Anda di halaman 1dari 27

BAB 1

MANUSIA

Pemahaman diri yang benar sebagai manusia ditengah kehidupan ini amatlah penting.
Ada banyak manfaat yang didapat dengan memiliki pemahaman yang benar. Salah satunya
adalah untuk mendasari sikap dan perilaku manusia dalam menjalani kehidupannya ditengah
keluarga dan masyarakat. Pemahaman diri yang benar sebagai manusia dapat bermanfaat pula
terhadap suatu kesadaran pada suatu tujuan yang dicanangkan dalam hidupnya. Pencarian arti
atau makna hidup manusia terjadi dalam suatu proses yang panjang melalui suatu perjuangan
hidup manusia yang penuh liku dan resiko.
Ada yang memahami bahwa hidup sebagai manusia adalah suatu tugas. Ungkapan ini
dapat dimengerti dengan pelbagai tafsiran. Misalnya hidup bukanlah suatu kebetulan belaka,
hidup bukanlah hasil penentuan pihak lain, hidup bukanlah “takdir” atau barang jadi yang
diterimakan saja melainkan sebaliknya “bahan mentah” yang harus diolah dan diusahakan
supaya jadi. Namun ada pula yang memahami hidup itu sebagai beban yang teramat serius,
penuh resiko dan sulit dilaksanakan, sehingga senantiasa dipikirkan betul, dan sebagainya.
Pencarian makna hidup manusia tidak akan pernah berhasil apabila manusia itu sendiri tidak
sampai kepada pemahaman tentang Allah sebagai pencipta, pemberi dan pemelihara segala
kehidupan di alam semesta ini. Disinilah peranan agama dirasa sangat penting untuk
membantu manusia menemukan jawaban-jawaban atas pencarian makna hidup itu.
Dalam bab ini kita akan mendalami materi sekitar manusia, asal usul manusia
menurut pandangan yang berkembang, pandangan Kitab Suci tentang asal usul manusia, dan
martabat manusia sebagai citra Allah yang harus dijaga dan dipelihara.

A. Beberapa Pandangan tentang Asal-usul Manusia


Ada tiga persoalan dasar manusia yang selalu muncul dalam hidup ini, yaitu dari
manakah hidup ini berasal? hidup ini mau kemana? dan mengapa ada penderitaan?
Salah satu persoalan dasar yang selalu mengganggu pikiran manusia dari abad ke abad
adalah pertanyaan mengenai asal-usul manusia. Menurut Frans Dahler dalam bukunya
“Asal dan Tujuan Manusia” menyatakan bahwa, “usaha untuk menjawab pertanyaan
mengenai asal-usul manusia menjadi pangkal lahirnya mitos-mitos, dongeng-dongeng
kuno, berbagai macam filsafat dan agama-agama. Sejak ribuan tahun lamanya, manusia
menciptakan gambaran akan asal-usulnya sendiri. Dengan segala kemampuannya,
meskipun meraba-raba dalam kegelapan, ia berusaha memuaskan nafsu dan kehausan
untuk mengetahui asal-usulnya sendiri. Dari manakah manusia berasal? Bagaimana ia
diciptakan? Bagaimanakah manusia berkembang sehingga memiliki daya rohani yang
agung sekaligus yang membedakannya dengan binatang?”
Menjawab pertanyaan tentang asal-usul manusia, di jaman modern ini sudah
tidak relevan lagi berbicara tentang mitos-mitos atau legenda yang tumbuh berkembang
dalam kebudayaan primitif, meskipun di Indonesia terkenal dengan beraneka-ragam suku
bangsa dan budaya. Memang ada banyak mitos dan legenda tentang asal-usul manusia
dalam suku-suku bangsa primitif di Indonesia, namun sudah tidak relevan kita bicarakan
karena bertentangan dengan prinsip perkembangan ilmu pengetahuan yang menjadi ciri
pokok jaman sekarang. Meskipun di sisi lain adanya mitos dan legenda mengandung
nilai-nilai kehidupan yang perlu diajarkan pada generasi manusia. Oleh karena itu
pembicaraan kita tentang asal-usul manusia akan menyoroti pandangan sains tentang
asal-usul manusia seturut perkembangan mutakhir.

1. Pandangan Sains tentang Asal-Usul Manusia


Pada dasarnya asal-usul kehidupan manusia dari mana serta kapan sangatlah
berkaitan dengan asal usul kehidupan di bumi ini. Perkembangan mutakhir ilmu
pengetahuan tentang asal-usul kehidupan di bumi ini mulai ada, belum terjawab
secara tuntas sampai sekarang, meskipun telah dijabarkan dalam berbagai teori mulai
dari teori Abiogenesis (Generatio Spontanea (Aristoteles), teori Biogenesis (F. Redi,
Spalanzani, Louis Pasteur), teori Kosmozoa dan teori Evolusi Kimia (Harold Urey).
Adanya bumi beserta kehidupan di dalamnya berdasarkan ilmu pengetahuan
mengundang banyak ilmuwan yang setuju dengan pandangan dari Teori Evolusi,
meskipun sampai sekarang hal itu adalah suatu misteri yang besar. Menurut teori
evolusi, bumi ini terbentuk kira-kira 5 milyar tahun yang lalu. Adanya tumbuh-
tumbuhan primitif dan daratan kering mulai terbentuk kira-kira 410 juta tahun yang
lalu. Jadi, pada awal bumi ini terbentuk di dalamnya hanya ada air dan belum ada
kehidupan.
Demikian pula tentang asal-usul kehidupan manusia, menurut perkembangan
ilmu pengetahuan modern, amat berkaitan dengan teori evolusi. Teori evolusi,
menurut pengertian istilahnya, adalah perubahan genotip pada suatu populasi yang
berlangsung secara perlahan-lahan dan memerlukan waktu yang sangat panjang.
Berkaitan dengan Teori Evolusi tersebut, pada tahun 1871 Charles Darwin, dalam
bukunya The Descent of Man, mengemukakan kepada publik topik tentang asal usul
manusia. Berikut ini adalah gambaran ringkas teori evolusi tentang asal-usul manusia.
Ada dua inti besar Teori Evolusi yang dikenal sebagai “Macro-
evolution/evolusi makro”yang dipelopori oleh Darwin :
1. Semua mahluk hidup berasal dari mahluk sederhana yang terdiri dari satu sel atau
lebih, yang terbentuk secara kebetulan.
2. Species baru terbentuk dari species lain melalui seleksi alam, dengan melibatkan
kemungkinan variasi, di mana variasi tersebut dapat bertahan dan berkembang
biak.
3. Darwin menguraikan berbagai alasan untuk dipercayai bahwa manusia dan kera
memiliki leluhur yang sama dan semua ciri manusia telah berevolusi melalui
serangkaian langkah yang bertahap.
Pandangan Charles Darwin tentang teori evolusi, khususnya yang menyangkut
asal-usul kehidupan manusia mendapat berbagai tentangan dan kecaman dari berbagai
pihak, baik para ilmuwan sendiri maupun terutama dari kaum rohaniwan. Namun sisi
positip pandangan teori evolusi tersebut adalah membuka cakrawala pikiran manusia
dan perkembangan ilmu pengetahuan selanjutnya, terutama untuk membuktikan
kebenaran teori evolusi tersebut dengan berbagai macam penelitian.
Pemahaman umum tentang evolusi menempatkan manusia dalam perspektif
yang lebih global, yakni membuka fakta bahwa manusia terdiri dari kode-kode genetis
yang ternyata juga dimiliki oleh semua bentuk kehidupan lainnya. Pada abad ke 19
sampai sekarang, teori evolusi telah banyak mengalami perkembangan. Beragam
penemuan telah dilakukan dan analisis baru juga telah diajukan, terutama tentang
proses evolusi manusia yang terjadi selama berjuta-juta tahun.
Menurut teori evolusi, sekitar 4 juta tahun yang lalu muncul suatu species di
Afrika yang merupakan percabangan dari kera, yang disebut hominid (menyerupai
manusia). Species itulah yang nantinya berkembang menjadi homo habilis (manusia
yang mampu membuat alat-alat kerja). Selanjutnya berkembang menjadi homo
sapiens atau manusia sekarang ini. Menurut catatan sejarah sudah sejak pertengahan
tahun 1800 sudah diadakan usaha penggalian palaentologi untuk menemukan fosil-
fosil manusia purba, usaha itu berlangsung sampai 1999, bahkan sampai sekarang ini.
Pencapaian ilmu pengetahuan mengenai asal-usul manusia, menurut Richard
Leakey, salah seorang ilmuwan paleoantrolopologi, bahwa ada empat tahap kunci
evolusi manusia yang menjawab pertanyaan: Apa yang menjadikan manusia itu
menjadi manusiawi? Pertama, kemunculan manusia pertama, sosok kera bipedal,
antara tujuh dan lima juta tahun yang lalu. Kedua, manusia-manusia itu menyebar
bersama dengan kemampuan adaptasi diri mereka (adaptive radiation). Ketiga, antara
tiga dan dua juta tahun silam, salah satu spesies manusia mempunyai kapasitas otak
lebih besar daripada manusia lain. Inilah awal kemunculan genus homo, cabang
pohon silsilah manusia. Keempat, asal-muasal manusia modern, homo sapiens,
manusia seperti kita, yang mempunyai ketrampilan teknologi, imajinasi artistik,
bahasa, dan akal-budi.
Pernyataan Charles Darwin mengenai manusia dan kera memiliki leluhur yang
sama, pada waktu itu ternyata tidak didukung oleh bukti-bukti hasil penelitian yang
memadai. Teori Darwinisme menerangkan asal-usul species pertama manusia dengan
memulai pohon kekerabatan manusia dengan satu kelompok kera yang telah
dinyatakan membentuk satu genus tersendiri, yaitu australopithecus.
Menurut pernyataan ini, australopithecus secara bertahap mulai berjalan tegak,
otaknya membesar, dan ia melewati serangkaian tahapan hingga mencapai tahapan
manusia sekarang (homo sapiens). Pada waktu itu rekaman fosil-fosil yang berhasil
ditemukan dan direkontruskikan tidak mendukung skenario ini. Meskipun dinyatakan
bahwa semua bentuk peralihan ada, terdapat rintangan yang tidak dapat dilalui antara
jejak fosil manusia dan kera. Lebih jauh lagi, telah terungkap bahwa spesies yang
digambarkan sebagai nenek moyang satu sama lain sebenarnya adalah spesies masa
itu yang hidup pada periode yang sama. Ernst Mayr, salah satu pendukung utama
teori evolusi abad ke 20, berpendapat dalam bukunya One Long Argument bahwa
"khususnya teka-teki bersejarah seperti asal usul kehidupan atau homo sapiens adalah
sangat sulit dan bahkan mungkin tidak akan pernah menerima penjelasan akhir yang
memuaskan."
Berdasarkan penemuan-penemuan tersebut di atas, maka para sarjana
paleontolog berhasil membuat garis evolusi manusia. Afrika dianggap sebagai
laboratorium zoologi raksasa dan pembiak ras manusia paling awal dimuka bumi.
Kira-kira 20 juta tahun yang lalu, hewan primat mulai memisahkan diri dari species
kera. Mereka dalam wujud jasmaninya mengalami kemajuan sehingga lebih dekat ke
manusia daripada ke kera. Primat ini tidak hidup lagi di pepohonan, tapi berangsur-
angsur mereka hidup di tanah sehingga mengarah ke wujud manusia. Hal ini
dikarenakan adaptasi dengan lingkungan tempat mereka tinggal berupa pada savana,
karena hutan-hutan mulai menghilang. Mereka terus menyesuaikan diri, termasuk
perubahan pada segi anatomis, yaitu kemampuan berdiri tegak dan berjalan dengan
dua kaki, dan daya penglihatan yang lebih jauh. Menurut para paleontolog,
australopithecus yang ditemukan pertama kali di Ethiopia hidup sekitar 4 juta tahun
yang lalu. Kemudian sekitar 1 juta tahun yang lalu, homo erectus hidup di Afrika,
Asia, dan Eropa.

