, tenggorokan, kulit, kepala, vagina, jari-

jari tangan, kuku, bronkhi, paru, atau saluran pencernaan makanan, atau menjadi sistemik

misalnya septikemia, endokarditis dan meningitis. Proses patologis yang timbul juga

bervariasi dari iritasi dan inflamasi sampai supurasi akut, kronis atau reaksi

granulomatosis. Karena C.albicans merupakan spesies endogen, maka penyakitnya

merupakan infeksi oportunistik.

Secara umum, kandidiasis oral dapat diklasifikasikan atas tiga kelompok, yaitu:
1. Akut , dibedakan menjadi dua macam, yaitu :

a. Kandidiasis Pseudomembranosus Akut

Kandidiasis ini biasanya disebut juga sebagai thrush. Secara klinis,

pseudomembranosus kandidiasis terlihat sebagai plak mukosa yang putih atau

kuning, seperti cheesy material yang dapat dihilangkan dan meninggalkan

permukaan yang berwarna merah. Kandidiasis ini terdiri atas sel epitel

deskuamasi, fibrin, dan hifa jamur dan umumnya dijumpai pada mukosa labial,

mukosa bukal, palatum keras, palatum lunak, lidah, jaringan periodontal dan

orofaring. Thrush dijumpai sebesar 5% pada bayi bayu lahir dan 10% pada

orang tua yang kondisi tubuhnya lemah. Keberadaan kandidiasis

pseudomembranosus ini sering dihubungkan dengan penggunaan kortikosteroid,

antibiotik, xerostomia, dan pada pasien dengan sistem imun rendah seperti

HIV/AIDS.

b. Kandidiasis Atrofik Akut

Tipe kandidiasis ini kadang dinamakan sebagai antibiotic sore tongue atau

juga kandidiasis eritematus dan biasanya dijumpai pada mukosa bukal, palatum,

dan bagian dorsal lidah dengan permukaan tampak sebagai bercak kemerahan.

Penggunaan antibiotik spektrum luas maupun kortikosteroid sering dikaitkan

dengan timbulnya kandidiasis atrofik akut. Pasien yang menderita kandidiasis

ini mengeluh adanya rasa sakit seperti terbakar.

2. Kronik, dibedakan atas tiga jenis, yaitu :

a. Kandidiasis Atrofik Kronik


Kandidiasis atrofik kronik disebut juga denture sore mouth atau denture related

stomatitis dan merupakan bentuk kandidiasis paling umum yang ditemukan

pada 24-60% pemakai gigi tiruan. Gambaran klinis denture related stomatitis

ini berupa daerah eritema pada mukosa yang berkontak dengan permukaan gigi

tiruan. Gigi tiruan yang menutupi mukosa dari saliva menyebabkan daerah

tersebut mudah terinfeksi jamur. Berdasarkan gambaran klinis yang terlihat

pada mukosa yang terinflamasi di bawah gigi tiruan rahang atas, denture

stomatitis ini dapat diklasifikasikan atas tiga yaitu :

 Tipe I : tahap awal dengan adanya pin point hiperemi yang

terlokalisir

 Tipe II : tampak eritema difus pada mukosa yang berkontak dengan

gigi tiruan

 Tipe III : tipe granular (inflammatory papillary hyperplasia) yang

biasanya tampak pada bagian tengah palatum keras.

b. Kandidiasis Hiperplastik Kronik

Kandidiasis ini sering disebut juga sebagai Kandida leukoplakia yang terlihat

seperti plak putih pada bagian komisura mukosa bukal atau tepi lateral lidah

yang tidak bisa hilang bila dihapus. Kondisi ini dapat berkembang menjadi

displasia berat atau keganasan. Kandida leukoplakia ini dihubungkan dengan

kebiasaan merokok.

c. Median Rhomboid Glositis

Median Rhomboid Glositis merupakan bentuk lain dari atrofik kandidiasis yang

tampak sebagai daerah atrofik pada bagian tengah permukaan dorsal lidah, dan
cenderung dihubungkan dengan perokok dan penggunaan obat steroid yang

dihirup.

