Anda di halaman 1dari 4

Memantaskan Diri, Memantapkan Hati.

Oleh Nida Muthi Athifah

Bismillah. Assalamu’alaikum wr wb.

Salam kenal teman-teman! :)


Izinkan saya menarasikan materi dalam bentuk tulisan yaa...

Menikah merupakan impian setiap muslimah, tapi kapan dan dengan siapa masih misteri
Illahi. Siapa yang saat ini galau karena menanti jodoh? Galau dan khawatir adalah hal
yang lumrah kita alami apalagi sebagai perempuan. Tapi.. kalau hal tersebut membuat
kita malas, tidak produktif, dan tidak mempersiapkan pernikahan, akan sangat
disayangkan.

Menikah, bukan hanya soal mewujudkan impian memiliki pasangan idaman, bukan hanya
untuk bersenang-senang dengan pasangan tanpa “takut dosa”, bukan pula tujuan akhir
layaknya akhir cerita kartun “Happily ever after”, tapi lebih dari itu.

Menikah adalah gerbang masuk sebuah kehidupan “nyata”. Jika dulu kita masih
berlindung di balik “ketiak” orang tua, tidak dengan saat kita sudah menjalani hidup
berumah tangga. Kemandirian sangat diperlukan untuk melalui roller coaster kehidupan,
mulai dari menuntaskan problematika rumah tangga sampai soal mendidik anak.

Menikah adalah ibadah. Memangnya ibadah yang seperti apa? Kalau belum nikah,
berarti tidak bisa beribadah, dong? Jadi boleh kalau baru rajin ibadahnya setelah menikah
aja? Terkadang kita harus berhati-hati dengan sebuah ungkapan. Ungkapan tersebut tak
jarang menjebak kita pada anggapan bahwa belum menikah berarti lebih buruk daripada
sudah menikah, belum menikah berarti kita “lemah” dan tidak bisa beribadah apa-apa,
bahkan menjadi sebuah pembenaran untuk menunda melakukan ibadah. Semoga kita
tidak begitu ya... padahal seperti yang saya sebutkan tadi, menikah adalah gerbang
masuk kehidupan yang lebih besar dan berat lagi. Sebelum melewatinya, sangat
dibutuhkan bekal yang cukup agar bisa mantap menjalaninya. Bukan dengan menunda
ibadah, justru melatih diri agar konsisten beribadah karena setelah menikah tantangan
menjalani ibadah akan lebih besar jika hari ini kita tidak terbiasa melakukan ibadah.

Belum menikah juga tidak lantas membuat kita lebih buruk daripada yang sudah
menikah, karena sejatinya ada banyak sekali bentuk ibadah yang bisa kita lakukan. Sholat
wajib-sunnah, puasa, zakat infaq shodaqoh, naik haji dapat dilakukan baik yang sudah
maupun belum menikah, kan? Lantas dimana keburukannya? Yang membedakan

“Memantaskan Diri, Memantapkan Hati.” – Nida Muthi Athifah


hanyalah kondisi serta letak keta’atan utama kita. Jika sebelum menikah, kita wajib ta’at
kepada orang tua, maka setelah menikah ta’at utama kita kepada suami. Tentu ta’at
tertinggi adalah kepada Allah ya!

Sehingga, sejatinya menikah itu ibadah terletak pada niat. Jika kita niatkan segala hal
dalam pernikahan sebagai ibadah, insyaAllah akan bernilai ibadah pula. Bagaimana agar
segala proses bernilai ibadah? Fokuslah kepada Allah. Berfokuslah agar segala hal yang
kita lakukan karena Allah, termasuk dalam urusan menikah. Berfokuslah agar upaya yang
kita lakukan adalah upaya-upaya yang Allah suka, bukan yang Allah benci. Berfokuslah
pada proses yang baik, sehingga serahkan hasil hanya kepada Allah. Jika prosesnya baik,
kita senantiasa memperbaiki diri, maka Allah pun akan memberikan yang terbaik untuk
diri kita.