a. Sikap kritis terhadap pandangan tentang penciptaan manusia


Pandangan bahwa asal-mula adanya manusia adalah karena diciptakan oleh
Allah merupakan pandangan pokok dari setiap agama-agama yang ada, baik agama
yang bersifat polytheisme maupun yang monotheisme. Bahkan dalam berbagai
pandangan yang melahirkan suatu mitos-mitos atau legenda dalam berbagai
kebudayaan primitif, pada intinya memahami asal-mula adanya manusia karena
diciptakan dari tiada menjadi ada. Hal ini dapat kita ketahui bahwa bangsa-bangsa
primitif di Afrika, Asia dan Australia bicara tentang semacam “Tuhan purba” yang
menciptakan manusia. Sedangkan agama-agama polytheis dari jaman kuno maupun
jaman modern membayangkan adanya “Tuhan jamak”, dewa-dewi yang menciptakan
dunia dan manusia. Berkaitan dengan pandangan tentang penciptaan manusia,
sebaliknya ada aliran filsafat yang pengaruhnya terasa pada agama Hindu dan
Buddha, yang justru menyangkal adanya ciptaan manusia. Manusia dalam pandangan
itu dikatakan merupakan unsur dalam “dunia ilahi” yang sudah selalu ada. Alam
semesta bersama manusia didalamnya merupakan kenyataan ilahi, dan alam ini
berputar tanpa henti dalam lingkaran reinkarnasi, lingkaran tertutup, dari kekal sampai
kekal. Demikian pula berdasarkan pengalaman eksistensi manusia yang selalu
berhadapan dengan “baik” dan “buruk” maka berkembanglah aliran filsafat dualisme
yang menyatakan bahwa asal dunia ini dari dua prinsip, dua sumber yaitu sumber
kebaikan (Allah) dan sumber kejahatan (iblis, setan).
Sikap kritis terhadap pandangan tentang penciptaan manusia perlu dibangun
dalam penghayatan hidup beriman secara tepat. Sebagai orang beriman kita harus
percaya dan yakin bahwa manusia ada di muka bumi ini, bukan suatu peristiwa
kebetulan. Manusia ada dan hidup karena diciptakan oleh Tuhan Allah, Sang
pencipta. Dialah yang menjadi causa prima (sebab utama) adanya bumi dan segala
isinya, termasuk manusia. Adanya berbagai pandangan tentang penciptaan manusia,
perlu disikapi secara kritis sesuai dengan iman agama yang diyakini. Pada umumnya
yang menjadi persoalan tentang asal-usul manusia di muka bumi ini, bukanlah
mempersoalkan benar tidaknya tentang penciptaan manusia oleh Tuhan melainkan
mengenai wujud manusia sejak pertama kali diciptakan. Apakah manusia pertama kali
diciptakan oleh Allah sudah berwujud manusia modern, yang manusiawi? Orang
beriman pada umumnya dengan serta merta akan menolak pandangan teori evolusi
tentang asal-usul manusia. Dengan merenungkan secara mendalam terhadap adanya
teori evolusi dan perkembangan penelitian tentang fosil-fosil manusia purba, kiranya
wajar bila muncul pemikiran tentang wujud manusia yang pertama kali diciptakan
Tuhan itu. Apakah manusia tersebut mengalami perubahan secara genotif, atau
perubahan yang bagaimana sampai pada pengenalan manusia modern sekarang ini?
Sikap iman yang tepat yaitu bahwa apapun perubahan yang dialami manusia,
seharusnya tidak mempengaruhi suatu keyakinan akan kebenaran bahwa adanya
manusia atau asal-usul manusia adalah karena diciptakan oleh Tuhan Sang Pencipta.
Sikap kritis yang perlu dibangun yaitu keterbukaan terhadap munculnya penemuan-
penemuan baru dalam dunia ilmu pengetahuan empiris, tentang fakta-fakta evolusi
pada diri manusia. Hal itu bukan berarti kita langsung saja menerima kebenaran
pandangan evolusi tentang asa-usul manusia. Memang ada tahap-tahap perkembangan
pada diri manusia terutama dalam hal wujud kemanusiaan yaitu tingkat kecerdasan,
perilaku, cara hidup dan tingkat kesadaran yang kesemuanya itu merupakan buah
hasil dari proses adaptasi dan pendidikan. Penerusan generasi manusia adalah
merupakan campur tangan Tuhan Allah secara langsung, yaitu dengan memberikan
jiwa (nyawa) kepada embrio dalam kandungan seorang wanita, sebagai hasil
hubungan seksual laki-laki dan perempuan (suami-istri). Sehingga peranan Tuhan
sangat penting dalam penentuan ada tidaknya hidup manusia.