3. Keilitis Angularis Keilitis Angularis atau disebut juga angular stomatitis atau

perleche merupakan infeksi campuran bakteri dan jamur Kandida yang umumnya

dijumpai pada sudut mulut baik unilateral maupun bilateral. Sudut mulut yang

terinfeksi tampak merah dan sakit. Keilitis angularis dapat terjadi pada penderita

anemia defisiensi besi, defisiensi vitamin B12, dan pada gigi tiruan dengan vertikal

dimensi oklusi yang tidak tepat.

Etiologi :

 Candida albicans
 Xerostomia

Faktor Predisposisi :

 Pemakaian gigi tiruan.


 Penurunan salivasi, misalnya karena penggunaan obat.
 Terapi antibiotik, terutama spektrum luas.
 Diabetes mellitus tidak terkontrol.
 Terapi kortikosteroid (termasuk penggunaan inhaler untuk penderita asma).
 Radioterapi daerah mulut dan kerusakan yang terjadi pada kelenjar saliva
sesudahnya.
 Defisiensi zat besi, vitamin B12, dan asam folat.
 Kondisi imunosupresi, termasuk :
- HIV
- Leukemia
- Agranulositosis
- Obat sitotoksik
- Malnutrisi dan malabsorpsi.

Gambaran Klinis :
1. Candidiasis akut
a) Pseudomembranosa (thrush)

Candidiasis pseudomembranosa tampil sebagai bercak putih/kuning


seperti krem di mukosa mulut, dapat dilepaskan dari jaringan di
bawahnya, meninggalkan daerah yang merah dan mudah berdarah.

b) Atrofik (eritematosa)
 Mukosa mulut terlihat merah menyala. Daerah manapun dapat terlibat,
termasuk palatum, lidah, dan mukosa bukal.
 Candidiasis eritematosa, yang terlihat pada pasien HIV positif, adalah lesi
yang bersifat kronis.
 Candidiasis atrofik tampil sebagai daerah merah, biasanya ditemukan di
palatum dan dorsum lidah. Pada penderita HIV positif, gambaran klasik
candidiasis eritematosa berupa daerah kemerahan di bagian tengah palatum,
sementara jaringan gusi dan sekitarnya terlihat berwarna normal. Gambaran
tersebut menyerupai “cap ibu jari”.
2. Candidiasis atrofik kronis (candidiasis eritematosa kronis, stomatitis karena gigi
tiruan, denture sore mouth)
 Mukosa berwarna merah menyala.
 Berhubungan dengan daerah palatum yang tertutup oleh pelat gigi tiruan atau
pelat ortodontik.
 Mukosa yang tidak tertutup oleh pelat terlihat sehat dengan warna normal.
 Istilah “denture sore mouth” sebenarnya kurang tepat, karena pasien sering kali
tidak mengetahui keberadaan lesi tersebut.
 Merupakan infeksi candida yang paling umum ditemukan dengan insidens 25-
50% pada pemakai gigi tiruan.

Perawatan :

 Menganjurkan pasien untuk melepas gigi tiruannya saat tidur.


 Gigi tiruan harus benar-benar bersih dan direndam dalam larutan klorheksidin atau
hipoklorit di malam hari.
 Gigi tiruan yang tidak pas letaknya harus segera diganti setelah inflamasi yang terjadi
dapat ditanggulangi.
 Selama periode ini, dianjurkan penggunaan tissue conditioner agar gigi tiruan lebih
stabil letaknya.
 Untuk obat antijamur dapat diberikan jenis topikal, seperti nistatin, amphoterisin B,
dan obat kumur klorheksidin.
 Sebelum pemasangan gigi tiruan, sebaiknya dilapisi dulu dengan gel miconazole pada
daerah yang berkontak dengan jaringan.

Resep : Nistatin 100.000 IU/gr, krim atau salep dan suspensi : 100.000 IU/tablet.

Differential Diagnosa :

 Hairy leukoplakia
 Lichen Planus

Prognosis : Baik

4. Angular Cheilitis

Angular cheilitis atau perleche ialah reaksi inflamasi pada sudut bibir mulut yang sering

dimulai dengan penyimpangan mukokutaneus dan berlanjut hingga ke kulit. Angular cheilitis

ini dikarakteristik oleh kemerahan yang menyebar, bentuknya seperti fisur- fisur, kulit yang

nampak terkikis, ulser yang permukaannya berlapis dan disertai dengan gejala yang subjektif

seperti rasa sakit, rasa terbakar, dan nyeri.

