Anda di halaman 1dari 21

1) MENGKAJI, MEMAHAMI, DAN MENJELASKAN DEFINISI PERILAKU

DAN PERILAKU KESEHATAN


PERILAKU

 Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme yang bersangkutan


(Notoatmodjo 2014).

 Perilaku adala respon individu terhadap suatu stimulus atau tindakan yang dapat
diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik disadari ataupun
tidak (Dewi dan Wawan 2010).

 Perilaku adalah suatu aksi atau reaksi organisme terhadap lingkungannya


(Ensiklopedia Amerika 1997)

Perilaku adalah suatu reaksi psikis seseorang terhadap lingkungannya, reaksi tersebut
mempunyai bentuk bermacam-macam yang pada hakekatnya digolongkan menjadi 2
yakni dalam bentuk pasif (tanpa tindakan nyata atau konkrit), dan dalam bentuk aktif
(dengan tindakan konkrit). Bentuk perilaku ini dapat diamati melalui sikap dan
tindakan, namun demikian tidak berarti bentuk perilaku itu hanya dapat dilihat dari
sikap dan tindakan saja, perilaku juga dapat bersifat potensial, yakni dalam bentuk
pegetahuan, motivasi dan persepsi.

Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2010), merumuskan bahwa
perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan
dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap
organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut
teori “S-O-R” atau Stimulus-Organisme–Respon.

 CIRI-CIRI PERILAKU (Sarwono 1998)

Yang membedakan perilaku manusia dengan mahluk lain adalah sebagai berikut:

 Kepekaan Sosial

Kemampuan manusia untuk menyesuaikan perilaku sesuai pandangan dan


harapan orang lain. Manusia adalah mahluk sosial yang tidak dapat hidup
sendiri tanpa bantuan orang lain.
Misal ketika seseorang yang tergolong perokok berat sedang berada dalam
satu acara dengan seseorang yang ia tahu tidak kuat dengan asap rokok, maka
ia tidak merokok ketika acara berlangsung.

 Kelangsungan Perilaku

Antara perilaku satu berhubungan dengan perilaku lain, dengan kata lain
perilaku manusia terjadi secara berkesinambungan bukan secara serta merta.

Misal ketika masih muda, seseorang pernah menderita batu ginjal, sehingga ia
tidak pernah lagi menahan kencing dengan tujuan untuk menghindari
kumatnya penyakit batu ginjal tersebut.

 Orientasi Tugas

Setiap perilaku merupakan orientasi tugas yang memiliki tugas tertentu dan
tujuan tertentu, untuk mewujudkan tugas tertentu dibutuhkan perilaku-perilaku
tertentu pula.

Perilaku manusia memiliki tujuan

Misal seorang pria paruh baya selalu menghindari makanan dengan kadar
purin tinggi untuk menghindari kumatnya penyakit asam urat yang dideritanya

 Usaha dan Perjuangan

Usaha dan perjuangan pada manusia telah dipilih dan ditentukan sendiri,, dan
manusia tidak akan memperjuangkan sesuatu yang memang tidak ingin
diperjuangkan

 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU

a. Faktor Genetik/Endogen

Faktor genetik atau keturunan merupakan konsep dasar terjadinya perilaku


seseorang

Perilaku terbentuk dari dalam individu itu sendiri sejak ia dilahirkan.

b. Faktor Situasional
Meliputi faktor lingkungan, pendidikan, agama, sosial, faktorfaktor yang lain
yaitu susunan saraf pusat persepsi emosi.

Mencakup faktor lingkungan di mana manusia itu tinggal, baik itu lingkungan
fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya. Faktor tersebut
merupakan kondisi objektif di luar manusia yang mempengaruhi perilakunya.

 Faktor Ekologis

Alam, geografis, iklim

 Faktor Desain dan Arsitektur

Struktur bangunan, betuk bangunan, pola pemukiman

 Faktor Temporal

Pengaruh waktu terhadap bioritme manusia yang mempengaruhi


perilakunya. Waktu pagi, siag, sore, dan malam yang membawa
pengaruh sikap dan perilaku

 Suasana Behavior (Behavior Setting)

Tempat keramaian atau kerumuman massa membawa pola perilaku


manusia, perilaku orang yang diwarnai oleh suasana lingkungan tersebut.