Lantas, apa yang harus dilakukan terlebih dahulu saat kita ingin memperbaiki diri
agar menjadi hamba yang lebih baik?

Bertaubatlah. Kita pasti pernah melakukan kesalahan dan dosa, entah besar
ataupun kecil. Allah berhak menghukum kita, tapi Allah pun mau mengampuni jika
kita bertaubat. Misalnya, dulu atau sekarang pacaran, minta maaflah kepada Allah.
Sebenarnya, kita tahu kalau pacaran itu tidak disukai Allah kan? Entah karena kita
berkhalwat (berdua-duaan), bermesraan, menyentuh lawan jenis, dan sebagainya.
Namun karena merasa sudah “terlanjur dosa” atau terlena dengan hawa nafsu, kita
jadi mengabaikan bahwa sebenarnya yang kita lakukan salah di mata Allah. Jangan
begitu ya, dear. Allah itu sayang pada kita, Allah mau kok memaafkan kita asalkan
kita mau memohon ampun atas kesalahan dan dosa yang pernah kita lakukan.
Dalam pernikahan kita mengejar keberkahan-Nya, kalau terlalu banyak dosa yang
kita lakukan bagaimana kita bisa mendapatkan berkah? :(

Bertekad untuk tidak mengulangi lagi. Taubat saja tidak cukup, kita harus bertekad
untuk tidak mengulangi serta menjauhi hal-hal yang tidak Allah suka. Hijrah pasti
butuh proses dan tantangannya tidak mudah. Tapi jika kita mencari lingkungan dan
teman yang baik serta terus berfokus pada Allah, insyaAllah kita dapat melaluinya
dengan baik.

Tutuplah keburukan dengan kebaikan. Jika minyak dalam sebuah gelas perlahan
bisa berkurang dan hilang setelah kita memasukkan air terus menerus secara
perlahan, begitulah dengan keburukan yang kita lakukan. Perlahan-lahan dosa kita
bisa berkurang jika kita terus melakukan kebaikan. Jadi jangan remehkan kebaikan
kecil yang kita lakukan ya, semakin sering, semakin berpotensi untuk menghapus
dosa-dosa kita. Wallahua’lam.

“Memantaskan Diri, Memantapkan Hati.” – Nida Muthi Athifah


Ingatlah kematian. Kematian adalah sebaik-baiknya pengingat. Hidup kita hanya
sekali, bukan hanya untuk dihabiskan dengan bersenang-senang. Kita punya peran
dan tanggung jawab yang harus dilakukan. Menjalankannya dengan baik dapat
menjadi bekal kita menjalani kehidupan di akhirat. Kehidupan akhirat itu seperti apa?
Memang abstrak sekali, tapi percayalah bahwa janji Allah itu pasti.

Semoga dengan melakukan hal-hal tersebut tidak hanya membuat kita dapat
memperbaiki diri namun juga istiqomah dalam menjalani segala sesuatu. Satu-dua
kebaikan saja tidak cukup untuk kita lakukan, karena kita tidak tahu seberapa besar
keburukan/dosa yang telah kita lakukan. Jangan sampai mendekati kematian kita baru
menyesal karena tidak bisa melakukan banyak kebaikan semasa hidup :(

TIPS MEMANTASKAN DIRI DAN MEMANTAPKAN HATI BAGI MUSLIMAH

• Berbaiki diri
Perbaiki diri terus menerus atau meningkatkan kemampuan diri. Apa yang harus
diperbaiki? Bisa kebiasaan, seperti pola makan, pola tidur, kebiasaan menunda,
bermalas-malasan, dll; ibadah, jika biasanya sholat wajib masih bolong-bolong,
perbaiki, dan sebagainya; kemampuan/keterampilan dasar, seperti memasak,
menyuci pakaian, problem solving, mengambil keputusan, dll; serta pola pikir,
seperti meluruskan anggapan atau pemikiran yang kurang tepat perihal
pernikahan, dan berbagai hal dalam kehidupan.