Etiologi :

 Hilangnya dimensi vertical dan tinggi wajah bagian bawah, pada pasien yang
menggunakan gigitiruan yang sudah waktunya untuk diganti.
 Defisiensi vitamin B12 , asam folat atau defisiensi Fe.
 Bakteri, misalnya stafilokokus, juga dapat menyebabkan terjadinya angular cheilitis.

Faktor Predisposisi :

 Penyakit sistemik
 Imunosupresi
 Penyakit HIV dan neutropenia.
Gambaran Klinis :

 Di sudut mulut ditemukan lipatan kulit yang terbelah dan meradang.


 Dapat menyertai candidiasis intraoral.

Perawatan :

 Pemberian vitamin B12 , asam folat, dan Fe.


 Menghilangkan kondisi sistemik yang melatarbelakangi terjadinya lesi, misalnya
kelainan darah dan diabetes mellitus.
 Gigitiruan lama diganti dengan yang baru, dimensi vertikal ditentukan dengan lebih
tepat.
 Infeksi candida intraoral yang ada diobati.
 Angular cheilitis yang terjadi dikarenakan adanya xerostomia, penatalaksanaannya
dengan pemberian saliva buatan, banyak mengkonsumsi air putih, dan mengunyah
permen karet bebas gula.
 Pengobatan antimikrobial diberikan secara topikal.

Resep :

Apabila pasien mengalami angular cheilitis dikarenakan defisiensi Fe, Vitamin B 12 , folic
acid , Niacin , Zinc , maka perlu diresepkan :

 Fe 50-65 mg 3-4 kali per hari.


 Riboflavin (vitamin B2) 5-15 mg per hari.
 Folic acid 5-15 mg per hari.
 Niacin : Nicotinamide (preferred) or nicotinic acid 100–200 mg
 Zinc 60 mg, dua kali sehari.

Sebaliknya apabila angular cheilitis yang dialami pasien dikarenakan adanya


xerostomia, maka perlu dianjurkan untuk adanya pemberian saliva buatan, banyak
minum air putih, dan mengunyah permen karet bebas gula.

Apabila angular cheilitis yang diderita pasien merupakan manifestasi dari


penyakit sistemik pasien, maka berikut ini beberapa resep untuk beberapa jenis
penyakit sistemik :
 Systemic lupus erythematosus : Prednisone, NSAIDs, hydroxychloroquine
 Plummer-Vinson syndrome : 50–65 mg, 3–4 kali sehari.
 Secondary syphilis/split papules : Penicillin G benzathine 2.4 million units
intramuscularly once or tetracycline hydrochloride (500 mg orally 4 times daily) or
doxycycline (100 mg orally twice daily) for 2 weeks (if penicillin allergic).
 Diabetes mellitus : Diet modification, insulin secretagogues, insulin sensitizers, a-D-
glucosidase inhibitors, peptide analogues, insulin.

Differential Diagnosa :

 Lupus erythematous
 lichen planus
 leukoplakia
 squamous cell carcinoma.

Prognosis : Baik.

5. Variasi Normal

Linea Alba

Linea alba merupakan variasi dari struktur dan penampakan dari mukosa rongga mulut. Lesi
ini merupakan bentuk umum dari hyperkeratosis fisiologis yang merupakan kondisi yang
terdiri dari penebalan pada epitel mukosa sebagai respon terhadap friksi atau gesekan secara
berulang. Linea alba merupakan garis putih keabu-abuan yang terjadi di sepanjang mukosa
bukal pada ketinggian occlusal plane.

Etiologi :

 Tekanan, iritasi friksional, atau sucking trauma dari permukaan fasial gigi geligi.
 Chronic chewing serta sucking pada pipi yang pada akhirnya menghasilkan lapisan
tipis putih pada mukosa bukal.