 Faktor Teknologi

Perkembangan teknologi termasuk teknologi informasi yang disebut


dengan internet membawa pengaruh bagi perilaku seseorang

 Faktor Sosial

Peran faktor sosial seperti umur, status pendidikan, agama, status sosial
berpengaruh terhadap perilaku seseorang

c. Faktor Sosio-Psikologis

Merupakan faktor internal yang sangat besar pengaruhnya terhadap terjadinya


perilaku.

 Sikap
Kecenderungan untuk berpikir, berpresepsi, dan bertindak. Sikap
mengandung aspek penilaian atau evaluatif terhadap objek dan
mempunyai 3 komponen:

1. Komponen Kognitif (Pengetahuan)

2. Komponen Afektif

Aspek emosional yang berkaitan dengan penilaian apa yang


diketahui manusia

3. Komponen Konatif

Aspek visional yang berhubungan dengan kecenderungan dan


kemauan bertindak.

 Emosi

 Kepercayaan

 Kebiasaan

 Kemauan

PERILAKU KESEHATAN

2) MENGKAJI, MEMAHAMI, DAN MENJELASKAN KLASIFIKASI PERILAKU


KESEHATAN
3) MENGKAJI, MEMAHAMI, DAN MENJELASKAN BENTUK PERILAKU
4) MENGKAJI, MEMAHAMI, DAN MENJELASKAN DOMAIN PERILAKU
KESEHATAN
 DOMAIN PERILAKU KESEHATAN
Bloom 1908 dan Notoadmojo 2014 membedakan adanya tiga area, wilayah, ranah,
atau domain perilaku kesehatan
a. Ranah Kognitif (Pengetauan)
Ranah kognitif dapat diukur dengan pengetahuan, pengetahuan merupakan
hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui
indera yang dimilikinya. Perilaku yang didasari atas pengetahuan umunya
bersifat llanggeng (Sunaryo 2014).
Pengetahuan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu
objek tertentu, sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata
dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
dalam pembentukan tindakan seseorang.
Pengetahuan umumnya datang dari pengalaman juga dapat diperoleh dari
informasi yang disampaikan orang lain, di dapat dari buku, surat kabar, atau
media massa, elektronik. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia
yaitu indra penglihatan, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang (overt behaviour).
Pengetahuan itu adalah sesuatu yang ada secara niscaya pada diri manusia.
Keberadaannya diawali dari kecenderungan psikis manusia sebagai bawaan
kodrat manusia, yaitu dorongan ingin tahu yang bersumber dari kehendak atau
kemauan. Sedangkan kehendak adalah salah satu unsur kekuatan kejiwaan.
Adapun unsur lainnya adalah akal pikiran (ratio) dan perasaan (emotion).
Ketiganya berada dalam satu kesatuan, dan secara terbuka bekerja saling
pengaruh mempengaruhi menurut situasi dan keadaan. Artinya, dalam keadaan
tertentu yang berbeda-beda, pikiran atau perasaan atau keinginan biasa lebih
dominan. Konsekuensinya, ada pengetahuan akal (logika), pengetahuan
perasaan (estetika) dan pengetahuan pengalaman (etika). Idealnya,
pengetahuan seharusnya mengadung kebenaran sesuai dengan prinsip akal,
perasaan dan keinginan. Dengan kata lain, pengetahuan yang benar haruslah
dapat diterima dengan akal, sekaligus dapat diterima oleh perasaan dan layak
dapat dikerjakan dalam praktik perilaku (Suhartono, 2008). Pada dasarnya
pengetahuan terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan
seseorang dapat memahami sesuatu gejala dan memecahkan masalah yang
dihadapi. Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung ataupun
melalui pengalaman orang lain. Pengetahuan dapat ditingkatkan melalui
penyuluhan baik secara individu maupun kelompok untuk meningkatkan
pengetahuan kesehatan yang bertujuan untuk tercapainya perubahan perilaku
individu, keluarga, dan masyarakat dalam upaya mewujudkan derajat
kesehatan optimal.
1. Tingkatan Pengetahuan
Secara garis besar tingkat pengetahuan ada 6 yaitu:
 Tahu (Know)
Mengingat kembali memori yang telah ada sebelumnya setelah
mengamati sesuatu. Ukuran bahwa seseorang tahu adalah ia dapat
menyebutkan, mengurai, mendifinisikan dan menyatakan.
Menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori dari protein pada
anak balita.
Tahu bahwa buah jeruk mengandung vitamin C
Tahu bahwa Demam Berdarah disebabkan oleh gigitan nyamuk
Aides aigepty
 Memahami (comprehension)
Memahami sesuatu berarti bukan hanya sekedar tahu tetapi harus
dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek tersebut.
Seseorang yang telah paham harus dapat menjelaskan,
memberikan contoh, dan menyimpulkan.