• Mengenal diri
Mengenal diri sangat penting untuk kehidupan kita baik sebelum dan setelah
menikah. Dengan mengenal diri, kita akan lebih mudah menjalani kehidupan sesuai
dengan peran diri masing-masing tanpa harus berlebihan membandingkan diri
dengan orang lain, serta kebingungan dalam menentukan tujuan. Teman-teman
bisa mengikuti berbagai pelatihan untuk mengenali diri, maupun tes-tes
kepribadian baik online maupun offline, jika diperlukan.

• Pelajari dan persiapkan ilmu pernikahan


Sudah bukan saatnya nikah tanpa persiapan, mengingat semakin banyaknya
kasus perceraian di sekitar kita. Hal itu dapat terjadi karena kurangnya persiapan.
Persiapan apa saja? Mental/psikologis, ilmu, spiritual, fisik, finansial, juga sosial.
Ketahui ilmunya, jadikan hal tersebut bekal untuk menjalani kehidupan berumah
tangga kelak. Teman-teman bisa baca-baca tulisan di Instagram atau mengikuti
kelas @premarriagetalk ya, hehehe

“Memantaskan Diri, Memantapkan Hati.” – Nida Muthi Athifah


• Dekatkan diri kepada Allah
Ini mungkin poin paling akhir, tapi sebenarnya inilah poin utamanya. :)
Dekatkan diri kita selalu kepada Allah, dalam segala kesempatan dan untuk
kepentingan apapun, terlebih menikah. Diri kita ini lemah tanpa Allah, jadi kuatkan
dengan mendekatkan diri pada-Nya. Seberat apapun ujian yang kita lakukan jika
ada Allah di dalam hati kita, insyaAllah semua akan terlalui dengan baik.

CARA MENINGKATKAN KUALITAS DIRI DITENGAH KESIBUKAN YANG PADAT

• Niatkan karena Allah


Niatkan segala hal yang kita lakukan karena Allah. Selain -insyaAllah- akan
berbuah pahala, secara tidak langsung hal ini dapat meningkatkan kualitas diri kita
sebagai seorang hamba karena Allah sebaik-baiknya pendidik.

• Manfaatkan sela waktu


Gunakan sela waktu yang kita punya untuk melakukan hal yang bermanfaat,
seperti tilawah, membaca buku, nonton video kajian, bersedekah, dll. Mulailah
perlahan-lahan tapi konsisten. Jangan cuman scrolling media sosial aja yaa hehe

• Manfaatkan media yang kita miliki


Tiada hari (atau menit?) tanpa gadget. Sepertinya hidup kita sudah identik dengan
gadget dan sulit terlepas tanpanya. Yasudah, kalau begitu, gunakan gadget untuk
kita meningkatkan kualitas diri. Saat ini banyak sekali aplikasi ataupun akun media
sosial yang dapat mendukung kita jadi lebih baik dan produktif. Manfaatkan itu.
Kita bisa belajar lewat diskusi chat, baca artikel-artikel motivasi ataupun keilmuan,
mendengar atau menonton kajian, dan banyak hal lainnya. Jangan juga habiskan
untuk nonton drakor atau dengerin lagu galau yaa :’)

Terakhir, menikah ibarat ujian kehidupan yang lebih berat dari UN, SNMBTN, dan
sejenisnya. Kalau dulu mau ujian sekolah saja belajar dan mempersiapkan sejak jauh-
jauh hari kenapa tidak dengan menikah? Sejatinya, ilmu yang kita miliki sejak kecil hingga
kuliah selain untuk digunakan untuk bekerja, ilmu tesebut amat-sangat diperlukan untuk
menjalani kehidupan pasca menikah. Karena itu jangan pernah remehkan sedikitpun ilmu
yang dimiliki hari ini untuk menunjang kehidupan pasca nikah kita.

Semangat memantaskan diri dan mempersiapkan pernikahan! Barakallah :)

“Memantaskan Diri, Memantapkan Hati.” – Nida Muthi Athifah

Anda mungkin juga menyukai