Gambaran Klinis :

 Garis putih atau putih keabu-abuan yang menonjol dan memanjang dari komisura
bibir sampai dengan daerah molar.
 Lesi ini memiliki demarkasi yang baik terhadap mukosa bukal berwarna kemerahan
yang ada di sekitarnya, lunak dan lembut dengan batas yang relatif sulit dibedakan.
 Biasanya linea alba terjadi secara bilateral.

Perawatan : Linea alba tidak memiliki tanda-tanda patologis. Oleh karena itu, tidak
diperlukan perawatan untuk lesi ini. Garis putih ini dapat menghilang secara
spontan pada sebagian orang.

Leukodema

Leukoedema merupakan salah satu dari variasi normal mukosa rongga mulut,
berupa garis-garis putih halus, kerutan-kerutan dan lipatan-lipatan jaringan yang
menumpuk.

Etiologi :

 Sejauh ini, etiologi leukoedema belum diketahui secara pasti.


 Iritasi mukosa tingkat rendah yang terjadi secara berulang. Iritan tingkat rendah
tersebut antara lain dapat berupa oral hygiene yang buruk, makanan pedas, dan juga
tembakau.
 Penggunaan tembakau, rokok, dan cerutu.
 Cheek biting.

Gambaran Klinis :

 Di mukosa bukal ditemukan lapisan tipis seperti film, berwarna putih/keabuan.


 Sebagian besar kasus yang ditemukan bersifat bilateral.
 Dapat “dihilangkan” (dengan tekanan yang diberikan pada pipi dan tarikan pada
mukosa).

Perawatan : Kondisi ini tidak memerlukan perawatan. Bila merokok merupakan faktor
penyebabnya, maka dengan berhenti merokok, leukoedema dapat hilang dengan sendirinya.

White sponge naevus (familial white folded gingivostomatitis)

White sponge naevus (familial white folded gingivostomatitis) merupakan kelainan yang
relative tidak umum, yang biasanya dijumpai pada waktu lahir atau pada anak kecil, tetapi
menetap seumur hidup. Ditandai dengan lesi-lesi mukosa yang tanpa gejala, putih, berkerut,
dan seperti busa.

Etiologi : Penyebabnya dihubungkan dengan cacat pada kematangan epitel dan eksfoliasi.

Gambaran Klinis :

 Bervariasi
 Meskipun demikian, daerah mukosa bukal dan dasar mulut yang terlihat cukup luas.
 Mukosa terlihat tebal dan berlipat.
 Mukosa hidung juga dapat terkena.
 Lesi bersifat jinak.

Perawatan : Tidak diperlukan perawatan, hanya penjelasan untuk meyakinkan pasien bahwa
lesi tersebut tidak berbahaya. Diagnosis dapat ditentukan berdasarkan biopsi
dan pemeriksaan histologi.

GRANULA FORDYCE

Definisi : Fordyce granules merupakan salah satu dari variasi pada struktur dan penampakan
dari mukosa rongga mulut. Lesi ini merupakan suatu kondisi dimana terdapat
kelenjar sebasea ektopik atau sebaceous choristomas (jaringan normal pada lokasi
yang abnormal) pada mukosa rongga mulut.

Gambaran Klinis :

 Fordyce granules memiliki karakteristik gambaran klinis berupa butiran-butiran


berwarna putih kekuning-kuningan yang kecil, berbatas jelas, dan sedikit terangkat
yang dapat terisolasi atau bergabung menjadi suatu kesatuan.
 Butiran-butiran ini sering terjadi secara bilateral dan simetris.
 Fordyce granules merupakan lesi yang asimptomatik.
 Setiap glandula atau butiran memiliki diameter 1-2 mm, tetapi butiran-butiran tersebut
juga dapat bergabung menjadi suatu kesatuan hingga mencapai beberapa sentimeter
diameternya.
Perawatan : Kondisi ini merupakan lesi jinak dan sama sekali tidak berbahaya, sehingga
sama sekali tidak dibutuhkan perawatan, cukup dengan memberikan DHE
kepada pasien.

Fissure tongue (Scrotal tongue)

Merupakan variasi herediter, punggung lidah berfisur, dengan kedalaman antara 3-5 mm. lidah
yang berfisur tidak memperlihatkan adanya papilla-papila normal, kadang agak perih.