Dapat menjelaskan mengapa harus makan makanan yang bergizi.
 Aplikasi
Apabila orang yang telah memahami objek tersebut dapat
menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui
tersebut. Dengan kata lain, menerapkan informasi yang sudah
didapat dan dipelajari untuk diterapkan di kondisi nyata.
Dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan hasil
penelitian, dapat menggunakan prinsip siklus pemecahan masalah
di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.
 Analisis
Kemampuan seseorang untuk menjabarkan objek ke dalam bagian-
bagian yang lebih kecil tetapi masih dalam struktur objek tersebut
(berkaitan satu sama lain).
Indikasi bahwa pengetahuan seseorang sudah mencapai tingkat
analisis yaitu bisa membdeakan atau memisahkan,
mengelompokkan, membuat diagram (bagan) terhadap
pengetahuan objek tersebut.
Bisa membedakan sariawan pada lidah dan geographic tongue
 Sintesis
Kemampuan seseorang untuk menyusun formulasi baru dan
formulasi-formulasi yang sudah ada.
Sintesis adalah kemampuan seseorang dalam membuat temuan
ilmu yang baru berdasarkan ilmu lama yang sudah dipelajari
sebelumnya.
Dapat menyusun, merencanakan, meringkaskan dan menyesuaikan
terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
 Evaluasi
Berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan
penilaian terhadap objek tertentu.
Tingkatan pengetahuan yang paling tinggi adalah evaluasi. Dari
hasil pembelajaran yang sudah dilakukan, seseorang dapat
mengevaluasi seberapa efektifnya pembelajaran yang sudah ia
lakukan. Dari hasil evaluasi ini dapat dinilai dan dijadikan acuan
untuk meningkatkan strategi pembelajaran baru yang lebih efektif
lagi.
Dapat membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan
anak kekurangan gizi.
2. Cara Memperoleh Pengetahuan
 Cara Tradisional atau Non ilmiah
Coba-salah (Trial and Error), secara kebetulan, cara kekuasaan
atau otoritas, berdasarkan pengalaman pribadi, dan melalui jalan
fikiran manusia.
 Cara modern
Yaitu cara memperoleh pengetahuan yang lebih sistematis, logis
dan lebih ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah, atau
lebih popular disebut dengan metode penelitian (research
methodology) (Notoatmodjo, 2010).
3. Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Faktor-faktor pengetahuan menurut Wawan & Dewi (2011) dibedakan
menjadi faktor internal dan faktor eksternal :
a. Faktor internal
 Pendidikan
Pendidikan dapat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap
pola hidup terutama dalam motivasi sikap. Semakin tinggi
pendidikan seseorang, maka semakin mudah untuk penerimaan
informasi.
 Pekerjaan
Menurut Thomas yang di kutip oleh Nursalam (2003) pekerjaan
merupakan suatu cara mencari nafkah yang membosankan,
berulang, dan banyak tantangan. Pekerjaan dilakukan untuk
menunjang kehidupan pribadi maupun keluarga. Bekerja
dianggap kegiatan yang menyita waktu.
 Umur
Usia adalah umur individu yang terhitung mulai dari dilahirkan
sampai berulang tahun (Elisabeth BH, dikutip dari Nursalam,
2003). Menurut Hurlock (1998), semakin cukup umur, tingkat
kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam
berfikir.
b. Faktor eksternal
 Faktor lingkungan
Lingkungan sekitar dapat mempengaruhi perkembangan dan
perilaku individu maupun kelompok. Jika lingkungan
mendukung ke arah positif, maka individu maupun kelompok
akan berperilaku positif, tetapi jika lingkungan sekitar tidak
kondusif, maka individu maupun kelompok tersebut akan
berperilaku kurang baik.
 Sosial budaya
Sistem sosial budaya yang ada dalam masyarakat juga
mempengaruhi sikap dalam penerimaan informasi.
4. Kriteria Tingkat Pengetahuan
Penilaian pengetahuan menurut Arikunto (2006) dikutip dari Wawan &
Dewi (2011) diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif,
yaitu :
a. Baik : dengan presentase 76%-100%
b. Cukup : dengan presentase 56%-75%
c. Kurang : dengan presentase <56%
b. Ranah Afektif (Sikap)
Reaksi yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus disebut sikap.
Sikap belum merupakan suatu tindakan nyata, tetapi masih berupa persepsi
dan kesiapan seseorang untuk bereaksi terhadap stimulus yang ada di
sekitarnya. Sikap dapat diukur secara langsung dan tidak langsung.
Pengukuran sikap merupakan pendapat yang diungkapkan oleh responden
terhadap objek (Notoatmodjo, 2007).