b. Sikap kritis terhadap Teori Evolusi


Pemikiran mengenai evolusi, yakni bahwa spesies berubah dari waktu ke
waktu, telah berakar sejak zaman kuno. Pemikiran tersebut dapat terlihat pada sejarah
perkembangan ilmu pengetahuan peradaban Yunani, Romawi, Cina, dan Islam.
Adanya pemikiran kosmologi evolusioner dan filosofi mekanis yang menyebar dari
ilmu fisik ke sejarah alam, ternyata membawa perubahan besar. Para ilmuwan mulai
berfokus pada keanekaragaman spesies dan munculnya ilmu paleontology
menegaskan bahwa alam tidak bersifat statis, melainkan dinamis. Pada awal abad ke-
19, muncullah Jean-Baptiste Lamarck dengan teorinya mengenai transmutasi spesies,
dan ini merupakan teori evolusi pertama yang ilmiah. Lalu pada tahun 1858, Charles
Darwin dan Alfred Russel Wallace mempublikasikan sebuah teori evolusi yang baru.
Dalam bukunya On the Origin of Species (1859), Charles Darwin secara mendetail
menjelaskan mekanisme evolusi. Lalu pada tahun 1871, dalam bukunya The Descent
of Man, mengemukakan tentang asal usul manusia, bahwa manusia dan kera memiliki
leluhur yang sama.
Karya Darwin mengenai evolusi dengan segara diterima dengan cepat, namun
mekanisme yang diajukannya (seleksi alam), belum diterima secara sepenuhnya
sampai pada tahun 1940-an. Kebanyakan biologiawan berargumen bahwa faktor-
faktor lainlah yang mendorong evolusi, misalnya pewarisan sifat-sifat yang
didapatkan (Neo-Lamarckisme), dorongan perubahan yang di bawa sejak lahir
(Ortogenesis), ataupun mutasi besar-besaran secara tiba-tiba (Saltasi). Sintesis seleksi
alam dengan genetika Mendel semasa 1920-an dan 1930-an memunculkan bidang
disiplin ilmu genetika populasi. Semasa 1930-an dan 1940-an, populasi genetika
berintegrasi dengan bidang-bidang ilmu biologi lainnya, memungkinkan penerapan
teori evolusi dalam biologi secara luas.
Setelah munculnya ilmu biologi evolusioner, kajian terhadap mutasi dan
variasi pada populasi alami, digabungkan dengan biogeografi dan sistematika,
berhasil menghasilkan model evolusi yang canggih. Selain itu paleontologi dan
perbandingan anatomi mengijinkan rekonstruksi sejarah kehidupan yang lebih
mendetail. Setelah kemunculan ilmu genetika molekuler pada tahun 1950-an, bidang
evolusi molekuler yang berdasarkan pada kajian urutan protein, uji imunologis, RNA
dan DNA berkembang. Pandangan evolusi yang berpusat pada gen muncul pada tahun
1960-an, lalu diikuti oleh teori evolusi molekuler netral. Pada akhir abad ke-20,
pengurutan DNA melahirkan filogenetika molekuler dan merombak pohon kehidupan
ke dalam tiga sistem domain. Selain itu, ditemukan pula faktor-faktor tambahan
seperti simbiogenesis dan transfer gen horizontal, yang membuat sejarah evolusi
menjadi lebih kompleks.
Berdasarkan rentetan sejarah perkembangan ilmu pengetahuan di seputar teori
evolusi maka kiranya kita perlu bersikap kritis terhadap kebenaran ataupun hipotesa
teori evolusi yang berkembang. Pemikiran kritis yang perlu dibangun adalah sebagai
berikut:
1) Apakah landasan gagasan evolusi manusia yang diajukan oleh para evolusionis?
Nampaknya adanya banyak fosil yang ditemukan, para evolusionis mencoba
membangun tafsiran-tafsiran tentang rentetan perjalanan asal-muasal manusia.
Padahal, sepanjang sejarah telah hidup lebih dari 6.000 spesies kera, dan
kebanyakan dari mereka telah punah. Saat ini, hanya 120 spesies yang hidup di
bumi. Sebagian besar spesies kera telah punah, tetapi justru merupakan sumber
yang melimpah bagi kaum evolusionis. Di lain pihak, terdapat perbedaan yang
berarti dalam susunan anatomi berbagai ras manusia. Terlebih lagi,
perbedaannya semakin besar antara ras prasejarah dan jaman sejarah. Perbedaan
susunan anatomi tersebut terjadi seiring dengan perjalanan waktu, apalagi ras-
ras manusia setidaknya telah bercampur satu sama lain dan terasimilasi.
Misalnya perbedaan penting masih terlihat antara berbagai kelompok populasi
yang hidup di dunia saat ini, seperti ras Scandinavia, suku Pigmi Afrika, Inuits
penduduk asli Australia, dan masih banyak lagi yang lain.
2) Tidak terdapat bukti untuk menunjukkan bahwa fosil yang disebut hominid oleh
ahli paleontologi evolusi sebenarnya bukanlah milik spesies kera yang berbeda
atau ras manusia yang telah punah. Dengan kata lain, tidak ada contoh bagi satu
bentuk peralihan antara manusia dan kera yang telah ditemukan. Kelompok
pertama, genus Australopithecus berarti "kera dari selatan," seperti yang telah
kita katakan. Diperkirakan makhluk ini pertama kali muncul di Afrika sekitar 4
juta tahun yang lalu, dan hidup hingga satu juta tahun yang lalu. Terdapat
banyak spesies yang berlainan di antara Australopithecine. Evolusionis
beranggapan bahwa spesies Australopithecus tertua adalah Afarensis. Setelah itu
muncul Australopithecus Africanus, dan kemudian Australopithecus Robustus,
yang memiliki tulang relatif lebih besar. Khusus untuk Australopithecus Boisei,
beberapa peneliti menganggapnya sebagai spesies lain, sementara yang lainnya
sebagai sub-spesies dari Australopithecus Robustus. Menurut beberapa ahli
paleontolog, semua spesies Australopithecus adalah kera punah yang mirip
dengan kera masa kini. Volume tengkorak mereka adalah sama atau lebih kecil
daripada simpanse masa kini.

2. Sains Versus Iman


Teori Evolusi yang kita kenal sebenarnya merupakan suatu hipotesa, yang
masih memerlukan pembuktian lebih lanjut, agar dapat dikatakan sebagai kebenaran.
Sementara ini, bukti-bukti ilmiah, dengan berbagai penemuan fosil-fosil manusia
purba dan rekonstruksinya, belum dapat dikatakan mendukung hipotesa tersebut.
Pandangan teori evolusi yang dipelopori oleh Darwin, biasa di sebut “macro
evolution” yang mengatakan bahwa: Pertama, semua mahluk hidup berasal dari
mahluk sederhana yang terdiri dari satu sel atau lebih, yang terbentuk secara
kebetulan. Kedua, species baru terbentuk dari species lain melalui seleksi alam,
dengan melibatkan kemungkinan variasi, di mana variasi tersebut dapat bertahan dan
berkembang biak. Dalam abad ke-20, hal ini diperjelas dengan memberi penekanan
pada kemungkinan mutasi sebagai cara pembentukan variasi. Posisi ini dikenal
sebagai Neo- Darwinism.
Sebelum membahas lebih lanjut pandangan Darwin dan Neo- Darwinisme,
sebenarnya kita melihat bahwa di sini terdapat 2 jenis evolusi, yaitu Evolusi Makro,
dan Evolusi Mikro. Evolusi Makro membicarakan evolusi melewati batas-batas
species, di mana species secara berangsur-angsur berubah menjadi species yang lain.
Sedangkan Evolusi Mikro adalah evolusi yang berada di dalam batas satu species.
Mikro Evolution adalah suatu realita yang dapat kita amati secara langsung pada alam,
sehingga tidak perlu dipermasalahkan. Umumnya, evolusi mikro ini berhubungan
dengan adaptasi dengan lingkungan baru dan berupa pengurangan organ dan bukan
penambahan dan penyesuaian. Jadi dalam kacamata iman, evolusi mikro bukanlah
sesuatu yang bertentangan dengan iman.
Teori evolusi yang kita kenal umumnya adalah evolusi makro, yaitu teori
evolusi yang dijabarkan oleh Darwinisme. Pandangan ini bertentangan dengan iman
karena definisinya, teori evolusi makro merujuk pada asumsi bahwa tidak ada campur
tangan Tuhan (Divine Intelligence) sebagai pencipta umat manusia. Dengan demikian
kita dapat melihat bahwa terdapat beberapa problem mengenai teori evolusi makro,
baik dari segi filosofi maupun ilmu pengetahuan, dan akal sehat kita sesungguhnya
dapat menilai mana yang benar. Problematika teori evolusi makro Darwin dari sudut
pandang filosofi, yaitu sebagai berikut:
 Teori Darwin berpendapat bahwa dari mahluk yang lebih rendah dapat dengan
sendirinya naik atau membentuk mahluk yang lebih tinggi, yang disebabkan oleh
kebetulan semata-mata. Adanya perubahan mahluk yang lebih rendah menjadi
mahluk yang lebih tinggi bukan disebabkan karena campur tangan ‘sesuatu’ yang
lebih tinggi derajatnya. Hal ini bertentangan dengan prinsip utama akal sehat,
yaitu bahwa sesuatu atau seseorang tidak dapat memberikan sesuatu yang tidak
dimilikinya.
 Teori Darwin tidak berdasarkan fakta konkret bahwa species tertentu memiliki
ciri khusus yang tidak dipunyai oleh species lain; sebab teori ini beranggapan
bahwa semua species seolah-olah tidak punya ciri tertentu dan dapat berubah
menjadi species yang lain, seperti tikus menjadi kucing, kucing menjadi anjing,
dan seterusnya. Hal ini tentu tidak terjadi dalam kenyataan.
 Teori ini mengajarkan bahwa kemungkinan variasi terjadi karena “kesalahan”
atau hanya karena kebetulan; dan ini seperti mengatakan bahwa suatu alunan
musik bisa disebabkan oleh “keributan” semata-mata. Apakah mungkin, suatu
alunan musik yang merdu dan menawan berasal dari suatu keributan suara
semata-mata?
 Teori Darwin tidak dapat menjelaskan perbandingan paralel antara hasil karya
manusia dan satu sel mahluk hidup. Karena akal sehat dapat melihat secara
objektif bahwa hasil karya manusia atau teknologi betapapun bagus dan rumitnya
tidak memiliki kehidupan sedangkan mahluk satu sel memiliki kerumitan tertentu
yang dapat menyebabkan ia hidup dan berkembang.
 Evolusi tidak dapat menjelaskan keberadaan keindahan alam di dunia. Jika segala
sesuatu adalah hasil kebetulan yang murni, maka hal itu tidak dapat menjelaskan
bagaimana kebetulan itu bisa menghasilkan keindahan yang ditimbulkan oleh
keteraturan atau ‘order’. Dari pengalaman sehari-hari, kita mengetahui tidak
mungkin terdapat kebetulan-kebetulan murni yang bisa menghasilkan keteraturan
dan keindahan.
 Teori Darwin tidak membuktikan bahwa Tuhan Sang Pencipta tidak ada,
melainkan teori ini mengambil asumsi ketidak-adaan Tuhan sebagai titik tolak.
Bahwa kemudian dikatakan bahwa pembuktian ‘kebetulan secara ilmiah’ tersebut
menunjukkan demikian, itu hanya merupakan demonstrasi untuk mengulangi
suatu pernyataan yang diasumsikan sebagai kebenaran.