Lidah geografik (Glossitis migration jinak)

Permukaan lidah berupa daerah berwarna kemerahan, tidak berpapila dengan penipian dorsal
lidah, biasanya dikelilingi zona sempit dari papilla yang bergenerasi, berwarna lebih putih dari
daerh sekitarnya.

Ankiloglosia

Merupakan kelainan kongenital, ditandai dengan pendeknya frenulum lingualis sehingga


mengganggu fungsi bicara / menelan.

Scalloped tongue (created tongue)

Keadaan ini ditandai dengan lekukan pada tepi lidah, biasanya bilateral tetapi dapat juga unilateral
atau terisolasi pada daerah dimana lidah berkontak erat dengan gigi-gigi. Penyebabnya meliputi
keadan-keadaan yang menyebabkan tekanan abnormal pada lidah seperti gerakan gesek dari lidah
terhadap gigi dan diastema, kebiasaan menjlurkan lidah, menghisap lidah, clenching atau lidah
yang membesar.

Varikositas

Varikositas tambak sebagai pertumbuhan noduler, fluktuasi, berwarna merah, biru sampai ungu.
Varikositas intraoral paling umum timbul superficial pada permukaan ventral dari 2/3 anterior
lidah dan dapat meluas ke tepi lateralnya.
Melanoplakia

Suatu pigmenasi gelap yang menyeluruh dan konstan pada mukosa mulut, umumnya dijumpai
pada orang-orang yang berkulit gelap (melanoderm). Keadaan tersebut fisioogis, bukan patologis
dan akibat dari bertambahnya melanin, suatu pigmen endogen yang terdapat pada lapisan basal
dari mukosa dan lamina propria.

Tugas Responsi

STOMATITIS, KANDIDIASIS, ANGULAR

CHEILITIS DAN VARIASI NORMAL DALAM RONGGA

MULUT

OLEH

NAUFAL MOWANDY

J 111 12 265
BAGIAN ILMU PENYAKIT MULUT

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2016

DAFTAR PUSTAKA

1. Birnbaum W, Dunne SM. 2012. Diagnosis Kelainan dalam Mulut, Petunjuk bagi Klinisi.
Jakarta : EGC.

2. Harty FJ, Ogston R. 1995. Kamus Kedokteran Gigi. Jakarta : EGC.

3. Coogan MM, Greenspan J, Challacombe SJ. 2005. Oral lesions in infection with human
immunodeficiency virus. Bulletin of The World Health Organization. 83 (9).

4. Hasan A, Patel H, Saleh H, Youngberg G, Litchfield J, Krishnaswamy G. 2013. Remission


of severe aphthous stomatitis of celiac disease with etanercept. Clinical and Molecular
Allergy. 11 (6).

5. Caputo BV, Filho GAN, Santos CC, Okida Y, Giovani EM. 2012. Laser Therapy of
Recurrent Aphthous Ulcer in Patient with HIV Infection. Hindawi Publishing Corporation
Case Reports in Medicine.

6. Park KK, Robert T. Brodell, Stephen E. Helms. 2011. Angular Cheilitis, Part 2:
Nutritional, Systemic, and Drug-Related Causes and Treatment. CUTIS Vol.88.

7. Michael W. Finkelstein, DDS, MS. 2013. A Guide to Clinical Differential Diagnosis of


Oral Mucosal Lesions. Crest Oral-B at dentalcare.com Continuing Education Course.

8. Jusri M, Nurdiana. 2009. Treatment of recurrent aphthous stomatitis major with


metronidazole and ciprofloxacin. Dent. J. (Maj. Ked. Gigi). 42 (3).
9. Lalabonova H. 2014. Low Energy Lasers In The Management Of Traumatic Ulcers In Oral
Mucosa – Methods Of Application. J of IMAB. 2014. 20 (1).

10. Tovaru S. Tovaru M. Cionca L. 2009. Primary herpetic gingivostomatitis in children and
adults. Quintessence International. 40 (2).

11. Cawson RA, Odel EW. Colour Guide Oral Pathology. 1995. Melbourne. Churchill
Livingstone.

12. Joseph A, Jamesh J, Richard C. Oral Pathology: Clinical Pathologic Correlations, 5th ed.
2008. California. Regezi.

Anda mungkin juga menyukai