New Comb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap itu
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan
pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan akan tetapi
merupakan predisposisi tindakan sikap perilaku.

Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu
stimulus atau objek. Sikap tidak langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan
terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan
konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam
kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap
stimulus sosial (Notoatmodjo, 2010). Secara umum sikap dapat dirumuskan
sebagai kecenderungan untuk merespon (secara positif atau negatif) terhadap
orang, objek atau situasi tertentu. Sikap mengandung suatu penelitian
emosional/afektif (senang, benci, sedih, dan sebagainya). Selain bersifat positif
dan negatif, sikap memiliki tingkat kedalaman yang berbeda-beda (sangat
benci, agak benci, dan sebagainya). Sikap itu tidaklah sama dengan perilaku
dan perilaku tidaklah selalu mencerminkan sikap seseorang. Sebab sering kali
terjadi bahwa seseorang dapat berubah dengan memperlihatkan tindakan yang
bertentangan dengan sikapnya. Sikap seseorang dapat berubah dengan
diperolehnya tambahan informasi tentang objek tersebut melalui persuasi serta
tekanan dari kelompok sosialnya. Sikap merupakan reaksi atau respon yang
masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi
sikap itu tidak langsung dapat dilihat, tetapi dapat ditafsirkan terlebih dahulu
dari perilaku yang tertutup.
1. Ciri-Ciri Sikap
a. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari
sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan
objeknya. Sifat ini membedakannya dengan sifat motif-motif
biogenetis seperti lapar, haus, atau kebutuhan akan istirahat.
b. Sikap dapat berubah-ubah karena sikap dapat dipelajari dan karena
itu pula sikap dapat berubah-ubah pada orang bila terdapat
keadaan-keadaan dan syaratsyarat tertentu yang mempermudah
sikap pada orang itu.
c. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan
tertentu terhadap suatu objek. Dengan kata lain, sikap itu dibentuk,
dipelajari atau berubah senantiasa.
d. Objek sikap itu dapat merupakan satu hal tertentu tetapi juga
merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.
e. Sikap mempunyai segi motivasi dari segi-segi perasaan. Sifat
ilmiah yang membedakan sikap dan kecakapan-kecakapan atau
pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang (Notoamojo, 2010).
2. Komponen Sikap (Allport 1954)
Secara garis besar sikap terdiri dari
a. Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu obyek
b. Kecenderungan untuk bertindak
Berpengaruh terhadap respon sesuai atau tidak sesuai
c. Kehidupan emosional terhadap suatu obyek
Menimbulkan respon-respon yang konsisten