Problematika teori evolusi makro Darwin dari sudut pandang ilmu


pengetahuan, yaitu sebagai berikut :
 Kenyataannya, species mahluk hidup sudah jelas memiliki keterbatasan ciri-ciri
yang secara genetik tidak dapat berubah. Sampai saat ini tidak ada bukti nyata
tentang pembentukan species baru dari species lain menurut seleksi alam.
Jikapun ada, maka mahluk persilangan ini tidak mempunyai kemampuan untuk
berkembang biak. Contoh: binatang yang disebut ‘mule’, adalah hasil persilangan
antara kuda dan keledai, dan ternyata tidak dapat berkembang biak atau steril.
 Hasil penemuan fosil tidak menunjukkan perubahan yang berangsur secara terus
menerus pada species yang satu dan yang lain. Yang ditemukan adalah bentuk
yang stabil untuk jangka waktu yang lama, dan tidak ditemukan fosil species
perantara yang menghubungkan satu species dengan yang lain. Jika benar ada
mahluk antara kera dengan manusia, tentu fosil mahluk antara kera dan manusia
harus banyak ditemukan, namun sampai saat ini tidak demikian, sehingga
dikatakan bahwa terdapat ‘missing links’ antara fosil kera dan fosil manusia.
Betapa ini menunjukkan bahwa mahluk penghubungnya tidak ditemukan karena
memang tidak ada.
 Mutasi menunjukkan adanya pengurangan organ ataupun modifikasi organ yang
sudah ada, karena kebetulan dan tidak essensial, seperti perubahan warna, bentuk,
dan seterusnya. Namun mutasi tidak dapat menjelaskan sesuatu yang tadinya
tidak ada menjadi ada. Jadi prinsipnya ‘indifferent/regressive’ dan bukan
‘progressive’.
 Darwin sendiri mengamati dengan teliti evolusi mikro, namun masalahnya dia
menjadikannya sebagai rumusan untuk evolusi makro, walaupun sesungguhnya
tidak dapat menjawab bagaimana sesuatu yang lebih sederhana membentuk
sesuatu yang lebih rumit. Tidak usah jauh-jauh bicara soal keseluruhan tubuh;
sebab bagaimana perkembangan dari satu sel menjadi organ mata atau telinga
(yang walaupun kecil tapi kompleksitasnya cukup tinggi) saja belum dapat
dibuktikan.
 Secara matematis, yaitu dengan teori probabilitas menunjukkan bahwa
kemungkinan perubahan dari mahluk sederhana (1 sel atau lebih) menjadi mahluk
yang kompleks adalah sangat kecil dan seluruh sejarah manusia tidak cukup
untuk merealisasikan perubahan itu. Mungkin alibi ini termasuk yang paling
mungkin dari pandangan ilmiah untuk membuktikan bahwa evolusi makro itu
tidak mungkin terjadi. Salah satu tokoh evolusi seperti Jacques Monod (1910-
1976) sendiri mengakui bahwa kemungkinan evolusi dari mahluk bersel satu
adalah “hampir nol” dan kemungkinan terjadi hanya sekali. Padahal kurun waktu
sejarah hidup manusia amat terbatas sehingga menurut statistik, hal ini tidak
mungkin.
 Seandainya benar, perubahan dari mahluk sederhana (1 sel atau lebih) menjadi
mahluk yang kompleks, maka diperlukan waktu yang sangat panjang untuk
realisasi kemungkinan mutasi atau ‘kebetulan’ ini. Keterbatasan waktu sejarah
manusia yang menunjukkan paling lama sekitar 10.000- 15.000 tahun tidak
memberikan jawaban untuk kemungkinan teori ini. George Salet menulis,
“…ilmu pengetahuan menemukan fungsi DNA, duplikasinya dan
perkembangannya memberi dasar bagi spekulasi matematika bahwa periode
geologis harus dikalikan dengan 10, diikuti dengan ber-ratus atau ber-ribu-ribu
nol, untuk memberikan waktu bagi terbentuknya sebuah organ baru, walaupun
organ yang paling sederhana sekalipun.”
 Ilmu pengetahuan mengakui kompleksitas mahluk hidup ber-sel satu, dan tidak
dapat menjelaskan bagaimana asal usul kehidupan. Dalam hal ini tokoh evolusi
menawarkan penyelesaian dengan teori ‘blind chance’, tetapi seperti Monod
sendiri mengakui hal ini masih problematic dan lebih tepat disebut sebagai ‘teka-
teki’.

Problematika teori evolusi makro Darwin dari sudut pandang ajaran iman Gereja
Katolik, yaitu sebagai berikut :
 Kita percaya bahwa jiwa manusia diciptakan secara langsung oleh Allah, dari
yang tadinya tidak ada menjadi ada. Jiwa ini dihembuskan kedalam embrio
manusia yang terbentuk dari hubungan suami istri. Jadi jiwa manusia bukan
berasal dari produk evolusi. Dalam surat ensiklik Humani Generis (1950), Paus
Pius XII menolak ide teori evolusi total manusia dari kera (primate). Dalam
Humani Generis 36, Paus Pius XII mengajarkan bahwa meskipun dalam hal asal
usul tubuh manusia, masih dapat diselidiki apakah terjadi dari proses evolusi,
namun yang harus dipegang adalah semua jiwa manusia adalah diciptakan
langsung oleh Tuhan. Namun demikian mengenai evolusi tubuh manusia itu
sendiri, masih harus diadakan penyelidikan yang cermat, dan tidak begitu saja
disimpulkan bahwa manusia merupakan hasil evolusi dari primate, sebagai
sesuatu yang definitif.
Jadi ide teori evolusi total ini sama sekali bukan hipotesa bagi orang
Katolik. Namun demikian, para ilmuwan dapat terus menyelidiki hipotesa bahwa
tubuh manusia dapat diambil dari kehidupan yang sudah ada. Tetapi prinsip yang
harus dipegang bahwa semua manusia diturunkan dari satu pasang manusia
(monogenism), bukan dari banyak evolusi paralel (polygenism) seperti pada
hipotesa tertentu, sebab semua manusia diturunkan dari Adam dan Hawa. Dan hal
ini sesuai dengan konsep “dosa asal” yang diturunkan oleh manusia pertama.
 Mengenai penciptaan tubuh manusia dari materi yang sudah ada sebenarnya tidak
bertentangan dengan sabda Tuhan yang menciptakan tubuh Adam dari tanah/
debu, yang kemudian dihembusi oleh kehidupan, yang menjadi jiwa manusia.
Namun hal ini tidak bertentangan dengan penciptaan manusia seturut gambaran
Allah, sebab yang dimaksudkan di sini adalah manusia sebagai mahluk rohani
yang berakal dan memiliki kehendak bebas.
 Jadi orang diperbolehkan untuk berpikir bahwa kemungkinan tubuh kera dapat
berkembang mendekati tubuh manusia dan pada titik tertentu (di tengah jalan),
Tuhan menghembusi jiwa manusia ke dalam tubuh manusia itu yang kemudian
terus berevolusi (evolusi mikro) sampai menjadi manusia yang kita ketahui
sekarang. St. Thomas Aquinas, menegaskan bahwa teori yang menyebutkan
bahwa manusia adalah hasil evolusi dari kera (evolusi makro), harus kita tolak.
Tubuh Adam haruslah merupakan hasil dari campur tangan Tuhan untuk
mengubah materi apapun yang sudah ada dan menjadikannya layak sebagai tubuh
yang dapat menerima jiwa manusia. Campur tangan ini mungkin saja luput dari
pengamatan ilmiah, seperti yang diakui sendiri oleh Monod, saat mengatakan
bahwa asal usul hidup manusia adalah suatu teka-teki.
 Tidak mungkin bahwa dalam satu tubuh dapat terdapat dua macam jiwa, yang
satu adalah rational (manusia) dan yang kedua, irrational (kera). Terdapat
perbedaan yang teramat besar, yang tidak terjembatani antara jiwa kera dan jiwa
manusia. Lagipula tubuh kera bersifat spesifik yang diadaptasikan dengan
lingkungan hidup yang tertentu. Jadi tidak mungkin bahwa tubuh manusia
merupakan hasil dari perubahan-perubahan ‘kebetulan’ dari tubuh kera.
Kemungkinan pemikiran yang lebih masuk akal yaitu jika manusia
diciptakan melalui ‘pre-existing matter’ seperti dari tubuh kera sekalipun,
terdapat campur tangan Tuhan untuk mengubah tubuh tersebut menjadi tubuh
manusia yang tidak merupakan kelanjutan dari tubuh kera tersebut. Seperti halnya
terdapat campur tangan Tuhan untuk menghembuskan jiwa manusia ke dalam
tubuh manusia itu, yang bukan merupakan kelanjutan dari jiwa kera. Inilah yang
secara ilmiah dikenal sebagai ‘lompatan genetik’, namun bedanya, ilmuwan
mengatakan pandangan itu disebabkan karena kebetulan semata, sedangkan oleh
Gereja dikatakan sebagai sesuatu yang disebabkan oleh campur tangan Tuhan.
 Kardinal Schonborn dalam artikel di New York Times tanggal 7 Juli 2005
menjelaskan bahwa pengamatan pada mahluk hidup yang telah menunjukkan ciri-
ciri yang final menyebabkan kita terkagum dan mengarahkan pandangan kepada
Sang Pencipta. Membicarakan bahwa alam semesta yang kompleks dan terdiri
dari mahluk-mahluk yang ciri-cirinya sudah final ini, sebagai suatu hasil
‘kebetulan’, sama saja dengan ‘menyerah’ untuk menyelidiki dunia lebih lanjut.
Ini sama saja dengan mengatakan bahwa akibat terjadi tanpa sebab. Hal ini tentu
saja seperti membuang pemikiran akal manusia yang selalu mencari solusi dari
masalah”.
 Katekismus Gereja Katolik mengajarkan bahwa akal sehat manusia pasti dapat
memperoleh jawaban untuk pertanyaan yang menyangkut asal usul manusia.
Keberadaan Tuhan Pencipta dapat diketahui secara pasti melalui karya-karya
ciptaan-Nya, dengan terang akal budi manusia. Dalam Katekismus dikatakan,
“Kita percaya bahwa Allah menciptakan dunia menurut kebijaksanaan-Nya.
Dunia bukan merupakan hasil dari kebutuhan apapun juga ataupun takdir yang
buta atau kebetulan.”