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap


yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini,
pengetahuan, berpikir, keyakinan dan emosi memegang peranan
penting. Suatu contoh seorang ibu telah mendengarkan penyakit
polio (penyebabnya, akibatnya, pencegahannya, dan sebagainya).
Pengetahuan ini akan membawa ibu untuk berpikir dan berusaha
supaya anaknya tidak terkena polio.
Dalam berpikir ini, komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja
sehingga ibu tersebut berniat akan mengimunisasikan anaknya
untuk mencegah supaya anaknya tidak terkena polio. Sehingga ibu
ini mempunyai sikap tertentu terhadap objek yang berupa penyakit
polio ini.
3. Tingkatan Sikap
Sikap juga memiliki tingkatan (Fitriani 2011)
a. Menerima (recieving)
Subjek mau menerima stimulus yang diberikan (objek)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan
memperlihatkan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap
orang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian
orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang gizi.
b. Menanggapi (responding)
Memberi jawaban tanggapan terhadap pernyataan yang dihadapi
dan menyelesaikan tugas yang diberikan sebagai tanda seseorang
menerima ide tersebut.
Memberikan jawaban apabila ditanya. Mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari
sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau
mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu
benar atau salah, adalah berarti orang menerima ide tersebut.
c. Menghargai (valuing)
Menghargai berarti seseorang dapat menerima ide dari orang lain
yang mungkin saja berbeda dengan idenya sendiri, kemudian dari
dua ide yang berbeda tersebut didiskusikan bersama antara kedua
orang yang mengajukan ide tersebut.
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu
masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya :
seorang ibu yang mengajak ibu yang lain untuk pergi
menimbangkan anaknya ke posyandu atau mendiskusikan tentang
gizi, adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah mempunyai
sikap positif terhadap gizi anak.
d. Bertanggung jawab (responsibility)
Berani mengambil risiko atas apa yang telah dilakukan merupakan
tingkatan ikap tertinggi.
Misal seorang ibu mau menjadi akseptor KB, meskipun mendapat
tantangan dari mertua atau orang tuanya
4. Fungsi Sikap
a. Fungsi instrumental atau fungsi manfaat atau fungsi penyesuaian
Disebut fungsi manfaat karena sikap dapat membantu mengetahui
sejauh mana manfaat objek sikap dalam pencapaian tujuan.
Dengan sikap yang diambil oleh seseorang, orang dapat
menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungan sekitar, disini
sikap berfungsi untuk penyesuaian.
Sikap adalah sesuatu yang bersifat communicable artinya sesuatu
yang mudah menjalar sehingga mudah pula menjadi milik
bersama.
b. Fungsi Pertahanan Ego
Sikap tertentu diambil seseorang ketika keadaan dirinya atau
egonya merasa terancam. Seseorang mengambil sikap tertentu
untuk mempertahankan egonya.
c. Fungsi Ekspresi Nilai
Pengambilan sikap tertentu terhadap nilai tertentu akan
menunjukkan sistem nilai yang ada pada diri individu yang
bersangkutan.
d. Fungsi Pengetahuan
Jika seseorang mempunyai sikap tertentu terhadap suatu objek, itu
berarti menunjukkan orang tersebut mempunyai pengetahuan
terhadap objek sikap yang bersangkutan.
5. Faktor yang Mempengaruhi Sikap
a. Pengalaman Pribadi
Pengalaman pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat agar
dapat dijadikan sebagai dasar pembentukan sikap yang baik. Sikap
akan lebih mudah terbentuk jika pengalaman pribadi yang terjadi
melibatkan faktor emosional.
Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman
pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap
akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut
melibatkan faktor emosional. Dalam situasi yang melibatkan
emosi, penghayatan akan pengalaman akan lebih mendalam dan
lebih lama berbekas.
b. Pengaruh Orang Lain yang Dianggap Penting
Individu cenderung mempunyai sikap yang searah dengan orang
yang dianggapnya penting karena dimotivasi oleh keinginan untuk
menghindari konflik dengan orang yang dianggapnya penting
tersebut.
Pada umumnya, individu bersikap konformis atau searah dengan
sikap orang orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini
antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan
keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap
penting tersebut.
c. Kebudayaan
Kebudayaan memberi corak pengalaman individu-individu
masyarakat asuhannya sehingga kebudayaan yang dianut menjadi
salah satu faktor penentu pembentukan sikap seseorang.
B.F. Skinner (dalam, Azwar 2005) menekankan pengaruh
lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam membentuk kepribadian
seseorang. Kepribadian tidak lain daripada pola perilaku yang
konsisten yang menggambarkan sejarah reinforcement (penguatan,
ganjaran) yang dimiliki. Pola reinforcement dari masyarakat untuk
sikap dan perilaku tersebut, bukan untuk sikap dan perilaku yang
lain.
d. Media Massa
Media massa yang harusnya disampaikan secara objektif
cenderung dipengaruhi oleh sikap penulis sehingga berpengaruh
juga terhadap sikap konsumennya
Berbagai media massa seperti televisi, radio, mempunyai pengaruh
besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Adanya
informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan
kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan-
pesan sugestif yang dibawa informasi tersebut, apabila cukup kuat,
akan memberi dasar afektif dalam mempersepsikan dan menilai
sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.
e. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama
Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga
agama sangat menentukan system kepercayaan sehingga konsep
ini akan ikut mempengaruhi pembentukan sikap.
Sebagai suatu sistem, institusi pendidikan dan agama mempunyai
pengaruh kuat dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya
meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu.
Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu
yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan
dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya.
f. Faktor Emosional
Sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi sebagai
bentuk pertahanan egonya.
Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan
pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang, suatu bentuk sikap
merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi
sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk
mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian bersifat sementara dan
segera berlalu begitu frustasi telah hilang akan tetapi dapat pula
merupakan sikap yang lebih persisten dan lebih tahan lama.
contohnya bentuk sikap yang didasari oleh faktor emosional adalah
prasangka.
6. Cara Pengukuran Sikap
a. Skala Thurstone (Method of Equel-Appearing Intervals)
Teknik ini disusun oleh Thurstone yang didasarkan pada asumsi
nilai skala yang berasal dari rating para penilai tidak dipengaruhi
oleh sikap penilai terhadap isu. Metode ini menempatkan sikap
seseorang pada rentangan kontinum dari yang sangat unfavorable
sampai yang sangat favorable terhadap suatu objek sikap. Caranya
yaitu dengan memberikan orang tersebut beberapa item sikap yang
telah ditentukan derajat favorabilitasnya. Pembuat skala perlu
membuat sampel pernyataan sikap sekitar 100 buah atau lebih,
kemudian pernyataan-pernyataan tersebut diberikan kepada
beberapa orang penilai untuk menentukan derajat favorabilitasnya.
Rentang favorabilitas dari 1 sampai 11. Median dari penilaian
antar penilai terhadap item ini dijadikan sebagai nilai skala
masing-masing item. Pembuat skala menyusun item dari skala
terendah sampai tertinggi, kemudian memilih item untuk kuesioner
skala sikap yang sesungguhnya dan selanjutnya diberikan kepada
responden untuk menunjukkan seberapa besar kesetujuan atau
ketidaksetujuannya pada masing-masing item (Wawan & Dewi,
2011).
b. Skala Likert (Method of Summateds Ratings)
Item dalam skala Likert dibagi menjadi kelompok favorable dan
unfavorable. Untuk item favorable, jawaban sangat setuju nilainya
5, sedangkan jawaban sangat tidak setuju nilainya 1. Item
unfavorabel, nilai untuk jawaban sangat setuju adalah 1, sedangkan
jawaban untuk sangat tidak setuju diberi nilai 5. Skala Likert
disusun dan diberi skor sesuai dengan skala interval sama
(Riyanto, 2011).
c. Skala Guttman
Pengukuran dengan menggunakan skala Guttman hanya akan ada
dua jawaban, yaitu “ya-tidak”, “benar-salah”, “pernah-tidak
pernah”, “setuju-tidak setuju”, dan lain-lain. Skala Guttman
digunakan apabila ingin mendapatkan jawaban yang tegas tentang
permasalahan yang dipertanyakan. Penilaian pada skala Guttman
untuk jawaban setuju diberi skor 1 dan jika tidak setuju diberi skor
0 (Sugiyono, 2009). Sikap dikatakan positif (mendukung) bila
hasil mean lebih besar daripada rata-rata, sedangkan dikatakan
negatif (tidak mendukung) bila hasil mean lebih rendah daripada
ratarata.
c. Ranah Psikomotor (Praktik)
Praktik merupakan tindakan nyata dari adanya suatu respon (Notoatmodjo,
2012). Sikap dapat terwujud dalam tindakan nyata apabila tersedia fasilitas
atau sarana dan prasarana. Tanpa adanya fasilitas, suatu sikap tidak dapat
terwujud dalam tindakan nyata (Notoatmodjo, 2005).
Ranah psikomotor dapat diukur dari keterampilan (practice). Merupakan suatu
sikap yang belum tentu terwujud dalam tindakan.
1. Tingkatan Praktik
Tindakan ini dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan menurut
kualitasnya:
a. Praktik terpimpin (guided response)
Apabila seseorang sudah melakukan sesuatu tapi masih bergantung
pada tuntunan atau panduan
Contoh: Ibu memeriksakan kehamilannya secara rutin ketika
diingatkan oleh petugas posyandu
b. Praktik secara mekanisme (mechanism)
Apabila seseorang telah melakukan/mempraktikkan sesuatu secaea
otomatis
Contoh: Mengimunisasikan bayinya tanpa perintah atau ajakan
orang lain.
c. Adopsi
Suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang. Tidak
sekedar melakukan rutinitas atau mekanisme tetapi sudah
dilakukan modifikasi.
Contoh: Ibu dapat memilih dan memasak makanan yang bergizi
tinggi berdasarkan bahan- bahan yang murah dan sederhana
2. Cara Menilai Praktik
Cara menilai praktik dapat dilakukan melalui check list dan kuesioner.
Check list berisi daftar variabel yang akan dikumpulkan datanya.
Peneliti dapat memberikan tanda ya atau tidak sesuai dengan tindakan
yang dilakukan sesuai dengan prosedur. Selain menggunakan check
list, penilaian praktik juga dapat dilakukan dengan kuesioner.
Kuesioner berisi beberapa pertanyaan mengenai praktik yang terkait
dan responden diberikan pilihan “ya” atau “tidak” untuk menjawabnya
(Arikunto, 2010).
3. Kategori Penilaian Praktik
Kategori penilaian praktik menurut Arikunto (2006) dalam Wawan &
Dewi (2011) :
a. Baik : presentase 76%-100%
b. Cukup : presentase 56%-75%
c. Kurang : presentase
5) MENGKAJI, MEMAHAMI, DAN MENJELASKAN DETERMINAN
PERILAKU KESEHATAN
6) KESEHATAN SPIRITUAL
1. Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan Yang
MahaKuasa dan Maha Pencipta. Menurut Burkhardt (1993) spiritualitas
meliputi aspek-aspek 1) berhubungan dengan sesuatu yang tidak
diketahui atau ketidakpastian dalamkehidupan
2. Menemukan arti dan tujuan hidup
3. Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam
dirisendiri
4. Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan
Yang MahaTinggi.