3. Pandangan Kitab Suci tentang asal-usul manusia


Pandangan Kitab Suci tentang asal-usul manusia dikatakan dalam Kitab Kejadian 1:26-31
sebagai berikut:
“Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya
mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh
bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi." Maka Allah menciptakan manusia itu
menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan
diciptakan-Nya mereka. Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka:
"Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas
ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi."
Berfirmanlah Allah: "Lihatlah, Aku memberikan kepadamu segala tumbuh-tumbuhan yang berbiji di
seluruh bumi dan segala pohon-pohonan yang buahnya berbiji; itulah akan menjadi makananmu.
Tetapi kepada segala binatang di bumi dan segala burung di udara dan segala yang merayap di
bumi, yang bernyawa, Kuberikan segala tumbuh-tumbuhan hijau menjadi makanannya." Dan jadilah
demikian. Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik. Jadilah petang dan
jadilah pagi, itulah hari keenam.”

Demikian pula dalam Kejadian 2:7-9.15.18-25:


“...ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas
hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup. Selanjutnya
TUHAN Allah membuat taman di Eden, di sebelah timur; disitulah ditempatkan-Nya manusia yang
dibentuk-Nya itu. Lalu TUHAN Allah menumbuhkan berbagai-bagai pohon dari bumi, yang menarik
dan yang baik untuk dimakan buahnya; TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya
dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu. TUHAN Allah berfirman: "Tidak
baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan
dengan dia." Lalu TUHAN Allah membentuk dari tanah segala binatang hutan dan segala burung di
udara. Dibawa-Nyalah semuanya kepada manusia itu untuk melihat, bagaimana ia menamainya; dan
seperti nama yang diberikan manusia itu kepada tiap-tiap makhluk yang hidup, demikianlah nanti
nama makhluk itu. Manusia itu memberi nama kepada segala ternak, kepada burung-burung di udara
dan kepada segala binatang hutan, tetapi baginya sendiri ia tidak menjumpai penolong yang sepadan
dengan dia. Lalu TUHAN Allah membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, TUHAN Allah
mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging. Dan dari rusuk
yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya
kepada manusia itu. Lalu berkatalah manusia itu: "Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari
dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki." Sebab itu seorang laki-laki
akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi
satu daging. Mereka keduanya telanjang, manusia dan isterinya itu, tetapi mereka tidak merasa malu.

Dari kutipan teks kitab suci tersebut jelaslah bahwa asal-usul keberadaan manusia di
bumi ini adalah merupakan hasil penciptaan Tuhan Allah, Sang Pencipta. Dalam keseluruhan
isi teks, setelah Tuhan Allah selesai menciptakan alam semesta, bumi dan segala isinya,
barulah kemudian menciptakan manusia. Dalam Kejadian 1, Tuhan Allah menciptakan
manusia sesuai dengan gambar dan rupa Allah (citraNya), laki-laki dan perempuan, pada hari
keenam, yaitu hari terakhir setelah Allah menciptakan bumi dan segala isinya. Dalam
Kejadian 2, Tuhan Allah menciptakan manusia dari debu dan tanah lalu menghembuskan
nafas hidup sehingga manusia menjadi mahluk hidup. Setelah itu Tuhan menciptakan taman
eden sebagai tempat tinggal manusia. Dan selanjutnya Tuhan Allah melihat kesendirian
manusia sebagai suatu kekurangan maka Tuhan menciptakan perempuan dari tulang rusuk
manusia itu. Manusia yang diciptakan Tuhan, laki-laki dan perempuan dikaruniai oleh Tuhan
suatu kemampuan daya ketertarikan satu sama lain, sehingga digambarkan mereka berdua
berani meninggalkan orangtuanya dan bersatu dengan pasangannya.
Dari pandangan Kitab Kejadian 1 dan 2 kiranya cukup untuk memberikan gambaran
tentang asal-usul, hakekat dan tujuan hidup manusia. Asal-usul hidup manusia sangat jelas
dikatakan bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan Allah sebagai citra-Nya, laki-laki dan
perempuan. Bahkan jika mencermati keseluruhan teks Kejadian 1 dan 2, cukup jelas bahwa
manusia diciptakan Tuhan secara berbeda dengan penciptaan Tuhan terhadap hal-hal lain
seperti adanya sinar, air, daratan, tumbuh-tumbuhan dan hewan-hewan. Perbedaan terletak
pada soal bahan dalam penciptaan, yaitu bahwa semuanya diciptakan Allah tanpa bahan dan
cukup dengan bersabda. Sedangkan jika penciptaan manusia, Allah tidak hanya
menggunakan sabdaNya saja melainkan menggunakan bahan yaitu berupa debu dan tanah
dan kemudian menghembuskan nafas hidup kedalam hidungnya. Juga dalam hal ini, pada
Kejadian 2 nampak bahwa manusia perempuan diciptakan dalam tahapan waktu yang
berbeda dengan manusia laki-laki. Kemudian setelah manusia, laki-laki dan perempuan
selesai diciptakan, mereka ditempatkan di suatu taman yang indah untuk menjadi tempat
tinggalnya. Mereka juga diberi tugas yaitu untuk menaklukan, memanfaatkan dan
memelihara bumi serta segala isinya, bahkan Allah memberikan beberapa aturan main dalam
hidup manusia.
Berdasarkan analisa teks tersebut maka dapat dijelaskan bahwa hakekat dan tujuan
hidup manusia adalah manusia diciptakan Allah, karena cintakasihNya kepada manusia.
Karena kasihNya kepada manusia maka Tuhan menciptakan manusia seturut gambar dan
rupa Allah sendiri dan menempatkan manusia dalam suatu tempat tinggal yang indah, yaitu
taman Eden. Allah berkehendak agar hidup manusia bahagia bersama Allah di taman Eden.
Allah juga mempercayai manusia agar manusia menjadi tuan atas segala ciptaan Allah
lainnya, dan memberi suatu tugas yaitu untuk menaklukkan, memanfaatkan dan
menguasainya. Jadi jelaslah bahwa tujuan hidup manusia berdasarkan pandangan kitab suci
tersebut adalah agar hidup manusia berbahagia. Dan jika kita hubungkan kejatuhan manusia
ke dalam dosa (bdk. Kej 3) semakin jelaslah bahwa kebahagiaan hidup manusia itu hanya
terdapat jika manusia hidup bersama dengan Allah, karena Allahlah yang menjadi sumber
kebahagiaan itu sendiri.

B. Martabat Manusia
1. Manusia Imago Dei
Gambaran yang paling tepat mengenai siapakah manusia di hadapan Allah secara
iman Kristiani terdapat dalam Kitab Mazmur 8:2-10 yaitu;
“Ya Tuhan, Tuhan kami, betapa mulianya namaMu di seluruh bumi! KeagunganMu yang
mengatasi langit dinyanyikan. Dari mulut bayi-bayi dan anak-anak yang menyusu telah Kau
letakkan dasar kekuatan karena lawanMu, untuk membungkamkan musuh dan pendendam.
Jika aku melihat langitMu, buatan jariMu, bulan dan bintang-bintang yang Kautempatkan:
apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau
mengindahkannya? Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan telah
memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat. Engkau membuat dia berkuasa atas buatan
tanganMu; segala-galanya telah Kau letakkan di bawah kakinya; kambing domba dan lembu
sapi sekalian, juga binatang-binatang di padang; burung-burung di udara dan ikan-ikan di
laut, dan apa yang melintasi arus lautan. Ya Tuhan, Tuhan kami, betapa mulianya namaMu
di seluruh bumi!”
Dalam teks tersebut diatas semakin menjadi jelas bahwa martabat manusia
menurut pandangan Kitab Suci adalah luhur dan suci. Hal ini karena manusia
diciptakan Allah dengan dasar cinta kasih Allah yang sangat besar kepada manusia.
Tuhan Allah mengaruniakan kepada manusia akal dan hikmat kebijaksanaan, bahkan
manusia dianugerahi mahkota kemuliaan menjadi tuan atas segala mahluk ciptaan
Tuhan lainnya. Maka sudah sepatutnyalah seperti ungkapan sang pemazmur, “Ya
Tuhan, Tuhan kami, betapa mulianya namaMu di seluruh bumi!” yang artinya bahwa
seluruh kemuliaan martabat luhur manusia adalah demi kemuliaan Tuhan sendiri.
Demikian juga gambaran asal-usul dan hakekat serta tujuan hidup manusia
terdapat juga dalam Kitab Yesus Bin Sirakh 17:1-11 yaitu;
“Manusia diciptakan Tuhan dari tanah, dan kesana akan dikembalikan juga. Ia
menganugerahkan kepadanya sejumlah hari dan jangka, dan memberinya kuasa atas segala
sesuatunya di bumi. Kepadanya dikenakan kekuatan yang serupa dengan kekuatan Tuhan
sendiri dan menurut gambar Allah dijadikanNya. Didalam segala mahluk yang hidup Tuhan
menaruh ketakutan kepada manusia, agar manusia merajai binatang dan unggas. Lidah,
mata dan telinga dibentukNya, dan manusia diberiNya hati untuk berfikir. Tuhan memenuhi
manusia dengan pengetahuan yang arif, dan menunjukkan kepadanya apa yang baik dan apa
yang jahat. Ia menanamkan mataNya sendiri di dalam hati manusia untuk menyatakan
kepadanya keagungan pekerjaan Tuhan. Maka manusia mesti memuji nama Tuhan yang
kudus untuk mewartakan pekerjaanNya yang agung. Tuhan telah mengaruniai manusia
pengetahuan lagi dengan memberi mereka hukum kehidupan menjadi milik pusaka.”

Ajaran iman resmi Gereja Katolik tentang manusia diuraikan dalam Gaudium et Spes
artikel 12 yang berbunyi, “Kaum beriman maupun tak beriman hampir sependapat,
bahwa segala sesuatu di dunia ini harus diarahkan kepada manusia sebagai pusat
dan puncaknya”.
Apakah manusia itu? Di masa silam dan sekarang pun ia mengemukakan
banyak pandangan tentang dirinya, pendapat-pendapat yang beraneka pun juga
bertentangan: seringkali ia menyanjung-nyanjung dirinya sebagai tolok ukur yang
mutlak atau merendahkan diri hingga putus asa; maka ia serba bimbing dan gelisah.
Gereja ikut merasakan kesulitan-kesulitan itu secara mendalam. Diterangi oleh Allah
yang mewahyukan Diri, Gereja mampu menjawab kesukaran-kesukaran itu untuk
melukiskan keadaan manusia yang sesungguhnya, menjelaskan kelemahan-
kelemahannya, sehingga serta merta martabat dan panggilannya dapat dikenali dengan
cermat.
Adapun Kitab Suci mengajarkan bahwa manusia diciptakan “menurut gambar
Allah”, manusia mampu mengenal dan mengasihi Penciptanya; oleh Allah manusia
ditetapkan sebagai tuan atas semua mahluk di dunia ini (Kej 1:26; Keb 2:23), untuk
menguasainya dan menggunakannya sambil meluhurkan Allah (Sir 17:3-10).
“Apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga
Engkau mengindahkannya? Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti
Allah, dan memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat. Engkau menjadikannya
berkuasa atas buatan tangan-Mu; segala-galanya telah Kauletakkan di bawah
kakinya” (Mzm 8:5-7). Allah tidak menciptakan manusia seorang diri, sebab sejak
awal mula “Ia menciptakan mereka pria dan wanita” (Kej 1:27). Rukun hidup mereka
merupakan bentuk pertama persekutuan antar pribadi. Sebab dari kodratnya yang
terdalam manusia bersifat sosial; dan tanpa berhubungan dengan sesama ia tidak
dapat hidup atau mengembangkan bakat-pembawaannya. Maka, Allah melihat “segala
sesuatu yang telah dibuat-Nya, dan itu semua amat baiklah adanya” (Kej 1:31).
Penilaian martabat manusia tidak bisa terpisah dari kenyataan bahwa ia
diciptakan oleh Allah. Hal itu berarti luhurnya martabat manusia diakui, dihormati
dan dijunjung tinggi karena iman akan Allah, maka kepercayaan bahwa Allah itu
Sang Pencipta sekaligus mengandung kepercayaan bahwa Allah menjadikan manusia
sebagai mahluk yang mulia dan bermartabat luhur. Dalam iman kristiani, martabat
manusia baru dikenal sebenarnya di dalam Yesus, Putra sulung di antara banyak
saudara. Kebenaran tentang manusia hanya dikenal didalam Yesus Kristus. Karena
martabat luhur manusia hanya diakui dalam iman akan Allah sebagai Sang Pencipta
dan dalam diri Yesus Kristus, Putera Allah yang tunggal.
Tujuan hidup manusia sangat mempengaruhi martabat manusia. Tujuan hidup
manusia itu pada dasarnya di luar segala daya pemikiran manusia, di luar segala
perhitungan manusia bahkan di luar pengertian manusia itu sendiri. Tujuan hidup
manusia pada dasarnya bersifat transendental (bersifat ilahi dan mengatasi segala-
galanya), yaitu memenuhi kerinduan manusia mencapai kesempurnaan dalam segala-
galanya, yaitu suatu kebahagiaan abadi berupa kehidupan kekal (lih. Yoh 17:1-3; 1
Yoh 3:2; 1 Kor 2:9). Tujuan hidup manusia masing-masing adalah persatuan dengan
hidup Allah Tritunggal untuk selama-lamanya.
Pandangan Katolik seperti tersebut di atas berbeda dengan Yahudi dan Islam
yaitu bahwa martabat luhur manusia dilihat dari segi tujuan hidup menjadi jelas
(mendapatkan makna definitif) dalam diri Yesus Kristus (lih. GS. 22). Tujuan hidup
manusia mengandaikan juga tugas-tugas hidup yang mesti dijalankan oleh manusia,
yaitu “memperkembangkan martabatnya”. Apa artinya? Tugas hidup itu adalah
mencapai kesempurnaan dalam panggilan hidup sebagai anak-anak Allah. Hal ini
berarti berkembang dalam Yesus Kristus, mengejar persamaan dengan martabat
Yesus Kristus.

2. Sikap Iman terhadap Penciptaan


Dengan maraknya arus informasi, sebagai orang beriman Katolik kita diajak
untuk berani mengambil sikap tegas untuk menyakini kebenaran terhadap isi Kitab
Suci mengenai penciptaan dan asal-usul hidup manusia. Paus Benediktus XVI dalam
Ekshortasi Apostoliknya Verbum Domini, mengajarkan demikian, “… harus diingat
bahwa pertama- tama dan yang utama, bahwa wahyu Kitab Suci berakar dalam
sejarah…” (Verbum Domini, 42). Artinya kita sebagai umat Kristiani mengacu
kepada prinsip bahwa Kitab Suci adalah kitab yang menyampaikan kebenaran yang
sungguh terjadi dalam sejarah manusia. Dengan demikian, secara umum kita
menerima bahwa apa yang disampaikan di dalam Kitab Suci adalah fakta yang
sungguh terjadi secara historis, kecuali jika didukung oleh bukti- bukti/ argumen yang
kuat yang membuktikan bahwa para penulis kitab bermaksud untuk menyampaikan
perumpamaan atau alegori, ataupun arti lain yang berlainan dengan arti literal/ arti
historis. Secara khusus, Pontifical Biblical Commission di tahun 1909 mengajarkan
bahwa ketiga bab pertama dalam Kitab Kejadian juga mempunyai nilai historis,
artinya sungguh terjadi sehingga bukanlah hanya dongeng”.
Umat Kristiani mengimani bahwa Kitab Suci ditulis oleh pengarang kitab atas
ilham Roh Kudus; artinya tidak harus ia sendiri mengalami atau menjadi saksi
kejadian tersebut, sebab Roh Kudus-lah yang mengilhami dia untuk mencatat segala
sesuatu yang terjadi sesuai dengan faktanya, seperti yang dikehendaki oleh Allah.
Dengan prinsip ini tidak harus Adam dan Hawa atau para saksinya (sekitar 4000-an
SM) yang mengarang Kitab Kejadian; dan Tradisi Gereja mengajarkan kepada kita
bahwa kelima kitab Musa (Pentateuk) yaitu Kitab Kejadian, Keluaran, Imamat,
Bilangan, Ulangan dikarang oleh Nabi Musa, yang hidup sampai sekitar 1406 SM;
namun pengeditan naskah Pentateuk diselesaikan sekitar tahun 550 SM.
Dengan demikian, kisah Adam dan Hawa juga terjadi seperti adanya, yaitu
bahwa ada sepasang manusia yang diciptakan Allah, dengan jiwa manusia yang
diciptakan langsung oleh Allah. Kitab Suci mengatakan bahwa tubuh manusia
dibentuk dari material yang sudah ada (debu tanah) namun jiwanya langsung
dihembuskan oleh Tuhan. Dengan demikian, seandainya dapat dibuktikan bahwa ada
mahluk lain yang konon menyerupai manusia (tapi bukan manusia) dan berevolusi
menjadi semakin mirip dengan manusia, yang ada sebelum manusia Adam dan Hawa,
hal itu tetap tidak menyalahi interpretasi dari Kitab Kejadian (dalam hal ini jika
perikop tersebut diartikan secara allegoris). Namun untuk mengatakan demikian, tentu
harus ada buktinya terlebih dahulu secara ilmiah bahwa memang terjadi proses
evolusi tersebut. Kitab Kejadian mencatat tubuh manusia diciptakan dari materi yang
sudah ada, dalam hal ini debu tanah, namun pada saat penciptaan Adam dan Hawa,
Allah mengubah materi/ tubuh yang sudah ada tersebut menjadi tubuh yang layak
untuk menerima jiwa manusia. Sedangkan jiwa manusia diciptakan langsung oleh
Tuhan dari ketiadaan.
Gereja Katolik percaya bahwa seluruh umat manusia diturunkan dari Adam
dan Hawa, “Magisterium Gereja Katolik mengajarkan tentang dosa asal, yang berasal
dari dosa yang dilakukan oleh seorang Adam (manusia pertama), dan yang diturunkan
kepada semua orang….” (Paus Pius XII, Humani Generis 37). Artinya, Gereja Katolik
mengajarkan monogenism dan menolak polygenism; sebab kita percaya bahwa semua
manusia diturunkan dari sepasang manusia pertama, yaitu Adam dan Hawa. Kitab
Suci mengajarkan bahwa semua manusia diturunkan dari Adam:
“Dari satu orang saja Ia (Tuhan) telah menjadikan semua bangsa dan umat manusia
untuk mendiami seluruh muka bumi …..” (Kis 17:26). Hal ini penting, sehubungan
dengan kebenaran yang lain, bahwa oleh satu orang manusia (Adam) seluruh umat
manusia jatuh dalam dosa, dan oleh satu orang manusia yang lain (Kristus) seluruh
umat manusia diselamatkan dari dosa. Hal ini jelas diajarkan oleh Rasul Paulus dalam
kisah perbandingan Adam dan Kristus (bdk. Rom 5:21-21).