Kesehatan spiritual atau kesejahteraan adalah” rasa keharmonisan saling kedekatan antara diri dengan
orang lain, alam, dan dengan kehidupan yang tertinggi “(Hungelmann et al,1985).

Kesehatan jiwa ( spiritual ) menurut ilmu kedokteran saat ini adalah suatukondisi yang memungkinkan
perkembangan fisik, intelektual dan emosional yan optimaldari seseorang dan perkembangan itu
berjalan selaras dengan orang lain (suliswati,Hj.tji anita,2004).
Kesehatan (wellness) adalah suatu keseimbangan dimensi kebutuhan manusia yang
berbeda secara terus menerus-spiritual, sosial, emosional, intelektual, sik,
okupasional, dan lingkungan. Kesehatan atau kesejahteraan spiritual adalah rasa
keharmonisan, saling kedekatan antara diri dengan orang lain, alam dan dengan
kehidupan yang tertinggi.

Rasa keharmonisan ini dicapai ketika seseorang menemukan keseimbangan antara nilai,
tujuan, dan sistem keyakinan mereka dengan hubungan mereka di dalam diri mereka
sendiri dan dengan orang lain. Ketidakseimbangan spiritual (spirituality disequilibrium)
adalah sebuah kekacauan jiwa yang terjadi ketika kepercayaan yang dipegang teguh
tergoncang hebat. Kekacauan ini seringkali muncul ketika penyakit yang mengancam
hidup berhasil didiagnosis (Taylor, 1991).

Kesehatan spiritual adalah kondisi yang dalam pandangan su stik disebut sebagai
terbebasnya jiwa dari berbagai penyakit ruhaniah, seperti syirik (polytheist), kufur
(atheist), nifaq atau muna k (hypocrite), dan fusuq (melanggar hukum). Kondisi
spiritual yang sehat terlihat dari hadirnya ikhlas (ridha dan senang menerima
pengaturan Illahi), tauhid (meng-Esa-kan Allah), tawakal (berserah diri sepenuhnya
kepada Allah). Spiritualitas adalah pandangan pribadi dan perilaku yang
mengekspresikan rasa keterkaitan ke dimensi transcendental atau untuk sesuatu yang
lebih besar dari diri (Asy’arie, 2012). Dubos memandang sehat sebagai suatu proses
kreatif dan menjelaskannya sebagai kualitas hidup, termasuk kesehatan sosial,
emosional, mental, spiritual, dan biologis dari individu, yang disebabkan oleh adaptasi
terhadap lingkungan. Kontinum sehat dan kesehatan mencakup enam dimensi sehat
yang mempengaruhi gerakan di sepanjang kontinum.
Dimensi ini diuraikan sebagai berikut :
 Sehat fisik ukuran tubuh, ketajaman sensorik, kerentanan terhadap penyakit, fungsi
tubuh, kebugaran fisik, dan kemampuan sembuh
 Sehat intelektual kemampuan untuk berfikir dengan jernih dan menganalisis secara
kritis untuk memenuhi tantangan hidup.
 Sehat sosial kemampuan untuk memiliki hubungan interpersonal dan interaksi
dengan orang lain yang memuaskan.
 Sehat emosional ekspresi yang sesuai dan control emosi; harga diri, rasa percaya
dan cinta.
 Sehat lingkungan penghargaan terhadap lingkungan eksternal dan peran yang
dimainkan seseorang dalam mempertahankan, melindungi, dan memperbaiki
kondisi lingkungan.
 Sehat spiritual keyakinan terhadap Tuhan atau cara hidup yang ditentukan oleh
agama; rasa terbimbing akan makna atau nilai kehidupan.
Banyak orang meyakini kesehatan optimum paling baik dicapai dengan pendekatan
holistik saat terdapat keseimbangan antara dimensi-dimensi. Manusia terdiri dari
dimensi fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual dimana setiap dimensi harus
dipenui kebutuhannya. Seringkali permasalahan yang muncul pada klien ketika
mengalami suatu kondisi dengan penyakit tertentu (misalnya penyakit fisik)
mengakibatkan terjadinya masalah psikososial dan spiritual. Ketika klien mengalami
penyakit, kehilangan dan stress, kekuatan spiritual dapat membantu individu tersebut
menuju penyembuhan dan terpenuhinya tujuan dengan atau melalui pemenuhan
kebutuhan spiritual.

Anda mungkin juga menyukai