a. Implikasi manusia citra Allah bagi kehidupan bersama


Kesadaran manusia sebagai citra Allah membawa suatu implikasi dalam hidup
ini, terutama dalam hidup bersama dengan orang lain. Bila kita merenungkan
perjalanan hidup manusia jelaslah gambaran kenyataan hidup manusia itu dalam
kebersamaan dengan sesamanya. Ketergantungan hidup pada orang lain nampak jelas
pada masa balita. Prosentase ketergantungan pada orang lain itu semakin mengecil
dengan bertambahnya umur seturut proses pendewasaan pribadi. Oleh karena itu
sebagai citra Allah, manusia adalah pribadi sosial, yang disatu sisi sebagai anugerah
yang layak disyukuri dan dilain pihak mengandung tugas panggilan/perutusan yaitu
“membangun”. Karenanya kita perlu membangun kesadaran bahwa kita hidup dalam
suatu komunitas kebersamaan, yang mau tidak mau, yang suka atau tidak suka, adalah
fakta. Kesadaran itu hendaknya dihayati dengan sikap-sikap yang menunjang
tercapainya kerjasama dan saling pengertian diantara manusia.
Manusia sebagai pribadi sosial selalu muncul dinamika ketegangan dalam
dirinya maupun dengan sesamanya. Hidup dalam kebersamaan sesama manusia
memang tidak mudah, karena seringkali terjadi konflik kepentingan antara satu
dengan yang lain karena masing-masing saling berupaya untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Olehkarena itu masing-masing dibutuhkan sikap untuk saling pengertian,
saling menghormati, dan saling kerjasama menuju suatu tatanan hidup bersama yang
baik. Ciri utama sikap yang menekankan semangat sebagai pribadi sosial adalah
solidaritas dan subsidiaritas. Dalam hal ini kita perlu waspada pada mentalitas
egosentrisme, yang mengutamakan bertindak dan mengukur segalanya dengan ke-
AKU-an yang kelewat batas kewajaran (egois). Kita harus menolak pandangan
seorang filsuf Jean Paul Sartre yang mengatakan bahwa manusia adalah “homo
homini lupus”, yang artinya manusia menjadi serigala bagi yang lain. Konsep dari
Paul Sartre itu untuk mengkritisi egoisme manusia dalam kebersamaan hidup manusia
waktu itu. Kita memang perlu mewaspadai arus-arus besar jaman modern ini seperti
materialisme, konsumerisme, hedonisme, pragmatisme dan sekularisme. Muara dari
berbagai arus tersebut adalah orang semakin mementingkan diri sendiri tanpa
mengingat nasib penderitaan orang lain (sesama manusia). Sementara itu hukum
kompetisi dalam kehidupan dunia ini terus berjalan bahkan cenderung semakin
menguat. Mengapa demikian? Hal ini karena sudah dirasakan semakin berkurangnya
sumber-sumber daya alam dan berkurangnya ketersediaan bahan-bahan makanan di
bumi ini untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Sementara nilai pertumbuhan
ekonomi, khususnya ketersediaan sumber daya alam, sumber energi dan bahan
makanan tidak sebanding dengan peningkatan jumlah penduduk. Hal ini membuat
semakin kuat arus persaingan yang tidak hanya terjadi antara negara-negara tetapi
sudah meracuni pribadi orang per-orangan.
Hukum persaingan semakin nampak dalam berbagai keadaan kehidupan.
Antara negara berlomba-lomba untuk bersaing dalam pasar bebas. Arus kapitalisme
dan liberalisme dalam perekonomian berbagai negara semakin kuat. Berbagai aturan
perburuhan di negara kita Indonesia juga sudah berbau neo-kapitalisme dan
liberalisme. Dampak dalam kehidupan bersama sudah nampak bahwa orang
cenderung lebih memikirkan diri-sendiri. Sistem kehidupan bersama yang dahulu
mengedepankan sikap saling hormat-menghormati, tolong-menolong dan gotong-
royong mulai memudar seiring berkembangnya jaman modern. Lalu, apa artinya
situasi tersebut bagi setiap orang yang menyadari dirinya dan sesamanya adalah citra
Allah? Apa yang harus kita perbuat dalam kebersamaan hidup?
Orang beriman yang menyakini kebenaran tujuan mulia Tuhan Allah
menciptakan manusia adalah demi kebahagiaan manusia, maka yakin pula bahwa
Tuhan Allah tidak menghendaki adanya penderitaan manusia, apapun bentuknya.
Pada dasarnya penderitaan ada oleh sebab dosa yang ditimbulkan sebelumnya. Oleh
karena itu situasi persaingan yang membuat sesama manusia menderita adalah suatu
keprihatinan. Satu-satunya jalan agar kebersamaan hidup manusia dapat dirasakan
sebagai anugerah yang membahagiakan hidup manusia adalah bila setiap manusia
menyadari dirinya saling membutuhkan sesamanya. Dirinya sebagai pribadi yang unik
dan personal justru dapat dirasakan dan dihayati dalam kebersamaan dengan
sesamanya. Dirinya sebagai pribadi yang unik dan personal justru semakin ditemukan
dalam penghayatannya sebagai pribadi sosial. Semakin seseorang terlibat dalam
interaksi, komunikasi dan relasi dengan sesamanya maka akan menemukan jati
dirinya yang personal dan unik. Lewat kebersamaan dengan sesamanya maka semakin
menemukan kebutuhan dasar hidupnya yaitu mencintai dan dicintai. Dalam hal ini
benarlah pandangan P. Leenhouwer bahwa sikap dasar yang ideal dalam kehidupan
bersama adalah cinta yang hakekatnya merangkum segala-galanya dan mendasari
sikap solidaritas dan subsidiaritas antar sesama manusia. Dengan cinta manusia pada
akhirnya dapat menemukan dan merasakan kebahagiaan yang selalu menjadi
kerinduan tanpa akhir dari hidup ini.

b. Unsur-unsur konstitutif manusia sebagai citra Allah


1. Manusia sebagai Pribadi
Mendasarkan diri pada penjelasan menurut Kitab Suci dan Gaudiem et
Spes, Gereja mengajarkan manusia adalah citra Allah. Sebagai citra Allah
manusia adalah mahluk pribadi yang memiliki kodrat sosial. Manusia sebagai
pribadi adalah bersifat unik dan menyejarah sekaligus bersifat kekal. Ia memiliki
kesadaran akan keberadaan dirinya dihadapan sesama dan lingkungannya. Ia
adalah makluk monodualisme, yaitu bersifat jasmani dan rohani. Manusia itu
bernilai dalam dirinya sendiri. Karena manusia bernilai dalam dirinya sendiri
maka dalam segala tingkah-laku perbuatannya pada akhirnya berupaya untuk
mendapatkan manfaat bagi dirinya sendiri. Ini bukan berarti manusia hendaknya
bersikap pragmatis ataupun egois. Dalam hal ini yang menjadi tujuan akhir
manusia adalah memuliakan Allah dan melaksanakan hukum cintakasih.
Tuhanlah tujuan akhir hidup manusia, karena didalam Tuhan terdapat yang
didambakan manusia yaitu keselamatan hidup dan kebahagiaan abadi. Dengan
demikian maka tercapailah kemuliaan manusia karena kemuliaan manusia hanya
ada pada Tuhan. Oleh karena itu hakekat tujuan hidup manusia terdapat dalam
Tuhan, tidak di dunia sekelilingnya.

2. Manusia memiliki kemerdekaan/kebebasan


Hakekat dan syarat-syarat bagi manusia yang mulia itu adalah bahwa ia
merdeka/memiliki kebebasan dan bertanggungjawab dalam hal mencari/
mengupayakan tujuan hidupnya. Kemerdekaan manusia pada dasarnya bersifat
jasmani dan rohani. Adanya kemerdekaan pada dirinya dikarenakan manusia
memiliki akal budi/ pikiran sehingga ia memiliki kemampuan untuk memilih.
Kebebasan bersifat jasmani yaitu bila tubuh manusia tidak terbelenggu untuk
melakukan aktifitas yang dimaui, sejauh sesuai dengan kodratnya. Adapun
kebebasan yang bersifat rohani mencakup dua hal yaitu kebebasan dalam arti
pikiran dan dalam arti moral.

3. Manusia menjadi subyek dari segala perbuatannya


Hakekatnya Tuhan menjadikan manusia itu sebagai subyek dan bukan
obyek. Sebagai subyek berarti manusia adalah pelaku dan penanggung-jawab
segala perbuatannya. Ada ungkapan Latin yang mengatakan “cogito ergo sum
dan cogito ergo passum”. Itu berarti manusia itu aktif dan kreatif karena harus
memikirkan, merencanakan, yang melakukan dan yang mempertanggung-
jawabkan segala apa yang diperbuatnya. Manusia bukan obyek atau yang dikenai
tindakan (bersifat pasif). Maka keliru besar bila kita mengobyektivasi manusia
sesama kita, karena disana mesti muncul penindasan martabat manusia dan
ketidak-adilan.

4. Manusia dituntut tanggung-jawab dalam hidupnya


Oleh karena kesadaran akan keberadaan dirinya termasuk apa yang
dipikirkan dan diperbuat dalam kebebasannya, maka manusia selalu dituntut
untuk mempertanggung-jawabkan segala perbuatannya. Pertanggungan jawab
perbuatan itu ada pada dirinya-sendiri (suara hatinya), ada pada sesamanya
(dalam sebuah sistem dan komunitas) dan kepada Tuhan Allah yang menjadi
tujuan akhir dari hidupnya (seperti yang diajarkan oleh semua agama). Dalam hal
ini manusia diajarkan ajaran moral yaitu bahwa manusia hendaknya bertindak
segala sesuatu dengan kesadaran, kemauan (tidak dipaksa) dan bermotivasi luhur.
Bila tidak demikian maka menurut ajaran moralitas, hal itu disebut dosa.
Berkaitan dengan ajaran moralitas Kristiani, maka kita diajarkan bahwa
Sepuluh Perintah Allah, yang berisi aturan untuk mengatur hubungan manusia
dengan Tuhan dan hubungan manusia dengan sesamanya menjadi pedoman
tingkah-laku. Dalam ajaran Yesus Kristus, Sepuluh Perintah Allah yang
diberikan sejak umat Allah Perjanjian Lama disarikan dalam perintah yang
pertama dan utama yaitu hukum kasih. Yesus mengajarkan kepada kita;
"Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu
dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama.
Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu ialah “Kasihilah sesamamu
manusia seperti dirimu sendiri”. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh
hukum Taurat dan kitab para nabi.

5. Manusia sebagai Mahluk Sosial


Manusia hidupnya tergantung satu sama lain. Defacto bahwa manusia
tidak bisa hidup sendirian dalam arti yang sebenarnya, “No man is island”,
manusia adalah mahluk sosial. Dari bayi hingga dewasa bahkan ketika akan
menghadapi kematian, manusia selalu hidup dengan sesamanya. Hidup ditengah-
tengah manusia-manusia lain (dengan: bapa-ibunya, saudaranya entah dengan
orang asing sekalipun) adalah fakta yang tidak terbantahkan. Justru sifat personal
yang unik dan menyejarah dari manusia dikarenakan juga karena hidup ditengah-
tengah sesamanya. Tak terbayangkan kita hidup tanpa hubungan dengan manusia
lain!
c. Menghargai sesama sebagai citra Allah
Kesadaran diri sebagai citra Allah membawa suatu tugas dan tanggungjawab,
yaitu menghargai sesamanya sebagai citra Allah pula. Dalam kehidupan bersama,
manusia perlu membangun penghargaan atas martabat luhurnya sebagai citra Allah.
Manusia diciptakan Tuhan seturut rupa dan gambar-Nya (bdk.Kej 1:27). Gambaran
Allah dalam diri manusia bukan hanya dalam hal-hal yang bersifat spiritual seperti
akal budi, daya refleksi ataupun afeksi, tetapi juga dalam wujud jasmani dan rohani.
Manusia secara utuh dikehendaki oleh Allah untuk memiliki martabat yang istimewa
melebihi ciptaan lainnya. Jiwa dan raga manusia menjadi bait yang kudus bagi Allah.
Sebagaimana Allah mencintai dan menghargai ciptaan-Nya sendiri maka demikian
pula hendaknya manusia mencintai ciptaan-ciptaan lainnya. Hidup manusia bukanlah
suatu kebetulan belaka. Hidup manusia adalah suatu kehidupan yang dikehendaki
oleh Allah, maka tidak seorang pun berkuasa atas hidup ini. Manusia tidak boleh
bertindak sewenang-wenang atas hidup manusia.
Dalam Kitab Suci diceritakan bahwa manusia diciptakan menurut gambar dan
rupa Allah. Ini berarti bahwa manusia adalah citra Allah. Apa maknanya? Citra Allah
adalah gambaran Allah dan sebutan ini dikenakan pada manusia sebagai makhluk
ciptaan-Nya yang paling mulia. Citra Allah yang utama, hadir di dunia dan menjadi
manusia adalah Yesus Kristus (bdk, 2Kor. 4: 4; Kol. 1:15). Sebagai makhluk ciptaan,
manusia menduduki tempat tertinggi di antara ciptaan lainnya. Ia adalah citra Allah
untuk berkuasa atas semua makhluk sebagai wakil Sang Pencipta dan yang melalui
dia, semua makhluk memuliakan Penciptanya. Inilah martabat manusia yang paling
luhur (bdk. Mazmur 8).
Martabat manusia sebagai citra Allah adalah anugerah sekaligus tugas/
tanggung jawab. Jika dikatakan bahwa manusia adalah citra Allah, itu berarti manusia
mengambil bagian dari kebaikan Allah. Dengan kata lain manusia tentulah
menggambarkan kebaikan Allah. Konsekwensinya adalah tugas manusia untuk
menghadirkan kebaikan Allah di dunia ini dengan mewujudkan cinta Ilahi bagi
sesama manusia dan memelihara seluruh ciptaan.

C. Pendalaman dan Refleksi


Bukankah diri Anda istimewa? Kita sebagai manusia merupakan makhluk yang
istimewa karena Tuhan memperlakukan kita secara khusus. Kita sudah dipikirkan dan
direncakanan oleh Allah sejak keabadian. Kehadiran kita di muka bumi telah disiapkan
dan diatur secara teliti dan mengagumkan. Manusia sungguh diperlakukan sebagai
“orang”, sebagai “pribadi”. Gambaran inilah makin menegaskan betapa uniknya kita
manusia ini. Kita baik laki-laki maupun perempuan, diciptakan dengan karunia dan
potensi atau talenta yang saling melengkapi. Keunikan inilah akan membawa kita semua
untuk mensyukuri bahwa dalam setiap pribadi, Tuhan telah memberikan anugerah yang
perlu kita kembangkan terus-menerus.
Menurut Kitab Suci, manusia diberi kebebasan supaya dapat beriman kepada dan
mencintai Allah. Tetapi, manusia dapat juga menutup diri terhadap Allah dan menolak-
Nya, biarpun perbuatan itu tidak masuk akal dan berakibat buruk baginya. Perbuatan itu
adalah dosa. Tuhan tidak bertanggung jawab atas dosa makhluk-makhlukNya. Tetapi
Tuhan mengambil resiko, bahwa dosa-dosa akan terjadi dengan segala akibatnya yang
buruk, kalau makhluk bebas diciptakanNya. Mengapa? Sebab, hanya dengan demikian
Ia dapat menciptakan makhluk bebas, yang dapat menjawab kasih-Nya. Allah adalah
Yang-baik secara tak terbatas, sehingga ‘tidak dapat’ berbuat jahat atau berdosa. Dosa
mengandaikan kebaikan dan kebebasan terbatas, yang memungkinkan tindakan melawan
makna sebenarnya dari kebaikan serta kebebasan itu, dan dengan demikian melemahkan
bahkan menghancurkannya. Adanya ‘daya’ destruktif itu diterima, karena merupakan
prasyarat bagi kemungkinan konstruktif, yaitu mengembangkan kebaikan pribadi
sebagai pribadi. Yang destruktif dibenci Allah, yang konstruktif sangat dihargaiNya.
Sebab, yang satu merusak dunia ciptaanNya dan yang lain mengembangkan yang paling
indah, yakni dengan bebas berbuat baik bagi sesama dan mencintai Allah dengan seluruh
hati. Dosa menyebabkan keadaan buruk yang hanya dapat dipulihkan oleh Allah.
Dengan berdosa orang ‘menyimpang dari jalan yang benar’ dan merusak apa yang
diciptakan Tuhan dengan baik. Dosa tidak bisa merugikan Tuhan sendiri, tetapi
hubungan kita denganNya dan dengan sesama manusia. Salah satu dosa berat yang
dilakukan oleh manusia adalah melanggar firmat Tuhan yang kelima, yaitu ”Jangan
Membunuh”. Sebab bila manusia membunuh sama dengan manusia mengambil hak
Allah dan tindakan itu berarti membuat hubungan manusia dengan Allah menjadi rusak.
Hidup adalah anugerah Tuhan, maka sebagai anugerah Tuhan tentu hidup itu
harus disyukuri. Ucapan syukur tentu bukan sikap batin saja, namun juga mewujud lewat
upaya misalnya menjaga dan memelihara serta menghormati hidup itu. Kita merasa
prihatin bahwa saat ini banyak tindak kekerasan yang bermuara pada sikap tidak
menghormati dan menghargai hidup. Orang mudah sekali membunuh sesamanya,
memperkosa, melukai, ataupun mengkomsumsi narkoba. Maka setiap umat kristiani
mesti sadar bahwa hidup ini sungguh anugerah Tuhan yang harus dihormati, dipelihara,
dirawat, dan dijaga dengan baik oleh umat kristiani sendiri. Dengan bertanggung jawab
kepada kehidupan, umat kristiani dapat mengembangkan baik secara fisik maupun
rohani. Dengan demikian juga akan tercipta hidup bersama yang aman dan damai bila
masing-masing dan bersama-sama orang menghargai hidup yang dikaruniakan Tuhan
kepada kita.

Anda mungkin juga menyukai